Anda di halaman 1dari 15

Nama: Nabila Kaltsum

Nim: 04011281722130
Kelas: Alpha 2017
Nilai Interpretas
Pemeriksaan fisik Mekanisme
normal i
Lemah terjadi karena
kurangnya asupan
Kompos makanan sehingga
Lemah mentis kurangnya energi yang
diperlukan untuk
beraktifitas.
Ketakutan disebabkan
Tidak oleh trauma psikis
Ketakutan terlihat karena kekerasan yang
ketakutan dilakukan keluarga ke
Keadaan Abnormal andre.
Umum
Menggigil disebabkan
oleh respon tubuh
Tidak untuk meningkatkan
Menggigil
menggigil suhu akibat dari
peningkatan set point
hipotalamus.
Tampilan sangat kurus
Tidak
Tampak sangat disebabkan oleh
tampak
kurus kondisi gizi buruk yang
kurus
dialami andre.
Tanda vital Abnormal Adanya gizi buruk
dengan dehidrasi
membuat tubuh
berkompensasi untuk
Nadi 100x/m meningkatkan perfusi
(Isi dan oksigen dan nutrisi ke
80-90x/m
tegangan jaringan tubuh sehingga
kurang) terjadi peningkatan
frekuensi nadi. Namun,
isi dan tegangan kurang
akibat dari adanya
dehidrasi.
RR 30x/m 20-30x/m Peningkatan laju
pernapasan diakibatkan
dari adanya
bronkopneumonia yang
dialami oleh andre.
Adanya sumbatan
cairan yang
menghalangi jalan
napas sehingga dapat
menimbulkan
kompensasi untuk
meningkatkan usaha
napas.
Suhu tinggi disebabkan
oleh adanya
bronkopneumonia yang
diduga disebabkan oleh
bakteri. Adanya infeksi
memicu sel radang
36,5- (monosit, makrofag, sel
Suhu 38,8oC
37,2oC Kupffer) untuk
memproduksi pirogen
endogen (IL-1, TNF-a,
IL-6, interferon) yang
dapat meningkatkan set
point suhu di
hipotalamus.
Head to toe Tidak mampu Abnormal
duduk lama, Kurang gizi dan adanya
Aktif kekerasan fisik dan
inginnya
berbaring saja. psikis

Rambut Sebagai salah satu


Rambut kuning
hitam dan dampak dari
dan jarang
lebat kekurangan gizi
Konjuctiva anemis
Konjungtiva Tidak
dikarenakan
pucat anemis
kekurangan zat besi
Bibir kering dan Bibir Salah satu gejala gizi
pecah-pecah merah buruk, sebagai
merona manifestasi dari
kekurangan cairan
Retraksi dikarenakan
+ retraksi adanya peningkatan
Tidak
supraklavikula, usaha nafas yang
terdapat
interkosta, dan dilakukan sebagai
retraksi
epigastrium respon dari kesulitan
bernafas yang dialami.
Tidak ada Tidak ada
Normal
wheezing wheezing
Berdasarkan hasil
auskultasi didapatkan
ronki basah yang
menandakan adanya
sumbatan jalan napas
akibat cairan (sekret),
ronki halus
menandakan adanya
Terdengar ronki
Terdengar sumbatan di saluran
basah halus
suara napas dengan diameter
nyaring di kedua
vesikuler kecil seperti bronkiolus
lapangan paru
di kedua lapangan paru,
ronki nyaring
menandakan adanya
infiltrasi. Hal ini
menunjukkan adanya
tanda infeksi saluran
napas bawah
(bronkopneumonia).
Hematom terjadi
Hematom di karena pecahnya
ekstremitas Tidak pembuluh darah yang
inferior dan tampak diakibatkan oleh
superior serta hematom benturan keras atau
abdomen pukulan yang diterima
andre dari ibunya.
Laserasi pada telapak
Laserasi pada tangan dapat
telapak tangan Tidak diakibatkan oleh
kanan terdapat pukulan atau benturan
laserasi benda tumpul yang
kuat.
Jejas hitam merupakan
Jejas bentuk Tidak ada
hasil dari proses
setrika yang bentuk
penyembuhan luka
menghitam setrika di
bakar yg didapat dari
pada punggung punggung
setrika

KPSP sesuai Kurangnya asuh asah


Sesuai
dengan usia 5 asih dari orang tua
Pemeriksaan dengan
tahun pada Abnormal menyebabkan
perkembangan usai 7
semua sektor gangguan
tahun
perkembangan perkembangan Andre

Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2017, pemeriksaan penunjang yang


dilakukan pada bronkopneumonia untuk menegakkan diagnosis diantaranya yaitu:

• Rontgen dada: Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi distribusi struktural; dapat
juga menyatakan abses luas/ infiltrat, empiema (staphylococcus); infiltrasi menyebar
atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran/ perluasan infiltrat nodul (virus).
Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih. Foto thorax bronkopeumoni
terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia
lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
• Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung,
biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini
tidak rutin dilakukan karena sukar.
• Pemeriksaan fungsi paru. Pada pemeriksaan ini akan didapatkan volume paru
mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin
meningkat dan komplain paru menurun, terjadi hipoksemia.
• Analisa gas darah. Pada pemeriksaan darah ini biasanya akan didapatkan hasil yang
tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit
paru yang ada.

IDAI bersama DEPKES menyusun penggunaaan KPSP sebagai alat praskrening perkembangan
sampai anak usia 6 tahun, pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan untuk di bawah 2 tahun dan
setiap 6 bulan hingga anak usia 6 tahun. Pemeriksaan KPSP adalah penilian perkembangan anak
dalam 4 sektor perkembangan yaitu : motorik kasar, motorik halus, bicara/bahasa dan
sosialisasi/kemandirian. Tujuan KPSP untuk mengetahui perkembangan anak normal/sesuai
umur atau adanya penyimpangan. Monitoring perkembangan secara rutin dapat mendeteksi
adanya keterlambatan perkembangan secara dini pada anak.
Dari pemeriksaan KPSP, perkembangan Andre berusia 7 tahun saat ini setara dengan anak usia 5
tahun. Dapat disimpulkan bahwa Andre mengalami keterlambatan perkembangan akibat
kurangnya asah asih dan asuh dari keluarganya. Sebaiknya, setelah Andre mempunyai orang tua
asuh/wali asuh, Andre dan walinya dirujuk ke dokter spesialis anak bagian tumbuh kembang
untuk membantu mengejar keterlambatan perkembangan Andre.
EKSPLOITASI PADA ANAK

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) eksploitasi adalah pengusahaan,


pendaya-gunaan, atau pemanfaatan untuk keuntungan sendiri. atau pemerasan tenaga atas diri
orang lain merupakan tindakan yg tidak terpuji.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 pasal 13 ayat (1)
huruf b tentang perlindungan anak menyebutkan tentang perlakuan eksploitasi merupakan
tindakan atau perbuatan yang memperalat memanfaatkan, atau memeras anak untuk mem-
peroleh keuntungan pribadi, keluarga, ataupun goIongan.

Dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2014 pasal 1 yang dimaksud dengan anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.

Defenisi eksploitasi anak adalah tindakan sewenang-wenang dan perlakuan yang bersifat
diskriminatif terhadap anak yang dilakukan oleh masyarakat ataupun keluarga dengan tujuan
memaksa anak tersebut untuk melakukan sesuatu tanpa memperhatikan hak anak seperti
perkembangan fisik dan mentalnya. Ekploitasi anak dibawah umur berarti mengeksploitasi anak
untuk melakukan tindakan yang menguntungkan pada segi ekonomi, sosial ataupun politik tanpa
memandang umum anak yang statusnya masih hidup dimasa kanak-kanaknya.

Menurut pasal 13 UU no. 23 tahun 2002 menyatakan setiap anak yang dalam pengasuhan
orang tua atau wali, maupun pihak lain yang bertanggung jawab alas pengasuhan, berhak
mendapat perlindungan dari perlakuan, a) Diskriminasi, b) Penelantaran, c) Kekejaman,
kekerasan, dan penganiayaan, d) Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, e. Ketidakadilan
dan f) Perlakuan salah lainnya.

Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : a) Pelibatan dalam peristiwa
yang mengandung unsur kekerasan, b) Penyalahgunaan dalam kegiatan politik, c) Pelibatan
dalam kerusuhan sosial, d) Pelibatan dalam sengketa bersenjata, e) Pelibatan dalam peperangan.
Jika seorang anak dieksploitasi secara ekonomi dan seksual atau diperdagangkan,
maupun anak-anak yang menjadi korban narkoba, alkohol, psikotropika atau cat adiktif lainnya,
ataupun anak-anak yang menjadi korban penculikan, kekerasan baik fisik maupun mental,
demikian juga terhadap anak-anak penyandang canal, anak-anak korban penelan-taran oleh
orang tua, maka pihak pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban mem-berikan
perlindungan khusus.

Eksploitasi pada anak-anak memperlihatkan sikap diskriminatif ataupun tindakan


sewenang-wenang terhadap seorang anak yang dilakukan oleh para orang tua ataupun
masyarakat yang memaksa seorang anak untuk melakukan sesuatu untuk kepentingan ekonomi,
sosial ataupun politik tanpa mempedulikan hak-hak anak untuk mendapatkan per-lindungan
sesuai dengan per-kembangan fisik, psikis & status sosialnya.

Jadi eksploitasi anak adalah suatu tindakan memanfaatkan anak-anak secara tidak etis
untuk kepentingan ataupun keuntungan para orang tua maupun orang lain.

Bentuk-bentuk eksploitasi

1. Eksploitasi fisik
adalah penyalahgunaan tenaga anak untuk dipekerjakan demi keun-tungan orangtuanya
atau orang lain seperti menyuruh anak bekerja dan menjuruskan anak pada pekerjaan-
pekerjaan yang seharusnya belum pantas untuk dijalaninya. Dalam hal ini, anak-anak
dipaksa untuk bekerja dengan segenap tenaganya dan juga mengancam jiwanya, dengan
adanya tekanan fisik yang berat dapat menghambat pertumbuhan fisik anak-anak
sehingga mencapai 30% dikarenakan mereka mengeluarkan tenaga ekstra besar yang
merupakan cadangan stamina yang hunts dipertahankan hingga dewasa. Oleh sebab itu,
anak-anak pada umumnya mengalami cedera fisik yang diakibatkan oleh pukulan,
cambukan, luka lecet dan goresan ataupun memar dengan tingkat penyembuhan, fraktur,
luka pada mulur, bibir rahang dan mata yang membutuhkan waktu bagi upaya
penyembuhannya untuk setiap cedera fisik.

2. Eksploitasi sosial
Eksploitasi sosial adalah segala bentuk penyalahgunaan ketidak-mampuan seorang anak
yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional anak, seperti kata-kata
yang ancaman kepada anak atau menakut-nakuti anak, penghinaan kepada anak,
penolakan terhadap anak, perlakuan negatif pada anak, mengeluarkan kata-kata tidak
senonoh untuk perkembangan emosi anak, memberi hukuman yang kejam pada anak-
anak seperti memasukkan anak pada kamar gelap, mengurung anak dalam kamar mandi,
dan mengikat anak.
Pada sektor jasa, khususnya hotel dan obyek wisata, anak-anak direkrut berdasarkan
penampilan dan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Mereka harus
melayani para pelanggan yang pada umumnya orang dewasa, sehingga besar terjadinya
peluang mengalami tekanan batin karena mengalami rayuan-rayuan seksual.

3. Eksploitasi seksual
Eksploitasi seksual adalah melibatkan seorang anak dalam kegiatan seksual yang tidak
dipahaminya. Eksploitasi seksual tersebut dapat berupa perlakuan tidak senonoh dari
orang lain yang menjurus pada sifat pomografi, perkataan-perkataan porno, sehingga
membuat anak menjadi malu, menelanjangi anak-anak, menjerumuskan anak-anak pada
prostitusi, memanfaatkan anak-anak untuk produk porno-grafi.
Akibat dari eksploitasi seksual akan menularkan penyakit kelamin ataupun HIV/AIDS
ataupun penyakit seksual lainnya kepada anak-anak, karena anak-anak biasanya "dijual"
pada saat masih perawan. Bukan hanya itu, Ayom (dalam Nachrowi, 2004) menyebutkan
dampak secara umum yaitu merusak fisik dan psikososial.

4. Eksploitasi ekonomi
Adalah pemanfaatan anak-anak secara tidak etis dengan mempekerjakan mereka secara
paksa demi mendapatkan keuntungan secara ekomoni baik berupa uang atuapun yang
setara dengan uang.

Dampak eksploitasi terhadap anak

Dampak eksploitasi anak yang dapat terjadi secara umum adalah:


1.Anak berbohong, ketakutan, kurang dapat mengenal cinta dan kasih sayang, dan sulit percaya
kepada orang lain.

2.Harga diri anak rendah dan menunjukkan perilaku yang destruktif.

3.Mengalami gangguan dalam perkembangan psikologis dan interaksi sosial.

4.Pada anak yang lebih besar anak melakukan kekerasan pada temannya, dan anak yang lebih
kecil

5.Kesulitan untuk membina hubungan dengan orang lain

6.Kecemasan berat, panik, dan depresi (anak mengalami sakit fisik dan bermasalah di sekolah).

7.Abnormalitas atau distorsi mengenai pandangan terhadap seks.

8.Gangguan personality.

9.Kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain dalam hal seksualitas.

10.Mempunyai tendensi dan untuk prostitusi.

11.Mengalami masalah yang serius pada usia dewasa.

Dasar hukum larangan Eksploitasi Anak Menurut UU No. 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan anak yaitu:

1. Deklarasi tentang Hak Anak


2. Undang-Undang Dasar 1945
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
6. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang
7. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya
agar dapat hidup tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan,
harkat, dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Dengan dicantumkannya hak-hak anak yang sesuai dengan harkat dan martabat pada setiap
individu manusia, ha ini menunjukkan bukti keseriusan yang dikeluarkan oleh pemerintah,
senada dengan fenomena yang terjadi pada saat sekarang ini yaitu anak hanya dijadikan sebagai
pemuas ekonomi belaka. Oleh karena itu masih diperlukan suatu undang-undang tentang
perlindungan anak sebagai landasan yuridis seperti yang tercantum dalam pasal 59 dan dan pasal
66. Adapun bunyi dari pasal 59 dan 66 sebagai berikut.

Pasal 59

Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggungjawab untuk


memeberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan
dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi
dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan
narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikkan,
penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasaan baik fisik dan/atau mental, anak yang
menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.Adapun bentuk
perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi sebagai berikut:

1.Penyebarluasan atau sosialisasi ketentuan peratran perundang-undangan yang berkaitan dengan


perlindungan anak yang dieksploitasi.

2.Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.

3.Pelibatan berbagai intansi pemerintah, perusahaan, serikat kerja, lembaga swadaya masyarakat,
dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak.Jadi, ketika terjadi diskriminasi
kaitannya dengan masalah ekonomi keluarga, pemerintah tidak cukum membuka tangan tetapi
harus menerapkan gejala yang ada, agar anak tidak tereksploitasi dan mendapatkan penghidupan
serta pengajaran yang layak.

Pasal 66
1.Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual
sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah
dan masyarakat.

2.Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan melalui:

a)Penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundag-undangan yang berkaitan


dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual.

b)Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan

c)Pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya


masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi
dan/atau seksual.

3.Setiap orang dalarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau


turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

Upaya dan peran Pemerintah dalam mencegah terjadinya Eksploitasi Anak

Peran yang harus dimainkan Negara dalam masalah pekerja anak adalah mengakomodir
kepentingan terbaik anak untuk menyelamatkan kelangsungan hidup Bangsa dan Negara, melalui
jaminan perlindungan hidup anak-anak Indonesia, baik oleh lembaga legislative, eksekutif,
maupun yudikatif adalah :

a. Legeslatif Pusat :

- Perumusan Undang-Undang dan peraturan tentang perlindungan anak yang komprehensif;

- Pengalokasian anggaran untuk kepentingan terbaik bagi anak

- Melakukan pengawasan terhadap kinerja eksekutif dalam implementasi Undang Undang dan
Kebijakan tentang perlindungan anak;Merumuskan peraturan dan penerapan sanksi yang tegas
bagipelanggar hukum;
- Melakukan sosialisasi pada konstituen yang diwakili tentang upaya perlindungan anak

b. Legeslatif Daerah :

- Mengagendakan permasalahan anak sebagai perspektif merumuskan kebijakan daerah;

- Merumuskan peraturan daerah yang lebih kongkrit sesuai dengan karakteristik kondisi anak dan
pekerja anak di daerah masingmasing;

- Mengalokasikan anggaran daerah yang proporsional untuk kepentingan terbaik anak dan
pekerja anak;

- Melakukan pengawasan implementasi pemerintahan daerah terhadap peraturan daerah tentang


upaya penghapusan pekerja anak;

- Merumuskan penerapan sanksi bagi pelanggar hak anak dan pekerja anak.

c. Eksekutif Pusat :

- Melaksanakan dengan segera upaya-upaya penghapusan bentuk terburuk pekerja bagi anak;

- Melaksanakan Undang-Undang dan peraturan-peraturan secara adil dan bertanggungjawab;

- Melakukan sosialisasi berbagai peraturan dan perundang-undangan tentang anak dan pekerja
anak;

- Melakukan pengawasan dan pemindahan terhadap pelanggar hak anak dan pekerja anak;

d. Eksekutif Daerah :

- Melakukan identifikasi terhadap bentuk-bentuk terburuk pekerja bagi anak di wilayah masing-
masing;

- Melaksanakan peraturan daerah untuk perlindungan bagi anak dan pekerja anak;

- Malakukan pengawasan dan penindakan bagi pelanggar;


- Melaporkan kondisi pekerja anak secara periodik kepada publik.

e. Yudikatif

- Peran yudikatif di tingkat Pusat sampai Daerah melakukan penegakan terhadap hukum dan
seluruh peraturan yang berkaitan dengan larangan mempekerjakan anak.

Anda mungkin juga menyukai