Pembimbing :
Dr. Bowo Wahyudi Sp. KK
Oleh :
Cendy Andestria
2015730020
2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus dengan judul “Tinea Corporis et
Tinea Cruris” ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Laporan kasus ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas pada kepaniteraan klinik ilmu
penyakit Kulit dan Kelamin dan juga untuk memperdalam pemahaman tinjauan pustaka yang
telah dipelajari sebelumnya.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Bowo Wahyudi, Sp. KK, selaku dokter
pembimbing atas ilmu dan pengalamannya yang telah diberikan di stase Kulit dan Kelamin
ini. Terima kasih juga pada semua pihak yang telah membantu dalam tahap pengumpulan
referensi dan penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari ketidaksempurnaan tugas laporan kasus ini. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penyusunan laporan selanjutnya. Semoga
laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis
1
DAFTAR ISI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
gambaran klasik lesi tinea cruris dan corporis berupa lesi anular dengan central clearing
dan tepi eritema aktif. Lesi yang berdekatan dapat bergabung membentuk polisiklik.1,2
Semua dermatofita dapat menyebabkan tinea corporis, tetapi yang merupakan
penyebab tersering adalah Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes,
Microsporum canis dan Trichophyton tonsurans, sedangkan tinea cruris kebanyakan
disebabkan oleh Trichophyton rubrum dan Epidermophyton floccosum. Trichophyton
tonsurans merupakan jamur antropofilik dan tersebar diseluruh dunia dengan distribusi
yang luas. Spesies ini sering menimbulkan lesi yang bersifat kronis. Jamur dermatofita
dapat ditularkan secara langsung maupun secara tidak langsung, dan untuk dapat
menimbulkan suatu penyakit, jamur dermatofita harus memiliki kemampuan untuk
melekat pada kulit host (pejamu), mampu menembus jaringan pejamu dan selanjutnya
mampu bertahan dan menyesuaikan dengan suhu dan lingkungan biokimia pejamu.
Sedangkan variabilitas host, seperti umur, jenis kelamin, ras, budaya dan imunitas dapat
mempengaruhi manifestasi klinis dan perjalanan penyakit infeksi dermatofita ini. Ini
menunjukkan bahwa penyakit ini bersifat multifaktorial.1,3
Sebagian besar kasus tinea corporis dan tinea cruris berespon baik dengan preparat
anti jamur topikal. Preparat topikal yang dapat digunakan diantaranya alilamin (naftitin,
terbinafin), imidazol, tolnaftat, siklopiroks dan salep whietfield sulfur presipitatum 4-100
% dan asidum salisilikum 2-3% yang merupakan obat topikal konvensional. Akan tetapi
pada lesi yang luas, tidak dapat mentoleransi obat topikal, gagal dengan pengobatan
topikal dan penderita dengan infeksi kronis maka diperlukan pemberian preparat
antijamur sistemik yaitu griseofulvin, terbinafin, flukonazol atau itrakonazol.1 Tidak ada
satu pustakapun yang menyebutkan batasan waktu untuk dapat mengkategorikan tinea
corporis akut maupun kronis, walaupun istilah tersebut banyak digunakan pada beberapa
kepustakaan. Secara umum, berdasarkan kamus kedokteran, istilah kronis menunjukkan
lamanya perjalanan suatu penyakit, dan istilah kronisitas umumnya digunakan pada
penyakit yang telah berlangsung selama lebih dari 3 bulan.8 Kronisitas dalam
dermatofitosis merupakan hal yang sering dijumpai klinisi, mengingat dermatofitosis
merupakan penyakit yang bersifat multifaktorial dan semua faktor yang terlibat
merupakan suatu keadaan yang dapat berubah.1,4
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 58 tahun
Alamat : Kertaharja, RW/RT 25/07, Kertahayu, Pamarican, Banjar
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Tanggal Pemeriksaan : 23 Desember 2019
2.2. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan dengan pasien tanggal 23 Desember 2019 pukul 10.30
di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kota Banjar.
Keluhan Utama
Bercak merah kehitaman disertai sisik halus yang bertambah luas dan terasa
semakin gatal terutama saat berkeringat di selangkangan, bokong dan perut bagian atas
sejak 6 hari SMRS.
3
Keluhan pertama kali dirasakan satu setengah bulan yang lalu, awalnya timbul
bercak kemerahan dengan ukuran sebesar koin 100 rupiah pada daerah selangkangan.
Bercak berbatas tegas, berbentuk seperti lingkaran dengan pinggirannya terdapat bintik
bintik teraba kasar agak menimbul dan disertai rasa gatal. Pasien mengatakan bercaknya
semakin lama semakin menyebar ke bokong dan perut bagian atas dan beberapa bercak
merah disertai warna kehitaman. Pasien mengaku bercaknya dirasakan sangat gatal,
sehingga pasien sering menggaruknya. Rasa gatal dirasakan setiap waktu tidak
memandang pagi, siang, maupun malam. Rasa gatal bertambah bila pasien sedang
berkeringat maupun dalam keadaan tubuhnya basah seperti setelah mandi dan sering
menggaruk bercaknya.
Pasien tidak mengeluhkan gatal dibagian tubuh lainnya, seperti kepala, punggung,
punggung tangan, telapak tangan, punggung kaki, telapak kaki, dan sela-sela jari tangan
maupun kaki. Pasien menyangkal adanya demam. Pasien tidak sedang menggunakan
obat-obatan jangka panjang atau terpapar bahan kimia sebelumnya. Pasien mengaku
pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya pada tahun 2017 (2 tahun yang lalu).
Pasien menyangkal memelihara hewan peliharaan seperti kucing, anjing, dan hewan
ternak lainnya dan tidak memiliki alergi terhadap makanan, ataupun
obat – obatan tertentu. Selain pasien, suami pasien terlebih dahulu mengeluhkan hal
yang serupa dengan pasien yaitu merasakan gatal di selangkangan, bokong, bagian perut
dan punggung sejak 2 bulan yang lalu.
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Pasien sehari-harinya berada
dirumah. Pasien mengatakan bahwa ia sering berkeringat dan jarang mengganti
pakaiannya jika basah akibat keringkat. Sehabis buang air, biasanya pasien jarang
mengeringkan tubuh yang basah terlebih dahulu sehingga pakaian dalamnya menjadi
lembap. Pasien hanya tinggal berdua dengan suaminya. Pasien berkontak langsung
dengan suaminya sehari-hari seperti tidur bersama dalam satu kasur, berpegangan
tangan, dan bersentuhan tubuh. Pasien mengaku mandi tiap 2 – 3 kali dalam sehari.
Pasien mengaku jarang menjemur handuk diluar dan jarang menjemur kasur maupun
bantalnya. Pasien mengatakan handuk mandi yang dipakai, dimiliki tiap orang dan
dicuci 1 minggu sekali, begitupun sprei yang di ganti dan dicuci tiap 1 minggu sekali.
Pasien tinggal di perkampungan, dimana jarak antar rumah cukup berdekatan.
Pasien saat ini hanya tinggal bersama suaminya. Rumah pasien memiliki jendela yang
terletak di bagian depan dan kamar tidur, namun jendela tersebut jarang dibuka. Lantai
beralaskan semen, dan menggunakan 1 kipas angin di rumahnya yang terletak dikamar.
4
Pasien mengaku bahwa belakangan ini cuaca sangat panas sehingga suhu rumahnya
terasa panas dan membuat pasien sering berkeringat.
Pasien mengatakan sebelumnya pernah berobat ke Puskesmas dan diberi obat salep
Hidrokortisone dan obat minum (lupa nama obatnya). Pasien mengaku diberikan obat
salep bermerek Hidrocortisone yang harus digunakan sebanyak 2 kali dalam sehari pada
tempat bercak dan obat tablet berwarna kuning, kecil, bulat yang diminum tiga tablet per
hari. Pasien mengaku hanyak memakai salep sebanyak 2 kali setelah itu tidak
dilanjutkan, hanya konsumsi obat minum saja. Pasien telah berobat sebanyak 2 kali ke
Puskesmas dan diberikan obat yang sama. Pasien mengaku gatalnya berkurang bila
mengonsumsi obat namun bercaknya tidak menghilang dan makin meluas. Oleh karena
itu, pasien memutuskan untuk berobat ke poli klinik kulit dan kelamin RSUD Kota
Banjar.
Status Generalis
Kepala Normocephal, rambut bewarna hitam distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata Konjungtiva anemis (-/-), konjungtiva hiperemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), refleks pupil (+/+) isokor
Hidung Deviasi septum (-), sekret (-/-), nyeri tekan (-/-)
Mulut Mukosa bibir kering (-), stomatitis (-), faring tidak hiperemis,
pembesaran tonsil (-)
Leher Pembesaran KGB (-)
5
Thoraks Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi -/-
Palpasi : Vokal Fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor pada ke 2 lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-), BJ I dan
II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Inspeksi : Perut datar, soepel, scar (-), lesi kulit (+) (status
dermatologis)
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani pada keempat kuadran
Ekstremitas Akral hangat, udem (-/-), pucat (-), CRT < 2 detik
Status Dermatologikus
Distribusi Regional
A/R Selangkangan, bokong, dan perut bagian atas (dibawah lipatan payudara)
Lesi Multiple, sirkumskrip, sebagian anular sebagian ireguler dengan tepi
aktif, sebagian diskret, sebagian konfluens, sebagian menimbul di
permukaan kulit dengan ukuran miliar (ukuran terkecil 0,1 x 0,1 x 0,1 cm
dan ukuran terbesar 0,1 x 0,2 x 0,1 cm) dan sebagian tidak menimbul di
permukaan kulit dengan ukuran paling kecil 20 x 30 cm dan ukuran
terbesar 20 x 40 cm, lesi kering
Efloresensi Makula eritematosa, makula hiperpigmentasi, papul eritematosa, papul
hiperpigmentasi, skuama halus
6
2.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan kerokan kulit diambil pada lesi, ditetesi dengan KOH 10%
Hasil : Hifa panjang bercabang, bersepta dan double contour pada pemeriksaan kerokan kulit
KOH 10%
7
2.5. Resume
Pasien perempuan usia 58 tahun datang ke Poli Klinik Kulit dan Kelamin dengan
keluhan terdapat bercak merah kehitamana disertai sisi halus yang bertambah luas dan
terasa semakin gatal terutama bila berkeringat di selangkangan, bokong, dan perut bagian
atas sejak 6 hari SMRS. Bercak dirasakan semakin meluas, disertai sisik halus, berbatas
tegas, sebagian berbentuk lingkaran dan sebagian tidak teratur, sebagian menyatu, serta
pada pinggiran bercak teraba kasar seperti menimbul. Pasien juga merasakan gatal,
dimana dirasakan terus-menerus tidak dipengaruhi waktu, dan semakin terasa gatal bila
berkeringat dan dalam keadaan tubuh basah. Pasien mengaku sering menggaruk
bercaknya, bila dirasakan sangat gatal.
Keluhan pertama kali dirasakan satu setengah bulan yang lalu, awalnya timbul
bercak kemerahan dengan ukuran sebesar 100 rupiah pada daerah selangkangan. Bercak
berbatas tegas, berbentuk lingkaran dengan pinggirannya terdapat bintik-bintik teraba
kasar agak menimbul dan disertai rasa gatal. Pasien mengaku bercaknya semakin lama
semakin menyebar dan meluas ke bokong dan perut bagian atas dan beberapa bercak
merah disertai warna kehitaman. Pasien mengaku gatalnya lebih dirasa bila berkeringat
dan pasien mengaku sering menggaruk gatalnya.
Pasien pernah mengalami hal yang sama 2 tahun lalu. Suami pasien juga
mengeluhkan hal yang sama dengan pasien yaitu merasakan gatal di selangkangan,
bokong, bagian perut dan punggung sejak 2 bulan yang lalu.
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Pasien mengatakan sering
berkeringat dan jarang mengganti pakaiannya jika basah. Pasien jarang mengeringkan
tubuh yang basah sehabis buang air. Pasien tinggal bersama dan kontak langsung dengan
suaminya. Pasien jarang menjemur handuk diluar dan jarang menjemur kasur maupun
bantalnya. Pasien tinggal di perkampungan, jarak antar rumah berdekatan. Pasien
mengaku cuaca saat ini sangat panas sehingga suhu rumahya terasa panas dan membuat
pasien sering berkeringat.
Pasien mengatakan sebelumnya telah berobat ke Puskesmas sebanyak 2 kali dan
diberikan obat salep Hidrokortisone dan obat minum (lupa nama obatnya). Pasien hanya
menggunakan obat salep sebanyak 2 kali dan tidak dilanjutkan tetapi pasien
menghabiskan obat minumnya. Pasien mengatakan gatalnya berkurang bila meminum
obat tetapi bercaknya tidak menghilang dan makin meluas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologikus: distribusi regional pada
daerah selangkangan, bokong, dan perut bagian atas (dibawah lipatan payudara) dengan
8
lesi multipel, sirkumskrip, sebagian anular sebagian ireguler dengan tepi aktif, sebagian
diskret, sebagian konfluens, sebagian menimbul di permukaan kulit dengan ukuran miliar
(ukuran terkecil 0,1 x 0,1 x 0,1 cm dan ukuran terbesar 0,1 x 0,2 x 0,1 cm) dan sebagian
tidak menimbul di permukaan kulit dengan ukuran paling kecil 20 x 30 cm dan ukuran
terbesar 20 x 40 cm, lesi kering. Pada efloresensi diperoleh makula eritematosa, makula
hiperpigmentasi, papul eritematosa, papul hiperpigmentasi, skuama halus. Pada
pemeriksaan penunjang dengan menggunakan kerokan kulit KOH : Hasil (+) ditemukan
hifa.
2.9. Penatalaksanaan
Non-Medikamentosa
• Menerangkan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita pasien adalah infeksi
jamur dan mudah menular.
• Memberikan edukasi untuk tidak menggunakan handuk atau barang secara bersamaan
karena akan menularkan jika mempunyai penyakit, mengedukasi untuk mengganti
baju jika berkeringat, dan lebih rajin untuk membersihkan badan.
• Mencuci dan menjemur handuk diluar ruangan agar terkena sinar matahari sesering
mungkin.
• Hindari menggaruk lesi, meskipun terasa sangat gatal.
• Memberikan informasi untuk minum obat secara teratur sesuai anjuran dan kembali
kontrol sesuai waktu yang ditentukan.
9
Medikamentosa
Sistemik
Ketokonazole tablet 1 x 200 mg selama 10-14 hari.
Topikal
Ketokonazol cream 2% dioleskan pada bagian yang gatal, sehari digunakan 2 kali
selama 14 hari.
2.9. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
10
BAB III
ANALISA KASUS
Berdasarkan Teori :
Tinea cruris dapat menyerang semua umur tetapi lebih sering pada orang dewasa
dan menyerang pria dan perempuan. Tinea cruris adalah penyakit infeksi jamur
dermatofita didaerah lipat paha, genitalia, dan sekitar anus yang dapat meluas ke
bokong, paha dan perut bagian bawah.1,2,4,6
Insidensi dermatomikosis di Indonesia masih cukup tinggi. Faktor predisposisi
atau pencetus dapat berupa pekerjaan basah, banyak keringat, selain pajanan
terhadap jamur lebih lama. Penderita dermatofitosis merasa gatal dan kelainan
berbatas tegas, terdiri atas macam-macam efloresensi kulit. Bagian tepi lesi lebih
aktif12.
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari
manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu
yang dihinggapi jamur, pakaian, debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui
kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari
tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum.7
Lebih sering terjadi pada daerah dengan iklim tropis dimana orang banyak
berkeringat serta kondisi lingkungan kotor dan lembab.1,2,9
11
Faktor-faktor risiko timbulnya infeksi jamur:
1. Kontak dengan pakaian, handuk, atau apapun yang sudah berkontak dengan
penderita2,6
2. Kontak kulit ke kulit dengan penderita atau hewan peliharaan2,6
3. Lebih sering menghabiskan waktu di tempat tertutup, kotor dan lembab2,6
4. Penggunaan obat-obatan glukokortikoid topical dalam jangka waktu lama2,6
5. Pengeluaran keringat berlebihan2,6
6. Hygiene dan sanitasi yang buruk2,6
12
4. Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan
disertai likenifikasi.
5. Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematosa
yang tersebar dan sedikit skuama
6. Penis atau skrotum jarang terkena
7. Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi dan impetiginasi
mungkin muncul karena garukan.
13
Pada teori :
- Trichophyton adalah jenis jamur yang menyerang kulit, kuku, dan rambut.
Penularannya paling sering melalui perantara manusia ke manusia.
Namun juga ditemukan pada hewan seperti Trichophyton verrucosum.
Trichophyton merupakan penyebab paling umum dari tinea cruris dan
tinea pedis. Sekitar 47% kasus Tinea disebabkan oleh T. rubrum.1
Mikrokonidia pada Trichophyton berdinding tipis. Beberapa gambaran
yang dapat ditunjukkan oleh jenis Trichophyton pada mikroskopik dapat
berupa hifa spiral, makrokonidia dapat berbentuk seperti pensil dan dapat
berupa gambaran anggur di sekitar mikrokonidia10.
Trichophyton
- Epidermophyton adalah genus jamur yang menyerang kulit, dimana
penularannya melalui tanah atau tumbuhan kepada manusia. Termasuk E.
floccosum, merupakan penyebab dari tinea corporis, tinea cruris, dan tinea
pedis. Pada pemeriksaan mikroskopik dapat ditemukan dinding hifa yang
tipis maupun tebal, dan makrokonidia yang berbentuk club-shaped10
Epidermophyton
- Microsporum adalah genus jamur yang menyebabkan tinea corporis dan
kapitis, menyerang kulit dan rambut. Cara penularannya dapat melalui
14
perantara hewan kepada manusia. Makrokonidia pada Microsporum
memiliki dinding yang lebih kasar. Beberapa gambaran yang dapat
ditemukan pemeriksaan mikroskopik Microsporum, yaitu hifa yang
seperti sisir atau terdapat dinding hifa yang tebal dan tipis.10
Microsporum
15
Pemeriksaan ini dilakukan supaya penatalaksanaan yang diberikan kepada
pasien tidak memberatkan fungsi hati pasien. 8,10
Sabouraud Dextrose Agar
Untuk mengetahui golongan ataupun spesies dari jamur dilakukan pembiakan
dengan media yang standar yaitu Sabouraud Dextrose Agar (SDA).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media
buatan. 8
16
asam. Obat ini bekerja dengan cara menghambat C-14-dimetilase (enzim
P-450 sitokrom) pembentukan ergosterol membrane jamur.
Penghambatan ini mengganggu fungsi membrane dan meningkatkan
permeabilitas.1,2
Pada kasus :
- Ketokonazol cream 2% dioleskan pada bagian yang gatal, sehari 2
kali selama 14 hari
- Ketokonazole tablet 1 x 200 mg selama 10 – 14 hari
Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin dan
mencapai keratin dalam waktu 2 jam melalui kelenjar keringat ekrin.
Penghantaran akan menjadi lebih lambat ketika mencapai lapisan basal
epidermis dalam waktu 3-4 minggu
Konsentrasi ketokonazol masih teteap dijumpai, sekurangnya 10 hari
setelah obat dihentikan. Pemakaian ketokonazol belum ditemukan adanya
resistensi selama diobservasi sehingga obat ini sangat efektif dalam
pengobatan jamur.8
Indikasi ketokonazol: 10
- Infeksi pada kulit, rambut, kuku (kecuali kuku kaki) yang disebabkan oleh
dermatofit dan atau ragi (dermatofitosis, onikomikosis, candida perionixis,
pitiriasis versikolor, pitiriasis kapitis, infeksi pitirosporum, folikulitis,
kandidiosis kronik mukokutan), bila infeksi ini tidak dapat diobati secara
topical karena tempat lesi tidak dipermukaan kulit atau kegagalan pada
terapi topical
- Infeksi jamur pada rongga pencernaan
- Kandidiosis vaginalis kronik dan kandidiosis rekuren
- Infeksi mikosis sistemik seperti kandidiosis sistemik,
parakokidiodomikosis, histoplasmosis, kokidiodomikosis, blastomikosis13
- Pengobatan profilaksis pada pasien yang mekanisme pertahanan tubuhnya
menurun (keturunan, disebabkan penyakit, atau obat) yang berhubungan
dengan meningkatnya risiko infeksi jamur.
Kontraindikasi ketokonazol: 10
- Penderita penyakit hati atau kronik
- Hipersensitif terhadap ketokonazol
17
- Pada pemberian perioral, ketokonazol tidak boleh diberikan bersama-
sama dengan terfenadine, astemizole, cisapride dan triazolam
- Wanita hamil10
Ketokonazol sistemik tersedia dalam sediaan tablet 200 mg dosis
yang dianjurkan pada dewasa adalah 200-400 mg perhari. Lama
pengobatan untuk tinea corporis selama 2-4 minggu. Karena keunggulan
ketokonazol sebagai obat berspektrum luas, tidak resisten, efek samping
minimal, dan harga yang terjangkau maka obat ini banyak digunakan
dalam pengobatan antifungi.
18
BAB IV
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
20