Anda di halaman 1dari 22

DAKRIOSISTITIS

I. Pendahuluan
Apparatus

lakrimal

terdiri

atas:

glandulalakrimalisutama,

glandulalakrimalisaksesorius, danjalurlakrimal yang terdiridari: puncta,


kanalikuli, sakuslakrimalisdanductus nasolakrimalis.1Sistem pengeluaran
lakrimal berfungsi untuk mengalirkan air mata dari mata ke rongga hidung.
Sistem pengeluaran lakrimal mudah mengalami infeksi dan inflamasi. Hal ini
disebabkan oleh menyatunya mukosa membran dengan konjungtiva dan
mukosa nasal yang normalnya dikolonisasi bakteri. Penumpukan air mata
dalam sistem penyaluran lakrimal yang tertutup dapat menyebabkan
terjadinya suatu infeksi ataupun inflamasi yang dimana dikenal dengan istilah
dakriosistitis.2
Dakriosistitis merupakan peradangan sakus lakrimalis. Dakriosistitis
biasanya dimulai oleh adanya obstruksi duktus nasolakrimalis dan infeksi
pada sakus lakrimal.3 Dakriosistitis paling sering unilateral terutama pada sisi
kiri daripada sisi kanan. Hal ini dikarenakan pada banyak kasus, duktus
nasolakrimal dan fossa lakrimal membentuk suatu sudut yang lebih besar
pada sisi kanan daripada sisi kiri. Dakriosistitis dapat dibedakan berdasarkan
kongenital dan didapat/acquired. Dakriosistitis yang didapat/acquired dapat
dibedakan berdasarkan menurut perjalanan penyakitnya yaitu akut dan
kronik.2
II. Anatomi
Apparatus

lakrimal

terdiri

atas:

glandulalakrimalisutama,

glandulalakrimalisaksesorius, danjalurlakrimal yang terdiridari: puncta,


kanalikuli, sakuslakrimalisdanductusnasolakrimalis.1
Kelenjar lakrimalis utamaterletak pada bagian lateral
atascavumorbitadanterdiridaripars
palpepralis.

orbitalisdan

Glandulalakrimal

pars
pars

orbitalisukurannyalebihbesar, bentuknya mirip dengan biji

almond, terletak didalam fossa lakrimalis di segmen temporal atas anterior


dari

orbita,danmemilikiduafaciesyaitufacies

superior

yang

konveksdanberhubungandengantulangdanfacies inferior yang


konkafdanberada

di

atasm.levatorpalpebra

superior.Glandulalakrimal

pars

palpebralislebihkecildanhanyamemilikisatuataudualobuliterleta
k tepat di atas segmen temporal dari forniks konjungtiva superior. Dari
kelenjar ini, air mata diproduksi dan kemudian dialirkan
melalui 10-12 duktus kecil yang mengarah ke bagian lateral
dari fornix konjungtiva superior dan di sini air mata akan
disebar ke seluruh permukaan bola mata oleh kedipan
kelopak mata.1,4
Glandula lakrimalis aksesori terbagiduayaituglandula Krause dan
Wolfring. Glandula Krause berada di bawahkonjungtivapalpebradiantara
fornix dantepi tarsus.Kelenjariniberjumlah 42 di fornix superior dan 6-8 di
fornix inferior.Glandulawolfringterletak di dekattepiatas tarsal superior
dansepanjangtepibawah tarsus inferior1,6

Gambar 1. Anatomi Aparatus Lakrimalis.

(dikutipdarikepustakaan 5)
Punktum lakrimalis berupa celah kecil, bulat atau oval yang terletak di
sebelah medial pada kelopak mata atas dan bawah(punktum superior dan
inferior). Hubungan antara punktum dan sakus lakrimal disebut kanalikuli
lakrimal, kanalikuli ini memiliki bagian vertikal yang panjangnya 1-2 mm
dan bagian horisontal yang terletak di dekat ampula dengan panjang 6-8 mm.
Banyak dari bagian horizontal kanalikuli superior dan inferior membentuk
kanalikuli komunis. Dari kanalikuli lakrimalis masuk ke sakus lakrimalis
dihubungkan oleh katup rosenmulleryang mencegah refluks air mata.1,5
Sakus lakrimalis terletak pada fossa lakrimal di pars anterior dari
medial dinding orbita. Ketika melebar, panjangnya menjadi 15mm dan lebar
5-6mm. Sakus lakrimalis memiliki 3 bagian yaitu fundus, corpus, dan collum.
Ductus nasolacrimalismerupakan lanjutan dari collum sakus lakrimalis dan
bermuara pada meatus nasi inferior. Panjangnya kira-kira 15-18mm. Terdapat
beberapa katup membran di ductus nasolakrimalis,yang paling penting adalah
katup hasner, yang letaknya paling bawah dari ductus dan berfungsi
mencegah refluks dari hidung.1,2

Gambar 2. Anatomi ekskesi aparatus lakrimal.


(dikutipdarikepustakaan8)
III.

Patofisiologi
Sistem ekskresi terdiri atas punktum, kanlikuli, sakus lakrimalis, dan
duktus nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mulai di lateral
dan menyebarkan air mata secara merata di atas kornea dan menyalurkannya
ke dalam sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Dalam keadaan
normal, air mata dihasilkan dengan kecepatan sesuai dengan jumlah yang
diuapkan, dan itulah sebabnya hanya sedikit yang sampai ke sistem
ekskresi.Ekskresi air mata dimulai dari mengalirnya air mata ke punktum dan

menuju ke kanalikuli, kemudian menuju ke sakus lakrimal dan akhimya


masuk ke duktus nasolakrimalis.1,6
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis.3 Obstruksi duktus nasolakrimalis pada
anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal,
sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya,
misal adanya polip hidung.3
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan
penumpukan air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang
merupakan media pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.6
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat
diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapantahapan tersebut antara lain:6

Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga
yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan
mukus,mukopurulen,

atau

purulent

tergantung

yang
pada

bersifat
organisme

penyebabnya.
Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal
ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga
membentuk suatu kista.

Gambar 3. Sistem ekskresi aparatus lakrimal.


(dikutipdarikepustakaan 6)
Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pra-tarsal yang
mengelilingi ampula mengencang untuk mencegahnya keluar. Bersamaan
waktu, palpebra ditarik ke arah krista lakrimalis posterior, dan traksi fasia
mengelilingi sakus lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan
meimbulkan tekanan negatif di dalam sakus. Kerja pompa dinamik ini
menarik air mata ke dalam sakus yang kemudian berjalan melalui duktus
nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan, ke dalam
meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan mirip katup dari epitel pelapis sakus
cenderung menghambat aliran balik air mata dan udara. Katup yang paling
berkembang diantara lipatan ini adalah katup Hessner di ujung distal duktus
nasolakrimalis. Struktur ini penting karena bila tidak berlubang pada bayi,
menjadi penyebab obstruksi kongenital dan dakriosistitis menahun.1,2
Celah naso-optik merupakan sumber utama sistem saluran lakrimal.
Sistem nasolakrimal berkembang sebagai tabung solid yang kemudian
5

mengalami kanalisasi dan menjadi paten sebelum cukup bulan. Obstruksi


duktus sering terjadi, jika kanalikuli terobstruksi, sebagian kumpulan air mata
yang tidak mengalir dalam sakus lakrimalis dapat terinfeksi dan berakumulasi
sebagai mukokel atau menyebabkan dakriosistitis.2
Daerah ektoderm dari naso-optik terletak pada masenkim antara nasalbagian lateral dan daerah maxillaris yang kemudian mengalirkan dan
membuka kedalam forniks konjungtiva sebelum membuka ke vestibula
hidung. Biasanya pembukaan pada daerah hidung tidak lengkap pada saat
lahir, dalam hal ini biasanya pada bayi baru lahir akibat valvula Hessner tidak
terbuka, sehingga menyebabkan air mata tertampung dan terjadi obstruksi
pada duktus nasolakrimalis. Pada orang tua dakriosistitis dikarenakan M.
Orbicularis oculi lemah sehingga terjadi ektropion dan menyebabkan
punktum terlipat keluar sehingga mengakibatkan akumulasi air mata.2
Bila sakus lakrimal ditekan akan terjadi regurgitasi mukoid ke dalam
sakus konjungtiva sehingga infeksi bisa meluas ke jaringan sekitar.2
IV.

Epidemiologi
Epidemiologi dakriosistitis berdasarkan:2

Usia
Dakriosistitis paling sering terjadi pada anak-anak khususnya yang baru
lahir yang disebut sebagai kongenital dakriosistitis dan pada orang
dewasa umur 60-70 tahun yang disebut dengan acquired dakriosistitis.

Jenis Kelamin
Dakriosistitis pada anak-anak perbandingannya sama, sedangkan pada
orang dewasa lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria.

Ras
Orang berkulit hitam lebih jarang terkena dakriosistitis dibandingkan
dengan orang berkulit putih. Hal ini karena ostium nasolakrimal pada
hidung lebih besar pada orang berkulit hitam dibandingkan dengan ras
lainnya.

V. Klasifikasi
Dakriosistitisdibagimenjadi

bentuk,

yaitu:

congenital

dandakriosistitisdewasa (akutdankronik).1,2,3,6
a. Dakriosistitisakutmerupakaninflamasisupuratifakutpadasakuslakrimalis
yang ditandaidengangejalapembengkakan yang nyeri di daerahsakus,
epifora, dandemam. Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat
namun

jarang

menimbulkan

kematian.

Morbiditas

yang

terjadi

berhubungan dengan abses pada sakus lakrimalis dan penyebaran


infeksinya.
b. Dakriosistitis

kronislebihseringditemukandibandingkandakriosistitisakut.

Karakteristikawal

yang

ditunjukkanberupapeningkatanlakrimasidanbiasanyadapatmerupakankelan
jutandaridakriosistitisakut,
tandainflamasibiasanyatidakada.

danbersifatrekuren.
Morbiditas

utamanya

Tandaberhubungan

dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan terjadinya infeksi dan


peradangan pada konjungtiva.
c. Dakriosistitis
kongenitalmerupakaninflamasisakuslakrimal
terjadipadabayibarulahir,

yang

biasajugadisebutdakriosistitisneonatorum.

Setelahlahir (biasanya 2-4 minggu), pus dikeluarkanmelaluipungta. Jika


tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita, abses
otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital dapat
berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen
sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi
kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan.

Gambar 4. Dakriosistitis Akut.

(dikutipdarikepustakaan 2)

Gambar 5. Dakriosistitis Kongenital.

(dikutipdarikepustakaan 2)
VI.

Etiologi
Etiologidaridakriosistitiskronikyaitu

multifaktorial.Faktor-

faktorpenyebabnya di bagimenjadigrup berupa:1


1. Fatorpredisposisiberupaumur,

jeniskelamin,

ras,

hereditas,

sosialekonomi, danhigiene personal yang buruk


2. Faktor
yang
bertanggungjawabterhadapstatis
matapadasakuslakrimalberupafaktoranatomi,

status
air

bendaasing,

lakrimasiberlebih,

inflamasipadasakuslakrimalis,

danobstruksipadabagianbawahduktusnasolakrimalissepertipoliphidung.
3. Sumberinfeksi,
sakuslakrimalismendapatinfeksidarikonjungtiva,
cavumnasi (penyebaran retrograde) atau sinus paranasalis.
4. Organismekausatif, meliputi staphylococci, pneumococci, streptococci,
dan pseudomonas pyocyanea. Infeksi granulomatous kronik yang
jarangberupa

tuberculosis,

sifilis,

leprosy,

danrhinosporiodosisjugadapatmenyebabkandakriosistitis.
VII.

Gejala Klinis
Gejala utama dakriosistitis adalah mata berair (epifora) dan banyak
sekret. Dakriosistitis pada orang dewasa, terdiri dari akut dan kronik. Pada
keadaan akut, terdapat tanda dan gejala radang berupa nyeri, eritema dan
edema pada daerah sakus lakrimalis. Pembesaran sakus yang terbungkus oleh
fascia lakrimal menimbulkan rasa nyeri. Pembesaran ini berisi sekret
mukopurulen yang akan memancar keluar jika ditekan. Terkadang juga
disertai oleh demam, walaupun demamnya ringan. Apabila tidak ditangani
dengan baik, pembesaran ini dapat mengecil dengan membentuk fistel.3,4,6
Pada keadaan kronik tidak terdapat rasa nyeri, tanda dan gejala radang
pun sangat tidak dominan, biasa gejala berupa mata berair yang bertambah
banyak bila mata kena angin. Bila kantung air mata ditekan dapat keluar
sekret mukoid dengan pus di daerah punktum lakrimal dan kelopak mata
melekat satu dengan yang lainnya.3,4,6
Gambaranklinispadadakriosistitiskronikdapatdibagimenjadi 4 stadium,
yaitu:1
1. Stadium
dakriosistitiskronikkataraldikarakteristikkandenganinflamasiringandarisak
uslakrimaldihubungkandengan
stadium

ini,

blockade

duktusnasolakrimalis.
gejala

Pada
yang

munculberupamataberairdankadangmatamerahringan di kantusdalam.
2. Stadium
mukokellakrimalberupastagnasikronikmenyebabkandistensisakuslakrimal
9

yang
ditandaidenganepiforakonstandihubungkandenganpembengkakanpadakant
usdalam.Regurgitasicairanmukoid

gelatinous

daripunktum

inferior

padapenekananbagian yang membesar.


3. Stadium
dakriosistitiskroniksupuratifdikarenakaninfeksipiogenik,
cairanmukoidmenjadipurulen, pergantianmukokelmenjadipiokel.
4. Stadium
sakuskronikfibrotik,
infeksiberulangdalamperiode

yang

berkepanjanganmenyebabkansakusfibrotikkarenamukosa yang menebal,


yang biasadihubungkandenganepiforapersistendan secret.

a.Dakriosistitis kronik

b.Dakriosistitis akut

Gambar 6 (a,b). Dakriosistitis pada orang dewasa.


(dikutipdarikepustakaan11)

VIII. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan
hasil pemeriksaan fisik. Dari anamnesis dan gejala klinik didapatkan mata
berair dan disertai dengan sekret yang banyak dan lengket, mata merah
disertai udem dan gejala bertambah berat jika terkena angin dan cuaca dingin
atau diawali dengan reaksi peradangan sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan udem dan nyeri tekan pada daerah sakus lakrimal dan bila
dilakukan penekanan pada kantung mata dapat keluar sekret yang mukoid
dengan pus di daerah punktum lakrimal.2
Beberapa

pemeriksaan

fisik

yang

dilakukan

bertujuan

untuk

mengetahui ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi.

10

Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi


pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test, fluorescein
clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat
warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak
obstruksinya dapat digunakan probing test dan anel test.2
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna
fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian
permukaan kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah
satu mata akan memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.2

Gambar 8. Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri.

(dikutipdarikepustakaan 2)
Fluorescein clearance testdilakukan untuk melihat fungsi saluran
ekskresi lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein
2% pada mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus
nasolakrimalisnya. Setelah itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan
pada akhir menit ke-6 pasien diminta untuk beringus (bersin) dan
menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue didapati zat warna, berarti duktus
nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.2
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran
ekskresi lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones
Test II. Pada Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi
pada duktus nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 12 tetes. Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus
11

nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan
berwarna hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya.
Pada Jones Test II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika
pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka
dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan
zat warna hijau pada kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya
dalam keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna
hijau pada kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan
bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang terganggu.2

Gambar 9. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II.

(dikutipdarikepustakaan 2)
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air
mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan.
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan
lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak
obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam
saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator,
kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa
masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika
yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.2

12

Gambar 10. Anel Test.

(dikutipdarikepustakaan 2)
Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan
penegakkan diagnosis dakriosistitis. CT scansangat berguna untuk mencari
tahu penyebab obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu
massa

atau

keganasan.

Dacryocystography

(DCG)

dandacryoscintigraphysangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan


anatomi pada sistem drainase lakrimal.2

Gambar 11. Probing Test.

(dikutipdarikepustakaan 2)
Dakriosistography
Lokasi obstruksi yang tepat dikonfirmasi dengan menyuntikkan
pewarna radiopak ke dalam sistem nasolakrimal (fakriosistogram) kemudian
digunakan sinar X untuk mengikuti passase zat pewarna melalui sistem.9

13

Gambar12 : Conventional dacryocystography. Normal.


(dikutipdarikepustakaan 9)

Gambar13 : Conventional dacryocystography.


Obstruksikomplitpadajalurlakrimalkanan (panah).
(dikutipdarikepustakaan 9)

PatologiAnatomi (PA)
Pasiendakriosistitiskronikdengankeluhanpembengkakanpersistenpadakantus
medial

danepiforadilakukandakriosistorinostomi.Saccuslacrimalis

mengalamipembesarandiangkatdan

di

yang
belah,

14

padapemeriksaansakuslakrimalislumen

berisi

mucus

purulensertadindingsaccus

dan

material
yang

mengalamipenebalan.Padapemeriksaanhistologik,
penebalandindingdikarenakaninfiltrasilimfositdenganformasifolikelpadasubm
ukosadanmenampakkan pus dan mucus di lumen.7

Gambar 14 (dikutipdarikepustakaan 7)

Gambar 15 (dikutipdarikepustakaan 7)

IX.

Diagnosis Banding1

15

Sinusitis etmoidal akut, biasanya lebih sering terjadi pada anak. Dengan
gejala berupa nyeri dan nyeri tekan diantara kedua mata dan di atas
jembatan hidung, ditemukan juga hidung tersumbat.

Selulitis orbita, infeksi jaringan lunak pada rongga orbita di sekitar bola
mata. Dengan gejala klinisnya berupa demam, nyeri pada daerah orbita
yang disertai bengkak dan kemerahan. Dimana bola mata mengalami
ptosis dengan lapangan pandang yang terbatas dan pasien merasa sakit saat
menggerakan bola mata.

Sinusitis frontal, hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus


ethmoidal. Penyakit ini terutama terjadi pada orang dewasa. Gejala klinis
dari sinusitis frontalis berupa nyeri kepala yang khas, yang berlokasi di
atas alis mata yang biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang
tengah hari, kemudian perlahan-lahan berkurang hingga menjelang malam.

Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata.


Dikenal bentuk hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum
eksternum merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum
internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di dalam
tarsus.Gejalanya berupa kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan
mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan.Hordeolum eksternum atau
radang kelenjar Zeis atau Moll akan menunjukkan penonjolan terutama ke
daerah kulit kelopak.

X. Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari dakriosistitis adalah dengan
melakukan kompres hangat pada duktus lakrimalis serta pengurutan daerah
sakus sehingga nanah bersih dari dalam kantung dan diberi antibiotik lokal,
dan sistemik. Bila terlihat fluktuasi dengan abses pada sakus lakrimal maka
dilakukan insisi untuk membuka dan membuang nanah. Bila kantung lakrimal
telah tenang dan bersih maka dilakukan pemasokan pelebaran duktus
nasolakrimal. Bila sakus tetap meradang dengan adanya obstruksi duktus

16

nasolakrimal, maka dilakukan tindakan pembedahan dakriosistorinostomi


atau operasi Toti. Pada operasi ini, pembedahan ini dibuat osteotomi pada
dinding depan dan bawah fossa lakrimal yang akan masuk pada meatus media
rongga hidung. Tindakan pembedahan hanya, dilakukan apabila gejala
peradangan sudah dapat diatasi terlebih dahulu.10
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan
masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan
antibiotik amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi
dalam tiga dosis dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk
tetes (moxifloxacin 0,5% atau azithromycin 1%) atau menggunakan
sulfonamid 4-5 kali sehari.10
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup
sering. Amoxicillin dan chepalosporine(cephalexin 500mg p.o.
tiap 6 jam)juga merupakan pilihan antibiotik sistemik yang
baik untuk orang dewasa.Untuk mengatasi nyeri dan radang,
dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen),
bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan
pemberian antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap
8 jam. Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase.
Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat diterapi
dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan
duktus

nasolakrimal

dapat

diperbaiki

dengan

cara

pembedahan jika sudah tidak radang lagi.10


Penatalaksaan
bertujuan

untuk

dakriosistitis
mengurangi

dengan

angka

pembedahan

rekurensi.

Prosedur

pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah


dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat
suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal
dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada
kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah
17

eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal


hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik
endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang
atau laser.10

Gambar 15. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal.

(dikutipdarikepustakaan 1)
Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika
dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya
yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi
dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada
fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis
tanpa membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan
cepat (rata-rata hanya 12,5 menit).
Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi
absolut dan kontraindikasi relatif. Kontraindikasi relatif dilakukannya
DCR adalah usia yang ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70

18

tahun) dan adanya mucocele atau fistula lakrimalis . Beberapa


keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain:

Kelainan pada kantong air mata :


- Keganasan pada kantong air mata.
- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis
Kelainan pada hidung :
- Keganasan pada hidung
- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma
- Rhinitis atopik
Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis

Gambar 16. Teknik Dakriosistorinostomi Internal.

(dikutipdarikepustakaan5)
XI.

Komplikasi
Penyulit

dakriosistitis

dapat

berbentuk

pecahnya

pus

yang

mengakibatkan fistel sakus lakrimal, abses kelopak, ulkus dan selulitis orbita.
Dakriosistitis dapat menjadi kronik sehingga sukar diobati. Adanya

19

dakriosistitis merupakan kontraindikasi untuk melakukan tindakan bedah


membuka bola mata seperti operasi katarak, glaucoma karena dapat
menimbulkan infeksi intraocular seperti endoftalmitis ataupun panoftalmitis.2
XII.

Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih
berpotensi terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak
ditangani secara tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan
tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi
eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi
sehingga prognosisnya dubia ad bonam.2

20

DAFTAR PUSTAKA
1.

Khurana AK. Disease of The Eyelid. In: Comprehensive Opthalmology 4th

2.

edition. New Delhi: New Age International. 2007. p.363-376.


Gilliand G Grant. Dacryocystitis. [online]. 2005 [Cited 2013 February 9].

3.

Available from: http://www.emedicine.com.


Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. Hal : 108-

4.

9
Riardon, P. E, Whitcher, J. Lacrimal Apparatus. In: Voughan and Asburys

5.

General Ophtalmology Edisi 14. p. 91-96


Bobbie Parwar, MD, MS; Chief Editor: Arlen D Meyers, MD, MBA.
Nasolacrimal System Anatomy. [online]. 2015 [Cited 2015 February 25].

6.

Available from: http://emedicine.medscape.com/article/835092-overview.


Lang GK. Disorder of the Eye Lid. In: Ophthalmology A Pocket Textbook

7.

Atlas. New York: Thieme; 2000. p.49-60


Sehu KW, Lee RW. Ophthalmic Patology: An Illustrated Guide for

8.

Clinicians. Chapter 2. USA: Blackwell;2005. p. 37.


Seeley, et al. The Special Sense. In: Essentials of Anatomy and Physiology

9.

Sixth Edition. p. 509


Shah, P, Elkington, AR. Eyelid, Orbital, and Lacrimal Disorders. In: ABC of

10.

Eye Fourth Edition. BMJ: 2004. p. 26-7


Asheim J and Spickler E. CT Demonstration of Dacryolithiasis Complicated
by Dacryocistitis. AJRN Am J Neuroradiol 26: 2640-2641. [online]. 2015

11.

[Cited 2015 February 27]. Available from: www.ajnr.org


Garrity, James. Eyelid and Lacrimal Disorders. In: Merck Manual

12.

Professional. USA: 2010


Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. Review of Optometry, The
Handbook of Occular Disease Management Twelfth Edition. [online]. 2015

13.

[Cited 2015 February 28]. Available from: http://www.revoptom.com/.


Austen D. Lacrimal Dilatation and Syringing. [cited 29 February 2015].
Available from: http://www.academy.org.uk/tutorials/dilation.htm

21

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea.


Section 11. San Fransisco: MD Association, 2005-2006
2. Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 1998
3. Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003,
hal 2, 134.
4. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005
5. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000. hal 356.
6. PERDAMI,. Ilmu Penyakit Mata Untuk dokter umum dan mahasiswa
kedokteran. Jakarta. 2002
7. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta.
2000
8. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;
1983

22

Anda mungkin juga menyukai