Anda di halaman 1dari 40

REFERAT

GANGGUAN KESEIMBANGAN PERIFER

Disusun oleh:

RIZKA INDAYANI

030.15.165

Pembimbing:

dr M. Bima Mandraguna, Sp. THT-KL

dr Aditya Arifianto, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 10 JUNI – 12 JULI 2019

i
LEMBAH PENGESAHAN

Makalah referat yang berjudul:


GANGGUAN KESEIMBANGAN PERIFER

Yang disusun oleh:


RIZKA INDAYANI
030.15.165

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:


dr. M. Bima Mandraguna, Sp. THT-KL
dr. Aditya Arifianto, Sp. THT-KL

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik ilmu THT
Rumah Sakit Umum Daerah Karawang
Periode 10 Juni 2019 – 12 Juli 2019

Karawang, Juli 2019

Pembimbing I Pembimbing II

dr. M. Bima Mandraguna, Sp. THT-KL dr. Aditya Arifianto, Sp. THT-KL

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas Kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-NYA
sehingga penulis mampu menyelesaikan referat ini yang berjudul “Gangguan
Keseimbangan Perifer”. Penulisan referat ini merupakan salah satu persyaratan
untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Telinga Hidung
Tenggorok Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum
Daerah Karawang.

Penulis menyadari dalam penulisan referat ini tidak luput dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis memberikan rasa
hormat dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan referat ini terutama kepada:

1. dr. M. Bima Mandraguna, Sp. THT-KL dan dr. Aditya Arifianto, Sp. THT-KL
selaku pembimbing yang telah memberi masukkan dan saran dalam
penyusunan referat.
2. Teman-teman yang turut membantu menyelesaikan referat ini.
3. Serta pihak-pihak lain yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu
penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penyempurnaan referat ini banyak sekali
yang kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat dibutuhkan untuk perbaikan di waktu yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Karawang, Juli 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………......... ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………. iii
DAFTAR ISI……………………………………………............................... iv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………….................. vi
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….. 2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Vestibular..............……………….. 2
2.2 Keseimbangan......………………………………………………… 8
2.2.1 Definisi Keseimbangan…………………………………..... 8
2.2.2 Pusat Keseimbangan…………………………..................... 13
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan……....……….. 14
2.4 Etiologi Gangguan Keseimbangan Perifer…………………...…… 14
2.5 Gangguan Keseimbangan Perifer………………………………… 14
2.5.1 Definisi………………………………….............................. 14
2.5.2 Tanda dan Gejala………………………………….............. 15
2.5.3 Diagnosis………………………………………………....... 16
2.5.4 Penatalaksanaan…………………………………….....…... 17
2.6 Penyakit-penyakit Gangguan Keseimbangan Perifer………...….. 17
2.6.1 Penyakit Meniere………………………………...........…... 17
2.6.2 BPPV……………………………………………………… 21
2.6.3 Fistula Labirin……………………………………………. 26
2.6.4 Labirinitis...………………………………………………. 28
2.6.5 Neuroma Akustik……………………………………….... 32
BAB III KESIMPULAN…………………………………………………. 34
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 35

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 .................................................................................................. 3
Gambar 2 .................................................................................................. 4
Gambar 3 …………………………………… ........................................... 4
Gambar 4 .................................................................................................. 7

v
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan keseimbangan merupakan salah satu gangguan yang sering kita


jumpai dan dapat mengenai segala usia. Seringkali pasien datang berobat walaupun
tingkat gangguan keseimbangan masih dalam taraf yang ringan. Hal ini disebabkan
oleh terganggunya aktivitas sehari-hari dan rasa ketidaknyamanan yang
ditimbulkannya.(1)

Sistem keseimbangan manusia bergantung kepada telinga dalam, mata, dan


otot dan sendi untuk menyampaikan informasi yang dapat dipercaya tentang
pergerakan dan orientasi tubuh di dalam ruang. Kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak
dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam
pembentukan keseimbangan. Banyak komponen fisiologis dari tubuh manusia
memungkinkan kita untuk melakukan reaksi keseimbangan. Beberapa jenis reseptor
sensorik di seluruh kulit, otot, kapsul sendi dan ligamen memberikan tubuh
kemampuan untuk mengenali perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal
pada setiap sendi dan akhirnya berpengaruh pada peningkatan keseimbangan. Alat
keseimbangan terdapat di telinga dalam, terlindung oleh tulang yang paling keras
yang dimiliki oleh tubuh.(2)

Gangguan keseimbangan perifer adalah gangguan keseimbangan yang terjadi


di dalam telinga dalam. Jika telinga dalam atau elemen sistem keseimbangan lainnya
rusak, dapat menyebabkan vertigo, pusing, ketidakseimbangan dan gejala lainnya.
Banyak gangguan yang terdapat pada telinga dalam yang bermanifestasi terhadap
gangguan keseimbangan tubuh.(3)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Vestibular


Sistem vestibuler merupakan salah satu dari tiga sistem yang berfungsi untuk
mempertahankan posisi tubuh dan keseimbangan. Yang dua lainnya adalah
somatosensoris dan sistem penglihatan. Sistem vestibuler secara anatomi dibagi
menjadi sistem vestibuler sentral dan perifer. Sistem vestibuler perifer terdiri dari
organ vestibuler, ganglion vestibuler dan nervus vestibularis. Sistem vestibular
sentral terdiri dari nukleus vestibularis di batang otak, cerebellum, thalamus dan
korteks serebri. (1)
Sistem vstibuler perifer atau labirin terletak di telinga dalam pada pars
petrosum tulang temporal, terdiri dari labirin tulang yang berisi perilimfa di sebelah
luar, labirin membran yang berisi endolimfa di bagian dalam. Sel reseptor organ
vestibuler bersilia dan silia tersebut merentang masuk ke dalam matrik gelatin.
Labirin membran terdiri dari labirin statis (utrikulus dan sakus) dan labirin kinetik
terdiri dari 3 kanalis semisirkularis yang pada tiap sisi berhubungan dengan utrikulus.
Ketiga kanalis semisirkularis itu adalah kanalis semisirkularis horisontalis (eksternal,
lateral), kanalis semisirkularis vertikal posterior (posterior) dan kalis semisirkularis
vertikal anterior (superior). Pada posisi duduk kepala flexi 30˚ menempatkan kanalis
semisirkularis horisontalis pada posisi bidang horisontal bumi. Kanalis semisirkularis
superior dan posterior terletak pada bidang vertikal dan membentuk sudut 45˚ dengan
bidang sagital kepala. Masing-masing kanalis semisirkularis terletak tegak lurus satu
dengan yang lainnya (Gambar 1).

2
Organ akhir sensoris kanalis semisirkularis yang disebut krista berada pada
pelebaran ujung setiap kanal yang dinamakan ampula. Sel-sel rambut terletak pada
permukaan krista. Serabut saraf ampula berjalan melalui pusat krista untuk
bersinapsis pada basis sel rambut. Silia sel rambut menonjol dari permukaan krista ke
dalam struktur gelatin yang disebut kupula. Kupula ini menutupi bagian atas krista
dan meluas sampai dinding ampula yang berhadapan. (1)

Sakulus dan utrikulus adalah dua kantong di dalam labirin membran, yang
berlokasi di bagian vestibulum telinga dalam. Organ reseptornya di sebut makula.
Makula utrikulus terletak pada dasar utrikulus, kira-kira di bidang kanalis
semisirkularis horisontal. Makula sakulus terletak pada dinding medial sakulus dan
terutama terletak di bidang vertikal. Silia sel rambut menempel pada membran
gelatin. Di puncak membran gelatin terdapat lapisan endapan kalsium karbonat yang
disebut otolit. Otolit tersebut lebih padat dari cairan endolimfa di sekelilingnya, oleh
karena itu dapat bereaksi terhadap gravitasi dan tenaga gerak lainnya. Dari
mikroskop elektron dapat dilihat dua macam bentuk silia yaitu kinosilia dan
stereosilia. Pada setiap sel rambut, sebatang kenosilia berada pada satu sisi, dari
sekumpulan stereosilia. Dan pada makula maupun krista, sel-sel rambut di daerah
yang sama cenderung mempunyai kinosilia pada sisi yang sama dengan kumpulan
stereosilia. Jadi epitel sensorik pada alat vestibuler mempunyai poloarisasi arah
morfologi. Semua kinosilia cenderung mengarah ke garis yang disebut linea alba,
yang berjalan memotong kira-kira di tengah makula. Di dalam sakulus, kinosilia

3
mengarah menjauhi linea alba. Pada krista kanalis horisontalis, kinosilia mengarah
ke utrikulus, Sedangkan pada krista vertikal mengarah menjauhi utrikulus. Jadi
krista kanalis vertikal dan horisontal mempunyai polarisasi yang berlawanan arah(1)
(Gambar 2 dan 3)

Fungsi sistem vestibuler perifer yang utama adalah 1). Memberikan informasi
ke susunan saraf pusat mengenai rangsang percepatan sudut dan gerak yang sesuai
dengan garis lurus (percepatan linier) 2). Untuk membantu orientasi visual dalam
mengatur gerak mata 3). Mengatur otot-otot ekstremitas untuk mempertahankan dan
mengatur sikap tubuh yang semestinya. (2)

Reseptor vestibuler terletak pada krista ampularis dari kanalis semisirkularis,


sedangkan makula sakuli dan makula utrikuli yang terletak di dalam utrikulus dan
sakulus. Krista ampularis merupakan organ sensoris yang terletak dalam bagian yang
membesar pada kanalis semisirkularis. Penonjolan epitel neuron sensorik yang
membentuk krista ditutupi oleh kupula yang menonjol sampai ke atap ampula.
Kupula kanalis semisirkularis hanya mempunyai pintu pemisah yang elastik yang
dapat bergeser apabila endolimfa bergerak akibat akselerasi anguler (percepatan
sudut). Jika sel rambut bergerak ke arah utrikulus akan terjadi eksitasi pada serabut
nervus vestibularis dan terjadi inhibasi jika gerakan sebaliknya. Organ vestibuler
berfungsi sebagai transduser yang mengubah mekanisme mekanik akibat rangsangan
otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi rangsang

4
biologi. Sebagai salah satu organ sensoris yang utama, organ vestibuler dapat
memberikan informasi mengenai perubahan posisi tubuh sekecil apapun, baik sebagai
akibat gerak percepatan linier, pengaruh gravitasi, maupun gerak rotasi. Rangsangan
yang timbul pada reseptor labirin menyebabkan terjadinya koordinasi otot-otot bola
mata, tengkuk dan tubuh, sehingga keseimbangan dapat dipertahankan dalam posisi
dan gerak kepala apapun. (1)

Terdapat beberapa kesamaan antara proses bioelektrik dalam organ vestibuler


dan koklea. Seperti dalam koklea, merunduknya (defleksi) silia sel rambut
vestibuler menyebabkan potensial istirahat memproduksi potensial reseptor. Ketika
stereosilia merunduk ke arah kinosilia, potensial istirahat menjadi berkurang (terjadi
depolarisasi parsial) dan saraf aferen yang bersinapsis dengan sel rambut
terangsang. Terjadi efek sebaliknya bila stereosilia merunduk ke arah menjauh dari
kinosilia. Pada kanalis horizontal, merunduknya kupula ke arah utrikulus
(utrikulopetal) akan menurunkan potensial istirahat ampula dan menaikan kecepatan
pancaran saraf. Merunduknya kupula menjauhi utrikulus (utrikulofugal) akan
meninggikan potensial istirahat dan menurunkan kecepatan pancaran saraf. Pada
kanal yang vertikal, efek arah polarisasi akan menjadi sebaliknya, karena polarisasi
morfologik sel rambut pada kanal horizontal dan vertikal saling berlawanan. (1)

Refleks Vestibulo-okuler

Refleks vestibulo-okuler merupakan bagian fungsi otak yang paling baik


dimengerti dan dapat dipelajari secara menyeluruh. Fungsi organ vestibuler dalam
mengatur fungsi keseimbangan, antara lain membuat posisi mata relatif stabil
terhadap benda yang tetap dalam ruangan pada waktu kepala bergerak. Apabila
kepala bergerak secara tiba-tiba bola mata secara refleks akan bergerak ke arah yang
berlawanan sehingga bayangan benda akan stabil di retina. Organ target pada refleks
vestibulo-okuler adalah otot-otot ekstra okuli.

5
Gerak otot-otot mata pada refleks vestibulo-okuler meliputi gerak mata
horizontal akibat kontraksi m. Rektus lateralis dan medialis. Gerak mata vertikal dan
oblik sebagai akibat kontraksi m. Rektus superior , m. Rektus inferior dan m. Obligus
inferior, dan m. Obligus superior. Neuron vestibulo-okuler yang menginnervasi otot
yang menggerakkan mata ke arah vertikal dan oblik berasal dari nukleus vestibularis
superior dan bagian rostral nukleus vestibularis medial. Apabila reseptor vestibuler
terangsang oleh gerakan rotasi kepala searah jarum jam dengan posisi kepala tegak,
endolimfa di dalam kanalis semisirkularis horizontalis akan bergerak ke arah yang
berlawanan dengan arah rotasi kepala, yaitu ke arah yang berlawanan jarum jam
selama ada percepatan sudut, sehingga terdapat penyimpangan kupula kanalis
semisirkularis horizontal kanan ke arah ampulopetal (menuju ampula). Kejadian
tersebut akan meningkatkan rangsangan saraf aferen ampula kanan. Impuls ini akan
diteruskan ke saraf abdusen kiri melalui nukleus vestibularis kiri, sehingga timbul
kontraksi m. Rektus lateralis kiri diikuti bola mata ke kiri. Jaras vestibulo-okuler yang
berasal dari nukleus vestibularis medial sisi kontralateral merangsang kontraksi otot
yang dipersarafinya, sehingga aktifitas kedua jaras vestibulo-okuler yang paralel
tersebut akan menimbulkan gerakan bola mata kanan dan kiri secara sinkron. (1)

Gerak lamban (enersia) endolimfa akan merangsang gerak mata ke arah yang
berlawanan dengan gerak rotasi, yang merupakan komponen lambat dari nistagmus.
Komponen cepat nistagmus akan terangsang apabila mata sudah mencapai deviasi
yang maksimum dan komponen cepat nistagmus akan mengembalikan posisi mata
ke posisi netral. Gerak lamban endolimfa juga akan merangsang beberapa otot
tubuh melalui arkus refleks kupulospinal, berupa gerak tubuh oblik atau berputar ke
arah komponen cepat nistagmus apabila percepatan sudut tersebut berlangsung terus
dengan kecepatan yang tetap, kupula akan kembali ke posisi semula oleh karena
elastisitas kupula dan nistagmus akan hilang. Mekanisme ini disebut adaptasi(2)
(gambar 4).

6
Suplai darah ke organ vestibular akhir

Pasokan darah utama pada organ-organ vestibular akhir adalah melalui arteri
(labirin) pendengaran internal, yang biasanya muncul dari arteri cerebellar anterior,
arteri cerebellar superior, atau arteri basilar. Tak lama setelah memasuki telinga
bagian dalam, arteri labirin terbagi menjadi 2 cabang yang dikenal sebagai vestibular
arteri anterior dan arteri koklea umum. Vestibular arteri anterior menyediakan suplai
darah ke sebagian besar utricle, ke ampullae unggul dan horisontal, dan untuk
sebagian kecil dari saccule tersebut. Bentuk umum koklea arteri 2 divisi yang disebut
arteri koklea yang tepat dan arteri vestibulocochlear. Arteri vestibulocochlear
membagi menjadi ramus ramus koklea dan vestibular (juga dikenal sebagai vestibular
arteri posterior), yang menyediakan suplai darah ke ampula posterior, bagian utama
dari saccule ini, bagian dari tubuh utricle, dan horisontal dan unggul ampullae. (3)

7
2.2Keseimbangan
2.2.1 Definisi Keseimbangan
Keseimbangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia agar dapat
hidup mandiri. Keseimbangan adalah istilah umum yang menjelaskan kedinamisan
(4)
postur tubuh untuk mencegah seseorang terjatuh. Secara garis besar
keseimbangan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengontrol pusat massa
tubuh atau pusat gravitasi terhadap titik atau bidang tumpu, maupun kemampuan
untuk berdiri tegak dengan dua kaki penting dalam diri seseorang dan sebagai
prekursor untuk inisiasi kegiatan lain hidup sehari-hari, terutama bagi manula.
Sistem pengaturan keseimbangan semakin lama semakin memburuk seiring
dengan bertambahnya usia. Penurunan dalam pengaturan keseimbangan dan gaya
berjalan yang memburuk adalah faktor kunci dalam kejadian jatuh dan masalah
motorik lainnya pada lanjut usia. Sayangnya, cedera dan hilangnya nyawa karena
jatuh pada manula adalah faktor yang utama yang dihadapi manula. Perasaan "takut
jatuh" adalah awal penyebab umum aktivitas fisik yang menurun disertai dengan
penurunan kekuatan otot tungkai bawah, yang semakin mengakibatkan seseorang
untuk jatuh lagi. (5)
Keseimbangan diasumsikan sebagai sekelompok refleks yang memicu pusat
keseimbangan yang terdapat pada visual, vestibuler dan sistem somatosensori.
Sistem Visual atau sistem penglihatan adalah sistem utama yang terlibat dalam
perencanaan gerak dan menghindari rintangan di sepanjang jalan. Sistem vestibuler
dapat diumpamakan sebagai sebuah giroskop yang merasakan atau berpengaruh
terhadap percepatan linier dan anguler, sedangkan sistem somatosensori adalah
sistem yang terdiri dari banyak sensor yang merasakan posisi dan kecepatan dari
semua segmen tubuh, kontak mereka (dampak) dengan objek-objek eksternal
(termasuk tanah), dan orientasi gravitasi. (6)

8
2.2.2 Pusat Keseimbangan
Selain perannya dalam pendengaran yang bergantung pada koklea, telinga
dalam memiliki komponen khusus lain, aparatus vestibularis, yang memberi
informasi esensial bagi sensasi keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan kepala
dengan gerakan mata dan postur. Aparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur di
dalam bagian terowongan tulang temporal dekat koklea, yaitu kanalis semisirkularis
dan organ otolit, yaitu utrikulus dan sakulus. (5) Aprataus vestibularis mendeteksi
perubahan posisi dan gerakan kepala. Seperti di koklea, semua komponen aparatus
vestibularis mengandung endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe. Serupa dengan
organ Corti, komponen-komponen vestibularis masing-masing mengandung sel
rambut yang berespons terhadap deformasi mekanis yang dipicu oleh gerakan
spesifik endolimfe. Dan seperti sel rambut auditorik, reseptor vestibularis dapat
mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi, bergantung pada arah gerakan cairan.
Tidak seperti informasi dari sistem pendengaran, sebagian informasi yang
dihasilkan oleh aparatus vestibularis tidak mencapai tingkat kesadaran. (6)
Sistem vestibuler dapat diumpamakan sebagai sebuah giroskop yang
merasakan atau berpengaruh terhadap percepatan linier dan anguler. Pada mamalia,
makula utrikulus dan sakulus berespons terhadap percepatan linier. Secara umum,
utrikulus berespons terhadap percepatan horizontal dan sakulus terhadap percepatan
vertikal. Otolit bersifat lebih padat daripada endolimfe dan percepatan dalam semua
arah menyebabkannya bergerak dengan arah berlawanan sehingga menyebabkan
distorsi tonjolan sel rambut dan mencetuskan aktivitas serabut saraf. Makula juga
melepaskan muatan secara tonik walaupun tidak terdapat gerakan kepala, karena
gaya tarik bumi pada otolit. Impuls yang dihasilkan oleh reseptor reseptor ini
sebagian berperan pada refleks menegakkan kepala dan penyesuaian postur penting
lain. (5)
Walaupun sebagian besar respons terhadap rangsangan pada makula bersifat
refleks, impuls vestibular juga mencapai korteks serebri. Impuls-impuls ini
diperkirakan berperan dalam persepsi gerakan yang disadari dan memberi sebagian

9
informasi yang penting untuk orientasi dalam ruang. Vertigo adalah sensasi berputar
tanpa ada gerakan berputar yang sebenarnya dan merupakan gejala yang menonjol
apabila salah satu labirin mengalami inflamasi. (6)
Percepatan anguler atau percepatan rotasi pada salah satu bidang kanalis
semisirkularis tertentu akan merangsang kristanya. Endolimfe, karena
kelembamannya, akan bergeser ke arah yang berlawanan terhadap arah rotasi.
Cairan ini mendorong kupula sehingga menyebabkan perubahan bentuk. Hal ini
membuat tonjolan sel rambut menjadi menekuk. Jika telah tercapai kecepatan rotasi
yang konstan, cairan berputar dengan kecepatan yang sama dengan tubuh dan posisi
kupula kembali tegak. Apabila rotasi dihentikan, perlambatan akan menyebabkan
pergeseran endolimfe searah dengan rotasi, dan kupula mengalami perubahan
bentuk dalam arah yang berlawanan dengan arah saat percepatan. Kupula kembali
ke posisi di tengah dalam 25-30 detik. Pergerakan kupula pada satu arah biasanya
menimbulkan lalu lintas impuls di setiap serabut saraf dari kristanya, sementara
pergerakan dalam arah berlawanan umumnya menghambat aktivitas saraf. (6)
Rotasi menyebabkan perangsangan maksimum pada kanalis semisirkularis
yang paling dekat dengan bidang rotasi. Karena kanalis di satu sisi kepala
merupakan bayangan cermin dari kanalis di sisi lain, endolimfe akan bergeser
menuju ampula di satu sisi dan menjauhinya di sisi yang lain. Dengan demikian,
pola rangsangan yang mencapai otak beragam, sesuai arah serta bidang rotasi.
Percepatan linier mungkin tidak dapat menyebabkan perubahan kupula sehingga
tidak dapat menyebabkan rangsangan pada krista. Terdapat banyak bukti bahwa
apabila salah satu bagian labirin rusak, bagian lain akan mengambil alih fungsinya.
Dengan demikian, lokalisasi fungsi labirin secara eksperimental sulit dilakukan.
Nukleus vestibularis terutama berperan mempertahankan posisi kepala dalam ruang.
Jalur yang turun dari nukleus-nukleus ini memeperantarai penyesuaian kepala
terhadap leher dan kepala terhadap badan. Hubungan asendens ke nukleus saraf
kranialis sebagian besar berkaitan dengan pergerakan mata. (6)

10
Sistem somatosensori adalah sistem sensorik yang beragam yang terdiri dari
reseptor dan pusat pengolahan untuk menghasilkan modalitas sensorik seperti
sentuhan, temperatur, proprioseptif (posisi tubuh) dan nosiseptif (nyeri). Reseptor
sensorik menutupi kulit dan epitel, otot rangka, tulang dan sendi, organ dan sistem
kardiovaskular. Informasi proprioseptif disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis
medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum,
tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan
thalamus. (5)
Pada otak, bagian yang berfungsi sebagai pusat pengatur keseimbangan adalah
serebelum. Serebelum adalah bagian otak yang seukuran bola kasti dan sangat
berlipat serta terletak di bawah lobus oksipitalis korteks dan melekat ke punggung
bagian atas bagian otak. Di serebelum ditemukan lebih banyak neuron individual
daripada di bagian otak lainnya dan hal ini menunjukkan pentingnya struktur ini. (5)
Sistem saraf menggunakan serebelum untuk mengkoordinasikan fungsi
pengatur motorik pada tiga tingkatan, sebagai berikut:
1. Vestibuloserebelum. Bagian ini pada prinsipnya tediri dari lobus
flokulonodular serebral kecil (yang terletak di bawah serebelum posterior) dan
bagian vermis yang berdekatan. Bagian ini menyediakan sirkuit neuron untuk
sebagian besar gerakan keseimbangan tubuh.
2. Spinoserebelum. Bagian ini sebagian besar terdiri dari vermis serebelum
posterior dan anterior ditambah zona intermedia yang berdekatan pada kedua sisi
vermis. Bagian ini terutama merupakan sirkuit untuk mengkoordinasikan gerakan-
gerakan bagian distal anggota tubuh, khususnya tangan dan jari.
3. Serebroserebelum. Bagian ini terdiri dari zona lateral besar hemisferium
serebeli, di sebelah lateral zona intermedia. Bagian ini sebenernya menerima semua
inputnya dari korteks serebri motorik dan korteks premotorik serta korteks serebri
somatosensorik yang berdekatan bagian ini menjalarkan informasi outputnya ke
arah atas, kembali ke otak, berfungsi sebagai alat umpan balik bersama dengan
seluruh sistem somatosensorik korteks serebri untuk merencanakan gerakan

11
voluntar tubuh dan anggota tubuh yang berurutan, merencanakan semua ini secepat
sepersepuluh detik sebelum gerakan terjadi. Hal ini disebut “pembahasan motorik”
gerakan yang akan dilakukan. (7)
Sistem visual merupakan kontributor utama dalam keseimbangan tubuh,
memberikan informasi tentang lingkungan, lokasi, arah, serta kecepatan gerakan
suatu individu. Dikarenakan banyak refleks postural dipicu oleh sistem vestibular
juga bisa dipicu oleh stimulasi, penglihatan dapat mengkompensasi hilangnya
beberapa fungsi vestibular. Pada sebagian besar individu yang sangat tua
penglihatan juga terdegradasi dan memberikan informasi yang buram ataupun
terdistorsi, sehingga ketajaman visual yang buruk berkorelasi dengan tingginya
frekuensi jatuh yang dialami oleh manula. (5)
Meskipun sistem penglihatan telah lama diketahui sebagai sistem utama
dalam keseimbangan, harus ditekankan bahwa seseorang dapat berdiri tegak dalam
waktu yang lama dalam gelap. Akan tetapi, penelitian telah menunjukkan
kemiringan tubuh lateral yang spontan sangat berkurang jika dalam kondisi gelap
tersebut diletakkan sebuah objek yang tegak dengan sebuah lampu dioda kecil
ditempelkan pada objek tersebut. Dengan demikian, stabilitas postural meningkat
apabila terdapat peningkatan lingkungan dan rangsang visual. Selain itu, terdapat
pula parameter lain yang berkontribusi terhadap kontrol postur secara visual,
diantaranya adalah ukuran objek dan lokalisasi, disparitas binokuler, pergerakan
visual, akuitas (ketajaman) visual, kedalaman lapang pandang (depth of field), serta
frekuensi spasial. (7)
Pandangan perifer memiliki peran yang lebih penting dalam menjaga posisi
berdiri yang stabil bila dibandingkan dengan pandangan sentral. Studi yang
dilakukan oleh Berenesi, Ishihara dan Inanaka menunjukkan stimulasi visual
terhadap pandangan perifer dapat mengurangi kemiringan postural pada arah
stimulus visual yang diobservasi pada bidang anteroposterior, yang lebih baik jika
dibandingkan dengan bidang medial-lateral. Para peneliti menyimpulkan bahwa
pandangan perifer bekerja pada bingkai penglihatan yang berpusat pada subjek yang

12
melihat. Dengan demikian, pandangan perifer digunakan baik untuk stabilisasi
visual kemiringan tubuh yang spontan maupun kemiringan tubuh terinduksi visual
karena ukuran bidang pandang yang distimulasi dan dimanipulasi daripada
spesialisasi fungsional pandangan perifer untuk kontrol postural. (6)
Terdapat dua hipotesis yang mencoba menjelaskan bagaimana seseorang
menjaga stabilitas saat terdapat pergerakan mata, yaitu teori inflow dan outflow.
Teori inflow menjelaskan bahwa reseptor proprioseptif pada otot ekstraokuler
memberikan informasi mengenai posisi dan perpindahan mata dalam orbit,
sedangkan teori outflow menjelaskan bahwa percabangan outflow neural atau
sebuah salinan eferens menginformasikan sistem saraf pusat untuk menjaga
konsistensi visual. (8)

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan (6)


1. Usia
Letak titik berat tubuh berkaitan dengan pertambahan usia. Pada anak-anak
letaknya lebih tinggi karena ukuran kepala anak relative lebih besar dari kakinya
yang lebih kecil. Keadaan ini akan berpengaruh pada keseimbangan tubuh, dimana
semakin rendah letak titik berat terhadap bidang tumpu akan semakin mantap atau
stabil posisi tubuh.

2. Jenis Kelamin
Meski banyak sumber yang menyatakan bahwa jenis kelamin tidak
berpengaruh pada keseimbangan, ada yang harus dipertimbangkan terkait pengaruh
jenis kelamin pada keseimbangan. Perbedaan keseimbangan tubuh berdasarkan jenis
kelamin antara pria dan wanita disebabkan oleh adanya perbedaan letak titik berat.
Pada pria letaknya kira-kira 56% dari tinggi badannya sedangkan pada wanita
letaknya kira-kira 55% dari tinggi badannya. Pada wanita letak titik beratnya rendah
karena panggul dan paha wanita relatif lebih berat dan tungkainya pendek.

13
3. Kekuatan Otot
Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau grup otot menghasilkan tegangan
dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun secara statis.
Kekuatan otot dihasilkan oleh kontraksi otot yang maksimal. Otot yang kuat
merupakan otot yang dapat berkontraksi dan 18 relaksasi dengan baik, jika otot kuat
maka keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik seperti
berjalan, lari, bekerja ke kantor, dan lain sebagainya.

4. Index Massa Tubuh (IMT)


Indeks massa tubuh merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau
status gizi orang dewasa. IMT tidak bisa digunakan untuk anak-anak, bayi baru
lahir, dan wanita hamil khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
berat badan. Kriteria IMT digunakan standart dari WHO yaitu bagi orang Asia,
dengan nilai normal yaitu 18,5-22,9.

2.4. Etiologi Gangguan Keseimbangan Perifer(8)


BPPV (Benigne Paroxysmal Positional Vertigo)
Menier’s disease
Infeksi (neuritis vestibuler, OMSK)
Ototoksik (obat yang menyebabkan toksik/racun pada telinga dalam)
Penyumbatan pembuluh darah (oklusi a. labirin)
Trauma - Tumor (neuroma akustik)
Kelainan degeneratif (presbiastasia)

2.5 Gangguan Keseimbangan Perifer

2.5.1 Definisi
Gangguan keseimbangan perifer adalah gangguan keseimbangan yang terjadi di
dalam telinga dalam. Gangguan ini bisa sembuh sendiri tetapi pada beberapa kasus
memerlukan pengobatan. (8)

14
2.5.2 Tanda dan Gejala

 Lesi Vestibular Bilateral

Lesi vestibular bilateral menghasilkan pengurangan aktivitas tonik secara


simetris dari masing-masing labirin pada batang otak. Gejala primer adalah
disebabkan oleh penurunan dalam sensitivitas vestibular pada pergerakan kepala dan
posisi gravitasi mengakibatkan ketidaksamaan refleks vestibulookular. Tanpa refleks
vestibulookular yang lengkap pergerakan kepala yang cepat menyebabkan terjadi
kesalahan pada lapangan pandang di retina, dan menurunkan ketajaman penglihatan.
Bila input vestibular bilateral tidak adekuat untuk mempertahankan ketepatan
penambahan refleks vestibulookular, pasien melaporkan adanya gangguan
penglihatan dan sakit kepala ringan. Penglihatan kabur dan gangguan keseimbangan
jelas dengan pergerakan kepala yang cepat atau bila input visual terbatas. (8)

 Lesi Unilateral Dengan Onset Lambat

Penyebab gangguan unilateral onset lambat termasuk neoplasia dan degeneratif


nervus VIII dan penyakit autoimun. Lesi pada onset lambat mungkin tidak
menghasilkan gejala berat karena refleks vestibulookular terus menerus dimonitor
dan diatur untuk mempertahankan akurasi keseimbangan pergerakan mata dalam
merespon pergerakan kepala. Jika perkembangan lesi cukup lambat, seperti pada
neuroma akustik gejala vestibular bisa sangat ringan sampai tidak terlihat. (8)

 Lesi Bilateral Dengan Onset Lambat

Lesi bilateral dengan onset lambat menyebabkan hanya sedikit gejala karena
adanya mekanisme kompensasi antara nodulus dan flokulus. Gejala terlihat bila
terdapat kehilangan hampir keseluruhan atau keseluruhan sensitivitas vestibular.
Gejala gangguan penglihatan, sakit kepala ringan, dan oscillopsia jelas terlihat. (8)

15
2.5.3 Diagnosis

Diagnosis akurat adalah perawatan yang kritis dari pasien-pasien dengan


gangguan keseimbangan perifer. Riwayat dan pemeriksaan fisik adalah hal-hal
penting yang tersedia dari evaluasi untuk mempertajam klinis dalam mengevaluasi
pasien dengan vertigo. Evaluasi klinis harus menentukan serangan dan waktu
terjadinya (akut, progresif, durasi dan frekuensi). Sebuah deskripsi dari gejala-gejala
(berputar, pusing, tidak seimbang, penglihatan kabur), gejala-gejala yang
berhubungan (kehilangan pendengaran, kesempurnaan pendengaran, otorhea, otalgia,
kelumpuhan wajah, sakit kepala, photopobia, nausea, muntah), faktor-faktor
pengendapan dan peringan, dan factor-faktor risiko yang relevan (trauma kepala,
penyakit cerebrovascular, penyakit autoimun). Keadaaan dari sistem sensor lainnya
kritis untuk keseimbangan penglihatan, propriocecptor), keutuhan dari sistem saraf
pusat, dan keutuhan dari mekanisme pengganti juga harus dievaluasi. Kompensasi
akan pasti berpengaruh signifikan oleh pengguna pengobatan persepsi dan non
persepsi, dan sangat penting suatu ketelitian. (9)

Pemeriksaaan fisik termasuk pemeriksaan lengkap pada kepala dan leher,


penilaian saraf cranial, evaluasi oculomotor dengan atau tanpa Frenzel glasses, dan
observasi sikap badan dan gaya berjalan. Pemeriksaan otologik termasuk pneumatic
otoscopy dan audiometri. Nistagmus spontan adalah gambaran waspada pada syarat-
syarat dari tipe, derajat, dan efek dari fiksasi penglihatan. (10)

Pasien dengan riwayat penurunan penglihatan mengalami evaluasi mata,


penglihatan, dan lapangan penglihatan. Karena sistem penglihatan berhubungan
dengan keseimbangan, kerusakan penglihatan dapat berkontribusi pada gejala-gejala
keseimbangan dan terlambatnya penyembuhan setelah kehilangan fungsi vestibular.
Gerakan spesial lainnya ditunjukkan sambil pemeriksaan adalah tes nistagmus setelah
menggoyangkan kepala, hiperventilasi penyebab vertigo dan nistagmus, dan putaran
head-on-body untuk mengevaluasi vertigo cervical. (8)

16
2.5.4 Penatalaksanaan

Manajemen keberhasilan untuk gangguan keseimbangan perifer adalah


mengurangi gejala-gejala dan memperbaiki fungsi. Pilihan pengobatan termasuk
vestibulosuppressive, pembedahan ablative, labyrinthectomy kimia dan rehabilitasi.
Terapi untuk beberapa kekacauan adalah bertujuan pada luka itu sendiri; ini penting
sekali pada manajemen otitis media kronik, cholesteatoma, atau bakteri labirin.
Intervensi berlaku emergensi dan dipertimbangkan terapi antibiotik ketika infeksi
kronik penyebab vertigo. Seleksi dari pengobatan dideteksi dengan diagnosis yang
spesifik, frekuensinya dan durasi dari gejala-gejala, dan karakteristik pasien dan
.tertinggal. (10)

Keberhasilan manajemen untuk kekacauan yang menyebabkan kehilangan


tiba-tiba dari fungsi vestibular unilateral adalah meringankan gejala-gejala vestibular
akut dan autonomic. Ini bisa diberi secara intravena, oral, atau transdermal. Diazepam
5 sampai 10 mg intravena secara perlahan akan mengurangi vertigo, nausea, dan
muntah hebat dari fugnsi vestibular. Obat ini penggunaan terbaik untuk manajemen
neuronitis vestibular, postrauma dari fungsi vestibular, labyrinthitis, atau episode
vertigo hebat. Sedatif vestibular adalah kontraindikasi selama evaluasi pasien untuk
penyakit sistem saraf pusat dan luka kepala. (9)

2.6 Penyakit-penyakit Gangguan keseimbangan Perifer

2.6.1 Penyakit Meniere

Penyakit ini ditemukan oleh meniere pada tahun 1861, dan dia yakin bahwa
penyakit ini berada di dalam telinga, sedangkan pada waktu itu para ahli banyak
menduga bahwa penyakit itu berada pada otak. Pendapat meniere dibukitakan oleh
hallpike dan cairn tahun 1938, dengan ditemukannya hidrops endolinfe, setelah
memeriksa tulang temporal pasien meniere. (5)

17
 Etiologi

Penyebab pasti penyakit Meniere belum diketahui. Penambahan volume


endolimfa diperkirakan oleh adanya gangguan biokimia cairan endolimfa dan
gangguan klinik pada membrane labirin. (5)

 Patofisiologi

Gejala klinis penyakit Meniere disebakan oleh adanya hidrops endolimfe pada
koklea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul diduga
disebabkan oleh: 1. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri, 2.
Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler, 3. Meningkatnya tekanan osmotik
ruang ekstrakapiler, 4. Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi
penimbunan cairan endolimfa. (5)

Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal, ditemukan pelebaran dan


perubahan morfologi pada membran Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala
vestibuli, terutama di daerah apeks koklea helikotrema. Sakulus juga mengalami
pelebaran yang dapat menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media
dimulai dari daerah apeks koklea, kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah
dan basal koklea. Hal ini yang dapat menjelaskan terjadinya tuli saraf nada rendah
pada penyakit meniere. (6)

 Gejala klinik

Terdapat trias atau sindrom meniere yaitu vertigo, tinnitus, dan tuli
sensorineural terutama nada rendah. Serangan pertama sangat berat, yaitu vertigo
disertai muntah. Setiap kali berusaha untuk berdiri dia merasa berputar, mual dan
muntah kembali. (6)

Hal ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, meskipun


keadaannya berangsur baik. Penyakit ini bisa sembuh tanpa obat dan gejala penyakit

18
bisa hilang sama sekali. Pada serangan kedua kalinya dan selanjutnya dirasakan lebih
ringan, tidak seperti serangan yang pertama kalinya. Pada penyakit meniere
vertigonya periodik yang makin mereda pada serangan-serangan berikutnya. (6)

Pada setiap serangan biasanya disertai dengan gangguan pendengaran dan


dalam keadaan tidak ada serangan, pendengaran dirasakan baik kembali. Gejala lain
yang menyertai serangan adalah tinitus, yang kadang-kadang menetap, meskipun di
luar serangan. Gejala yang lain menjadi tanda khusus adalah perasaan penuh di dalam
telinga. (7)

Dari keluhan vertigonya kita sudah dapat membedakan dengan penyakit yang
lainnya yang juga mempunyai gejala vertigo, seperti penyakit meniere, tumor N. VIII,
sklerosis multiple, neuritis vestibuler atau vertigo posisi paroksismal jinak (BPPV). (8)

Pada tumor nervus VIII serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan
makin lama makin kuat. Pada sklerosis multipel, vertigo periodik, tetapi intensitas
serangan sama pada tiap serangan. Pada neuritis vestibuler serangan vertigo tidak
periodik dan makin lama makin menghilang. Penyakit ini diduga disebabkan oleh
virus. Biasanya penyakit ini timbul setelah menderita influenza. Vertigo hanya
didapatkan pada permulaan penyakit. Penyakit ini akan sembuh total bila tidak
disertai dengan komplikasi. Vertigo posisi paroksismal jinak, keluhan vertigo datang
secara tiba-tiba terutama pada perubahan posisi kepala dan keluhan vertigonya terasa
sangat berat, kadang-kadang disertai rasa mual sampai muntah, berlangsung tidak
lama. (5)

 Diagnosis Penyakit Meniere

Diagnosis dipermudah dengan dibakukannya kriteria diagnosis, yaitu : Vertigo hilang


timbul, fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf, dan menyingkirkan
kemungkinan penyebab dari sentral, misalnya tumor N VIII. Bila gejala-gejala khas

19
penyakit Meniere pada anamnesis ditemukan, maka diagnosis penyakit Meniere dapat
ditegakkan.

Pemeriksaan fisik diperlukan hanya untuk menguatkan diagnosis penyakit ini.


Bila dalam anamnesis terdapat riwayat fluktuasi pendengaran, sedangkan pada
pemeriksaan ternyata terdapat tuli sensorineural, maka kita sudah dapt mendiagnosis
penyakit meniere, sebab tidak ada penyakit lain yang bisa menyebabkan adanya
perbaikan dalam tuli sensorineural, kecuali penyakit Meniere. Dalam hal yang
meragukan kita dapat membuktikan adanya hidrops dengan tes gliserin. Selain itu tes
gliserin ini berguna untuk menentukan prognosis tindakan opertif pada pembuatan
“shunt”. Bila terdapat hidrops, maka operasi diduga akan berhasil dengan baik. (5)

 Pengobatan

Pada saat datang biasanya diberikan obat-obat simtomatik, dan bila diperlukan
dapat diberikan anti muntah. Bila diagnosis telah ditemukan, pengobatan yang paling
baik adalah adalah sesuai dengan penyebabnya.

Khusus untuk penyakit Meniere, diberikan obat-obat vasodilator perifer untuk


mengurangi tekanan hidrops endolimfa. Dapat pula tekanan endolimfa ini disalurkan
ke tempat lain dengan jalan operasi, yaitu membuat “shunt”. Obat-obat antiiskemia,
dapat pula diberikan sebagai obat alternatif dan juga diberikan obat neurotonik untuk
menguatkan sarafnya. (8)

Pengobatan yang khusus untuk BPPV yang diduga penyebabnya adalah


kotoran (debris), yaitu sisa-sisa utrikulus yang terlepas dan menempel pada kupula
kss posterior atau terapung dalam kanal. Caranya ialah dengan menempelkan vibrator
yang dapat menggetarkan kepala dan menyebabkan kotoran itu terlepas dan hancur,
sehingga tidak mengganggu lagi. (8)

20
Pengobatan khusus untuk pasien yang menderita vertigo yang disebabkan
oleh ransangan dari perputaran leher (vertigo servikal), ialah dengan traksi leher dan
fisioterapi, disamping latihan-latihan lain dalam rangka rehabititasi. (9)

Neuritis vestibular diobati dengan obat-obat simtomatik, neurotonik, antivirus


dan latihan (rehabilitasi). Rehabilitasi penting diberikan, sebab dengan melatih sistem
vestibular ini sangat menolong. Kadang-kadang gejala vertigo dapat diatasi dengan
latihan yang intensif, sehingga gejala yang timbul tidak lagi mengganggu pekerjaanya
sehari-hari. (8)

2.6.2 Benign Paroxysmal Positional Vertigo

Vertigo merupakan keluhan yang sangat mengganggu aktivitas kehidupan


sehari-hari. Sampai saat ini sangat banyak hal yang dapat menimbulkan keluhan
vertigo. Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat masih terus disempurnakan. (5)

Benign paroxysmal potitional vertigo (BPPV) atau disebut juga vertigo posisi
paroksismal jinak adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai.
Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi
kepala, beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang
menimbulkan keluhan vertigonya. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat,
berlangsung dingkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya
lebih lama. Keluhan dapat disertai mual bahkan sampai muntah, sehingga penderita
merasa khawatir akan timbul serangan lagi, hal ini yang menyebebkan penderita
sangat hati-hati dalam posisi tidurnya. Vertigo jenis ini sering berulang kadang-
kadang dapat sembuh dengan sendirinya. (6)

BPPV merupakan penyakit degenerative yang idiopatik yang seing


ditemukan, kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut. Trauma
kepala merupakan penyebab kedua terbanyak pada BPPV bilateral. (8)

21
Penyebab lain yang lebih jarang adalah labirintitis virus, neuritis vestibuler,
pasca stapedectomi, fistula perilimfa dan penyakit meniere. BPPV merupakan
penyakit pada semua usia dewasa. Pada anak belum pernah dilaporkan. (8)

Pengobatan BPPV telah berubah pada beberapa tahun terakhir. Pengertian


baru tentang patofisiologi yang dapat menyebabkan dan menimbulkan gejala VPPJ
mempengaruhi perubahan penanggulangannya. Dengan peralatan yang baru,
identifikasi dapat dilakukan lebih teliti kanal mana yang terlibat, sehingga
penatalaksanaan dapat dilakukan dengan tepat. (7)

Diagnosis BPPV dapat dilakukan dengan melakukan tindakan provolasi dan


menilai timbulnya nistagmus pada posisi tersebut. Kebanyakan kasus BPPV saat ini
disebabkan oleh kanalitiasis bukan kupolitiasis. Perbedaan anatara berbagai tipe
BPPV dapat dinilai dengan mengobservasi timbulnya nistagmus secara teliti, dengan
melakukan berbagai perasat provokasi menggunakan infrared video camera. (7)

Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan
cara memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon
vertigo dari kanalis semi sirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat
dix-hallpike atau side lying. Perasat dix-hallpike lebih sering digunakan karena pada
persat tersebut posisi kepala sangat sempurna untuk canalith repositioning
treatment.(8)

Pada saat perasat provokasi dilakukan, pemeriksa harus mengobservasi


timbulnya respon nistagsmus pada kaca mata FRENZEL yang dipakai oleh pasien
dalam ruangan gelap, lebih baik lagi bila direkam dengan system video infra merah
(VIM). Penggunaan VIM memungkinkan penampakan secara simultan dari beberapa
pemeriksaan dan rekaman dapat disimpan untuk penayangan ulang. Perekaman
tersebut tidak dapat bersamaan dengan pemeriksaan ENG, karena prosesnya dapat
terganggu oleh pergewrakan dan artefak kedipan mata, selain itu nistagmus

22
mempunyai komponen torsional yang prominen, yang tidak dapat terdeteksi oleh
ENG. (9)

Perasat dix-hallpike pada garis besarnya terdiri dari dua gerakan. Perasat dix-
hallpike kanan pada bidang kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan dan perasat
dix-hallpike kiri pada bidang posterior kiri. Untuk melakukan perasat dix-hallpike
kanan, pasien duduk tegak pada meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 45o ke
kanan. Dengan cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 45o ke kanan
sampai kepala pasien menggantung 20-30o pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40
detik sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan
selama ± 1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini
dapat langsung dilanjutkan dengan canalith repositioning treatment (CRT).

Bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila perasat tersebut tidak diikuti
dengan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukan kembali. Lanjutkan
pemeriksaan dengan parasat dix-hallpike kiri dengan kepala pasien dihadapkan 45o ke
kiri, tunggu maksimal 40 detik sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan
adanya respon abnormal, dapat dilanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respin
abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-
lahan didudukkan kembali. (9)

Perasat sidelying juga terdiri dari 2 gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang
menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis posterior kanan
pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling
bawah dan perasat sidelying kiri yang menempatkan kepala pada posisi di mana
kanalis anterior kanan dan kanalis posterior kiri pada bidang tegak lurus garis
horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah. (9)

Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja,
kepala ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.
Pasien kembali ke posisi duduk untuk dilakukan perasat sidelying kiri, pasien secara

23
cepat dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala ditolehkan 45o ke kanan. Tunggu 40 detik
sampai timbul respon abnormal. (9)

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada
pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, ± 40
detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya
kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit,
biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersama-sama dengan nistagmus. (10)

Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan mencatat


arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus ke
depan.

 Fase cepat ke atas, gerputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis


posterior kanan.
 Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis posterior
kiri.
 Fase cepat ke gawah, gerputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis
anterior kanan.
 Fase capat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis
anterior kiri. (10)

Respon abnormal diprovokasi oleh perasat dix-hallpike/sidelying pada bidang


yang sesuai dengan kanal yang terlibat. Perlu diperhatikan, bila respon nistagmus
sangat kuat, dapat diikuti oleh nistagmus sekunder dengan arah fase cepat berlawanan
dengan nistagmus pertama. Nistagmus sekunder terjadi oleh karena proses adaptasi
system vestibuler sentral. (9)

Perlu dicermati bila pasien kembali ke posisi duduk setelah mengikuti


pemeriksaan dengan hasil respon positif, pada umumnya pasien mendapat serangan

24
nistagmus dan vertigo kembali. Respon tersebut menyerupai respon yang pertama
namun lebih lemah dan nistagmus fase capat timbvul dengan arah yang berlawanan,
hal tersebut disebabkan oleh gerakan kanalith ke kupula. (9)

Pada umumnya BPPV tumbul pada kanalis posterior dari hasil penelitian
Herdman terhadap 77 pasien BPPV mendapatkan 49 pasien (64%) dengan kelainan
pada kanalis posterior, 9 pasien (12%) pada kanalis anterior dan 18 pasien (23%)
tidak dapat ditentukan jenis kanal mana yang terlibat, serta didapatkan satu pasien
dengan keterlibatan pada kanalis horizontal. Kadang-kadang perasat dix-hallpike /
sidelying menimbulkan nistagmus horizontal. Nistagmus ini bias terjadi karena
nistagmus spontan, nistagmus posisi atau BPPV pada kanalis horizontal, pemeriksaan
harus dilanjutkan dengan pemeriksaan roll test. (10)

Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan fungsi


vestibuler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan pembedahan. Dasar pemilihan
tata laksana berupa observasi adalah karena BPPV dapat mengalami resolusi sendiri
dalam waktu mingguan atau bulanan. Oleh karena itu sebagian ahli hanya
menyarankan observasi. Akan tetapi selama waktu observasi tersebut pasien tetap
menderita vertigo. Akibatnya pasien dihadapkan pada kemungkinan terjatuh bila
vertigo tercetus pada saat ia sedang beraktivitas. (11)

Obat-obatan penekan fungsi vestibuler pada umumnya tidak menghilangkan


vertigo. Istilah “vestibulosuppresant” digunakan untuk obat-obatan yang dapat
mengurangi timbulnya nistagmus akibat ketidakseimbangan sistem vestibuler. Pada
sebagian pasien pemberian obat-obat ini memang mengurangi sensasi vertigo, namun
tidak menyelesaian masalahnya. Obat-obat ini hanya menutupi gejala vertigo.
Pemberian obat-obat ini dapat menimbulkan efek samping berupa rasa mengantuk.
Obat-obat yang diberikan diantaranya diazepam dan amitriptilin. Betahistin sering
digunakan dalam terapi vertigo. Betahistin adalah golongan antihistamin yang diduga

25
meningkatkan sirkulasi darah ditelinga dalam dan mempengaruhi fungsi vestibuler
melalui reseptor H3. (11)

Tiga macam perasat dilakukan umtuk menanggulangi BPPV adalah CRT


(Canalith repositioning Treatment), perasat liberatory, dan latihan Brandt-Daroff.
Reposisi kanalit dikemukakan oleh Epley. Prosedur CRT merupakan prosedur
sederhana dan tidak invasif. Dengan terapi ini diharapkan BPPV dapat disembuhkan
setelah pasien menjalani 1-2 sesi terapi. CRT sebaiknya dilakukan setelah perasat
Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi
adanya kanalithiasis pada kanal anterior atau kanal posterior dari telinga yang
terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk namun kepala pasien dirotasikan
tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke
utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi menimbulka gejala. Bila kanalis posterior
kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan.perasat ini dimulai
pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala
ditahan pada posisi tersebut selama 1-2menit, kemudian kepala direndahkan dan
diputar secara perlahan kekiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu
badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap
kekiri dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap kebawah melihat lantai .
akhirnya pasien kembali keposisi duduk dengan menghadap kedepan. Setelah terapi
ini pasien dilengkapi dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak merunduk,
berbaring, membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi
duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari. (11)

2.6.3 Fistula Labirin

Perilimfe atau fistula labirin adalah suatu kondisi di mana terdapat hubungan
abnormal antara ruang perilimfe dari telinga bagian dalam dan telinga tengah atau
mastoid. Manifestasi penyakit ini bervariasi berdasarkan keparahan dan kompleksitas,
umumnya mulai dari sangat ringan sampai melumpuhkan. Fistula perilimfe dapat

26
menyebabkan gangguan pendengaran, tinnitus, kepenuhan aural, vertigo,
ketidakseimbangan, atau kombinasi dari gejala-gejala ini. Fistula perilimfe terjadi
ketika cairan perilimfe mengalami kebocoran dari ruang perilimfe dari labirin tulang
ke dalam ruang telinga tengah. Hilangnya perilimfe mengubah keseimbangan antara
perilimfe dan endolimfe dalam labirin membran sehingga terjadi ketidakseimbangan
cairan telinga bagian dalam. (5)

Fistula labirin adalah suatu erosi tulang dari kapsul labirin sehingga terekspos
tetapi tidak sampai menembus endosteum dari labirin. Jika menembus endosteum
dari labirin dapat menyebabkan kematian telinga. Fistula banyak terjadi didaerah
kanalis semisirkularis lateral. Fistula di daerah labirin bisa disebabkan oleh
komplikasi dari infeksi kronis telinga tengah ataupun trauma operasi. Adapun sampai
saat ini penyebab paling sering adalah akibat erosi tulang oleh kolesteatoma.
Penderita otitis media supuratif kronis (OMSK) dengan tuli sensorineural dan vertigo
perlu dicurigai terjadi fistula labirin. Pemeriksaan ‘tes fistula’ dapat membantu
memperjelas gejala klinis. Tes ini mudah dilakukan, baik dengan tekanan dari balon
karet atau dengan menekan tragus untuk memberikan tekanan positif atau negatif
pada telinga. Tes fistula positif jika terjadi nistagmus dan vertigo. Hal ini juga
menunjukkan bahwa labirin masih hidup. Apabila fistulanya tertutup jaringan
granulasi atau labirinnya sudah mati tes fistula akan negatif. (6)

Pemeriksaan CT Scan temporal adalah salah satu pemeriksaan penunjang


yang dapat memperlihatkan fistula pada labirin serta menunjukkan gambaran
kolesteatoma yang mengerosi daerah otic capsul. Adanya kolesteatoma dan dugaan
fistula labirin merupakan indikasi untuk segera dilakukan tindakan operasi, untuk
menghidarkan komplikasi lebih lanjut seperti vertigo dan tuli saraf. (11)

Pengobatan definitif fistula perilymphatic (PLF) adalah eksplorasi bedah


dengan grafting fistula. Grafting dilakukan dengan membuang mukosa bulat dan luas
jendela oval. Cangkok jaringan autogenous ditempatkan langsung di atas kebocoran.

27
Jika tidak ada kebocoran aktual diidentifikasi, kaki stapes dan jendela bulat
dicangkokkan profilaktik. Jaringan adiposa awalnya digunakan, tetapi
penggunaannya menghasilkan tingkat yang sangat tinggi dari fistula berulang. Jadi
yang digunakan sekarang adalah fasia atau perichondrium, ini dilaporkan telah
menurunkan kejadian fistula berulang. (11)

Beberapa komplikasi hasil dari perbaikan perilymphatic fistula adalah


perforasi membran timpani yang terjadi pada 1-2% pasien. Kehilangan pendengaran
konduktif pascaoperasi bisa bertahan lama setelah oval window grafting
dibandingkan dengan tympanotomy eksplorasi sederhana. Sekitar 5% dari pasien
masih memiliki persisten ringan (dB 5-10) kehilangan pendengaran pasca operasi 2-3
bulan setelah operasi. Namun, pada kebanyakan pasien, terjadi dalam waktu 6 bulan.
Ini dapat terjadi terutama pada individu dengan displasia Mondini atau cacat
morfologi lainnya. Telinga ini tidak stabil, dan manipulasi bedah dapat
mengakibatkan kerusakan pendengaran. Sebaliknya, gangguan pendengaran
tambahan hampir pasti dalam kasus tersebut, dan bedah intervensi dengan bulat dan
oval window grafting sering adalah alternatif yang paling berisiko. Perubahan rasa
sebagai akibat dari cedera chorda tympani bisa juga terjadi. Hal ini biasanya terjadi
dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan. (11)

2.6.4 Labirintitis

Labirintitis merupakan suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme


telinga dalam. Gejala klinis kondisi ini berupa gangguan keseimbangan dan
pendengaran dalam berbagai tingkatan dan dapat mempengaruhi satu atau kedua
telinga. Bakteri atau virus dapat menyebabkan radang akut labirin baik melalui
infeksi lokal atau sistemik. Proses autoimun juga dapat menyebabkan labirintitis.
Vaskular iskemia dapat mengakibatkan disfungsi labirin akut yang menyerupai
labirintitis. (5)

28
Meskipun data epidemiologi definitif sulit didapatkan, labirintitis virus adalah
bentuk yang paling umum diamati dalam praktek klinis. Prevalensi SNHL
(sensoryneural hearing loss) diperkirakan pada 1 kasus dalam 10.000 orang, dengan
sampai 40% dari pasien ini mengeluh vertigo atau disequilibrium. Sebuah studi
melaporkan bahwa 37 dari 240 pasien dengan vertigo posisional mengalami
labirintitis virus. Gejala pendengaran dan keseimbangan ditemukan sekitar 25% dari
pasien dengan oticus herpes, di samping terdapat pula kelumpuhan wajah dan ruam
vesikuler yang menjadi ciri penyakit. Labirintitis bakteri jarang terjadi setelah
pemberian antibiotik, meskipun meningitis bakteri tetap menjadi penyebab signifikan
gangguan pendengaran. Gejala pendengaran, gejala vestibular, atau keduanya
mungkin ditemukan sebanyak 20% pada anak dengan meningitis. Kematian yang
berhubungan dengan labyrinthitis tidak pernah dilaporkan kecuali dalam kasus
meningitis atau sepsis. (12)

Banyak bukti epidemiologi mengimplikasikan sejumlah virus sebagai


penyebab peradangan pada labirin. Labirintitis viral sering didahului oleh infeksi
saluran pernapasan atas. Penyebab labirintitis bakteri adalah bakteri yang sama yang
bertanggung jawab untuk meningitis dan otitis. Kuman yang paling sering menjadi
penyebab adalah kuman gram negatif yang biasanya juga ditemukan pada
kolesteatoma. (12)

Labirintitis viral biasanya ditemukan pada orang dewasa berusia 30-60 tahun
dan jarang diamati pada anak-anak. Meningogenik labirintitis supuratif biasanya
diamati pada anak-anak usia kurang dari 2 tahun, yang merupakan populasi yang
paling berisiko untuk meningitis. Otogenic labirintitis supuratif dapat diamati pada
orang dari segala usia berhubungan dengan kolesteatoma atau sebagai komplikasi
otitis media akut yang tidak diobati. Labirintitis serosa lebih sering terjadi pada
kelompok usia anak, di mana sebagian besar merupakan kelanjutan dari otitis media
akut maupun kronis. (12)

29
Riwayat kesehatan menyeluruh, termasuk gejala, riwayat medis masa lalu,
dan obat sangat penting untuk mendiagnosa labirintitis sebagai penyebab vertigo
pasien atau gangguan pendengaran. Beberapa gejala yang sering ditemukan pada
pasien labirintitis(5):
 Vertigo (waktu dan durasi, asosiasi dengan gerakan, posisi kepala, dan
karakteristik lain)
 Gangguan pendengaran (karakteristik unilateral atau bilateral, ringan atau
berat, durasi, dan lainnya)
 Tinitus
 Otorrhea
 Otalgia
 Mual atau muntah
 Demam
 Kelumpuhan asimetris pada wajah
 Leher nyeri / kaku
 Gejala infeksi saluran nafas atas (sebelumnya atau bersamaan)
 Perubahan visual
Pemeriksaan fisik lengkap dan pemeriksaan kepala leher dengan penekanan
pada otologik, mata, dan pemeriksaan saraf kranial juga penting untuk menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan neurologis singkat juga diperlukan. Perlu dicari tanda-tanda
meningeal jika dicurigai terdapat meningitis. (12)
Pemeriksaan otologik:
 Melakukan pemeriksaan eksternal untuk tanda-tanda mastoiditis, selulitis,
atau operasi telinga sebelumnya
 Periksa saluran telinga untuk otorrhea otitis eksterna atau vesikel
 Periksa membran timpani dan telinga tengah untuk kehadiran perforasi,
cholesteatoma, efusi telinga tengah atau otitis media akut

30
Pemeriksaan mata:
 Periksa rentang gerak mata dan respon pupil.
 Melakukan pemeriksaan funduskopi untuk menilai papilledema.
 Amati nystagmus (spontan, tatapan-menimbulkan, dan posisi). Lakukan Dix-
Hallpike menguji apakah pasien dapat menerimanya.
 Jika perubahan visual yang disarankan, berkonsultasi dengan dokter mata.
Pemeriksaan neurologis:
 Melakukan pemeriksaan saraf kranial lengkap.
 Menilai keseimbangan menggunakan uji Romberg.

Tidak ada penelitian laboratorium khusus yang tersedia untuk labirintitis.


Pengujian serologi rutin sering gagal untuk mengungkapkan organisme penyebab,
dan ketika hasilnya positif, metode untuk menentukan apakah organisme yang sama
menyebabkan kerusakan pada labirin membran tidak tersedia. Pemeriksaan cairan
serebrospinal disarankan jika terdapat kecurigaan meningitis. Diperlukan kultur dan
uji sensitivitas efusi telinga tengah untuk menentukan antibiotik yang sesuai. Selain
itu, pemeriksaan penunjang CT scan dan MRI juga dapat digunakan sebagai sarana
untuk menegakkan diagnosis. (13)

Tata laksana awal labirintitis virus terdiri dari istirahat dan hidrasi.
Kebanyakan pasien bisa diobati secara rawat jalan. Namun, mereka harus segera
mencari perawatan medis lebih lanjut apabila gejala memburuk, terutama gejala
neurologis (misalnya, diplopia, bicara cadel, gangguan gaya berjalan, kelemahan
lokal atau mati rasa). (12)

Pasien dengan mual dan muntah berat harus dipasang infus dan diberi
antiemetik. Diazepam atau benzodiazepin lainnya kadang-kadang bermanfaat sebagai
penekan fungsi vestibular. Kortikosteroid oral jangka pendek mungkin membantu.
Pemberian terapi antivirus tidak terlalu memberikan hasil yang memuaskan. (12)

31
Steroid (metilprednisolon) terbukti lebih efektif daripada obat antivirus untuk
pemulihan fungsi vestibular perifer pada pasien dengan neuritis vestibular dalam uji
coba terkontrol secara acak oleh Strupp et al. Hal ini juga berlaku untuk pengobatan
labirintitis virus. (12)

Untuk labirintitis bakteri, pengobatan antibiotik yang dipilih berdasarkan hasil


kultur dan sensitivitas. Pengobatan antibiotik harus terdiri dari antibiotik spektrum
luas atau terapi kombinasi dengan penetrasi SSP sampai hasil kultur keluar.
Penggunaan steroid dalam gangguan pendengaran meningogenik masih
kontroversial.(12)

2.6.5 Neuroma Akustik

Tumor telinga yang paling sering menyebakan ketulian adalah neuroma

akustik. Neuroma akustik merupakan suatu tumor jinak sel Schwann yang

membungkus saraf kranial yang kedelapan. Schwannoma ini paling sering terjadi

pada bagian keseimbangan saraf kedelapan. (13)

Kebanyakan pasien didiagnosis dengan neuroma akustik tidak memiliki faktor

risiko yang jelas. Paparan terhadap radiasi dosis tinggi adalah satu-satunya faktor

risiko lingkungan yang terkait dengan peningkatan risiko mengembangkan neuroma

akustik. (14)

Sebagian besar neuroma akustik berkembang dari investasi sel Schwann dari

bagian vestibular dari syaraf vestibulocochlear. Kurang dari 5% timbul dari saraf

koklea. Secara keseluruhan, terdapat 3 pola pertumbuhan yang terpisah dapat

dibedakan dalam tumor akustik, sebagai berikut(14):

 Tidak ada pertumbuhan atau sangat lambat pertumbuhan,

32
 Pertumbuhan yang lambat (yaitu 0,2 cm / tahun pada studi imaging), dan

 Pertumbuhan cepat ( yaitu ≥ 1,0 cm / tahun pada studi imaging)

Meskipun neuroma akustik yang paling banayak tumbuh lambat, beberapa tumbuh

cukup cepat dan dapat ganda dalam volume dalam waktu 6 bulan sampai satu tahun.9

Tuli sensorineural unilateral merupakan gejala yang biasanya timbul dari

suatu neuroma akustik. Mula-mula ringan , namun dengan perkembangannya, tumor

perlahan-lahan akan menghancurkan saraf-saraf telinga dalam. (14)

Vertigo dan disequilibrium jarang muncul pada neuroma akustik. Vertigo

rotasional (ilusi gerakan atau jatuh) adalah gejala yang biasa dan kadang-kadang

terlihat pada pasien dengan tumor kecil. Disequilibrium (rasa kegoyangan atau

ketidakseimbangan) tampaknya lebih sering terjadi pada tumor yang lebih besar. (14)

33
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gangguan keseimbangan merupakan salah satu gangguan yang sering kita


jumpai dan dapat mengenai segala usia. Sistem keseimbangan manusia bergantung
kepada telinga dalam, mata, dan otot dan sendi untuk menyampaikan informasi yang
dapat dipercaya tentang pergerakan dan orientasi tubuh di dalam ruang. Alat
keseimbangan terdapat di telinga dalam, terlindung oleh tulang yang paling keras
yang dimiliki oleh tubuh.

Gangguan keseimbangan perifer adalah gangguan keseimbangan yang terjadi


di dalam telinga dalam. Tanda dan Gejala Lesi Vestibular Bilateral, Lesi Unilateral
Dengan Onset Lambat, Lesi Bilateral Dengan Onset LambatDiagnosis akurat adalah
perawatan yang kritis dari pasien-pasien dengan gangguan keseimbangan perifer.
Riwayat dan pemeriksaan fisik adalah hal-hal penting yang tersedia dari evaluasi
untuk mempertajam klinis dalam mengevaluasi pasien dengan vertigoPemeriksaaan
fisik termasuk pemeriksaan lengkap pada kepala dan leher. Manajemen keberhasilan
untuk gangguan keseimbangan perifer adalah mengurangi gejala-gejala dan
memperbaiki fungsi. Manajemen keberhasilan untuk gangguan keseimbangan perifer
adalah mengurangi gejala-gejala dan memperbaiki fungsi.

Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan perifer


adalah: Penyakit Meniere, Vertigo Posisi Paroksismal Jinak, Fistula Labirin,
Labirintitis, dan Neuroma Akustik.

34
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, Efiaty Arsyad, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2010

2. Possible Symptoms of Vestibular Disorder. Diakses tanggal 8 Juli 2019.


http://www.vestibular.org/vestibular-disorders/symptoms.php

3. Bauer CA, Konrad HR. Peripheral Vestibular Disorders: Head & Neck Surgery
Otolaryngology. 2006; 2295 -2302

4. Purnamasari, Putu P. Diagnosis dan Tatalaksana BPPV. Diakses tanggal 8 Juli


2019. http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/viewFile/5625/4269

5. Bailey BJ. Johnson JT. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Philadelphia:


Lippincott Williams & Wilkins. 2006
6. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dna Mental. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2007
7. Labirintitis. Diakses tanggal 8 Juli 2019.
http://emedicine.medscape.com/article/856215-overview
8. Higler. Boies A. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC. 2007
9. Acoustic neuroma. Diakses tanggal 8 Juli 2019.
http://emedicine.medscape.com/article/882876-overview
10. Li JC. Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Diakses tanggal 8 Juli
2019. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/884261overview
11. Johnson J. Lalwani AK. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology Head
and Neck Ssurgery. New York: Mc Graw Hill Companies. 2004. P761-5
12. Mansjoer A. Triyanti K. Savitri R. Wardhani W. Setowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran. Ed 3. Jakarta: FKUI. 2014. P93-

35

Anda mungkin juga menyukai