MORBUS HIRSCHSPRUNG
Disusun oleh
Shafiya Fatiha Rahmi
41211396100027
Pembimbing
dr. Nanok Edi Susilo, Sp.B, Sp.BA
KEPANITERAAN KLINIK
BEDAH RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
FAKULTAS KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PERIODE 23 MEI-29 JULI 2022
LEMBAR PENGESAHAN
Nama:
Shafiya Fatiha Rahmi
(41211396100027)
Judul Referat:
Morbus Hirschsprung
Telah menyelesaikan tugas ini sebagai syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan
klinik pada bagian Bedah Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta di RSUP Fatmawati tahun 2022.
ii
KATA PENGANTAR
1. dr. Nanok Edi Susilo, Sp.B, Sp.BA selaku pembimbing dalam penyusunan
makalah ini.
2. Semua dokter dan staf pengajar di SMF Bedah Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Morbus Hirschsprung menjadi salah satu kasus kegawatdaruratan bedah
yang perlu penanganan segera. Penanganan yang cepat dan tepat dapat terwujud
apabila pasien terdiagnosis sedini mungkin. Diagnosis dapat dilakukan mulai
dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Jika pasien
dengan penyakit Hirschsprung tidak segera ditangani akan terjadi peningkatan
mortalitas hingga 80% pada bulan-bulan pertama kehidupan dan dapat
menimbulkan komplikasi seperti enterokolitis yang disebabkan oleh infeksi
sekunder karena adanya obstruksi fungsional pada usus besar.1,3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
desenden memanjang ke bawah, setinggi krista iliaka akan menjadi kolon
sigmoid, kemudian rektum akan terbentang dari kolon sigmoid sampai anus.
Pada bagian distal rektum terdapat kanalis ani yang dilindungi oleh otot sfingter
4
Gambar 2.2: Vaskularisasi Usus Besar.5
Persarafan usus besar diatur oleh sistem saraf otonom. Nervus vagus
merupakan serabut saraf parasimpatis yang menginervasi area tengah kolon
transversum, sedangkan nervus pelvikus yang berasal dari daerah sakral
menginervasi bagian distal. Selain serabut saraf parasimpatis, usus besar juga
diinervasi oleh serabut simpatis, yaitu serabut simpatis yang meninggalkan
medulla spinalis melalui nervus splangnikus menuju kolon. Kontraksi usus
dirangsang oleh serabut saraf parasimpatis, sedangkan relaksasi usus dirangsang
oleh serabut saraf simpatis. Sistem saraf otonom di usus besar terdiri atas 3
pleksus, yaitu Pleksus Auerbach, Henle, dan Meissner. Pleksus Auerbach
terdapat di antara lapisan otot sirkuler dan longitudinal, Pleksus Henle di
sepanjang batas dalam otot sirkuler, dan Pleksus Meissner di lapisan
submukosa.5,6
5
Gambar 2.3: Histologi Usus Besar.7
6
sehingga terjadi obstruksi fungsional. Adanya obstruksi menyebabkan
distensi dinding usus besar yang lebih proksimal.1
2.5.2 Epidemiologi
Penyakit Hirschsprung terjadi sekitar 1 dari 5000 kelahiran hidup.
Bagian usus besar yang terkena sekitar 80% pada rektum atau kolon
rektosigmoid, 10% pada usus besar yang lebih proksimal, dan 5-10%
lainnya melibatkan distal usus halus. Sangat jarang kasus dimana bayi
mengalami aganglionosis di seluruh bagian usus besar. Kasus penyakit
Hirschsprung lebih banyak terjadi pada bayi laki-laki dibandingkan bayi
perempuan dengan perbandingan 4:1. Riwayat penyakit Hirschsprung di
keluarga dan riwayat Down Syndrome pada pasien merupakan risiko
tertinggi terjadinya penyakit Hirschsprung.1,3
2.5.3 Etiologi
Aganglionosis pada distal usus besar terjadi karena sel-sel ganglion
gagal bermigrasi dari proksimal ke distal saluran pencernaan pada minggu
ke-13 usia gestasi. Terdapat 2 teori yang dijadikan dasar mengapa kondisi
tersebut terjadi. Teori yang pertama dan paling sering digunakan yaitu sel-
sel krista neuralis tidak pernah mencapai distal usus besar karena sel-sel
tersebut mengalami pematangan atau berdiferensiasi menjadi sel ganglion
lebih awal dari yang seharusnya. Teori yang kedua adalah aganglionosis
terjadi karena sel-sel ganglion gagal untuk bertahan hidup dan berkembang
biak setelah mencapai tujuannya yaitu distal usus besar.1,2,9
7
Mutasi gen RET banyak ditemukan pada kasus dengan riwayat penyakit
Hirschsprung di keluarga.1,2,9
2.5.4 Patofisiologi
Pada penyakit Hirschsprung, aganglionik dapat menyebabkan gerakan
peristaltik abnormal, konstipasi, dan obstruksi fungsional. Tidak adanya
sel-sel ganglion di distal usus besar menyebabkan rangsangan saraf
parasimpatis yang menstimulasi kontraksi otot polos untuk gerakan
peristaltik tidak terjadi. Tidak adanya gerakan peristaltik di distal usus
besar menyebabkan area tersebut tidak dapat dilewati oleh tinja, sehingga
tinja yang terbentuk akan terakumulasi di usus besar yang lebih proksimal.
Akumulasi tinja yang terus menerus akan menyebabkan usus besar yang
lebih proksimal mengalami penebalan dan pelebaran dinding sehingga
membentuk megakolon.1,2
8
bilious (hijau) dan perut membuncit dapat berkurang apabila
mekonium segera dikeluarkan. Perut membuncit terjadi karena
adanya obstruksi usus letak rendah akibat kondisi aganglionik pada
rektosigmoid. Muntah bilious (hijau) juga terjadi akibat adanya
obstruksi pada usus, dapat terjadi juga pada gangguan pasase usus
lainnya, seperti atresia ileum, enterokolitis nekrotikans neonatal, atau
peritonitis intrauterin 1,2,10,11
Obstruksi yang terjadi di usus dapat menyebabkan kondisi
obstipasi. Obstipasi adalah keluhan susah buang air besar yang
disebabkan adanya obstruksi intestinal. Obstipasi kronik yang
diselingi oleh diare berat dengan feses cair bercampur mukus dan
berbau busuk, dapat menjadi tanda adanya komplikasi berupa
enterokolitis Enterokolitis biasa terjadi 2-4 minggu pertama setelah
lahir dan dapat meningkatkan mortalitas penyakit Hirschsprung
sehingga termasuk ke dalam kondisi gawat darurat. Enterokolitis
disebabkan oleh bakteri Clostridium difficile atau Rotavirus yang
dapat berkembangbiak pada usus besar yang mengalami iskemik
akibat distensi dinding usus yang berlebihan. Selain itu, dapat terjadi
juga karena gangguan produksi mucin mukosa intestinal yang
menyebabkan gangguan fungsi pertahanan intestinal sehingga terjadi
invasi dan perkembangbiakan bakteri.10
Selain enterokolitis, komplikasi yang dapat terjadi adalah
peritonitis. Kemungkinan terjadinya peritonitis dapat dilihat melalui
tanda-tanda yang muncul, yaitu tanda edema, bercak-bercak
kemerahan di sekitar umbilikus, punggung, dan sekitar genitalia. 11
9
lebih umum. Selain konstipasi kronik, manifestasi yang menonjol
adalah gagal tumbuh (failure to thrive) dan malnutrisi.1,2,10
2.5.6 Klasifikasi
Klasifikasi Morbus Hirschsprung dibagi berdasarkan panjang bagian
usus yang mengalami kondisi aganglionik, yaitu:
A. Aganglionik Rektosigmoid
Aganglionik terjadi di rektum sampai sigmoid (penyakit
Hirschsprung klasik)
B. Segmen Pendek
Aganglionik terjadi di distal rektum sekitar sfingter ani
C. Segmen Panjang
Aganglionik terjadi meluas lebih tinggi dari sigmoid
D. Aganglionik Total
Aganglionik terjadi di seluruh bagian kolon
E. Aganglionik Universal
Aganlionik terjadi di seluruh bagian kolon dan mengenai hampir
seluruh ileum.1,2,11
10
2.5.7 Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
11
Gambar 2.5: Distensi Abdomen Pada Morbus Hirschsprung.11
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Polos Abdomen
Pada foto polos abdomen tampak gambaran tanda-tanda
obstruksi usus letak rendah, bayangan distensi usus, garis-garis
permukaan udara-cairan, dan area pelvis yang kosong tidak
terisi udara. Gambaran obstruksi usus letak rendah tidak
signifikan terjadi pada penyakit Hirschsprung karena dapat
ditemukan pada penyakit lain, seperti atresia ileum, sindrom
sumbatan mekonium, dan enterokolitis nekrotikans neonatal.
Gambaran bayangan distensi usus halus dan distensi usus besar
pada foto neonatus sulit dibedakan. Pada foto bayi dan anak
gambaran distensi kolon dan massa feses lebih jelas terlihat.3,11
12
meconium ileus dan meconium plug syndrome. Pada
pemeriksaan ini tampak gambaran patognomonik penyakit
Hirschsprung, yaitu zona transisi antara usus besar yang normal
dan usus besar yang mengalami aganglionik.1
Berikut tanda khas yang ditemukan pada foto barium
enema:
1. Bagian yang mengalami penyempitan di sfingter anal
dengan segmen panjang tertentu
2. Zona transisi tampak di proksimal bagian yang
mengalami penyempitan ke arah bagian yang berdilatasi
3. Bagian yang melebar di proksimal zona transisi.11
13
3. Foto Retensi Barium
Kondisi tidak adanya gambaran zona transisi pada foto tidak
menyingkirkan diagnosis morbus Hirschsprung, 10% neonatus
yang mengalami penyakit Hirschsprung tidak memiliki
gambaran zona transisi pada fotonya. Pada kondisi tersebut
14
neonatus yang mengalami konstipasi kronik, apabila hasil RAIR
normal, maka penyakit Hirschsprung dapat disingkarkan dan
mencegah dilakukannya biopsi rektum.2
Gambar 2.10: A: Normal B: Morbus Hirschsprung
C. Pemeriksaan Biopsi
Biopsi rektum merupakan pemeriksaan gold standard untuk
morbus Hirschsprung. Sampel diambil ≥1-1,5 cm di atas linea
dentata. Gambaran histologis yang di dapat adalah tidak adanya sel-
sel ganglion di pleksus submukosa dan mienterikus serta hipertrofi
nerve trunks pada sebagian kasus. Pewarnaan histologi yang
digunakan biasanya pewarnaan Hematoxylin & Eosin (HE),
Cholinesterase, dan Calretinin.2
1. Atresia Ileum
Pada anamnesis ditemukan keluhan seluruh regio perut
membuncit mirip penyakit Hirschsprung. Biasanya mekonium tidak
keluar spontan, karena terperangkap di dalam ileum di distal atresia dan
15
di kolon. Apabila dilakukan irigasi untuk mengusahakan mekonium
keluar, akan tampak mekonium yang keluar dengan jumlah sedikit,
kering, berbutir-butir dan berwarna hijau muda. Pada foto polos
abdomen sama seperti morbus Hirschsprung tampak tanda-tanda
obstruksi usus letak rendah, sedangkan pada foto barium enema akan
tampak gambaran kolon mikro.11
16
4. Sepsis pada Neonatus
Sepsis sering terjadi pada neonatus dengan riwayat persalinan
lama atau dengan ketuban pecah dini. Seperti pada morbus
Hirschsprung, evakuasi mekonium mengalami keterlambatan bahkan
bisa tidak terjadi dalam 24 – 48 jam setelah kelahiran. Pasien tampak
apatis dan letargik, Selain itu, pasien menolak minum, kemudian diikuti
dengan distensi abdomen yang dimulai dari regio epigastrium akibat
distensi lambung (gastric ileus). Terdapat juga keluhan muntah berupa
cairan lambung yang putih kemudian muntah berwarna hijau atau
kemerahan akibat perdarahan lambung. Perut terasa kembung terbatas
di regio epigastrium atau menyeluruh. Pada foto polos abdomen
tampak distensi lambung dengan atau tanpa disertai kembung usus-
usus secara keseluruhan.11
2.5.9 Tatalaksana
Penyembuhan penyakit Hirschsprung dapat dicapai dengan tindakan
operasi. Tindakan-tindakan konservatif dapat dilakukan tetapi hanya untuk
sementara menangani gejala yang dirasakan, seperti pemasangan pipa anus
atau pipa lambung dan irigasi rektum untuk menangani distensi abdomen,
pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi terutama enterokolitis dan
mencegah terjadinya sepsis, cairan infus untuk menjaga keseimbangan
cairan, elektrolit dan asam basa tubuh pasien.1,2
Tindakan Preoperatif
1. Dekompresi
Saat perut kembung dan muntah hijau dekompresi dapat
dilakukan dengan pemasangan pipa orogaster/nasogaster dan pipa
rektum serta dilakukan irigasi feses dengan menggunakan NaCl 0.9%
10-20 cc/kgBB, bila irigasi efektif dapat dilanjutkan sampai cairan
yang keluar relatif bersih.1,2
17
a. Resusitasi Cairan dan Koreksi Elektrolit
Rehidrasi cairan isotonik untuk resusitasi cairan. Koreksi
gangguan elektrolit diberikan setelah dipastikan fungsi ginjal
baik.1,2
b. Antibiotik Spektrum Luas
Antibiotik spektrum luas diberikan untuk mencegah terjadinya
infeksi terutama enterokolitis dan sepsis, juga sebagai profilaksis
untuk mencegah morbus Hirschsprung rekuren. Antibiotik dapat
menekan perkembangbiakan dan translokasi bakteri-bakteri di
usus ke pembuluh darah melalui dinding usus. Saat ada demam
dan leukositosis, pasien mulai diberikan antibiotik. Pasien morbus
Hirschsprung dengan komplikasi enterokolitis atau HAEC dan
sepsis ini membutuhkan penanganan yang lebih intensif, perlu
pengontrolan kondisi hemodinamik, pemberian antibiotik
spektrum luas yang dimulai dengan ampisilin, gentamisin dan
metronidazole.1,2
c. Rehabilitasi Nutrisi
Setelah tindakan dekompresi berhasil pasien boleh segera
diberikan diet per oral sesuai dengan usianya. 1,2
Tindakan Operatif
Pada dasarnya penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya dapat
dicapai ketika dilakukan pengangkatan segmen usus aganglion yang
diikuti dengan pengembalian kontinuitas usus melalui tindakan operasi.
Terapi konservatif hanya dilakukan untuk persiapan bedah. Prosedur
bedah pada penyakit Hirschsprung merupakan bedah sementara dan bedah
definitif. Prosedur operasi 1 tahap dapat dilakukan jika diagnosis
ditegakkan lebih awal sebelum terjadi dilatasi kolon pada penyakit
Hirschsprung segmen pendek, sedangkan untuk penyakit Hirschsprung
segmen panjang dan total kolon aganglionosis memerlukan 2 tahap
operasi.1,2
18
1. Tindakan Bedah Sementara
Tindakan ini dapat dilakukan melalui operasi elektif atau
emergensi. Dilakukan secara elektif apabila tindakan dekompresi
berhasil untuk persiapan operasi definitif. Namun, jika dekompresi
rektum tidak berhasil, maka diperlukan tindakan bedah sementara
emergensi.1,2
19
eksisi otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik
dengan cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum.1,2,9
b. Prosedur Duhamel
Duhamel memperkenalkan prosedur ini tahun 1956 untuk
mengatasi kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson.
Prosedur ini dilakukan dengan menarik kolon proksimal yang
ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang
aganglionik untuk menyatukan dinding posterior rektum yang
aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang
ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan anastomosis
end to side.1,2,9
Meskipun prosedur Swenson dan Duhamel sangat efektif,
keduanya dibatasi oleh kemungkinan terjadinya kerusakan saraf
parasimpatis yang berdekatan dengan dubur. Untuk menghindari
kemungkinan tersebut, dapat dilakukan prosedur Soave yang
prosedurnya dilakukan seluruhnya di dalam rektum.1,2,9
20
c. Prosedur Soave
Prosedur ini pertama kali diperkenalkan oleh Soave tahun 1966
untuk mengatasi kesulitas diseksi pelvik pada prosedur Swenson.
Dilakukan dengan diseksi endorektal dan pengangkatan mukosa
segmen distal aganglionik, kemudian menarik terobos kolon
proksimal yang ganglionik masuk ke dalam lumen rektum.
Prosedur Soave dapat menyebabkan konstipasi jangka panjang
akibat dari eksisi inkomplit pada rektum aganglion. 1,2,9
d. Prosedur Reihbein
Pada prosedur ini dilakukan deep anterior resection yang
diekstensi ke distal sampai dengan pengangkatan sebagian besar
rektum, kemudian dilakukan anastomosis end to end di antara usus
aganglionik dengan rektum pada level otot levator ani. Setelah
operasi, sangat penting melakukan businasi secara rutin guna
mencegah stenosis.1,2
21
dilakukan pada kasus yang enterokolitis berulang dan segmen
panjang. Pada pasien-pasien segmen panjang penyakit
Hisrchsprung, tindakan ini dilakukan dengan bantuan
laparoskopi.1,2
2.5.10 Komplikasi
Komplikasi morbus Hirschsprung terbagi menjadi dua, yaitu
komplikasi pra operatif dan pasca operatif. Komplikasi pra operatif yang
sering terjadi adalah HAEC (Hirschsprung Associated Entero colitis).
HAEC merupakan perburukan dari morbus Hirschsprung berupa inflamasi
pada usus yang ditandai secara klinis dengan adanya demam, distensi
abdomen, diare dan sepsis. Saat ini HAEC merupakan penyebab morbiditas
22
tertinggi dan bertanggung jawab atas 50% mortalitas terkait morbus
Hirschsprung. Secara umum, komplikasi yang timbul pasca tindakan
operatif terdiri atas, kebocoran anastomosis, stenosis, enterokolitis dan
gangguan fungsi sfingter. Apabila diagnosis dan pengobatan dilakukan
sedini mungkin dan adekuat, maka dapet memperkecil kemungkinan
terjadi komplikasi.1,2,11
2.5.11 Prognosis
Secara umum, ad vitam, ad sanationam, dan ad functionam dari morbus
Hirschsprung dapat dikatakan bonam atau baik karena 90% pasien yang
mendapatkan tatalaksana tindakan bedah mengalami penyembuhan, hanya
sekitar 10% yang memang mempunyai masalah dengan saluran
gastrointestinal sehingga perlu dipasang kolostomi permanen. 1,2
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Morbus Hirschsprung merupakan suatu kelainan bawaan dengan kondisi
aganglionik pada pleksus submukosa (Meissner) dan mienterikus (Auerbach)
usus besar. Insiden penyakit ini terjadi di Indonesia sekitar 1 di antara 5000
kelahiran hidup bayi aterm. Sekitar 80% terjadi pada rektum atau kolon
rektosigmoid. Trias gejala yang ditemukan adalah pengeluaran mekonium
terhambat (>24 jam), muntah hijau, dan perut membuncit. Diagnosis dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Penegakkan diagnosis perlu dilakukan sedini mungkin untuk
menghindari terjadinya komplikasi enterokolitis yang mengancam jiwa.
Penatalaksanaan penyakit ini dapat dilakukan dengan tindakan konservatif yang
dilanjutkan dengan tindakan pembedahan.1,2
24
DAFTAR PUSTAKA
2. Langer JC. Hirschsprung Disease. In: Coran AG, editor. Pediatric Surgery. 7th
ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012. p. 1265–78.
5. Drake RL, Vogl AW. Gray’s Basic Anatomy. 2nd ed. Elsevier. Philadelphia:
Elsevier; 2018. 159–165 p.
6. Netter FH. Atlas Of Human Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2014.
7. Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology: Text and Atlas. 14th ed. New York:
McGraw-Hill Education; 2016.
10. Chung DH. Pediatric Surgery. In: Sabiston Textbook of Surgery. 21st ed.
Philadelphia: Elsevier; 2022. p. 1844–82.
25
26