Anda di halaman 1dari 18

Referat

EFUSI PLEURA

Dokter Muda Stase Bedah


Periode 19 April – 23 Mei 2021

Oleh:

Rahma Adellia, S.Ked 04084822124026


Ummul Azizah, S.Ked 04084822124137

Pembimbing:
dr. Ahmat Umar, SpB-SpB TKV .

DEPARTEMEN BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

EFUSI PLEURA

Oleh:

Rahma Adellia, S.Ked 04084822124026


Ummul Azizah, S.Ked 04084822124137

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan


Klinik Senior di Departemen Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode 19 April – 23 Mei 2021.

Palembang, 07 Mei 2021


Pembimbing

dr. Ahmat Umar, SpB-SpB TKV


.

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan YME atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Efusi
Pleura”. Referat ini merupakan salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Departemen Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Periode 19 April s.d. 23 Mei 2021.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Ahmat Umar, SpB-SpB TKV., selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan
baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalan penyusuanan referat
ini yang disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penuli harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga referat ini dapat memberi manfaat
dan pelajaran bagi kita semua.

Palembang, 07 Mei 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ...……………………………………………... ii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. iv
BAB I PENDAHULUAN ………………............………………………….. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............………………………………….. 2
2.1. Anatomi Pleura …….......……………………………………………….. 2
2.2. Definisi .............…………………...............................…………………. 8
2.3 Epidemiologi ………................................................................................ 8
2.4 Etiologi ……………................................................................................. 8
2.5 Patofisiologi ………................................................................................... 9
2.6 Manifestasi Klinis ………........................................................................ 13
2.7 Diagnosis ………..................................................................................... 14
2.8 Diagnosis Banding ………....................................................................... 18
2.9 Tatalaksana ………................................................................................. 19
2.10 Komplikasi ………................................................................................. 23
2.11 Prognosis ……........................................................................................ 25
BAB III KESIMPULAN ……………………………………………….….. 27
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….… 28

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Efusi pleura merupakan suatu akumulasi cairan melebihi batas normal


pada cavitas pleuralis akibat ketidakseimbangan antara produksi atau absorpsi
cairan di rongga pleura. Efusi pleura merupakan manifestasi klinis dari penyakit
sehingga insidensinya cukup sering terrjadi. Beberapa studi menuliskan bahwa
estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 dari 100.000 kasus di negara industri
di mana persebaran etiologi tergantung dari prevalensi penyakit yang
mendasarinya. Di Indonesia, belum ada data nasional yang menggambarkan
prevalensi efusi pleura. Namun, beberapa studi telah dilakukan oleh beberapa
rumah sakit. Hasil catatan medis di RS Dokter Kariadi Semarang jumlah
prevalensi penderita efusi pleura untuk wanita 66,7% dan laki-laki 33,3%. Studi
lain di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011 dengan 136 kasus
menunjukan prevalensi wanita 34,6% dan laki-laki 65,4%.
Efusi pleura bisa terjadi karena terganggunya fungsi produksi atau
absorpsi dari cairan pleura dan peningkatan tekanan hidrostatik akibat adanya
bendungan. efusi pleura menimbulkan gejala utama yaitu sesak nafas terutama
saat berbaring, selain itu nyeri dada pleuritis dapat dirasakan. Gejala lain yang
timbul sesuai dengan penyakit yang mendasari. Diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan foto polos, namun pemeriksaan laboratorium
juga dapat dilakukan sebagai penunjang.
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan
kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi Pleura


Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim paru,
mediastinum, diafragma serta tulang iga; terdiri dari pleura viseral dan pleura
parietal. Pleura viseral membatasi permukaan luar parenkim paru termasuk fisura
interlobaris, sementara pleura parietal membatasi dinding dada yang tersusun dari
otot dada dan tulang iga, serta diafragma, mediastinum dan struktur servikal.
Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura
viseral diinervasi saraf-saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi
pulmoner, sementara pleura parietal diinervasi saraf-saraf interkostalis dan nervus
frenikus serta mendapat aliran darah sistemik. Pleura viseral dan pleura parietal
terpisah oleh rongga pleura yang berisi sejumlah tertentu cairan yang memisahkan
kedua pleura tersebut sehingga memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa
hambatan selama proses respirasi.
Cairan pleura berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler pleura, ruang
interstitial paru, kelenjar getah bening intratoraks, pembuluh darah intratoraks dan
rongga peritoneum. Jumlah cairan pleura tergantung mekanisme gaya Starling
(laju filtrasi kapiler di pleura parietal) dan sistem penyaliran limfatik melalui
stoma di pleura parietal. Senyawa-senyawa protein, sel-sel dan zat-zat partikulat
dieliminasi dari rongga pleura melalui penyaliran limfatik ini. Nilai rerata aliran
limfatik satu sisi rongga pleura adalah 0,4 mL/kgBB/jam pada orang normal atau
20 mL/ jam pada orang dewasa normal dengan berat badan 60 kg atau 500
mL/hari. Peningkatan volume tidal maupun frekuensi respirasi meningkatkan
eliminasi limfatik pleura. Kapasitas eliminasi limfatik pleura secara umum 20 –
28 kali lebih besar dibandingkan pembentukan cairan pleura. Tekanan pleura
merupakan cermin tekanan di dalam rongga toraks. Perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh pleura berperan penting dalam proses respirasi.

6
Definisi
Efusi pleura merupakan kondisi di mana terdapat akumulasi cairan berlebih
pada cavitas pleuralis yang disebabkan oleh meningkatnya produksi atau
berkurangnya absorpsi cairan pleura. Cairan biasanya bersumber dari pembuluh
darah atau pembuluh limfe, kadang juga disebabkan karena adanya abses atau lesi
yang didrainase ke cavitas pleuralis. Efusi pleura merupakan manifestasi dari
banyak penyakit, mulai dari penyakit paru sampai inflamasi sistemik atau
malignansi.

Epidemiologi
Data epidemiologi Amerika Serikat menunjukkan efusi pleura paling
banyak disebabkan oleh gagal jantung kongestif, pneumonia bakterialis,
keganasan, dan emboli paru. Insidensi efusi pleura diyakini setara antara pria dan
wanita, meskipun 2/3 kasus efusi pleura akibat keganasan muncul pada wanita,
umumnya terkait kanker payudara. Meskipun umumnya ditemukan pada orang
dewasa, kasus efusi pleura pada anak-anak cenderung meningkat akibat

7
pneumonia (parapneumonic effusion). Kasus efusi pleura juga dijumpai pada bayi
(fetal hydrothorax) meskipun jarang. Tingkat insidensi efusi pleura pada bayi
sekitar 2.2 – 5.5 per 1.000 kelahiran.
Sebagai suatu kondisi klinis, tingkat mortalitas efusi pleura ditentukan
berdasarkan penyakit penyertanya. Semakin beratnya kondisi efusi pleura sendiri
juga identik dengan mortalitas yang lebih tinggi. Penelitian tahun 2016
menunjukkan bahwa mortalitas 30 hari pada efusi pleura bilateral 4 kali lipat lebih
tinggi dibanding unilateral, yaitu 26% vs 5.9% secara berturut-turut.

Etiologi
Ada dua tipe penyebab utama dari efusi pleura, yaitu efusi pleura transudatif
dan eksudatif. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh beberapa kombinasi dari
peningkatan tekanan hidrostatik atau berkurangnya tekanan onkotik kapiler;
misalnya gagal jantung, sirosis, dan sindrom nefrotik. Efusi pleura eksudatif
disebabkan oleh proses lokal yang mengakibatkan perubahan pada pembentukan
dan penyerapan cairan pleura; peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan
eksudasi cairan, protein, sel, dan komponen serum lainnya. Penyebab yang paling
sering terjadi, yaitu pneumonia, malignansi, dan pulmonary embolism, infeksi
virus, dan tuberculosis (Harjanto dkk., 2018).

Patofisiologi
Akumulasi berlebih cairan hingga 300 mL disebut efusi pleura, mekanisme
terjadinya efusi pleura berdasarkan proses mekanisme yang mendasari. Pada efusi
pleura eksudat mekanismenya karena adanya peningkatan produksi sitokin
proinflamasi seperti interleukin 8 (IL-8) dan tumor necrosis factor a (TNFa)
sehingga menyebabkan peningkatan cairan ke dalam rongga pleura oleh karena
peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler. Hal ini mengakibatkan
perubahan aktif pada sel mesothelial pleura untuk semakin mempermudah cairan
masuk ke dalam rongga pleura.
Cairan pleura transudat terjadi akibat ketidakseimbangan tekanan hidrostatik
dan onkotik. Tekanan hidrostatik sistem vaskular pleura parietal akan mendorong

8
cairan interstisial ke kavum pleura sehingga terjadi akumulasi cairan transudat
yang kadar proteinnya lebih rendah dari serum. Penyakit yang umum
menyebabkan cairan pleura transudat adalah penyakit jantung kongestif, dan
sirosis.

Gejala klinis
Gejala yang paling sering timbul adalah sesak. Nyeri bisa timbul akibat efusi
yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul yang terlokalisir, dan
rasa berat pada dada. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit
karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan
banyak, penderita akan sesak napas. Pada anak masalah pernapasan adalah hal
yang paling sering dikeluhkan. Apabila dihubungkan dengan penyebabnya berupa
pneumonia maka gejala yang muncul adalah batuk, demam, sesak napas,
menggigil. Apabila penyebabnya bukan pneumonia, maka gejala pada anak
mungkin tidak ditemukan sampai efusi yang timbul telah mencukupi untuk

9
menimbulkan gejala sesak napas atau kesulitan bernapas. Demam subfebris pada
tuberkulosis, demam menggigil pada empiema, ascites pada sirosis hepatis.
Gejala efusi pleura tidak khas karena tergantung dari penyakit yang
mendasari dan besarnya efusi. Efusi pleura yang disebabkan oleh adanya infeksi
biasanya memiliki gejala sebagai berikut: demam persisten, batuk, dyspnea,
sputum produktif dan nyeri dada. Pada efusi pleura yang disebabkan oleh adanya
keganasan memiliki gejala yang tidak khas yaitu batuk, demam suhu rendah, dan
apabila berada di stadium berat dapat terjadi distres pernapasan. Pada efusi pleura
yang disebabkan karena gagal jantung atau sindrom nefrotik biasanya memilki
gejala dyspnea, tanpa demam, dan disertai edema pada ekstremitas.
Efusi pleura yang terjadi karena adanya infeksi dapat disebabkan oleh
beberapa penyakit seperti pneumonia, tuberkulosis, atau infeksi virus. Pada
pneumonia biasanya pasien memiliki trias gejala pneumonia yaitu batuk produktif
dengan dahak purulen atau bisa berdarah, sesak napas, dan demam tinggi. Pada
infeksi virus, biasanya lebih bersifat asimptomatik dan bersifat self-limiting
disease. Pada tuberkulosis, biasanya memiliki gejala umum TB berupa demam
subfebris berkepanjangan, batuk kronik lebih dari 3 minggu, nyeri dada, keringat
malam hari, dan penurunan berat badan. Pada pasien ini, gejala yang dirasakan
pasien lebih mengarah ke efusi pleura yang disebabkan oleh tuberkulosis paru.

Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis efusi pleura, dilakukan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik akan didapatkan:
 Pergerakan dada tidak simetris.
 Cairan >300cc, bagian yang ada cairan:
Perkusi redup, fremitus menghilang, suara napas melemah-hilang, trakea
terdorong ke kontralateral.
Kemudian dilakukan pemeriksaan cairan pleura untuk mengetahui tipe
transudat atau eksudat . efusi pleura tipe transudat dan eksudat dapat dibedakan
dengan mengukur LDH dan protein di dalam cairan pleura. Kriteria penetuan
efusi pleura tipe eksudat, minimal 1 kriteria terpenuhi. Sedangkan efusi pleura

10
tipe transudat, jika semua poin tidak terpenuhi. Selain itu, perlu dilakukan tes
tambahan seperti deskripsi cairan, banyaknya glukosa, hitung jenis, tes
mikrobiologi, dan sitologi.
 Protein cairan pleura/serum protein >0,5.
 LDH cairan pleura/LDH serum >0,6
 LDH cairan pleura >200 IU atau 2/3 batas atas nilai normal di dalam
serum.
Jika ternyata kriteria di atas terpenuhi 1 atau lebih (ke arah eksudat)
sedangkan secara klinis lebih mengarah ke arah efusi transudat, perlu dilakukan
pengukuran perbandingan protein di dalam serum dengan cairan pleura. Jika
hasilnya ≥ 31 g/L (3.1 g/dl), berarti efusi tipe transudat.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis Ellis Damoiseu). Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi
redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu
daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
Pasien efusi pleura biasanya akan merasa lebih nyaman bila dalam posisi
tubuh tegak dibandingkan berbaring. Hal ini disebabkan karena pengaruh gravitasi
sehingga cairan yang terakumulasi di rongga pleura akan turun dan proses
pengembangan paru dapat berjalan dengan lebih baik, dibandingkan saat posisi
berbaring yang menyebabkan cairan yang terakumulasi merata pada rongga pleura
sehingga lebih menganggu proses pengembangan paru atau ventilasi. Pada pasien
ini, sesak napas tidak bergantung oleh posisi. Pasien tetap merasa sesak saat posisi
duduk ataupun berbaring. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa terjadi efusi
pleura yang masif.

11
Pemeriksaan Penunjang
Untuk membantu menegakkan diagnosis dibutuhkan pemeriksaan
penunjang. Rontgen thoraks adalah suatu strategi imaging yang paling sederhana
untuk mengkonfirmasi adanya efusi pleura. Rontgen thoraks dapat dilakukan
dengan posisi AP, Lateral, dan dekubitus. Biasanya hasil rontgen thoraks pasien
efusi pleura menunjukkan adanya free-flowing pleural fluid, sudut costofrenicus,
dan Meniscus Sign (+).
 Foto Thoraks
Posisi PA: sudut kostofrenikus tumpul (>500 cc), foto diambil dalam
posisi duduk atau berdiri.
Lateral: sudut kostofrenikus tumpul jika cairan >200 cc.
PA lateral: terdapat perselubungan homogen, radio-opak (putih),
permukaan atas cekung.
 USG Thoraks
 Pungsi Pleura (thorakosintesis) dan analisis cairan pleura.
Setelah dapat mengkonfirmasi adanya efusi pleura, maka langkah
selanjutnya adalah mengkonfirmasi penyebab terjadinya efusi pleura
dengan melakukan thoracocentesis dan analisa cairan pleura.
Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh
pembiusan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk diagnostik
maupun terapeutik. Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada
penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah
paru di sela iga IX garis aksilaris posterior dengan memakai jarum
abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak
melebihi 1000 – 1500 cc pada setiap kali aspirasi. sehingga diharapkan
paru pada sisi yang sakit dapat mengembang lagi dengan baik, serta
jantung dan mediastinum tidak lagi terdesak ke sisi yang sehat, dan
penderita dapat bernapas dengan lega kembali. Aspirasi lebih baik
dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat
menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru. Thoracocentesis

12
direkomendasikan pada keadaan efusi pleura yang cukup, suspek
empyema masif, keganasan, atau pada neonatus. Thoracocentesis
dikontraindikasikan pada efusi pleura yang minimal atau kondisi non-
komplikasi.8 Setelah dilakukan thoracocentesis maka langkah selanjutnya
adalah menganalisis cairan pleura tersebut untuk mengetahui komponen
kimia cairan pleura. kriteria Light, yaitu rasio protein pleura dan plasma >
0,5 rasio LDH cairan pleura dan plasma > 0,60 dan LDH cairan pleura
lebih besar dari 2/3 batas atas nilai normal LDH serum.
Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan. Bila agak
kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan. Dan
adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen,
ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah coklat, ini menunjukkan
adanya abses karena amuba.
b. Biokimia
c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau
dominasi sel-sel tertentu. Apabila yang dominan sel neutrofil menunjukkan
adanya infeksi akut, sel limfosit menunjukkan adanya infeksi kronik seperti
pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum, sel mesotel menunjukkan
adanya infark paru, biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit, bila sel
mesotel maligna biasanya pada mesotelioma, sel-sel besar dengan banyak inti
pada arthritis rheumatoid dan sel L.E pada lupus eritematosus sistemik.
Makroskopik: transudat (jernih, agak kuning), eksudat (warna lebih gelap,
keruh), empiema (opak, kental), efusi kaya kolesterol (berkilau), chylous
(susu).
Mikroskopik: leukosit <1000/m3 leukosit meningkat, limfosit matur
(neoplasma, limfoma, TBC), leukosit PMN yang mendominasi (pneumonia,
pankreatitis).

13
Diagnosis Banding
Diagnosis banding berdasarkan karakteristik cairan pleura (Hasan &
Ambarwati, 2019).

Tatalaksana
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan kausal,
thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis. Penatalaksanaan
berdasarkan penyakit dasarnya.
 Gagal jantung
Pada pasien ini, terapi terbaik dengan diuretik. Jika setelah pemberian efusi
menetap, diagnostik thorakosintesis perlu dilakukan. Selain itu,
thorakosintesis dilakukan pada efusi satu sisi, disertai demam, atau nyeri dada
pleuritik. Jika nilai NT-proBNP cairan pleura >1500 pg/cc, mengartikan
bahwa efusi terjadi karena gagal jantung.
 Empiema atau efusi parapneumonia (berkaitan dengan pneumonia bakteria,
abses paru, bronkiektasis). Terapi pasien ini dengan thorakosintesis,
pemberian antibiotik, dan drainage. Sesuai guideline, pada pasien efusi pleura
yang disebabkan oleh infeksi maka diberikan terapi antibiotik dan
thoracocentesis sebagai terapi pilihan. First line antibiotik yang dapat

14
diberikan adalah penicillin, cephalosporin, clindamycin, dan ciprofloxacin.
Antibiotik dapat diberikan secara oral ataupun IV minimal 48 jam. Setelah
dilakukan thoracentesis, antibiotik oral dapat dilanjutkan 2-4 minggu.15 Pada
pasien ini diberikan antibiotik yaitu Ampicillin 3 x 1 gram IV dan Ceftizidim
3 x 1 gram IV sambil menunggu hasil pemeriksaan lainnya. Pasien juga
diberikan terapi cairan maintenance dengan menggunakan larutan D5 ½ NS.
Rumus kebutuhan cairan pada pasien ini dihitung berdasarkan kebutuhan
harian dengan menggunakan rumus Holliday Segar sehingga didapatkan
sebanyak 1700 ml/24 jam. Pasien juga diberikan paracetamol 3 x 375 cc jika
diperlukan di saat suhu mencapai > 38oC untuk membantu menurunkan
demam tinggi.
 Hidrothoraks hepatik
Terjadi pada 5% pasien sirosis dan asites karena perpindahan cairan dari
rongga peritoneum. Ke rongga pleura melalui lubang kecil di diafragma.
Posisi efusi di sebelah kanan.
 Pleuritis TB
Disertai gejala demam, penurunan BB, dispneu, dan nyeri dada pleuritis.
Penatalaksanaan dengan pemberian obat anti TB minimal 9 bulan dan
kortikosteroid dosis 0,75 – 1 mg/KgBB/hari selama 2-3 minggu yang mana
dosis akan diturunkan bertahap; thorakosintesis jika tedapat sesak atau efusi
lebih tinggi dari sela iga III.
 Kilothoraks
Penyebabnya trauma. Hasil dari thorakosintesis, akan terlihat cairan seperti
susu dan trigliserida ≥ 1.2 mmol/L (110 mg/dL). Penatalaksanaannya dengan
pemasangan chest tube dan pemberian oktreotida. Jika gagal, dilakukan
pleuroperitoneal shunt. Jika dilakukan pemasangan tube thorakostomi dengan
drainage chest tube, tidak boleh lama-lama karena bisa mengakibatkan
malnutrisi dan penurunan status imun.

15
 Hemothoraks
Penyebabnya trauma. Jika dalam cairan pleura, terlihat darah, perlu dilakukan
pemeriksaan hematokrit cairan pleura. Hasil hematokrit ≥ 1/2 dibandingkan
dengan hasil dari darah tepi, berarti mengarah ke hemothoraks.
Tatalaksana hemothoraks yaitu dengan chest tube thorakostomi. Bila
perdarahan >200ml/jam, thorakotomi atau thorakoskopi menjadi pilihan
pertama.
 Keganasan
Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor dan jenisnya.
Urutan keganasan penyebab efusi pleura mulai dari yang tersering, antara lain
tumor paru, payudara, limfoma, gastrointestinal, urogenital, dan lainnya.
WSD
 WSD ini merupakan suatu sistem drainage yang menggunakan water seal
untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura. Adapun indikasi
pemasangan WSD pada pasien ini adalah adanya efusi pleura yang massif.
Pleurodesis
 Pleurodesis merupakan tindakan melengketkan pleura parietalis dengan
pleura visceralis dengan zat kimia (tetracycline, bleomisin, thiotepa,
corynebacterium parvum) atau tindakan pembedahan. Tindakan dilakukan
bila cairan sangat banyak dan selalu terakumulasi kembali.

Komplikasi
 Efusi pleura berulang, terlokalisasi; empiema, gagal napas.

Prognosis
Tergantung pada penyakit dasarnya. Prognosis buruk pada efusi pleura berat
terutama Ph atau kadar gula cairan rendah.

16
BAB III
KESIMPULAN

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan


melebihi normal di dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan visceralis
dapat berupa transudat atau cairan eksudat yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan pleura. Efusi pleura
sebagai proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder
akibat penyakit lain. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi pleura dibagi
menjadi unilateral dan bilateral. Dalam menegakkan diagnosis efusi pleura,
dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Gejala yang paling sering
timbul adalah sesak, dipsneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak berupa
nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul yang terlokalisir, dan rasa berat pada dada .
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pergerakan dada tidak simetris. Didapatkan
cairan >300cc, pada bagian yang ada cairan akan didapatkan perkusi redup,
fremitus menghilang, suara napas melemah-hilang, trakea terdorong ke
kontralateral. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa foto thoraks, USG
thoraks, thoracosentesis, dan analisis cairan pleura. Pemeriksaan cairan pleura
dilakukan untuk menentukan tipe eksudat atau tipe transudat. Tatalaksana yang
dilakukan dengan cara pengobatan kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage
(WSD), dan pleurodesis. Komplikasi efusi peura berupa efusi pleura berulang,
terlokalisasi, empiema, dan gagal napas.

17
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Boka K. Pleural effusion. Medscape [2018 Dec 28].


https://emedicine.medscape.com/article/299959-overview.

Dewi, Hasna. Fairuz. 2020. Karakteristik Pasien Efusi Pleura di Kota Jambi. JMJ.
8(1), 54-59.

Harjanto, A. R., Nurdin, F., & Rahmanoe, M. (2018). Efusi Pleura Sinistra Masif
Et Causa TB pada Anak Massive Left Pleural Effusion Et Causa TB on
Children. Majority, 7(3), 152–157.

Hasan, H., & Ambarwati, D. (2019). Empiema. Jurnal Respirasi, 4(1), 26.
https://doi.org/10.20473/jr.v4-i.1.2018.26-32

Karkhanis VS, Joshi JM. Pleural effusion: diagnosis, treatment, and management.
Open Access Emerg Med. 2012; 4: 31-52.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4753987/.

Krishna R, Rudrappa M. Pleural effusion. Statpearls [Internet].


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448189/.

Liwang, Ferry., Yuswar, Patria W., Wijaya, Edwin. editor. 2020. Kapita Selekta
Kedokteran Jilid 1 Ed. 5. Jakarta; Media Aescularipius.

McGrath E. 2011. Diagnosis of Pleural Effusion: A Systematic Approach.


American Journal of Critical Care; 20: 119-128.

Sjamsuhidajat R, De Jong W, Editors. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De


Jong. Sistem Organ dan Tindak Bedahnya (1). 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2017.

18

Anda mungkin juga menyukai