Anda di halaman 1dari 69

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT LAPORAN KASUS

DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS AGUSTUS 2019


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PENATALAKSANAAN ISPA PADA ANAK SECARA HOLISTIK,


KOMPREHENSIF, DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN
KEDOKTERAN KELUARGA DI PUSKESMAS TAMALATE MAKASSAR

DISUSUN OLEH
Sriwahyuni Syamsul 111 2017 2020

PEMBIMBING
dr. Rachmat Faisal Syamsu, M.Kes

DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU


KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN
KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala


rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi kasus ini
sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia.

Dalam studi kasus ini kami melakukan pembahasan mengenai Penatalaksanaan


Infeksi Saluran Pernapasan Akut Secara Holistik, Komprehensif Dengan
Menggunakan Pendekatan Kedokteran Keluarga Di Puskesmas Tamalate
Makassar. Di dalamnya dilakukan analisis masalah kesehatan secara individu dan
secara menyeluruh serta melakukan analisis pada tingkat lingkungan keluarga dan
sekitar.

Kami sangat menyadari bahwa penulisan studi kasus ini belum mencapai
sebuah kesempurnaan. Oleh karena itu, kami dengan penuh harap beberapa saran
dan kritik saudara saudari yang dapat memperbaiki penulisan studi kasus-studi
kasus selanjutnya. Baik yang kami tulis sendiri atau orang lain.

Akhir kata, semoga penulisan ini dapat memberikan sumbangsih bagi


keilmuan baik bagi diri sendiri, institusi terkait, dan masyarakat umum.

Makassar, Agustus 2019

Penulis

iii
ABSTRAK

Sriwahyuni Syamsul. Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernapasan Akut


Secara Holistik, Komprehensif Dengan Menggunakan Pendekatan Kedokteran
Keluarga Di Puskesmas Tamalate Makassar. Dibimbing oleh dr. Rachmat Faisal
Syamsu, M.Kes

Latar Belakang : Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah infeksi saluran


pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Sebagian besar dari infeksi saluran
pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni
bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.

Tujuan Peneltian : Menerapkan pendekatan diagnostik holistik dalam


penatalaksanaan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut di puskesmas Tamangapa tahun
2019.

Metode Penelitian : Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk
mempelajari hubungan antara faktor resiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan)
dengan menggunakan metode pengumpulan data dengan cara wawancara pasien dan
observasi ke tempat tinggal pasien.
Hasil Penelitian : Seorang pasien An. S.N datang ke Puskesmas Tamalate
dengan keluhan batuk yang sudah dialami sejak 3 hari yang lalu, terdapat lender berwarna
putih. Riwayat keluarga yakni anak dan cucu juga menderita keluhan yang sama. Serta
adanya kontak dengan penderita batuk lama yang merupakan tetangga korban.
Pemeriksaan fisis dalam batas normal. Penatalaksanaan pada pasien Infeksi Saluran
Pernapasan Akut berupa terapi farmakologi berupa mukolitik, anti histamine, dan vitamin
C, serta memberikan edukasi pada pasien agar mengaplikasikan etika batuk dan menjaga
pola hidup dan lingkungan yang sehat, sehingga penatalaksanaan yang diberikan pada
pasien telah sesuai standar kompetensi dokter Indonesia
Kesimpulan : Diagnosa klinik pada pasien ini adalah Infeksi Saluran Pernapasan
Akut. Diagnosa Psikososial yaitu kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit yang
diderita pasien serta kurangnya kesadaran keluarga untuk hidup sehat, dan keadaan sosial
ekonomi yang kurang.

Kata Kunci. Infeksi Saluran Pernapasan Akut, Pendekatan Kedokteran Keluarga,


Holistik dan Komprehensif.

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

ABSTRAK ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v

DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2

1.3 Aspek dari disiplin ilmu terkait judul ........................................................ 2

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................. 3

1.5Indikator Keberhasilan Tindakan ................................................................ 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teori........................................................................................... 6

2.1.1 Konsep Mandala of Health ................................................................... 7

2.2 Pendekatan diagnosis Holistik .................................................................. 8

2.3 Infeksi Saluran Pernapasan Akut ............................................................... 11

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian ................................................................................ 23

3.2 Lokasi dan Waktu studi kasus .................................................................... 23

3.3 Gambaran Umum Lokasi ……………………………………………….. 24

BAB IV . HASIL DAN PEMBAHASAN

v
4.1 Hasil Studi Kasus ....................................................................................... 32

4.2 Pendekatan Holistik ................................................................................... 37

4.3 Pembahasan ................................................................................................ 46

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 51

5.2 Saran ........................................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 61

LAMPIRAN ………………………………………………………………... 62

vi
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menerangkan bahwa mahasiswa berikut:

Nama : Sriwahyuni Syamsul


Stambuk : 111 2017 2020

Telah menyelesaikan studi kasus yang berjudul “PENATALAKSANAAN


ISPA PADA ANAK SECARA HOLISTIK, KOMPREHENSIF, DENGAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA DI
PUSKESMAS TAMALATE MAKASSAR
” telah diperiksa dan disetujui di hadapan Tim Laporan Studi Kasus.

Makassar, 23 Agustus 2019


Mengetahui,

DPK Puskesmas Tamalate Pembimbing

dr. Zarvia Utami Sucipto R. dr. Rachmat Faisal Syamsu, M.Kes

vii
HALAMAN PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menerangkan bahwa mahasiswa berikut:

Nama : Sriwahyuni Syamsul


Stambuk : 111 2017 2020

Telah menyelesaikan studi kasus yang berjudul “PENATALAKSANAAN ISPA


PADA ANAK SECARA HOLISTIK, KOMPREHENSIF, DENGAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA DI
PUSKESMAS TAMALATE MAKASSAR’’
telah mendiskusikannya dengan pembimbing.

Makassar, 25 Agustus 2019


Mengetahui,

Pembimbing Penguji

dr. Rachmat Faisal Syamsu, M.Kes dr. Hj. Hermiaty Nasruddin, M.Kes

8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu


masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini
dikarenakan masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA
khususnya pneumonia, terutama pada bayi dan balita.1
Pedoman kerja puskesmas membagi ISPA menjadi 3 kelompok besar, yaitu
ISPA berat atau pneumonia berat ditandai oleh adanya tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam waktu inspirasi. ISPA sedang atau pneumonia bila frekuensi nafas
menjadi cepat. Dan ISPA ringan atau bukan pneumonia, ditandai dengan batuk pilek
tanpa nafas cepat, tanpa tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, seperti
misalnya nasofaringitis, faringitis, rinofaringitis, dan lain sebagainya. Khusus untuk
bayi dibawah 2 bulan hanya dikenal ISPA berat dan ISPA ringan.2
ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien ke sarana
kesehatan, dari angka-angka di Rumah sakit Indonesia didapatkan bahwa 40% sampa
70% anak yang berobat di Rumah sakit adalah penderita ISPA (Depkes, 1985).
Sebanyak 40%-60% kunjungan pasien ISPA berobat ke puskesmas dan 15%-30%
kunjungan pasien ISPA berobat ke bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit
(Depkes,2000).1
Menurut laporan WHO tahun 2005, sekitar 19% atau berkisar 1,6-2,2 juta
anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia. Menurut survei kematian balita
tahun 2005, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia dan sebagian besar disebabkan karena pneumonia
23,6%. Angka kesakitan diperkirakan mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita
setiap tahunnya.3
Tingginya mortalitas bayi dan balita karena ISPA-Pneumonia menyebabkan
penanganan penyakit ISPA-Pneumonia menjadi sangat penting artinya kondisi ini

9
disadari oleh pemerintah sehingga dalam program Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (P2 ISPA) telah menggariskan untuk menurunka angka
kematian balita akibat pneumonia dari 5/1000 balita pada tahun 2000 menjadi 3/1000
pada tahun 2005 dan menurunkan angka kesakitan pneumonia balita dari 10-20%
menjadi 8-16% pada tahun 2005.3
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA baik secara langsung
maupun tidak langsung, menurut Sutrisna (1993) faktor resiko yang menyebabkan
ISPA pada balita adalah sosio-ekonomi (pendapatan, perumahan, pendidikan orang
tua), status gizi, tingkat pengetahuan ibu dan faktor lingkungan (kualitas udara).
Sedangkan Depkes (2002) menyebutkan bahwa faktor penyebab ISPA pada balita
adalah berat badan bayi lahir rendah (BBLR), status gizi buruk, imunisasi yang tidak
lengkap, kepadatan tempat tinggal dan lingkungan fisik.1
Lingkungan yang berpengaruh dalam proses terjadinya ISPA adalah
lingkungan perumahan dimana kualitas rumah berdampak terhadap kesehatan
anggotanya. Kualitas rumah dapat dilihat dari jenis atap, jenis lantai, jenis dinding,
kepadatan hunian, jenis bahan bakar masak yang dipakai. Faktor-faktor diatas diduga
sebagai penyebab terjadinya ISPA (Depkes RI, 2003).1

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka masalah yang


dapat dirumuskan adalah :

1. Apa saja yang dapat mengakibatkan terjadinya Infeksi Saluran


Pernapasan Akut?
2. Bagaimana menegakkan diagnosa secara klinis dan diagnosa psikososial?
3. Bagaimana tingkat pengetahuan keluarga dalam menyikapi penyakit
tersebut?

10
4. Apa hasil dari penatalaksanaan yang diberikan dan upaya pengendalian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut?
5. Apa saja tindakan yang perlu dilakukan untuk pencegahan penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan Akut?

1.3 Aspek dari Disiplin Ilmu Yang Terkait Dengan Judul Pendekatan
Kedokteran Keluarga Pada Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut

Untuk pengendalian permasalahan Infeksi Saluran Pernapasan Akut


pada tingkat individu dan masyarakat secara komprehentif dan holistik yang
disesuaikan dengan pendekatan kedokteran keluarga yang diseuaikan dengan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program
profesi dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan
klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas
dilayanan primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi
yang dilandasi oleh profesionalitas yang luhur, mawas diri dan
pengembangan diri, serta komunikasi efektif. Selain itu kompetensi
mempunyai landasan berupa pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu
kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan.
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.3.1 Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk mengidentifikasi
dan menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut secara individual, masyarakat maupun pihak terkait
ditinjau dari nilai agama, etik moral dan peraturan perundangan.
1.3.2 Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa
mampu mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis,
sosial dan budaya sendiri dalam penanganan penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut , melakukan rujukan bagi kasus Infeksi Saluran

11
Pernapasan Akut, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia
yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
1.3.3 Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut.
1.3.4 Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi
kesehatan dalam praktik kedokteran.
1.3.5 Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa
mampu menyelesaikan masalah pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut secara holistik dan komprehensif baik secara
individu, keluarga maupun komunitas berdasarkan landasan ilmiah
yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang optimum.
1.3.6 Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah Infeksi Saluran
Pernapasan Akut dengan menerapkan prinsip keselamatan pasien,
keselamatan diri sendiri, dan keselamatan orang lain.
1.3.7 Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif, dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer.

1.4 Tujuan dan Manfaat Studi Kasus


Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah melakukan
penatalaksanaan masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu
yang utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan
penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter

12
keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu
kedokteran terkini (evidence based medicine).

1.4.1 Tujuan Umum


Tujuan dari penulisan laporan studi kasus ini adalah untuk
menerapkan penanganan penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut
dengan pendekatan kedokteran keluarga secara paripurna (komprehensif)
dan holistik, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia
(SKDI), berbasis Evidence Based Medicine (EBM) pada pasien dengan
mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip
penatalaksanaan penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut dengan
pendekatan kedokteran keluarga di Puskesmas Tamangapa tahun 2019.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui penyebab Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang terjadi
pada pasien Puskesmas Tamangapa Makassar tahun 2019.
2. Mengetahui cara penegakan diagnosis klinis dan psikososial Infeksi
Saluran Pernapasan Akut di Puskesmas Tamangapa tahun 2019.
3. Mengidentifikasi permasalahan yang didapatkan dalam keluarga dan
lingkungan sosial yang berkaitan dengan Infeksi Saluran Pernapasan
Akut di Puskesmas Tamangapa Makassar tahun 2019.
4. Mengetahui upaya penatalaksanaan dan pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut di Puskesmas Tamangapa tahun 2019.
5. Mengetahui cara pencegahan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut.

1.4.3 Manfaat Studi Kasus


1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan

13
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih
lanjut sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan di
perpustakaan.
1.4.3.2 Bagi Penderita (Pasien)
Menambah wawasan mengenai Infeksi Saluran
Pernapasan Akut yang meliputi proses penyakit dan
penanganan menyeluruh Infeksi Saluran Pernapasan Akut
sehingga dapat memberikan keyakinan untuk tetap berobat
secara teratur
1.4.3.3 Bagi Tenaga Kesehatan

Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi


bagi pemerintah daerah dan instansi kesehatan beserta
paramedis yang terlibat di dalamnya mengenai pendekatan
diagnosis holistik penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
1.4.3.4 Manfaat Untuk Pembelajaran Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam
rangka memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai
evidence based medicine dan pendekatan diagnosis holistik
Infeksi Saluran Pernapasan Akut serta dalam hal penulisan
studi kasus.

1.5 Indikator Keberhasilan Tindakan

Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan


penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut dengan pendekatan diagnostik
holistik, berbasis kedokteran keluarga danevidence based medicine adalah
a. Kepatuhan penderita datang berobat di layanan primer (Puskesmas)
sudah teratur.
b. Perbaikan dapat dievaluasi setelah pengobatan fase intensif

14
c. Gejala batuk, pilek dan demam sudah berkurang atau berhenti.
d. Pemeriksaan fisik tidak didapatkan suhu yang lebih dari 37.2 pada
orang dewasa dan lebih dari 37.5 untuk anak-anak. Tidak ditemukan
hiperemis pada faring dan tonsil. Pada pemeriksaan fisis dalam batas
normal.
e. Penderita dan keluarga memahami dengan baik akan penyakit
penderita dalam hal ini mengenai penyebab, faktor yang menjadi
penyebabnya, cara pencegahannya, dan pengobatannya.

15
BAB II

ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 KERANGKA TEORI

Agent Host Environment

- Bakteri - Usia - Kepadatan rumah


- Virus - Jenis Kelamin - Polusi,
- Jamur - Berat badan, dll - Kelembaban, dll

PATOGENESIS

Infeksi
Saluran
Pernapasan
Akut

MANIFESTASI KLINIS

TATALAKSANA
- Antibiotik
- Suportif

Gambar 1. Kerangka teori ISPA

16
2.1.1 KONSEP MANDALA

Gaya Hidup

- Pasien kebiasaan
mengonsumsi makanan
gorengan dan minuman
Perilaku Kesehatan dingin.
- Keluarga dan tetangga yang Lingkungan Psiko-Sosial-
- Ibu pasien jarang untuk
lain masih kurang mengetahui Ekonomi
kontrol kesehatan ke
tentang lingkungan yang sehat
Puskesmas (karena puskesmas
- Kondisi ekonomi
cukup jauh)
- Pengetahuan pasien tentang menengah kebawah
ISPA dan etika batuk masih - Hubungan pasien dengan
kurang tetangga cukup baik

Pasien
Pelayanan Kesehatan
Pasien datang Lingkungan Kerja
- Penyuluhan oleh petugas dengan keluhan
kesehatan tentang ISPA 1 bulan
batuk (+) berlendir - Pasien sehari-hari beraktivitas di
belum maksimal. rumah, bersekolah dan main.
putih, pilek (-)
- Jarak rumah dengan - Hubungan kerja sama dalam
puskesmas cukup jauh.
demam (-) yang
dialami sejak 3 hari keluarga cukup baik
- Pasien menggunakan fasilitas
kesehatan BPJS. yang lalu. Sesak (-).
N : 80X/i
P : 22X/i
S; 37.0C
Faktor Biologi Lingkungan Fisik
- Riw. Keluarga sering - Kebersihan rumah cukup
mengalami batuk dan terawat
pilek (+) - Sinar matahari dan ventilasi
- Riw tetangga memadai
menderita batuk lama Komunitas - Kebersihan WC baik
(+) Kurang bersih
- Tingkat kebisingan di
Pemukiman padat, lingkungan rumah dan
dan sanitasi sekitarnya cukup baik
lingkungan yang - Keamanan di sekitar rumah
cukup. cukup baik

Gambar 2. Konsep Mandala

17
2.2 PENDEKATAN DIAGNOSIS HOLISTIK UNTUK MENGETAHUI
PENYEBAB ISPA PADA PELAYANAN KEDOKTERAN KELUARGA DI
LAYANAN PRIMER

Pengertian holistik adalah memandang manusia sebagai makhluk


biopsikososio-kultural pada ekosistemnya. Sebagai makhluk biologis manusia adalah
merupakan sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-sel yang kompleks
fungsionalnya.
Diagnostik holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan
dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan yang diperoleh
dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien, pemeriksaan fisik,
hasil pemeriksaan penunjang,penilaian risiko internal/individual dan eksternal dalam
kehidupan pasien serta keluarganya. Sesuai dengan arah yang digariskan dalam
Sistem Kesehatan Nasional 2004, maka dokter keluarga secara bertahap akan
diperankan sebagai pelaku pelayanan pertama (layanan primer).
Tujuan Diagnosis Holistik:
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
7. Terproteksi dari risiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi,
tujuannya yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan patogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ

18
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi
ASPETRI Jateng 2011)
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien
3. Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran
penyaring
4. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
5. Melakukan anamnesis
6. Melakukan pemeriksaan fisik
7. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi, prognosis,
dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
8. Menentukan resiko individual  diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
9. Menentukan pemicu psikososial  dari pekerjaan maupun komunitas kehidupan
pasien
10. Menilai aspek fungsi social
Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga di
layanan primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya promosi
kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai bagian dari
keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara terpadu
dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung

19
5. Pelayanan medis yang terpadu
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation) dengan
memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko-legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan
bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan
terus menerus demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu, artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan pasien
pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas program
dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik dari formal
maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care

20
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien adalah
seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan spiritual, serta
berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari
beberapa aspek yaitu:
1. Aspek Personal :Keluhan utama, harapan, dan kekhawatiran
2. Aspek Klinis :Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan
diagnosis kerja dan diagnosis banding
3. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
4. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
5. Derajat Fungsi Sosial:
o Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
o Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan
o Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan,
hanya dapat melakukan kerja ringan
o Derajat 4: Banyak kesulitan, dapat melakukan aktifitas kerja, bergantung
pada keluarga
o Derajat 5: Tidak dapat melakukan kegiatan

2.3 ISPA

2.3.1 DEFINISI ISPA

ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang
benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA
meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA
adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari, yang dimaksud
dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru,

21
beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput
paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti
batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian
anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik
dapat mengakibat kematian. 1

Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2


golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas
derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit
batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas
lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. 1

Infeksi saluran napas akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting morbiditas


dan mortalitas pada anak. Kelompok usia 6-23 bulan adalah kelompok umur paling
rentan untuk mengalami ISPA. Berdasarkan data WHO dan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2008, pneumonia yang merupakan salah satu jenis ISPA
adalah penyebab paling banyak kematian balita di dunia dan juga di Indonesia. Dari
tahun ke tahun, prevalensi ISPA di Indonesia tetap tinggi, yaitu sekitar 21,6% di
daerah perkotaan. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan
jumlah balita penderita pneumonia menurun dari 804.937 pada tahun 1999 menjadi
479.283 pada tahun 2000. Namun dari tahun 2000 hingga 2003 jumlah balita
penderita ISPA cenderung menetap di angka yang sama meski pemerintah telah
mencanangkan program pemberantasan ISPA. 2

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat faktor yang mempengaruhi


tingginya prevalensi ISPA, di antaranya adalah penelitian Depkes RI pada tahun
2002. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan
prevalensi ISPA adalah gangguan asap dari pabrik dan lokasi rumah di daerah rawan
banjir. Selain itu masih banyak faktor yang menurut kepustakaan berperan pada
terjadinya ISPA, antara lain jenis kelamin,usia balita,status gizi, imunisasi, berat lahir

22
balita, suplementasi vitamin A, durasi pemberian ASI, pendidikan ibu, pendapatan
keluarga, crowding,pajanan rokok, serta pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu
terhadap ISPA. 2

2.3.2 EPIDEMIOLOGI
2.3.2.1 Menurut trias epidemiologi
Model segitiga epidemiologi atau triad epidemiologi menggambarkan ineraksi
tiga komponen penyakit yaitu manusia (host), penyebab (agent) dan lingkungan
(environment). Berikut ini akan dijabarkan hubungan 3 komponen yang terdapat
dalam model segitiga epidemiologi dengan factor risiko terjadinya ISPA pada anak
balita
 Faktor penyebab (Agent) adalah penyebab dari penyakit yaitu berupa bakteri,
virus, jamur dan protozoa.4
 Faktor manusia (Host) adalah organisme, biasanya manusia atau pasien. Faktor
risik infeksi pasien meliputi : usia, jenis kelamin, berat badan lahir, riwayat
pemberian ASI, status izi, riwayat pemberian vit.A, riwayat imunisasi, status
ekonomi dan riwayat asma.4
 Faktor lingkungan (environment), factor lingkungan yang dapat menjadi risiko
terjadinya ISPA pada anak balita meliputi kepadatan rumah, kelembaban, cuaca,
polusi udara. Kondisi lingkungan dapat dimodifikasi dan dapat diperkirakan
dampak atau akses buruknya sehingga dapat dicarikan solusi ataupun kondisi
yang paling optimal bagi kesehatan. 4

2.3.2.2 Menurut variabel epidemiologi


 Distribusi menurut orang
Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok
umur 1-4 tahun (25,8%). Menurut jenis kelamin, tidak berbeda antara laki-laki
dan perempuan. Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk
dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah. 5

23
Menurut World Health Organization (WHO) common cold atau ISPA
merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi. WHO memperkirakan
insidensi ISPA di negara berkembang dengan angka kematian balita diatas 40 per
1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia bayi dan
balita.5
 Distribusi menurut waktu
Period prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013 (25,0%) tidak
jauh berbeda dengan 2007 (25,5%) (gambar 3.4.1). Berdasarkan hasil (Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013) pravelensi common cold di Indonesia sekitar
25,0% dan 13,8% kasus setelah terdiagnosis pasti oleh dokter6
 Distribusi menurut tempat
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan beban utama bagi
kesehatan anak di negara berkembang. Infeksi Saluran Pernapasan Akut terutama
saluran pernapasan bawah, adalah penyebab utama kematian di antara anak-anak
di bawah usia lima tahun di negara-negara tersebut, mengakibatkan hampir 1,9
juta kematian anak per tahun, dimana 20% diperkirakan terjadi di India.6
Di seluruh dunia, sekitar 85-88% dari episode ISPA adalah Infeksi Saluran
Pernafasan Akut Bagian Atas (AURI) sementara sisanya adalah Infeksi Saluran
Pernafasan Akut Bawah (ALRI). Dalam perkiraan terbaru kematian terkait Infeksi
Saluran Pernafasan Akut Bawah di India, pneumonia bertanggung jawab atas
369.000 kematian (28% dari semua kematian) di antara mereka 1-59 bulan,
menjadikannya pembunuh paling penting dalam kelompok usia ini. 6
Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit
ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit
atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak. Period prevalence ISPA
dihitung dalam kurun waktu 1 bulan terakhir. Lima provinsi dengan ISPA
tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%),
Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Pada Riskesdas 2007,

24
Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi tertinggi dengan ISPA. Period
prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013 (25,0%) tidak jauh berbeda
dengan 2007 (25,5%)6

2.3.3. ETIOLOGI
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA
antara lain adalah golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus,
Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.2
Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus
dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang
ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin,
semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik. ISPA dapat ditularkan melalui
air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup
oleh orang sehat kesaluran pernapasannya. Kelainan pada sistem pernapasan terutama
infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah, asma dan fibro kistik, menempati
bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri.1
Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus,
sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil
terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan
yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya
kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai
untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya
pemakaian antibiotik .1

25
2.3.4 PATOGENESIS
Batuk adalah bagian dari mekanisme pertahanan tubuh di paru-paru. Batuk
terjadi jika ujung serabut saraf (reseptor batuk) di saluran napas teriritasi oleh
mediator peradangan yang diproduksi sebagai respons terhadap infeksi atau akibat
adanya lendir. Sebagian besar reseptor batuk terletak di laring dan trakhea. Semakin
ke bawah, jumlah reseptor semakin berkurang. Di saluran napas kecil (bronkhiolus)
maupun alveoli tidak ada reseptor batuk. Material dari saluran napas bawah dan
alveoli dipindahkan oleh silia ke saluran napas besar yang selanjutnya merangsang
terjadinya batuk. Refleks batuk ini menyebabkan dikeluarkannya material tersebut ke
orofaring. Di daerah laring terdapat pita suara. Daerah ini pada bayi dan anak
merupakan daerah yang sempit. Saat infeksi, bisa terjadi pembengkakan pita suara
dan hal ini bisa menyebabkan kesulitan bernapas. Bronkhiolus yang terkecil memiliki
diameter kurang dari 0,5 mm. Peradangan di cabang terkecil bronkiolus ini seringkali
menyebabkan sulitnya tubuh untuk mengeluarkan napas, sehingga terdengar bunyi
mengi/wheezing.7

2.3.5 MANIFESTASI KLINIS


Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-
keluhan dan gejala-gejal yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-
gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan
kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan
pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian
mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih
berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam
kegagalan pernapasan. 1
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-
tanda laboratoris. Tanda-tanda klinis :1

26
 Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi
dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang,
grunting expiratoir dan wheezing.
 Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi
dan cardiac arrest.
 Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
 Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

Tanda-tanda laboratoris

 hypoxemia,
 hypercapnia dan
 acydosis (metabolik dan atau respiratorik)

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah:
tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan
tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa
minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang
biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan
dingin1

Riwayat kesehatan terbaru pasien (dalam masa inkubasi yang diketahui atau
yang diduga) yang meliputi:8
 baru melakukan perjalanan ke suatu daerah di mana terdapat pasien yang
diketahui menderita ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran;
 baru mengalami pajanan kerja, misalnya pajanan terhadap hewan yang
mengalami gejala flu burung, atau
 baru kontak dengan pasien lain yang terinfeksi ISPA yang dapat menimbulkan
kekhawatiran.

27
2.3.6 TATALAKSANA
Penatalaksanaan terapi ISPA tidak hanya bergantung pada penggunaan
antibiotik, ISPA yang disebabkan oleh virus tidak memerlukan terapi antibiotik,
cukup didukung dengan terapi suportif. Terapi suportif berperan dalam mendukung
keberhasilan terapi antibiotik, karena dapat mengurangi gejala dan meningkatkan
performa pasien. Obat yang digunakan pada terapi suportif umumnya merupakan
obat bebas yang bisa didapat di apotek, dengan berbagai macam variasi. 9
Penggunaan antibiotik pada terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri, sebaiknya sebelum memulai terapi dengan antibiotik sangat penting untuk
dipastikan apakah infeksi yang disebabkan oleh bakteri benar-benar ada. Penggunaan
antibiotik tanpa adanya landasan atau bukti adanya infeksi dapat menyebabkan
resistensi terhadap suatu antibiotik. Bukti infeksi dapat dilihat dari kondisi klinis
pasien yaitu demam, leukositsis maupun hasil kultur. 9

a. Antibiotik
Berikut beberapa antibiotik yang digunakan sebagai pengobatan ISPA:
1) Penisilin
Amoksisilin adalah antibiotik derivat penisilin yang berspektrum luas
dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri yang
mencakup E. Coli, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae. Penambahan gugus β-
laktamase inhibitor seperti klavulanat memperluas cakupan hingga
Staphylococcus aureus, Bacteroides catarrhalis. Sehingga saat ini amoksisilin
klavulanat merupakan alternatif bagi pasien yang tidak dapat mentoleransi
alternatif lain setelah resisten dengan amoksisilin. 9
2) Sefalosporin
Sefalosporin termasuk golongan antibiotika betalaktam dan menajdi
antibiotika pilihan kedua pada beberapa infeksi. Seperti antibiotik betalaktam
lain, mekanisme kerja antibiotik sefalosporin adalah dengan menghambat

28
sintesis dinding sel mikroba dengan menghambat reaksi transpeptidase tahap
ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Sefalosporin aktif
terhadap kuman gram-positif maupun garam negatif, tetapi spektrum
masingmasing derivatnya bervariasi. Klasifikasi antibiotik golongan
sefalosporin berdasarkan generasi, dan ditentukan oleh aktivitas
mikrobiologinya. Generasi pertama bersifat sensitif terhadap β-laktamase,
contoh sefazolin dan sefaleksin. Generasi kedua memiliki stabilitas lebih baik,
dan aktivitas terhadap bakteri gram negatif lebih tinggi, contoh sefaklor,
sefamandol, dan sefoksitin. Generasi ketiga memiliki spektrum yang lebih
luas dan lebih resisten terhadap enzim β- laktamase serta dapat menemmbus
sawar otak, contoh sefotaksim, seftriakson dan seftazidim. Generasi keempat
memiliki aktivitas lebih baik terhadap bakteri gram positif dan negatif, contoh
sefepim dan sefpirom.10
3) Kotrimoksasol
Kotrimoksasol merupakan antibiotik golongan sulfonamid, yang
dikombinasikan dari sulfametoksasol dengan trimetropim. Mekanisme
kerjanya menghambat sintesis asam folat sedangkan trimetropim menghambat
reduksi asam dihydrofolat menjadi tetrahydrofolat sehingga menghambat
enzim pada jalur sintesis asam folat. Aktivitas yang dimiliki kotrimoksasol
meliputi bakteri gram negatif seperti E.coli, klebsiella, enterobacter sp, M
morganii, P. Mirabilis, P. Vulgaris, H. Influenza, salmonela, serta gram positif
seperti S. Pneumoniae, Pneumocytis carinii, serta parasit seperti Nocardia sp.9
4) Kloramfenikol
Kloramfenikol termasuk antibiotik yang berspektrum luas. Antibiotik
ini aktif terhadap bakteri aerob maupun anaerob, kecuali Pseudomonas
aeruginosa. Termasuk antibiotik bakteriostatik dengan mekanisme kerja
menghambat sintesis protrein bakteri. Diabsorbsi di usus dengan cepat, difusi
ke semua jaringan dan rongga tubuh sangat baik, diubah menjadi metabolit

29
yang tidak aktif (glukuronida) di dalam hati. Ekresinya di ginjal, terutama
sebagai metabolit inaktif.11
5) Makrolida
Eritromisin merupakan prototipe golongan ini sejak ditemukan
pertama kali tahun 1952. Komponen lain golongan makrolida merupakan
derivat sintetik dari eritromisin. Derivat tersebut terdiri dari spiramIsin,
midekamisin, roksitromisin, azitromisin dan klaritromisin. Azitromisin
memiliki aktivitas yang lebih poten terhadap gram-negatif, volume distribusi
yang lebih luas serta waktu paruh yang lebih panjang. Klaritromisin memiliki
waktu paruh plasma lebih panjang, penetrasi ke jaringan lebih besar serta
peningkatan aktivitas terhadap H. Influenzae, Legionella pneumophila.
Sedangkan roksitromisin memiliki aktivitas setara dengan eritromisin, namun
profil farmakokinetiknya mengalami peningkatan sehingga lebih dipilih untuk
infeksi saluran pernafasan.9

b. Terapi suportif

Terapi suportif merupakan terapi yang bertujuan untuk mendukung pengobatan


utama, dalam kasus ini yaitu pengbatan ISPA. Obat-obat yang biasa digunakan
sebagai terapi suportif dalam pengobatan ISPA yaitu: analgesik-antipiretik,
mukolitik, bronkodilator, dan lain-lain.9

 PENEKAN REFLEKS BATUK SECARA SENTRAL


1. Kodein dan Opiat lainnya
2. Dekstrometorphan
3. Antihistamin.7
 OBAT UNTUK DAHAK YANG KENTAL
Secara teoritis obat yang diberikan untuk dahak yang kental ada 2 jenis yaitu

30
1. Ekspektoran: stimulasi produksi mukus oleh bronkus sehingga lebih
mudah dikeluarkan oleh refleks batuk atau oleh transpor silia.
2. Mukolitik: mengubah viskositas sekret bronkus sehingga lebih mudah
dikeluarkan dengan batuk atau transpor silia. 7
 MENGURANGI KONGESTI HIDUNG
1. Simpatomimetik Kerjanya meniru obat yang menstimulasi syaraf
adrenergik dan simpatetik postganglion. Termasuk efek stimulasi jantung
dan SSP, konstriksi pembuluh darah kulit dan membran mukosa, serta
dilatasi bronkus. Ada 2 jenis obat simpatomimetik, (1) bekerja langsung di
reseptor adrenergic; (2) tidak langsung; melalui pelepasan norepinefrin
dari ujung syaraf. Beberapa obat misalnya efedrin, bekerja melalui
mekanisme langsung dan tidak langsung
2. Anti histamine
3. Anti kolinergik. 7

2.3.7 PENCEGAHAN

Pencegahan Kejadian ISPA dapat dicegah dengan beberapa cara yaitu


menghindarkan anak dari kuman, meningkatkan daya tahan tubuh dan memperbaiki
lingkungan. 12

a. Menghindarkan anak dari kuman


1) Menghindarkan anak berdekatan dengan penderita ISPA, karena kuman
penyebab ISPA sangat mudah menular dari satu orang ke orang lain
2) Jika seorang ibu menderita ISPA sedangkan ia butuh mengasuh anak atau
menyusui bayinya, ibu tersebut harus menutup hidung dan mulutnya dengan
sapu tangan.12

31
b. Meningkatkan daya tahan tubuh anak

1) Manjaga gizi anak tetap baik dengan memberikan makanan yang cukup
bergizi (cukup protein, kalori, lemak, vitamin dan mineral). Bayi-bayi sedapat
mungkin mendapat air susu ibu sampai usia dua tahun.
2) Kebersihan anak harus dijaga agar tidak mudah terserang penyakit menular.
3) Memberikan kekebalan kepada anak dengan memberikan imunisasi. 12

c. Memperbaiki lingkungan Untuk mencegah ISPA, lingkungan harus diperbaiki


khususnya lingkungan perumahan, antara lain:
1) Rumah harus berjendela agar cukup aliran dan pertukaran udara cukup baik.
2) Asap dapur dan asap rokok tidak boleh berkumpul dalam rumah. Orang
dewasa tidak boleh merokok dekat anak atau bayi.
3) Rumah harus kering, tidak boleh lembab.
4) Sinar matahari pagi harus diusahakan agar dapat masuk ke rumah.
5) Rumah tidak boleh terlalu padat dengan penghuni.
6) Kebersihan didalam dan diluar rumah harus dijaga, rumah harus mempunyai
jamban sehat dan sumber air bersih.
7) Air buangan dan pembuangan harus diatur dengan baik, agar nyamuk, lalat
dan tikus tidak berkeliaran di dalam dan disekitar rumah. Mengetahui masalah
kesehatan anak merupakan suatu hal yang sangat penting diketahui oleh orang
tua dengan mengenal tanda/gejala dari suatu gangguan kesehatan bisa
memudahkan orang tua dalam melakukan pencegahan terhadap terjadinya
penyakit. Orang tua harus mengenal tanda dan gejala ISPA, dan faktor-faktor
yang mempermudah balita unuk terkena ISPA.12

32
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS

3.1 Metodologi Studi Kasus


Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif. Penelitian yang
digunakan yaitu penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif
adalah berupa penelitian dengan metode atau pendekatan studi kasus (case
study). Penelitian ini memusatkan diri secara intensif pada obyek tertentu
yang mempelajarinya sebagai suatu kasus. Data studi kasus dapat diperoleh
dari semua pihak yang bersangkutan, dengan kata lain dalam studi ini
dikumpulkan dari berbagai sumber.
Cara pengumpulan data dengan melakukan wawancara dan pengamatan
terhadap pasien dan keluarganya dengan cara melakukan home visit untuk
mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.
Wawancara merupakan suatu cara mengumpulkan data dengan cara
mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang informan atau autoritas atau
seorang ahli yang berwenang dalam suatu masalah. Sedangkan observasi adalah
pengamatan dan juga pencatatan sistematik atas unsur-unsur yang muncul
dalam suatu gejala atau gejala-gejala yang muncul dalam suatu objek
penelitian. Hasil dari observasi tersebut akan dilaporkan dalam suatu laporan
yang tersusun secara sistematis mengikuti aturan yang berlaku.

3.2 Lokasi dan Waktu Melakukan Studi Kasus


3.2.1 Waktu Studi Kasus
Studi kasus dilakukan pertama kali saat pasien datang berobat di
Puskesmas Tamalate tanggal 15 Agustus 2019. Selanjutnya dilakukan home
visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari pasien.

33
3.2.2 Gambaran Umum Lokasi Studi Kasus

Keadaan Geografis

34
Puskesmas Tamalate tepatnya berlokasi di Jalan Dg Tata I BTN Tabaria Blok
GV no 8 RW 5 Kelurahan Bontoduri Kecamatan Tamalate, jarak dan waktu

tempuh menuju Puskesmas Tamalate di tempuh warga dengan trasportasi cukup


lancar baik oleh kendaraan pribadi maupun kendaraan umum sekitar 5-15 menit
dari pemukiman penduduk di wilayah kerjanya. Wilayah kerja Puskesmas
Tamalate terdiri atas 3 ( tiga ) Kelurahan , 26 ORW dan 165 ORT dengan luas
wilayah 9,38 Km2, dengan batas wilayah sebagai berikut :

Tabel 7. Wilayah kerja Puskesmas Tamalate

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Mariso.


2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa.
3. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Mangasa Kecamatan
Tamalate.
4. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Maccini Sombala.
Luas tanah dan bangunan Puskesmas Tamalate adalah 2.612 M2.

Luas wilayah kerja Puskesmas Tamalate yang terdiri dari :


No Kelurahan Luas (km²) RT RW Penduduk
1 Balang Baru 7,34 55 10 19.058
2 Parang Tambung 1,03 66 9 24.167
3 Bontoduri 1,01 40 7 18.229

35
Jumlah 9,38 161 26 61.454
Tabel 4.Luas wilayah, Jumlah kelurahan, Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas
Tamalate Tahun 2019

Adapun jumlah Penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Tamalate pada tahun
2018 adalah 61.454 jiwa dengan jumlah Rumah Tangga sebanyak 11.330.
Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin dan golongan umur dalam
wilayah kerja Puskesmas Tamalate tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:

N0 KELURAHAN KK PENDUDUK JUMLAH


L P
1 Balang Baru 3.776 9.181 9.877 19.058
2 Parang Tambung 4.786 11.617 12.550 24.167
3 Bontoduri 2.768 7.739 10.490 18.229
Jumlah 11.330 28.537 32.917 61.454
Tabel 5.Jumlah penduduk dan kepala keluarga diwilayah kerja Puskesmas Tamalate Tahun
2019

Data Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kelompok


Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate Tahun 2019
JUMLAH PENDUDUK
No Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan
1 0-4 507 592
2 5-9 327 365
3 10-14 873 689
4 15-19 662 579
5 20-24 562 987
6 25-29 1510 667

36
7 30-34 1002 778
8 35-39 124 987
9 40-44 221 657
10 45-49 34 765
11 50-54 23 897
12 55-59 72 466
13 60-64 40 76
14 65-69 101 197
15 70-74 34 62
16 +75 20 23
Jumlah 60.302
Tabel 6.Data Jumlah menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur di Wilayah Kerja
Puskesmas Tamalate Tahun 2019
Data Jumlah Penduduk Menurut Agama di Wilayah Kerja
Puskesmas Tamalate Tahun 2018
No Agama Jumlah
1 Islam 41.858 Jiwa
2 Kristen 18.289 Jiwa
3 Katolik 808 Jiwa
4 Hindu 84 Jiwa
5 Budha 19 Jiwa
Tabel 7. Data Jumlah Menurut Agama di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate Tahun
2019

Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan dan Kegiatan


Ekonomi di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate Tahun 2019

Kelurahan
No Mata Pencaharian
Balang Parang Bontoduri

37
Baru Tammbung
1 PNS 303 197 122
2 Pengrajin Industri 9 45 70
3 Pedagang Keliling 92 98 60
5 Dokter Swasta 2 1 0
6 Bidan Swasta 5 11 10
7 Pembantu RT 111 32 11
8 TNI 21 5 64
9 POLRI 130 84 31
10 Pengusaha Kecil 305
601 621
dan Menengah
11 Pensiunan 173
36 137
PNS,Polri,TNI
12 Pengacara 5 1 4
13 Notaris 0 1 2
14 Jasa Pengobatan 1
2 1
Alternatif
15 Dosen Swasta 29 18 31
16 Arsitektur 2 9 1
17 Karyawan 367
440 720
Perusahaan Swasta
18 Karyawan 39
Perusahaan 8 42
Pemerintah
19 Lain-Lain 1798 1984 1292
Tabel 8. Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan dan Kegiatan Ekonomi Kerja
Puskesmas Tamalate Tahun 2019

38
Sarana kesehatan milik Pemerintah, Swasta dan partisipasi masyarakat yang
terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Tamalate turut berperan dalam peningkatan
status derajat kesehatan masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas Tamalate.
Jenis sarana kesehatan yang terdapat diwilayah kerja Puskesmas Tamalate
tahun 2019 terdiri dari :
- Rumah Sakit Umum : 2 buah
- Rumah Sakit Bersalin : 1 buah
- Puskesmas : 1 buah
- Puskesmas Pembantu : 1 buah
- Balai / Klinik Pengobatan : 1 buah
- Dokter Praktek : 11 orang
- Bidan Praktek Swasta ( BPS ) : 5 orang
- Apotek : 10 buah
- Posyandu : 23 buah

Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Puskesmas Tamalate berdasarkan Peraturan Walikota
Makassar tentang struktur organisasi yaitu Peraturan walikota 41 Tahun 2012
tanggal 19 september 2012 dan mengacu pada peraturan Menteri Kesehatan
nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas terdiri atas :
a. Kepala Puskesmas
b. Kepala Subag Tata Usaha membawahi beberapa kegiatan diantaranya :
Sistem informasi kesehatn, Kepegawaian, Rumah Tangga dan
Keuangan
c. Penanggung jawab UKM Esensial dan Keperawatan Kesehatan
Masyarakat membawahi :
1) Pelayanan promosi kesehatan beserta UKS.
2) Pelayanan Kesehatan Lingkungan.
3) Pelayanan Kesehatan ibu, anak dan Keluarga Berencana.

39
4) Pelayanan Gizi.
5) Pelayanan pencegahan penyakit menular dan penyakit tdak
Menular.
6) Pelayanan keperawatan kes masyarakat.
d. Penangguang jawab UKM Pengembangan membawahi :
1) Pelayanan kesehatan jiwa
2) Pelayanan kesehatan gigi masyarakat ( UKGM )
3) Pelayanan kesehatan tradisional komlpementer
4) Pelyanan kesehatan olah raga
5) Pelayanan Kesehatan indra
6) Pelayanan Kesehatan Lansia
7) Pelayanan Kesehatan Kerja
e. Penanggung jawab UKP, kefarmasian dan Laboraterium membawahi
:
1) Pelayanan pemeriksaan umum
2) Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut
3) Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKP
4) Pelayanan Gawat darurat
5) Pelayanan Persalina
6) Pelayanan Kefarmasian
7) Pelayanan Laboraterium
f. Penanggung jawab jaringan pelayanan puskesmas dan jejaring
fasilitas pelayanan kesehatan membawahi :
a. Puskesmas Pembantu
b. Puskesmas Keliling
c. Bidan Desa / Bidan kelurahan
d. Jejaring Fasilitas Pelayanan kesehatan

40
Visi Dan Misi Puskesmas
Visi
“ Mewujudkan Masyarakat Tamalate Sehat ”.
Misi
- Memelihara, meningkatkan kesehatan individu , keluarga,
- Masyarakat serta lingkungan.
- Meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
- Meningkatkan kerja sama lintas sector dan lintas program.
- Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

Upaya Kesehatan
Upaya Kesehatan di Puskesmas Tamalate terbagi atas 2 (dua) Upaya
Kesehatan Yaitu Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) sesuai peraturan Menteri Kesehatan No.75 tahun 2014
tentang Puskesmas.
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), meliputi :
a. Pelayanan promosi kesehatan beserta UKS
b. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
c. Pelayanan Kesehatan ibu, anak dan Keluarga Berencana
d. Pelayanan Gizi
e. Pelayanan pencegahan penyakit menular dan penyakit tdak menular
f. Pelayanan keperawatan kes masyarakat
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP), meliputi :
a. Pelayanan kesehatan jiwa
b. Pelayanan kesehatan gigi masyarakat ( UKGM )
c. Pelayanan kesehatan tradisional komlpementer
d. Pelayanan kesehatan olah raga
e. Pelayanan Kesehatan indra

41
f. Pelayanan Kesehatan Lansia
g. Pelayanan Kesehatan Kerja
3.2.3.5 Alur Pelayanan
Pasien

Loket

Kamar Periksa Rujuk Pasie


n
- Poli
Umum Laborator
- Poli ium

Ruang
Tindakan

Apotik

Pasien

Gambar 3. Bagan Alur Pelayanan Puskesmas Tamalate


3.2.3.6 Hasil Kegiatan
Sepuluh penyakit umum terbanyak yang tercatat di Puskesmas Tamalate
di bulan Agustus tahun 2019 adalah:
1. Hipertensi : 217 Kasus
2. Dislipidemia : 163 Kasus
3. Dispepsia : 162 Kasus
4. ISPA : 138 Kasus

42
5. Diabetes Melitus : 129 Kasus
6. Osteoarthritis : 123 Kasus
7. Dermatitis : 120 Kasus
8. Influenza : 103 Kasus
9. Diare : 85 Kasus
10. Gangguan jaringan lunak lainnya : 60 Kasus

43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL STUDI KASUS


4.1.1 Identitas Pasien
Nama : An. S.N
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Bangsa/suku : Indonesia/ Bugis-Makassar
Agama : Islam
Pekerjaan : pelajar
Tanggal Pemeriksaan : 15 Agustus 2019

4.1.2 Riwayat Penyakit


- Anamnesis (Autoanamnesis)

An. S.N Perempuan berusia 6 tahun datang ke Puskesmas Tamalate


pada tanggal 15 Agustus 2019 dengan tujuan untuk memeriksakan diri
diantar ibunya.
Pasien datang dengan keluhan batuk yang dialami sejak 3 hari yang
lalu, berlendir (+) berwarna putih, pilek tidak ada, demam tidak ada. Sakit
kepala tidak ada, perdarahan dihidung dan gusi tidak ada, nafsu makan turun
ada, nyeri menelan tidak ada, sesak tidak ada, nyeri dada tidak ada,
perdarahan dikulit tidak ada, BAB kesan biasa BAK lancar.

- Riwayat Penyakit Sebelumnya

a. Riwayat sakit yang serupa : Dialami sejak 1 tahun yang lalu


b. Riwayat penyakit jantung : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat diabetes melitus : disangkal

44
e. Riwayat gastritis : disangkal
f. Riwayat trauma : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat hipertensi : disangkal
2. Riwayat diabetes : disangkal
3. Riwayat alergi : disangkal
4. Batuk lama : nenek pasien diketahui sering-sering
batuk dan pilek, tetangga pasien diketahui pernah menderita penyakit TB,
riwayat pengobatan tidak diketahui.

4.1.3 Pemeriksaan Fisik


- Keadaan Umum:
Pasien tampak sakit ringan, gizi baik, kesadaran compos mentis
- Vital Sign:
 Nadi : 80 x/menit
 Pernapasan : 22 x/menit
 Suhu : 37,0oC
 Tinggi Badan : 106 cm
 Berat Badan : 18 kg
Status Generalis:
1. Kepala
Ekspresi : Biasa
Simetris muka : Simetris kiri-kanan
Rambut : Hitam, sulit dicabut
Mata : Eksoptalmus atau enoptalmus tidak ada
Kelopak mata : Dalam batas normal
Konjungtiva : Anemi tidak ada

45
Kornea : Jernih
Sklera : Ikterus tidak ada
Pupil : Isokor 2,5 mm

2. Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : Tidak ada
3. Hidung
Perdarahan : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
Bibir : Kering tidak ada
Gusi : Perdarahan tidak ada
Tonsil : Hiperemis tidak ada
Lidah : Kotor tidak ada
4. Leher
Kelenjar getah bening : MT tidak ada, NT tidak ada
Kelenjar gondok : MT tidak ada, NT tidak ada Dada
Inspeksi : Simetris kiri-kanan
Bentuk : Normochest
Buah dada : Tidak ada kelainan
Sela iga : Tidak ada pelebaran
5. Thorax
Palpasi : Fremitus Raba : Kiri = Kanan ; Nyeri tekan: (-)
Perkusi : Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru hepar : ICS VI Dextra Anterior
Batas paru belakang kanan : V Th IX Dextra Posterior

46
Batas paru belakang kiri : V Th X Sinistra Posterior
Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/-;Wh -/-
6. Punggung
Inpeksi : kifosis tidak ada
Palpasi : MT tidak ada, NT tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada
Auskultasi : Rhonki dan wheezing tidak ada
7. Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal
Auskultasi : BJ I/II murni regular
Bunyi tambahan : Bising tidak ada Abdomen
Inspeksi : Ascites tidak ada, datar, ikut gerak napas
Palpasi : MT tidak ada, NT tidak ada daerah epigastrium
Hati& Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement tidak ada
Lain-lain :-
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
8. Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
9. Anus dan rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
10. Ekstremitas : Tidak tampak kelainan
- Status Neurologis
GCS : E4 M6 V5 = 15
Pupil : di tengah bulat isokor, ukuran 3mm/3mm
a. Anggota gerak atas

47
Kekuatan : 5/5
Tonus : (+) / (+)
Atrofi : (-) / (-)
Refleks fisiologis
Biceps :(+) / (+)
Triceps : (+)/ (+)
Refleks Patologis
Refleks Hoffman : (-) / (-)
Refleks Trommer : (-) / (- )
Sensibilitas
Taktil : normal/normal
Nyeri : normal/normal
Suhu : Tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan
b. Anggota gerak bawah
Kekuatan : 5/5
Tonus : (+) / (+)
Atrofi : (-) / (-)
Refleks fisiologis
Patella : (+) / (+)
Achilles : (+) / (+)
Refleks Patologis
Babinski : (-) / (-)
Chaddock : (-) / (-)
Gordon : (-) / (-)
Oppenheim : (-) / (-)
Sensibilitas

48
Taktil : (+) / (+)
Nyeri : (+) / (+)
Suhu : Tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan
4.1.4 Pemeriksaan Penunjang
-

4.1.5 Diagnosis
- Infeksi Saluran Pernapasan Akut

4.1.6 Penatalaksanaan dan Edukasi


- Penatalaksanaan
Farmakologis:
- Ambroxol syr 3x1/2 cth
- Vit.C 1x1 tab

- Edukasi
1. Mengurangi kebiasaan mengkonsumsi minuman atau makananan yang dingin
2. Mengurangi kebiasaan mengkonsumsi makanan gorengan
3. Istirahat cukup
4. Menggunakan masker saat batuk
5. Hindari kontak langsung dengan penderita TB aktif
6. Mengonsumsi obat sesuai dengan anjuran dokter.

49
7. Konsumsi makanan yang sehat dan bergizi
8. Kontrol ke Puskesmas atau Rumah Sakit jika keluhan tidak membaik.

4.2 PENDEKATAN SECARA HOLISTIK PASIEN INFEKSI SALURAN


PERNAPASAN AKUT
4.2.1 Profil Keluarga

Pasien An. SN (6 tahun) tinggal serumah bersama Bapak Tn. H (42 tahun), Ibu
Ny. A 34 tahun, dan kakaknya R 12 tahun.

4.2.2 Karakteristik Demografi Keluarga


- Identitas kepala keluarga : Tn.H
- Identitas Pasangan : Ny.A
- Alamat : Jl. Harimau no.112
- Bentuk Keluarga : Blended Family (Keluarga campuran)

Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Kelamin
Kepala 42
1 Tn.H Laki-laki SMA Buruh
keluarga tahun
34
2 Ny. A Istri Perempuan SMA IRT
tahun
12
3 An. R Anak Laki-laki SD Pelajar
tahun

4 An, SN Anak Perempuan 6 tahun SD Pelajar

Tabel 7. Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah

50
4.2.3 Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup

Status Kepemilikan Rumah : Rumah Pribadi


Daerah perumahan : Padat
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Jumlah penghuni dalam satu kamar : 4 orang Keluarga An. SN tinggal
Dapur 1 ( dapur bersama) di rumah dengan kamar
Lantai rumah dari : semen dan tegel, terdiri atas 2 sewa. Ny. S tinggal dalam
lantai rumah yang cukup bersih
Dinding rumah dari : batu, tripleks dengan lingkungan rumah
Jamban keluarga : 1 wc ( wc bersama) yang padat dan kondisi
Tempat bermain : tidak ada lorong yang sempit namun
Penerangan listrik : 1200 watt kebersihan tetap terjaga,

Ketersediaan air bersih : ada daerah disekitar lorong

Tempat pembuangan sampah : ada tertata rapih dan bersih,

Kamar Tidur : 1 namun ventilasi maupun

Dapur dan kamar mandi luar/bersama cahaya matahari yang


masuk kurang memadai,
kamar yang digunakan
dihuni oleh 4 Orang.
Dengan penerangan listrik
1200 watt. WC dan dapur
yang digunakan adalah
dapur bersama. Air PDAM
sebagai sarana air bersih
keluarga.
Tabel 8. Lingkungan Tempat Tinggal

51
4.2.4 Kepemilikan Barang-barang Berharga
Keluarga An. SN memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya yaitu
satu buah laptop yang terletak di kamar.

4.2.5 Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga


- Jenis tempat berobat : Puskesmas Tamalate
- Asuransi / Jaminan Kesehatan : BPJS

4.2.6 Pola Konsumsi Makanan Keluarga

Menu makanan sehari-hari keluarga ini bervariasi. Menu makanan yang biasa
dihidangkan Ny.S terdiri dari nasi, sayur, dan lauk yang digoreng yang biasanya
dimasak sendiri. Sayur yang dikonsumsi cukup bervariasi antara lain sayuran hijau,
terutama kangkung dan bayam baik direbus atau ditumis. Lauk yang dihidangkan
bervariasi seperti telur, tahu maupun tempe. Untuk buah-buahan sangat jarang
dikonsumsi oleh keluarga ini. Pola makan keluarga ini tiga kali sehari, terdiri dari
sarapan pagi, makan siang dan makan malam.

4.2.7 Pola Dukungan Keluarga

- Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga


Akses yang dekat antara rumah dengan lokasi di adakannya puskesmas keliling.
Selain itu, adanya komunikasi yang baik dalam keluarga, hubungan yang cukup
harmonis, keluarga cukup terbuka untuk setiap masalah kesehatan yang dihadapi.
Selain itu, adanya kesadaaran Ny.A untuk membawa anaknya juga yang merasa
perlu untuk berobat saat sedang sakit.
- Faktor Penghambat Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga
Diantaranya yang merupakan faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam
keluarga yaitu tidak adanya sarana transportasi milik pribadi untuk control
langsung ke puskesmas, akses yang cukup jauh dari rumah hingga Puskesmas.

52
Kurangnya pengetahuan tetangga mengenai pola hidup bersih dan sehat sehingga
tidak ada upaya pencegahan terhadap penularan penyebab infeksi paru, dukungan
gaya hidup sehat yang kurang dari keluarga.

4.2.8 Fungsi Fisiologis (APGAR)

Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang
dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5 Fungsi pokok
keluarga, antara lain :
- Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
dibutuhkan.
- Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam
mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
- Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan
keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua anggota
keluarga.
- Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional yang berlangsung.
- Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.

Penilaian :
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0
Total Skor:

53
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit

Penilaian

Hampir
Hampir Kadang-
No Pertanyaan Tidak
Selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)

1. Adaptasi
Jika obat Anda habis / jadwal kontrol
laboratorium tiba apakah ada anggota
keluarga yang bersedia mengantarkan Anda √
ke Puskesmas?

2. Partnership (Kemitraan)
Jika Anda lupa minum obat, apakah ada
anggota keluarga yang selalu mengingatkan √
untuk konsumsi obat secara rutin?

3. Growth (Pertumbuhan)
Jika Anda tidak dapat melakukan pekerjaan
rumah karena keterbatasan anda akibat

penyakit yang anda derita sehingga
pekerjaan rumah menumpuk, apakah suami
anda mau mengerti dengan anda?
4. Affection (Kasih Sayang)
Jika Anda merasa cemas akibat penyakit
anda, apakah anggota keluarga yang lain √
selalu mendampingi Anda dalam mengatasi
kecemasan tersebut?
5. Resolve (Kebersamaan)

Anda disarankan untuk mengurangi

54
konsumsi makanan gorengan, berlemak dan
makanan bergaram. Apakah anggota
keluarga yang lain mengkonsumsi menu
yang sama dan makan bersama?
Total Skor 5
Tabel 9. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita Infeksi Saluran Pernapasan
Akut

Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 5 ini menunjukkan Fungsi keluarga
kurang sehat.

4.2.9 Fungsi Patologis (SCREEM)


Aspek sumber daya patologi

- Sosial :
Keluarga asien memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan tetangga, masih
ada tetangga yang kurang peduli akan kesehatan.
- Cultural :
Pasien dan keluarganya mengadakan acara pernikahan sesuai adat istiadat Bugis-
Makassar.
Makanan yang sering ada pada saat pesta dan perayaan-perayaan tertentu yaitu
makanan tinggi gula seperti kue cucur bayao, pisang ijo, dan pisang goreng
balanda. Kue cucur, barongko, serta pisang goreng balanda dibuat dengan
menggunakan telur dan gula yang banyak sehingga menjadikan rasa kue ini sangat
manis. Selain itu, makanan yang berbahan tinggi lemak dan kalori seperti konro,
coto Makassar, dan Sop saudara sudah menjadi makanan sehari-hari masyarakat
Makassar.
- Religious :
Keluarga pasien kadang melakukan sholat 5 waktu.
- Economy :
Ekonomi pasien menengah kebawah.

55
- Education :
Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu SMA, pengetahuan tentang
ilmu kesehatan, terutama penyakit infeksi saluran pernapasan masih kurang.
- Medication:
Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan dari puskesmas dan
memiliki asuransi kesehatan BPJS.

A. Fungsi Keturunan
a. Genogram
Dalam keluarga pasien, nenek pasien juga memiliki keluhan yang serupa.

Gambar 7. Genogram Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut


Keterangan :

: Perempuan Normal

: Perempuan ISPA

56
: Laki-Laki normal

: Laki-laki ISPA

b. Bentuk keluarga
Bentuk keluarga ini adalah keluarga campuran (blended family). Keluarga
terdiri dari Tn. H sebagai kepala keluarga, Ny. A sebagai istri. An. R dan An. SN
sebagai Anak

c. Hubungan Anggota Keluarga


Ny.A dan Tn.H merupakan pasangan suami istri yang mempunyai dua
orang anak.

Gambar 8. Family mapping

Keterangan:
: Ayah Kandung
: Ibu Kandung
: Anak kandung

57
4.3 PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini adalah ISPA, didapatkan berdasarkan anamnesis
secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek risiko internal, dan aspek
risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan melakukan pendekatan
menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.

4.3.1 Analisa Kasus

Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Pasien Infeksi Saluran Pernapasan


Akut.
Skor Resume Hasil Akhir Skor
Masalah Upaya Penyelesaian
Awal Perbaikan Akhir
Faktor biologis
- ISPA merupakan 2 - Edukasi mengenai - Terselenggara penyuluhan 4
penyakit menular penyakit dan - Keluarga memahami
pencegahannya melalui bahwa penularan penyakit
penyuluhan gaya hidup ISPA dapat dicegah
sehat dengan makanan - Keluarga mau menerapkan
bergizi dan teratur dan gaya hidup sehat
mengtahui etika batuk.
Faktor ekonomi dan
pemenuhan kebutuhan
- Kondisi ekonomi 2 - Motivasi mengenai - Keluarga menyisihkan 4
menengah kebawah perlunya memiliki pendapatan untuk
dan tidak memiliki tabungan tabungan
tabungan
2 - Mengingatkan untuk tetap - menjalin hubungan yang
- Kehidupan sosial menjaga komunikasi dan baik dengan tetangga 4
dengan lingkungan membangun hubungan
kurang baik yang baik dengan
tetangga.
Faktor perilaku
kesehatan
- lingkungan yang 3 - Edukasi tentang - Anggota keluarga paham 4

58
cukup bersih namun pentingnya PHBS dirumah akan pentingnya PHBS
hygiene masih untuk mencegah infeksi. dan mau
kurang mengaplikasikan dengan
baik PHBS dilingkungan
dan rumah mereka
- Pasien ada keinginan 3 - Edukasi untuk berobat - Pasien berobat secara 4
untuk berobat namun secara teratur serta minum teratur dan minum obat
masih kurang obat sesuai anjuran dokter sesuai anjuran dokter
kepeduliannya
terhadap kepatuhan
terhadap anjuran
dokter.
Faktor Psikososial
- Kurangnya perhatian 2 - Menyarankan kepada - Anggota keluarga 4
keluarga pasien anggota keluarga untuk bersedia memberi
terhadap penyakit lebih perhatian dengan perhatian lebih kepada
yang dialami oleh kondisi pasien pasien
anggota keluarga

Total Skor 14 24
Rata-rata Skor 2,3 4

Tabel 10. Skoring Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Penyelesaian Masalah
dalam keluarga

Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah


Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.
Skor2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber (hanya
keinginan), penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnya oleh provider.
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang belum
dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian besar oleh
provider.
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung
pada upaya provider.
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga

59
4.3.2 Diagnosis Holistik, Tanggal Intervensi, dan Penatalaksanaan
Selanjutnya

Pertemuan ke 1 : 25 July 2019


Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosio-ekonomi
dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan alat yang
akan dipergunakan.
6. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.
7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
8. Membuat diagnosis holistik pada pasien.
9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis.

A. Anamnesis Holistik
- Aspek Personal
Saat saya mendatangi rumah pasien, pasien sedang menunggu di
depan rumahnya, karena sebelumnya saya sudah menyampaikan pada pasien
bahwa kami akan melakukan home visit. Suami pasien dan ketiga anaknya
juga serta cucunya berada di rumah. Pasien baru pertama kali mendapat
kunjungan dari pihak puskesmas untuk mengontrol keadaan pasien,
disamping itu pasien sangat begitu senang karena ada teman berbagi cerita.

- Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, didapatkan diagnosis ISPA.

60
- Aspek Faktor Risiko Internal

Keluarga pasien ada yang memiliki gejala yang sama yakni nenek pasien juga
sedang batuk dan pilek. Selain itu tetangga pasien juga diketahui mengalami
batuk lama. Pasien masih kurang mengetahui tentang etika batuk.

- Aspek Faktor Risiko Eksternal


Keluarga memperhatikan kebersihan lingkungan rumah namun kurang
memperhatikan kesehatan anggota keluarga yang lain.

- Aspek Fungsional
Sejauh ini anak S.N tidak merasakan adanya gangguan dalam melakukan
aktivitasnya, anak S.N menjalankan fungsi sosial dengan baik.

- Derajat Fungsional
Derajat 1 yaitu tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri.

- Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)


Pertemuan ke-1: Puskesmas Tamalate 15 Agustus 2019 pukul 09.30 WITA.
Pertemuan ke-2 : Rumah pasien Jl. Dg. Tata no.112 15 Agustus 2019 pukul
14.00 WITA.
Hasil yang
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Biaya Ket.
diharapkan
Aspek Memberikan edukasi Pasien Saat pasien Pasien Tidak Tidak
personal kepada pasien berobat ke mengetahui ada menolak
mengenai penyakit Puskesmas tentang ISPA
ISPA dan pentingnya Tamalate dan mengetahui
mengetahui tanda dan tanda dan
gejala yang bahaya gejalanya.
pada ISPA
Aspek Memberikan obat Pasien Saat pasien Gejala Tidak Tidak
klinik untuk mengurangi berobat ke berkurang ada menolak
gejala dari ISPA Puskesmas

61
Tamalate
Aspek memberikan informasi Pasien Saat pasien Pasien dapat Tidak Tidak
risiko mengenai risiko-risiko berobat ke mengetahui cara ada menolak
internal penyebab ISPA dan Puskesmas mencegah
cara mencegah Tamalate berulangnya
penularan penyakit ke ISPA
anggota keluarga yang
lain
Aspek Mengedukasi keluarga Keluarga Pada saat Keluarga dan Tidak Tidak
risiko dan tetangga untuk dan kunjungan tetangga ada menolak
external peduli dengan tetangga rumah memberi
kesehatan anggota pasien perhatian dan
keluarga dan dukungan lebih
tetangganya kepada anggota
keluarga dan
tetangga yang
lain.

Mengetahui
Mengedukasi keluarga tentang ISPA,
dan tetangga pasien cara mengelola
mengenai ISPA, lingkungan
mengelola lingkungan menjadi
sehat dan mengetahui lingkungan yang
etika batuk sehat dan
memahami etika
batuk
Aspek Menganjurkan untuk Pasien Pada saat Agar kondisi Tidak Tidak
fungsional olahraga teratur kunjungan tubuh selalu ada menolak
rumah sehat dan bugar
Tabel 11. Anamnesis Holistik Pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut

B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum baik. Tanda Vital: Nadi : 80 x/menit, Pernapasan : 22 x/menit,
Suhu : 37,0oC. Tidak didapatkan kelainan klinis yang bermakna.

C. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

D. Diagnosis Holistik (Bio-Psiko-Sosial)


Diagnose Klinis :
Diagnosa pada pasien ini adalah ISPA, didapatkan berdasarkan anamnesis
secara holistik yaitu aspek personal, aspek klinik, aspek risiko internal, aspek

62
risiko eksternal dengan melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan
diagnostik holistik.

Diagnose Psikososial:
Kurangnya pengetahuan mengenai etika batuk dan factor-faktor yang
menyebabkan penularan penyakit.

E. Penatalaksanaan Dan Edukasi


Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi
pencegahan primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan keluarga
pasien).

Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak menderita penyakit
ISPA antara lain :
 Mengatur pola makan
 Olahraga teratur, istirahat yang cukup
 Selalu memeriksakan dan rutin kontrol di Puskemas ataupun Rumah
Sakit
 Memiliki pengetahuan tentang etika batuk.

Pencegahan Sekunder
Pengobatan farmakologi berupa :
- Ambroxol syr 3x1/2 cth
- Vit.C

Terapi Untuk Keluarga

63
Terapi untuk keluarga yang sedang menderita penyakit yang sama juga
sama pengobatannya, selain itu memberikan pengetahuan tentang pola hidup
bersih dan sehat, serta etika batuk pada keluarga dan tetangga. Anggota keluarga
diberikan pemahaman agar bisa meningkatkan kepeduliannya terhadap kesehatan
anggota keluarga lainnya.

64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
A. Melakukan diagnosis secara klinis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisis
dan pemeriksaan penunjang, serta menginterpretasikan hasilnya dalam
mendiagnosis Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
B. Melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi Infeksi Saluran Pernapasan
Akut sesuai standar kompetensi dokter Indonesia.
C. Menggunakan landasan ilmu kedokteran klinis dan kesehatan masyarakat
dalam pendekatan holistik melakukan upaya pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut secara holistik dan komprehensif baik secara individu,
keluarga maupun komunitas.

5.2 Saran
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Ny. S yang
mengalami penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut, maka disarankan untuk
:
- Mengaplikasikan pola hidup sehat dalam keluarga beserta etika batuk.
- Menyediakan lingkungan yang sehat untuk keluarga
- Memperhatikan dan membantu keluarga atau tetangga yang sedang
mengalami batuk lama agar dapat memeriksakan dirinya ke dokter.
- Mengikuti ajuran dokter dan memeriksan diri ke puskesmas jika sedang
sakit.

65
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasmaliah. 2004. INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DAN


PENANGGULANGANNYA. Sumatera. USU digital library. H 1-7
2. Suhandayani (2007). Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan
Penanggulangannya. Medan: Universitas Sumatera Utara. H. 1-11
3. Kholisah Nasution. 2009. Infeksi Saluran Napas Akut pada Balita di Daerah
Urban Jakarta. Jakarta. Sari Pediatri. Departemen Ilmu Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sari Pediatri, Vol. 11,
No. 4, h ; 223-228
4. Gunawan, k. 2010. ISPA penanggulangan dan pencegahannya, Semarang.
Dinkes Provinsi Jawa Tengah. H.4-15
5. Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI
6.
Anand Krishnan.2015. Epidemiology of acute respiratory infections in
children - preliminary results of a cohort in a rural north Indian community.
Krishnan et al. BMC Infectious Diseases 15:462
7. Dr. purnamawati. 2014. Batuk pilek (Common cold) pada anak. Inhealth. H 1-
5
8. WHO.2007, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan,
(http://www.who.int/csr/resources/publications/csrpublications/en/ind
ex7.html, diakses tanggal 19 April 2018).
9. Depkes, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Saluran Pernafasan,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
10. Nugroho, A. E., 2012, Farmakologi Obat-obat Penting dalam Pembelajaran
Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 195-197

66
11. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, PT. Elex Media Komputindo,
Jakarta. Edisi Keenam, 262, 269-271,
12. Notoatmodjo S. (2011). Kesehatan Masyarakat (Ilmu & Seni). Jakarta: Rineka
Cipta.

67
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar. Pemeriksaan Pasien secara Alloanamnesis

Kondisi Kamar tidur Pasien

68
Gambar. Komdisi Kamar Mandi

Gambar. Kondisi Ruang dapur bersama

69
70

Anda mungkin juga menyukai