Anda di halaman 1dari 46

REFERAT

STROKE HEMORAGIK

Pembimbing :
dr. Agus Permadi Sp.S

Penyusun:

Bayu Akhirudin amir


030.08.054

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Otorita Batam
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta

1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan kasih sayang, kenikmatan, dan kemudahan yang begitu besar. Shalawat dan salam
semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas nikmat dan karunianya
sehingga dapat terselesaikannya referat ini dengan judul “STROKE HAEMORAGIC”
Penulisan makalah kasus ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas
kepaniteraan ilmu penyakit saraf di RS Otorita Batam periode 1 April 2013 – 4 mei 2013.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah
sulit untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh Karena itu tidak penulis ucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada dr.Agus Permadi Sp.S selaku pembimbing yang telah
membantu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini. Dan kepada semua
pihak yang turut serta membantu penyusunan laporan kasus ini.
Akhir kata dengan segala kekurangan yang penulis miliki, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang mempergunakannya selama proses kemajuan
pendidikan selanjutnya.

Batam, 3 April 2013

Penulis

LEMBAR PERSETUJUAN

2
Presentasi Referat dengan judul
“Stroke Hemoragik”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik ilmu Penyakit Saraf di RS Otorita Batam periode 1 April 2013 – 4 Mei
2013.

Batam, 25 Maret 2013

dr. Agus Permadi Sp.S

3
PENDAHULUAN
Meningkatnya usia harapan hidup yang didorong oleh keberhasilan pembangunan
nasional dan modernisasi serta globalisasi di Indonesia akan cenderung meningkatkan resiko
terjadinya penyakit vascular (penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit arteri perifer).
Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal
kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar
15,9% (umur 45-55 tahun), 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23.5% (umur >65 tahun). 1
Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk dimana 1,6% tidak berubah dan
4,3% semakin memberat.2 Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan profil
usia produktif dan usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia di
atas 65 tahun sebesar 33,5%.3 Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut, yang
berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di
kemudian hari.4
Di satu sisi, modernisasi meningkatkan risiko stroke karena perubahan pola hidup,
sedangkan di sisi lain meningkatkan usian harapan hidup juga akan meingkatkan risiko
terjadinya stroke karena bertambahnya jumlah penduduk usia lanjut.
Prinsip dasar diagnosis stroke telah diketahui dengan jelas. Namun, penulusuran
factor risiko belum menjadi pedoman standar dalam pencegahan stroke selanjutnya. Oleh
karena itu, penelusuran faktor risiko pada pasien rawat dengan stroke harus diperhatikan.
Setiap pasien stroke yang pulang dari perawatan perlu diinformasikan mengenai faktor risiko
yang dimiliki, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan awal terhadap faktor risiko terhadap
kerabat dekat pasien.

4
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE

I. DEFINISI
Stroke adalah gangguan atau disfungsi otak, yang terjadi secara mendadak, baik fokal
atau global, dikarenakan adanya suatu kelainan pembuluh darah otak dengan defisit
neurologis yang terjadi lebih dari 24 jam atau terjadi kematian. Bila disfungsi serebral
sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam dinamakan TIA (Transient Ischemic
Attack)

II. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK


Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis
dan sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan vaskuler
vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.
Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral
Anterior circulation (sistem karotis)
Anterior choroidal Hippocampus, globus pallidus, lower internal capsule
Anterior cerebral Medial frontal dan parietal cortex cerebri and subjacent white
matter, anterior corpus callosum
Middle cerebral Lateral frontal, parietal, occipital, and temporal cortex and
subjacent white matter
Lenticulostriate branches Caudate nucleus, putamen, upper internal capsule
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Posterior inferior cerebellar Medulla, lower cerebellum
basilar
Anterior inferior cerebellar Lower and mid pons, mid cerebellum
Superior cerebellar Upper pons, lower midbrain, upper cerebellum
Posterior cerebellar Medial occipital and temporal cortex and subjacent white
matter, posterior corpus callosum, upper midbrain
Thalamoperforate branches Thalamus
Thalamogeniculate branches Thalamus

Anterior circulation (sistem karotis)

5
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala disfungsi
hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese,
gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala disfungsi
batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran),
vertigo, mual dan muntah, gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik
kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan
hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang
disebabkan sistem vertebrobasiler.

III. JARAS SISTEM SARAF MOTORIK


Perjalanan saraf motorik terbagi dua yaitu sistem piramidalis dan ekstrapiramidalis.
Sistem Piramidalis :
Pusat sistem motorik terletak di gyrus presentralis (area broadman 4) ditempat ini terdapat
Motor Homonculus, serabut saraf kemudian berjalan melalui traktus piramidalis ,yang
dibentuk oleh neuron sel Batz yang terdapat pada lapisan kelima gyrus presentralis, berjalan
konvergen ke kaudal ke kapsula interna menempati 2/3 krus posterior. Kemudian berjalan ke
pedunculus oblongata dan medulaspinalis. Pada kornu anterior medula spinalis sebagian

6
serabut saraf ±85% berjalan ke kontralateral (disebut traktus kortikospinal lateral),
persilangan ini disebut decussatio pyramidalis, sedangkan serabut yang lain ±15% tidak
menyilang berakhir di kornu anterior homolateral (disebut traktus kortikospinal anterior).

Traktus ekstra piramidalis


Terdiri dari korteks, ganglia basalis, midbrain. Gangllia basalis terdiri dari globus palidus,
putamen, nukleus kaudatus, substansia nigra, nukleus subthalamikus, nukleus rubra. Putamen
dan nukleus kaudatus disebut striatum.

7
SISTEM SARAF SENSORIS
Sistem saraf sensoris memiliki dua jalur berdasarkan lokasi penerimaan rangsang.
Sensibilitas permukaan
Rangsang diterima di reseptor kemudian serabut saraf berjalan ke ganglion spinale,
kemudian melalui radix posterior ke kornu posterior, ditempat ini berganti neuran kemudian
menyilang linea mediana menjadi traktus spinothalamikus, kemudian ke atas ke thalamus.
Pada thalamus serabut saraf yang berasal dari badan bagian bawah berjalan lebih lateral
sedangkan badan bawah lebih medial, kemudian berganti neuron kembali dan berakhir di
gyrus sentralis posterior.
Sensibilitas dalam
Serabut saraf bejalan mulai dari reseptor ke ganglion spinale lalu ke radix posterior, di sini
serabut membagi dua menjadi funicullus gracilis ,untuk daerah sakralis, lumbalis dan
thorakalis bawah, dan funiculus cuneatus , untuk bagian thorakal atas dan sevikalis. Serabut
secara berurutan ini menuju nukleus goll dan nukleus burdach sebelumnya berganti neuron.
Kemudian bersilang membentuk lemniscuss medialis menuju ke thalamus berganti neuron
dan berakhir di di gyrus sentralis posterior,

8
IV. FAKTOR RESIKO
Secara garis besar mekanisme terjadinya gangguan cerebrovaskular dapat disebabkan
oleh oklusi oleh thrombus atau emboli, rupture dari dinding pembuluh darah, penyakit dari
dinding pembuluh darah dan kelainan darah.
Pembuluh darah yang normal terbentuk oleh tunika intima ( sel endotel ), tunika
media yang terdiri dari fibroblast dan otot polos dengan didukung oleh kolagen dan jaringan
elastik, tunika adventitia yang terutama terdiri dari serat kolagen yang tebal.
Dalam jaringan otak dan medula spinalis, tunika adventitia biasanya sangat tipis dan
lamina elastik antara tunika media dan adventitia kurang terlihat. Tunika intima adalah
barrier yang sangat penting terhadap kebocoran darah dan unsur yang terkandung didalamnya
kedalam dinding pembuluh darah. Di dalam perkembangan dari arterosklerosis plak peristiwa
primernya adalah kerusakan endotel dari tunika intima.
A. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor utama dalam perkembangan infark trombosis serebral
dan pendarahan intra cranial yang sering menyebabkan gangguan fungsi otak dan merusak
struktur otak manusia melalui mekanisme gangguan vaskular. Infark dan perdarahan otak
merupakan stadium akhir akibat memburuknya gangguan vaskular pada otak.
Stroke yang terjadi akibat hipertensi disebabkan oleh adanya perubahan patologik
yang terjadi pada pembuluh darah serebral di dalam jaringan otak yang mempunyai dinding
yang relatif tipis. Perubahan ini menunjukkan faktor predisposisi stroke secara langsung dan

9
peningkatan proses aterogenesis merupakan faktor predisposisi perdarahan dan infark otak.
Selain itu hipertensi menyebabkan gangguan kemampuan otoregulasi pembuluh darah otak
sehingga pada tekanan darah yang sama, aliran darah ke otak penderita hipertensi sudah
berkurang dibandingkan penderita normotensi. Jadi pada infark otak biasanya sekunder dari
aterosklerosis dan pada perdarahan otak biasanya akibat peninggian tekanan darah dan
mikro-aneurisma pada pembuluh darah otak ( aneurisma Charcot-Bouchard), sehingga dapat
dikatakan hubungan hipertensi dan perdarahan otak lebih erat dibandingkan infark otak.
Efek patologis yang disebabkan hipertensi adalah :
- Charcot Bourchard mikroaneurysmperdarahan intraserebral ( dari pembuluh
darah yang perforsi)
- Percepatan atheroma dan pembentukan thrombus infrak( pembuluh besar)
- Hyalinosis dan endapan fibrin infark
Hipertensi pada perdarahan intraserebral
Perdarahan ke dalam parenkim kemungkinan bisa disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah arteriol, kapiler, atau vena. Di lain pihak pecahnya pembuluh darah bisa
didasari oleh adanya penyakit tekanan darah tinggi, arteriosclerosis, bahkan bisa oleh
penyakit sistemik seperti infiltrasi tumor atau diskrasia darah
Arterial pathology
Beberapa kelainan struktur pada hipertensi telah banyak diketahui, tetapi faktor yang
bertanggung jawab terjadinya kelainan masih sedikit sekali yang diketahui. Seperti kelainan
yang mudah terjadi karena adanya kenaikan tekanan darah yang tinggi akan terjadi
hiperplastic arteriosclerosis yang hebat sekali disertai endorteritis, pada seluruh arterol
terutama di ginjal. Keadaan seperti ini, juga terjadi pada hipertensi kronik, dimana terjadinya
lebih hebat pada usia lanjut karena disertai proses degenerasi.
Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa hipertensi akan mempercepat terjadinya
arteriosclerosis sebagai gambaran proses ketuaan pada manusia. Ternyata pembuluh darah
besar juga dipengaruhi oleh hipertensi, sehingga terjadi proses atherosclerosis, sehingga
terjadi atherosclerosis plaque biasanya terjadi pada pembuluh darah yang mengalami tekanan
yang tinggi, seperti contohnya aorta abdominalis. Terjadinya kelainan pembuluh darah kecil
arteriosclerosis merupakan keadaan yang bertanggung jawab terjadinya kerusakan pada
organ, pada pasien yang menderita hipertensi yang lama. Pada saat yang bersamaan juga
pembuluh darah besar mengalami atherosclerosis. Terjadinya arterial dan arteriolar sclerosis
diperkirakan merupakan kerusakan sekunder karena kombinasi hipertensi sistol dan diastol ,

10
dimana kerusakan primer sering kali disebabkan karena hipertensi sistolik yang terjadi pada
usia tua. Perkembangan kelainan pembuluh darah karena hipertensi setelah fase akut,
meningkat karena proses waktu dan tekanan, kenaikan yang bersifat progresif dan lambat
tdak akan memberikan gejala. Sebagai contoh pada keadaan akut, perubahan yang terjadi
pada aliran darah dan morfologi dinding pembuluh darah binatang percobaan terjadi dalam
waktu 4 jam setelah meningginya tekanan darah. Perubahan morfologi pada sel endotelial
dan perubahan tunika intima menjadi tidak rata terjadi dalam waktu 1 bulan setelah
hipertensi, sebagai konsekwensinya permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat yang
akan menyebabkan perlekatan pada substansialnya, diikutinya terjadinya akumulasi sel pada
sel otot polos yang menyebabkan tunika media jadi tipis, yang menyebabkan dinding
pembuluh darah jadi tipis juga.
Pada arteri yang lebih besar hipertensi menyebabkan bertambah besar ukuran dan
jumlah sel-sel otot polos pada tunika media dan tidak terjdi migrasi sel-sel pada tunika
intima.
Ross (1986) mengemukakan bahwa lesi proliferatif pada tunika intima dan otot-otot polos
sebagai respon dari injury aling sedikit melalui 2 jalan :
1. Diperlihatkan pada hipercholesterolemia, melibatkan monosit
dan adanya interaksi platelet, yang mengstimulasi formasi lak fibrosa oleh growth
faktor dari sel-sel yang berbeda
2. Melibatkan stimulasi langsung dari endotelium ynag mungkin
melepaskan growth faktor yang bisa menyebabkan migrasi dan proliferasi otot polos.
Sebagai contoh proses ini terjadi pada diabetes,hipertensi, merokok.
Kelainan spesifik yang disebabkan oleh naiknya tekanan darah kronik, menyebabkan
rusaknya pembuluh darah melalui tiga mekanisme yang saling berhubungan, yaitu pulsative
flow, endotelial denudation, replikasi dari sel otot polos.
Pada proses ini lebih sering terjadi pada hipertensi sistolik
Pulsatile flow
Andaikata tekanan darah naik akan menyebabkan meningginya semua komponen
tekanan sistolik, perubahan tekanan diastolik, meningginya mean arterial blood pressure,
sehingga semua keadaan ini akan menyebabkan tekanan pada jaringan kolagen dan elastin,
dinding pembuluh darah, akhirnya akan menyebabkan komplikasi medionekrosis,
atherosklerosis, aneurysma, perdarahan.
Endothelial denudation

11
Denudation termasuk didalamnya mengenai perubahan fungsi maupun struktur
pembuluh darah yang menyebabkan meningginya fibrosis dan menguatnya kontraksi.
Pada endothelial yang normal memproduksi endotelial derived relaxing factor yang
menyebabkan relaksasi jika ada stimulus. Dengan rusaknya endotel pembuluh darah, relaxing
factor berkurang, maka akan terjadi kontraksi pembuluh darah yang berlebihan.
Perubahan struktural menyebaban perlekatan dari platelet pada daerah yang
mengalami denudation yang melepaskan platelet derived factor dan menyebabkan
peninggian replikasi dari tunika intima dan media otot polos, dan akhirnya menghasilkan
hiperplasia dan fibrosis pada kasus hipertensi kronis (Schwartz and Reidy, 1978).
Smooth muscle proliferation
Terdapat dua premis yang menyokong eksperimen yaitu :
1. Pada percobaan invitro ternyata diploic cell berhubungan dengan kejadian replikasi
pada in vivo
2. Proses atherogenesis langsung berhubungan dengan repilikasi sel.
Hipertensi meninggikan atherosclerosis dengan cara menstimulus replikasi sel otot polos
arteri, sebagai respon terhadap rangsang yang menyebabkan cedera pembuluh darah
karena meninggi pulsatile fow dan endothelial denudation.
Beberapa macam lesi arteri
- Hyperplastic atau proliferative arteriosclerosis
- Hyaline arteriolosclerosis dengan penipisan dan hialinisasi tunika intima da
media yang menyebabkan penyepitan lumen
- Miliary aneurysms pada pembuluh darah penetran serebral, biasanya pada
cabang pertama terdapat poststenotic dilations dari penipisan tunika intima yang
bertanggung jawab terjadinya perdarahan
- Artherosclerosis atau nodular arteriosclerosis menyebabkan plak thrombus yang
bertanggung jawab terjadinya iskemia dan infark
Pada penelitian dari 1626 pasien diobati dengan antikoagulan yang lama, 30 orang
mengalami perdarahan intraserebral, dimana dua pertiganya meninggal.
Terdapat tiga gambaran karakteristik perdarahan intraserebral yang disebabkan oleh
pemberian antikoagulan :
1. Perdarahan terjadi secara bertahap beberapa jam sampai hari
2. Cerebellum dan cerebral sering terkena dibandinkan dengan perdarahan karena
hipertensi

12
3. Perdarahan ini memberikan angka kesakitan dan kematian yang tinggi ( 15 dari 24
pasien meninggal dan hanya pasien dengan perdarahan kecil kurang dari 30 cc bisa
bertahan hidup )
B. Kelainan jantung
Kelainan jantung dapat menyebabkan gangguan fungsi otak melalui 4 jalan:
1. Emboli yang berasal dari penyakit katup jantung, dinding jantung dan ruangan
jantung.
2. Gangguan curah jantung karena kelainan ritme yang hebat atau dekompensasi
menyebabkan penurunan perfusi otak.
3. Obat-obatan yang digunakan pada gangguan sirkulasi dapat menganggu fungsi otak.
4. Operasi jantung dapat menyebabkan kerusakan otak cepat atau lambat
Nomor 1 dan 4 lebih sering menyebabkan iskemia fokal, sedangkan 2 dan 3 lebih
sering menyebabkan gangguan yang bersifat difus.
Kelainan jantung yang merupakan faktor resiko stroke adalah penyakit jantung
kongestif, penyakit jantung koroner, penyakit jantung rematik, endokarditis bakterialis
subakut, infark miokard akut, penyakit jantung congenital, pembesaran jantung, gangguan
konduksi intraventikuler,dan lain-lain.
a. Kelainan irama jantung
Kelainan irama jantung seperti fibrilasi atrial dan blok jantung komplit mempertinggi
resiko terjadinya stroke. Aritmia jantung dapat mempengaruhi hemodinamik yang normal
akibat perubahan denyut jantung, perubahan waktu antara sistolik dari atrium dan ventrikel
dengan akibat hilangnya daya pengembangan atrium dan ventrikel, sehingga perfusi darah ke
otak menurun.
Kelainan ritme jantung yang mengakibatkan emboli adalah fibrilasi atrial (dapat
terjadi pada semua umur), kelainan sinoatrial kronik (sering terjadi pada usia tua). Emboli
lebih sering terjadi pada penderita yang mengalami gangguan irama yang berfluktuasi antara
irama lambat yang abnormal.
b. Penyakit jantung koroner
Penyakit jantung koroner dapat meningkatkan faktor resiko stroke sebanyak 2-5 kali
dibandingkan orang normal. Infark miokard akut sering mengakibatkan pembentukan trombi
mural, dan mengenai endometrium ventrikel kiri serta diikuti dengan penyumbatan emboli
pada arteri otak. Resiko terjadinya stroke pada infark miokard tergantung pada besar kecilnya
kerusakan. Pada infark miokard yang luas akan meningkatkan resiko terjadinya stroke
dibandingkan infark miokard kecil.

13
c. Kelainan Katup jantung
Kelainan katup jantung misalnya stenosis mitral akibat penyakit jantung rematik dapat
menyebabkan payah jantung dan fibrilasi atrial. Kelainan ini memyebabkan terjadinya stroke
melalui pembentukan trombus yang kemudian menjadi emboli dalam aliran darah ke otak.
Selain itu endokarditis bakterialis dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid dengan atau
tanpa aneurisma mikotik.
d. Pembesaran jantung dan kardiomiopati
Pembesaran jantung, kardiomiopati dan aneurisma ventrikel dapat menyebabkan
pembentukan thrombus mural pada ventrikel kiri yang dapat menyebabkan emboli pada
otak.
Kardiomiopati dapat menyebabkan emboli sistemik, paru, dan otak. Thrombus
berkumpul pada trabekula karena jantung pada bagian apeks ventrikel kiri dan kanan dan
sebagai emboli bergerak sebagai aliran darah ke paru atau otak.

C. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai bersama-sama penyakit
serebrovaskular, dan merupakan faktor resiko stroke meskipun kurang kuat dibandingkan
hipertensi. Sebagai faktor resiko stroke, diabetes melitus berperan melalui proses
aterosklerosis pembuluh darah otak. Proses aterosklerosis pembuluh darah otak pada diabetes
mellitus melalui kelainan lipid yang multiple. Pada diabetes mellitus terjadi :
1. Peningkatan konsentrasi faktor von willibrand (glikoprotein) dalam plasma yang
mungkin berperan dalam penyakit vascular.
2. Perubahan produksi prostasiklin mencerminkan kerusakan dinding pembuluh darah
yang terjadi akibat peningkatan fungsi trombosit dengan akibat mikrotrombus.
3. Aktivitas plasminogen akan menurun. Penurunan aktivas plasminogen dalam
pembuluh darah akan merangsang terjadinya thrombus.

D. Hiperlipidemia
Abnormalitas serum lipid (trigliserida, kolesterol, LDL) merupakan faktor risiko
penyakit jantung koroner daripada penyakit serebrovaskuler. Ada penelitian yang
membuktikan bahwa pada populasi muda tidak terbukti adanya hubungan antara stroke
dan peningkatan kolesterol. Hal ini dijelaskan dengan kenyataan bahwa tidak semua
stroke berhubungan dengan atherosclerosis. Penelitian lain menemukan bahwa HDL
memiliki efek perlindungan terhadap stroke; adanya hubungan antara plak karotis atau

14
penebalan tunika intima dan fraksi lipoprotein serta penurunan signifikan terhadap risiko
stroke pada pasien yang diobeti dengan obat penurun kolesterol generasi terbaru yaitu
statin.

PENURUNAN KESADARAN PADA PENDERITA STROKE


Beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran pada
penderita stroke ( Warlo, 1996 ), yaitu :
1. lesi primer pada struktur subkortikal (thalamus) atau ARAS ( ascending retikucular
activating system) dalam batang otak (perdarahan)
2. Lesi sekunder pada batang otak karena herniasi transtentorial
3. Ko-eksistensi gangguan metabolik hipoglikemi, gagal ginjal, gagal hati
4. Obat-obatan
Penurunan kesadaran pada perdarahan intrakranial biasanya terjadi sejak saat awitan
sedangkan pada infark otak pada hari ketiga sampai kelima dari awitan

V. PEMERIKSAAN FISIK PADA PENDERITA STROKE


1. Kesadaran
Penentuan status kesadaran pada pasien stroke sangat penting, penurunan kesadaran
pada penderita stroke terjadi karena Tekanan Tinggi Intrakranial yang sangat hebat sehingga
mampu menekan bagian ARAS yang merupakan pusat kesadaran. Penurunan kesadaran
menjadi tolok ukur pada penentuan jenis stroke dengan menggunakan skoring baik dengan
Sirijaj-Stroke-Score maupun Gajah mada Stroke Score.
2. Tensi (Tekanan darah)
Salah satu faktor resiko mayor dari Stroke adalah Hipertensi. Pembagian Grade
Hipertensi :
Stage TDS TDD
Stage I 140 – 149 mmHg 90 – 99 mmHg
Stage II > 160 mmHg > 100 mmHg

Pengukuran tekanan darah sebaiknya dibandingkan dengan tangan disebelahnya. Apakah


terdapat perbedaan. Jika terdapat perbedaan yang besar maka kemungkinan terjadi kelainan
pembuluh darah (arteritis)
3. Nadi
4. Heart Rate

15
Pengukuran ini sangat penting, jumlah kontraksi jantung yang dihitung dibandingkan
dengan Nadi yang di ukur. Pulsus defisit terjadi jika Perbedaan heart rate dan nadi ≥20 x/mnt.
Pulsus derfisit dapat ditemukan pada artrial fibrilasi yang kemungkinan menjadi pencetus
stroke.
5.Pernafasan
6. Suhu
7. Turgor dan gizi
Berperan dalam menentukan keadaan fisik dari pasien apakah termasuk golongan
obesitas (faktor resiko minor), dan turgor apakah pada pasien tersebut terjadi dehidrasi atau
tidak .

STATUS INTERNA YANG PENTING


1. Kepala : Apakah terdapat sianosis pada wajah dan lidah karena kemungkinan akibat
kelainan jantungnya maka dapat berkomplikasi menjadi stroke.
2. Leher
Apakah terdapat peningkatan JVP?, Terdapat Bruit? hal ini menunjukkan terdapat gangguan
aliran pada pembuluh darah yang dapat menjadi faktor pencetus stroke (emboli)
3. Paru-paru :Penting pada pasien stroke yang sedang dirawat, karena komplikasi non
neurologis stroke salah satunya Pneumonia dan edema paru.
Jantung : Apakah ada pembesaran jantung? Bunyi Murmur? Kelainan katup jantung.?
(Penyakit Jantung merupakan faktor resiko mayor terjadinya stroke)

VI. PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIS


Stroke infark
Metabolisme dan Aliran darah
Otak merupakan organ yang sangat aktif secara metabolik, memerlukan glukosa
sebagai energi utama untuk metabolisme. Glukosa dihasilkan dari oksidasi karbondioksida
dan air. Metabolisme glukosa mengacu pada konversi ADP menjadi ATP. Suplai ATP secara
konstan diperlukan dalam mempertahankan integritas neuron dan menjaga kation
ekstraseluler mayor Ca2+ dan Na+ tetap di luar sel, dan kation intraseluler K+ di dalam sel.
Produksi ATP lebih efisien dengan adanya oksigen. Otak memerlukan dan menggunakan
kira-kira 500 ml oksigen dan 75 – 100 mg glukosa tiap menit, dengan total 125 gr glukosa
sehari.

16
Jika CBF menurun sampai 15-18 ml/100gr/menit hal ini akan mengakibatkan
kegagalan elektrolit, jika CBF dibawah 15 ml/100gr/menit maka akan mengakibatkan
perubahan dalam potensial yang dibangkitkan oleh somato-sensoris. Bila dibawah
10ml/100gm/menit akan mengakibatkan kegagalan ionik, dimana konsentrasi kalium
ekstraseluler akan meningkat, kalsium intraseluler meningkat, asam lemak bebas dibebaskan,
pemecahan ATP yang mengakibatkan asidosis intraseluler yang mengakibatkan kematian sel
saraf. Dalam 10-15 ml/100gr/menit (antara electrical and ionic failure), neuron tidak
berfungsi tapi masih viable. Neuron-neuron ini berada di perifer sekeliling area infark
(perifokal area) dan eksistensinya ditentukan system kolateral. Area ini dinamakan daerah
Penumbra. Daerah penumbra ini merupakan target pengobatan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi CBF


Faktor-faktor yang mempengaruhi CBF adalah regional CBF, autoregulasi,
perubahan metabolik dan neurokimia. Cerebral blood flow (CBF) secara normal adalah
sekitar 50 ml/100gr jaringan otak per menit, dan konsumsi oksigen otak (dikenal juga dengan
cerebral metabolic rate for oxygen – CMRO2) biasanya sekitar 3,5 ml/100gr/menit. Dengan
meningkatkan ekstraksi oksigen dari aliran darah, kompensasi dapat terjadi untuk
mempertahankan CMRO2 sampai CBF diturunkan sampai ke level 20 – 25 ml/100gr/menit.
Kapasitas sirkulasi cerebral untuk mempertahankan level konstan CBF dengan tekanan yang
berubah-ubah disebut dengan autoregulasi. CBF tetap relatif konstan saat mean arterial
blood pressure antara 50 – 150 torr. Saat tekanan darah secara kronis meningkat, level bawah
dan atas autoregulasi akan meningkat, mengindikasikan toleransi yang tinggi terhadap
hipertensi tetapi juga peningkatan sensitivitas terhadap hipotensi. Normalitas autoregulasi dan
sistem kolateral memegang peranan penting dalam terjadinya serangan stroke. Bilamana tensi
meningkat pembuluh darah akan vasokontriksi dan bila tensi menurun akan terjadi
vasodilatasi. Gangguan pada autoregulasi dan system kolateral akan menurunkan regional
CBF, iskemia dan akhirnya menyebabkan infark otak.
Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion kalium dan
kalsium. Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan
sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak. Sel yang
mengalami iskemia akan melepaskan neurotransmitter glutamat dan aspartat yang akan
menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel. Keadaan inilah yang mendorong jejas
sel menjadi irreversibel. Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran
fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam

17
arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2. Prostasiklin
merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi trombosit, sedangkan tromboksan
A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin dan
tromboksan A2 berada dalam keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila
keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan
radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel
membengkak (edema seluler). Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam
perluasan kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi
apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam
keadaan iskemia.
A. Infark Atherotrombotik
Kebanyakan penyakit serebrovaskular dapat dikaitkan dengan atherosklerosis
dan hipertensi kronis. Keduanya saling mempengaruhi. Atherosklerosis akan
mengurangi kelenturan arteri besar, dan stenosis atherosklerotik yang terjadi pada
arteri ginjal, keduanya dapat mengakibatkan tekanan darah yang meningkat.
Sedangkan hipertensi akan ”mendorong” atherosklerosis ke dinding arteri cabang
kecil.
Proses atheromatous pada arteri otak identik dengan yang terjadi pada aorta,
arter koroner, dan arteri besar lainnya. Proses ini terjadi dengan progresif,
berkembang tanpa gejala dalam waktu puluhan tahun, dan dapat dipercepat oleh
hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes. Profil lipoprotein darah dengan kadar HDL
(High Density Lipoprotein) kolesterol yang rendah dan LDL (Low Density
Lipoprotein) kolesterol yang tinggi juga mempercepat proses terjadinya plak
atheromatous. Faktor resiko lainnya adalah merokok, yang akan menurunkan kadar
HDL kolesterol darah dan aliran darah otak.
Terdapat kecenderungan plak atheromatous untuk terbentuk pada percabangan
dan cekungan arteri otak. Tempat yang paling sering adalah:
• A. carotis interna, pada pangkalnya yang berasal dari a. carotis communis.
• A. vertebralis pars cervicalis dan pada peralihannya yang membentuk a.
basiler
• Pada batang maupun percabangan utama a. cerebri medial
• Pada a. cerebri posterior yang memutar di otak tengah
• A. cerebri anterior di lengkungan yang memutari corpus callosum

18
Gambaran Klinis
• Harus terdapat riwayat episode prodromal sebelumnya untuk menegakkan
diagnosis trombosis otak, berupa serangan yang sifatnya sementara dan
reversibel.
• Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala yang
mungkin timbul pada serangan awal adalah kebutaan sebelah mata,
hemiplegia, hemianesthesia, gangguan bicara dan bahasa, bingung dan lain-
lain.
• Bila sumbatan terjadi pada sistem vertebrobasiler, terjadi episode pusing,
diplopia, kebas, hendaya penglihatan pada kedua lapang pandang dan
dysarthria.
• Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang wakt beberapa menit
hingga beberapa jam, umumnya tidak lebih dari 10 menit.
• Stroke trombotik, dapat berkembang dengan berbagai cara, yaitu:
a. Stroke parsial dapat terjadi, alau berkurang sementara untuk beberapa
jam, setelahnya terjadi perubahan cepat menuju stroke lengkap. Episode
awal dapat berlangsung lebih lama dan berulang sebelum terjadi stroke
yang lengkap.
b. Stroke trombotik dapat terjadi waktu tidur, pada saat terjaga, pasien
lumpuh pada tengah malam atau pagi. Pasien dapat bangkit dari tempat
tidur, lalu terjatuh dan tidak berdaya.
c. Gambaran stroke trombotik dapat terjadi sangat lamabt, sehingga
menyerupai tumor otak, abses ataupun subdural hematoma. Untuk
menegakkan diagnosis stroke pada kasus ini, riwayat penyakit terdahulu
harus didapat dengan lengkap.
• Trombosis arterial basanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada, lokasi nyeri
berhubungan dengan lokasi sumbatan arteri. Intensitas nyeri tidak parah dan
rlebih regional dibandingkan dengan perdarahan intraserebral maupun
perdarahan subarachnoid.
• Hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok dan hiperlipidemia umum ditemukan
apda pasien dengan stroke infark atherotrombotik.

B. Infark Embolik

19
Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus di jantung.
Trombus yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah sampai pada
percabangan arteri yang terlalu kecil untuk dilewati.
Emboli yang berasal dari jantung dapat disebabkan oleh:
• Fibrilasi atrial dan aritmia lainnya (dengan penyakit jantung rematik,
atherosklerotik, hipertensi, kongenital aupun sifilis)
• Infark miokard dengan trombus mural
• Endokarditis bakterial akut dan sub aut
• Penyakit jantung tanpa aritmia maupun trombus mural(stenosis mitral,
miokarditis)
• Komplikasi bedah jantung
• Katup jantung buatan
• Vegetasi trombotik endokardial non bakterial
• Prolaps katup mitral
• Emboli paradoks dengan penyakit jantung kongenital (cont: patent
foramen ovale)
• Myxoma
Emboli yang tidak berasal dari jantung antara lain:
• Atherosklerosis aorta dan a. carotis
• Dari tempat pembelahan atau displasia a. carotis dan a. vertebrobasiler
• Trombus pada v. pulmonalis
• Lemak, tumor, udara
• Komplikasi bedah leher dan thoraks
• Trombosis pada panggul dan ekstremitas bawah pada right-to-left
cardiac shunt
Gejala Klinis
• Dari seluruh jenis stroke, kardioemboli merupakan jenis yang berkembang
paling cepat. Biasanya timbul pada saat beraktivitas, dan timbul mendadak,
seperti saat di kamar mandi.
• Kadang ditemukan; isolated homonymous hemianopsia atau isolated aphasia
• Pada pencitraan otak :

20
o Melibatkan korteks, umumnya pada distribusi percabangan a. cerebri
medial
o Terdapat kemungkinan infark perdarahan
C. Infark Lakuner
Stroke ini mempunyai kumpulan gejala klinis yang jelas dengan daerah kecil
yang mengalami iskemia dan terbatas pada daerah pembuluh darah tunggal
yaitu pembuluh darah yang berpenetrasi ke otak yang menembus kapsula
interna, basal ganglia, thalamus, korona radiata, dan daerah paramedian dari
batang otak.
Stroke lakuner biasanya berhubungan dengan kombinasi antara hipertensi,
atherosklerosis dengan diabetes melitus.
Stroke lakuner dapat didiagnosa hanya melalui karakteristik gejala klinisnya
yaitu hemiparesis motorik murni, sindrom sensorik murni, clumsy hand,
dysarthria, hemiparesis dengan ataksia, sindrom sensorimotor.

Stroke Perdarahan Intraserebral


Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai oleh
adaya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan
cabang dari pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang
di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Atherosklerosis yang terjadi dengan
meningkatnya usia dan adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi
aneurisma kecil –kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas
Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang
meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong
struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke
ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang
meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas
dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-kadang juga
disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering
dijumpai pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya
dinding pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia
lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy.

21
Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi
antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak
dijumpai adanya riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum
dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula
interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system
ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering
berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas
dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah
dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak
sebagian digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan
rongga kecil yang terisi cairan. .
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma. Karakteristiknya
berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang pada saat permulaan.
Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam
pertama bila volume darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul
gejala defisit neurologik yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome) pada
pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.

Stroke Perdarahan Subarachnoid


Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid. Onsetnya
sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan muntah.
Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture
aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi
antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila
aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam
parenkim otak yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat penekanan
aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan
sakit kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang
meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernig’s sign, Perdarahan

22
subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan
menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme
dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark otak dan deficit
neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang terjadi dalam beberapa mingu setelah
kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit
pada saat pertama kali muncul.

Perdarahan Intraserebri Perdarahan Subarachnoid


Onset Usia pertengahan - usia tua Usia muda
Jenis Kelamin >> ♂ >> ♀
Etiologi Hipertensi Ruptur aneurisma
Lokasi Ganglia basalis, pons, Rongga subarachnoid
thalamus, serebelum
Gambaran klinik Penurunan kesadaran, nyeri Penurunan kesadaran, nyeri
kepala, muntah kepala, muntah
Defisit neurologis (+) Deficit neurologist (-)/ ringan
Rangsang meningen (+)
Pemeriksaan Penunjang - CSS seperti air - Perdarahan subhialoid
cucian daging/ (Funduskopi)
xantochrome - CSS gross hemorrhagic
(Pungsi lumbal) (Pungsi lumbal)
- Area hiperdens - Perdarahan dalam rongga
pada CT Scan subarachnoid (CT Scan)

23
24
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT scan
• Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark
dengan stroke perdarahan.
• Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan
gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran
hiperdens.

CT scan

2. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat
sensitif).

25
3. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau
vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada
pembuluh darah.

Angiografi

4. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial , menentukan ada
tidaknya stenosis arteri karotis.

5. Pemeriksaan Pungsi Lumbal


Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI.

26
Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna
kekuningan.
Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan
perdarahan (jernih).

6. Pemeriksaan Penunjang Lain.


Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen kimia darah
(ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit darah,
Thoraks Foto, EKG, Echocardiografi.

Siriraj Stroke Score (SSS)

Cara penghitungan :
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x
atheroma) – 12
• Nilai SSS Diagnosa
• >1 Perdarahan otak
• < -1 Infark otak
• -1 < SSS < 1 Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)

27
Skor Gajah Mada (SGM)

Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu :


– Penurunan Kesadaran
– Nyeri Kepala
– Refleks Babinski

VIII. KOMPLIKASI STROKE


1. Komplikasi neurologik :
A. Edema otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yan penting stok akibat infark maupun karena perdarahan.
Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan sitoksik, pada intra dan extraseluler.
Edema mencapai maksimum setelah 4-5 hari paska infark, diikuti dengan mengaburnya alur
gyrus kortikal dan seiring pembesaran infak, terjadi pergeseran garis tengah otak (midline
shift). Setelah terjadi midline shift, herniasi transtentorial pun terjadi dan mengakibatkan
iskemia serta perdarahan di batang otak bagian rostral.
B. Infark berdarah (pada emboli otak)
Emboli otak pada prinsipnya berasal dari jantung dan pembuluh darah besar
ekstrakranial. Emboli yang berasal dari pembuluh darah arteri leher, biasanya dibentuk dari
kombinasi keping darah dan fibrin atau dengan kolesterol. Atheroma akan mengenai intima,
awalnya terdapat deposit dari fatty streak, lalu diikuti oleh plak fibromuskuloelastis pada sel
otot intima yang diisi lemak. Atheroma ini biasanya memiliki ukuran yang lebih besar
daripada ukuran pembuluh darah. Jika terjadi pelebaran yang mendadak dari plak akibat

28
meningkatnya perdarahan pada tempat tersebut, maka endotel yang mengandung fibrin dan
bekuan darah tadi akan robek, dan terjadi perdarahan. Kebanyakan cenderung sepanjang
perbatasan yang diperdarahai oleh anastomosis A.meningeal atau bila di A.serebri media
terdapat di ganglia basalis. Kesadaran pasien tiba-tiba menurun dan pernafasan mengorok.
Pada pemeriksaan pungsi lumbal ditemukan cairan serebrospinal berdarah.

C. Vasospasme (terutama pada PSA)


Fisher dkk, menemukan bahwa spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang
dikelilingi oleh sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini timbul sebagai akibat
langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti hematin atau produk keping darah,
pada dinding adventitia dari pembuluh darah arteri. Gejala vasospasme berupa penurunan
kesadaran (misalnya bingung, disorientasi, ”drowsiness”) dan defisit neurologis fokal
tergantung pada daerah yang terkena. Gejala-gejala berfluktuatif dan dapat menghilang dalam
beberapa hari atau secara gradual menjadi lebih berat.
Mekanisme lain terjadinya vasospasme ialah sebagai respon miogenik langsung terhadap
pecahnya pembuluh darah serta adanya substansi vasotaktif seperti serotonin, prostaglandin
dan katekolamin.

D.Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah, merembes ke dalam
sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian basal, darah tersebut akan
memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan mengalami penurunan
kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut. Gejala akan membaik jika
dilakukan draining ventrikel, dengan ventrikulostomi eksternal, atau pada beberapa kasus
dapat dilakukan punksi lumbal. Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat blokade jalur
cairan serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini biasanya didahului
oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan inkontinen.

E. Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat kelainan osmotik.

2. Komplikasi non-neurologik (Akibat proses di otak) :


Akibat proses di otak :
A. Tekanan darah meninggi

29
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis terhadap
iskemia otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah fungsi oatk membaik kembali.
Selian itu tekanan darah tinggi intrakranial, dimana terjadi iskemia batang otak atau
penekanan batang otak. Bila neuron yang menghambat aktivitas simpatis di batang otak
menjadi tidak aktif karena penekanan batang otak maka akan terjadi hipertensi.
B. Hiperglikemi
Pada stroke, sama seperti iskemi daerah hipothalamus, dapat terjadi reaksi
hiperglikemi. Kadar gula darah sampai 150-175 mg% pada fase akut tidak memerlukan
pengobatan. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid ditemukan gangguan fungsi vegetatif
yang bersifat glukosuria dan keadaan ini berhubungan dengan konsentrasi katekolamin yang
tinggi dalam sirkulasi.
C. Edema paru
Edema paru dapat terjadi pada penderita perdarahan intraserebral dan perdarahan
subarakhnoid. Edema paru akut dapat didahului oleh disfungsi kardiovaskuler secara primer,
misalnya infark miokard atau sekunder akibta kelainan susunan saraf pusat; atau edema paru
akibat langsung dari pusat ”edemagenic” seebral. Proses terjadinya edema paru akibat
kelaianan susunan saraf pusat yaitu secara langsung melalui sistem saraf otonom terutama
mekanisme vagal. Mekanisme lain disebutkan, bahwa edema paru merupakan akibat
pelepasan simpatis berlebihan disertai hipertensi sistemik dan hipertensi pulmonal
mengakibatkan peninggian permeabilitas vaskuler pada paru. Pelepasan simpatis tersebut
dicetuskan oleh tekanan tinggi intrakranial, hipoksia otak atau lesi di hipothalamus.
D. Kelainan jantung
Kelainan jantung berupa gangguan ritme jantung atau aritmia jantung, terjadi pada
strok fase akut. Sebanyak 50% menunjukkan ventrikuler ektopik berat, kelainan lain berupa
ventrikuler takikardia, blok AV komplit, dan asistolik. Kelainan ini lebh sering pada
gangguan sirkulasi anterior (sistem karotis). Pada penderita perdarahan subarakhnoid, aritmia
jantung dapat menyebabkan kematian. Kelainan jantung lainnya pada penderita strok fase
akut berupa kerusakan miokard disertai peninggian kadar enzim jantung pada serum, aritmia
jantung dan peninggian kadar katekolamin plasma.
E. Kelainan EKG

30
Perubahan EKG yang ditemukan pada penderita dengan kerusakan susunan saraf
pusat terutama perdarahan subarakhnoid yaitu ST-T abnormal, gelombang T besar atau
terbalik, pemanjangan interval QT dan gelombang U yang menonjol. Kelainan EKG sering
menyerupai penyakit jantung iskemia dan kadang miokard infark. Frekuensi saat dan
lamanya kelainan tersebut tidak dapat dipastikan, dan dalam pengalaman biasanya timbul
selambat-lambatnya dalam 8 hari setelah onset.

EKG normal
ST-T abnormal
Biasanya terlihat terutama pada hipokalemi dan berbagai gangguan metabolik.
Gelombang T besar atau terbalik

T terbalik biasanya menandakan adanya suatu iskemia miokard transmural atau aneurisma

31
Gelombang T yang sangat tinggi paling sering ditemukan pada hiperkalemia dan hiper
kalsemia. Juga ditemukan pada bradikardi,iskemi subendokardi, cerebrovaskular accident dan
left ventricle overload

Pemanjangan interval QT
pemanjangan interval QT disebabkan oleh obat-obatan seperti Type 1A antiarrhythmic
agents (quinidine, procainamide, disopyramide) & tricyclic antidepressants/phenothiazines
(hipnotik dan major tranquilizer)
gangguan keseimbangan elektrolit Hypokalemia, hypocalcemia atau hypomagnesemia juga
menyebabkan pemanjangan interval QT
untuk CNS, cerbrovaskular accidents, stroke, seizure, coma, intracerebral or brainstem
bleeding. Hipertensi,hipotermi dan diet protein cair juga dapat menyebabkan pemanjangan
interval QT

Gelombang U yang menonjol.


Gelombang u yang terbalik paling sering disebabkan oleh penyakit jantung koroner dan
hipertensi.

32
F.”Syndrome Inappropiate Anti Diuretik Hormon” (SIADH)
Rangsangan lesi pada daerah hipothalamus dapat menyebabkan diabetes insipidus
atau SIADH, dengan gejala sebagai berikut:
Gejala intoksikasi air (anoreksia, mual, muntah, letargi, hiperiritabilitas, delirium, bahkan
koma).

G. Natriuresis.
Perdarahan subarakhnoid pada binatang percobaan, menimbulkan hiponatremia dan
natriuresis disertai gangguan sekresi hormon anti diuretik. Keadaan ini terjadi pada hari ke 5-
6 setelah onset dan dapat dijumpai pada setiap penderita dengan kelainan intrakranial.
H. Retensi cairan tubuh.
I . Hiponatremia.

Komplikasi non-neurologik (Akibat imobilisasi) :


A. Bronkopneumonia
Merupakan infeksi paru dan sebagai penyebab kematian tersering pada strok.
Keadaan ini sering terjadi pada penderita yang berbaring terus, terutama disertai gangguan
menelan, gangguan reflek muntah dan reflek batuk dan akibat gerakan paru yang berkurang.
Riwayat merokok dan infeksi paru misalnya bronkhitis kronis dakan meningkatkan resiko
terjadinya bronkopneumonia.
B.Tromboplebitis
Trombosis vena dalam menimbulkan gejala klinik berupa pembengkakan pada paha
dan betis, sering disertai pitting edem, nyeri lokal dengan peninggian suhu. Trombosis vena
dalam paha pada penderita strok sering terjadi pada tungkai yang lumpuh dan sering bersifat
subklinis. Tetapi edem pada tungkai yang lumpuh dan disertai nyeri belum tentu suatu
trombosis vena dalam. Insidensi kelainan ini terjadi pada penderita strok fase akut. Trombosis
vena dalam terjadi selama 14 hai sesudah onset strok dengan puncaknya pada hari ke-5 atau
sekitar hari ke-10 setelah onset. Pada penderita yang dirawat di rumah sakit, hampir 50%
terjadi pada betis, 35% pada paha dan 15% mulai betis yang menjalar ke paha. Trombosis
vena dalam dapat menyebabkan bekuan dalam darah dan bila menjalar ke kranial dapat
menyebabkan emboli paru.
C. Emboli paru
Insiden emboli paru yang berasal dari vena femoralis dan vena bagian ilio-ingiuinal
lebih tinggi dibandingkan vena di betis. Emboli paru biasanya terjadi secara mendadak dan

33
merupakan kasus darurat medik. Emboli paru ditemukan pada 50% penderita strok yang
meninggal dan kadang-kadang sebagai penyebab kematian.
D. Depresi
Gangguan emosi terutama kecemasan, frustasi, dan depresi merupakan masalah
tersering pada penderita strok. Depresi sering disalahtaksirkan dengan motivasi yang kurang,
terutama pada penderita dengan gangguan komunikasi bermakna. Umumnya depresi yang
terjadi karena adanya masalah-masalah yang kompleks misalnya biaya, pekerjaan,
kemungkinan cacat seumur hidup (menetap) dan hubungan dalam perkawinan. Depresi dapat
dijumpai walaupun pada penderita strok dengan cacat yang ringan, karean apada dasarnya
setiap cacat akan mengganggu kehidupan normal yang ada sebelumnya.
E. Nyeri dan kaku pada bahu
Nyeri dan kaku pada bahu sisi tubuh yang hemiplegi sangat sering dijumpai dan biasanya
akibat kesalahan berbaring serta kesalahan letak/posisi anggota gerak yang lumpuh pada fase
akut. Nyeri dan kaku pada bahu dapat terjadi akibat:
• Kontraktur akibat spastis
• ”shoulder-hand syndrome” atau ”post-hemiplegic reflex sympathetic dystrophy”.
Pada kasus berat terjadi demineralisasi kaput dan kollum humerus.
• Inflamasi pada jaringan lunak disekeliling sendi. Keadaan ini terjadi di akromio-
klavikula, sendi gleno-humeral, tendon biseps dan bursa subdeltoid.
• Kalsifikasi ektopik pada jaringan periartikuler
• Fraktur kollum humerus.
• Dislokasi sendi bahu, terutama terjadi pada keadaan flasid.
F. Spastisitas umum
Biasanya bersifat ringan, ditemukan pada penderita strok fase kronik/lanjut.
G. Radang kandung kemih
Infeksi traktus urinarius terutama pada penderita yang menggunakan kateter.
H. Kelumpuhan saraf tepi
Pada penderita strok dapat terjadi lesi kompresi radiks dan saraf tepi yang bervariasi,
terutama akibat anggota gerak yang lumpuh, tidak diletakkan dalam posisi yang baik. Saraf
tepi yang sering terkena adalah N. Radialis, N. Ulnaris, N. Peroneus komunis dan N.
Iskhiadikus.
I. Kontraktur dan deformitas

34
Kontraktur dapat terjadi mengikuti spastisitas berat yang berlangsung lama.
Terjadinya kontraktru akibat adanya perubahan jaringan lunak disekitar sendi yang bersifat
ireversibel. Kadang-kadang dijumpai keadaan kombinasi kontraktur dan spastisitas, misalnya
deformitas equinovarus dan deformitas pronasi-fleksi lengan dan tangan.
J. Dekubitus
Dekubitus terjadi pada pasien yang berbaring lama.
K. Atrofi otot
Akibat pasien terlalu lama tidak menggunakan ototnya.
Penatalaksanaan ensefalopati hipertensif biasanya dengan pemberian antihipertensi
dan berespon baik terhadap pengobatan tersebut dalam satu sampai dua hari.

IX. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut
1. Pedoman Pada Stroke Iskemik Akut
Penatalaksaan hipertensi yang tepat pada stroke akut mempengaruhi morbiditas dan
mortalitas pada stroke. Terapi stroke hipertensi direkomendasi pada stroke iskemik akut bila
hipertensi berat menetap dengan sistole >220 mmHg dan diastole >120 mmHg. Obat anti
hipertensi yang sudah ada sebelum stroke tetap diteruskan pada fase awal stroke dan
menunda pemberian obat baru sampai 7 – 10 hari pasca serangan.
Pada diastole >140 mmHg (atau >110 mmHg bila telah diberikan terapi trombolisis),
diberikan drip kontinyu Nikardipin, diltiazem, nimodipin, dll. Bial di sistole >230 mmHg dan
atau diastole 121 – 145 mmHg, diberikan labetolol IV 1-2 menit. Dosis labetolol dapat
diulang atau digandakan sampai penurunan tekanan darah yang memuaskan atau sampai
dosis kumulatif 300 mg yang diberikan bolus mini. Setelah dosis awal, labetolol dapat
diberikan 6 – 8 jam bila diperlukan.
Jika sistole 180 – 230 mmHg dan atau diastole 105 – 120 mmHg, terapi darurat
ditunda kecuali adanya bukti perdarahan intraserebral, gagal ventrikel kiri, gagal ginjal akut,
edema paru, diseksi aorta, ensefalopati, hipertensi dan sebagainya. Batas penurunan tekanan
darah sebanyak sampai 20 – 25 % dari tekanan arterial rata-rata.
2. Pedoman Pada Stroke Perdarahan Intraserebral (PIS)
Bila sistole >220 mmHg dan diastole >120 mmHg, tekanan darah harus diturunkan
sedini dana secepat mungkin untuk membatasi pembentukan edema vasogenik. Penurunan
tekanan darah dapat menurunkan resiko perdarahn yang terus menerus atau berulang. Anti
hipertensi diberikan bila sistole >180 mmHg atau diastole >100 mmHg.

35
Bila sistole >230 mmHg atau diastole >140 mmHg, dapat diberikan nikardipin,
diltiazem, atau nimodipin.
Bila sistole 180 – 230 mmHg atau diastole 105 – 140 mmHg atau MAP 130 mmHg :
• Labetolol 10 – 20 mg IV selama 1- 2 menit, ulangi atau gandakan setiap 10 menit
sampai dosis maksimum 300 mg atau dosis awal bolus diikuti labetolol drip 2 – 8 mg
per menit, atau ;
• Nikardipin, atau ;
• Diltiazem atau ;
• Nimodipin
Pada fase akut tekanan darah tidak boleh diturunkan lebih dari 20 – 25 % dari tekanan
MAP. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan diastole <105 mmHg, pemberian obat
ditangguhkan. Tekanan perfusi dipertahankan >70 mmHg. Pada penderita dengan riwayat
hipertensi, penurunan tekanan darah MAP harus dipertahankan 130 mmHg. Bila sistole turun
<90 mmHg, harus diberikan vasopresor untuk menaikkan tekanan darah.

Obat Parenteral untuk terapi hipertensi pada stroke akut


1. labetolol, dosis : 20-80 mg setiap 10 menit atau 2 mg per menit infus kontinyu,
onset : 5 - 10 menit, lama kerja 3 – 6 jam, efek samping mual, muntah, hipotensi, blok
atau gagal jantung, kerusakan hati, bronkospasme.
2. Nikardipin, 5 -15 mg perjam infus kontinyu, onset 5 – 15 menit, lama kerja
tergantung lamanya infus, efek samping takikardi, sakit kepala, fatigue disebabkan
penurunan tekanan darah, konstipasi.
3. Diltiazem, dosis : 5 – 40 mg/KgBB/menit infus, onset 5 – 10 menit, lama kerja
4 jam, efek samping : blok nodus A-V, denyut prematur atrium, terutama pada usia
lanjut.
4. Esmolol, dosis : 200 – 500 μg/KgBB/menit untuk 4 menit, selanjutnya 50 –
300 μg/KgBB/menit IV, onset 1 – 2 menit, lama kerja 10 – 20 menit, efek samping :
hipotensi, mual.

36
3 Pedoman Pada Stroke Perdarahan Subarachnoid
Terapi Medikamentosa
• Ditujukan untuk mencegah peningkatan tekanan arterial atau intrakranial yang
mungkin dapat menyebabkan terjadinya kembali ruptur aneurisma, dengan cara :
• Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 15-200 paling sedikit 3 minggu
• Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, Fisioterapi aktif tidak dilakukan dalam 3
minggu pertama.
• Monitoring tanda-tanda vital
• Pemberian sedasi misalnya Diazepam 5 mg tiap 6 jam
• Phenobarbital 30-60 mg po/IV tiap 6 jam, Untuk pasien yang gelisah
• Analgetika untuk nyeri kepala
• Nyeri kepala hebat  narkotika. Misalnya Demetol 100-150 mg im tiap 4 jam. Dapat
digunakan kodein 30-60 mg po tiap 2-3 jam bila perlu, atau meperidine.
• Pemakaian obat yang mempengaruhi fungsi platelet sebaiknya dihindari karena dapat
memperpanjang perdarahan.
• Penurunan tekanan darah dianjurkan pada fase akut , dikontrol agar tidak terjadi
hipotensi. Pada pasien normotensif atau hipertensi ringan (MABP < 120) tidak perlu
diberi terapi, cukup dengan pemberian obat sedatif.
• Pasien yang membutuhkan terapi adalah pasien dengan MABP > 120 atau tekanan
sistolik > 180 mmHg dan MABP dipertahankan antara 100-120
• Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan B-bloker seperti Propanolol yang
dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung.
• Untuk perdarahan saluran cerna dapat dilakukan lavage lambung dengan NaCl,
tranfusi, pemberian cairan yang adekuat, dan antasida.
• H2-bloker misalnya ranitidin untuk mengurangi resiko terjadinya stress ulcer
• Untuk mual dan muntah dapat diberikan antiemetik
• Bila kejang dapat diberikan anti konvulsan : Phenytoin 10-15 mg/kg IV (loading
dose), kemudian diturunkan menjadi 100 mg/8 jam atau Phenobarbital 30-60 mg tiap
6-8 jam.

Terapi Pembedahan

37
Dilakukan dalam keadaan darurat untuk penanganan tekanan tinggi intra kranial,
mengeluarkan hematoma dan penanganan hidrosefalus akut, juga untuk mencegah
perdarahan ulang dan meminimalkan terjadinya vasospasme.
• Untuk hidrosefalus akut dapat dilakukan pemasangan Ventriperitoneal shunt.
Hidrosefalus akut dapat diterapi dengan steroid, manitol atau pungsi lumbal berulang
• AVM  Tindakan pembedahan berupa en block resection atau obliterasi dengan cara
ligasi pembuluh darah atau embolisasi melalui kateter intra arterial lokal. Kala resiko
perdarahan sekunder lebih kecil pada AVM dibandingkan aneurisma, maka tindakan
pembedahan dilakukan secara elektif setelah episode perdarahan.
• Aneurisma  Terapi pembedahan definitif terdiri dari clipping atau wrapping
aneurisma. Pada pasien dengan kesadaran penuh atau hanya penurunan kesadaran
ringan, tindakan pembedahan memperlihatkan hasil yang baik. Sebaliknya pada
pasien yang stupor atau koma tidak diperoleh keuntungan dari tindakan tersebut.

Pedoman tatalaksana hiperglikemi pada stroke akut


• Indikasi dan syarat pemberian insulin:
1. Stroke hemoragik dan non hemoragik dengan IDDM atau NIDDM
2. Bukan stroke lakunar dengan diabetes mellitus
• Kontrol gula darah selama fase akut stroke
Tabel insulin reguler dengan Skala Luncur
Glukosa (mg/ dl) Insulin tiap 6 jam subkutan
<80 Tidak diberikan insulin
80-150 Tidak diberikan insulin
151-200 2 unit
201-250 4 unit
251-300 6 unit
301-350 8 unit
351-400 10 unit
>400 12 unit

1. Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan skala luncur, diperlukan infus
kontinyu dengan dosis dimulai dengan 1 unit/ jamdan dapat dinaikkan sampai 10 unit/
jam. Kadar gula darah harus dimonitor dengan ketat setiap 1-2 jam sehingga
kecepatan infus dapat disesuaikan.
2. Bila hiperglikemia hebat >500 mg/ dl diberikan bolus pertama 6-10 unit insulin
reguler tiap jam

38
3. Setelah kadar glukosa darah stabil dengan insulin skala luncur atau infus kontinyu
maka dimulai pemberian insulin reguler subkutan.
• Kontrol gula darah masa kesembuhan
Bila penderita stabil makan biasa, dan motorik dan kognitif sudah pulih, mulai berikan
insulin basal (NPH atau lente insulin)
1. NPH insulin diberikan tiap 12 jam dengan dosis awal kira-kira 0,2-0,3 unit/ kgBB/
hari
2. Insulin reguler tambahan sebelum makan dapat diteruskan untuk disesuaikan
tergantung pada kadar glukosa darah waktu puasa (sasaran kadar glukosa darah 100-
200 mg/ dl)
3. Bila kadar gula darah pada pemantauan stabil (<200 mg%) dengan kebutuhan insulin
<15 unit/ hari, terapi dimulai dengan anti diabetika oral sebelumnya (pada penderita
DM tipe II)

X. PENCEGAHAN STROKE
Mengatur Pola Makan Yang Sehat
1. Makan yang membantu menurunkan kadar kolesterol
• Serat larut yang banyak terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, jagung dan
gandum.
• Obat akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, menurunkan tekanan darah
dan menekan nafsu makan bila dimakan di pagi hari (memperlambat pengosongan
usus)
• Kacang kedele beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum, menurunkan
kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida.
• Mekanisme kerja : menambah ekskresi asam empedu, meningkatkan aktivitas
estrogen dari isoflavon, memperbaiki elastisitas arterial dan meningkatkan aktivitas
antioksidan yang menghalangi oksidasi LDL
• Kacang-kacangan : menurunkan kolesterol LDL dan mungkin mencegah
aterosklerosis.
2. Makanan Lain Yang Berpengaruh Terhadap Prevensi Stroke
• Makanan/zat yang membantu memecah homosistein seperti asam folat vitamin B6,
B12 dan riboflavin
• Susu dan kalsium mempunyai efek protektif terhadap stroke

39
• Ikan terutamanya yang berlemak (tuna,salmon) mangandung omega-3,
eicosapentenoic (EPA) dan docosahexonoeic acid (DHA) yang merupakan pelindung
jantung dengan efek melindungi terhadap risiko kematian mendadak, mengurangi
risiko aritmia, menurunkan kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan adhesi
platelet, sebagai prekursor prostaglandin, inhibisi sitokin, anti inflamasi dan stimulasi
NO endothelial. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 2 kali/minggu.
• Makanan yang kaya vitamin C, E dan beta karoten buahan dan biji-bijian adalah
sebagai sumber antioksidan
• Buah-buahan dan sayuran.
3. Rekomendasi Tentang Makanan :
• Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium
• Minimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans fatty acids
seperti kue-kue, krakers, makan yang digoreng dan mentega.
• Mengutamakan makanan yang mengandung poly unsaturated fatty acids,
monosaturated fatty acids, makanan berserat dan protein nabati.
• Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu seimbang
• Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal
• Hindari makan dengan densitas kalori rendah dan kualitas nutrisi rendah
• Utamakan makanan yang mengandung polisakarida (nasi, roti, pasta, sereal dan
kentang)
Menghentikan Rokok
• Bisa menyebabkan peninggian koagubilitas, viskositas darah, meninggikan tekan
darah, menaikkan hematokrit dan menurunkan HDL.
Menghindari Minum Alkohol dan Penyalahgunaan Obat.
• Penyalahgunaan obat seperti kokain, heroin penilpropanolamin dan mengkonsumsi
alkohol dalam dosis berlebihan dan jangka panjang (abuse alcohol) akan
memudahkan terjadinya stroke.
Melakukan Olahraga Yang Teratur
• Melakukan aktivitas fisik aerobik (jalan cepat, bersepeda, berenang dll) secara teratur
minimum 3 kali seminggu akan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki
kebiasaan makan dan menurunkan berat badan.
• Efek biologis: penurunan aktivitas platelet, reduksi fibrinogen plasma dan menaiknya
aktivitas tissue plasminogen activator dan konsentrasi HDL.

40
Menghindari Stres dan Beristirahat Yang Cukup
• Istirahat yang cukup dan tidur teratur 6-8 jam sehari
• Mengendalikan stress dengan cara berfikir positif sesuai dengan jiwa sehat menurut
WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan mendekatkan diri
pada Tuhan YME.

TINDAKAN MEDIS PADA PREVENSI SEKUNDER STROKE


Sebagian penderita stroke atau dengan riwayat TIA berisiko untuk terserang stroke
atau TIA kembali, untuk itu diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya TIA atau stroke
berulang dan kejadian vaskular lainnya.
Upaya untuk mencegah serangan ulang stroke selain dari pengendalian dengan gaya
hidup sehat, juga mengendalikan faktor risiko yang dapat diubah, terapi farmakologi dan
terapi bedah

Obat-Obatan Anti Trombotik Untuk Prevensi Sekunder Stroke


1. Antiplatelet
a) Aspirin
• Dosis dan cara pemberian: 50-325 mg peroral sekali sehari
• Mekanisme kerja: anti platelet, menghambat jalur siklooksigenase
• Efek samping: iritasi dan atau perdarahan gastrointestinal
b) Clopidogrel
• Dosis dan cara pemberian: 75mg peroral sekali sehari
• Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat
• Efek samping: rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal, perdarahan
gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia.
c) Ticlopidin
• Dosis dan cara pemberian: 250 mg peroral 2 kali sehari
• Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat
• Efek samping: rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal, perdarahan
gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia.

d) Aspirin + Dipiridamol
• Dosis dan cara pemberian: aspirin 25mg + Dipiridamol SR 200mg 2 kali sehari

41
• Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi jalur siklooksigenase, fosfodiesterase, dan
ambilan kembali adenosin
• Efek samping: sakit kepala, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal
e) Cilostazol
• Dosis dan cara pemberian : 100mg peroral 2 kali sehari
• Mekanisme kerja: anti platelet, meningkatkan siklik AMP dengan cara menghambat
aktivitas fosfodiesterase III
• Efek samping: palpitasi, infak miokad, unstable angina, sakit kepala, mual, gangguan
fungsi hati, rash.
2. Anti Koagulan
Tujuan: pencegahan sekunder stroke dengan factor risiko fibrilasi atrium
• Warfarin
• Dikumarol
3. Lain-lain:
• Statin
• Ace inhibitor.

XI. PROGNOSIS

I. Prognosa Jangka Pendek


Sekitar 30-60% penderita stroke meninggal dalam 3-4 minggu pertama setelah onset
(Marquadsen 1976). Herman dkk (1982) melaporkan dalam 3 minggu pertama kematian
penderita stroke sebanyak 30%. Angka kematian penderita stroke berbeda-beda pada
beberapa jenis stroke. Angka kematian tertinggi dijumpai pada PIS sekitar 60-90%
meskipun dilakukan operasi kemungkinan hidup tidak lebih dari 50% (Marquadsen
1976). Sedangkan emboli otak 60% dan trombosis otak 30% (Marshall 1975).
Herman dkk (1982) melaporkan kemungkinan hidup dalam 1 minggu penderita PIS
sebanyak 28%, penderita PSA 46% dan penderita infark otak (trombosis otak) 80%.

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosa jangka pendek :


1. Tipe stroke

42
Kematian penderita PIS lebih tinggi daripada penderita infark otak, dan prognosa
fungsional PIS kurang baik dibandingkan infark otak. Sedangkan penyembuhan PSA
umumnya baik.

2. Luas dan daerah lesi


Lesi di batang otak akan menimbulkan gangguan motorik yang lebih berat daripada
lesi supratentorial, sebaiknya lesi supratentorial menimbulkan gangguan fungsi luhur.

3. Defisit Neurologik
- Defisit Motorik :
Bila dalam 1 bulan tanpa perbaikan menunjukkan prognosa yang buruk, dan
kemampuan dapat berjalan sendiri hanya 15% pada penderita yang anggota gerak
atasnya belum ada perbaikan sampai akhir minggu ke-4 atau tidak ada gerakan
dalam 3 minggu biasanya prognosanya buruk.
- Defisit Sensorik :
Hubungan defisit sensorik dengan penyembuhan masih belum jelas.
- Gangguan Visual :
Akan mempersulit penyembuhan
- Kesadaran
Pada penderita koma dalam beberapa jam setalah onset hampir seluruhnya
meninggal. Sedangkan pada penderita sopor sebanyak 10% dapat bertahan hidup,
dan pada komposmentis 72% dapat bertahan hidup.
II. Prognosa Jangka Panjang
Dipenganruhi oleh :
1. Umur
Kematian penderita stroke dalam 1 tahun setalah onset umur 70-79 tahun dua kali
lebih tinggi dibandingkan penderita yang 20 tahun lebih muda (Marquadsen 1976)

2. Hipertensi
Prognosa akan bertambah buruk bila tekanan sistolik tinggi, tapi bila tekanan darah
terkontrol dengan baik, prognosa akan lebih baik. Kematian jangka panjang penderita
stroke yang disertai tekanan diastolik > 110 mmHg secara bermakna lebih tinggi
daripada tekanan diastolik yang lebih rendah.

43
3. Penyakit jantung
Adanya kelainan EKG dalam bentuk apapun akan menurunkan kemungkinan hidup
penderita dalam 3 tahun setelah onset stroke. Kebanyakan penderita penyakit jantung
berat akan meninggal dalam waktu 1 tahun setalah onset.

Psikososial

Stroke mempengaruhi kualitas hidup penderita baik dari sisi fisikal ataupun psikososial.
Depresi adalah hal yang sering mengikuti stroke, yang berhubungan dengan kognitif,
komunikasi dan gangguan neurologi dan fungsional. Di bawah ini digambarkan hasil dari
penelitian-penelitian yang berhubungan dengan kualitas hidup para penderita stroke:

1. Lebih dari setengah pasien menderita depresi setelah stroke. Meskipun kelainan
tersebut kebanyakan berupa tingkatan minor, frekuensi depresi yang mayor terlihat
meningkat selama tahun pertama. Depresi pasca stroke berhubungan dengan defisit
kognitif seperti memory, penyelesaian masalah nonverbal, perhatian dan kecepatan
psikomotor.
2. Sepertiga dari pasien stroke mendapatkan aphasia pada fase akut dan dua pertiga
selama beberapa tahun kemudian. Adanya aphasia meningkatkan defisit kognitif non-
verbal.
3. Stroke mempunyai pengaruh negatif terhadap kualitas hidup pasien baik secara fisikal
dan psikososial. Rendahnya kualitas hidup tidak akan meningkat pada tahun pertama
pasca stroke. Pada penderita yang sudah menikah, juga menimbulkan rendahnya
kualitas hidup penderita dibandingkan dengan yang belum, dihubungkan dengan
adanya depressi.
4. Gangguan seksual termasuk di dalamnya penurunan libido dan gairah seksual, serta
ketidakpuasan dalam kehidupan seksual, dapat terlihat pada penderita stroke baik pria
maupun wanita. Hal ini tidak hanya disebabkan karena gangguan sensoris yang
disebabkan oleh stroke, tapi juga aspek psikososial pasca stroke merupakan hal yang
turut mendukung.

44
DAFTAR PUSTAKA

Rumantir, U, C; 1986; Pola Penderita Stroke RSHS periode 1984-1985; Lab/UPF Ilmu
Penyakit Saraf UNPAD RSHS, Bandung

Merritt’s Textbook of Neurology 9th Ed. Williams & Wilkins. 1995

Mosby Clinical Neurology CDROM

Victor, M, Ropper, A. Adams and Victor’s Principles Of Neurology 7th Ed. McGraw Hill.
2001

45
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guidelines Stroke. 2004

46

Anda mungkin juga menyukai