Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2020


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA

OLEH :
RHIZKY SHASQIA PUTRI NUR
111 2019 2072

PEMBIMBING:
dr. Marliyanti Nur Rahmah Akib, Sp.M (K), M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : RHIZKY SHASQIA PUTRI NUR

Stambuk : 111 2019 2072

Judul Referat : Perdarahan Subkonjungtiva

Telah menyelesaikan Tugas Ilmiah dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian

Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Agustus 2020

Supervisor Pembimbing,

dr. Marliyanti N. Akib, Sp.M (K), M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-
Nya serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan
judul “Perdarahan Subkonjungtiva” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata.
Selama persiapan dan penyusunan referat ini rampung, penulis mengalami
kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan, saran, dan kritik dari
berbagai pihak akhirnya referat ini dapat terselesaikan serta tak lupa penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tulisan ini.
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan rahmat
yang melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
refarat ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
makalah ini. Saya berharap sekiranya makalah ini dapat bermanfaat untuk kita
semua. Amin.

Makassar, Agustus 2020

Hormat Saya,

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................ii

KATA PENGANTAR...........................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................iv

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................2

1.1 ANATOMI DAN HISTOLOGI.......................................................2

1.2 DEFINISI.........................................................................................6

1.3 EPIDEMIOLOGI.............................................................................7

1.4 ETIOLOGI.......................................................................................8

1.5 PATOFISIOLOGI............................................................................10

1.6 DIAGNOSIS.....................................................................................11

1.7 DIAGNOSA BANDING..................................................................13

1.8 TATA LAKSANA...........................................................................14

1.9 PROGNOSIS....................................................................................14

BAB III KESIMPULAN.......................................................................15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................16

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Mata merah adalah keluhan umum di unit gawat darurat dan klinik rawat

jalan. Salah satu penyebab yang sering adalah perdarahan subkonjungtiva.

Hemorragic Subkonjungtiva (SCH) adalah kelainan yang dapat terjadi sebagian

besar dianggap sebagai masalah biasa. Namun, ada saat-saat tertentu ketika

perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi sebagai manifestasi dari diagnosis dasar

yang lebih berbahaya, terutama jika terus-menerus atau berulang. Perdarahan

subkonjungtiva umumnya tidak menimbulkan rasa sakit tetapi dapat tampak

sebagai hiperemik difus.1

Oleh karena itu, dokter, dan dokter mata dapat menghadapi perdarahan

subkonjungtiva berkali-kali selama praktik klinis mereka. Konjungtiva dibagi

menjadi dua bagian. Konjungtiva bulbar menutupi sklera dan konjungtiva tarsal

menutupi bagian dalam kelopak mata. Darah dari perdarahan subkonjungtiva

berasal dari pembuluh darah kecil di permukaan mata di atas sklera dan bukan

dari bagian dalam mata. Darah bocor di bawah kapsul Tenon dan kondisinya

menjadi lebih jelas ketika darah bocor ke bagian konjungtiva bulbar yang terbuka

secara eksternal. Pasien lansia, terutama mereka yang memiliki kelainan

pembuluh darah seperti hipertensi dan diabetes, paling berisiko. Pasien yang lebih

muda cenderung memiliki penyebab yang lebih spontan atau traumatis. Namun

demikian, perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan perawatan

khusus dan akan sembuh dalam 1-2 minggu.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 ANATOMI DAN HISTOLOGI

Konjungtiva adalah membran mukosa transparan yang melapisi

permukaan posterior palpebra dan aspek anterior bola mata. Konjungtiva

membentang dari tepi palpebra ke limbus. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian

yaitu:2,3

1. Konjungtiva palpebralis, melapisi permukaan posterior kelopak mata dan

melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva

melipat ke posterior (forniks superior dan inferior) dan membungkus

jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva palpebralis

dapat dibagi menjadi konjungtiva marginalis, konjungtiva tarsalis dan

konjungtiva orbitalis.

2. Konjungtiva bulbaris, melekat ke septum ortbital di forniks dan melipat

berkali-kali. Adanya lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan

memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. (duktus-duktus kelenjar

lakrimal bermuara ke forniks temporal superior). Konjungtiva bulbaris

melekat pada kapsul tendon dan sklera di bawahnya, kecuali di limbus

(tempat kapsul tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm).

3. Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal

dengan konjungtiva bulbi.

2
Gambar 1. Anatomi Konjungtiva

Secara histologi, konjungtiva dibagi atas 3 lapisan yaitu lapisan epitel,

adenoid dan fibrous. Lapisan epitel terdiri atas 2 – 5 lapisan sel epitel silindris

bertingkat, yang mengandung sel goblet yang dapat mensekresi mukus.

Lapisan adenoid atau disebut lapisan limfoid, mengandung jaringan limfoid

dan beberapa folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan ini lebih banyak

berkembang di bagian forniks. Lapisan fibrous, mengandung serat kolagen

dan elastis yang tebal kecuali pada konjungtiva tarsal menjadi lebih tipis.

Lapisan ini mengandung pembuluh darah dan saraf. Lapisan ini menyatu

dengan kapsul tenon di konjungtiva bulbar.2

Gambar 2. Histologi konjungtiva

Suplai darah konjungtiva berasal dari 2 cabang arteri yaitu arteri palpebralis

dan arteri siliaris anterior. Konjungtiva palpebra dan konjungtiva forniks disuplai

3
oleh arteri palpebra, sedangkan konjungtiva bulbar disuplai oleh arteri palpebra

dan arteri siliaris anterior. Vena konjungtiva mengalir ke pleksus palpebralis dan

beberapa ke sekitar kornea di vena siliaris anterior. Sistem limfatik konjungtiva

terdiri atas lapisan superfisial dan profunda dan bergabung dengan pembuluh

limfe palpebra membentuk pleksus limfatikus . konjungtiva menerima persarafan

dari percabangan pertama dari nervus V, dimana serabut nyerinya relatif kurang.2

Gambar 4. Arteri yang mensuplai konjungtiva4

4
Gambar 5. Suplai darah konjungtiva2

1.2 DEFINISI
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rupturnya pembuluh
darah di bawah lapisan konjungtiva yaitu pembuluh darah konjungtiva atau
episklera dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma.5

Gambar 6. Perdarahan subkonjungtiva spontan saat menggunakan


warfarin3

Gangguan umum ini dapat terjadi secara spontan, biasanya hanya pada
satu mata, pada semua kelompok umur. Onset mendadak dan penampilannya yang
cerah biasanya membuat pasien waspada (Gambar 6). Perdarahan disebabkan oleh
pecahnya pembuluh konjungtiva kecil, kadang-kadang diawali dengan batuk atau
bersin yang parah. Perawatan terbaik adalah kepastian. Perdarahan biasanya
meresap dalam 2-3 minggu. Dalam kasus yang jarang terjadi, jika perdarahan
bilateral atau berulang, kemungkinan diskrasia darah harus disingkirkan.3

5
6
Gambar 7. Kemosis hemoragik masif setelah trauma mata tumpul yang
parah. Pecahnya globe di kuadran superonasal dikonfirmasi dengan eksplorasi
bedah.3

Perdarahan subkonjungtiva terjadi akibat pemotongan atau robeknya satu


atau lebih pembuluh darah orbital konjungtiva atau anterior yang menyebabkan
penumpukan darah di substansia propria konjungtiva. Jika lebih dari 270 derajat
atau terkait dengan kemosis yang menonjol, hal ini dicurigai sebagai cedera bola
mata terbuka (Gambar 7) dan memerlukan eksplorasi bedah segera.3

1.3 EPIDEMIOLOGI
Perdarahan subkonjungtiva, secara umum, tidak memiliki perbedaan jenis
kelamin. Namun peradarahan subkonjungtiva traumatis terbukti lebih umum pada
pria muda yang kemungkinan besar terkait dengan melakukan pekerjaan berat dan
kecenderungan untuk melakukan aktivitas yang lebih agresif. Tingkat kejadian
spontan vs. traumatis bervariasi bergantung pada karakteristik populasi itu sendiri.
Satu studi menunjukkan tingkat kejadian perdarahan subkonjungtiva non-trauma
lebih tinggi pada wanita dengan rasio pria dan wanita 0,8.1
Dengan konsensus yang luas bahwa perdarahan subkongtiva spontan
meningkat seiring bertambahnya usia terutama setelah usia 50 tahun. Hal ini
disebabkan kemungkinan penyakit penyerta yang lebih tinggi seperti hipertensi,
hiperlipidemia, dan diabetes mellitus. Ada juga peningkatan kejadian SCH di

7
musim panas menurut sebuah penelitian, namun hal ini mungkin terjadi setelah
anak-anak lebih sering melakukan presentasi selama bulan-bulan liburan musim
panas.1,6

1.4 ETILOGI
Perdarahan subkonjungtiva dapat dibedakan menjadi dua kategori: traumatis vs
spontan, Insiden traumatis perdarahan subkonjungtiva meningkat akibat
peningkatan penggunaan lensa kontak serta jumlah orang yang menjalani operasi
mata. Pemakai lensa kontak memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk
mengalami konjungtivokalasis, pinguekula, dan keratitis pungtata superfisial.
Penyakit konjungtiva ini dapat menyebabkan peningkatan peradangan melalui
kekeringan dan gesekan antara lensa dan konjungtiva itu sendiri serta
kemungkinan gangguan aliran air mata. Cacat material dan endapan permukaan
pada lensa keras, serta cacat pada pelek dengan penggunaan lensa kontak sekali
pakai dalam waktu lama, dapat menyebabkan perdarahan subkonjuntiva.1,7

Gambar 8. Perdarahan subkonjungtiva traumatis yang melibatkan setengah nasal


konjungtiva bulbar yang disebabkan oleh pemakaian lensa kontak lunak.7
Operasi mata, terutama pada pasien yang menggunakan antikoagulasi,
meningkatkan risiko perdarahan subkonjungtiva. Operasi katarak, operasi refraksi,
anestesi lokal seperti suntikan sub-Tenon dapat mempotensiasi perdarahan
subkonjungtiva. Seringkali trauma kecil lokal seperti menggosok mata atau benda
asing dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva. Untuk alasan ini, pasien

8
mungkin tidak mengingat adanya trauma kecil. Dalam kasus trauma ekstensif,
perdarahan subkonjungtiva mungkin hadir dalam lingkup cedera yang lebih
dahsyat seperti bola mata terbuka. Perdarahan subkongtiva dapat berkembang
setelah fraktur orbital. Fraktur tengkorak basilar dapat diidentifikasi jika ada
perdarahan subkonjungtiva yang berasal dari forniks saat tidak ada trauma globe.1
Trauma non-kecelakaan harus dipertimbangkan pada bayi yang datang
dengan perdarahan subkonjungtiva terisolasi bilateral terutama jika berhubungan
dengan petechiae wajah. Sindrom asfiksia traumatis yang disebabkan oleh
kompresi yang lama pada perut bagian atas dan dada anak dapat menyebabkan
penyumbatan vena yang parah secara tiba-tiba.1
Sebaliknya, perdarahan subkonjungtiva pada bayi baru lahir dapat menjadi
normal setelah persalinan pervaginam dengan perkiraan kejadian 1-2%.
Mekanismenya sama seperti di atas, namun kontraksi uterus memberikan
kompresi. Faktor risiko terbesar untuk perdarahan subkonjungtiva spontan adalah
hipertensi dan gangguan pembuluh darah lainnya seperti diabetes dan
hiperlipidemia. Penyakit ini dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh
dan pecah secara spontan. Hipertensi telah terbukti menjadi faktor risiko utama
perdarahan subkonjungtiva terlepas dari apakah tekanan darah dikendalikan oleh
obat-obatan. Perdarahan subkongtiva spontan juga telah terbukti menjadi
prediktor hipertensi jika terbukti tinggi pada presentasi awal setelah follow up 1

dan 4 minggu.1

9
Gambar 9. Pasien dengan perdarahan subkonjungtiva difus ini mengalami
hipertensi yang tidak terkontrol.7
Orang yang memiliki gangguan vaskular juga dapat diberikan
antikoagulasi seperti warfarin atau heparin. NSAID seperti aspirin dan inhibitor
P2Y12 seperti clopidogrel juga dapat meningkatkan risiko perdarahan
subkonjungtiva. Risiko perdarahan subkonjungtiva tetap ada meskipun INR
berada dalam kisaran terapeutik. Penyebab spontan lainnya termasuk peningkatan
tekanan vena seperti batuk, muntah, olahraga / angkat beban berat, manuver
Valsava. Konjungtivitis hemoragik akut yang paling sering disebabkan oleh
enterovirus dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva yang sangat luas,
namun prevalensi penyakit ini menurun. Menstruasi dapat menyebabkan
perdarahan subkonjungtiva kemungkinan sekunder akibat diskrasia darah dan /
atau tekanan vena. Ada banyak penyakit lain yang gejala awalnya dikaitkan
dengan perdarahan subkonjungtiva termasuk sindrom Steven-Johnson,
hemochromatosis, dan penyakit pembuluh darah dermatologis seperti sarkoma
Kaposi, granuloma piogenik, telangiektasis, dan hemangioma. Dalam kebanyakan
kasus, perdarahan subkonjungtiva tidak memerlukan perawatan khusus, tetapi
pasien harus diyakinkan bahwa perdarahan akan menyebar dalam 2-3 minggu,
dengan darah berubah dari merah menjadi coklat dan kemudian menjadi kuning

10
(Gambar 10). Namun, hampir setengah dari kasus perdarahan subkonjungtiva
spontan bersifat idiopatik dalam etiologi.1,7
Gambar 10. Gambaran Pulau dengan perubahan warna kuning di bagian nasal
bulbar konjungtiva menunjukkan absorpsi perdarahan subkonjungtiva.7

1.5 PATOFISIOLOGI
Perdarahan subkonjungtiva terjadi akibat perdarahan pembuluh darah
konjungtiva atau episkleral dan selanjutnya bocor ke ruang subkonjungtiva.
Pembuluh darah bisa aus dan robek seiring waktu. Jaringan ikat dan elastis
menjadi rapuh seiring bertambahnya usia dan komorbiditas yang mendasari yang
dapat menyebabkan penyebaran perdarahan yang mudah pada orang tua.
Perdarahan subkonjungtiva traumatis lebih terlokalisasi di lokasi benturan
dibandingkan spontan. Ada kecenderungan untuk berkembangnya perdarahan
subkonjungtiva pada aspek temporal mata karena konjungtiva bulbar dari aspek
temporal lebih besar daripada aspek nasal. Alasan lain termasuk peningkatan
insiden konjungtivokalasis, perlindungan hidung pada aspek hidung, dan lebih
banyak kesulitan mendeteksi proyektil pada aspek temporal. Aspek inferior
tercatat memiliki peningkatan kejadian perdarahan subkongtiva dibandingkan
dengan kemungkinan superior darah yang mengarah ke bawah.1,5

1.6 DIAGNOSIS
1.6.1 ANAMNESIS
Keluhan

Pasien datang dengan keluhan adanya darah pada sklera atau mata
berwarna merah terang (tipis) atau merah tua (tebal). Sebagian besar tidak ada
gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan subkonjungtiva selain
terlihat darah pada bagian sklera. Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam
pertama setelah itu kemudian akan berkurang.5

Faktor Risiko5
1. Hipertensi

11
2. Trauma tumpul atau tajam
3. Penggunaan obat pengencer darah
4. Benda asing
5. Konjungtivitis

1.6.2 PEMERIKSAAN FISIK5


1. Pemeriksaan status generalis
2. Pemeriksaan oftalmologi :
- Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis)
atau merah tua (tebal)
- Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan umumnya 6/6, jika visus <6/6
curiga terjadi kerusakan selain di konjungtiva atau pasien memiliki
kelainan refraksi.
- Pemeriksaan funduskopi perlu pada setiap penderita dengan perdarahan
subkonjungtiva akibat trauma.
Aspek kunci dari pemeriksaan fisik adalah untuk membedakan antara injeksi
konjungtiva versus injeksi siliaris. Perdarahan konjungtiva disebabkan oleh
pelebaran pembuluh darah konjungtiva posterior dan lebih dangkal. Hal ini dapat
menyebabkan mata tampak lebih merah secara dramatis dalam pola kontinu di
atas sklera. Sebaliknya, injeksi siliaris melibatkan pelebaran arteri siliaris anterior
yang dapat menunjukkan peradangan intraokular pada iris, kornea, atau badan
siliaris. Injeksi siliaris juga dikenal sebagai siram sirkumcorneal dan muncul
sebagai lingkaran kemerahan. Perbedaan ini penting karena injeksi siliaris
dikaitkan dengan diagnosis yang berpotensi lebih berbahaya seperti iritis,
glaukoma akut, episkleritis, dan skleritis. SCH juga dapat disalahartikan sebagai
konjungtivitis virus atau bakteri.5

12
Gambar 11. Perdarahan subkonjungtiva pada hampir seluruh permukaan5

Namun, biasanya ada beberapa derajat nyeri yang terkait dengan diagnosis ini.
Selain itu, pada pemeriksaan fisik, kemerahan lebih menyebar dan bukan area
perubahan hemoragik yang tertutup dan rapat seperti yang terlihat pada
perdarahan subkonjungtiva. Konjungtivitis virus bersifat bilateral dan dalam
banyak kasus perdarahan subkongtiva bersifat unilateral.1,5
Evaluasi awal dan penentuan perdarahan subkonjungtiva bersifat klinis dan
berdasarkan penampilan itu sendiri. Namun, slit-lamp dengan pemeriksaan
fluorescein penting untuk menentukan trauma mata atau kondisi mata lokal yang
mungkin mendasari, yang dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva. Semua
pasien dengan perdarahan subkonjungtiva harus diperiksa tekanan darahnya
secara rutin. INR harus diperiksa jika pasien memakai warfarin. Jika perdarahan
subkonjungtiva menjadi persisten atau berulang, maka pemeriksaan tentang
gangguan perdarahan dan keadaan hipokoagulasi lainnya harus dilakukan.
Namun, harus dicatat bahwa pengujian hemostatik ekstensif tidak diperlukan jika
tidak ada gejala perdarahan lain dan hanya perdarahan subkonjungtiva.
Fundoskopi umumnya tidak diindikasikan.

1.7 DIAGNOSA BANDING


Jika dicurigai trauma orbital, globe pecah dan hematoma retrobulbar adalah
diagnosis yang harus disingkirkan karena ini mengancam penglihatan dan
membutuhkan konsultasi oftalmologi darurat. Dalam pengaturan trauma,
seseorang juga harus mempertimbangkan abrasi kornea, laserasi konjungtiva,
benda asing okular, iritis traumatis, hifema traumatis. Perbedaan untuk kasus non-
trauma termasuk konjungtivitis, episkleritis, pterigium atau pinguekula yang
meradang, erosi kornea, keratitis, uveitis anterior. Seseorang juga harus
mempertimbangkan dan menyingkirkan glaukoma akut sudut tertutup, ulkus
kornea, endophthalmitis, dan skleritis karena ini adalah keadaan darurat
oftalmologi.1

13
Sering kali, etiologi yang lebih berbahaya dapat ditemukan hanya dengan
observasi sederhana. Seorang pasien yang mengalami ruptur globe atau hematoma
retrobulbar dapat mengalami proptosis, chemosis, penurunan ketajaman visual,
atau pupil berbentuk tetesan air mata. Pemeriksaan fisik juga dapat membantu
untuk membedakan gangguan mata lainnya seperti cacat pupil aferen dalam
pengaturan neuropati optik atau fotofobia konsensual dalam pengaturan iritis.
Pemeriksaan slit lamp dengan pewarnaan fluorescein bisa menjadi tambahan yang
sangat berguna dalam pemeriksaan untuk menyelidiki kemungkinan erosi, borok,
dendrit dengan lebih baik. Banyak dari pasien ini mungkin memiliki gejala
grittiness atau sensasi benda asing yang semuanya tidak boleh ada pada kasus
perdarahan subkonjungtiva sederhana.1

1.8 TATALAKSANA
Umumnya, tidak ada pengobatan yang diindikasikan untuk perdarahan
subkonjungtiva kecuali jika dikaitkan dengan kondisi serius tertentu. Darah
biasanya diserap kembali selama 1-2 minggu tergantung pada jumlah darah yang
keluar. Pemulihan bisa memakan waktu hingga 3 minggu jika pasien
menggunakan antikoagulasi. Kompres es dan air mata buatan dapat digunakan
untuk meminimalkan pembengkakan jaringan dan meredakan ketidaknyamanan.
Konsultasi oftalmologi darurat diperlukan jika perdarahan subkonjungtiva terjadi
melalui trauma dan diduga trauma retina intraocular atau lainnya. Brimonidine
encer dan oxymetazoline telah diindikasikan untuk meningkatkan kenyamanan
pasien dan menurunkan kejadian perdarahan subkonjungtiva setelah injeksi
intravitreal. Jika seorang anak memiliki subkonjungtiva berulang atau besar
perdarahan, gangguan perdarahan atau tidak disengaja trauma harus dicurigai.7,8,9

14
Gambar 12. Penyembuhan perdarahan subkonjungtiva5

1.9 PROGNOSIS
Perdarahan subkonjungtiva menawarkan prognosis visual yang baik.
Penglihatan umumnya tidak terganggu. Tingkat kekambuhan untuk perdarahan
subkonjungtiva spontan sekitar 10% tanpa faktor risiko yang dapat diidentifikasi
dan lebih tinggi jika pasien menggunakan terapi antikoagulan atau antiplatelet.10

BAB III

KESIMPULAN

Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rupturnya pembuluh


darah di bawah lapisan konjungtiva yaitu pembuluh darah konjungtiva atau
episklera dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma. Penyebab perdarahan
subkonjungtiva biasanya berasal dari etiologi yang tidak dapat diidentifikasi.
Tetapi dalam beberapa kasus, mungkin ada faktor risiko predisposisi sistemik dan
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas lebih
lanjut. Selain itu, beberapa pasien mungkin mengalami perdarahan
subkonjungtiva yang disebabkan oleh antikoagulasi. Oleh karena itu, penting
untuk berkonsultasi dengan ahli jantung / ahli bedah vaskular atau siapa pun yang
memantau antikoagulasi pasien. Perdarahan subkonjungtiva juga dapat terjadi

15
pada bayi baru lahir dan anak-anak, oleh karena itu, ahli neonatalogist, dokter
anak, dokter gawat darurat anak dapat dilibatkan

DAFTAR PUSTAKA

1. Doshi Ricky. 2020. Subconjunctival Hemorrhage. StatPearls Publishing


LL.

2. Khurana, AK. 2015. Disease of Conjunctiva in Comprehensive


Ophtalmology 6th edition. New Delhi (India) : Jaypee Brothers Medical
Publishers.p.90
3. Riordan-Eva P, Augsburger JJ. 2017. Vaughan & Asbury’s General

Ophthalmology. 19th ed. New York: McGraw-Hill Education;. 116

4. Paulse F, ect. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Kepala, Leher,

Neuroanatomi. Jakarta: EGC.

16
5. Syawal, Rukyah, st. dr. Prof, et al. 2018. Buku Ajar Bagian Ilmu

Kesehatan Mata, Panduan Klinik dan Skill Program Profesi Dokter.

Makassar : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia.

6. Hu DN, Mou CH, Chao SC, Lin CY, Nien CW, Kuan PT, Jonas JB, Sung
FC. Incidence of Non-Traumatic Subconjunctival Hemorrhage in a
Nationwide Study in Taiwan from 2000 to 2011. PLoS ONE. 2015 ;
10(7):e0132762.

7. Tarlan B, Kiratli H. Subconjunctival hemorrhage: risk factors and


potential indicators. Clin Ophthalmol. 2013;7:1163-70.

8. Gonzalez-Saldivar G, Pita-Ortiz IY, Flores-Villalobos EO, Jaurrieta-


Hinojos JN, Espinosa-Soto I, Rios-Nequis G, Ramirez-Estudillo A,
Jimenez-Rodriguez M. Oxymetazoline: reduction of subconjunctival
hemorrhage incidence after intravitreal injections. Can. J.
Ophthalmol. 2019. Elsevier. Aug;54(4):513-516.

9. Casey Beal, MD, & Beverly Giordano, MS, RN, CPNP, PMHS. 2016.
Clinical Evaluation of Red Eyes in Pediatric Patients. Department of
Ophthalmology, University of Florida, Gainesville, FL.1-9

10. Cagini C, Iannone A, Bartolini A, Fiore T, Fierro T, Gresele P. Reasons


for visits to an emergency center and hemostatic alterations in patients
with recurrent spontaneous subconjunctival hemorrhage. Eur J
Ophthalmol. 2016 Mar-Apr;26(2):188-92.

17

Anda mungkin juga menyukai