Anda di halaman 1dari 47

JOURNAL READING

Ethical and Medical Management of a Pregnant Woman with Brain


Stem Death Resulting In Delivery of A Healthy Child and Organ
Donation

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Senior Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Dr. Kariadi

Disusun oleh:
Muhammad Rizky Irza H2A012056P
Millati Rahmatika H2A013007P
Ransidelenta Vistaprila Elmarda H2A013037P
Widhy Anindya Wardhani H2A013041P

Dosen Penguji:
dr. Elisa Rompas, MH(Kes),Sp.KF.
Residen Pembimbing:
dr. Dadan Rusmanjaya

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KEDOKTERAN


FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik dan
hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan journal reading yang berjudul
Ethical and Medical Management of a Pregnant Woman with Brain Stem Death
Resulting In Delivery of A Healthy Child and Organ Donation. Tugas ini
dilakukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menjalani Kepaniteraan
Senior Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini dengan rendah hati
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada
:
1. dr. Elisa Rompas, MH(Kes), Sp.KF selaku penguji yang telah meluangkan
waktunya untuk memberi arahan dan masukan kepada penulis sehingga
terselesaikan dengan baik.
2. dr. Dadan Rusmanjaya selaku pembimbing yang telah banyak memberi
arahan dan masukan kepada penulis sehingga terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih memiliki banyak
kekurangan oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan ini. Semoga penulisan ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua pembaca pada
umumnya.

Semarang, 22 September 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................1


KATA PENGANTAR ........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
BAB I JURNAL...................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................15
BAB III JURNAL PEMBANDING....................................................................41
BAB IV ANALISIS KASUS...............................................................................42
BAB V PERBANDINGAN DENGAN JURNAL SEBELUMNYA...................45
BAB VI PEMBAHASAN JURNAL BERDASARKAN SKDI..........................46

3
BAB I
TERJEMAHAN JURNAL

A. Abstrak
Kematian otak ibu selama kehamilan tetap merupakan situasi yang sangat
kompleks yang tidak hanya memerlukan rencana pengelolaan medis yang
dipertimbangkan dengan baik, namun juga pengambilan keputusan yang hati-
hati dalam situasi yang secara legal dan etis. Penatalaksanaan pasien hamil
yang mati otak perlu mematuhi strategi khusus yang mendukung ibu dengan
cara agar dapat melahirkan anak yang viabel dan sehat. Kematian otak pada
wanita hamil sangat jarang terjadi, dengan hanya sedikit kasus yang
dipublikasikan. Kami menyajikan kasus wanita hamil dengan beberapa
kavernoma otak terdiagnosis sebelumnya yang menyebabkan perdarahan
intrakranial dan kematian batang otak selama minggu ke 21 kehamilan.
Kondisi yang dapat dibuktikan secara pasti, dengan menggunakan tes yang
tidak membahayakan kelangsungan hidup janin, adalah kematian batang otak,
didiagnosis karena tidak adanya refleks kranial. Pasien berhasil diobati sampai
melahirkan anak perempuan yang sehat pada usia kehamilan 29 minggu.
Pasien menerima terapi substitusi hormon kontinyu, pemantauan janin dan
regulasi ekstrinsik homeostasis ibu selama 64 hari. Setelah melahirkan,
diagnosis akhir kematian otak dilakukan melalui CT multi slice pan-
angiography. Kasus yang menantang ini membahas keadaan etika dan medis
yang timbul dari diagnosis kematian otak ibu, sambil menunjukkan bahwa
perpanjangan dukungan kehidupan somatik dalam lingkungan multidisiplin
dapat menghasilkan hasil kehamilan yang sukses.

Kata kunci: kematian otak; Ibu; Kehamilan; Pengiriman; Pengelolaan;


Perawatan intensif

B. Pendahuluan

Kematian otak selama kehamilan jarang terjadi, sementara kelahiran anak


yang sehat juga tetap merupakan kejadian yang jarang terjadi, dengan sekitar

4
30 kasus yang dijelaskan dalam literatur sampai saat ini, dan hanya 12 bayi
yang berhasil dilahirkan. Penatalaksanaan pasien hamil yang mati otak perlu
mematuhi strategi yang mendukung kondisi ibu, sehingga memungkinkan
kelahiran anak yang sehat dan layak, sekaligus melindungi janin dari efek
samping selama masa sebelum persalinan tersebut.

Laporan kasus ini menggambarkan keadaan etis dan medis yang spesifik
dalam mengkonfirmasikan diagnosis kematian otak pada wanita hamil. Ini
adalah kasus pertama di Kroasia yang mengonfirmasikan kematian otak pada
seorang wanita pada usia kehamilan 20 minggu dan setelah mendapatkan
persetujuan untuk melakukannya, menggambarkan pengelolaannya lebih dari
64 hari, sampai melahirkan anak yang sehat dan donor organ selanjutnya.
C. Laporan kasus
Seorang wanita berusia 34 tahun dirawat di departemen neurologis karena
kemajuan kelemahan sisi kiri dan asimetri wajah, yang dimulai 15 hari
sebelumnya. Pada hari saat masuk, dia hamil 20 minggu pada kehamilan
keduanya. Dia telah didiagnosis dengan beberapa cerebral cavernomas di
pedunculal otak kiri, hipotalamus kanan dan talamus kiri dua tahun
sebelumnya; tidak ada perawatan invasif yang direkomendasikan.
Kehamilannya telah ditindaklanjuti secara teratur dan tampak normal.
Setelah masuk, Glasgow coma scale (12) (eye 3, verbal 4, motor 5-6),
namun selama beberapa jam memburuk menjadi GCS 3 (eye 1, verbal 1,
motor 1) dengan pernafasan spontan yang dibanntu. MRI menunjukkan
adanya perdarahan yang luas pada talamus kanan, mesencephalon dan batang
otak, dengan perdarahan intraventrikular, hidrosefalus dekompensasi dan
herniasi serentak transtentorial dan transforaminal. Selama MRI, pasien
mengalami serangan pernafasan, diresusitasi dan dipindahkan ke unit
perawatan intensif (ICU).

Pada tahap ini, ultrasound obstetrik darurat menunjukkan janin yang layak,
dengan profil biodinamik dan profil biofisik yang normal. Uji klinis untuk
memastikan diagnosis kematian maternal otak dilakukan dua kali. Semua

5
refleks saraf kranial tidak ada, tanpa respons atropin. Pasien tidak memiliki
respirasi spontan, namun tes apnea tidak dilakukan karena efek hipoksia
maternal yang mungkin terjadi pada janin. Konfirmasi kematian otak dengan
multi-slice computerized tomography (MSCT) kontras pan-angiography hanya
bisa dikonfirmasi setelah melahirkan.

Setelah berkonsultasi dengan keluarga pasien dan mendapatkan informed


consent dari suaminya, tim multidisipliner termasuk ahli anestesi, ahli
kandungan, ahli saraf dan ahli bedah saraf berkumpul untuk merencanakan
manajemen medis.

Kriteria Kroasia untuk kematian otak didefinisikan oleh Buku Panduan


Departemen Kesehatan untuk Mendiagnosis Kematian Otak (diterbitkan tahun
2004, diubah pada tahun 2012), mengikuti Parlemen Eropa dan Petunjuk
Dewan 2010/53 / EZ dan European Commission Directive 2012/25 / EU. 2
Kematian otak terjadi setelah hilangnya fungsi otak serebral, cerebellar dan
otak yang ireversibel. Diagnosis ditegakkan melalui dua pemeriksaan klinis
berturut-turut, dan dikonfirmasi oleh satu atau lebih tes diagnostik oleh ahli
anestesi dan ahli saraf atau ahli bedah saraf. Etiologi kematian otak harus
diketahui dan didokumentasikan oleh CT otak atau pemindaian MRI. Pasien
harus berada dalam koma apneik dengan refleks klinis yang tidak ada, dengan
tes apnea negatif. Penyebab reversibel lainnya yang dapat meniru kematian
otak (hipotermia, hipotensi, ensefalopati hati, koma hyperosmolar, uremia pra-
terminal atau alkohol atau intoksikasi farmakologis) harus dikecualikan.
Untuk mengkonfirmasi kematian otak, salah satu dari berikut ini harus
digunakan sebagai tes konfirmasi: panangiografi otak, skintigrafi Doppler
transkranial, skintigrafi radionuklida perfusi atau panangiografi kontras
MSCT. Sebagian besar negara Eropa hanya memerlukan kematian batang otak
untuk didiagnosis agar pasien menjadi donor organ, bukan kematian otak
kortikal, namun yang terakhir harus didiagnosis pada pasien anak-anak dan
pada kasus yang tidak jelas terkait dengan keracunan yang mungkin terjadi.
Hukum Kroasia secara eksplisit mengharuskan pasien untuk didiagnosis

6
menderita kematian otak saat mempertimbangkan donor organ. Selain itu,
setelah diagnosis kematian otak ditemukan, prosedur terapeutik hanya
diperbolehkan bila pasien adalah donor organ.

Kondisi yang bisa kami buktikan dengan jelas melalui tes yang ada, tanpa
membahayakan janin, adalah kematian batang otak, didiagnosis dengan tidak
adanya refleks kranial. Tes apnea atau yang lainnya yang berdasarkannya, dan
radiasi radionuklida atau pengionisasi, dikontraindikasikan karena kehamilan
yang sedang berlangsung. Atas permintaan suami pasien tersebut, dan dengan
persetujuan dari Komite Etik Universitas Rumah Sakit Pusat, pendekatan
konservatif diadopsi. Tindakan yang diperlukan untuk mempertahankan
homeostasis maternal diterapkan karena ketidakmatangan janin, dan informed
consent untuk donor organ diperoleh dari keluarga terdekat jika akhirnya
kematian otak dikonfirmasi. Keputusan dibuat untuk melanjutkan dukungan
somatik sampai pasien mencapai usia kehamilan 32 minggu dan untuk
kelahiran sesar (caesarean delivery/CD) yang akan dilakukan.

Tidak ada intervensi khusus selain kardiotokografi janin reguler (CTG),


pemantauan profil biofisik dan terapi betametason yang diperlukan selama
kehamilan. Semua intervensi terapeutik lainnya disesuaikan untuk
menghindari pemberian zat yang berbahaya bagi janin, namun tepat untuk
pengobatan pneumonia berulang dan sepsis. Pemantauan terdiri dari
elektrokardiogram berulang (EKG), pemantauan tekanan vena arteri dan arteri
invasif dan pengukuran kadar kateter urin. Dia mengembangkan
ketidakstabilan hemodinamik dengan hipotensi yang ditandai, diabetes
insipidus dan diabetes mellitus. Infus norepinephrine terus menerus untuk
penggunaan vasoaktif digunakan, dengan desmopressin ditambahkan sebentar-
sebentar untuk mengendalikan diabetes insipidus. Infus insulin short-acting
kontinu digunakan untuk pengobatan diabetes mellitus, bersama dengan
methylprednisolone. Levothyroxine diberikan secara intravena. Pemeriksaan
obstetrik dan ultrasound dilakukan setiap dua hari, dan pemantauan jantung
janin dilakukan setiap hari dari usia kehamilan 26 minggu dan seterusnya.

7
Terapi Betametason diberikan untuk memperbaiki kematangan paru janin dan
mengurangi risiko sindrom gangguan pernafasan janin.

Pasien tersebut menderita pneumonia dua kali (yang disebabkan oleh


Haemophilus influenzae untuk pertama kalinya dan oleh Pseudomonas
aeruginosa yang kedua) dan mengembangkan tanda-tanda sepsis pada tiga
kejadian lainnya tanpa pneumonia yang mendasari (yang disebabkan oleh
spesies Enterococcus, spesies Enterococcus dan Acinetobacter Baumanii, dan
oleh Pseudomonas aeruginosa ). Pasien diobati dengan antibiotik sesuai
temuan mikrobiologi kultur darah dan aspirasi trakea. Perhatian khusus
diambil untuk menghindari antibiotik yang bisa membahayakan janin.
Profilaksis terhadap ulserasi gaster dan trombosis diberikan, hipotermia
diimbangi dengan selimut pemanas dan terapi fisik dilakukan setiap hari.
Pasien diberi makan secara enteral. Karena kebutuhan akan ventilasi mekanik
yang berkepanjangan, trakeostomi perkutan dilakukan.

Pada usia gestasi 29 + 2 minggu, takikardia janin dengan frekuensi basal


165 denyut / menit dan osilasi undulatori yang tidak reaktif dicatat. Rasio
serebroumbilikal Doppler adalah 1. Pemeriksaan vagina menunjukkan
pelebaran serviks 3 cm. Keputusan dibuat untuk melanjutkan sebuah CD yang
mendesak dan seorang gadis dilahirkan, dengan berat 1030 g, dengan skor
Apgar 8 dan 9 masing-masing pada 1 dan 5 menit. Prosedur dilakukan dengan
anestesi umum menggunakan sodium thiopental dan sevoflurane. Neonatus
dirawat di ICU neonatal dan dipulangkan pada rumah 54 hari kemudian,
setelah pemulihan pasca persalinan yang tidak rumit.

Setelah melahirkan pasien, tes klinis untuk mendiagnosis kematian otak


diulang bersamaan dengan pan-angiografi MSCT dan ini mengkonfirmasi
diagnosis kematian otak. Informasi persetujuan telah diverifikasi dan donor
organ berlanjut. Kedua ginjal disumbangkan. Organ lain tidak diambil karena
kontraindikasi medis.

8
Tiga tahun kemudian anak itu sehat, dengan perkembangan neurologis
normal dan tidak ada penyakit somatik.

D. Diskusi

Kematian otak seorang wanita hamil pasti menimbulkan dilema etis, legal
dan medis tentang memperpanjang homeostasis ibu, dukungan ventilasi dan
menjaga viabiitas janin hingga dewasa, atau menghentikan tindakan
pendukung kehidupan.

Sebuah tinjauan literatur menunjukkan bahwa 30 kasus pasien hamil yang


mati otak yang melahirkan diterbitkan sejak 1982 sampai 2010.1 Usia
kehamilan janin penting dalam menentukan tentang upaya dukungan somatik
setelah kematian otak dan dapat memprediksi kemungkinan persalinan janin
yang berhasil. Wood et al. menunjukkan bahwa tingkat keparahan cacat pasca
persalinan berbanding terbalik dengan usia gestasi. Mereka juga menunjukkan
bahwa pada usia kehamilan 22, 23, 24, dan 25 minggu, janin memiliki sekitar
1%, 11%, 26%, dan 44% kemungkinan bertahan hidup, dengan 0,7%, 5%,
12%, dan 23 % kesempatan bertahan hidup tanpa cacat pada 30 bulan. Usia
kehamilan rata-rata pada saat kematian otak adalah 22 minggu, dan rata-rata
usia kehamilan pada saat persalinan adalah 29,5 minggu. Durasi pemberian
ibu rata-rata adalah 38,3 hari (2-107 hari). Kehamilan menghasilkan kelahiran
anak yang sehat di 12 dari 19 kasus yang dipublikasikan, dan dalam 11 kasus,
hasil kehamilan tidak diketahui. Enam anak ditindaklanjuti sampai 24 bulan
pasca kelahiran, dan semuanya sehat. Donasi organ dilakukan pada tiga pasien
setelah persalinan, dan tingkat kelangsungan hidup cangkokan tersebut satu
tahun setelah transplantasi tidak menunjukkan perbedaan bila dibandingkan
dengan cangkok dari donor organ otak lainnya. Karena rendahnya jumlah
kasus yang melaporkan dukungan somatik yang berhasil pada ibu hamil yang
sudah mati otak, tidak ada pedoman atau strategi manajemen dan intervensi
yang terbukti terbukti eksperimental. Mallampalli et al. meninjau perubahan
fisiologis yang diharapkan dan menyoroti rekomendasi spesifik mengenai
dukungan organ ibu hamil yang mati otak.

9
Dalam kasus kami, prinsip umum perawatan ICU diikuti, dan tidak
ditemukan bertentangan dengan pelestarian kehamilan, karena kesejahteraan
janin bergantung pada pemeliharaan homeostasis ibu. Pada pasien ICU
manapun dengan dugaan kematian otak, pelestarian dan pemeliharaan
homeostasis endokrinologi ibu merupakan prioritas. Kami mengelola steroid,
norepinephrine, desmopressin dan levothyroxine dalam dosis yang sama dan
dengan keteraturan yang sama seperti pada pasien yang tidak hamil. Data
masih belum jelas tentang terapi hormonal mana yang akan digunakan, atau
yang menyebabkan hasil yang lebih baik pada donor organ yang potensial, dan
tentunya tidak pada pasien hamil yang meninggal otak. Tujuan nutrisi dihitung
setiap hari sesuai dengan standar yang berlaku untuk ibu hamil yang sakit
kritis di ICU. Tujuan hemodinamik, seperti pemeliharaan normotensi dan
output urin, memerlukan perubahan dosis obat vasoaktif secara terus-menerus
untuk melawan perubahan status hemodinamik pasien. Tidak ada perubahan
spesifik terhadap pedoman pengobatan yang dibuat sehubungan dengan
kehamilan yang sedang berlangsung, namun setiap usaha dilakukan untuk
menghindari zat yang berpotensi merusak janin. Perkembangan janin diikuti
tanpa perubahan khusus pada protokol diagnostik rutin, selain dari penilaian
tersebut dilakukan lebih sering daripada pada keadaan biasa.

Mekanisme onset persalinan masih belum jelas. Faktor utama yang


berkontribusi terhadap deret peristiwa yang mengarah pada persalinan yang
berhasil masih belum diketahui. Perputaran persalinan mungkin dimulai
karena faktor lokal, dan tidak semata-mata karena mekanisme endokrin ibu
pusat, sehingga pasien hamil yang mati otak dapat mengalami kontraksi
rahim, seperti yang terjadi pada pasien kami. Karena kemungkinan efek
negatif dari respons inflamasi sistemik terus mengancam kehamilan, mencapai
hasil perinatal yang baik adalah tujuan utama. Kemungkinan efek oksida nitrat
pada onset persalinan prematur sangat mengkhawatirkan, karena pasien dalam
keadaan terus-menerus mengalami peradangan yang ditekan oleh pengobatan.
Ada sedikit sekali penelitian di situs satelit yang menghasilkan tingkat
prolaktin yang cukup tinggi untuk memulai rangsangan tenaga kerja, namun

10
pola sekresi multiphasic diketahui bergantung pada faktor-faktor selain sekresi
dopamin pusat, merupakan faktor utama yang absen pada pasien yang
meninggal otak. Kami tidak menemukan bukti adanya situs sekresi prolaktin.

Faktor penting lainnya dalam kasus ini adalah gestasi. Perpanjangan


kehamilan sampai setidaknya 28 minggu kehamilan lebih diutamakan,
terutama dengan kehamilan yang stabil. Menurut literatur saat ini, tidak ada
pembenaran untuk memperpanjang kehamilan melampaui usia kehamilan 32
minggu, terutama saat kematangan glukokortikoid paru janin dan CD adalah
pilihan pilihan untuk melahirkan. Esmaeilzadeh et al. melaporkan bahwa 12
(63%) dari 19 kasus menghasilkan kelahiran anak yang layak setelah
mendapat dukungan somatik, dan pada enam pasien kematian otak terjadi
kurang dari atau sama dengan usia kehamilan 20 minggu. Namun, persentase
kasus di mana dukungan somatik dapat menyebabkan kelahiran anak yang
layak tidak dapat ditentukan, karena tidak semua kasus dengan hasil neonatal
negatif dan positif dilaporkan. Pasien kami hamil 20 minggu, dan kurang dari
sepuluh kasus usia kehamilan serupa dilaporkan dalam literatur.

Keputusan untuk mempertahankan dukungan somatik pada pasien mati


otak adalah masalah etis yang kontroversial, dengan kehamilan hanya
menambah kompleksitasnya. Beberapa laporan kasus wanita hamil yang telah
meninggal otak telah dipublikasikan, dan isu-isu etika tetap tidak
dipublikasikan. Kemurahan hati dan hak untuk hidup, baik bagi janin maupun
ibu, merupakan inti dari banyak argumen etis. Komite Internasional untuk
Kandungan Ginekologi dan Obstetri (FIGO) untuk Aspek Etis Reproduksi
Manusia dan Kesehatan Wanita telah menetapkan pendapat bahwa penyedia
layanan kesehatan pertama-tama bertanggung jawab kepada wanita tersebut,
dan kemudian kepada janin yang belum lahir: ''Wanita memiliki hak untuk
mati dalam martabat. Tujuan penyelamatan janin tidak membebaskan petugas
kesehatan dari tugas untuk menghormati hak pasien primer ini sang wanita.''
Memperluas dukungan somatik menempatkan ibu pada posisi inkubator
manusia, melanggar haknya atas otonomi dan integritas tubuh, namun

11
pendapat ini sendiri kontroversial karena wanita tersebut sudah mati otak dan
tidak lagi memegang tanggung jawab moral atas kehidupan janin. Batas legal
kelayakan janin juga merupakan faktor penting, karena janin berusia 20
minggu tidak dapat dianggap sebagai entitas hukum dan / atau selanjutnya
sebagai entitas moral. Ini dapat dianggap sebagai anak yang belum lahir di
masa depan, karena tanpa hak untuk memiliki kewajiban moral mutlak untuk
tidak melakukan kejahatan dan kemanfaatan, memperkuat poin tersebut di
atas. Di sisi lain, Catlin dkk. berpendapat bahwa ibu tidak terluka dan bahwa
beneficence dan non-maleficence terhadap janin memerlukan usaha
penyelamatan jika ada kemungkinan janin tumbuh dengan matang, maka
menjadi entitas moral. Mereka melakukan analisis etis dan menyarankan
untuk mendiskusikan masalah kematian otak selama wawancara prenatal, dan
memasukkan nasib anak yang belum lahir dalam kasus kejadian semacam itu
dalam bentuk dokumen hukum atau perintah lanjutan. Poin penting lainnya
adalah isu otonomi ibu, yang mungkin keliru diabaikan dalam perawatan
terutama janin. Di sini, pertanyaan utamanya adalah tanpa jawaban sederhana
- siapakah entitas moral yang lebih kuat? Apakah seseorang yang dulu, tapi
tidak lagi, atau seseorang yang tidak pernah ada, tapi mungkin belum?
Pembenaran etis dapat diperkuat jika ibu adalah donor organ prospektif,
karena janin pertama sesuai penerima manfaat dari organ yang disumbangkan.
Garis argumen ini mendukung donor organ sebagai tujuan sekunder, karena ini
menambah argumen kepedulian untuk janin yang belum lahir dan menghindari
konflik dengan hukum yang memerlukan penghentian intervensi terapeutik
begitu pasien mati otak, kecuali bila donor organ adalah pilihan. Ini mungkin
tampak sebagai cara yang berguna untuk mendukung keputusan untuk
melanjutkan dukungan somatik ibu, namun kami percaya bahwa
menggunakan etika transplantasi bukanlah justifikasi moral yang valid dalam
masalah etika spesifik ini. Hal utama lainnya adalah apakah melanjutkan
dukungan somatik pada ibu dengan mati otak (menggunakan ibu sebagai alat
untuk mencapai tujuan) dapat dipandang sebagai sebuah prinsip yang sesuai
dengan deontologi secara umum.

12
Sebagian besar negara Eropa hanya membutuhkan kematian batang otak
untuk didiagnosis agar pasien menjadi donor organ, dan bukan kematian otak
kortikal sebagai konsep yang lebih luas. Sejak diadopsinya undang-undang
awal yang mendefinisikan kematian otak pada tahun 1982, donor organ
kadaver di Kroasia hampir secara eksklusif didasarkan pada donor setelah
kematian otak. Pada saat itu, transplantasi dari donor yang hidup tidak
dikenali sebagai metode pelengkap untuk transplantasi dari donor kadaver,
namun sebagai pengecualian. Selalu dilarang untuk mengiklankan kebutuhan
akan transplantasi, atau ketersediaan organ atau jaringan / sel dengan tujuan
untuk menawarkan atau mencari keuntungan finansial, serta perdagangan
organ dan jaringan. Prinsip etis yang didefinisikan dalam Deklarasi Istanbul
dan Konvensi tentang Hak Asasi Manusia dan Biomedicine telah diterapkan
dalam Undang-Undang Transplantasi Kroasia 2004, dan praktik klinis
transplantasi diselaraskan dengan keadaan seni prinsip bioetika. Selama empat
dekade transplantasi organ, tidak ada satu kasus komersialisme atau
malpraktek organ yang tercatat. Peraturan hukum Kroasia untuk donor
kadaver didasarkan pada persetujuan yang disangka. Menurut hukum, bagian
tubuh dapat digunakan untuk transplantasi hanya jika orang yang meninggal
tersebut tidak membuat pernyataan tertulis yang melarang donor organ. Sistem
'opt-out' ini merupakan kerangka hukum yang praktis dan efisien untuk
program donasi organ yang berhasil. Register non-donor telah dilaksanakan
dan dikelola oleh Kementerian Kesehatan. Saat ini, ini mencakup kurang dari
5% warga Kroasia. Jika orang yang meninggal tidak terdaftar di rekening non-
donor, keluarga tersebut diberitahu tentang kemungkinan donor organ dan
telah diverifikasi bahwa orang yang meninggal tersebut tidak keberatan
dengan donor. Kroasia baru-baru ini mengalami peningkatan donor organ dan
transplantasi, dan memiliki tingkat tertinggi di dunia donor kadaver,
transplantasi ginjal, dan transplantasi hati dari 2011 sampai 2015. Perbaikan
terus-menerus dari organisasi program transplantasi Kroasia menghasilkan
tingkat donor yang terus meningkat, yang mencapai tingkat tertinggi di tahun
2015, dengan 40,2 orang donor yang digunakan per juta orang. Kontraindikasi

13
Departemen Kesehatan untuk donor organ termasuk infeksi sistemik yang
serius dan kriteria terkait organ tertentu. Pasien kami mengalami beberapa
episode pneumonia dan septik, dan setelah berkonsultasi ekstensif dengan tim
transplantasi, diputuskan bahwa steatosis menghalangi donor hati, sementara
paru-paru telah dirusak oleh episode pneumonia dan prolaps katup mitral
dengan regurgitasi, yang merupakan kontraindikasi untuk transplantasi.

E. Kesimpulan

Dalam kasus seorang pasien yang hamil dengan ibu hamil dengan janin
yang layak, kami memberikan dukungan somatik bagi ibu selama mungkin
untuk memperbaiki kemungkinan hasil janin yang menguntungkan.
Perpanjangan kehamilan sampai setidaknya 28 minggu kehamilan adalah
tujuan yang realistis pada pasien yang stabil. Metode penyampaian yang
disarankan adalah rencana perawatan kematangan paru-paru dengan
glukokortikoid yang diikuti oleh CD elektif. Perhatian khusus harus diberikan
saat mempertimbangkan efek prosedur terapeutik dan diagnostik pada janin,
dan kemungkinan donor organ adalah pembenaran etis tambahan untuk
dipertimbangkan. Keputusan yang tegas sulit dilakukan dan kami berharap
tantangan etis dan medis yang dibahas di sini akan membantu orang lain
dalam situasi yang sama.

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Mati somatis somatis (mati klinis) terjadi terjadi akibat terhentinya fungsi
ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem
kardiovaskular dan sistem pernapasan, yang menetap (irreversible). Secara
klinis tidak ditemukan reflek-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut
jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak
terdengar pada auskultasi.1
Mati suri (suspended animation animation apparent death) adalah
terhentinya ketiga sistim kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat
kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat
dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut tersebut masih berfungsi. Mati suri
sering ditemukan ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran
listrik dan tenggelam.1
Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh
yang timbul beberapa beberapa saat setelah setelah kematian kematian
somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan jaringan
berbeda berbeda-beda, sehingga sehingga terjadinya terjadinya kematian
seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan bersamaan. Pengetahuan
ini penting dalam transplantasi organ.1
Mati serebral serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang
ireversibel kecuali kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua
sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi
berfungsi dengan bantuan alat.1
Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi terjadi kerusakan
seluruh seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk batang
otak dan serebelum. Dengan diketahuinya diketahuinya mati otak (mati batang
otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat
dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan 1

15
A. KEMATIAN BATANG OTAK
1. DEFINISI
Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi
otak, termasuk fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda utama
manifestasi kematian batang otak adalah koma dalam, hilangnya seluruh
refleks batang otak, dan apnea.2,3
Seorang pasien yang telah ditetapkan mengalami kematian batang otak
berarti secara klinis dan legal-formal telah meninggal dunia. Hal ini seperti
dituangkan dalam pernyataan IDI tentang mati, yaitu dalam Surat
Keputusan PB IDI No.336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang
disusulkan dengan Surat Keputusan PB IDI No.231/PB.A.4/07/90. Dalam
fatwa tersebut dinyatakan bahwa seorang dikatakan mati, bila fungsi
pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible, atau
terbukti telah terjadi kematian batang otak 4,5
Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak
diperlukan pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis (termasuk
pemeriksaan refleks batang otak dan tes apnea) dapat dilaksanakan secara
adekuat. Apabila temuan klinis yang sesuai dengan kriteria kematian
batang otak atau pemeriksaan konfirmatif yang mendukung diagnosis
kematian batang otak tidak dapat diperoleh, diagnosis kematian batang
otak tidak dapat ditegakkan.2
2. ETIOLOGI
Kematian otak ditandai dengan koma, apneu dan hilangnya semua
refleks batang otak. Diagnosis klinis ini pertama kali disampaikan dalam
kepustakaan kedokteran pada tahun 1959 dan kemudian digunakan dalam
praktik kedokteran pada dekade berikutnya pada bidang trauma klinis
yang spesifik. Kebanyakan kasus kematian dapat didiagnosis di tempat
tidur pasien. 6
Penyebab umum kematian otak termasuk trauma, perdarahan
intrakranial, hipoksia, overdosis obat, tenggelam, tumor otak primer,

16
meningitis, pembunuhan dan bunuh diri. Dalam kepustakaan lain,
hipoglikemia jangka panjang disebut sebagai penyebab kematian otak. 6
3. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan
hebat tekanan intrakranial (TIK) yang disebabkan perdarahan atau edema
otak. Jika TIK meningkat mendekati tekanan darah arterial, kemudian
tekanan perfusi serebral (TPS) mendekati nol, maka perfusi serebral akan
terhenti dan kematian otak terjadi.7
Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa
rata-rata sekitar 50 sampai 60 mililiter per 100 gram otak per menit. Untuk
seluruh otak, yang kira-kira beratnya 1200 1400 gram terdapat 700
sampai 840 ml/menit. Penghentian aliran darah ke otak secara total akan
menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 5 sampai 10 detik. Hal ini
dapat terjadi karena tidak ada pengiriman oksigen ke sel-sel otak yang
kemudian langsung menghentikan sebagian metabolismenya. Aliran darah
ke otak yang terhenti untuk tiga menit dapat menimbulkan perubahan -
perubahan yang bersifat irreversibel. Sedikitnya terdapat tiga faktor
metabolik yang memberi pengaruh kuat terhadap pengaturan aliran darah
serebral. Ketiga faktor tersebut adalah konsentrasi karbon dioksida,
konsentrasi ion hidrogen dan konsentrasi oksigen. Peningkatan konsentrasi
karbon dioksida maupun ion hidrogen akan meningkatkan aliran darah
serebral, sedangkan penurunan konsentrasi oksigen akan meningkatkan
aliran.7
Faktor-faktor iskemia dan nekrotik pada otak oleh karena kurangnya
aliran oksigen ke otak menyebabkan terganggunya fungsi dan struktur
otak, baik itu secara reversibel dan ireversibel. Percobaan pada binatang
menunjukkan aliran darah otak dikatakan kritis apabila aliran darah otak
23/ml/100mg/menit (Normal 55 ml/100mg/menit). Jika dalam waktu
singkat aliran darah otak ditambahkan di atas 23 ml, maka kerusakan
fungsi otak dapat diperbaiki. Pengurangan aliran darah otak di bawah 8-9
ml/100 mg/menit akan menyebabkan infark, tergantung lamanya.

17
Dikatakan hipoperfusi jika aliran darah otak di antara 8 dan 23 ml/100
mg/menit. 7
Jika jumlah darah yang mengalir ke dalam otak regional tersumbat
secara parsial, maka daerah yang bersangkutan langsung menderita karena
kekurangan oksigen. Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik. Di
wilayah itu didapati: 1) tekanan perfusi yang rendah, 2) PO2 turun, 3) CO2
dan asam laktat tertimbun. Autoregulasi dan kelola vasomotor dalam
daerah tersebut bekerja sama untuk menanggulangi keadaan iskemik itu
dengan mengadakan vasodilatasi maksimal. Pada umumnya, hanya pada
perbatasan daerah iskemik saja bisa dihasilkan vasodilatasi kolateral,
sehingga daerah perbatasan tersebut dapat diselamatkan dari kematian.
Tetapi pusat dari daerah iskemik tersebut tidak dapat teratasi oleh
mekanisme autoregulasi dan kelola vasomotor. Di situ akan berkembang
proses degenerasi yang ireversibel. Semua pembuluh darah dibagian pusat
daerah iskemik itu kehilangan tonus, sehinga berada dalam keadaan
vasoparalisis. Keadaan ini masih bisa diperbaiki, oleh karena sel-sel otot
polos pembuluh darah bisa bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup
lama. Tetapi sel-sel saraf daerah iskemik itu tidak bisa tahan lama.
Pembengkakan sel dengan pembengkakan serabut saraf dan selubung
mielinnya (udem serebri) merupakan reaksi degeneratif dini. Kemudian
disusul dengan diapedesis eritosit dan leukosit. Akhirnya sel-sel saraf akan
musnah. Yang pertama adalah gambaran yang sesuai dengan keadaan
iskemik dan yang terakhir adalah gambaran infark.7
4. LANGKAH DIAGNOSIS
Pemeriksaan neurologis klinis tetap menjadi standar untuk penentuan
kematian otak dan telah di terapkan oleh sebagian besar Negara.
Pemeriksaan pasien yang di duga telah mengalami mati otak harus
dilakukan dengan teliti. Pernyataan tentang kematian otak tidak hanya
menuntut dilakukannya tes neurologis namun juga identifikasi penyebab
koma, untuk memastikan kondisi irreversible, penyingkiran tanda
neurologis yang salah ataupun faktor-faktor yang dapat membingungkan,

18
interpretasi hasil pencitraan neurologis dan hasil pemeriksaan tes
laboratorium tambahan dianggap perlu.8
Menurut panduan sertifikasi kematian otak yang diterapkan di Hong
Kong yang mengacu pada beberapa referensi seperti Medical Royal
Colleges in United Kingdom dan Austalian and New Zealand Intensive
Care Society, sebelum mempertimbangkan diagnosis kematian otak, harus
di perhatikan kondisi-kondisi serta kriteria eksklusi. 9
Pertama-tama, harus ditemukan kondisi cedera otak berat yang
konsisten dengan proses terjadinya kematian otak (yang biasanya
dikonfirmasi dengan pencitraan otak). Tidak boleh ada keraguan bahwa
kondisi yang dialami pasien diakibatkan oleh kerusakan struktural otak
yang tidak dapat diperbaiki. Diagnosis dari kelainan yang dapat
menimbulkan kematian otak harus ditegakkan dengan jelas. Diagnosis
tersebut dapat jelas terlihat beberapa jam setelah kejadian intrakranial
primer seperti cedera kepala berat, perdarahan intrakranial spontan, atau
setelah pembedahan otak. Namun, saat kondisi pasien disebabkan oleh
henti jantung, hipoksia, atau insufisiensi sirkulasi yang berat tanpa periode
anoksia serebri yang jelas, atau dicurigai mengalami embolisme udara atau
lemak otak maka penegakan diagnosis akan memakan waktu lebih lama.9
Kondisi kedua yang dapat menjadi pertimbangan untuk menegakkan
diagnosis kematian otak adalah pasien yang apneu dan menggunakan
bantuan ventilator. Pasien tidak responsif, dan tidak bernafas secara
spontan. Obat penyekat neuromuskuler atau lainnya harus dieksklusi dari
penyebab kondisi tersebut.9
Penyebab koma yang harus dieksklusi adalah obat depresan atau racun.
Riwayat penggunaan obat harus secara hati-hati diperiksa. Periode
observasi tergantung pada farmakokinetik dari obat yang digunakan, dosis
yang digunakan, dan fungsi hepar serta ginjal pasien. Apabila diperlukan,
tes darah dan urin serta level serum dilakukan. Bila ada keraguan tentang
adanya efek dari opioid atau benzodiazepine, maka obat antagonis yang
tepat harus diberikan. Stimulator saraf tepi harus digunakan untuk

19
mengkonfirmasi intak tidaknya konduksi neuromuskuler apabila pasien
menggunakan obat pelemas otot.10
Langkah-langkah menetapkan kematian batang otak mencakup hal-hal
berikut 10 :
a. Evaluasi kasus koma
Penentuan kematian batang otak memerlukan identifikasi kasus
koma ireversibel beserta penyebab koma yang paling mungkin. Cedera
kepala berat, perdarahan intraserebral hipertensif, perdarahan
subarachnoid, jejas otak hipoksik-iskemik, dan kegagalan hepatic
fulminan adalah merupakan penyebab potensial hilangnya fungsi otak
yang bersifat ireversibel.11
b. Penilaian klinis refleks batang otak
Penentuan kematian batang otak memerlukan penilaian fungsi otak
oleh minimal dua orang klinisi dengan interval waktu pemeriksaan
beberapa jam. Tiga temuan penting pada kematian batang otak adalah
koma dalam, hilangnya seluruh reflex batang otak, dan apnea.
Pemeriksaan apnea (tes apnea) secara khas dilakukan setelah evaluasi
reflex batang otak.12
1) Pupil asimetris
Pupil yang besar, unreactive, disebabkan oleh adanya lesi pada
saraf okulomotor ipsilateral, dapat pula karena pre-existing Adies
pupil. Pupil yang kecil, lambat berdilatasi terdapat pada Horner
syndrome. 12
2) Reaksi pupil terhadap cahaya
Harus mempergunakan cahaya yang kuat karena respons pupil
dapat lambat pada pasien tidak sadar (cahaya oftalmoskop kurang
adekuat). Pupil yang tidak mengalami konttriksi jika diberikan
stimulus cahaya menandakan adanya lesi pada N.II atau N.III.
Respon direct didapatkan ketika kita memberikan rangsang cahaya
pada mata yang ingin diperiksa, dan mendapatkan ketika kita melihat
respon pada pupil mata yang tidak diberi stimulus. 12

20
3) Posisi / pergerakan mata :
Posisi dan pergerakan mata ditentukan oleh saraf III, IV dan VI.
Pada posisi primer, lesi yang mengenai saraf tertentu dapat
menghasilkan posisi juling (dysconjugate gaze). Aktivitas kejang
dapat menimbulkan conjugate gaze yang simetris intermitten dengan
arah kontralateral lesi, sedangkan lesi destruksi lobus fronta dapat
menghasilkan conjugate gaze ke sisi lesi. Nistagmus jarang terlihat,
namun gerakan seperti nistagmus dapat timbul pada status
epileptikus. 12
4) Roving eye movements:
Merupakan gerakan bola mata berupa gerakan lambat dari satu
sisi ke sisi yang lain, kelopak mata tertutup, dan mungkin disertai
posisi mata yang divergen ringan dari aksis okuler. Gerakan ini
biasanya terjadi pada tidur normal atau pada pasien koma ringan,
fungsi batang otak normal dan tidak menunjukkan suatu lokasi lesi
tertentu. 12
5) Dolls eye movements
Kepala digerakkan dari satu sisi ke sisi lainnya dan dari atas
kebawah. Refleks okulosefalik dan reflex vestibulosefalik secara
normal seharusnya menjaga posisi mata meskipun terdapat gerakan
kepala, sehingga mata bergerak pada arah yang berbeda dengan
pergerakan kepala. Bila pergerakan kepala telah sempurna, mata
bergerak kembali ke posisi semula. Horizontal dollhead eye
movements yang abnormal menunjukkan adanya lesi yang mengenai
N. Okulomotor (III), N. Abdusens (VI) dan pons. Vertical dolls head
eye movements yang abnormal menunjukkan lesi yang mengenai N.
III, IV dan midbrain. 12
6) Tes kalorik
Merupakan test untuk memeriksa fungsi batang otak disebut
juga test reflex okulovestibuler. Cara: pasien dibaringkan dengan
tubuh bagian atas dan kepala membentuk sudut 30% dengan bidang

21
horizontal, kemudian disuntukkan 50-100 cc air dingin pada salah
satu telinga, yang akan berefek sama jika kepala digerakkan ke sisi
yang berlawanan, mata pasien akan menghadap pada sisi dimana air
dimasukkan. Posisi mata ini akan bertahan beberapa waktu. Jika
hasil pemeriksaan negatif, kemungkinan terdapat lesi pada pons,
medulla dan pada kasus yang jarang pada lesi N. III, N.IV, N.VI,
atau N. VIII. 12
7) Refleks kornea:
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menentukan prognosis dan
lokasi lesi. Refleks kornea yang negatif biasanya disebabkan lesi
yang mengenai N. Trigeminus (V), pons atau N. Fasialis (VII).
Meringis terhadap nyeri trigeminal dilakukan dengan cara
menggosok dengan kuat anterior telinga atau pada supraorbital ridge.
Timbulnya meringis dapat bermanfaat untuk mendeteksi
kelumpuhan upper motor saraf VII. 12
8) Gangguan Reflex
Dapat dilakukan pemeriksaan dengan melakukan tes reflex
muntah dan batuk, yang tergantung dari jalur N glosofaringeal (IX)
dan N. Vagus (X) ke medulla dan kemudian ke N. X. 12
c. Tes apnea
Secara umum, tes apnea dilakukan setelah pemeriksaan reflex
batang otak .Tes apnea dapat dilakukan apa bila kondisi prasyarat
terpenuhi, yaitu: (10,11)
1) Suhu tubuh 36,5 C atau 97,7 F
2) Euvolemia (balans cairan positif dalam 6 jam sebelumnya)
3) PaCO2 normal (PaCO2 arterial 40 mmHg)
4) PaO2 normal (pre-oksigenasi arterial PaO2 arterial 200 mmHg)
Setelah syarat-syarat tersebut terpenuhi, dokter melakukan tes apnea
dengan langkah-langkah sebagai berikut : 10,11
1) Pasang pulse-oxymeter dan putuskan hubungan ventilator

22
2) Berikan oksigen 100%, 6 L/menit kedalam trakea (tempatkan kanul
setinggi carina)
3) Amati dengan seksama adanya gerakan pernafasan (gerakan dinding
dada atau abdomen yang menghasilkan volume tidal adekuat)
4) Ukur PaO2, PaCO2, dan pH setelah kira-kira 8 menit, kemudian
ventilator disambungkan kembali.
5) Apabila tidak terdapat gerakan pernafasan, dan PaCO2 60 mmHg
(atau peningkatan PaCO2 Lebih atau sama dengan nilai dasar
normal), hasil tes apnea dinyatakan positif (mendukung
kemungkinan klinis kematian batang otak)
6) Apabila terdapat gerakan pernafasan, tes apnea dinyatakan negatif
(tidak mendukung kemungkinan klinis kematian batang otak)
7) Hubungkan ventilator selamates apnea apa bila tekanan darah
sistolik turun sampai < 90 mmHg (atau lebih rendah dari batas nilai
normal sesuai usia pada pasien < 18 tahun), atau pulse-oxymeter
mengindikasikan adanya desaturasi oksigen yang bermakna, atau
terjadi aritmiakardial.
a) Segera ambil sampel darah arterial dan periksa analisis gas darah.
b) Apabila PaCO2 60 mmHg atau peningkatan PaCO2 20
mmHg di atas nilai dasar normal, tes apnea dinyatakan positif.
c) Apabila PaCO2< 60 mmHg atau peningkatan PaCO2 < 20 mHg
di atas nilai dasar normal, hasil pemeriksaan belum dapat
dipastikan dan perlu dilakukan tes konfirmasi.
1. Pemeriksaan konfirmatif apabila ditemukan indikasi
Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak
diperlukan pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis (termasuk
pemeriksaan reflex batang otak dan tes apnea) dapat dilaksanakan
secara adekuat. Beberapa pasien dengan kondisi tertentu seperti cedera
servikal atau kranium, instabilitas kardiovaskular, atau faktor lain yang
menyulitkan dilakukannya pemeriksaan klinis untuk menegakkan
diagnosis kematian batang otak, perlu dilakukan tes konfirmatif .

23
Pemilihan tes konfirmatif yang akan dilakukan sangat tergantung pada
pertimbangan praktis, mencakup ketersediaan, kemanfaatan, dan
kerugian yang mungkin terjadi. Beberapa tes konfirmatif yang biasa
dilakukan antara lain: 3,13,14
1) Angiography (conventional, computerized tomographic, magnetic
resonance, and radionuclide) : kematian batang otak ditegakkan
apabila tidak terdapat pengisian intraserebral (intracerebral filling)
setinggi bifurkasio karotis atau sirkulus willisi.
2) Elektroensefalografi: kematian batang otak ditegakkan apabila tidak
terdapat aktivitas elektrik setidaknya selama 30 menit
3) Transcranial Doppler ultrasonography :kematian batang otak
ditegakkan oleh adanya puncak sistolik kecil (small systolic peaks)
pada awal sistolik tanpa aliran diastolik (diastolic flow ) atau
reverberating flow , mengindikasikan adanya resistensi yang sangat
tinggi (very high vascular resistance) terkait adanya peningkatan
tekanan intrakranial yang besar.
B. KAIDAH DASAR BIOETIK
1. Beneficience
Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati
martabat manusia, dokter tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya
dirawat dalam keadaan kesehatan. Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa
perlunya perlakuan yang terbaik bagi pasien. Beneficence membawa arti
menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien mengambil
langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk.
Ciri-ciri prinsip ini, yaitu; 15,16
Mengutamakan Alturisme
Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya
menguntungkan seorang dokter
Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan
dengan suatu keburukannya
Menjamin kehidupan baik-minimal manusia

24
Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
Meenerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik
seperti yang orang lain inginkan
Memberi suatu resep
2. Non-malficence
Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak
melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan
yang paling kecil resikonya bagi pasien sendiri. Pernyataan kuno Fist, do no
harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Non-malficence mempunyai ciri-ciri:
15,16

Menolong pasien emergensi


Mengobati pasien yang luka
Tidak membunuh pasien
Tidak memandang pasien sebagai objek
Melindungi pasien dari serangan
Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
Tidak melakukan White Collar Crime
3. Justice
Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter
memperlakukan sama rata dan adil terhadap untuk kebahagiaan dan
kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik,
agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan, dan
kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya.
Justice mempunyai ciri-ciri : 15,16
Memberlakukan segala sesuatu secara universal
Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
Menghargai hak sehat pasien
Menghargai hak hukum pasien
4. Autonomy

25
Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia. Setiap
individu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak
menentukan nasib diri sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir
secara logis dan membuat keputusan sendiri. Autonomy bermaksud
menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan membiarkan
pasien demi dirinya sendiri. Autonomy mempunyai ciri-ciri: 15,16
Menghargai hak menentukan nasib sendiri
Berterus terang menghargai privasi
Menjaga rahasia pasien
Melaksanakan Informed Consent

C. TRANSPLANTASI ORGAN
1. DEFINISI
Secara Etimologi transplantasi berasal dari Middle English
transplaunten, diambil dari Bahasa Latin Kuno transplantare, yang artinya to
plant. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia transplantasi
adalah pemindahan jaringan tubuh dr suatu tempat ke tempat lain (seperti
menutup luka yg tidak berkulit dengan jaringan kulit dari bagian tubuh yg
lain. Menurut Medicastore, pencangkokan (Transplantasi) adalah
pemindahan sel, jaringan maupun organ hidup dari seseorang (donor)
kepada orang lain (resipien atau dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh
lainnya (misalnya pencangkokan kulit), dengan tujuan mengembalikan
fungsi yang telah hilang. Jadi dapat disimpulkan transplantasi atau
pencangkokan adalah pemindahan organ sel, atau jaringan dari si pendonor
kepada orang lain yang membutuhkan penggantian organ disebabkan
kegagalan organ, kerusakan sel maupun jaringan dengan tujuan untuk
mengembalikan fungsi organ, sel, maupun jaringan yang telah rusak
tersebut. Akan tetapi dalam perkembangannya khusus untuk sel, dunia
kedokteran khususnya di bidang kedokteran regenerasi (regenerative
medicine) saat ini pun telah memungkinkan untuk menumbuhkan kembali

26
sel si pasien itu sendiri dengan sel induk atau sel yang diesktrasi dari organ
yang rusak. 17,18
2. SEJARAH TRANSPLANTASI ORGAN
Transplantasi merupakan salah satu hal yang paling luar biasa yang telah
dicapai dalam dunia kedokteran modern. Transfusi darah merupakan jenis
transplantasi yang paling sering dilakukan. Transplantasi telah
menyelamatkan banyak nyawa manusia di dunia, lebih dari ribuan orang
pertahun diseluruh dunia dapat diselamatkan nyawanya melalui
transplantasi ini. Bahkan Dr. Paul Terasaki dari UCLA, melaporkan sejak
tahun 1950 hingga 1997 sebanyak 544,313 orang diseluruh dunia menerima
transplantasi organ.Berikut sejarah Transplantasi Organ. 17,18
a. 1902 Transplantasi Menjadi Memungkinkan Alexis Carrel
memperlihatkan penggabungan pembuluh darah sehingga
transplantasi organ menjadi memungkinkan untuk pertama kalinya.
Operasi penggabungan pembuluh darah tersebut merupakan salah
satu tehnik operasi ditemukan oleh dokter Alexis Carrel. Langkah
maju ini membuka kemungkinan untuk lebih lanjut melakukan
operasi transplantasi dengan membiarkan jaringan yang
ditransplantasikan terhubung dengan suplai darah. Carrel terus
melakukan riset terhadapa transplatasi organ dan kemudian
menemukan mesin yang dapat menjaga organ tetap hidup diluar
tubuh selama transplantasi berlangsung. Carrel mendapatkan Nobel
Prize untuk Kedokteran tahun 1912.
b. 1905 Transplantasi Kornea Mata Pertama Pertama kali dilaporkan
transplantasi kornea mata terjadi di Olmutz, Moravia, bulan
December 1905.
c. 1918 Transfusi Darah Selama Perang Dunia I
d. 1954 Keberhasilan Transplantasi Ginjal Pertama kali
e. 1962 Keberhasilan pertama transplantasi ginjal dari mayat
(kadaver) oleh Dr. Joseph Murray and Dr. David Hume, Brigham
Hospital, Boston

27
f. 1963 Keberhasilan pertama transplantasi paru-paru oleh Dr. James
Hardy, University of Mississippi Medical Center, Jackson, MS
g. 1967 Keberhasilan pertama transplantasi hati oleh Dr. Thomas
Starzl, University of Colorado, Denver, CO
h. 1967 Keberhasilan pertama transplantasi Jantung oleh Dr.
Christiaan Barnard, Groote Schuur Hospital, South Africa 1981
Keberhasilan pertama transplantasi jantung/paru-paru oleh Dr.
Norman Shumway, Stanford University Medical Center, Palo Alto,
CA 1983 FDA menyetujui Cyclosporine, yang merupakan zat anti
penolakan yang paling berhasil.
i. 1988 FDA menyetujui Viaspan yang merupakan media pengawet
organ yang didonorkan.
j. 1988 Keberhasilan pertama transplantasi usus kecil.
k. 1989 Keberhasilan pertama transplantasi hati donor hidup sedarah.
l. 1990 Keberhasilan pertama transplantasi paru donor hidup sedarah.
m. 1992 Hati baboon ditransplantasikan ke manusia yang sekarat
karena kegagalan hati.
3. JENIS-JENIS TRANSPLANTASI
Transplantasi merupakan hal luar biasa ditemukan dalam dunia
kedokteran modern. Melibatkan donasi organ dari satu manusia kepada
manusia lain yang menjadikan ribuan orang diseluruh dunia setiap
tahunnya terselamatkan jiwanya. 17,18
a. Dari Segi Pemberi Organ (Pendonor) Jika ditinjau dari sudut
penyumbang atau donor atau jaringan tubuh, maka transplantasi
dapat dibedakan menjadi: 17,18
1) Transplantasi dengan donor hidup
Transplantasi dengan donor hidup adalah pemindahan jaringan
atau organ tubuh seseorang yang hidup kepada orang lain atau
ke bagian lain dari tubuhnya sendiri tanpa mengancam
kesehatan. Biasanya yang dilakukan adalah transplantasi ginjal,
karena memungkinkan seseorang untuk hidup dengan satu
ginjal saja. Akan tetapi mungkin bagi donor hidup juga untuk

28
memberikan sepotong/sebagian dari organ tubuhnya misalnya
paru, hati, pankreas dan usus. Juga donor hidup dapat
memberikan jaringan atau selnya degeneratif, misalnya kulit,
darah dan sumsum tulang.
2) Transplantasi dengan donor mati atau jenazah
Transplantasi dengan donor mati atau jenazah adalah
pemindahan organ atau jaringan dari tubuh jenazah orang yang
baru saja meninggal kepada tubuh orang lain yang masih hidup.
Pengertian donor mati adalah donor dari seseorang yang baru
saja meninggal dan biasanya meninggal karena kecelakaan,
serangan jantung, atau pecahnya pembuluh darah otak. Dalam
kasus ini, donasi organ akan dipertimbangkan setelah usaha
penyelematan mengalami kegagalan. Pasien mungkin
meninggal dalam kamar emergensi ataupun dalam kondisi mati
batang otak. Jenis organ yang biasanya didonorkan adalah
organ yang tidak memiliki kemampuan untuk regenerasi
misalnya jantung, kornea, ginjal dan pankreas, hati, jantung dan
hati.
b. Dari Penerima Organ (Resipien)
Sedangkan ditinjau dari sudut penerima organ atau resipien, maka
transplantasi dapat dibedakan menjadi: 17,18
1) Autograft
Autotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ
ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri. Biasanya
transplantasi ini dilakukan pada jaringan yang berlebih atau
pada jaringan yang dapat beregenerasi kembali. Sebagai contoh
tindakan skin graft pada penderita luka bakar, dimana kulit
donor berasal dari kulit paha yang kemudian dipindahkan pada
bagian kulit yang rusak akibat mengalami luka bakar.
Kemudian dalam operasi bypass karena penyakit jantung
koroner.
2) Isograft

29
Termasuk dalam autograft adalah "syngraft" atau isograft yang
merupakan prosedur transplatasi yang dilakukan antara dua
orang yang secara genetik identik. Transplantasi model seperti
ini juga selalu berhasil, kecuali jika ada permasalahan teknis
selama operasi. Operasi pertama ginja yang dilakukan pada
tahun 954 merupakan operasi transplantasi syngraft pertama
antara kembar identik.
3) Allograft
Allograft adalah pemindahan suatu jaringan atau organ dari
tubuh seseorang ke tubuh orang lain. Misalnya pemindahan
jantung dari seseorang yang telah dinyatakan meninggal pada
orang lain yang masih hidup. Kebanyakan sel dan organ
manusia adalah Allografts.
4) Xenotransplantation
Xenotransplantation adalah pemindahan suatu jaringan atau
organ dari species bukan manusia kepada tubuh manusia.
Contohnya pemindahan organ dari babi ke tubuh manusia
untuk mengganti organ manusia yang telah rusak atau tidak
berfungsi baik.
5) Transplantasi Domino (Domino Transplantation)
Merupakan multiple transplantasi yang dilakukan sejak tahun
1987. Donor memberikan organ jantung dan parunya kepada
penerima donor, dan penerima donor ini memberikan
jantungnya kepada penerima donor yang lain. Biasanya
dilakukan pada penderita "cystic fibrosis" (hereditary disease)
dimana kedua parunya perlu diganti dan secara teknis lebih
mudah untuk mengganti jantung dan paru sebagai satu
kesatuan. Biasanya jantung dari penderita ini masih sehat,
sehingga jantungnya dapat didonorkan kepada orang lain yang
membutuhkan.
6) Transplantasi Dibagi (Transplantation Split)
Kadangkala donor mati khususnya donor hati, hatinya dapat
dibagi untuk dua penerima, khususnya dewasa dan anak, akan

30
tetapi transplatasi ini tidak dipilih karena transplantasi
keseluruhan organ lebih baik.
c. Dari Sel Induk (Stem Cell)
Sedangkan khusus mengenai transplantasi sel induk dibedakan
17,18
menjadi:
1) Transplantasi sel induk dari sumsum tulang (bone marrow
transplantation)
Sumsum tulang adalah jaringan spons yang terdapat dalam
tulang-tulang besar seperti tulang pinggang, tulang dada,
tulang punggung dan tulang rusuk. Sumsum tulang
merupakan sumber yang kaya akan sel induk hematopoetik.
2) Transplantasi sel induk darah tepi (peripheral blood stem
cell transplantation)
Peredaran tepi merupakan sumber sel induk walaupun
jumlah sel induk yang terkandung tidak sebanyak pd
sumsum tulang untuk jumlah sel induk mencukupi suatu
transplantasi.biasanya pada donor diberikan granulocyte-
colony stimulating factor (G-CSF). Transplantasi dilakukan
dengan proses yang disebut Aferesis.
3) Transplantasi sel induk darah tali pusat (Stem cord)
Darah tali pusat mengandung sejulah sel induk yang
bermakna dan memiliki keunggulan diatas transplantasi sel
induk dari sumsum tulangatau dari darah tepi bagi pasien-
pasien tertentu. Transplantasi sel induk dari darah tali pusat
telah mengubah bahan sisa dari proses kelahiran menjadi
sebuah sumber yang dapat menyelamatkan jiwa.
Transplantasi sel induk merupakan infusi dari sel induk
yang sehat kepada tubuh pasien itu sendiri. Transplantasi
sel induk dilakukan apabila sumsum tulang berhenti
memproduksi sel induk yang sehat. Sama dengan
transplantasi lainnya jenis transplantasi induk ada yang
sifatnya autograft yaitu tubuh sendiri yang menghasilkan
kemudian ditransplantasi kedalam tubuh sendiri. Allograft

31
apabila berasal dari donor orang lain asalkan cocok,
biasanya yang masih ada hubungan darah, akan tetapi saat
ini bisa juga didapatkan dari donor orang lain. Perlakuan ini
biasanya dilakukan untuk leukemias, lymphomas, dan
kelainan lain dari sumsum tulang. Yang terakhir adalah
tandem transplant merupakan Transplantasi dobel
autograft, sel induk dikumpulkan terlebih dahulu sebelum
dilakukan dosis tinggi chemo, kemudian ditransplantasikan
2 kali ke pasien itu sendiri biasanya dengan jarak 6 bulan.
Cara ini digunakan untuk penyakit cancer jenis tertenut,
termasuk multiple myeloma, Hodgkin disease, and
nonHodgkin lymphoma.

4. BIOETIK TRANSPLANTASI ORGAN


Bioetika secara umum adalah studi filosofi dari kontroversi etik
tentang biologi dan kedokteran, sehinga bioetik lebih memperhatikan
permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan life science,
bioteknolgi, kedokteran, politik, hukum, filosofi, dan agama. Isu-isu
bioetik tentang transplantasi organ akan meliputi definisi mati, kapan dan
bagaimana transplantasi organ dapat dilaksanakan, juga meliputi
pembayaran organ yang ditransplantasikan. Bioetik transplantasi organ
manusia diatur dalam medical ethic, yang lebih mengarah pada aturan
suatu organisasi profesi, yaitu kode etik kedokteran, yang mengatur
hubungan dokter-pasien-keluarga pasien. Pada transplantasi organ akan
terlibat dokter, donor dengan keluarganya dan resepien dengan
keluarganya. Ada suatu prosedur yang harus dipahami oleh semua orang
yang terlibat dalam transplantasi organ. 17,18
Prosedur yang harus dijalani adalah, pertama dokter mendiagnosis
pasien, yang menyatakan kegagalan fungsi organ tertentu, dan
direkomendasi untuk mengikuti program transplantasi organ dan dirujuk
pada pusat transplantasi, disini pasien akan dievaluasi kesehatannya, juga

32
status sosial yang mendukung dan kemungkinan adanya donor yang
cocok. Ada dua sumber donor organ, yang pertama organ berasal dari
donor yang sudah meninggal, atau disebut cadaveric donor. Orang
menjadi cadaveric donor, harus ada persetujuan, bersedia menjadi
cadaveri donor ketika dia meninggal dan ini harus dengan legalitas. Di
beberapa negara, bila persetujuan cadaveric donor tidak ada, maka boleh
dari keluarganya untuk memberikan izin mengambilan organ. Kedua,
organ berasal dari donor yang masih hidup, biasanya yang masih
mempunyai hubungan keluarga, teman atau orang yang tidak dikenal.
Beberapa yayasan non-profit atau charity, seperti National Marrow Donor
Program, mempunyai daftar donor bone marrow, bila pendonor tidak ada
hubungan kekeluargaan dengan pasien, maka diberi tanda Non Direct
Donor (NDD), yang sudah mengetahui kapan pun organnya akan diambil
untuk ditransplantasikan pada resepien yang membutuhkan. 17,18
Jumlah organ yang akan didonorkan sangat sedikit dibandingkan
resepien yang membutuhkan organ. Data dari transplant center
menyatakan, bahwa setiap hari orang yang membutuhkan transplantasi
organ bertambah 106 orang, transplantasi organ tiap hari terjadi sebanyak
68 orang dan 17 orang meninggal, karena menunggu organ yang akan
ditransplantasi. Dengan demikian transplant center harus membuat aturan
yang ketat, dengan membuat kriteria pemberian organ pada yang pasien
yang membutuhkan, antara lain: 17,18
1. Setiap orang mempunyai hak yang sama
2. Pada orang yang membutuhkan
3. Pada orang yang berusaha
4. Pada orang yang memberi kotribusi
5. Pada orang berdasarkan free-market exchanges
Juga dengan pertimbangan, lamanya waktu menunggu dan usia.
Transplant center mencoba meningkatkan jumlah organ yang didonorkan
dan lebih mengarahkan pada cadaveric donor, dengan beberapa langkah
disiapkan, yaitu: 17,18

33
1. Education
Dengan memberikan kesadaran untuk menyumbangkan
organnya saat meninggal, karena banyak orang yang membutuhkan
organnya, sehingga dapat menolong jiwa orang lain. Juga
pengertian pada keluarga untuk mendukung menyumbangkan
organnya saat meninggal.
2. Mandated choice police
Usaha yang dilakukan pemerintah menghimbau rakyatnya
untuk peduli pada orang sakit yang membutuhkan organ, dengan
member kemudahan mendaftrakan diri sebagai cadaveric donor.
3. Presumed consent
Adalah kebijakan suatu negara, bahwa pada saat seseorang
meninggal maka jasadnya milik negara, sehingga setiap orang
dapat menjadi cadaveric donor atas izin negara.
4. Pemberian incentive pada keluarga yang memberikan organ dari
anggota keluarganya yang meninggal.
5. Orang tahanan yang dihukum mati, maka dapat menjadi cadaveric
donor.
5. Transplantasi Organ dari Segi Hukum
Pada Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
19
pelaksanaan transplantasi diatur dalam pasal sebagai berikut :
a. Pasal 64 :
1) Ayat (1): Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
dapat dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan
tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan
rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.
2) Ayat (2): Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk
tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan.
3) Ayat (3): Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang
diperjualbelikan dengan dalih apapun.

34
b. Pasal 65 :
1) Ayat (1): Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan tertentu.
2) Ayat (2): Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari
seorang donor harus memperhatikan kesehatan pendonor yang
bersangkutan dan mendapat persetujuan pendonor dan/atau ahli
waris atau keluarganya.
3) Ayat (3): Ketentuan mengenai syarat dan tata cara
penyelenggaraan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
c. Pasal 123 :
1) Ayat (1): Pada tubuh yang telah terbukti mati batang otak dapat
dilakukan tindakan pemanfaatan organ sebagai donor untuk
kepentingan transplantasi organ.
2) Ayat (2): Tindakan pemanfaatan organ donor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3) Ayat (3): Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan kematian
dan pemanfaatan organ donor sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Peraturan Menteri yang dimaksud adalah Peraturan Menteri No.37
tahun 2014, tentang Penentuan Kematian Dan Pemanfaatan Organ Donor.
Pokok-pokok peraturan tersebut adalah : 20
a. Pasal 16 :
1) Ayat (1) : Penyelenggaraan pemanfaatan organ donor dilakukan
dengan penerapan dan penapisan teknologi kesehatan.

35
2) Ayat (2) : Penerapan dan penapisan teknologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai norma agama,
moral, dan etika.
3) Ayat (3) : Pemanfaatan organ donor sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan setelah donor dinyatakan mati batang
otak.
4) Ayat (4) Selain organ sebagaimana dimaksud ayat (1)
pemanfaatan dapat dilakukan dalam bentuk jaringan dan/atau
sel.
b. Pasal 17 :
1) Ayat (1) : Organ yang berasal dari mayat dapat diperoleh atas
persetujuan calon donor sewaktu masih hidup.
2) Ayat (2) : Tata cara pelaksanaan donor organ dilakukan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Pasal 18 :
1) Ayat (1) : Mayat yang tidak dikenal atau tidak diurus
keluarganya dapat langsung dimanfaatkan untuk donor organ,
jaringan dan sel.
2) Ayat (2) : Pemanfaatan organ, jaringan, dan/atau sel dari mayat
yang tidak dikenal atau tidak diurus keluarganya harus atas
persetujuan tertulis orang tersebut semasa hidupnya,
persetujuan tertulis keluarganya dan/atau persetujuan dari
penyidik Kepolisian setempat.
3) Ayat (3) : Persetujuan dari penyidik Kepolisian setempat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam hal tidak
diketahui adanya persetujuan tertulis orang tersebut semasa
hidupnya/persetujuan tertulis keluarganya tidak dimungkinkan.
4) Ayat (4) : Dalam hal mayat tersebut berhubungan dengan
perkara pidana, pemanfaatan organ dari mayat hanya dapat
dilakukan setelah proses pemeriksaan mayat yang berkaitan
dengan perkara selesai.

36
5) Ayat (5) : Pemanfaatan organ dari mayat harus dilakukan
pencatatan dan pelaporan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
d. Pasal 19 :
1) Ayat (1) Pengambilan organ dari donor kadaver hanya
dilakukan segera setelah calon donor kadaver dinyatakan mati
batang otak.
2) Ayat (2) Sebelum pengambilan organ dari donor kadaver
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memperoleh
persetujuan dari keluarga terdekat donor lebih dahulu.

Penyelenggaraan transplantasi organ diatur dalam Permenkes no 38


tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Transplantasi Organ. Penyelengaraan
Transplantasi organ yang dimaksud diatur dalam pasal-pasal sebagai
berikut : 21
a. Pasal 1
1) Ayat (1) : Transplantasi Organ adalah pemindahan Organ dari
Pendonor ke Resipien guna penyembuhan dan pemulihan
masalah kesehatan Resipien.
2) Ayat (2) : Organ adalah kelompok beberapa jaringan yang
bekerjasama untuk melakukan fungsi tertentu dalam tubuh.
3) Ayat (3) : Pendonor adalah orang yang menyumbangkan Organ
tubuhnya kepada Resipien untuk tujuan penyembuhan penyakit
dan pemulihan kesehatan Resipien.
4) Ayat (4) : Resipien adalah orang yang menerima Organ tubuh
Pendonor untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
b. Pasal 13
1) Ayat (1) Setiap orang dapat menjadi Pendonor secara sukarela
tanpa meminta imbalan.

37
2) Ayat (2) Pendonor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a) Pendonor hidup; dan
b) Pendonor mati batang otak (MBO).
3) Ayat (3) Pendonor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal
dari:
a) Pendonor yang memiliki hubungan darah atau
suami/istri; atau
b) Pendonor yang tidak memiliki hubungan darah dengan
Resipien

Hak dan kewajiban pendonor dan resipien di atur Permenkes no 38


tahun 2016 pada pasal sebagai berikut :
a. Pasal 36 :
1) Ayat (1) Setiap Pendonor berhak:
a) Mengetahui identitas Resipien atas persetujuan
Resipien
b) Menolak menyumbangkan Organ tubuhnya kepada
Resipien tertentu dengan alasan yang dapat diterima
c) Memperoleh asuransi kesehatan dan asuransi kematian
d) Dibebaskan dari seluruh biaya pelayanan kesehatan selama
perawatan Transplantasi Organ;
i. Memperoleh asuransi kematian dan penghargaan atas
kehilangan penghasilan dari pekerjaan/pencaharian
selama dalam perawatan dan pemulihan kesehatan
pascatransplantasi Organ yang ditetapkan oleh Menteri
ii. Memperoleh prioritas sebagai Resipien apabila
memerlukan Transplantasi Organ dan
iii. Mencabut pendaftaran dirinya dalam data calon
Pendonor sampai sebelum tindakan persiapan operasi
Transplantasi Organ dimulai.
2) Ayat (2) Setiap Pendonor berkewajiban:

38
a) Menjaga kerahasiaan Resipien
b) Tidak melakukan perjanjian khusus dengan Resipien terkait
dengan Transplantasi Organ;
c) Menjaga kesehatannya sesuai petunjuk dokter
d) Melakukan uji kesehatan sekurang-kurangnya satu kali
dalam setahun dan
e) Menjaga hubungan dengan Komite Transplantasi Nasional
atau perwakilan Komite Transplantasi Nasional di Provinsi.
c. Pasal 37 :
1) Ayat (1) Setiap Resipien berhak :
a) Mengetahui identitas Pendonor dan informasi medis yang
terkait dengan Transplantasi Organ
b) Mengetahui urutan daftar tunggu calon Resipien untuk
memperoleh Pendonor dan
c) Menolak memperoleh Organ dari Pendonor tertentu dengan
alasan yang dapat diterima.
2) Ayat (2) Setiap Resipien berkewajiban :
a) Menjaga kerahasiaan informasi medis Pendonor
b) Tidak melakukan perjanjian khusus dengan Pendonor
terkait dengan Transplantasi organ.
c) Membayar seluruh biaya penyelenggaraan Transplantasi
Organ, baik secara mandiri atau melalui asuransi
penjaminnya
d) Menjaga kesehatan sesuai petunjuk dokter,
pascatransplantasi Organ dan
e) Melakukan uji kesehatan sesuai petunjuk dokter
3) Ayat (3) Resipien yang tidak patuh terhadap petunjuk dokter,
pascatransplantasi Organ sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d kehilangan haknya untuk menjalani pelayanan
Transplantasi Organ yang sama.

39
BAB III
KEUNTUNGAN DAN KELEBIHAN JURNAL
Kekurangan :

1. Belum ada keterangan jelas mengenai batasan usia kehamilan yang


menjadi prioritas maupun menjadi pengecualian dalam memberikan
dukungan somatik bagi ibu dengan mati batang otak.
2. Masih meninggalkan pertanyaan mengenai siapa entitas moral yang lebih
kuat antara ibu dan janin yang dikandungya, menyerahkan keputusan
kepada pembaca.
3. Penelitian ini tidak mencamtumkan grafik dan dokumentasi keadaan
pasien selama manajemen terapi somatik.

Kelebihan :

1. Penelitian ini mengkaitkan antara mati batang otak pada maternal dan
transplantasi organ ditinjau dari segi etika manajemen medis.
2. Penelitian ini memberikan argumentasi yang dapat membantu tenaga
medis yang menghadapi permasalahan mati batak otak pada pasien
maternal untuk mengambil keputusan tentang memberikan dukungan
somatik.
3. Penelitian ini membahas subyek etika dari kedua sisi, yaitu dari ibu dan
janin yang dikandungnya.
4. Penelitian ini memberikan keterangan yang lengkap mengenai perjalanan
manajemen medis pasien dan melakukan pemantauan kondisi janin setelah
lahir hingga usia tiga tahun.

BAB IV
ANALISIS KASUS

40
A. Kasus
Seorang wanita usia 34 tahun G2P1A0 dirawat karena kelemahan sisi kiri
dan asimetri pada wajah 15 hari sebelum masuk rumah sakit. Dua tahun
sebelumnya pasien didiagnosa oleh dokter adalah cerebral cavernoma di
pedunculal otak kiri, hipothalamus kanan dan thalamus. Ketika masuk rumah
sakit GCS pasien 12, E3V4M5, sekarang GCS 3, E1V1M1 dengan pernafasan
spontan yang dibantu. Selama perawatan, pasien dilakukan MRI, dengan
hasilnya yaitu terdapat perdarahan yang luas pada otak. Selama MRI pasien
mengalami serangan pernafasan, sehingga pasien dipindah ke ICU. Reflek
saraf kranial tidak ada, respirasi spontannya hilang, namun tes apnea tidak
dilakukan karena efek hipoksia maternal yang mungkin terjadi pada janin.
Konfirmasi kematian otak dengan multislice MSCT kontras pan-angiography
hanya bisa dikonfirmasi setelah melahirkan. Setelah mendapat persetujuan
dari suami pasien dan Komite Etik Universitas Rumah Sakit Pusat, bersama
dengan tim multidisipliner yaitu ahli anestesi, kandungan , saraf, bedah saraf
merencanakan mempertahankan kehamilan hingga usia gestasi 32 minggu
dengan cara terminasi sesar. Selain adanya dugaan kematian batang otak,
pasien juga terdiagnosis penyakit pneumonia, sepsis, diabetes insipidus dan
diabetes mellitus. Sehingga pasien diberikan pengobatan antibiotik pneumonia
yang aman untuk ibu dan janin, infus insulin short acting kontinyu untuk
diabetes mellitus bersama metilprednisolon, infus norepinefrin dengan
desmopressin untuk diabetes insipidus dan betametason diberikan untuk
memperbaiki kematangan paru dan mengurangi resiko depresi pernafasan
pada janin. Pemantauan pasien berupa EKG setiap hari, , tekanan vena arteri
dan arteri invasif dan pengukuran output urin, nutrisi makanan secara
parenteral, dan dilakukan trakeostomi perkutan untuk kebutuhan ventilasi
mekanik. Pada usia gestasi 29 + 2 minggu, pembukaan servix sudah 3 cm.
Dan lahir seorang anak perempuan dengan berat badan 1030 gram, dengan
APGAR 8 dan 9 pada menit ke-1 dan ke-3. Bayi tersebut dirawat di ICU
neonatal dan dipulangkan setelah 54 hari kemudian. Setelah itu dilakukan

41
pemeriksaan pan-angiography MSCT dan didiagnosis pasti kematian batang
otak, setelah itu kedua ginjal pasien disumbangkan. Menurut hukum kroasia,
pada pasien dengan mati batang otak dapat diberikan terapetik apabila menjadi
pendonor organ.
B. Pembahasan Kasus
1. Terminasi Mati Batang Otak
a. Beneficience : tidak melanggar
b. Non-malficence : tidak melanggar
c. Justice : tidak melanggar
d. Autonomy : tidak melanggar selama dalam persetujuan
anggota keluarga
2. Dukungan somatik pada maternal dengan mati batang otak
a. Ibu
a. Beneficience : tidak melanggar
b. Non-malficence : melanggar karena bagi ibu terdapat
banyak kemungkinan komplikasi yang dapat
membahayakan nyawa
c. Justice : tidak melanggar
d. Autonomy : tidak melanggar selama dalam persetujuan
anggota keluarga.
b. Janin
a. Beneficence : tidak melanggar
b. Non-malficence : tidak melanggar
c. Justice : tidak melanggar
d. Autonomy : tidak melanggar
3. Transplantasi organ pasien mati batang otak
a. Beneficience : tidak melanggar
b. Non-malcifence : tidak melanggar
c. Justice : tidak melanggar
d. Autonomy : tidak melanggar selama dalam persetujuan
anggota keluarga

42
Kerusakan otak pada wanita hamil pada umumnya terjadi akibat trauma
atau kelainan intrakranial. Hal tersebut dapat menjadi penyebab terjadinya
mati batang otak pada maternal. Seorang wanita hamil yang sudah
didiagnosis mati batang otak dianggap sudah mati, membutuhkan dukungan
somatik untuk kematangan janin. Kehamilan menambah kompleksitas dari
kondisi ini. Dapat terjadi komplikasi seperti konsekuensi pulmoner,
kehilangan termoregulasi sentral, yang dapat mengakibatkan kematian janin
atau mengakibatkan hambatan parah pada kematian janin. Keputusan untuk
mempertahankan kehamilan, pertama didasari oleh usia gestasi. Untuk mati
batang otak pada awal kehamilan, perawatan suportif dapat berujung pada
kehamilan prematur. Pasien maternal dengan mati batang otak dianggap
sebagai pasien hamil, pasien dengan penyakit parah, orang yang sudah
meninggal, dan inkubator manusia. Hal tersebut tidak menyebabkan bahaya.
Segera setelah melahirkan, pasien dihentikan dari segala penyokong hidup.
Biaya yang dikeluarkan untuk merawat pasien tersebut mahal dan tidak
ditanggung oleh asuransi. Sebagai tenaga medis, kita harus memahami bahwa
pasien adalah seorang ibu yang memiliki hak untuk menjaga kelangsungan
hidup anaknya. Hal ini harus dikonsultasikan dengan anggota keluarga yang
lain, dengan mempertimbangkan harapan ibu sebelumnya, dengan tetap
membertimbangkan aspek medis kestabilan kondisi maternal.
Diluar hal tersebut kita harus memikirkan tentang viabilitas janin dan
kemungkinan status kesehatan sebelum dan sesudah kelahiran. Seluruh usaha
yang memungkinkan harus dilakukan untuk menghasilkan janin yang matur
dan sehat. Membiarkan janin meninggal secara alami didalam kandungan
dianggap layak apabila terjadi komplikasi maternal yang tidak bisa diperbaiki
atau terjadi acute fetal distress. Demi kepentingan dari pasien dengan mati
batang otak dan kandungannya disarankan untuk tidak selalu sesuai dengan
teori yang ada, tetapi harus dikondisikan dengan keadaan ibu.

BAB V
PERBANDINGAN DENGAN PENELITIAN SEBELUMNYA

43
Perbedaan Persamaan
Jurnal 1 : A brain-dead Pasien : wanita 35 Metode penelitian : case
pregnant woman with tahun, usia kehamilan Report
prolonged somatic support 16 minggu, dengan
and successful neonatal perdarahan intracranial,
outcome: A grand rounds mendapatkan
case with a detailed review perawatan selama 110
of literature and ethical hari hingga usia
considerations kehamilan 32 minggu
Tahun : 2013 Bayi : laki-laki preterm Metode kelahiran :
Penulis: Abuhasna Said dkk, dengan berat 750 gr. sectio cesaria, lahir
Departements of Critical sehat.
Care Medicine, Tawam
Hospital, Uni Emirates Arab
Jurnal 2 : Brain death and Metode penelitian : Membahas mengenai
pregnancy. committee reports mati batang otak pada
maternal dari aspek
Tahun : 2011 etika.
Penulis : Bernard Dickens,
FIGO Committee for the
Ethical Aspects of Human
Reproduction and Womens
Health, Canada

44
BAB VI
PEMBAHASAN JURNAL BERDASARKAN SKDI

A. Mati Batang Otak ( Level Kompetensi 2 )

Level kompetensi 2 yang dimaksud adalah lulusan dokter mampu


membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan

4. Mati Batang Otak


Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh
fungsi otak, termasuk fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda
utama manifestasi kematian batang otak adalah koma dalam, hilangnya
seluruh refleks batang otak, dan apnea.22,23
a. Langkah penetapan kematian batang otak:
1) Evaluasi kasus koma
2) Memberikan penjelasan pada keluarga mengenani kondisi
terkini pasien
3) Penilaian klinis awal refleks batang otak
4) Periode interval observasi
5) Penilaian klinis ulang reflex batang otak
6) Tes Apnea
7) Pemeriksaan konfimatif, apabila terdapat indikasi
8) Persiapan akomodasi yang sesuai
9) Sertifikasi kematian batang otak
10) Penghentian penyokong kardiorespirasi
b. Rujukan mati batang otak
Penetapan diagnosis mati batang otak harus didiagnosis
minimal oleh minimal dokter spesialis yaitu dokter spesialis
saraf, dokter spesialis anestesi.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A, Widiatmaka W. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Ilmu


Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta :
FK UI.

2. New York State Department of Health. Guide-lines for Determining Brain


Death, Depart-ment of Health, New York, 2005.

3. Quality Standards Subcommittee of the American Academy of Neurology,.


Practice parameters for determining brain death in adults (summary
statement). Neurology 1995;45 (5):1012-4

4. Pernyataan Ikatan Dokter Indonesia tentang Mati. SK PB IDI No.336/PB


IDI/a.4, 15 Maret 1988.

5. Pernyataan Ikatan Dokter Indonesia tentang Mati. SK PB IDI


No.231/PB.A.4/07/90

6. Hall E Jhon, Guyton & Hall. Buku saku fisiologi kedokteran. Edisi 11. 2005

7. Priece Sylvia A , Wilson M Lorraine. Patofisiologikonsepklinis proses-proses


penyakit. Volume 2 edisi 6. 2005. Arnold Edwar. The Pathology Of Trauma,
Chapter XVI. British Library Cataloguing. USA. 1993.

8. Machado Celixto. Diagnosis of brain death. Neurology Internaional. 2010

9. Guidelines on Diagnosis of Brain Death, Hospital Authory Head Office


Operation Circular No 15. 2003.

10. New York State and New York State Task Force On Life & The Law.
Guidelines for determining brain death, Department of Health, New York,
2011.

11. Wijdicks. Current Concept, The Diagnosis of Brain Death, N Engl J


Med,2001,344(16)

46
12. Dian, Sofiati, dr. Sp.S. Pemeriksaan Fisisk Dasar Neurologi Berbasis Ilustrai
Kasus. Badung. 2013.

13. Laureys Steven. Death, unconsiousness and the brain; Science and Society;
Nov 2005.

14. Mc Mahan Jeff. Brain death, cortical death and persistent vegetative state;
University of Carolina School of Medicine;

15. Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th
ed). Jakarta: EGC.

16. Hartono, Budiman., Salim Darminto. 2011. Modul Blok 1 Who Am I?


Bioetika, Humaiora dan Profesoinalisme dalam Profesi Dokter. Jakarta:
UKRIDA.

17. Transplantasi News, 12 Agustus 1998, More than 500,000 people in world
have been transplanted sice 1950, Terasaki reports,

18. Suprapti, S.R.2009. Etika Kedokteran Indonesia.Transplantasi.Edisi 2.


Yayasan Jakarta:Bina Pustaka

19. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

20. PEMENKES No.37 tahun 2014, tentang Penentuan Kematian Dan


Pemanfaatan Organ Donor

21. PERMENKES no 38 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Transplantasi


Organ

22. WIJDICKS. Current concepts, the diagnosis of brain death, N Engl J


med.2001;344 (16)

23. New York State Department of Health. Guidelines for Determining Brain
Death, Department of Health, New York, 2005)

47

Anda mungkin juga menyukai