TUMOR SEREBRI
Oleh:
Oleh :
Pembimbing:
dr. Susilo Siswonoto, Sp.S, M.Si, M.Ed
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
selalu melimpahkan rahmat, anugrah, dan karunianya sehingga saya bisa
menyelesaikan referat ini dengang baik dan sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Susilo
Siswonoto, Sp. S, M.Si, M.Ed selaku pembimbing di SMF Ilmu Penyakit
Saraf RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Saya Berharap agar referat yang saya tulis ini berguna bagi semua
orang dan dapat digunakan sebaik-baiknya sebagai sumber informasi. Atas
perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
Penulis
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Kejadian tumor sistem saraf pusat tidak sesering tumor di sistem lainnya,
namun merupakan salah satu sepuluh penyebab terbesar kematian yang
disebabkan tumor ganas sistemik. Sering kali pasien yang datang juga memiliki
tumor yang stadiumnya sudah lanjut, sehingga memberikan prognosis yang
malam.
Tumor otak memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dibanding
dengan tumor sistemik lainnya, sehingga diperlukan pendekatan yang berbeda
juga. Tumor timbul di rongga yang tertutup. Semakin besar ukuran tumor tersebut,
maka dapat terjadi proses desak ruang dan menimbulkan defisit neurologis.
Tumor juga dapat timbul di mana saja, sehingga walaupun ukurannya kecil namun
terdapat di bagian yang fungsional, maka harus ditatalaksana secepatnya. Dampak
lainnya yang dapat terjadi dengan adanya tumor yaitu edema sekitar yang dapat
menekan struktur ventrikel dan menyebabkan hidrosefalus, serta meningkatkan
tekanan intrakranial (TIK) dan mengancam nyawa.
Terdapat beberapa hambatan dalam penanganan tumor otak. Bila tumor
berada di daerah yang fungsional, ukurannya sangat besar, atau sulit dijangkau,
tumor tidak dapat direseksi dengan semaksimal mungkin hingga tepi sayatan
bebas tumor. Pemberian kemoterapi juga terbatas karena terdapat sawar darah
otak. Di sisi lain, otak merupakan salah satu organ yang sering menjadi tempat
metastasis tumor dari tempat-tempat lainnya.1
Semua hal tersebut menunjukkan pentingnya deteksi dini tumor pada
sistem saraf pusat untuk mencegah komplikasi dan prognosis yang buruk pada
pasien.
3
BAB 2
ISI
4
Data RS Kanker Dharmais pada tahun 1993 – 2012 menunjukkan kejadian
tumor otak mencapai 1% dari seluruh keganasan, dengan golongan glioma paling
banyak (67,4%), diikuti dengan meningioma (16,3%).
5
dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan
hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem
saraf pusat.
5. Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.
6
utuh, sehingga menyebabkan rusaknya sawar darah otak (SDO) atau blood brain
barrier (BBB). Hal ini menyebabkan ekstravasasi cairan ke sekitar jaringan tumor
(edema peritumoral), yang dikenal sebagai proses edema vasogenik. Adanya
edema vasogenik menyebabkan proses desak ruang dan meningkatkan tekanan
intrakranial, bersamaan dengan penambahan massa tumor.
Timbulnya gejala pada pertumbuhan tumor didasarkan pada prinsip-
prinsip mekanik dan fisiologi. Rongga tengkorak memiliki volume yang terbatas.
Di dalamnya terdapat tiga unsur, yaitu otak (volume 1.200 – 1400 cc), cairan
serebrospinal (volume 70 – 140 ml), dan darah (volume 150 cc). Adanya lesi
massa lokal dapat mengubah masing-masing unsur tersebut. Menurut prinsip
Monroe Kellie, ukuran total dari ketiga unsur tersebut konstan setiap saat, dan
setiap peningkatan volume salah satu dari unsur tersebut harus dikompensasi oleh
yang lain. Bila tumor tumbuh di salah satu bagian otak, akan terjadi kompresi
jaringan otak di sekitarnya serta memindahkan cairan serebrospinal dan darah.
Proses kompensasi terus terjadi hingga batasnya tercapai, kemudian terjadi
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan tekanan serebrospinal.
7
histologis menunjukkan meningkatnya selularitas, pleomorfisme walaupun
susunan sel dan jaringannya masih baik, diferensiasi sel kurang begitu jelas,
disporporsi rasio nukleus terhadap sitoplasma, multinukleus, formasi sel-sel
raksasa, tumbuh cepat dengan mitosis yang banyak, area nekrosis, pertumbuhan
patologis dan neoformasi terutama seperti bentuk-bentuk fistula atau sinusoidal
(pintas arteri-vena).
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, WHO pada tahun 2007
membuat klasifikasi tumor otak. Namun pada tahun 2016 klasifikasi tumor otak
dibedakan secara biomolekuler untuk keperluan tatalaksana serta prognosis,
seperti pada mutasi isocitrate dehydrogenase (IDH)-1 dan 2, serta p53.
8
Tabel 1. Klasifikasi Tumor Otak menurut WHO tahun 20071
1. TUMOR NEUROEPITHELIAL
1. Tumor Glial
a. Astrositoma
i. Astrositoma Pilositik
ii. Astrositoma Difus
iii.Astrositoma Anaplastik
iv. Glioblastoma
v. Xantoastrositoma Pleomorfik
vi. Astrositoma Subependimal Sel Raksasa
b. Tumor Oligodendroglial
i. Oligodendroglioma
ii. Oligodendroglioma Anaplastik
c. Glioma campuran (Mixed Glioma)
i. Oligoastrositoma
ii. Oligoastrositoma Anaplastik
d. Tumor Ependimal
i. Ependimoma Myxopapilari
ii. Subependimoma
iii.Ependimoma
iv. Ependimoma Anaplastik
e. Tumor Neuroepithelial lainnya
i. Astroblastoma
ii. Glioma Koroid dan ventrikel III
iii.Gliomatomosis serebri
2.Tumor Neuronal dan campuran neuronal – glial
a. Ganglisitoma
b. Gangliglioma
c. Astrositoma desoplastik Infantile
d. Tumor Disembrioplastik Neuroepithelial (BNET)
e. Neurositoma operasi
9
f. Liponeurositoma Serebelar
g. Paraganglioma
3.Tumor Non-glial
a. Tumor Embrional
i. Ependimoblastoma
ii. Meduloblastoma
iii. Tumor Primitif Neuroektodermal Supratentorial (PNET)
b. Tumor Pleksus Khoroideus
i. Papiloma Pleksus Khoroideus
ii. Karsinoma Pleksus Khoroideus
c. Tumor Parenkim Pineal
i. Pineoblastoma
ii. Pineositoma
iii. Tumor Parenkim Pineal dengan Diferensiasi Intermediet
2. TUMOR MENINGEAL
1. Meningioma
2. Hemangoperisitoma
3. Lesi Melanositik
3. TUMOR GERM CELL
1. Germinoma
2. Karsinoma Embrional
3. Tumor Sinus Endodermal (Yolk sac)
4. Khoriokarsinoma
5. Teratoma
6. Tumor Germ cell bercampuran
4. TUMOR SELLA
i. Adenoma hipofisis
ii. Karsinoma Prostat
iii. Kraningofaringoma
5. TUMOR DENGAN HISTOGENESIS YANG TIDAK JELAS
i. Hemangioblastoma Kapiler
6. LIMFOMA SISTEM SARAF PUSAT PRIMER
10
7. TUMOR NERVUS PERIFER YANG MEMPENGARUHI SSP
8. TUMOR METASTASIS
2. Tumor infratentorial
a. Schwannoma akustikus
b. Tumor metastasis
c. Meningioma
d. Hemangioblastoma
11
tumor otak (yang struktur selulernya sejenis) menjadi empat tingkat anaplasia
seluler :
Grade I : diferensiasi sel 75 – 100%
Grade II : diferensiasi sel 50 – 75%
Grade III : diferensiasi sel 25 – 50%
Grade IV : diferensiasi sel 0 – 25%
Jenis-jenis tumor otak yang dapat terjadi pada orang dewasa antara lain :
1. Glioblastoma multiforme
Merupakan tumor primer yang paling sering dijumpai. Nama lain dari tumor ini
adalah glioma maligna dan astrositoma tingkat 3 dan 4. Tumor ini sering timbul di
lobus frontalis dan temporalis. Pertumbuhannya sangat progresif serta
prognosisnya malam.
12
Gambar 3. Astrositoma Tingkat Rendah
3. Meningioma
Meningioma merupakan tumor jinak dari sel araknoid. Pada orang dewasa
tumor ini merupakan tumor kedua terbanyak. Pada 50% kasus ditemukan pada
konveksitas, serta 40% kasus pada basis kranii. Selebihnya tumor didapatkan pada
foramen magnum, fosa posterior, dan sistem ventrikulus.
4. Tumor metastasis
Metastasis otak dan meningen merupakan komplikasi yang sering pada
neoplasma sistemik. Setiap neoplasma sistemik maligna dapat bermetastasis ke
otak, namun yang paling sering adalah karsinoma bronkus, karsinoma payudara,
serta melanoma maligna.
5. Adenoma hipofisis
13
Adenoma hipofisis dibagi menurut fungsi dan anatominya. Menurut
fungsinya, adenoma hipofisis dibagi menjadi :
1) Adenoma nonfungsional
2) Adenoma dengan hipersekresi (prolaktin, ACTH, GH)
Sedangkan menurut anatominya, adenoma hipofisis dibagi menjadi :
1) Adenoma mikro (diameter < 10 mm)
2) Adenoma difus
3) Adenoma invasif
14
Glandula pinealis terletak di sentrum otak, dikelilingi oleh ventrikel III,
mesensefalon, akuaduktus Sylvii, serta vena Galen. Tumor dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, hidrosefalus, disfungsi mesensefalon, dan
endokrinopati. Tertekannya mesensefalon akan menyebabkan sindrom Parinaud,
sedangkan tertekannya ventrikel III akan menyebabkan diabetes insipidus.
7. Kraniofaringioma
Tumor ini lebih sering dijumpai pada anak, dengan letak biasanya
supraselar serta dapat meluas ke kiasma optikum, bawah lobus frontalis dan
temporalis. Tumor tersebut kemudian menutup foramen Monroi dan
menyebabkan hidrosefalus obstruktif. Tumor ini dapat menyebabkan gangguan
penglihatan, diabetes insipidus, hiperfungsi hipofisis, dan sebagainya. Pada anak-
anak juga dijumpai hambatan pertumbuhan serta obesitas.
15
Gambar 7. Postkontras Potongan Koronal (A) dan Sagital (B) Tumor Kistik Selar
dan Supraselar Kraniofaringioma
8. Schwannoma akustikus
Schwannoma akustikus merupakan tumor yang berasal dari sel Schwann
saraf perifer. Lokasi tumor paling sering terdapat di antara sudut pons-serebelum.
Pada 5 – 10% kasus tumor ini terkait dengan neurofibromatosis von
Recklinghausen. Gejala-gejala awalnya berupa gangguan nervus VIII (tuli, tinitus,
vertigo), sedangkan gejala-gejala lanjutannya berupa gangguan nervus V, nervus
VII, dan ataksia.
16
kontralateral. Kelemahan timbul karena tumor menyerang atau menekan traktus
motorik di korteks, white matter subkortikal, kapsula interna, atau batang otak.
Gejala sering dimulai dengan inkoordinasi atau hilangnya kontrol motorik halus,
kemudian berkembang secara bertahap. Sehingga pada awalnya pasien mungkin
tidak mengenali kelemahan, walaupun tanda-tanda sudah dapat diperoleh melalui
pemeriksaan neurologis. Kelemahan bertahap ini tidak seperti kelemahan
mendadak pada stroke, walaupun kelemahan akut dapat terjadi setelah kejang atau
perdarahan intratumor. Perdarahan intratumor sering terjadi pada tumor
astrositoma pilositik, glioma high grade, metastasis dari melanoma, karsinoma
tiroid, dan karsinoma sel ginjal. Sehingga follow-up dengan MRI setiap 1 – 2
bulan sekali, untuk pasien dengan perdarahan intrakranial yang tidak jelas
sebabnya sangat penting untuk dilakukan.
b. Ataksia
Tumor serebelum dan batang otak yang menginfiltrasi pedunkulus serebri
dapat menyebabkan ataksia. Tumor hemisfer serebelum dapat menyebabkan
ataksia ekstremitas ipsilateral, walaupun pada kebanyakan kasus hanya
memberikan sedikit gejala. Di sisi lain, terdapatnya massa di vermis serebelar
cenderung memberikan lebih banyak gejala, seperti ataksia trunkal, nistagmus,
disartria, dan gait ataksik. Selain ataksia, tumor serebelum yang besar dapat
menyebabkan obstruksi aliran keluar cairan serebrospinal (dengan gejala
peningkatan tekanan intrakranial) atau kompresi struktur batang otak. Oleh karena
itu, ataksia dapat menjadi petunjuk awal penting, dimana berisiko besar terjadi
penurunan neurologis akut. Ataksia dan gejala tumor serebelum lainnya lebih
umum terjadi pada anak-anak, dimana lebih dari 50% kasus tumor otak primernya
timbul di fossa posterior.
c. Afasia
Tumor yang tumbuh di lobus frontal inferior atau lobus temporal superior
dari hemisfer dominan sering menyebabkan kesulitan berbahasa. Seperti pada
gejala tumor otak lainnya, gangguan bahasa biasanya ringan pada mula-mula,
kemudian menjadi lebih berat secara bertahap. Namun, afasia mendadak dapat
17
terjadi pada saat kejang dan sering disalahartikan sebagai transient ischemic
attack (TIA). Kebanyakan pasien tumor otak dengan afasia, menunjukkan jenis
afasia campuran.
d. Gangguan visual
Tumor otak dapat menimbulkan gejala visual yang berbeda-beda,
tergantung dari jalur visual mana yang terlibat. Tumor yang memengaruhi retina
atau nervus optikus yang terdapat di depan kiasma menyebabkan gejala visual
monokuler, mulai dari skotoma hingga kebutaan monokuler. Tumor yang muncul
dari area sella, termasuk adenoma hipofisis, kraniofaringioma, dan meningioma,
dapat menekan kiasma optikum dan menyebabkan hemianopsia homonim.
Gangguan menjadi lebih simetris bila letak tumor lebih posterior. Tumor di area
parietal dapat menyebabkan gangguan visual kontralateral, yang dapat sulit
dibedakan dengan bersamaannya kehilangan lapang pandang pada tumor yang
tumbuh lambat. Hilangnya lapang pandang dapat terjadi secara bertahap, sehingga
membuat pasien tidak datang berobat. Tumor yang melibatkan otak tengah atau
pons, atau langsung menekan nervus kranialis III, IV, atau VI dapat mengganggu
koordinasi gerakan mata dan menyebabkan diplopia.
Tanda-tanda visual lainnya yang tampaknya fokal dapat merupakan tanda
dari peningkatan tekanan intrakranial. Diplopia dapat disebabkan oleh
peningkatan TIK yang menyebabkan kelumpuhan N. VI, dimana diduga terjadi
traksi saraf sepanjang jalur ekstrakranial yang diperpanjang. Dilatasi pupil disertai
dengan diplopia yang disebabkan kelumpuhan N. III dapat menjadi tanda herniasi
uncal. Hemiparesis kontralateral sering ditemukan, walaupun hemiparesis
ipsilateral dapat menjadi false localizing sign yang disebabkan displacement
batang otak serta kompresi pedunkulus serebri kontralateral terhadap tentorium
(Kernohan notch). Peningkatan tekanan intrakranial pada akhirnya menyebabkan
papiledema yang bermanifestasi sebagai penurunan visus dan episode hilang
penglihatan sementara (obskurasi visual).
18
e. Kejang
Kejang merupakan manifestasi umum tumor otak yang dapat terjadi kapan saja.
Onset baru, meningkatnya frekuensi atau derajat keparahan dapat menjadi tanda
progresivitas tumor. Insiden bangkitan bervariasi sesuai dengan tumor yang
mendasari dan lokasinya. Tumor yang melibatkan korteks serebri paling mungkin
menyebabkan kejang, serta tumor lobus temporal, frontal, dan parietal. Sebaliknya,
tumor di deep gray nuclei, fossa sella, dan fossa posterior jarang menyebabkan
kejang. Bangkitan biasanya lebih sering terjadi pada tumor otak primer daripada
tumor metastasis, dan tumor derajat rendah / slow growing menyebabkan kejang
lebih sering daripada tumor derajat tinggi. Tumor glial derajat rendah dan tumor
glioneuronal tertentu bersifat sangat epileptogenik, begitu juga dengan tumor
neuroepitelial disembrioblastik, ganglioglioma, oligodendrogliomaderajat rendah,
dan astrositoma.
2) Gejala umum
a. Nyeri kepala
Nyeri kepala terjadi pada 50 – 75% pasien dengan tumor otak, biasanya
tidak disertai tanda-tanda neurologis lainnya atau gejala-gejala yang tidak
berhubungan dengan tumor yang mendasari. Nyeri kepala umumnya terjadi di
bifrontal, bersifat konstan, dull pressure, walaupun karakteristiknya sangat mirip
dengan migraine. Nyeri kepala klasik untuk tumor otak terjadi di pagi hari,
disertai dengan mual-muntah, kemudian membaik setelah beberapa saat. Namun
gejala-gejala seperti ini hanya terjadi pada 5 – 17% dari seluruh pasien tumor otak.
19
Muntah proyektil biasanya dapat dilihat pada anak-anak dengan tumor fossa
posterior.
c. Sinkop
Pasien dapat mengalami sinkop / hilang kesadaran sementara karena
beberapa alasan. Perubahan posisi dapat mencetuskan sinkop pada pasien dengan
peningkatan tekanan intrakranial. Sinkop juga dapat terjadi karena terdapatnya
tumor atau kompresi di batang otak. Massa ventrikel III seperti kista koloid atau
tumor pineal paling sering terlihat pada anak-anak. Tumor ini dapat menyebabkan
sinkop atau drop attacks karena obstruksi intermiten dari cerebral aqueduct.
Sinkop juga dapat disebabkan oleh kekurangan hormon pada tumor hipofisis, atau
dari insufisiensi adrenal setelah tapering off kortikosteroid jangka panjang. Sinkop
harus dibedakan dari kejang umum, yang lebih sering pada kelompok pasien ini.
Kelainan irama jantung dengan atau tanpa kejang harus disingkirkan sebagai
penyebab sinkop pada tumor otak, terutama oleh tumor yang memengaruhi
korteks insula.
20
Tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien dengan tumor otak bersifat
tidak spesifik. Perjalanan terjadinya tanda-tanda ini membantu untuk penegakkan
diagnosis yang tepat.
Tabel 2. Tanda-Tanda yang Terkait dengan Tumor Otak
Lokasi Tanda Klinis
Lobus frontal Perubahan kepribadian
(disinhibisi, judgment kurang,
abulia)
Hemiparesis kontralateral,
apraksia
Afasia
Gaze preference
Refleks primitif
Kejang umum atau parsial
Lobus temporal Kejang umum atau parsial
Gangguan memori
Defisit penglihatan
Afasia
Lobus parietal Gangguan sensoris kontralateral
Afasia
Gangguan spasial
Lobus oksipital Hemianopsia homonym
Batang otak Neuropati kranial
Hemiplegia, paresis
Gangguan sensoris
Vertigo, mual, muntah
Hidrosefalus
Regio pineal Hidrosefalus
Sindrom Parinaud
Ventrikel III Hidrosefalus
Disfungsi hipotalamus
21
Gangguan memori
Serebelum Nyeri kepala oksipital
Ataksia
Hemiplegia, paresis
22
2.7 Pemeriksaan Penunjang Tumor Otak1-5
Pemeriksaan penunjang berupa pencitraan (radiologi) merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling penting untuk menajamkan diagnosis. Foto
Rontgen dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang, dengan posisi minimal
2 buah (anteroposterior dan lateral). Bila sudah terjadi peningkatan tekanan
intrakranial yang lama, maka dapat terlihat gambaran kranium dengan aspek
berawan yang sangat jelas (impressions digitate). Gambaran rontgen yang
memiliki arti lokalisasi adalah sebagai berikut :
Pelebaran fosa hipofisis dan destruksi tulang, mengarah kepada tumor
hipofisis atau tumor sekitarnya
Pengapuran lokal, mengarah kepada glioma
Atrofi tulang setempat, mengarah kepada meningioma dan tumor
pembuluh darah
Hiperostosis setempat, terutama endostosis, mengarah kepada
meningioma
Pengapuran glandula pinealis
MRI dapat menunjukkan gambaran tumor yang mengarah ke ganas,
berdasarkan kuatnya kontras menyangat, densitas inhomogen, serta luasnya
edema peritumoral. MRI juga dapat memberikan perkiraan jenis tumor yang
terdapat pada pasien, misalkan untuk tumor yang terletak di intraparenkim
(intraaksial) memberikan kecurigaan kepada suatu astrositoma, sedangkan tumor
yang terletak di luar parenkim (ekstraaksial) memberikan kecurigaan kepada suatu
meningioma, schwannoma, dan metastasis leptomeningeal. Keunggulan MRI
antara lain dapat menggambarkan kelainan struktural secara lebih detil terutama
pada lesi berukuran kecil, serta dapat digunakan untuk evaluasi pasca terapi dan
rekurensinya. Namun, untuk tumor-tumor yang memberikan gambaran kalsifikasi
seperti pada oligodendroglioma, penggunaan CT scan akan memberikan
gambaran yang lebih jelas dibandingkan MRI. Diagnosis pasti tumor otak adalah
dengan biopsi.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain
pemeriksaan laboratorium untuk menilai keadaan umum pasien serta persiapan
untuk terapi yang akan dijalani. Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat
23
dilakukan yaitu darah lengkap, hemostasis, LDH, fungsi hati, fungsi ginjal, gula
darah, serologi hepatitis B dan C, dan elektrolit lengkap. Pemeriksaan cairan
serebrospinal berupa pemeriksaan sitologi dan flowcytometry dilakukan untuk
penegakkan diagnosis limfoma sistem saraf pusat atau kecurigaan metastasis
leptomeningeal atau penyebaran kraniospinal (misalnya pada ependimoma).
24
Tumor otak juga dapat memberikan gejala klinis serta gambaran CT scan
yang mirip dengan stroke hemoragik maupun nonhemoragik, karena proses
hipervaskularisasi yang rentan serta hiperkoagulasi pada keganasan. Tumor
dibedakan dari stroke hemoragik maupun nonhemoragik dengan riwayat sakit
kepala sebelumnya.
Gejala akut tumor otak primer juga dapat mirip dengan pasien pasca
kejang yang mengalami edema, sehingga defisit neurologis seolah-olah terjadi
mendadak. Hal ini dibedakan dengan adanya soft sign yang mungkin sudah ada
sebelum kejang, misalnya gangguan fungsi luhur.
25
hiperglikemia, hipokalemia, alkalosis metabolik, retensi cairan, penyembuhan
luka yang terlambat, psikosis, miopati, ulserasi lambung, dan hipertensi.
2) Pemasangan VP shunt pada kasus hidrosefalus
• Terapi operatif
Tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan diagnosis pasti dan
dekompresi internal, mengingat bahwa obat-obatan antiedema otak tidak dapat
diberikan secara terus-menerus. Persiapan prabedah, penanganan pembiusan,
teknik operasi dan penanganan pascabedah sangat berperan penting dalam
menentukan keberhasilan penanganan operatif terhadap tumor otak.
• Terapi konservatif
o Radioterapi
Tindakan ini diindikasikan untuk tumor-tumor susunan saraf pusat.
Kebanyakan sinar menggunakan sinar X dan sinar Gamma, disamping juga radiasi
lainnya seperti: proton, partikel alfa, neutron, dan pimeson. Keberhasilan terapi
radiasi pada tumor ganas otak diperankan oleh beberapa faktor :
1. Terapi yang baik dan tidak melukai struktur kritis lainnya
2. Sensitivitas sel tumor dengan sel normal
3. Tipe sel yang disinar
4. Metastasis yang ada
5. Kemampuan sel normal untuk repopulasi, dan
6. Restrukturisasi serta reparasi sel kanker sewaktu interval antar fraksi radiasi
o Kemoterapi
Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum mempunyai
nilai keberhasilan yang bermakna. Saat ini yang menjadi titik pusat perhatian
modalitas terapi ini adalah tumor-tumor otak jenis astrositoma (grade III dan IV),
glioblastoma, dan astrositoma anaplastik beserta variannya. Ada beberapa obat
kemoterapi untuk tumor ganas otak yang saat ini beredar di kalangan medis yaitu:
HU (hidroksiurea), 5-FU (5-Fluorourasil), PCV (prokarbazin, CCNU, Vincristine),
Nitrous Urea (PCNU, BCNU/Karmustin, CCNU/lomustin, MTX (metotrksat),
DAG (dianhidrogalaktitol) dan sebagainya. Potensi kemoterapi pada susunan saraf
di samping didasarkan oleh farmakologi sendiri juga perlu dipertimbangkan aspek
26
farmakokinetiknya (transportasi obat mencapai target) mengingat adanya sawar
darah otak. Pemberian kemoterapi dapat dilakukan melalui intra-arterial (infus,
perfusi), melalui intratekal/intraventrikuler (punksi lumbal, punksi sisterna); atau
intra tumoral.
Imunoterapi
Yang mendasari modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa tumbuhnya
suatu tumor disebabkan oleh adanya gangguan fungsi immunologi tubuh sehingga
diharapkan dengan melakukan restorasi sistem imun dapat menekan pertumbuhan
tumor.
Terapi paliatif
Tatalaksana ini bertujuan untuk mengatasi gejala-gejala yang terkait dengan tumor,
baik langsung maupun tidak langsung. Biasanya dilakukan pada tumor yang
terlalu besar atau tidak dapat diterapi dengan maksimal. Tatalaksana paliatif
terdiri dari :
1) Tatalaksana kejang
Epilepsi merupakan kelainan yang sering didapatkan pada kanker otak.
Sekitar 30% pasien mengalami kejang sebagai manifestasi awal. Bentuk kejang
yang paling sering adalah kejang fokal dengan atau tanpa perubahan menjadi
umum sekunder. Tingginya tingkat rekurensi menjadi indikasi pemberian
antikonvulsan pada seluruh pasien kanker otak yang mengalami kejang. Pemilihan
antikonvulsan ditentukan berdasarkan efek samping, interaksi obat, dan biaya.
Obat antikonvulsan seperti fenitoin dan karbamazepin kurang dianjurkan karena
dapat berinteraksi dengan obat-obatan seperti deksametason dan kemoterapi.
Alternatif lainnya yang dianjurkan terdiri dari levetiracetam, sodium valproat,
lamotrigine, klobazam, topiramat, atau okskarbazepin. Levetiracetam lebih
dianjurkan serta memiliki efek samping minimal, dengan dosis antara 20 – 40
mg/kgBB, serta dapat digunakan setelah operasi kraniotomi.
2) Tatalaksana nyeri
27
Nyeri kepala pada kanker otak terjadi karena traksi langsung tumor
terhadap reseptor nyeri di sekitar. Nyeri bersifat lokal atau radikuler ke sekitarnya
(nyeri neuropatik). Pada kasus kanker otak, pilihan obat analgesik sebaiknya tidak
menimbulkan efek sedasi atau muntah. Parasetamol dapat diberikan dengan dosis
20 mg/kgBB/x dengan dosis maksimal 4 g/hari, per oral atau intravena. Jika
komponen nyeri neuropatik lebih dominan, maka golongan antikonvulsan dapat
diberikan (misalnya gabapentin 100 – 1200 mg/hari, dengan dosis maksimal 3600
mg/hari). Nyeri kepala yang akut dapat disebabkan oleh edema peritumoral,
sehingga tatalaksana utamanya berupa golongan kortikosteroid seperti
deksametason atau metilprednisolon, secara oral atau intravena.
28
BAB 3
KESIMPULAN
Tumor otak merupakan lesi ekspansif yang bersifat jinak atau ganas,
dapat merupakan lesi primer ataupun sekunder, serta memberikan gambaran klinis
proses desak ruang dan atau gejala fokal neurologis. Penyebabnya belum
diketahui secara pasti, namun diduga terdapat beberapa faktor yang berperan
seperti herediter, sisa-sisa sel embrional, radiasi, virus, dan substansi karsinogenik.
Pada tumor otak, terjadi ketidakseimbangan antara pembentukan sel-sel baru
dengan hilangnya sel-sel lama, yang berakibat pada kerusakan sawar darah otak
dan terjadi edema.
Tumor otak dapat diklasifikasikan menurut gambaran histopatologi, lokasi
sering ditemukannya, serta tingkat anaplasianya. Gejala dan tanda klinis dari
tumor otak berupa tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, gejala neurologis
fokal, kejang, serta perdarahan spontan. Tumor otak dipertimbangkan menurut
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, kemudian ditegakkan dengan berbagai
pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti (definitif) tumor otak adalah dengan
biopsi.
Pendekatan tatalaksana tumor otak terdiri dari terapi untuk mengurangi
edema serebri, terapi operatif, terapi konservatif (radioterapi, kemoterapi), serta
imunoterapi. Diagnosis serta penanganan dini pada tumor otak akan
meningkatkan angka ketahanan hidup pasien.
29
DAFTAR PUSTAKA
30