STROKE HEMORAGIK
Pembimbing :
dr. Agus Permadi Sp.S
Penyusun:
Jakarta
1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan kasih sayang, kenikmatan, dan kemudahan yang begitu besar. Shalawat dan salam
semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas nikmat dan karunianya
sehingga dapat terselesaikannya referat ini dengan judul “STROKE HAEMORAGIC”
Penulisan makalah kasus ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas
kepaniteraan ilmu penyakit saraf di RS Otorita Batam periode 1 April 2013 – 4 mei 2013.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah
sulit untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh Karena itu tidak penulis ucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada dr.Agus Permadi Sp.S selaku pembimbing yang telah
membantu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini. Dan kepada semua
pihak yang turut serta membantu penyusunan laporan kasus ini.
Akhir kata dengan segala kekurangan yang penulis miliki, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang mempergunakannya selama proses kemajuan
pendidikan selanjutnya.
Penulis
LEMBAR PERSETUJUAN
2
Presentasi Referat dengan judul
“Stroke Hemoragik”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik ilmu Penyakit Saraf di RS Otorita Batam periode 1 April 2013 – 4 Mei
2013.
3
PENDAHULUAN
Meningkatnya usia harapan hidup yang didorong oleh keberhasilan pembangunan
nasional dan modernisasi serta globalisasi di Indonesia akan cenderung meningkatkan resiko
terjadinya penyakit vascular (penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit arteri perifer).
Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal
kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar
15,9% (umur 45-55 tahun), 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23.5% (umur >65 tahun). 1
Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk dimana 1,6% tidak berubah dan
4,3% semakin memberat.2 Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan profil
usia produktif dan usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia di
atas 65 tahun sebesar 33,5%.3 Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut, yang
berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di
kemudian hari.4
Di satu sisi, modernisasi meningkatkan risiko stroke karena perubahan pola hidup,
sedangkan di sisi lain meningkatkan usian harapan hidup juga akan meingkatkan risiko
terjadinya stroke karena bertambahnya jumlah penduduk usia lanjut.
Prinsip dasar diagnosis stroke telah diketahui dengan jelas. Namun, penulusuran
factor risiko belum menjadi pedoman standar dalam pencegahan stroke selanjutnya. Oleh
karena itu, penelusuran faktor risiko pada pasien rawat dengan stroke harus diperhatikan.
Setiap pasien stroke yang pulang dari perawatan perlu diinformasikan mengenai faktor risiko
yang dimiliki, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan awal terhadap faktor risiko terhadap
kerabat dekat pasien.
4
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE
I. DEFINISI
Stroke adalah gangguan atau disfungsi otak, yang terjadi secara mendadak, baik fokal
atau global, dikarenakan adanya suatu kelainan pembuluh darah otak dengan defisit
neurologis yang terjadi lebih dari 24 jam atau terjadi kematian. Bila disfungsi serebral
sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam dinamakan TIA (Transient Ischemic
Attack)
5
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala disfungsi
hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese,
gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala disfungsi
batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran),
vertigo, mual dan muntah, gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik
kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan
hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang
disebabkan sistem vertebrobasiler.
6
serabut saraf ±85% berjalan ke kontralateral (disebut traktus kortikospinal lateral),
persilangan ini disebut decussatio pyramidalis, sedangkan serabut yang lain ±15% tidak
menyilang berakhir di kornu anterior homolateral (disebut traktus kortikospinal anterior).
7
SISTEM SARAF SENSORIS
Sistem saraf sensoris memiliki dua jalur berdasarkan lokasi penerimaan rangsang.
Sensibilitas permukaan
Rangsang diterima di reseptor kemudian serabut saraf berjalan ke ganglion spinale,
kemudian melalui radix posterior ke kornu posterior, ditempat ini berganti neuran kemudian
menyilang linea mediana menjadi traktus spinothalamikus, kemudian ke atas ke thalamus.
Pada thalamus serabut saraf yang berasal dari badan bagian bawah berjalan lebih lateral
sedangkan badan bawah lebih medial, kemudian berganti neuron kembali dan berakhir di
gyrus sentralis posterior.
Sensibilitas dalam
Serabut saraf bejalan mulai dari reseptor ke ganglion spinale lalu ke radix posterior, di sini
serabut membagi dua menjadi funicullus gracilis ,untuk daerah sakralis, lumbalis dan
thorakalis bawah, dan funiculus cuneatus , untuk bagian thorakal atas dan sevikalis. Serabut
secara berurutan ini menuju nukleus goll dan nukleus burdach sebelumnya berganti neuron.
Kemudian bersilang membentuk lemniscuss medialis menuju ke thalamus berganti neuron
dan berakhir di di gyrus sentralis posterior,
8
IV. FAKTOR RESIKO
Secara garis besar mekanisme terjadinya gangguan cerebrovaskular dapat disebabkan
oleh oklusi oleh thrombus atau emboli, rupture dari dinding pembuluh darah, penyakit dari
dinding pembuluh darah dan kelainan darah.
Pembuluh darah yang normal terbentuk oleh tunika intima ( sel endotel ), tunika
media yang terdiri dari fibroblast dan otot polos dengan didukung oleh kolagen dan jaringan
elastik, tunika adventitia yang terutama terdiri dari serat kolagen yang tebal.
Dalam jaringan otak dan medula spinalis, tunika adventitia biasanya sangat tipis dan
lamina elastik antara tunika media dan adventitia kurang terlihat. Tunika intima adalah
barrier yang sangat penting terhadap kebocoran darah dan unsur yang terkandung didalamnya
kedalam dinding pembuluh darah. Di dalam perkembangan dari arterosklerosis plak peristiwa
primernya adalah kerusakan endotel dari tunika intima.
A. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor utama dalam perkembangan infark trombosis serebral
dan pendarahan intra cranial yang sering menyebabkan gangguan fungsi otak dan merusak
struktur otak manusia melalui mekanisme gangguan vaskular. Infark dan perdarahan otak
merupakan stadium akhir akibat memburuknya gangguan vaskular pada otak.
Stroke yang terjadi akibat hipertensi disebabkan oleh adanya perubahan patologik
yang terjadi pada pembuluh darah serebral di dalam jaringan otak yang mempunyai dinding
yang relatif tipis. Perubahan ini menunjukkan faktor predisposisi stroke secara langsung dan
9
peningkatan proses aterogenesis merupakan faktor predisposisi perdarahan dan infark otak.
Selain itu hipertensi menyebabkan gangguan kemampuan otoregulasi pembuluh darah otak
sehingga pada tekanan darah yang sama, aliran darah ke otak penderita hipertensi sudah
berkurang dibandingkan penderita normotensi. Jadi pada infark otak biasanya sekunder dari
aterosklerosis dan pada perdarahan otak biasanya akibat peninggian tekanan darah dan
mikro-aneurisma pada pembuluh darah otak ( aneurisma Charcot-Bouchard), sehingga dapat
dikatakan hubungan hipertensi dan perdarahan otak lebih erat dibandingkan infark otak.
Efek patologis yang disebabkan hipertensi adalah :
- Charcot Bourchard mikroaneurysmperdarahan intraserebral ( dari pembuluh
darah yang perforsi)
- Percepatan atheroma dan pembentukan thrombus infrak( pembuluh besar)
- Hyalinosis dan endapan fibrin infark
Hipertensi pada perdarahan intraserebral
Perdarahan ke dalam parenkim kemungkinan bisa disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah arteriol, kapiler, atau vena. Di lain pihak pecahnya pembuluh darah bisa
didasari oleh adanya penyakit tekanan darah tinggi, arteriosclerosis, bahkan bisa oleh
penyakit sistemik seperti infiltrasi tumor atau diskrasia darah
Arterial pathology
Beberapa kelainan struktur pada hipertensi telah banyak diketahui, tetapi faktor yang
bertanggung jawab terjadinya kelainan masih sedikit sekali yang diketahui. Seperti kelainan
yang mudah terjadi karena adanya kenaikan tekanan darah yang tinggi akan terjadi
hiperplastic arteriosclerosis yang hebat sekali disertai endorteritis, pada seluruh arterol
terutama di ginjal. Keadaan seperti ini, juga terjadi pada hipertensi kronik, dimana terjadinya
lebih hebat pada usia lanjut karena disertai proses degenerasi.
Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa hipertensi akan mempercepat terjadinya
arteriosclerosis sebagai gambaran proses ketuaan pada manusia. Ternyata pembuluh darah
besar juga dipengaruhi oleh hipertensi, sehingga terjadi proses atherosclerosis, sehingga
terjadi atherosclerosis plaque biasanya terjadi pada pembuluh darah yang mengalami tekanan
yang tinggi, seperti contohnya aorta abdominalis. Terjadinya kelainan pembuluh darah kecil
arteriosclerosis merupakan keadaan yang bertanggung jawab terjadinya kerusakan pada
organ, pada pasien yang menderita hipertensi yang lama. Pada saat yang bersamaan juga
pembuluh darah besar mengalami atherosclerosis. Terjadinya arterial dan arteriolar sclerosis
diperkirakan merupakan kerusakan sekunder karena kombinasi hipertensi sistol dan diastol ,
10
dimana kerusakan primer sering kali disebabkan karena hipertensi sistolik yang terjadi pada
usia tua. Perkembangan kelainan pembuluh darah karena hipertensi setelah fase akut,
meningkat karena proses waktu dan tekanan, kenaikan yang bersifat progresif dan lambat
tdak akan memberikan gejala. Sebagai contoh pada keadaan akut, perubahan yang terjadi
pada aliran darah dan morfologi dinding pembuluh darah binatang percobaan terjadi dalam
waktu 4 jam setelah meningginya tekanan darah. Perubahan morfologi pada sel endotelial
dan perubahan tunika intima menjadi tidak rata terjadi dalam waktu 1 bulan setelah
hipertensi, sebagai konsekwensinya permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat yang
akan menyebabkan perlekatan pada substansialnya, diikutinya terjadinya akumulasi sel pada
sel otot polos yang menyebabkan tunika media jadi tipis, yang menyebabkan dinding
pembuluh darah jadi tipis juga.
Pada arteri yang lebih besar hipertensi menyebabkan bertambah besar ukuran dan
jumlah sel-sel otot polos pada tunika media dan tidak terjdi migrasi sel-sel pada tunika
intima.
Ross (1986) mengemukakan bahwa lesi proliferatif pada tunika intima dan otot-otot polos
sebagai respon dari injury aling sedikit melalui 2 jalan :
1. Diperlihatkan pada hipercholesterolemia, melibatkan monosit
dan adanya interaksi platelet, yang mengstimulasi formasi lak fibrosa oleh growth
faktor dari sel-sel yang berbeda
2. Melibatkan stimulasi langsung dari endotelium ynag mungkin
melepaskan growth faktor yang bisa menyebabkan migrasi dan proliferasi otot polos.
Sebagai contoh proses ini terjadi pada diabetes,hipertensi, merokok.
Kelainan spesifik yang disebabkan oleh naiknya tekanan darah kronik, menyebabkan
rusaknya pembuluh darah melalui tiga mekanisme yang saling berhubungan, yaitu pulsative
flow, endotelial denudation, replikasi dari sel otot polos.
Pada proses ini lebih sering terjadi pada hipertensi sistolik
Pulsatile flow
Andaikata tekanan darah naik akan menyebabkan meningginya semua komponen
tekanan sistolik, perubahan tekanan diastolik, meningginya mean arterial blood pressure,
sehingga semua keadaan ini akan menyebabkan tekanan pada jaringan kolagen dan elastin,
dinding pembuluh darah, akhirnya akan menyebabkan komplikasi medionekrosis,
atherosklerosis, aneurysma, perdarahan.
Endothelial denudation
11
Denudation termasuk didalamnya mengenai perubahan fungsi maupun struktur
pembuluh darah yang menyebabkan meningginya fibrosis dan menguatnya kontraksi.
Pada endothelial yang normal memproduksi endotelial derived relaxing factor yang
menyebabkan relaksasi jika ada stimulus. Dengan rusaknya endotel pembuluh darah, relaxing
factor berkurang, maka akan terjadi kontraksi pembuluh darah yang berlebihan.
Perubahan struktural menyebaban perlekatan dari platelet pada daerah yang
mengalami denudation yang melepaskan platelet derived factor dan menyebabkan
peninggian replikasi dari tunika intima dan media otot polos, dan akhirnya menghasilkan
hiperplasia dan fibrosis pada kasus hipertensi kronis (Schwartz and Reidy, 1978).
Smooth muscle proliferation
Terdapat dua premis yang menyokong eksperimen yaitu :
1. Pada percobaan invitro ternyata diploic cell berhubungan dengan kejadian replikasi
pada in vivo
2. Proses atherogenesis langsung berhubungan dengan repilikasi sel.
Hipertensi meninggikan atherosclerosis dengan cara menstimulus replikasi sel otot polos
arteri, sebagai respon terhadap rangsang yang menyebabkan cedera pembuluh darah
karena meninggi pulsatile fow dan endothelial denudation.
Beberapa macam lesi arteri
- Hyperplastic atau proliferative arteriosclerosis
- Hyaline arteriolosclerosis dengan penipisan dan hialinisasi tunika intima da
media yang menyebabkan penyepitan lumen
- Miliary aneurysms pada pembuluh darah penetran serebral, biasanya pada
cabang pertama terdapat poststenotic dilations dari penipisan tunika intima yang
bertanggung jawab terjadinya perdarahan
- Artherosclerosis atau nodular arteriosclerosis menyebabkan plak thrombus yang
bertanggung jawab terjadinya iskemia dan infark
Pada penelitian dari 1626 pasien diobati dengan antikoagulan yang lama, 30 orang
mengalami perdarahan intraserebral, dimana dua pertiganya meninggal.
Terdapat tiga gambaran karakteristik perdarahan intraserebral yang disebabkan oleh
pemberian antikoagulan :
1. Perdarahan terjadi secara bertahap beberapa jam sampai hari
2. Cerebellum dan cerebral sering terkena dibandinkan dengan perdarahan karena
hipertensi
12
3. Perdarahan ini memberikan angka kesakitan dan kematian yang tinggi ( 15 dari 24
pasien meninggal dan hanya pasien dengan perdarahan kecil kurang dari 30 cc bisa
bertahan hidup )
B. Kelainan jantung
Kelainan jantung dapat menyebabkan gangguan fungsi otak melalui 4 jalan:
1. Emboli yang berasal dari penyakit katup jantung, dinding jantung dan ruangan
jantung.
2. Gangguan curah jantung karena kelainan ritme yang hebat atau dekompensasi
menyebabkan penurunan perfusi otak.
3. Obat-obatan yang digunakan pada gangguan sirkulasi dapat menganggu fungsi otak.
4. Operasi jantung dapat menyebabkan kerusakan otak cepat atau lambat
Nomor 1 dan 4 lebih sering menyebabkan iskemia fokal, sedangkan 2 dan 3 lebih
sering menyebabkan gangguan yang bersifat difus.
Kelainan jantung yang merupakan faktor resiko stroke adalah penyakit jantung
kongestif, penyakit jantung koroner, penyakit jantung rematik, endokarditis bakterialis
subakut, infark miokard akut, penyakit jantung congenital, pembesaran jantung, gangguan
konduksi intraventikuler,dan lain-lain.
a. Kelainan irama jantung
Kelainan irama jantung seperti fibrilasi atrial dan blok jantung komplit mempertinggi
resiko terjadinya stroke. Aritmia jantung dapat mempengaruhi hemodinamik yang normal
akibat perubahan denyut jantung, perubahan waktu antara sistolik dari atrium dan ventrikel
dengan akibat hilangnya daya pengembangan atrium dan ventrikel, sehingga perfusi darah ke
otak menurun.
Kelainan ritme jantung yang mengakibatkan emboli adalah fibrilasi atrial (dapat
terjadi pada semua umur), kelainan sinoatrial kronik (sering terjadi pada usia tua). Emboli
lebih sering terjadi pada penderita yang mengalami gangguan irama yang berfluktuasi antara
irama lambat yang abnormal.
b. Penyakit jantung koroner
Penyakit jantung koroner dapat meningkatkan faktor resiko stroke sebanyak 2-5 kali
dibandingkan orang normal. Infark miokard akut sering mengakibatkan pembentukan trombi
mural, dan mengenai endometrium ventrikel kiri serta diikuti dengan penyumbatan emboli
pada arteri otak. Resiko terjadinya stroke pada infark miokard tergantung pada besar kecilnya
kerusakan. Pada infark miokard yang luas akan meningkatkan resiko terjadinya stroke
dibandingkan infark miokard kecil.
13
c. Kelainan Katup jantung
Kelainan katup jantung misalnya stenosis mitral akibat penyakit jantung rematik dapat
menyebabkan payah jantung dan fibrilasi atrial. Kelainan ini memyebabkan terjadinya stroke
melalui pembentukan trombus yang kemudian menjadi emboli dalam aliran darah ke otak.
Selain itu endokarditis bakterialis dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid dengan atau
tanpa aneurisma mikotik.
d. Pembesaran jantung dan kardiomiopati
Pembesaran jantung, kardiomiopati dan aneurisma ventrikel dapat menyebabkan
pembentukan thrombus mural pada ventrikel kiri yang dapat menyebabkan emboli pada
otak.
Kardiomiopati dapat menyebabkan emboli sistemik, paru, dan otak. Thrombus
berkumpul pada trabekula karena jantung pada bagian apeks ventrikel kiri dan kanan dan
sebagai emboli bergerak sebagai aliran darah ke paru atau otak.
C. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai bersama-sama penyakit
serebrovaskular, dan merupakan faktor resiko stroke meskipun kurang kuat dibandingkan
hipertensi. Sebagai faktor resiko stroke, diabetes melitus berperan melalui proses
aterosklerosis pembuluh darah otak. Proses aterosklerosis pembuluh darah otak pada diabetes
mellitus melalui kelainan lipid yang multiple. Pada diabetes mellitus terjadi :
1. Peningkatan konsentrasi faktor von willibrand (glikoprotein) dalam plasma yang
mungkin berperan dalam penyakit vascular.
2. Perubahan produksi prostasiklin mencerminkan kerusakan dinding pembuluh darah
yang terjadi akibat peningkatan fungsi trombosit dengan akibat mikrotrombus.
3. Aktivitas plasminogen akan menurun. Penurunan aktivas plasminogen dalam
pembuluh darah akan merangsang terjadinya thrombus.
D. Hiperlipidemia
Abnormalitas serum lipid (trigliserida, kolesterol, LDL) merupakan faktor risiko
penyakit jantung koroner daripada penyakit serebrovaskuler. Ada penelitian yang
membuktikan bahwa pada populasi muda tidak terbukti adanya hubungan antara stroke
dan peningkatan kolesterol. Hal ini dijelaskan dengan kenyataan bahwa tidak semua
stroke berhubungan dengan atherosclerosis. Penelitian lain menemukan bahwa HDL
memiliki efek perlindungan terhadap stroke; adanya hubungan antara plak karotis atau
14
penebalan tunika intima dan fraksi lipoprotein serta penurunan signifikan terhadap risiko
stroke pada pasien yang diobeti dengan obat penurun kolesterol generasi terbaru yaitu
statin.
15
Pengukuran ini sangat penting, jumlah kontraksi jantung yang dihitung dibandingkan
dengan Nadi yang di ukur. Pulsus defisit terjadi jika Perbedaan heart rate dan nadi ≥20 x/mnt.
Pulsus derfisit dapat ditemukan pada artrial fibrilasi yang kemungkinan menjadi pencetus
stroke.
5.Pernafasan
6. Suhu
7. Turgor dan gizi
Berperan dalam menentukan keadaan fisik dari pasien apakah termasuk golongan
obesitas (faktor resiko minor), dan turgor apakah pada pasien tersebut terjadi dehidrasi atau
tidak .
16
Jika CBF menurun sampai 15-18 ml/100gr/menit hal ini akan mengakibatkan
kegagalan elektrolit, jika CBF dibawah 15 ml/100gr/menit maka akan mengakibatkan
perubahan dalam potensial yang dibangkitkan oleh somato-sensoris. Bila dibawah
10ml/100gm/menit akan mengakibatkan kegagalan ionik, dimana konsentrasi kalium
ekstraseluler akan meningkat, kalsium intraseluler meningkat, asam lemak bebas dibebaskan,
pemecahan ATP yang mengakibatkan asidosis intraseluler yang mengakibatkan kematian sel
saraf. Dalam 10-15 ml/100gr/menit (antara electrical and ionic failure), neuron tidak
berfungsi tapi masih viable. Neuron-neuron ini berada di perifer sekeliling area infark
(perifokal area) dan eksistensinya ditentukan system kolateral. Area ini dinamakan daerah
Penumbra. Daerah penumbra ini merupakan target pengobatan.
17
arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2. Prostasiklin
merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi trombosit, sedangkan tromboksan
A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin dan
tromboksan A2 berada dalam keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila
keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan
radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel
membengkak (edema seluler). Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam
perluasan kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi
apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam
keadaan iskemia.
A. Infark Atherotrombotik
Kebanyakan penyakit serebrovaskular dapat dikaitkan dengan atherosklerosis
dan hipertensi kronis. Keduanya saling mempengaruhi. Atherosklerosis akan
mengurangi kelenturan arteri besar, dan stenosis atherosklerotik yang terjadi pada
arteri ginjal, keduanya dapat mengakibatkan tekanan darah yang meningkat.
Sedangkan hipertensi akan ”mendorong” atherosklerosis ke dinding arteri cabang
kecil.
Proses atheromatous pada arteri otak identik dengan yang terjadi pada aorta,
arter koroner, dan arteri besar lainnya. Proses ini terjadi dengan progresif,
berkembang tanpa gejala dalam waktu puluhan tahun, dan dapat dipercepat oleh
hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes. Profil lipoprotein darah dengan kadar HDL
(High Density Lipoprotein) kolesterol yang rendah dan LDL (Low Density
Lipoprotein) kolesterol yang tinggi juga mempercepat proses terjadinya plak
atheromatous. Faktor resiko lainnya adalah merokok, yang akan menurunkan kadar
HDL kolesterol darah dan aliran darah otak.
Terdapat kecenderungan plak atheromatous untuk terbentuk pada percabangan
dan cekungan arteri otak. Tempat yang paling sering adalah:
• A. carotis interna, pada pangkalnya yang berasal dari a. carotis communis.
• A. vertebralis pars cervicalis dan pada peralihannya yang membentuk a.
basiler
• Pada batang maupun percabangan utama a. cerebri medial
• Pada a. cerebri posterior yang memutar di otak tengah
• A. cerebri anterior di lengkungan yang memutari corpus callosum
18
Gambaran Klinis
• Harus terdapat riwayat episode prodromal sebelumnya untuk menegakkan
diagnosis trombosis otak, berupa serangan yang sifatnya sementara dan
reversibel.
• Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala yang
mungkin timbul pada serangan awal adalah kebutaan sebelah mata,
hemiplegia, hemianesthesia, gangguan bicara dan bahasa, bingung dan lain-
lain.
• Bila sumbatan terjadi pada sistem vertebrobasiler, terjadi episode pusing,
diplopia, kebas, hendaya penglihatan pada kedua lapang pandang dan
dysarthria.
• Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang wakt beberapa menit
hingga beberapa jam, umumnya tidak lebih dari 10 menit.
• Stroke trombotik, dapat berkembang dengan berbagai cara, yaitu:
a. Stroke parsial dapat terjadi, alau berkurang sementara untuk beberapa
jam, setelahnya terjadi perubahan cepat menuju stroke lengkap. Episode
awal dapat berlangsung lebih lama dan berulang sebelum terjadi stroke
yang lengkap.
b. Stroke trombotik dapat terjadi waktu tidur, pada saat terjaga, pasien
lumpuh pada tengah malam atau pagi. Pasien dapat bangkit dari tempat
tidur, lalu terjatuh dan tidak berdaya.
c. Gambaran stroke trombotik dapat terjadi sangat lamabt, sehingga
menyerupai tumor otak, abses ataupun subdural hematoma. Untuk
menegakkan diagnosis stroke pada kasus ini, riwayat penyakit terdahulu
harus didapat dengan lengkap.
• Trombosis arterial basanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada, lokasi nyeri
berhubungan dengan lokasi sumbatan arteri. Intensitas nyeri tidak parah dan
rlebih regional dibandingkan dengan perdarahan intraserebral maupun
perdarahan subarachnoid.
• Hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok dan hiperlipidemia umum ditemukan
apda pasien dengan stroke infark atherotrombotik.
B. Infark Embolik
19
Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus di jantung.
Trombus yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah sampai pada
percabangan arteri yang terlalu kecil untuk dilewati.
Emboli yang berasal dari jantung dapat disebabkan oleh:
• Fibrilasi atrial dan aritmia lainnya (dengan penyakit jantung rematik,
atherosklerotik, hipertensi, kongenital aupun sifilis)
• Infark miokard dengan trombus mural
• Endokarditis bakterial akut dan sub aut
• Penyakit jantung tanpa aritmia maupun trombus mural(stenosis mitral,
miokarditis)
• Komplikasi bedah jantung
• Katup jantung buatan
• Vegetasi trombotik endokardial non bakterial
• Prolaps katup mitral
• Emboli paradoks dengan penyakit jantung kongenital (cont: patent
foramen ovale)
• Myxoma
Emboli yang tidak berasal dari jantung antara lain:
• Atherosklerosis aorta dan a. carotis
• Dari tempat pembelahan atau displasia a. carotis dan a. vertebrobasiler
• Trombus pada v. pulmonalis
• Lemak, tumor, udara
• Komplikasi bedah leher dan thoraks
• Trombosis pada panggul dan ekstremitas bawah pada right-to-left
cardiac shunt
Gejala Klinis
• Dari seluruh jenis stroke, kardioemboli merupakan jenis yang berkembang
paling cepat. Biasanya timbul pada saat beraktivitas, dan timbul mendadak,
seperti saat di kamar mandi.
• Kadang ditemukan; isolated homonymous hemianopsia atau isolated aphasia
• Pada pencitraan otak :
20
o Melibatkan korteks, umumnya pada distribusi percabangan a. cerebri
medial
o Terdapat kemungkinan infark perdarahan
C. Infark Lakuner
Stroke ini mempunyai kumpulan gejala klinis yang jelas dengan daerah kecil
yang mengalami iskemia dan terbatas pada daerah pembuluh darah tunggal
yaitu pembuluh darah yang berpenetrasi ke otak yang menembus kapsula
interna, basal ganglia, thalamus, korona radiata, dan daerah paramedian dari
batang otak.
Stroke lakuner biasanya berhubungan dengan kombinasi antara hipertensi,
atherosklerosis dengan diabetes melitus.
Stroke lakuner dapat didiagnosa hanya melalui karakteristik gejala klinisnya
yaitu hemiparesis motorik murni, sindrom sensorik murni, clumsy hand,
dysarthria, hemiparesis dengan ataksia, sindrom sensorimotor.
21
Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi
antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak
dijumpai adanya riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum
dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula
interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system
ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering
berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas
dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah
dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak
sebagian digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan
rongga kecil yang terisi cairan. .
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma. Karakteristiknya
berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang pada saat permulaan.
Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam
pertama bila volume darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul
gejala defisit neurologik yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome) pada
pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.
22
subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan
menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme
dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark otak dan deficit
neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang terjadi dalam beberapa mingu setelah
kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit
pada saat pertama kali muncul.
23
24
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT scan
• Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark
dengan stroke perdarahan.
• Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan
gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran
hiperdens.
CT scan
2. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat
sensitif).
25
3. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau
vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada
pembuluh darah.
Angiografi
4. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial , menentukan ada
tidaknya stenosis arteri karotis.
26
Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna
kekuningan.
Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan
perdarahan (jernih).
Cara penghitungan :
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x
atheroma) – 12
• Nilai SSS Diagnosa
• >1 Perdarahan otak
• < -1 Infark otak
• -1 < SSS < 1 Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)
27
Skor Gajah Mada (SGM)
28
meningkatnya perdarahan pada tempat tersebut, maka endotel yang mengandung fibrin dan
bekuan darah tadi akan robek, dan terjadi perdarahan. Kebanyakan cenderung sepanjang
perbatasan yang diperdarahai oleh anastomosis A.meningeal atau bila di A.serebri media
terdapat di ganglia basalis. Kesadaran pasien tiba-tiba menurun dan pernafasan mengorok.
Pada pemeriksaan pungsi lumbal ditemukan cairan serebrospinal berdarah.
D.Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah, merembes ke dalam
sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian basal, darah tersebut akan
memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan mengalami penurunan
kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut. Gejala akan membaik jika
dilakukan draining ventrikel, dengan ventrikulostomi eksternal, atau pada beberapa kasus
dapat dilakukan punksi lumbal. Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat blokade jalur
cairan serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini biasanya didahului
oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan inkontinen.
E. Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat kelainan osmotik.
29
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis terhadap
iskemia otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah fungsi oatk membaik kembali.
Selian itu tekanan darah tinggi intrakranial, dimana terjadi iskemia batang otak atau
penekanan batang otak. Bila neuron yang menghambat aktivitas simpatis di batang otak
menjadi tidak aktif karena penekanan batang otak maka akan terjadi hipertensi.
B. Hiperglikemi
Pada stroke, sama seperti iskemi daerah hipothalamus, dapat terjadi reaksi
hiperglikemi. Kadar gula darah sampai 150-175 mg% pada fase akut tidak memerlukan
pengobatan. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid ditemukan gangguan fungsi vegetatif
yang bersifat glukosuria dan keadaan ini berhubungan dengan konsentrasi katekolamin yang
tinggi dalam sirkulasi.
C. Edema paru
Edema paru dapat terjadi pada penderita perdarahan intraserebral dan perdarahan
subarakhnoid. Edema paru akut dapat didahului oleh disfungsi kardiovaskuler secara primer,
misalnya infark miokard atau sekunder akibta kelainan susunan saraf pusat; atau edema paru
akibat langsung dari pusat ”edemagenic” seebral. Proses terjadinya edema paru akibat
kelaianan susunan saraf pusat yaitu secara langsung melalui sistem saraf otonom terutama
mekanisme vagal. Mekanisme lain disebutkan, bahwa edema paru merupakan akibat
pelepasan simpatis berlebihan disertai hipertensi sistemik dan hipertensi pulmonal
mengakibatkan peninggian permeabilitas vaskuler pada paru. Pelepasan simpatis tersebut
dicetuskan oleh tekanan tinggi intrakranial, hipoksia otak atau lesi di hipothalamus.
D. Kelainan jantung
Kelainan jantung berupa gangguan ritme jantung atau aritmia jantung, terjadi pada
strok fase akut. Sebanyak 50% menunjukkan ventrikuler ektopik berat, kelainan lain berupa
ventrikuler takikardia, blok AV komplit, dan asistolik. Kelainan ini lebh sering pada
gangguan sirkulasi anterior (sistem karotis). Pada penderita perdarahan subarakhnoid, aritmia
jantung dapat menyebabkan kematian. Kelainan jantung lainnya pada penderita strok fase
akut berupa kerusakan miokard disertai peninggian kadar enzim jantung pada serum, aritmia
jantung dan peninggian kadar katekolamin plasma.
E. Kelainan EKG
30
Perubahan EKG yang ditemukan pada penderita dengan kerusakan susunan saraf
pusat terutama perdarahan subarakhnoid yaitu ST-T abnormal, gelombang T besar atau
terbalik, pemanjangan interval QT dan gelombang U yang menonjol. Kelainan EKG sering
menyerupai penyakit jantung iskemia dan kadang miokard infark. Frekuensi saat dan
lamanya kelainan tersebut tidak dapat dipastikan, dan dalam pengalaman biasanya timbul
selambat-lambatnya dalam 8 hari setelah onset.
EKG normal
ST-T abnormal
Biasanya terlihat terutama pada hipokalemi dan berbagai gangguan metabolik.
Gelombang T besar atau terbalik
T terbalik biasanya menandakan adanya suatu iskemia miokard transmural atau aneurisma
31
Gelombang T yang sangat tinggi paling sering ditemukan pada hiperkalemia dan hiper
kalsemia. Juga ditemukan pada bradikardi,iskemi subendokardi, cerebrovaskular accident dan
left ventricle overload
Pemanjangan interval QT
pemanjangan interval QT disebabkan oleh obat-obatan seperti Type 1A antiarrhythmic
agents (quinidine, procainamide, disopyramide) & tricyclic antidepressants/phenothiazines
(hipnotik dan major tranquilizer)
gangguan keseimbangan elektrolit Hypokalemia, hypocalcemia atau hypomagnesemia juga
menyebabkan pemanjangan interval QT
untuk CNS, cerbrovaskular accidents, stroke, seizure, coma, intracerebral or brainstem
bleeding. Hipertensi,hipotermi dan diet protein cair juga dapat menyebabkan pemanjangan
interval QT
32
F.”Syndrome Inappropiate Anti Diuretik Hormon” (SIADH)
Rangsangan lesi pada daerah hipothalamus dapat menyebabkan diabetes insipidus
atau SIADH, dengan gejala sebagai berikut:
Gejala intoksikasi air (anoreksia, mual, muntah, letargi, hiperiritabilitas, delirium, bahkan
koma).
G. Natriuresis.
Perdarahan subarakhnoid pada binatang percobaan, menimbulkan hiponatremia dan
natriuresis disertai gangguan sekresi hormon anti diuretik. Keadaan ini terjadi pada hari ke 5-
6 setelah onset dan dapat dijumpai pada setiap penderita dengan kelainan intrakranial.
H. Retensi cairan tubuh.
I . Hiponatremia.
33
merupakan kasus darurat medik. Emboli paru ditemukan pada 50% penderita strok yang
meninggal dan kadang-kadang sebagai penyebab kematian.
D. Depresi
Gangguan emosi terutama kecemasan, frustasi, dan depresi merupakan masalah
tersering pada penderita strok. Depresi sering disalahtaksirkan dengan motivasi yang kurang,
terutama pada penderita dengan gangguan komunikasi bermakna. Umumnya depresi yang
terjadi karena adanya masalah-masalah yang kompleks misalnya biaya, pekerjaan,
kemungkinan cacat seumur hidup (menetap) dan hubungan dalam perkawinan. Depresi dapat
dijumpai walaupun pada penderita strok dengan cacat yang ringan, karean apada dasarnya
setiap cacat akan mengganggu kehidupan normal yang ada sebelumnya.
E. Nyeri dan kaku pada bahu
Nyeri dan kaku pada bahu sisi tubuh yang hemiplegi sangat sering dijumpai dan biasanya
akibat kesalahan berbaring serta kesalahan letak/posisi anggota gerak yang lumpuh pada fase
akut. Nyeri dan kaku pada bahu dapat terjadi akibat:
• Kontraktur akibat spastis
• ”shoulder-hand syndrome” atau ”post-hemiplegic reflex sympathetic dystrophy”.
Pada kasus berat terjadi demineralisasi kaput dan kollum humerus.
• Inflamasi pada jaringan lunak disekeliling sendi. Keadaan ini terjadi di akromio-
klavikula, sendi gleno-humeral, tendon biseps dan bursa subdeltoid.
• Kalsifikasi ektopik pada jaringan periartikuler
• Fraktur kollum humerus.
• Dislokasi sendi bahu, terutama terjadi pada keadaan flasid.
F. Spastisitas umum
Biasanya bersifat ringan, ditemukan pada penderita strok fase kronik/lanjut.
G. Radang kandung kemih
Infeksi traktus urinarius terutama pada penderita yang menggunakan kateter.
H. Kelumpuhan saraf tepi
Pada penderita strok dapat terjadi lesi kompresi radiks dan saraf tepi yang bervariasi,
terutama akibat anggota gerak yang lumpuh, tidak diletakkan dalam posisi yang baik. Saraf
tepi yang sering terkena adalah N. Radialis, N. Ulnaris, N. Peroneus komunis dan N.
Iskhiadikus.
I. Kontraktur dan deformitas
34
Kontraktur dapat terjadi mengikuti spastisitas berat yang berlangsung lama.
Terjadinya kontraktru akibat adanya perubahan jaringan lunak disekitar sendi yang bersifat
ireversibel. Kadang-kadang dijumpai keadaan kombinasi kontraktur dan spastisitas, misalnya
deformitas equinovarus dan deformitas pronasi-fleksi lengan dan tangan.
J. Dekubitus
Dekubitus terjadi pada pasien yang berbaring lama.
K. Atrofi otot
Akibat pasien terlalu lama tidak menggunakan ototnya.
Penatalaksanaan ensefalopati hipertensif biasanya dengan pemberian antihipertensi
dan berespon baik terhadap pengobatan tersebut dalam satu sampai dua hari.
IX. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut
1. Pedoman Pada Stroke Iskemik Akut
Penatalaksaan hipertensi yang tepat pada stroke akut mempengaruhi morbiditas dan
mortalitas pada stroke. Terapi stroke hipertensi direkomendasi pada stroke iskemik akut bila
hipertensi berat menetap dengan sistole >220 mmHg dan diastole >120 mmHg. Obat anti
hipertensi yang sudah ada sebelum stroke tetap diteruskan pada fase awal stroke dan
menunda pemberian obat baru sampai 7 – 10 hari pasca serangan.
Pada diastole >140 mmHg (atau >110 mmHg bila telah diberikan terapi trombolisis),
diberikan drip kontinyu Nikardipin, diltiazem, nimodipin, dll. Bial di sistole >230 mmHg dan
atau diastole 121 – 145 mmHg, diberikan labetolol IV 1-2 menit. Dosis labetolol dapat
diulang atau digandakan sampai penurunan tekanan darah yang memuaskan atau sampai
dosis kumulatif 300 mg yang diberikan bolus mini. Setelah dosis awal, labetolol dapat
diberikan 6 – 8 jam bila diperlukan.
Jika sistole 180 – 230 mmHg dan atau diastole 105 – 120 mmHg, terapi darurat
ditunda kecuali adanya bukti perdarahan intraserebral, gagal ventrikel kiri, gagal ginjal akut,
edema paru, diseksi aorta, ensefalopati, hipertensi dan sebagainya. Batas penurunan tekanan
darah sebanyak sampai 20 – 25 % dari tekanan arterial rata-rata.
2. Pedoman Pada Stroke Perdarahan Intraserebral (PIS)
Bila sistole >220 mmHg dan diastole >120 mmHg, tekanan darah harus diturunkan
sedini dana secepat mungkin untuk membatasi pembentukan edema vasogenik. Penurunan
tekanan darah dapat menurunkan resiko perdarahn yang terus menerus atau berulang. Anti
hipertensi diberikan bila sistole >180 mmHg atau diastole >100 mmHg.
35
Bila sistole >230 mmHg atau diastole >140 mmHg, dapat diberikan nikardipin,
diltiazem, atau nimodipin.
Bila sistole 180 – 230 mmHg atau diastole 105 – 140 mmHg atau MAP 130 mmHg :
• Labetolol 10 – 20 mg IV selama 1- 2 menit, ulangi atau gandakan setiap 10 menit
sampai dosis maksimum 300 mg atau dosis awal bolus diikuti labetolol drip 2 – 8 mg
per menit, atau ;
• Nikardipin, atau ;
• Diltiazem atau ;
• Nimodipin
Pada fase akut tekanan darah tidak boleh diturunkan lebih dari 20 – 25 % dari tekanan
MAP. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan diastole <105 mmHg, pemberian obat
ditangguhkan. Tekanan perfusi dipertahankan >70 mmHg. Pada penderita dengan riwayat
hipertensi, penurunan tekanan darah MAP harus dipertahankan 130 mmHg. Bila sistole turun
<90 mmHg, harus diberikan vasopresor untuk menaikkan tekanan darah.
36
3 Pedoman Pada Stroke Perdarahan Subarachnoid
Terapi Medikamentosa
• Ditujukan untuk mencegah peningkatan tekanan arterial atau intrakranial yang
mungkin dapat menyebabkan terjadinya kembali ruptur aneurisma, dengan cara :
• Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 15-200 paling sedikit 3 minggu
• Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, Fisioterapi aktif tidak dilakukan dalam 3
minggu pertama.
• Monitoring tanda-tanda vital
• Pemberian sedasi misalnya Diazepam 5 mg tiap 6 jam
• Phenobarbital 30-60 mg po/IV tiap 6 jam, Untuk pasien yang gelisah
• Analgetika untuk nyeri kepala
• Nyeri kepala hebat narkotika. Misalnya Demetol 100-150 mg im tiap 4 jam. Dapat
digunakan kodein 30-60 mg po tiap 2-3 jam bila perlu, atau meperidine.
• Pemakaian obat yang mempengaruhi fungsi platelet sebaiknya dihindari karena dapat
memperpanjang perdarahan.
• Penurunan tekanan darah dianjurkan pada fase akut , dikontrol agar tidak terjadi
hipotensi. Pada pasien normotensif atau hipertensi ringan (MABP < 120) tidak perlu
diberi terapi, cukup dengan pemberian obat sedatif.
• Pasien yang membutuhkan terapi adalah pasien dengan MABP > 120 atau tekanan
sistolik > 180 mmHg dan MABP dipertahankan antara 100-120
• Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan B-bloker seperti Propanolol yang
dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung.
• Untuk perdarahan saluran cerna dapat dilakukan lavage lambung dengan NaCl,
tranfusi, pemberian cairan yang adekuat, dan antasida.
• H2-bloker misalnya ranitidin untuk mengurangi resiko terjadinya stress ulcer
• Untuk mual dan muntah dapat diberikan antiemetik
• Bila kejang dapat diberikan anti konvulsan : Phenytoin 10-15 mg/kg IV (loading
dose), kemudian diturunkan menjadi 100 mg/8 jam atau Phenobarbital 30-60 mg tiap
6-8 jam.
Terapi Pembedahan
37
Dilakukan dalam keadaan darurat untuk penanganan tekanan tinggi intra kranial,
mengeluarkan hematoma dan penanganan hidrosefalus akut, juga untuk mencegah
perdarahan ulang dan meminimalkan terjadinya vasospasme.
• Untuk hidrosefalus akut dapat dilakukan pemasangan Ventriperitoneal shunt.
Hidrosefalus akut dapat diterapi dengan steroid, manitol atau pungsi lumbal berulang
• AVM Tindakan pembedahan berupa en block resection atau obliterasi dengan cara
ligasi pembuluh darah atau embolisasi melalui kateter intra arterial lokal. Kala resiko
perdarahan sekunder lebih kecil pada AVM dibandingkan aneurisma, maka tindakan
pembedahan dilakukan secara elektif setelah episode perdarahan.
• Aneurisma Terapi pembedahan definitif terdiri dari clipping atau wrapping
aneurisma. Pada pasien dengan kesadaran penuh atau hanya penurunan kesadaran
ringan, tindakan pembedahan memperlihatkan hasil yang baik. Sebaliknya pada
pasien yang stupor atau koma tidak diperoleh keuntungan dari tindakan tersebut.
1. Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan skala luncur, diperlukan infus
kontinyu dengan dosis dimulai dengan 1 unit/ jamdan dapat dinaikkan sampai 10 unit/
jam. Kadar gula darah harus dimonitor dengan ketat setiap 1-2 jam sehingga
kecepatan infus dapat disesuaikan.
2. Bila hiperglikemia hebat >500 mg/ dl diberikan bolus pertama 6-10 unit insulin
reguler tiap jam
38
3. Setelah kadar glukosa darah stabil dengan insulin skala luncur atau infus kontinyu
maka dimulai pemberian insulin reguler subkutan.
• Kontrol gula darah masa kesembuhan
Bila penderita stabil makan biasa, dan motorik dan kognitif sudah pulih, mulai berikan
insulin basal (NPH atau lente insulin)
1. NPH insulin diberikan tiap 12 jam dengan dosis awal kira-kira 0,2-0,3 unit/ kgBB/
hari
2. Insulin reguler tambahan sebelum makan dapat diteruskan untuk disesuaikan
tergantung pada kadar glukosa darah waktu puasa (sasaran kadar glukosa darah 100-
200 mg/ dl)
3. Bila kadar gula darah pada pemantauan stabil (<200 mg%) dengan kebutuhan insulin
<15 unit/ hari, terapi dimulai dengan anti diabetika oral sebelumnya (pada penderita
DM tipe II)
X. PENCEGAHAN STROKE
Mengatur Pola Makan Yang Sehat
1. Makan yang membantu menurunkan kadar kolesterol
• Serat larut yang banyak terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, jagung dan
gandum.
• Obat akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, menurunkan tekanan darah
dan menekan nafsu makan bila dimakan di pagi hari (memperlambat pengosongan
usus)
• Kacang kedele beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum, menurunkan
kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida.
• Mekanisme kerja : menambah ekskresi asam empedu, meningkatkan aktivitas
estrogen dari isoflavon, memperbaiki elastisitas arterial dan meningkatkan aktivitas
antioksidan yang menghalangi oksidasi LDL
• Kacang-kacangan : menurunkan kolesterol LDL dan mungkin mencegah
aterosklerosis.
2. Makanan Lain Yang Berpengaruh Terhadap Prevensi Stroke
• Makanan/zat yang membantu memecah homosistein seperti asam folat vitamin B6,
B12 dan riboflavin
• Susu dan kalsium mempunyai efek protektif terhadap stroke
39
• Ikan terutamanya yang berlemak (tuna,salmon) mangandung omega-3,
eicosapentenoic (EPA) dan docosahexonoeic acid (DHA) yang merupakan pelindung
jantung dengan efek melindungi terhadap risiko kematian mendadak, mengurangi
risiko aritmia, menurunkan kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan adhesi
platelet, sebagai prekursor prostaglandin, inhibisi sitokin, anti inflamasi dan stimulasi
NO endothelial. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 2 kali/minggu.
• Makanan yang kaya vitamin C, E dan beta karoten buahan dan biji-bijian adalah
sebagai sumber antioksidan
• Buah-buahan dan sayuran.
3. Rekomendasi Tentang Makanan :
• Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium
• Minimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans fatty acids
seperti kue-kue, krakers, makan yang digoreng dan mentega.
• Mengutamakan makanan yang mengandung poly unsaturated fatty acids,
monosaturated fatty acids, makanan berserat dan protein nabati.
• Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu seimbang
• Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal
• Hindari makan dengan densitas kalori rendah dan kualitas nutrisi rendah
• Utamakan makanan yang mengandung polisakarida (nasi, roti, pasta, sereal dan
kentang)
Menghentikan Rokok
• Bisa menyebabkan peninggian koagubilitas, viskositas darah, meninggikan tekan
darah, menaikkan hematokrit dan menurunkan HDL.
Menghindari Minum Alkohol dan Penyalahgunaan Obat.
• Penyalahgunaan obat seperti kokain, heroin penilpropanolamin dan mengkonsumsi
alkohol dalam dosis berlebihan dan jangka panjang (abuse alcohol) akan
memudahkan terjadinya stroke.
Melakukan Olahraga Yang Teratur
• Melakukan aktivitas fisik aerobik (jalan cepat, bersepeda, berenang dll) secara teratur
minimum 3 kali seminggu akan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki
kebiasaan makan dan menurunkan berat badan.
• Efek biologis: penurunan aktivitas platelet, reduksi fibrinogen plasma dan menaiknya
aktivitas tissue plasminogen activator dan konsentrasi HDL.
40
Menghindari Stres dan Beristirahat Yang Cukup
• Istirahat yang cukup dan tidur teratur 6-8 jam sehari
• Mengendalikan stress dengan cara berfikir positif sesuai dengan jiwa sehat menurut
WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan mendekatkan diri
pada Tuhan YME.
d) Aspirin + Dipiridamol
• Dosis dan cara pemberian: aspirin 25mg + Dipiridamol SR 200mg 2 kali sehari
41
• Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi jalur siklooksigenase, fosfodiesterase, dan
ambilan kembali adenosin
• Efek samping: sakit kepala, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal
e) Cilostazol
• Dosis dan cara pemberian : 100mg peroral 2 kali sehari
• Mekanisme kerja: anti platelet, meningkatkan siklik AMP dengan cara menghambat
aktivitas fosfodiesterase III
• Efek samping: palpitasi, infak miokad, unstable angina, sakit kepala, mual, gangguan
fungsi hati, rash.
2. Anti Koagulan
Tujuan: pencegahan sekunder stroke dengan factor risiko fibrilasi atrium
• Warfarin
• Dikumarol
3. Lain-lain:
• Statin
• Ace inhibitor.
XI. PROGNOSIS
42
Kematian penderita PIS lebih tinggi daripada penderita infark otak, dan prognosa
fungsional PIS kurang baik dibandingkan infark otak. Sedangkan penyembuhan PSA
umumnya baik.
3. Defisit Neurologik
- Defisit Motorik :
Bila dalam 1 bulan tanpa perbaikan menunjukkan prognosa yang buruk, dan
kemampuan dapat berjalan sendiri hanya 15% pada penderita yang anggota gerak
atasnya belum ada perbaikan sampai akhir minggu ke-4 atau tidak ada gerakan
dalam 3 minggu biasanya prognosanya buruk.
- Defisit Sensorik :
Hubungan defisit sensorik dengan penyembuhan masih belum jelas.
- Gangguan Visual :
Akan mempersulit penyembuhan
- Kesadaran
Pada penderita koma dalam beberapa jam setalah onset hampir seluruhnya
meninggal. Sedangkan pada penderita sopor sebanyak 10% dapat bertahan hidup,
dan pada komposmentis 72% dapat bertahan hidup.
II. Prognosa Jangka Panjang
Dipenganruhi oleh :
1. Umur
Kematian penderita stroke dalam 1 tahun setalah onset umur 70-79 tahun dua kali
lebih tinggi dibandingkan penderita yang 20 tahun lebih muda (Marquadsen 1976)
2. Hipertensi
Prognosa akan bertambah buruk bila tekanan sistolik tinggi, tapi bila tekanan darah
terkontrol dengan baik, prognosa akan lebih baik. Kematian jangka panjang penderita
stroke yang disertai tekanan diastolik > 110 mmHg secara bermakna lebih tinggi
daripada tekanan diastolik yang lebih rendah.
43
3. Penyakit jantung
Adanya kelainan EKG dalam bentuk apapun akan menurunkan kemungkinan hidup
penderita dalam 3 tahun setelah onset stroke. Kebanyakan penderita penyakit jantung
berat akan meninggal dalam waktu 1 tahun setalah onset.
Psikososial
Stroke mempengaruhi kualitas hidup penderita baik dari sisi fisikal ataupun psikososial.
Depresi adalah hal yang sering mengikuti stroke, yang berhubungan dengan kognitif,
komunikasi dan gangguan neurologi dan fungsional. Di bawah ini digambarkan hasil dari
penelitian-penelitian yang berhubungan dengan kualitas hidup para penderita stroke:
1. Lebih dari setengah pasien menderita depresi setelah stroke. Meskipun kelainan
tersebut kebanyakan berupa tingkatan minor, frekuensi depresi yang mayor terlihat
meningkat selama tahun pertama. Depresi pasca stroke berhubungan dengan defisit
kognitif seperti memory, penyelesaian masalah nonverbal, perhatian dan kecepatan
psikomotor.
2. Sepertiga dari pasien stroke mendapatkan aphasia pada fase akut dan dua pertiga
selama beberapa tahun kemudian. Adanya aphasia meningkatkan defisit kognitif non-
verbal.
3. Stroke mempunyai pengaruh negatif terhadap kualitas hidup pasien baik secara fisikal
dan psikososial. Rendahnya kualitas hidup tidak akan meningkat pada tahun pertama
pasca stroke. Pada penderita yang sudah menikah, juga menimbulkan rendahnya
kualitas hidup penderita dibandingkan dengan yang belum, dihubungkan dengan
adanya depressi.
4. Gangguan seksual termasuk di dalamnya penurunan libido dan gairah seksual, serta
ketidakpuasan dalam kehidupan seksual, dapat terlihat pada penderita stroke baik pria
maupun wanita. Hal ini tidak hanya disebabkan karena gangguan sensoris yang
disebabkan oleh stroke, tapi juga aspek psikososial pasca stroke merupakan hal yang
turut mendukung.
44
DAFTAR PUSTAKA
Rumantir, U, C; 1986; Pola Penderita Stroke RSHS periode 1984-1985; Lab/UPF Ilmu
Penyakit Saraf UNPAD RSHS, Bandung
Victor, M, Ropper, A. Adams and Victor’s Principles Of Neurology 7th Ed. McGraw Hill.
2001
45
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guidelines Stroke. 2004
46