Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN IKM-IKK REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2020


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Tuberculosis Paru

Disusun Oleh:
Rhizky Shasqia Putri Nur
11120192072

Pembimbing:
Dr.dr. Burhanuddin Bahar, Msc

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN IKM-IKK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Karunia-Nya serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad
SAW beserta sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Refarat ini dengan judul “Tuberculosis Paru” sebagai salah
satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian IKM-IKK.
Selama persiapan dan penyusunan Referat ini rampung, penulis
mengalami kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan,
saran, dan kritik dari berbagai pihak akhirnya refarat ini dapat
terselesaikan serta tak lupa penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian tulisan ini.
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala
dan rahmat yang melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan refarat ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran untuk menyempurnakan makalah ini. Saya berharap sekiranya
makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin.

Makassar, Oktober 2020


Hormat Saya,

Penulis

2
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Rhizky Shasqia Putri Nur

NIM : 111 2019 2072

Judul : Tuberculosis Paru

Telah menyelesaikan Referat yang berjudul “Tuberculosis Paru” dan

telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan supervisor pembimbing

dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian IKM-IKK Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

Menyetujui, Makassar, Oktober 2020

Supervisor Pembimbing, Penulis,

Dr.dr. Burhanuddin Bahar, Msc Rhizky Shasqia Putri Nur

3
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................1
KATA PENGANTAR.................................................................................2
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................3
DAFTAR ISI..............................................................................................4

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………….………….5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi.........................................................................................7

II. Epidemiologi...............................................................................7

III. Klasifikasi...................................................................................8

IV. Patogenesis...............................................................................9

V. Gejala Klinis.............................................................................11

VI. Diagnosis.................................................................................13

VII. Diagnosis Banding.................................................................14

VIII. Koplikasi................................................................................20

IX. Penatalaksanaan....................................................................20

X. Prognosis.................................................................................23

BAB III. KESIMPULAN...........................................................................24

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................26

4
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru atau di berbagai organ tubuh yang lainnya yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini juga
mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membrane selnya
sehingga menyebabkan bakteri ini meanjadi tahan asam dan
pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak
tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi pada
malam hari1.
Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru (80%) dibandingkan
dengan organ lainnya. Pasien dengan TB paru biasanya disertai batuk
berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala
tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan
lemas, napsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari satu
bulan.TBC paru biasanya menyerang usia produktif dan kalangan
ekonomi rendah dengan tingkat pendidikan rendah. 2,3
Diagnosik TB dapat ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskopis
BTA pada sputum penderita. Jika TB paru dideteksi secara dini dan
diobati secara tuntas maka penderita TB paru dapat cepat menjadi non-
infeksius dan akhirnya sembuh. Oleh karena itu, diagnosis memegang
peran penting dalam pengendalian infeksi TB di komunitas. 2
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO)
telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan
WHO tahun 2009 menyatakan bahwa terdapat 8,9 – 9,9 juta kasus
tuberkulosis secara global.Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi
tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi

5
kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara
yaitu 35% dari seluruh kasus TB di dunia. 2 Jumlah penderita TB paru di
Indonesia merupakan jumlah persentase kelima terbesar di dunia. 2 Dan
biasanya 20% lebih tinggi pada laki- laki dibandingkan perempuan, tiga
kali lebih tinggi dipedesaan dibandingkan perkotaan dan empat kali lebih
tinggi pada pendidikan rendah dibandingkan pendidikan tinggi.
Berdasarkan Kesehatan dasar tahun 2013 di Sulawesi utara, tercatat
kurang lebih 6889 orang atau 0,3 % dari total penduduk mengidap TB dan
di Manado terdapat 1198 orang terdiagnosis TB. 4
Menurut data terbaru, Indonesia merupakan negara dengan
penyumbang kasus TB Paru terbanyak kedua di dunia setelah India.
Akumulasi kasus di India, Indonesia dan Cina sendiri menyumbang 46%
kasus dari semua total kasus TB paru di dunia. Di antara kasus baru,
diperkirakan 3,3% adalah multidrug-resistant tuberculosis (MDR TB),
merupakan tingkat yang tetap tidak berubah dalam beberapa tahun
terakhir. Penyakit Tuberkulosis Paru termasuk penyakit menular kronis.
Waktu pengobatan yang panjang dengan jumlah obat yang banyak serta
efek pengobatan yang bervariasi menyebabkan penderita sering terancam
putus berobat (Drop Out) selama masa penyembuhan. 5

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena
infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup
80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan 20%
selebihnya merupakan tuberculosis ekstrapulmonal.6
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru atau di berbagai organ tubuh yang lainnya yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini juga
mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membrane selnya
sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan
pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak
tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi pada
malam hari1.

II. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO)
telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan
WHO tahun 2009 menyatakan bahwa terdapat 8,9 – 9,9 juta kasus
tuberkulosis secara global.Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi
tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara
yaitu 35% dari seluruh kasus TB di dunia. 2 Jumlah penderita TB paru di
Indonesia merupakan jumlah persentase kelima terbesar di dunia. 2 Dan
biasanya 20% lebih tinggi pada laki- laki dibandingkan perempuan, tiga
kali lebih tinggi dipedesaan dibandingkan perkotaan dan empat kali lebih
tinggi pada pendidikan rendah dibandingkan pendidikan tinggi.

7
Berdasarkan Kesehatan dasar tahun 2013 di Sulawesi utara, tercatat
kurang lebih 6889 orang atau 0,3 % dari total penduduk mengidap TB dan
di Manado terdapat 1198 orang terdiagnosis TB. 4
Menurut data terbaru, Indonesia merupakan negara dengan
penyumbang kasus TB Paru terbanyak kedua di dunia setelah India.
Akumulasi kasus di India, Indonesia dan Cina sendiri menyumbang 46%
kasus dari semua total kasus TB paru di dunia. Di antara kasus baru,
diperkirakan 3,3% adalah multidrug-resistant tuberculosis (MDR TB),
merupakan tingkat yang tetap tidak berubah dalam beberapa tahun
terakhir. Penyakit Tuberkulosis Paru termasuk penyakit menular kronis.
Waktu pengobatan yang panjang dengan jumlah obat yang banyak serta
efek pengobatan yang bervariasi menyebabkan penderita sering terancam
putus berobat (Drop Out) selama masa penyembuhan. 5

III. KLASIFIKASI
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan
klinis, radiologis dan mikrobiologis :
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberkulosis paru
3. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam :
- Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA
negative, tetapi tanda-tanda lain positif.
- Tuberkulosis paru trsangka tidak diobati. Disini sputum BTA
negative dan tanda-tanda lain juga meragukan.
Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan aakah
termasuk TB paru (aktif) atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu
dicantumkan :
1. Status bakteriologi
2. Mikroskopik sputum BTA (langsung)
3. Biakan sputum
4. Status radiologis, kelainan yang relevan untuk TB paru

8
5. Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti
tuberkulosis7
WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni,
sebagai berikut :
1. Kategori I ditujukan terhadap :
- Kasus baru dengan sputum positif
- Kasus baru dengan TB berat
2. Kategori II, ditujukan terhadap:
- Kasus kambuh
- Kasus gagal dengan sputum BTA positif
3. Kategori III, ditujukan terhadap :
- Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
- Kasus TB ekstraparu selain dari yang disebut dalam kategori I
4. Kategori IV, ditujukan terhadap : TB kronis7

IV. PATOGENESIS
Penyakit tuberkulosis ditularkan melalui udara secara langsung dari
penderita TB kepada orang lain. Dengan demikian penularan penyakit TB
terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular,
misalnya berada dalam ruangan tidur atau ruangan kerja yang sama.
Penyebar penyakit TB sering tidak tahu bahwa ia menderita sakit TB.
Droplet yang mengandung basil TB yang dihasilkan dari batuk dapat
melayang di udara hingga kurang lebih dua jam tergantung pada kualitas
ventilasi ruangan. Jika droplet tadi terhirup orang lain yang sehat, droplet
akan terdampar pada dinding sistem pernapasan. Droplet besar akan
terdampar pada saluran pernapasan bagian atas, droplet kecil akan
masuk ke dalam alveoli di lobus manapun; tidak ada predileksi lokasi
terdamparnya droplet kecil. Pada tempat terdamparnya, basil tuberculosis
akan membentuk suatu focus infeksi primer berupa tempat pembiakan
basil tuberculosis tersebut dan tubuh penderita akan memberikan reaksi
inflamasi. Basil TB yang masuk tadi akan mendapatkan perlawanan tubuh

9
tergantung kepada pengalaman tubuh, yaitu pernah mengenal basil TB
atau belum.6

Berdasarkan penularannya maka tuberculosis dapat dibagi menjadi


3 bentuk yakni :
1. Tuberkulosis primer
Terdapat pada anak-anak. Setelah tertular 6-8 minggu kemudian
mulai dibentuk mekanisme imunitas dalam tubuh, sehingga tes
tuberculin menjadi positif. Di dalam alveoli yang kemasukan kuman
terjadi penghancuran bakteri yang dilakukan oleh makrofag dan
dengan terdapatnya sel langhans, yakni makrofag yang mempunyai
inti di perifer, maka mulailah terjadi pembentukkan granulasi.
Keadaan ini disertai pula dengan fibrosis dan kalsifikasi yang terjadi
di lobus bawah paru. Proses infeksi yang terjadi di lobus bawah
paru yang disertai dengan pembesaran dari kelenjar limfe yang
terdapat di hilus disebut dengan kompleks Ghon yang sebenarnya
merupakan permulaan infeksi yang terjadi di alveoli atau kelenjar
limfe hilus. Kuman tuberkulosis akan mengalami penyebaran
secara hematogen ke apeks paru yang kaya akan oksigen dan
kemudian berdiam diri (dorman) untuk menunggu reaksi yang lebih
lanjut.1
2. Reaktifasi dari tuberkulosis primer
10% dari infeksi TB primer akan megalami reaktifasi, terutama
setelah 2 tahun dari infeksi primer. Reaktifasi ini disebut juga
dengan TB postprimer. Kuman akan disebarkan melalui hematigen
ke bagian segmen apical posterior. Reaktifasi dapat juga terjadi
melalui metastasis hematogen ke berbagai jaringan tubuh. 1
3. Tipe reinfeksi
Infeksi yang baru terjadi setelah infeksi primer adalah jarang terjadi.
Mungkin dapat terjadi apabila terdapat penurunan dari imunitas

10
tubuh atau terjadi penularan secara terus menerus oleh kuman
tersebut dalam suatu keluarga.1

V. GEJALA KLINIS
Cardinal Sign :
1. Mudah letih, lesu kurang bergairah, penurunan berat badan,
demam subfebris, batuk, keringat malam, hemoptisis
2. Mungkin asimptomatik, namun sebagian besar mengalami
penurunan BB
3. Ronki yang muncul setelah batuk menandakan adanya infiltrate di
apical atau sub apical dengan cavitas klasik pada TB reaktif.
4. Mycobacterium dapat ditemukan pada sputum, cairan pleural,
cairan lambung
5. Kriteria penegakkan diagnosis TB8

Keluhan yang dirasakan pasien bermacam-macam, namun beberapa


keluhan yang paling sering ditemui adalah sebagai berikut :
Demam. Biasanya subfebris menyerupai demam influenza . Tetapi kadang-
kadang suhu tubuh mencapai 40-41oC. serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar , tetapi kemudian dapat timbul kembali. Keadaan
demam ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan
seberapa jauh infeksi yang disebabkan oleh kuman TB tersebut.
Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering/non
produktif kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif.
Keadaan yang lanjut adalah berupa batul darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada TB terjadi pada
kavitas , tetapi dapat juga terjadi pada dinding bronkus.
Sesak napas. Pada penyakit ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan dirasakan pada penyakit kronis yang infiltrasinya sudah
mencapai setengah bagian paru-paru.

11
Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila
infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu psien menarik/melepaskan
napasnya.
Malaise. Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia tidak napsu makan, badan makin
kurus (penurunan BB), sakit kepala, keringat malam, meriang, nyeri otot,
dll. Gejala ini makin lama akan bertambah berat dan terjadi secara hilang
timbul.7

VI. DIAGNOSIS
Anamnesis :
- Batuk terus-menerus, berdahak > 3 minggu
- Dahak bercampur darah, batuk darah
- Sesak napas dan nyeri dada
- Badan lemah, napsu makan menurun
- Penurunan BB, malaise
- Berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan
- Demam hilang timbul lebih dari 1 bulan
- TB ekstra paru : pembesaran kelenjar, gibbus, osteomyelitis,
meningitis
a) Nyeri dada : TB pleura
b) Pembesaran limfonodi superficial : Limfadenitis TB
c) Pembengkakan tulang belakang : Spondilitis TB 8

Pemeriksaan Fisik :
- Tanda infiltrate : perkusi paru yang redup, suara paru bronchial
- Dahak di salurah napas : rhonki basah, rhonki kering
- Penyempitan : wheezing
- Penarikan, pendorongan, kavitas, atelektasis
- Efusi, pneumothoraks

12
- Tanda pada TB ekstraparu : scrofuloderma, gibbus,
osteomyelitis, meningitis, dsb.
Pemeriksaan Penunjang :
- Foto polos thoraks : akan nampak adanya infiltrate, dengan atau
tanpa efusi, atelektasis, keterlibatan limfe nodi hilus, infiltrate
pada apex paru, gambaran snow storm appearance, atipikal
(pada HIV)
- Laboratorium : LED meningkat, leukosit umunya normal.

Alur diagnosis TB8,9

13
VII. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa diagnosis banding dari Tuberkulosis paru adalah sebagai
berikut :
1. Bronkhitis10
Bronkhitis adalah inflamasi jalan pernafasan dengan
penyempitan atau hambatan jalan nafas di tandai peningkatan
produksi sputum mukoid, menyebabkan ketidak cocokan ventilasi-

14
perfusi dan menyebabkan sianosis. Bronkhitis adalah infeksi pada
bronkus yang berasal dari hidung dan tenggorokan di mana
bronkus merupakan suatu pipa sempit yang berawal pada trakhea,
yang menghubungkan saluran pernafasan atas, hidung,
tenggorokan, dan sinus ke paru. Gejala bronkhitis di awali dengan
batuk pilek, akan tetapi infeksi ini telah menyebar ke bronkus,
sehingga menjadikan batuk akan bertambah parah dan berubah
sifatnya
Bronchitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut :
a. Bronchitis akut. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang dan
sembuh hanya dalam waktu 2 hingga 3 minggu saja. Kebanyakan
penderita bronchitis akut akan sembuh total tanpa masalah yang
lain.
b. Bronchitis kronis. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang
secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama. Terutama,
pada perokok. Bronchitis kronis ini juga berarti menderita batuk
yang dengan disertai dahak dan diderita selama berbulan-bulan
hingga tahunan.
Etiologi Bronchitis Etiologi Bronchitis biasanya lebih sering
disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, Respiratory Syncitial Virus
(RSV), virus influenza, virus par influenza, dan Coxsackie virus.
Bronchitis adalah suatu peradangan pada bronchus yang
disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme baik virus,
bakteri, maupun parasit. Bronkitis akut merupakan proses radang
akut pada mukosa bronkus berserta cabang–cabangnya yang
disertai dengan gejala batuk dengan atau tanpasputum yang dapat
berlangsung sampai 3 minggu. Tidak dijumpai kelainan radiologi
pada bronkitis akut. Gejala batuk pada bronkitis akut harus
dipastikantidak berasal dari penyakit saluran pernapasan lainnya
Faktor yang meningkatkan risiko terkena bronchitis antara lain:
a. Merokok

15
b. Daya tahan tubuh yang lemah, dapat karena baru sembuh dari
sakit atau kondisi lain yang membuat daya tahan tubuh menjadi
lemah.
c. Kondisi dimana asam perut naik ke esophagus
(gastroesophageal reflux disease).
d. Terkena iritan, seperti polusi, asap atau debu.

Tanda dan Gejala Penderita Bronkhitis


a. Sesak nafas / Dispnea Sesak nafas atau dispnea
perasaan sulit bernafas dan merupakan gejala yang sering di
jumpai pada penderita bronkhitis. Tanda objektif yang dapat di
amati dari sesak nafas adalah nafas yang cepat,
terengahengah, bernafas dengan bibir tertarik kedalam (pursed
lip), hiperkapnia (berkurangnya oksigen dalam darah),
hiperkapnia atau meningkatnya kadar karbondioksida dalam
darah
b. Nafas berbunyi Bunyi mengi (weezing)
suara pernafasan yang di sebabkan oleh mengalirnya udara
yang melalui saluran nafas sempit akibat kontriksi atau ekskresi
mucus yang berlebihan
c. Batuk dan sputum
Batuk adalah gejala paling umum pada penderita bronkhitis,
seringkali pada penderita bronkhitis mengalami batuk- batuk
hampir setiap hari serta pengeluaran dahak sekurang-
kurangnya 3 bulan berturut- turut dalam satu tahun dan paling
sedikit 2 tahun.
d. Nyeri dada.
Nyeri dada sering sekali terjadi pada penderita bronkitis karena
ada inflamasi pada bronkus. Pada penderita bronkitis rasa nyeri
di dada di rasakan dengan tingkat keparahan penyakit.
e. Nafas cuping hidung

16
Pada balita dan anak- anak penderita bronkhitis kadang terjadi
adanya nafas cuping hidung, tetapi tidak semua penderita
bronkhitis mengalami hal tersebut.Dengan adanya cuping
hidung berarti terdapat gangguan pada sistem pernafasan yang
menyebabkan kepayahan dalam bernafas.
2. Pneumonia11
Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru,
bronkiolus respiratorius dan alveoli, menimbulkan konsolidasi
jaringan paru sehingga dapat mengganggu pertukaran oksigen dan
karbon dioksida di paru-paru. Pada perkembangannya ,
berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk
pneumonia, yaitu pneumonia-masyarakat (community-acquired
pneumonia/CAP), apabila infeksinya terjadi di masyarakat; dan
pneumonia-RS atau pneumonia nosokomial (hospital-acquired
pneumonia/HAP), bila infeksinya didapat di rumah sakit.
3. Abses paru12
Abses paru disebabkan infeksi bakteri yang menyebabkan
jaringan paru-paru menjadi bernanah. Penyakit yang menyerang
organ paru-paru ini, kemungkinan dapat mengancam nyawa Anda
jika tidak ditangani dengan segera. Abses paru dapat dibagi
menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Abses paru primer
biasanya diawali dari infeksi paru, seperti pneumonia. Sedangkan,
abses paru sekunder bisa terjadi akibat adanya gangguan atau
kelainan pada paru, menghirup benda asing atau infeksi dari organ
lainnya yang menyebar ke paru.
Gejala pada penderita abses paru meliputi batuk membandel,
demam, berkeringat di malam hari, batuk berdarah, lelah, sesak
napas, nyeri dada, bau mulut, panas dingin, hingga mengalami
penurunan berat badan.
Risiko untuk mengalami abses paru lebih tinggi, jika seseorang
memiliki gangguan kesehatan seperti :

17
- Memiliki sistem kekebalan tubuh lemah seperti pada penderita
kanker, penyakit autoimun, dan penderita HIV.
- Terbiasa mengonsumsi alkohol berlebihan.
- Mengalami infeksi mulut.
- Pernah melakukan transplantasi organ.
- Pernah dirawat atau berada dalam keadaan tidak sadar dalam
waktu lama.
4. Tumor paru/Kanker paru13
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru,
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer).
Dalam pengertian klinik yang dimaksud dengan kanker paru primer
adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma
bronkus/bronchogenic carcinoma). Kanker paru merupakan
penyebab utama keganasan di dunia, mencapai hingga 13 persen
dari semua diagnosis kanker. Selain itu, kanker paru juga
menyebabkan 1/3 dari seluruh kematian akibat kanker pada laki-
laki. Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat sekitar 213.380
kasus baru pada tahun 2007 dan 160.390 kematian akibat kanker
paru pada tahun 2007. Berdasarkan data WHO, kanker paru
merupakan jenis kanker terbanyak pada laki-laki di Indonesia, dan
terbanyak kelima untuk semua jenis kanker pada perempuan.
Kanker paru juga merupakan penyebab kematian akibat kanker
terbanyak pada laki-laki dan kedua terbanyak pada perempuan.
Hasil penelitian berbasis rumah sakit dari 100 RS di Jakarta
menunjukkan bahwa kanker paru merupakan kasus terbanyak
pada laki-laki dan nomor 4 terbanyak pada perempuan, dan
merupakan penyebab kematian utama pada laki-laki dan
perempuan. Berdasarkan data hasil pemeriksaan di laboratorium
Patologi Anatomik RSUP Persahabatan, lebih dari 50 persen kasus
dari semua jenis kanker yang didiagnosa adalah kasus kanker
paru. Data registrasi kanker Rumah Sakit Dharmais tahun 2003-

18
2007 menunjukkan bahwa kanker trakea, bronkus dan paru
merupakan keganasan terbanyak kedua pada pria (13,4%) setelah
kanker nasofaring (13,63%) dan merupakan penyebab kematian
akibat kanker terbanyak pada pria (28,94%). Insiden kanker paru
termasuk rendah pada usia di bawah 40 tahun, namun meningkat
sampai dengan usia 70 tahun. Faktor risiko utama kanker paru
adalah merokok. Secara umum, rokok menyebabkan 80% kasus
kanker -8- paru pada laki-laki dan 50% kasus pada perempuan.
Faktor lain adalah kerentanan genetik (genetic susceptibility), polusi
udara, pajanan radon, dan pajanan industri (asbestos, silika, dan
lain-lain). 3.2 Deteksi Dini pada Kelompok Risiko Tinggi Hingga
saat ini belum ada metode skrining yang sesuai bagi kanker paru
secara umum. Metode skrining yang telah direkomendasikan untuk
deteksi dini kanker paru terbatas pada kelompok pasien risiko
tinggi. Kelompok pasien dengan risiko tinggi mencakup pasien usia
> 40 tahun dengan riwayat merokok ≥30 tahun dan berhenti
merokok dalam kurun waktu 15 tahun sebelum pemeriksaan, atau
pasien ≥50 tahun dengan riwayat merokok ≥20 tahun dan adanya
minimal satu faktor risiko lainnya. Faktor risiko kanker paru lainnya
adalah pajanan radiasi, paparan okupasi terhadap bahan kimia
karsinogenik, riwayat kanker pada pasien atau keluarga pasien,
dan riwayat penyakit paru seperti PPOK atau fibrosis paru. Pada
pasien berisiko tinggi, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang mendukung kecurigaan adanya keganasan pada paru-paru,
dapat dilakukan pemeriksaan low-dose CT Scan untuk skrining
kanker paru setiap tahun selama 3 tahun. Pemeriksaan ini tidak
dilakukan pada pasien dengan komorbiditas berat lainnya dan
dapat mengurangi mortalitas akibat kanker paru hingga 20%.
Pemeriksaan low-dose CT Scan tidak direkomendasikan pada
pasien yang tidak memenuhi kriteria “kelompok risiko tinggi”. Selain
itu, pemeriksaan ini juga tidak disarankan pada pasien yang tidak

19
dapat menjalani terapi kanker paru akibat keterbatasan biaya atau
memiliki kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan.

VIII. KOMPLIKASI
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas :
1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus,
Poncet’s arthropathy.
2. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas (SOPT/ sindrom obstruksi
pasca TB), kerusakan parenkim berat (fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, Ca paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering
terjadi pada TB milier dan kavitas TB. 7

IX. PENATALAKSANAAN
Tipe penderita :
1. Kasus baru : belum pernah diobati dengan OAT atau pernah
mengonsumsi OAT < 1 bulan.
2. Kambuh : pederita TB yang pernah mendapat pengobatan TB dan
telah dinyataka sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+)
3. Pindahan : penderita yang sedang berobat di kabupaten lain
kemudian pindah berobat di kabupaten ini
4. Drop out : penderita yang kembali berobat dengan hasil dahak BTA
(+) setelah putus berobat 2 bulan atau lebih
5. Gagal : penderita BTA (+) yang masi yang tetap (+) atau kembali
(+) diakhir bulan ke 5 atau lebih;
6. Lain-lain : penderita yang tidak termasuk salah satu kategori trsebut
di atas.8

Dosis OAT

20
Obat Sifat Sasaran Kuman Dosis

Isoniazid Bakterisid Metabolik aktif 5 mg/KgBB


Rifampisin Bakterisid Semi-dormant 10 mg/KgBB
Piraziinamid Bakterisid Dalam sel 25 mg/KgBB
suasana asam
Steptomisin Bakterisid 15 mg/KgBB
Etambutol Bakteriostatik 15 mg/KgBB
Panduan OAT di Indonesia :
- Kategori I : 2HRZE/4H3R3
- Kategori II : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
- Kategori III : 2HRZ/4H3R3
- Obat sisipan : HRZE
Obat kategori I ditujukan untuk :
- penderita baru TB paru BTA (+)
- penderita TB paru BTA (-), Ro (+) ringan/berat
- TB ekstraparu ringan/berat
Obat kategori II ditujukan untuk :
- Penderita TB BTA (+) kambuh
- Penderita TB BTA (+) gagal
- Penderita drop out
Obat kategori III ditujukan untuk :
- Penderita TB paru BTA (-), Ro (+) sakit ringan
- Penderita TB ekstraparu (limfadenitis TB, pleuritis eksudativa
unilateral, TB kutis, TB tulang, sendi dan kelenjar adrenal)
Obat sisipan digunakan untuk penderita yang bila pada akhir tahap
intensif dari pengobatan kategori I atau II hasil pemeriksaan BTA (+). 8

Fixed Dose Combination (FDC)


4 FDC : 75 mg INH + 150 mg Rifampisin + 400 mg pirazinamid + 275 mg
etambutol
2 FDC : 150 mg INH + 150 mg Rifampisin8

Dosis untuk kategori I


Berat Badan Tahap Intensif Tahap Lanjutan

21
Tiap hari selama 2 3x/minggu selama 4
bulan bulan
30-37 Kg 2 tablet 4 FDC 2 tablet 2 FDC
38-54 Kg 3 tablet 4 FDC 3 tablet 2 FDC
55-70 Kg 4 tablet 4 FDC 4 tablet 2 FDC
> 70 Kg 5 tablet 4 FDC 5 tablet 2 FDC
Dosis untuk kategori II
Tahap Sisipan
Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Tiap hari
Berat Badan Tiap hari selama Tiap hari selama
selama 2
4 bulan 4 bulan
bulan
30-37 Kg 2 tablet 4 FDC + 2 tablet 4 FDC 2 tablet 2 FDC
inj. Steptomisin + 2 tab
Etambutol
38-54 Kg 3 tablet 4 FDC+ 3 tablet 4 FDC 3 tablet 2 FDC
inj. Steptomisin + 3 tab
Etambutol
55-70 Kg 4 tablet 4 FDC+ 4 tablet 4 FDC 4 tablet 2 FDC
inj. Steptomisin + 4 tab
Etambutol
> 70 Kg 5 tablet 4 FDC+ 5 tablet 4 FDC 5 tablet 2 FDC
inj. Steptomisin + 5 tab
Etambutol
Efek samping ringan OAT

Penyebab Efek Samping Penanganan

Rifampisin Tidak ada nafsu makan, mual Obat diminum malam


sakit perut sebelum tidur
Rifampisin Warna kemerahan pada urin Tidak perlu diberi apa-apa
kecuali penjalasan
Pirazinamid Nyeri sendi Beri aspirin
ING Kesemutan s.d. rasa terbakar Beri vitamin B6 100 mg/hari
dikaki

Efek samping berat OAT

Penyebab Efek Samping Penanganan

Semua OAT Gatal, kemerahan kulit Anti histamin


Semua OAT Ikterus tanpa sebab lain Hentikan OAT sampai
ikterus menghilang
Streptomisin Tuli, vertigo, gangguan Hentikan streptomisin, ganti
keseimbangan etambutol
Semua obat Bingung dan muntah-muntah Hentikan OAT, tes fungsi
hati

22
Etambutol Gangguan penglihatan Hentikan etambutol
Rifampisin Purpura dan syok Hentikan rimfampisin

Evaluasi Pasien TB

Kategori Uraian BTA Tindak Lanjut

+ Tahap lanjutan dimulai


- Lanjut OAT sisipan 1
Akhir tahap
bulan, jika setelah sisipan
intensif
tetap (+) berikan tahap
Kategori I
lanjutan
Sebulan sebelum - Sembuh
atau pada akhir + Gagal, ganti dengan OAT
pengobatan kategori II mulai dari awal
- Teruskan pengobatan
+ Beri sisipan 1 bulan, bila
setelah sisipan tetap (+)
Akhir intensif teruskan pengobatan
tahap lanjutan. Jika ada
fasilitas, rujuk untuk uji
kepekaan obat
Sebulan sebelum - Sembuh
Kategori II
atau pada akhir
pengobatan
+ Belum ada pengobatan,
disebut kasus kronik. Jika
mungkin, rujuk ke unit
pelayanan spesialistik. Bila
tidak mungkin, beri INH
seumur hidup
- Terus ke tahap lanjutan
Kategori III Akhir insentif + Ganti kategori 2 mulai dari
awal

X. PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik jika pasien taat minum obat dan selalu
kontrol kembali ke dokter selama masa pengobatan sampai dinyatakan
sembuh.8
BAB III
KESIMPULAN

23
Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena
infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup
80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan 20%
selebihnya merupakan tuberculosis ekstrapulmonal.6
Untuk menegakkan diagnosis TB, dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Adapun beberapa gejala
yang sering dikeluhkan pasien pada saat anamsesis yakni :
a) Mudah letih, lesu kurang bergairah, penurunan berat badan,
demam subfebris, batuk, keringat malam, hemoptisis
b) Mungkin asimptomatik, namun sebagian besar mengalami
penurunan BB
Pada pemeriksaan fisik dapat kita temukan hal-hal berikut :
a) Tanda infiltrate : perkusi paru yang redup, suara paru bronchial
b) Dahak di salurah napas : rhonki basah, rhonki kering
c) Penyempitan : wheezing
d) Penarikan, pendorongan, kavitas, atelektasis
e) Efusi, pneumothoraks
f) Tanda pada TB ekstraparu : scrofuloderma, gibbus, osteomyelitis,
meningitis, dsb.
Sedangkan pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan yakni foto
thoraks dan laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut :
a) Foto polos thoraks : akan nampak adanya infiltrate, dengan atau
tanpa efusi, atelektasis, keterlibatan limfe nodi hilus, infiltrate pada
apex paru, gambaran snow storm appearance, atipikal (pada HIV)
b) Laboratorium : LED meningkat, leukosit umunya normal 8
Pengobatan TB di Indonesia dilakukan dengan pemberian obat
antituberkulosis (OAT). Obat ini data diberikan secara lepasan atau biasa
disebut OAT lepas dan dalam Fixed drug combination (FDC).

Panduan OAT di Indonesia adalah sebagai berikut :

24
a) Kategori I : 2HRZE/4H3R3
b) Kategori II : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
c) Kategori III : 2HRZ/4H3R3
d) Obat sisipan : HRZE8
Prognosis dari kasus TB paru umumnya baik, selama pasien taat
dalam pengobatan dan selalu kontrol secara berkala pada fasilitas
kesehatan yang menangani pengobatannya.8

DAFTAR PUSTAKA

25
1. Rab, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Trans Info Media : Jakarta.
2. Fattiyah I. 2011. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia :
Jakarta.
3. Sondak, Maykel, dkk. 2016. Hasil diagnostic Mycobacterium
tuberculosis dari sputum penderita batuk ≥ 2 minggu dengan
pewarnaan Ziehl Neelsen di puskesmas paniki bawah, tikala baru dan
wonasa manad. diakses pada tanggal 30 Juni 2018. Dari
http://ejournal.unsrat.ac.id
4. Rumangan WR, Palandeng H, Rombot D. 2015. Gambaran Otopsi
Verbal Pasien yang Meninggal Karena Tuberkulosis di Manado.
Diakses pada tanggal 30 Juni 2018. Dari http://ejournal.unsrat.ac.id
5. Yuni, IDAMM. 2017. Hubungan pengobatan TB dan pengetahuan
tentang MDR TB dengan kepatuhan pengobatan pasien TB. Diakses
pada tanggal 01 Juli 2018. Dari http://ejournal.unair.ac.id
6. Djojodibroto, Darmanto. 2015. Respirologi (Respiratory Medicine).
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
7. Sudoyo, Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi
V. Internal Publishing : Jakarta.
8. Nashar, Hafid. 2010. The Disease Diagnosis & Terapi. Fakultas
kedokteran UGM : Yogyakarta.
9. Kemenkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 67 tahun, 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis, diakses
pada tanggal 11 Juli 2018, dari http://www.tbindonesia.or.id
10. Cahyanti, 2016, Bronkhitis, diakses pada tanggal 30 Juli 2018, dari
http://repository.ump.ac.id
11. Amalina, Fida, 2015, Pneumonia, diakses pada tanggal 30 Juli 2018,
dari http://eprint.undip.ac.id
12. PDPI, 2013, Abses Paru, diakses pada tanggal 30 Juli 2018, dari
http://klikpdpi.ac.id

26
13. Kemenkes, 2016, Kanker Paru, diakses pada tangga 30 Juli 2018,
dari http://kanker.kemenkes.go.id

27

Anda mungkin juga menyukai