DISUSUN OLEH
Sriwahyuni Syamsul 111 2017 2020
PEMBIMBING
dr. Rachmat Faisal Syamsu, M.Kes
ii
KATA PENGANTAR
Kami sangat menyadari bahwa penulisan studi kasus ini belum mencapai
sebuah kesempurnaan. Oleh karena itu, kami dengan penuh harap beberapa saran
dan kritik saudara saudari yang dapat memperbaiki penulisan studi kasus-studi
kasus selanjutnya. Baik yang kami tulis sendiri atau orang lain.
Penulis
iii
ABSTRAK
Metode Penelitian : Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk
mempelajari hubungan antara faktor resiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan)
dengan menggunakan metode pengumpulan data dengan cara wawancara pasien dan
observasi ke tempat tinggal pasien.
Hasil Penelitian : Seorang pasien An. S.N datang ke Puskesmas Tamalate
dengan keluhan batuk yang sudah dialami sejak 3 hari yang lalu, terdapat lender berwarna
putih. Riwayat keluarga yakni anak dan cucu juga menderita keluhan yang sama. Serta
adanya kontak dengan penderita batuk lama yang merupakan tetangga korban.
Pemeriksaan fisis dalam batas normal. Penatalaksanaan pada pasien Infeksi Saluran
Pernapasan Akut berupa terapi farmakologi berupa mukolitik, anti histamine, dan vitamin
C, serta memberikan edukasi pada pasien agar mengaplikasikan etika batuk dan menjaga
pola hidup dan lingkungan yang sehat, sehingga penatalaksanaan yang diberikan pada
pasien telah sesuai standar kompetensi dokter Indonesia
Kesimpulan : Diagnosa klinik pada pasien ini adalah Infeksi Saluran Pernapasan
Akut. Diagnosa Psikososial yaitu kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit yang
diderita pasien serta kurangnya kesadaran keluarga untuk hidup sehat, dan keadaan sosial
ekonomi yang kurang.
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
v
4.1 Hasil Studi Kasus ....................................................................................... 32
LAMPIRAN ………………………………………………………………... 62
vi
HALAMAN PENGESAHAN
vii
HALAMAN PERSETUJUAN
Pembimbing Penguji
dr. Rachmat Faisal Syamsu, M.Kes dr. Hj. Hermiaty Nasruddin, M.Kes
8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
9
disadari oleh pemerintah sehingga dalam program Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (P2 ISPA) telah menggariskan untuk menurunka angka
kematian balita akibat pneumonia dari 5/1000 balita pada tahun 2000 menjadi 3/1000
pada tahun 2005 dan menurunkan angka kesakitan pneumonia balita dari 10-20%
menjadi 8-16% pada tahun 2005.3
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA baik secara langsung
maupun tidak langsung, menurut Sutrisna (1993) faktor resiko yang menyebabkan
ISPA pada balita adalah sosio-ekonomi (pendapatan, perumahan, pendidikan orang
tua), status gizi, tingkat pengetahuan ibu dan faktor lingkungan (kualitas udara).
Sedangkan Depkes (2002) menyebutkan bahwa faktor penyebab ISPA pada balita
adalah berat badan bayi lahir rendah (BBLR), status gizi buruk, imunisasi yang tidak
lengkap, kepadatan tempat tinggal dan lingkungan fisik.1
Lingkungan yang berpengaruh dalam proses terjadinya ISPA adalah
lingkungan perumahan dimana kualitas rumah berdampak terhadap kesehatan
anggotanya. Kualitas rumah dapat dilihat dari jenis atap, jenis lantai, jenis dinding,
kepadatan hunian, jenis bahan bakar masak yang dipakai. Faktor-faktor diatas diduga
sebagai penyebab terjadinya ISPA (Depkes RI, 2003).1
10
4. Apa hasil dari penatalaksanaan yang diberikan dan upaya pengendalian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut?
5. Apa saja tindakan yang perlu dilakukan untuk pencegahan penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan Akut?
1.3 Aspek dari Disiplin Ilmu Yang Terkait Dengan Judul Pendekatan
Kedokteran Keluarga Pada Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut
11
Pernapasan Akut, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia
yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
1.3.3 Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut.
1.3.4 Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi
kesehatan dalam praktik kedokteran.
1.3.5 Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa
mampu menyelesaikan masalah pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut secara holistik dan komprehensif baik secara
individu, keluarga maupun komunitas berdasarkan landasan ilmiah
yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang optimum.
1.3.6 Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah Infeksi Saluran
Pernapasan Akut dengan menerapkan prinsip keselamatan pasien,
keselamatan diri sendiri, dan keselamatan orang lain.
1.3.7 Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif, dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer.
12
keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu
kedokteran terkini (evidence based medicine).
13
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih
lanjut sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan di
perpustakaan.
1.4.3.2 Bagi Penderita (Pasien)
Menambah wawasan mengenai Infeksi Saluran
Pernapasan Akut yang meliputi proses penyakit dan
penanganan menyeluruh Infeksi Saluran Pernapasan Akut
sehingga dapat memberikan keyakinan untuk tetap berobat
secara teratur
1.4.3.3 Bagi Tenaga Kesehatan
14
c. Gejala batuk, pilek dan demam sudah berkurang atau berhenti.
d. Pemeriksaan fisik tidak didapatkan suhu yang lebih dari 37.2 pada
orang dewasa dan lebih dari 37.5 untuk anak-anak. Tidak ditemukan
hiperemis pada faring dan tonsil. Pada pemeriksaan fisis dalam batas
normal.
e. Penderita dan keluarga memahami dengan baik akan penyakit
penderita dalam hal ini mengenai penyebab, faktor yang menjadi
penyebabnya, cara pencegahannya, dan pengobatannya.
15
BAB II
PATOGENESIS
Infeksi
Saluran
Pernapasan
Akut
MANIFESTASI KLINIS
TATALAKSANA
- Antibiotik
- Suportif
16
2.1.1 KONSEP MANDALA
Gaya Hidup
- Pasien kebiasaan
mengonsumsi makanan
gorengan dan minuman
Perilaku Kesehatan dingin.
- Keluarga dan tetangga yang Lingkungan Psiko-Sosial-
- Ibu pasien jarang untuk
lain masih kurang mengetahui Ekonomi
kontrol kesehatan ke
tentang lingkungan yang sehat
Puskesmas (karena puskesmas
- Kondisi ekonomi
cukup jauh)
- Pengetahuan pasien tentang menengah kebawah
ISPA dan etika batuk masih - Hubungan pasien dengan
kurang tetangga cukup baik
Pasien
Pelayanan Kesehatan
Pasien datang Lingkungan Kerja
- Penyuluhan oleh petugas dengan keluhan
kesehatan tentang ISPA 1 bulan
batuk (+) berlendir - Pasien sehari-hari beraktivitas di
belum maksimal. rumah, bersekolah dan main.
putih, pilek (-)
- Jarak rumah dengan - Hubungan kerja sama dalam
puskesmas cukup jauh.
demam (-) yang
dialami sejak 3 hari keluarga cukup baik
- Pasien menggunakan fasilitas
kesehatan BPJS. yang lalu. Sesak (-).
N : 80X/i
P : 22X/i
S; 37.0C
Faktor Biologi Lingkungan Fisik
- Riw. Keluarga sering - Kebersihan rumah cukup
mengalami batuk dan terawat
pilek (+) - Sinar matahari dan ventilasi
- Riw tetangga memadai
menderita batuk lama Komunitas - Kebersihan WC baik
(+) Kurang bersih
- Tingkat kebisingan di
Pemukiman padat, lingkungan rumah dan
dan sanitasi sekitarnya cukup baik
lingkungan yang - Keamanan di sekitar rumah
cukup. cukup baik
17
2.2 PENDEKATAN DIAGNOSIS HOLISTIK UNTUK MENGETAHUI
PENYEBAB ISPA PADA PELAYANAN KEDOKTERAN KELUARGA DI
LAYANAN PRIMER
18
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi
ASPETRI Jateng 2011)
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien
3. Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran
penyaring
4. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
5. Melakukan anamnesis
6. Melakukan pemeriksaan fisik
7. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi, prognosis,
dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
8. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
9. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas kehidupan
pasien
10. Menilai aspek fungsi social
Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga di
layanan primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya promosi
kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai bagian dari
keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara terpadu
dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
19
5. Pelayanan medis yang terpadu
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation) dengan
memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko-legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan
bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan
terus menerus demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu, artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan pasien
pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas program
dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik dari formal
maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
20
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien adalah
seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan spiritual, serta
berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari
beberapa aspek yaitu:
1. Aspek Personal :Keluhan utama, harapan, dan kekhawatiran
2. Aspek Klinis :Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan
diagnosis kerja dan diagnosis banding
3. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
4. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
5. Derajat Fungsi Sosial:
o Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
o Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan
o Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan,
hanya dapat melakukan kerja ringan
o Derajat 4: Banyak kesulitan, dapat melakukan aktifitas kerja, bergantung
pada keluarga
o Derajat 5: Tidak dapat melakukan kegiatan
2.3 ISPA
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang
benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA
meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA
adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari, yang dimaksud
dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru,
21
beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput
paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti
batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian
anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik
dapat mengakibat kematian. 1
22
balita, suplementasi vitamin A, durasi pemberian ASI, pendidikan ibu, pendapatan
keluarga, crowding,pajanan rokok, serta pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu
terhadap ISPA. 2
2.3.2 EPIDEMIOLOGI
2.3.2.1 Menurut trias epidemiologi
Model segitiga epidemiologi atau triad epidemiologi menggambarkan ineraksi
tiga komponen penyakit yaitu manusia (host), penyebab (agent) dan lingkungan
(environment). Berikut ini akan dijabarkan hubungan 3 komponen yang terdapat
dalam model segitiga epidemiologi dengan factor risiko terjadinya ISPA pada anak
balita
Faktor penyebab (Agent) adalah penyebab dari penyakit yaitu berupa bakteri,
virus, jamur dan protozoa.4
Faktor manusia (Host) adalah organisme, biasanya manusia atau pasien. Faktor
risik infeksi pasien meliputi : usia, jenis kelamin, berat badan lahir, riwayat
pemberian ASI, status izi, riwayat pemberian vit.A, riwayat imunisasi, status
ekonomi dan riwayat asma.4
Faktor lingkungan (environment), factor lingkungan yang dapat menjadi risiko
terjadinya ISPA pada anak balita meliputi kepadatan rumah, kelembaban, cuaca,
polusi udara. Kondisi lingkungan dapat dimodifikasi dan dapat diperkirakan
dampak atau akses buruknya sehingga dapat dicarikan solusi ataupun kondisi
yang paling optimal bagi kesehatan. 4
23
Menurut World Health Organization (WHO) common cold atau ISPA
merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi. WHO memperkirakan
insidensi ISPA di negara berkembang dengan angka kematian balita diatas 40 per
1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia bayi dan
balita.5
Distribusi menurut waktu
Period prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013 (25,0%) tidak
jauh berbeda dengan 2007 (25,5%) (gambar 3.4.1). Berdasarkan hasil (Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013) pravelensi common cold di Indonesia sekitar
25,0% dan 13,8% kasus setelah terdiagnosis pasti oleh dokter6
Distribusi menurut tempat
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan beban utama bagi
kesehatan anak di negara berkembang. Infeksi Saluran Pernapasan Akut terutama
saluran pernapasan bawah, adalah penyebab utama kematian di antara anak-anak
di bawah usia lima tahun di negara-negara tersebut, mengakibatkan hampir 1,9
juta kematian anak per tahun, dimana 20% diperkirakan terjadi di India.6
Di seluruh dunia, sekitar 85-88% dari episode ISPA adalah Infeksi Saluran
Pernafasan Akut Bagian Atas (AURI) sementara sisanya adalah Infeksi Saluran
Pernafasan Akut Bawah (ALRI). Dalam perkiraan terbaru kematian terkait Infeksi
Saluran Pernafasan Akut Bawah di India, pneumonia bertanggung jawab atas
369.000 kematian (28% dari semua kematian) di antara mereka 1-59 bulan,
menjadikannya pembunuh paling penting dalam kelompok usia ini. 6
Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit
ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit
atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak. Period prevalence ISPA
dihitung dalam kurun waktu 1 bulan terakhir. Lima provinsi dengan ISPA
tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%),
Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Pada Riskesdas 2007,
24
Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi tertinggi dengan ISPA. Period
prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013 (25,0%) tidak jauh berbeda
dengan 2007 (25,5%)6
2.3.3. ETIOLOGI
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA
antara lain adalah golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus,
Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.2
Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus
dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang
ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin,
semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik. ISPA dapat ditularkan melalui
air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup
oleh orang sehat kesaluran pernapasannya. Kelainan pada sistem pernapasan terutama
infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah, asma dan fibro kistik, menempati
bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri.1
Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus,
sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil
terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan
yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya
kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai
untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya
pemakaian antibiotik .1
25
2.3.4 PATOGENESIS
Batuk adalah bagian dari mekanisme pertahanan tubuh di paru-paru. Batuk
terjadi jika ujung serabut saraf (reseptor batuk) di saluran napas teriritasi oleh
mediator peradangan yang diproduksi sebagai respons terhadap infeksi atau akibat
adanya lendir. Sebagian besar reseptor batuk terletak di laring dan trakhea. Semakin
ke bawah, jumlah reseptor semakin berkurang. Di saluran napas kecil (bronkhiolus)
maupun alveoli tidak ada reseptor batuk. Material dari saluran napas bawah dan
alveoli dipindahkan oleh silia ke saluran napas besar yang selanjutnya merangsang
terjadinya batuk. Refleks batuk ini menyebabkan dikeluarkannya material tersebut ke
orofaring. Di daerah laring terdapat pita suara. Daerah ini pada bayi dan anak
merupakan daerah yang sempit. Saat infeksi, bisa terjadi pembengkakan pita suara
dan hal ini bisa menyebabkan kesulitan bernapas. Bronkhiolus yang terkecil memiliki
diameter kurang dari 0,5 mm. Peradangan di cabang terkecil bronkiolus ini seringkali
menyebabkan sulitnya tubuh untuk mengeluarkan napas, sehingga terdengar bunyi
mengi/wheezing.7
26
Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi
dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang,
grunting expiratoir dan wheezing.
Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi
dan cardiac arrest.
Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris
hypoxemia,
hypercapnia dan
acydosis (metabolik dan atau respiratorik)
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah:
tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan
tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa
minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang
biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan
dingin1
Riwayat kesehatan terbaru pasien (dalam masa inkubasi yang diketahui atau
yang diduga) yang meliputi:8
baru melakukan perjalanan ke suatu daerah di mana terdapat pasien yang
diketahui menderita ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran;
baru mengalami pajanan kerja, misalnya pajanan terhadap hewan yang
mengalami gejala flu burung, atau
baru kontak dengan pasien lain yang terinfeksi ISPA yang dapat menimbulkan
kekhawatiran.
27
2.3.6 TATALAKSANA
Penatalaksanaan terapi ISPA tidak hanya bergantung pada penggunaan
antibiotik, ISPA yang disebabkan oleh virus tidak memerlukan terapi antibiotik,
cukup didukung dengan terapi suportif. Terapi suportif berperan dalam mendukung
keberhasilan terapi antibiotik, karena dapat mengurangi gejala dan meningkatkan
performa pasien. Obat yang digunakan pada terapi suportif umumnya merupakan
obat bebas yang bisa didapat di apotek, dengan berbagai macam variasi. 9
Penggunaan antibiotik pada terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri, sebaiknya sebelum memulai terapi dengan antibiotik sangat penting untuk
dipastikan apakah infeksi yang disebabkan oleh bakteri benar-benar ada. Penggunaan
antibiotik tanpa adanya landasan atau bukti adanya infeksi dapat menyebabkan
resistensi terhadap suatu antibiotik. Bukti infeksi dapat dilihat dari kondisi klinis
pasien yaitu demam, leukositsis maupun hasil kultur. 9
a. Antibiotik
Berikut beberapa antibiotik yang digunakan sebagai pengobatan ISPA:
1) Penisilin
Amoksisilin adalah antibiotik derivat penisilin yang berspektrum luas
dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri yang
mencakup E. Coli, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae. Penambahan gugus β-
laktamase inhibitor seperti klavulanat memperluas cakupan hingga
Staphylococcus aureus, Bacteroides catarrhalis. Sehingga saat ini amoksisilin
klavulanat merupakan alternatif bagi pasien yang tidak dapat mentoleransi
alternatif lain setelah resisten dengan amoksisilin. 9
2) Sefalosporin
Sefalosporin termasuk golongan antibiotika betalaktam dan menajdi
antibiotika pilihan kedua pada beberapa infeksi. Seperti antibiotik betalaktam
lain, mekanisme kerja antibiotik sefalosporin adalah dengan menghambat
28
sintesis dinding sel mikroba dengan menghambat reaksi transpeptidase tahap
ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Sefalosporin aktif
terhadap kuman gram-positif maupun garam negatif, tetapi spektrum
masingmasing derivatnya bervariasi. Klasifikasi antibiotik golongan
sefalosporin berdasarkan generasi, dan ditentukan oleh aktivitas
mikrobiologinya. Generasi pertama bersifat sensitif terhadap β-laktamase,
contoh sefazolin dan sefaleksin. Generasi kedua memiliki stabilitas lebih baik,
dan aktivitas terhadap bakteri gram negatif lebih tinggi, contoh sefaklor,
sefamandol, dan sefoksitin. Generasi ketiga memiliki spektrum yang lebih
luas dan lebih resisten terhadap enzim β- laktamase serta dapat menemmbus
sawar otak, contoh sefotaksim, seftriakson dan seftazidim. Generasi keempat
memiliki aktivitas lebih baik terhadap bakteri gram positif dan negatif, contoh
sefepim dan sefpirom.10
3) Kotrimoksasol
Kotrimoksasol merupakan antibiotik golongan sulfonamid, yang
dikombinasikan dari sulfametoksasol dengan trimetropim. Mekanisme
kerjanya menghambat sintesis asam folat sedangkan trimetropim menghambat
reduksi asam dihydrofolat menjadi tetrahydrofolat sehingga menghambat
enzim pada jalur sintesis asam folat. Aktivitas yang dimiliki kotrimoksasol
meliputi bakteri gram negatif seperti E.coli, klebsiella, enterobacter sp, M
morganii, P. Mirabilis, P. Vulgaris, H. Influenza, salmonela, serta gram positif
seperti S. Pneumoniae, Pneumocytis carinii, serta parasit seperti Nocardia sp.9
4) Kloramfenikol
Kloramfenikol termasuk antibiotik yang berspektrum luas. Antibiotik
ini aktif terhadap bakteri aerob maupun anaerob, kecuali Pseudomonas
aeruginosa. Termasuk antibiotik bakteriostatik dengan mekanisme kerja
menghambat sintesis protrein bakteri. Diabsorbsi di usus dengan cepat, difusi
ke semua jaringan dan rongga tubuh sangat baik, diubah menjadi metabolit
29
yang tidak aktif (glukuronida) di dalam hati. Ekresinya di ginjal, terutama
sebagai metabolit inaktif.11
5) Makrolida
Eritromisin merupakan prototipe golongan ini sejak ditemukan
pertama kali tahun 1952. Komponen lain golongan makrolida merupakan
derivat sintetik dari eritromisin. Derivat tersebut terdiri dari spiramIsin,
midekamisin, roksitromisin, azitromisin dan klaritromisin. Azitromisin
memiliki aktivitas yang lebih poten terhadap gram-negatif, volume distribusi
yang lebih luas serta waktu paruh yang lebih panjang. Klaritromisin memiliki
waktu paruh plasma lebih panjang, penetrasi ke jaringan lebih besar serta
peningkatan aktivitas terhadap H. Influenzae, Legionella pneumophila.
Sedangkan roksitromisin memiliki aktivitas setara dengan eritromisin, namun
profil farmakokinetiknya mengalami peningkatan sehingga lebih dipilih untuk
infeksi saluran pernafasan.9
b. Terapi suportif
30
1. Ekspektoran: stimulasi produksi mukus oleh bronkus sehingga lebih
mudah dikeluarkan oleh refleks batuk atau oleh transpor silia.
2. Mukolitik: mengubah viskositas sekret bronkus sehingga lebih mudah
dikeluarkan dengan batuk atau transpor silia. 7
MENGURANGI KONGESTI HIDUNG
1. Simpatomimetik Kerjanya meniru obat yang menstimulasi syaraf
adrenergik dan simpatetik postganglion. Termasuk efek stimulasi jantung
dan SSP, konstriksi pembuluh darah kulit dan membran mukosa, serta
dilatasi bronkus. Ada 2 jenis obat simpatomimetik, (1) bekerja langsung di
reseptor adrenergic; (2) tidak langsung; melalui pelepasan norepinefrin
dari ujung syaraf. Beberapa obat misalnya efedrin, bekerja melalui
mekanisme langsung dan tidak langsung
2. Anti histamine
3. Anti kolinergik. 7
2.3.7 PENCEGAHAN
31
b. Meningkatkan daya tahan tubuh anak
1) Manjaga gizi anak tetap baik dengan memberikan makanan yang cukup
bergizi (cukup protein, kalori, lemak, vitamin dan mineral). Bayi-bayi sedapat
mungkin mendapat air susu ibu sampai usia dua tahun.
2) Kebersihan anak harus dijaga agar tidak mudah terserang penyakit menular.
3) Memberikan kekebalan kepada anak dengan memberikan imunisasi. 12
32
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS
33
3.2.2 Gambaran Umum Lokasi Studi Kasus
Keadaan Geografis
34
Puskesmas Tamalate tepatnya berlokasi di Jalan Dg Tata I BTN Tabaria Blok
GV no 8 RW 5 Kelurahan Bontoduri Kecamatan Tamalate, jarak dan waktu
35
Jumlah 9,38 161 26 61.454
Tabel 4.Luas wilayah, Jumlah kelurahan, Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas
Tamalate Tahun 2019
Adapun jumlah Penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Tamalate pada tahun
2018 adalah 61.454 jiwa dengan jumlah Rumah Tangga sebanyak 11.330.
Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin dan golongan umur dalam
wilayah kerja Puskesmas Tamalate tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
36
7 30-34 1002 778
8 35-39 124 987
9 40-44 221 657
10 45-49 34 765
11 50-54 23 897
12 55-59 72 466
13 60-64 40 76
14 65-69 101 197
15 70-74 34 62
16 +75 20 23
Jumlah 60.302
Tabel 6.Data Jumlah menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur di Wilayah Kerja
Puskesmas Tamalate Tahun 2019
Data Jumlah Penduduk Menurut Agama di Wilayah Kerja
Puskesmas Tamalate Tahun 2018
No Agama Jumlah
1 Islam 41.858 Jiwa
2 Kristen 18.289 Jiwa
3 Katolik 808 Jiwa
4 Hindu 84 Jiwa
5 Budha 19 Jiwa
Tabel 7. Data Jumlah Menurut Agama di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate Tahun
2019
Kelurahan
No Mata Pencaharian
Balang Parang Bontoduri
37
Baru Tammbung
1 PNS 303 197 122
2 Pengrajin Industri 9 45 70
3 Pedagang Keliling 92 98 60
5 Dokter Swasta 2 1 0
6 Bidan Swasta 5 11 10
7 Pembantu RT 111 32 11
8 TNI 21 5 64
9 POLRI 130 84 31
10 Pengusaha Kecil 305
601 621
dan Menengah
11 Pensiunan 173
36 137
PNS,Polri,TNI
12 Pengacara 5 1 4
13 Notaris 0 1 2
14 Jasa Pengobatan 1
2 1
Alternatif
15 Dosen Swasta 29 18 31
16 Arsitektur 2 9 1
17 Karyawan 367
440 720
Perusahaan Swasta
18 Karyawan 39
Perusahaan 8 42
Pemerintah
19 Lain-Lain 1798 1984 1292
Tabel 8. Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan dan Kegiatan Ekonomi Kerja
Puskesmas Tamalate Tahun 2019
38
Sarana kesehatan milik Pemerintah, Swasta dan partisipasi masyarakat yang
terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Tamalate turut berperan dalam peningkatan
status derajat kesehatan masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas Tamalate.
Jenis sarana kesehatan yang terdapat diwilayah kerja Puskesmas Tamalate
tahun 2019 terdiri dari :
- Rumah Sakit Umum : 2 buah
- Rumah Sakit Bersalin : 1 buah
- Puskesmas : 1 buah
- Puskesmas Pembantu : 1 buah
- Balai / Klinik Pengobatan : 1 buah
- Dokter Praktek : 11 orang
- Bidan Praktek Swasta ( BPS ) : 5 orang
- Apotek : 10 buah
- Posyandu : 23 buah
Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Puskesmas Tamalate berdasarkan Peraturan Walikota
Makassar tentang struktur organisasi yaitu Peraturan walikota 41 Tahun 2012
tanggal 19 september 2012 dan mengacu pada peraturan Menteri Kesehatan
nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas terdiri atas :
a. Kepala Puskesmas
b. Kepala Subag Tata Usaha membawahi beberapa kegiatan diantaranya :
Sistem informasi kesehatn, Kepegawaian, Rumah Tangga dan
Keuangan
c. Penanggung jawab UKM Esensial dan Keperawatan Kesehatan
Masyarakat membawahi :
1) Pelayanan promosi kesehatan beserta UKS.
2) Pelayanan Kesehatan Lingkungan.
3) Pelayanan Kesehatan ibu, anak dan Keluarga Berencana.
39
4) Pelayanan Gizi.
5) Pelayanan pencegahan penyakit menular dan penyakit tdak
Menular.
6) Pelayanan keperawatan kes masyarakat.
d. Penangguang jawab UKM Pengembangan membawahi :
1) Pelayanan kesehatan jiwa
2) Pelayanan kesehatan gigi masyarakat ( UKGM )
3) Pelayanan kesehatan tradisional komlpementer
4) Pelyanan kesehatan olah raga
5) Pelayanan Kesehatan indra
6) Pelayanan Kesehatan Lansia
7) Pelayanan Kesehatan Kerja
e. Penanggung jawab UKP, kefarmasian dan Laboraterium membawahi
:
1) Pelayanan pemeriksaan umum
2) Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut
3) Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKP
4) Pelayanan Gawat darurat
5) Pelayanan Persalina
6) Pelayanan Kefarmasian
7) Pelayanan Laboraterium
f. Penanggung jawab jaringan pelayanan puskesmas dan jejaring
fasilitas pelayanan kesehatan membawahi :
a. Puskesmas Pembantu
b. Puskesmas Keliling
c. Bidan Desa / Bidan kelurahan
d. Jejaring Fasilitas Pelayanan kesehatan
40
Visi Dan Misi Puskesmas
Visi
“ Mewujudkan Masyarakat Tamalate Sehat ”.
Misi
- Memelihara, meningkatkan kesehatan individu , keluarga,
- Masyarakat serta lingkungan.
- Meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
- Meningkatkan kerja sama lintas sector dan lintas program.
- Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
Upaya Kesehatan
Upaya Kesehatan di Puskesmas Tamalate terbagi atas 2 (dua) Upaya
Kesehatan Yaitu Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) sesuai peraturan Menteri Kesehatan No.75 tahun 2014
tentang Puskesmas.
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), meliputi :
a. Pelayanan promosi kesehatan beserta UKS
b. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
c. Pelayanan Kesehatan ibu, anak dan Keluarga Berencana
d. Pelayanan Gizi
e. Pelayanan pencegahan penyakit menular dan penyakit tdak menular
f. Pelayanan keperawatan kes masyarakat
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP), meliputi :
a. Pelayanan kesehatan jiwa
b. Pelayanan kesehatan gigi masyarakat ( UKGM )
c. Pelayanan kesehatan tradisional komlpementer
d. Pelayanan kesehatan olah raga
e. Pelayanan Kesehatan indra
41
f. Pelayanan Kesehatan Lansia
g. Pelayanan Kesehatan Kerja
3.2.3.5 Alur Pelayanan
Pasien
Loket
Ruang
Tindakan
Apotik
Pasien
42
5. Diabetes Melitus : 129 Kasus
6. Osteoarthritis : 123 Kasus
7. Dermatitis : 120 Kasus
8. Influenza : 103 Kasus
9. Diare : 85 Kasus
10. Gangguan jaringan lunak lainnya : 60 Kasus
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
44
e. Riwayat gastritis : disangkal
f. Riwayat trauma : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat hipertensi : disangkal
2. Riwayat diabetes : disangkal
3. Riwayat alergi : disangkal
4. Batuk lama : nenek pasien diketahui sering-sering
batuk dan pilek, tetangga pasien diketahui pernah menderita penyakit TB,
riwayat pengobatan tidak diketahui.
45
Kornea : Jernih
Sklera : Ikterus tidak ada
Pupil : Isokor 2,5 mm
2. Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : Tidak ada
3. Hidung
Perdarahan : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
Bibir : Kering tidak ada
Gusi : Perdarahan tidak ada
Tonsil : Hiperemis tidak ada
Lidah : Kotor tidak ada
4. Leher
Kelenjar getah bening : MT tidak ada, NT tidak ada
Kelenjar gondok : MT tidak ada, NT tidak ada Dada
Inspeksi : Simetris kiri-kanan
Bentuk : Normochest
Buah dada : Tidak ada kelainan
Sela iga : Tidak ada pelebaran
5. Thorax
Palpasi : Fremitus Raba : Kiri = Kanan ; Nyeri tekan: (-)
Perkusi : Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru hepar : ICS VI Dextra Anterior
Batas paru belakang kanan : V Th IX Dextra Posterior
46
Batas paru belakang kiri : V Th X Sinistra Posterior
Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/-;Wh -/-
6. Punggung
Inpeksi : kifosis tidak ada
Palpasi : MT tidak ada, NT tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada
Auskultasi : Rhonki dan wheezing tidak ada
7. Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal
Auskultasi : BJ I/II murni regular
Bunyi tambahan : Bising tidak ada Abdomen
Inspeksi : Ascites tidak ada, datar, ikut gerak napas
Palpasi : MT tidak ada, NT tidak ada daerah epigastrium
Hati& Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement tidak ada
Lain-lain :-
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
8. Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
9. Anus dan rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
10. Ekstremitas : Tidak tampak kelainan
- Status Neurologis
GCS : E4 M6 V5 = 15
Pupil : di tengah bulat isokor, ukuran 3mm/3mm
a. Anggota gerak atas
47
Kekuatan : 5/5
Tonus : (+) / (+)
Atrofi : (-) / (-)
Refleks fisiologis
Biceps :(+) / (+)
Triceps : (+)/ (+)
Refleks Patologis
Refleks Hoffman : (-) / (-)
Refleks Trommer : (-) / (- )
Sensibilitas
Taktil : normal/normal
Nyeri : normal/normal
Suhu : Tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan
b. Anggota gerak bawah
Kekuatan : 5/5
Tonus : (+) / (+)
Atrofi : (-) / (-)
Refleks fisiologis
Patella : (+) / (+)
Achilles : (+) / (+)
Refleks Patologis
Babinski : (-) / (-)
Chaddock : (-) / (-)
Gordon : (-) / (-)
Oppenheim : (-) / (-)
Sensibilitas
48
Taktil : (+) / (+)
Nyeri : (+) / (+)
Suhu : Tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan
4.1.4 Pemeriksaan Penunjang
-
4.1.5 Diagnosis
- Infeksi Saluran Pernapasan Akut
- Edukasi
1. Mengurangi kebiasaan mengkonsumsi minuman atau makananan yang dingin
2. Mengurangi kebiasaan mengkonsumsi makanan gorengan
3. Istirahat cukup
4. Menggunakan masker saat batuk
5. Hindari kontak langsung dengan penderita TB aktif
6. Mengonsumsi obat sesuai dengan anjuran dokter.
49
7. Konsumsi makanan yang sehat dan bergizi
8. Kontrol ke Puskesmas atau Rumah Sakit jika keluhan tidak membaik.
Pasien An. SN (6 tahun) tinggal serumah bersama Bapak Tn. H (42 tahun), Ibu
Ny. A 34 tahun, dan kakaknya R 12 tahun.
Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Kelamin
Kepala 42
1 Tn.H Laki-laki SMA Buruh
keluarga tahun
34
2 Ny. A Istri Perempuan SMA IRT
tahun
12
3 An. R Anak Laki-laki SD Pelajar
tahun
50
4.2.3 Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup
51
4.2.4 Kepemilikan Barang-barang Berharga
Keluarga An. SN memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya yaitu
satu buah laptop yang terletak di kamar.
Menu makanan sehari-hari keluarga ini bervariasi. Menu makanan yang biasa
dihidangkan Ny.S terdiri dari nasi, sayur, dan lauk yang digoreng yang biasanya
dimasak sendiri. Sayur yang dikonsumsi cukup bervariasi antara lain sayuran hijau,
terutama kangkung dan bayam baik direbus atau ditumis. Lauk yang dihidangkan
bervariasi seperti telur, tahu maupun tempe. Untuk buah-buahan sangat jarang
dikonsumsi oleh keluarga ini. Pola makan keluarga ini tiga kali sehari, terdiri dari
sarapan pagi, makan siang dan makan malam.
52
Kurangnya pengetahuan tetangga mengenai pola hidup bersih dan sehat sehingga
tidak ada upaya pencegahan terhadap penularan penyebab infeksi paru, dukungan
gaya hidup sehat yang kurang dari keluarga.
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang
dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5 Fungsi pokok
keluarga, antara lain :
- Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
dibutuhkan.
- Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam
mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
- Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan
keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua anggota
keluarga.
- Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional yang berlangsung.
- Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.
Penilaian :
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0
Total Skor:
53
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit
Penilaian
Hampir
Hampir Kadang-
No Pertanyaan Tidak
Selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
1. Adaptasi
Jika obat Anda habis / jadwal kontrol
laboratorium tiba apakah ada anggota
keluarga yang bersedia mengantarkan Anda √
ke Puskesmas?
2. Partnership (Kemitraan)
Jika Anda lupa minum obat, apakah ada
anggota keluarga yang selalu mengingatkan √
untuk konsumsi obat secara rutin?
3. Growth (Pertumbuhan)
Jika Anda tidak dapat melakukan pekerjaan
rumah karena keterbatasan anda akibat
√
penyakit yang anda derita sehingga
pekerjaan rumah menumpuk, apakah suami
anda mau mengerti dengan anda?
4. Affection (Kasih Sayang)
Jika Anda merasa cemas akibat penyakit
anda, apakah anggota keluarga yang lain √
selalu mendampingi Anda dalam mengatasi
kecemasan tersebut?
5. Resolve (Kebersamaan)
√
Anda disarankan untuk mengurangi
54
konsumsi makanan gorengan, berlemak dan
makanan bergaram. Apakah anggota
keluarga yang lain mengkonsumsi menu
yang sama dan makan bersama?
Total Skor 5
Tabel 9. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita Infeksi Saluran Pernapasan
Akut
Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 5 ini menunjukkan Fungsi keluarga
kurang sehat.
- Sosial :
Keluarga asien memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan tetangga, masih
ada tetangga yang kurang peduli akan kesehatan.
- Cultural :
Pasien dan keluarganya mengadakan acara pernikahan sesuai adat istiadat Bugis-
Makassar.
Makanan yang sering ada pada saat pesta dan perayaan-perayaan tertentu yaitu
makanan tinggi gula seperti kue cucur bayao, pisang ijo, dan pisang goreng
balanda. Kue cucur, barongko, serta pisang goreng balanda dibuat dengan
menggunakan telur dan gula yang banyak sehingga menjadikan rasa kue ini sangat
manis. Selain itu, makanan yang berbahan tinggi lemak dan kalori seperti konro,
coto Makassar, dan Sop saudara sudah menjadi makanan sehari-hari masyarakat
Makassar.
- Religious :
Keluarga pasien kadang melakukan sholat 5 waktu.
- Economy :
Ekonomi pasien menengah kebawah.
55
- Education :
Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu SMA, pengetahuan tentang
ilmu kesehatan, terutama penyakit infeksi saluran pernapasan masih kurang.
- Medication:
Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan dari puskesmas dan
memiliki asuransi kesehatan BPJS.
A. Fungsi Keturunan
a. Genogram
Dalam keluarga pasien, nenek pasien juga memiliki keluhan yang serupa.
: Perempuan Normal
: Perempuan ISPA
56
: Laki-Laki normal
: Laki-laki ISPA
b. Bentuk keluarga
Bentuk keluarga ini adalah keluarga campuran (blended family). Keluarga
terdiri dari Tn. H sebagai kepala keluarga, Ny. A sebagai istri. An. R dan An. SN
sebagai Anak
Keterangan:
: Ayah Kandung
: Ibu Kandung
: Anak kandung
57
4.3 PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini adalah ISPA, didapatkan berdasarkan anamnesis
secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek risiko internal, dan aspek
risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan melakukan pendekatan
menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.
58
cukup bersih namun pentingnya PHBS dirumah akan pentingnya PHBS
hygiene masih untuk mencegah infeksi. dan mau
kurang mengaplikasikan dengan
baik PHBS dilingkungan
dan rumah mereka
- Pasien ada keinginan 3 - Edukasi untuk berobat - Pasien berobat secara 4
untuk berobat namun secara teratur serta minum teratur dan minum obat
masih kurang obat sesuai anjuran dokter sesuai anjuran dokter
kepeduliannya
terhadap kepatuhan
terhadap anjuran
dokter.
Faktor Psikososial
- Kurangnya perhatian 2 - Menyarankan kepada - Anggota keluarga 4
keluarga pasien anggota keluarga untuk bersedia memberi
terhadap penyakit lebih perhatian dengan perhatian lebih kepada
yang dialami oleh kondisi pasien pasien
anggota keluarga
Total Skor 14 24
Rata-rata Skor 2,3 4
Tabel 10. Skoring Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Penyelesaian Masalah
dalam keluarga
59
4.3.2 Diagnosis Holistik, Tanggal Intervensi, dan Penatalaksanaan
Selanjutnya
A. Anamnesis Holistik
- Aspek Personal
Saat saya mendatangi rumah pasien, pasien sedang menunggu di
depan rumahnya, karena sebelumnya saya sudah menyampaikan pada pasien
bahwa kami akan melakukan home visit. Suami pasien dan ketiga anaknya
juga serta cucunya berada di rumah. Pasien baru pertama kali mendapat
kunjungan dari pihak puskesmas untuk mengontrol keadaan pasien,
disamping itu pasien sangat begitu senang karena ada teman berbagi cerita.
- Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, didapatkan diagnosis ISPA.
60
- Aspek Faktor Risiko Internal
Keluarga pasien ada yang memiliki gejala yang sama yakni nenek pasien juga
sedang batuk dan pilek. Selain itu tetangga pasien juga diketahui mengalami
batuk lama. Pasien masih kurang mengetahui tentang etika batuk.
- Aspek Fungsional
Sejauh ini anak S.N tidak merasakan adanya gangguan dalam melakukan
aktivitasnya, anak S.N menjalankan fungsi sosial dengan baik.
- Derajat Fungsional
Derajat 1 yaitu tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri.
61
Tamalate
Aspek memberikan informasi Pasien Saat pasien Pasien dapat Tidak Tidak
risiko mengenai risiko-risiko berobat ke mengetahui cara ada menolak
internal penyebab ISPA dan Puskesmas mencegah
cara mencegah Tamalate berulangnya
penularan penyakit ke ISPA
anggota keluarga yang
lain
Aspek Mengedukasi keluarga Keluarga Pada saat Keluarga dan Tidak Tidak
risiko dan tetangga untuk dan kunjungan tetangga ada menolak
external peduli dengan tetangga rumah memberi
kesehatan anggota pasien perhatian dan
keluarga dan dukungan lebih
tetangganya kepada anggota
keluarga dan
tetangga yang
lain.
Mengetahui
Mengedukasi keluarga tentang ISPA,
dan tetangga pasien cara mengelola
mengenai ISPA, lingkungan
mengelola lingkungan menjadi
sehat dan mengetahui lingkungan yang
etika batuk sehat dan
memahami etika
batuk
Aspek Menganjurkan untuk Pasien Pada saat Agar kondisi Tidak Tidak
fungsional olahraga teratur kunjungan tubuh selalu ada menolak
rumah sehat dan bugar
Tabel 11. Anamnesis Holistik Pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum baik. Tanda Vital: Nadi : 80 x/menit, Pernapasan : 22 x/menit,
Suhu : 37,0oC. Tidak didapatkan kelainan klinis yang bermakna.
C. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
62
risiko eksternal dengan melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan
diagnostik holistik.
Diagnose Psikososial:
Kurangnya pengetahuan mengenai etika batuk dan factor-faktor yang
menyebabkan penularan penyakit.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak menderita penyakit
ISPA antara lain :
Mengatur pola makan
Olahraga teratur, istirahat yang cukup
Selalu memeriksakan dan rutin kontrol di Puskemas ataupun Rumah
Sakit
Memiliki pengetahuan tentang etika batuk.
Pencegahan Sekunder
Pengobatan farmakologi berupa :
- Ambroxol syr 3x1/2 cth
- Vit.C
63
Terapi untuk keluarga yang sedang menderita penyakit yang sama juga
sama pengobatannya, selain itu memberikan pengetahuan tentang pola hidup
bersih dan sehat, serta etika batuk pada keluarga dan tetangga. Anggota keluarga
diberikan pemahaman agar bisa meningkatkan kepeduliannya terhadap kesehatan
anggota keluarga lainnya.
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
A. Melakukan diagnosis secara klinis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisis
dan pemeriksaan penunjang, serta menginterpretasikan hasilnya dalam
mendiagnosis Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
B. Melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi Infeksi Saluran Pernapasan
Akut sesuai standar kompetensi dokter Indonesia.
C. Menggunakan landasan ilmu kedokteran klinis dan kesehatan masyarakat
dalam pendekatan holistik melakukan upaya pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut secara holistik dan komprehensif baik secara individu,
keluarga maupun komunitas.
5.2 Saran
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Ny. S yang
mengalami penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut, maka disarankan untuk
:
- Mengaplikasikan pola hidup sehat dalam keluarga beserta etika batuk.
- Menyediakan lingkungan yang sehat untuk keluarga
- Memperhatikan dan membantu keluarga atau tetangga yang sedang
mengalami batuk lama agar dapat memeriksakan dirinya ke dokter.
- Mengikuti ajuran dokter dan memeriksan diri ke puskesmas jika sedang
sakit.
65
DAFTAR PUSTAKA
66
11. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, PT. Elex Media Komputindo,
Jakarta. Edisi Keenam, 262, 269-271,
12. Notoatmodjo S. (2011). Kesehatan Masyarakat (Ilmu & Seni). Jakarta: Rineka
Cipta.
67
LAMPIRAN DOKUMENTASI
68
Gambar. Komdisi Kamar Mandi
69
70