Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

“TINEA KORPORIS”

Disusun Oleh :
Moh. Reza Aulia
2013730069

Pembimbing :
dr. Bowo Wahyudi, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANJAR
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus yang berjudul “Tinea
Korporis” ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini penulis susun untuk memenuhi tugas pada kepaniteraan klinik
stase Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Banjar.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu
tersusunnya laporan ini terutama dr. Bowo Wahyudi Sp.KK selaku pembimbing di Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Banjar.
Semoga dengan adanya laporan kasus ini dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan dan berguna bagi penulis maupun peserta didik lainnya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak yang membaca ini agar kedepannya penulis dapat membuat
laporan kasus yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

Banjar, Mei 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................................................iii
BAB I ................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN.............................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
B. Tujuan Pembelajaran .............................................................................................................. 2
BAB II ................................................................................................................................................ 3
STATUS PASIEN .............................................................................................................................. 3
A. IDENTITAS ........................................................................................................................... 3
B. ANAMNESIS ........................................................................................................................ 3
C. PEMERIKSAAN FISIK ........................................................................................................ 5
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG ........................................................................................... 7
E. RESUME................................................................................................................................ 8
F. DIAGNOSIS .......................................................................................................................... 9
G. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG ....................................................................... 9
H. PENATALAKSANAAN ....................................................................................................... 9
I. PROGNOSIS ........................................................................................................................ 10
BAB III............................................................................................................................................. 11
ANALISA KASUS .......................................................................................................................... 11
A. Analisis diagnosis kerja tinea korporis pada kasus .............................................................. 11
D. Analisis pemeriksaan anjuran pada kasus ............................................................................ 13
E. Analisis diagnosis Tinea Korporis e.c Trichophyton pada kasus ......................................... 13
F. Analisis penatalaksanaan pada kasus ................................................................................... 14
G. Analisis prognosis pada kasus .............................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,


misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan
golongan jmur dermatofita. Dermatofita mempunyai sifat mencernakan keratin,
dermatofita termasuk kelas Fungi Imperfect, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu
Microsporum, Trichophyton, Epidermophyton.1,2
Insidensi Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur,
sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Insidensi penyakit jamur yang
terjadi di berbagai rumah sakit di Indonesia bervariasi antara 2,93% - 27,6%, meskipun
angka ini tidak menggambarkan populasi umum.1,3
Klasifikasi yang sering dipakai oleh para spesialis kulit yaitu berdasarkan
lokasi:1,2,3,4
a. Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala.
b. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot.
c. Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong dan
kadang-kadang sampai perut bagian bawah.
d. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
e. Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki.
f. Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5
tinea diatas
Tinea korporis adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum dan sekitar
anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit
yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genitokrural
saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau
bagian tubuh lain.1,2,6
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas.
Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas
macam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini menjadi
menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan
biasanya akibat garukan.1,6

1
Pengobatan dermatofitosis sering tergantung pada klinis. Sebagai contoh lesi
tunggal pada kulit dapat diterapi secara adekuat dengan antijamur topikal. Walaupun
pengobatan topikal pada kulit kepala dan kuku sering tidak efektif dan biasanya
membutuhkan terapi sistemik untuk sembuh. Pilihan terapi oral yaitu griseofulvin atau
itrakonazol atau ketokonazol bila terdapat resistensi terhadap griseofulvin. Lama
penggunaan juga disesuaikan dengan keadaan klinis.

B. Tujuan Pembelajaran

Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk mengetahui lebih dalam mengenai Tinea
Korporis.

2
BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS

Berikut adalah identitas dari pasien yang berobat ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD
Banjar:
Nama : Ny. W
Usia : 65 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Lembur Balong
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Tanggal MRS : 25 April 2018

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 25 April 2018.

Keluhan Utama:

Bercak kemerahan bersisik halus, semakin gatal saat berkeringat pada perut, pinggang
dan punggung sejak 2 minggu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Seorang wanita datang ke Poli klinik Kulit Kelamin RSUD Banjar dengan keluhan
timbul bercak-bercak kemerahan dan bersisik halus pada perut, pinggang dan
punggung yang dirasakan 2 minggu belakangan ini semakin bertambah gatal terutama
saat berkeringat, sehingga pasien datang untuk berobat ke Poli Klinik Kulit Kelamin di
RSUD Banjar.

Keluhan pertama kali dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, awalnya berupa bercak
kemerahan kecil dengan sisik halus di tepinya sebesar uang logam, timbul pertama
kali di perut kemudian karena digaruk bercak semakin melebar dan banyak serta
menyebar hingga ke pinggang dan punggung. Pasien merasa sangat gatal terutama saat
berkeringat dan tersentuh. Selain itu juga terasa perih jika terkena gesekan, namun

3
terasa panas seperti terbakar disangkal. Pasien sering menggaruk bercak tersebut
dengan tangan, sehingga terdapat beberapa luka bekas garukan dan perubahan warna
menjadi kehitaman. Pasien belum mengobatinya.

Tidak ada keluhan lain yang pasien keluhkan. Pasien mengaku belum pernah
mengalami keluhan yang sama sebelumnya dan menyangkal karena gigitan serangga.
Pasien menyangkal memelihara hewan peliharaan. Tidak sehabis terpapar bahan kimia
sebelumnya. Tidak menggunakan obat-obatan jangka panjang. Pasien merupakan ibu
seorang rumah tangga yang aktivitas sehari-harinya dilakukan di ruma. Pasien
mengaku membersihkan rumah setiap hari, namun jarang membuka jendela rumah.
Sehingga pasien mengaku rumahnya terasa panas yang membuat pasien sering
berkeringat jika melakukan aktifitas sehari-hari. Pasien menyangkal memiliki alergi.

Pasien tidur 1 kasur bersama suami. Menurut pasien kasur jarang dijemur. Seprei
yang digunakan sering diganti. Handuk pasien digunakan sendiri dan jarang dijemur
setelah dipakai dan biasanya menggunakan handuk yang sama untuk mengelap badan
pada saat pasien mengeluarkan keringat. Pasien mengaku mandi hanya satu kali sehari
namun akan mandi 2 kali jika terasa sangat gatal, mengganti pakaiannya 2x sehari
termasuk pakaian dalam.

Pasien tinggal dengan suami, anak dan cucu. suami pasien tidak memiliki gejala
yang sama. Namun anak dan cucu memiliki gejala yang sama tetapi tidak diobati.
Pasien tinggal di rumah dengan ukuran 9 x 7 meter. Rumah pasien memiliki 3 jendela
dan jarang dibuka, lantai beralaskan keramik. Pasien tinggal di lingkungan padat
penduduk, dimana jarak antar rumah saling berdekatan, lingkungan tempat tinggal
panas. Pasien mengaku tidak mengetahui bahwa tetangganya ada yang memiliki gejala
yang serupa dengan pasien.

4
C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital

Tekanan darah : tidak dilakukan


Suhu : 36,60 C
Nadi : 88 x/ menit, irama teratur, regular kualitas cukup
Pernafasan : 20 x/menit

Status Generalis :

Kepala : normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut


Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid maupun KGB
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor
Hidung : deviasi septum (-), secret -/-, rhinore -/-
Telinga : normotia, otore -/-, serumen -/-
Mulut : caries (-), lidah kotor (-), tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis
Thoraks:
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi -/-
Palpasi : Vokal Fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor pada ke 2 lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midcalvicularis sinistra
Auskultasi: Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi : perut datar, scar -
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani pada keempat kuadran

5
Status Dermatologis :

• Distribusi : Regional
• A/R : Perut, pinggang dan punggung.
• Lesi : Multipel, diskret, sebagian berbentuk bulat berbatas tegas, sebagian
irreguler, lesi kering, permukaan tidak timbul, dengan ukuran terkecil 0.6 x 0.4
cm hingga terbesar 10 x 5 cm
• Efloresensi : Makula eritematous, makula hiperpigmentasi, skuama halus

Gambar 1. Lesi pada perut

6
Gambar 2. Lesi pada pinggang dan punggung

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 20% diambil dari kerokan kulit di bokong
dengan preparat object glass, lalu ditutup dengan cover glass dan dilihat dengan
mikroskop pada pembesaran 40x. Hasil: ditemukan hifa panjang, bercabang, bersepta,
serta double contour pada pemeriksaan mikroskopis.

Gambar 2. Ditemukan hifa panjang, bercabang, bersepta, serta double contour pada
pemeriksaan kerokan kulit KOH 20%

7
E. RESUME

Wanita usia 65 tahun datang ke poli Kulit dan Kelamin RSUD Kota Banjar dengan
keluhan timbul bercak-bercak kemerahan dan bersisik halus yang dirasa semakin
bertambah gatal terutama saat berkeringat yang terdapat di perut, pinggang dan
punggung sejak 2 minggu SMRS.

Keluhan pertama kali dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, awalnya berupa bercak
kemerahan kecil dengan sisik halus di tepinya sebesar uang logam, timbul pertama
kali di perut kemudian karena digaruk bercak semakin melebar dan banyak serta
menyebar hingga ke pinggang dan punggung. Bercak dirasa sangat gatal terutama bila
berkeringat dan tersentuh. Pasien merasa perih juga pada bercaknya jika terkena
gesekan. Pasien sudah berobat sebelumnya namun tidak ada perubahan.

Pasien tidur 1 kasur bersama suami, kasur tersebut jarang dijemur. Handuk setelah
dipakai jarang dijemur dan menggunakan handuk yang sama untuk mengelap badan
pada saat berkeringat. Mandi hanya sekali sehari kadang 2 kali jika terasa sangat gatal.
Mengganti pakaian 2x sehari dan sering pakai celana ketat seperti celana lejing.

Pasien tinggal di rumah dengan ukuran 9 x 7 meter. Memiliki 3 jendela dan jarang
dibuka. Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk dan lingkungan yang panas.

Pemeriksaan Fisik :dalam batas normal

Status Dermatologis :
• Distribusi : Regional
• A/R : Perut, pinggang, dan punggung
• Lesi : Multipel, diskret, sebagian berbentuk bulat berbatas tegas sebagian
irreguler, lesi kering, permukaan tidak timbul, dengan ukuran terkecil 2 x 3 cm
hingga terbesar 10 x 5 cm
• Efloresensi : Makula eritematous, makula hiperpigmentasi, skuama halus

8
Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 20%
ditemukan hifa panjang, bercabang, bersepta, serta double contour.

F. DIAGNOSIS

Diagnosis Banding
o Tinea Korporis e.c Trichopyton
o Tinea Korporis e.c Epidermophyton
o Tinea Korporis e.c Microsporum
Diagnosis Kerja
o Tinea Korporis e.c Tricophyton
G. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Biakan pada Medium Agar Dekstrosa Sabouraud


• Pemeriksaan fungsi hati: SGOT dan SGPT

H. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa :
o Menerangkan bahwa penyakit yang diderita pasien adalah infeksi jamur dan
mudah menular
o Menyarankan untuk mengganti baju dan celana dalam yang basah sesering
mungkin
o Menggunakan pakaian dalam yang mudah menyerap keringat

9
o Menjaga kulit agar tetap bersih dan kering serta menyarankan pasien untuk
mandi, minimal 2x sehari terutama setelah beraktivitas dan mengeringkan
tubuh seluruhnya
o Mencuci dan menjemur handuk di luar ruangan agar terkena sinar matahari
sesering mungkin
o Menghindari garukan
Medikamentosa :.
 Topikal :
 Ketokonazol cream 2% dioleskan pada bagian yang gatal, sehari
digunakan 2x selama 10 hari
 Sistemik :
 Ketokonazol tabet 200 mg 1x1 selama 14 hari

I. PROGNOSIS

 Quo Ad Vitam : Ad Bonam


 Quo Ad Functionam : Ad Bonam
 Quo Ad Sanationam : Ad Bonam

10
BAB III
ANALISA KASUS

A. Analisis diagnosis kerja tinea korporis pada kasus

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang :

1. Berdasarkan anamnesis pada pasien didapatkan:


 Pasien wanita berusia 65 tahun
 Bercak-bercak kemerahan dan bersisik halus yang dirasa semakin lama
semakin gatal terutama saat berkeringat pada perut, pinggang dan
punggung
 Lingkungan rumah panas dan pasien sering melakukan kegiatan yang
mengakibatkan keluarnya keringat
Berdasarkan teori
 Tinea korporis dapat menyerang semua umur tapi lebih sering pada orang
dewasa dan menyerang pria dan wanita. 1,2,6
 Tinea korporis adalah penyakit infeksi jamur dermatofita didaerah lipat
paha, genitalia dan dapat meluas ke bokong.1,6 Rasa gatal akan semakin
bertambah jika banyak berkeringat. Tempat predileksi tinea korporis timbul
pada daerah-daerah lembab dan berkeringat yang paling banyak yaitu pada
daerah lipat paha 1,2,4
 Lebih sering terjadi pada daerah dengan iklim tropis dimana orang banyak
berkeringat serta kondisi lingkungan yang kotor dan lembab.1,2,11
2. Dalam pemeriksaan fisik ditemukan :
 Efloresensi : Makula eritematous, makula hiperpigmentasi, skuama halus
di daerah perut, pinggang dan punggung.
Berdasarkan teori

Sesuai dengan teori gambaran klinis tinea korporis memiliki efloresensi
primer dan sekunder (polimorf) dan biasanya memiliki predileksi didaerah
lipat paha, genitalia dan dapat meluas ke bokong. Lesi berupa makula
eritematosa berbatas tegas dengan tepi lebih aktif. Jika kronis atau menahun
maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan

11
skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat
menimbulkan gambaran likenifikasi.1.2,6,7

Manifestasi tinea cruris:1,2,7,8


1. Makula eritematous dengan central healing di lipatan inguinal, distal
lipat paha, dan proksimal dari abdomen bawah dan pubis
2. Daerah bersisik
3. Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif
4. Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya
dan disertai likenifikasi
5. Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula
eritematous yang tersebar dan sedikit skuama
6. Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena
7. Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi dan impetiginasi
mungkin muncul karena garukan
8. Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal
sehingga tampak kulit eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin
terdapat pustula folikuler
9. Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis.

B. Analisis faktor resiko pada kasus


Pada pasien ditemukan beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan tinea
korporis, yaitu:
- Tinggal di daerah tropis
- Sering menggunakan pakaian ketat
- Sering melakukan kegiatan yang menyebabkan keluarnya keringat
Berdasarkan teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi jamur ini adalah iklim
panas, lembab, higiene sanitasi, pakaian serba nilon, pengeluaran keringat
yang berlebihan, trauma kulit, dan lingkungan. Maserasi dan oklusif pada
regio kruris memberikan kontribusi terhadap kondisi kelembaban sehingga
menyebabkan perkembangan infeksi jamur.1,2,4

12
C. Analisis pemeriksaan penunjang pada kasus

Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 20% ditemukan hifa panjang,


bercabang, bersepta, serta double contour.

Berdasarkan teori


Untuk menegakkan Tinea korporis, dibutuhkan penilaian asosiasi gambaran
klinis dengan uji diagnostik untuk mengisolasi dan mengidentifikasi jamur.
Bahan yang diperiksa berupa kerokan kulit. Pemeriksaan mikroskopik
secara langsung menunjukkan hifa, yang nampak sebagai dua garis sejajar
dengan sekat dan cabang, atau spora berderet (artospora) pada kelainan kulit
yang lama dan / atau sudah diobati.1,4

D. Analisis pemeriksaan anjuran pada kasus

 Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud Dextrose Agar (SDA) untuk


mengetahui dan menentukan golongan ataupun spesies daripada jamur.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium
saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide
(mycobyotic-mycosel) untuk menghindari kontaminasi bakterial maupun jamur
kontaminan. Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu.1,2,9
 Lalu pemeriksaan fungsi hati dilakukan untuk melihat fungsi hati pada pasien
sebelum diberikan pengobatan karena pengobatan ketokonazole mempunyai
efek samping terhadap fungsi hati. Pemeriksaan ini dilakukan supaya
penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien tidak memberatkan fungsi hati
pasien.11

E. Analisis diagnosis Tinea Korporis e.c Trichophyton pada kasus

Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang mengarah ke diagnosis tinea korporis. Berdasarkan teori tinea korporis
paling sering disebabkan oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton
Msentagrophytes, dan Trichophyton verrucosum.12

13
F. Analisis penatalaksanaan pada kasus

Non-medikamentosa
o Menerangkan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita pasien adalah
infeksi jamur dan mudah menular
o Menyarankan kepada pasien untuk mengganti baju dan celana dalam
yang basah dan menyerap keringat
o Menggunakan pakaian dalam yang mudah menyerap keringat
o Menjaga kulit agar tetap bersih dan kering dan menyarankan pasien
untuk mandi, minimal 2x sehari terutama setelah beraktivitas dan
mengeringkan tubuh seluruhnya
o Mencuci dan menjemur handuk di luar ruangan agar terkena sinar
matahari sesering mungkin
o Menghindari garukan

Medikamentosa :
 Topikal :
 Ketokonazol cream 2% dioleskan pada bagian yang gatal, sehari
digunakan 2x selama 14 hari
 Sistemik :
 Ketokonazol tabet 200 mg 1x1 selama 14 hari
Berdasarkan teori
o Terapi nonmedika mentosa berujuan untuk menghilangkan faktor
predisposisi. Sehingga hygiene pasien harus dijaga, pemakaian
handuk/pakaian secara bersama dihindari, dan menjaga lipatan-
lipatan tubuh tetap kering1,2
o Golongan azol merupakan pilihan pertama yang digunakan dalam
pengobatan tinea korporis karena bersifat broad spektrum antijamur
yang mekanismenya menghambat sintesis ergosterol sehingga
komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati,
contohnya pada Ketokonazol. Pengobatan dengan ketokonazole
krim 2% dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Efek samping dari
ketokonazol krim adalah iritasi kulit yang terlokalisir, jika terjadi
iritasi penggunaan obat harus dihentikan. Tidak dianjurkan pada

14
pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan
mata. Dapat diberikan ketokonazol tablet 200 mg sekali sehari
untuk pengobatan antifungal sistemik4,10,12
.

G. Analisis prognosis pada kasus

Berdasarkan teori:
Perkembangan penyakit dermatofitosis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan
penyebab penyakitnya disamping faktor-faktor yang memperberat atau memperingan
penyakit. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat dihilangkan,
umumnya penyakit ini dapat hilang sempurna.1,4,5,6

Sesuai dengan kasus ini :


 Quo ad vitam : ad bonam
Tidak ada gejala atau tanda yang mengarah pada ancaman kematian.
Keadaan umum, kesadaran dan tanda vital pasien masih dalam batas
normal.
 Quo ad fungsionam : ad bonam
Tinea menimbulkan fungsi kulit yang tidak mengganggu fisiologis kulit
secara bermakna.
 Quo ad sanactionam : ad bonam
Dengan menghilangkan faktor predisposisi maka penyakit ini dapat
diobati secara tuntas dan sembuh.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja, Unandar. Dermatomikosis In : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi


Ketujuh. Jakarta:Badan Penerbit FKUI;2016. Hal. 109-116.
2. Wolff K, Goldsmith LA, Gilchrest BA. et al. Dermatology in General Medicine.
7th Ed. New York:McGraw-Hill;2008. Hal.1807-1821
3. Kartowigno S. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 2. Surabaya:Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga;2013. Hal.63-75.
4. Richardson, Warnock DW. Dermatophytosis in fungal infection : Diagnosis and
Management. Oxford:Blackwell;1997. Hal.59-61.
5. Perdoski. Tinea In : Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin Indonesia. Jakarta:Sekretariat Perdoksi;2011. Hal.96-98.
6. Djuanda A, Hamzah. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam.
Jakarta:Balai Penerbit FKUI;2010. Hal.92-99.
7. Gerd P, Thomas J. Dermatophyte In : Fitzpatrick’s Dermatology In General
Medicine. Sixth Edition. New York: McGraw-Hill;2003. Hal.205-208.
8. Siregar RS. Penyakit Jamur: Tinea In : Altas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.
Edisi 3. Jakarta:EGC;2016. Hal.29-31.
9. Moriarity B, Hay R & Morris-Jones. The Diagnosis and Management of Tinea.
England:BMJ;2012.p.1-10.
10. Kuswadji, Widaty KS. Obat Anti Jamur In : Dermatomikosis Superfisialis.
Jakarta:Balai Penerbit FKUI;2004. Hal.108-116.
11. Abdullah, B. Tinea Korporis In : Dermatologi Pengetahuan Dasar dan Kasus di
Rumah Sakit. Jakarta:EGC;2011.p.74-6.
12. Shannon Verna, Michael P. Heffernan. Superficial Fungal Infection in:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th Ed. Vol 2, The Mcgraw Hill
Companies. 2008. P 1807-1821

16

Anda mungkin juga menyukai