Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

HEMATEMESIS MELENA e.c Susp.VARISES ESOFAGUS


pada SIROSIS HEPATIS

Disusun oleh:
Shabrina Tadjoedin
030.14.173

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT TNI AL DR. MINTOHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 1 OKTOBER - 9 DESEMBER 2018
JAKARTA
KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga laporan kasus dengan judul
“Hematemesis Melena e.c. Susp.Varises Esofagus e.c Sirosis Hepatis” dapat
selesai. Laporan kasus ini adalah salah satu syarat dalam proses mengikuti ujian
akhir dalam kepanitraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Etra Ariadno, Sp.PD selaku
dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan,
kritik, dan saran yang membangun selama pembuatan laporan kasus ini hingga
selesai.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini tidak luput dari kekurangan dan
masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis memohon maaf kepada para
pembaca atas kekurangan yang ada. Atas semua keterbatasan yang dimiliki, maka
semua kritik dan saran yang membangun akan diterima dengan lapang hati agar ke
depannya menjadi lebih baik.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
keluarga dan para sahabat yang tidak pernah letih memberikan dukungan serta
dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik
mungkin. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, para
pembaca, dan masyarakat umum.

Jakarta, 7 November 2018

Shabrina Tadjoedin

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus yang berjudul:

“HEMATEMESIS MELENA e.c Susp.VARISES ESOFAGUS pada SIROSIS


HEPATIS”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik

Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo

Periode 1 Oktober 2018 – 8 Desember 2018

Yang disusun oleh:

Shabrina Tadjoedin
030.14.173

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Etra Ariadno, Sp.PD selaku pembimbing

Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo

Jakarta, 2018

(dr. Etra Ariadno, Sp.PD)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN

KATA PENGANTAR .............................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ...……………………………………….... 1

BAB II STATUS PASIEN ................................................................... 2


2.1 Identitas pasien ................................................................. 2
2.2 Anamnesis ......................................................................... 2
2.3 Pemeriksaan fisik .............................................................. 4
2.4 Pemeriksaan penunjang ..................................................... 7
2.5 Diagnosis kerja .................................................................. 7
2.6 Diagnosis banding ............................................................. 8
2.7 Tatalaksana ........................................................................ 8
2.8 Planning diagnosis ............................................................. 8

BAB III ANALISIS KASUS .................................................................. 14


3.1 Hematemesis dan Melena................................................. 14
3.1.1 Definisi ................................................................... 14
3.1.2 Epidemiologi .......................................................... 14
3.1.3 Etiologi ................................................................... 15
3.1.4 Penegakan diagnosis ............................................... 16
3.2 Varises Esofagus.................................................................. 19
3.2.1 Definisi……………. ............................................... 19
3.2.2 Epidemiologi ........................................................... 19
3.2.3 Etiologi ………. ...................................................... 19
3.2.4 Faktor Resiko ......................................................... 20
3.2.5 Patofisiologi ............................................................. 20
3.2.6 Klasifikasi………. ................................................... 22
3.2.7 Penegakan diagnosis ................................................ 22
3.3 Sirosis Hepatis....................................................................... 23
3.3.1 Definisi……………. ............................................... 23
3.3.2 Epidemiologi ........................................................... 23
3.3.3 Etiologi ………. ...................................................... 24
3.3.4 Klasifikasi ............................................................... 25
3.3.5 Penegakan diagnosis ................................................ 26
3.2.6 Penatalaksanaan ………........................................... 29
3.2.7 Prognosis………….. ................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 32

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan saluran cerna bagian atas didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi
di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan
saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat dari ulkus peptikum yang disebabkan oleh
H. pylori atau penggunaan obat – obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) dan alkohol.(1)
Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi)
yang merupakan indikasi adanya perdarahan salura cerna bagian atas (SCBA). SCBA dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu SCBA variseral dan SCBA non-variseral. SCBA
variseal disebabkan karena pecahnya varises esophagus. Sedangkan, SCBA non variseal
antara lain ulkus peptikum, gastritis erosifa, duodenitis, “ Mallory Weiss” syndrome dan
keganasan. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan keadaan gawat darurat
yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Perdarahan
dapat terjadi antara lain karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, atau ulkus
peptikum.(2)
Di Indonesia sebagian besar (70-85%) hematemesis disebabkan oleh pecahnya
varises esofagus yang terjadi pada pasien sirosis hati sehingga prognosisnya tergantung dari
penyakit yang mendasarinya. Untuk memeriksa perdarahan saluran cerna atas dilakukan
pemeriksaan endoskopi untuk menegakkan diagnosa tentang penyebab yang dapat
menimbulkan perdarahan saluran cerna bagian atas. Dalam kasus perdarahan saluran cerna,
modalitas endoskopi digunakan untuk menentukan etiologi sehingga dapat dipilih terapi
definitifnya. Umumnya dilakukan Esofagogastroduodenoskopi yang dilanjutkan dengan
kolonoskopi jika diperlukan.
Walaupun sebagian besar perdarahan akan berhenti sendiri, tetapi sebaiknya setiap
perdarahan saluran cerna dianggap sebagai suatu keadaan serius yang setiap saat dapat
membahayakan pasien. Setiap pasien dengan perdarahan merupakan kasus gawat darurat
yang harus dirawat di rumah sakit tanpa kecuali, walau pun perdarahan dapat berhenti secara
spontan. Hal ini harus ditanggulangi dengan seksama dan secara optimal untuk mencegah
perdarahan lebih banyak atau bahkan sampai syok hemoragi atau akibat lain yang
berhubungan dengan perdarahan.(2)

1
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas pasien


 Inisial nama : RR
 Usia : 49 tahun
 Tanggal lahir : Jakarta, 12 Oktober 1952
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Pekerjaan : Karyawan swasta
 Agama : Islam
 Status pasien : BPJS Mandiri Kelas 1

2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien.
Lokasi : P. Selayar RS AL dr. Mintohardjo
Tanggal periksa : 17 Oktober 2018 (13.00 WIB)
Tanggal masuk : 15 Oktober 2018 (10.20 WIB)
Keluhan utama : Muntah darah sejak 3 jam SMRS.
Keluhan tambahan: BAB Hitam, pusing, lemas.

2.2.1 Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke IGD RSAL dr. Mintohardjo dengan keluhan muntah darah
berwarna merah segar bercampur sedikit warna kehitaman sebanyak 1x sejak 3 jam
SMRS dengan volume ± ¾ gelas air mineral (±200 ml). Muntah darah terjadi tiba-tiba
sebelumnya pasien hanya makan bubur putih dan minum air putih. Paisen juga
mengeluh BAB berwarna hitam seperti aspal dengan frekuensi sebanyak 7x sejak 12
jam SMRS , konsistensi normal seperti biasa (air = ampas), berbau busuk, dan tidak
disertai lendir atau darah berwarna merah segar. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala
(pusing) seperti ditusuk-tusuk, tidak berputar, dan nyeri dirasakan diseluruh kepala
tanpa menjalar ke leher sejak 3 jam SMRS. Pasien juga mengeluhkan seluruh badannya
terasa lemas. Keluhan perdarahan diregio tubuh lain pasien disangkal seperti epistaksis
atau gusi berdarah. Rasa mual, nyeri ulu hati, ataupun rasa tidak nyaman diregio
abdomen pasien disangkal. BAK pasien dalam batas normal, urine berwarna seperti the
2
disangkal. Nafsu makan pasien baik, pasien memiliki kebiasaan makan teratur 3x/hari.
Penurunan berat badan yang signifikan dalam 3 bulan terakhir disangkal oleh pasien.
Pasien tidak memiliki kebiasaan makan makanan pedas/asam. Pasien tidak memiliki
kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan warung sembarangan dan sering. Pasien
memiliki riwayat sering mengkonsumsi alcohol sejak usia 17 tahun dan berhenti total
saat usia 48 tahun (tahun 2017). Riwayat hemoroid pada pasien ini disangkal. Pasien
pernah mengalami keluhan seperti ini pada bulan Agustus 2018 dan di diagnosa sirosis
hepatis e.c hepatitis C kronik dd alkoholik.

2.2.2 Riwayat penyakit dahulu


Hipertensi (-) Trauma (-) Pembedahan (-)

Diabetes (-) Stroke (-) Penyakit (-)


Mellitus jantung
Alergi (-) Keganasan (-) Penyakit (-)
paru
Lainnya Riwayat sirosis hepatis sejak 2 bulan lalu (Agustus
2018)

2.2.3 Riwayat penyakit keluarga


Hipertensi (-) Trauma (-) Pembedahan (-)

Diabetes (-) Stroke (-) Penyakit (-)


Mellitus jantung
(-) Keganasan (-) Penyakit (-)
Alergi
paru
Lainnya (-)

2.2.4 Riwayat pengobatan


Pasien tidak ada riwayat rutin menkonsumsi obat tertentu. Pasien juga tidak
memiliki riwayat rutin / sering mengkonsumsi obat-obatan warung.

3
2.2.5 Riwayat kebiasaan
(+) Kopi (+) Alkohol (+) ±30
berhenti 1 gelas thn
Merokok
sejak / hari Berhenti
2017 sejak 2017
Pola makan pasien teratur 3x/hari. Pasien jarang
Makan makan makanan manis, bersantan, atau berlemak
tinggi, pedas, atau asam.
Olahraga Pasien tidak memiliki kebiasaan olahraga rutin.

2.2.6 Riwayat sosial-ekonomi


Pasien bekerja sebagai karyawan swasta. Pendapatan pasien cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Sosialisasi di lingkungan pekerjaan dan
rumah tangga baik. Pasien dapat mengikuti kegiatan di masyarakat dengan aktif.

2.2.7 Riwayat status kejiwaan


Pasien tidak memiliki keluhan dalam kondisi jiwa dan mental. Tidak ada
keluhan susah tidur atau keluhan nafsu makan menurun.

2.3 Pemeriksaan fisik


2.3.1 Keadaan Umum
Kesan sakit : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kesan gizi : Gizi baik
Keadaan lain : Dyspnoe (-), sianosis (-), ikterik (-), pucat (-)

2.3.2 Data antropometri


Berat badan : 65 kg
Tinggi badan : 170 cm
IMT : 22,49 kg/m2

2.3.3 Tanda vital


Tekanan darah : 110/80 mmHg

4
Laju nadi : 89x/menit, reguler, isi cukup
Lanju nafas : 23x/menit, reguler
Suhu : 36,7°C
Saturasi oksigen : 98%

2.3.4 Status generalis


Kepala :
Rambut : Hitam ,tebal, pendek, tidak mudah dicabut.
Wajah : Simetris (+), parese (-)
Mata :
Oedem : (-/-) Visus : (?)
Ptosis : (-/-) Lagoftalmos : (-/-)
Sklera ikterik : (-/-) Cekung : (-/-)
Enoftalmus : (-/-) Injeksi : (-/-)
Eksoftalmos : (-/-) Konjungtiva anemis : (+/+)
Strabismus : (-/-) Pupil : Bulat, isokor
Refleks cahaya : (+/+)
Telinga :
Bentuk : Normotia
Nyeri tarik : (-)
Liang telinga : Lapang, hiperemis (-), sekret (-), oedem (-)
Hidung :
Bentuk : Normal Napas cuping hidung : (-)
Sekret : (-/-) Deviasi septum : (-)
Hiperemis : (-/-)
Bibir : Sianosis (-)
Mulut : Mukosa basah
Lidah : Bentuk normal, parese (-), atrofi papil (-)
Tenggorok: Hiperemis (-), stridor (-)

Leher : Kelenjar getah bening dan tiroid tidak teraba membesar,


JVP 5+2 cm.
Thoraks : Simetris, retraksi (-)

5
 Jantung
Inspeksi : Dinding dada simetris, tidak ada scar, tidak hiperemis, tidak
ada deformitas, iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Tidak ada massa, Iktus kordis teraba di ICS V linea
Midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Paru-paru
Inspeksi : Gerak dinding dada simetris, pola nafas abdomino-thorakal,
tidak ada scar, tidak hiperemis, tidak ada deformitas, spider
navy (-)
Palpasi : Tidak ada massa, Vocal fremitus simetris simetris dikedua
lapang paru
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : SNV (+/+)simetris , rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris, Datar, Distensi (-), caput medusae (-)
Auskultasi : Bising usus 3x/menit,
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), defans muskular (-),hepatosplenomegali (-),
pulsasi abnormal (-), turgor kulit baik.
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen, undulasi (-), shifting dullness
(+)

Genitalia : Laki-laki d.b.n.

Kelenjar getah bening


Preaurikuler : Tidak teraba membesar
Postaurikuler : Tidak teraba membesar
Superior cervical : Tidak teraba membesar
Submandibula : Tidak teraba membesar
Supraclavicula : Tidak teraba membesar
Axilla : Tidak teraba membesar
Inguinal : Tidak teraba membesar

6
Ekstremitas
Inspeksi : Sianosis eks sup (-/-) eks inf (-/-), pucat eks sup (-/-) eks inf (-/-),
Muehrche lines (-), Terry’s Nail (-), Clubbing Finger (-), Palmar
Eritema (-).
Palpasi : Akral hangat eks sup (+/+) eks inf (+/+), oedem eks sup (-/-) eks
inf (-/-), CRT < 2 detik
Neurologi : Motorik eks sup (5/5) eks inf (5/5)

Kulit : Sianosis (-), pucat (+), ikterik (-), jejas (-), hiperemis (-)

2.4 Pemeriksaan penunjang


Parameter Hasil Nilai rujukan
DARAH RUTIN
Lekosit 13.200 5.000-10.000 /µL
Eritrosit 2.41 4.6-6.2juta /µL
Hemoglobin 5.6 14-16 g/Dl
Hematokrit 20 42-48 %
Trombosit 203.000 150.000-450.000 /µL
KIMIA DARAH
Gula Darah Sewaktu 134 < 200 mg/dL
FUNGSI HATI
AST (SGOT) 32 <35 U/I
ALT (SGPT) 20 <55 U/I
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 135 134-146 mmol/L
Kalium (K) 4.88 3.4-4.5 mmol/L
Clorida (Cl) 110 96-108 mmol/L

2.5 Diagnosis kerja


- Hematemesis Melena e.c Susp. Ruptur Varises Esofagus e.c Sirosis Hepatis
- Anemia
7
- Hiperkalemi

2.6 Diagnosis banding


(-)

2.7 Tatalaksana
- IVFD NaCl 0.9% 28 tpm
- Omeprazole IV 80 mg  Dilanjutkan omeprazole drip 80mg untuk 8-10 jam
sampai dengan 72 jam
- Cefotaxime IV 3x1gram
- Episan Syrup 3 x 2 Cth
- Propanolol 1x 10mg
- Kalitake 15mg P.O dalam 3 dosis.
- Transfusi PRC 500 cc/ hari dengan Premedikasi Lasix 1 ampul /Kolf

2.8 Planning diagnosis


- Pemeriksaan darah lengkap
- Pemeriksaan ProteinAlbumin
- Pemeriksaan PT
- Pemeriksaan INR
- Pemeriksaan morfologi darah tepi
- Darah rutin / 24 jam
- Pemeriksaan elektrolit / 3 hari
- Pemeriksaan esophagogastroduodenoscopy
- Rujuk ke RS Tipe A untuk ligasi

8
FOLLOW TANGGAL
UP H1: 16 Oktober 2018 H2: 17 Oktober 2018 H3: 18 Oktober 2018
S Muntah darah berwarna merah segar Muntah darah (-), BAB Hitam dalam 24 Muntah darah (-), BAB Hitam dalam
bercampur sedikit kehitaman jam terakhir 2x konsistensi normal 24 jam terakhir 2x konsistensi normal
sebanyak 1x, volume ½ gelas air seperti biasa (air=ampas), berbau busuk, seperti biasa (air=ampas), berbau
mineral (100cc), BAB Hitam dalam dan tidak disertai lendir atau darah busuk, dan tidak disertai lendir atau
24 jam terakhir 4x konsistensi normal berwarna merah segar, Pusing sudah darah berwarna merah segar, Pusing
seperti biasa (air=ampas), berbau berkurang, Lemas berkurang, Mual (-). sudah berkurang, Lemas berkurang,
busuk, dan tidak disertai lendir atau BAK dalam batas normal Mual (+).
darah berwarna merah segar, Pusing BAK dalam batas normal
sudah berkurang, Lemas berkurang,
Mual (+).
BAK dalam batas normal

O Compos mentis, sakit sedang Compos mentis, sakit sedang Compos mentis, sakit ringan
T = 36,6oC T = 36,8oC T = 36,5oC
TD = 100/70 mmHg TD = 110/70 mmHg TD = 100/70 mmHg
HR = 87x/menit HR = 88x/menit HR = 78x/menit
RR = 20x/menit RR = 18x/menit RR = 20x/menit
SpO2 = 98% tanpa nasal kanul SpO2 = 99% tanpa nasal kanul SpO2 = 99% tanpa nasal kanul

Conjungtiva anemis +/+, Sklera Conjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik - Conjungtiva anemis +/+, Sklera
ikterik -/- /- ikterik -/-
KGB dan tiroid dalam batas normal, KGB dan tiroid dalam batas normal, KGB dan tiroid dalam batas normal,
JVP 5 + 2 cm. JVP 5 + 2 cm. JVP 5 + 2 cm.
BJ I/II reguler, murmur & gallop (-). BJ I/II reguler, murmur & gallop (-). BJ I/II reguler, murmur & gallop (-).
SNV di kedua lapang paru, sonor di SNV di kedua lapang paru, sonor di SNV di kedua lapang paru, sonor di
kedua lapang paru, tidak ada suara kedua lapang paru, tidak ada suara nafas kedua lapang paru, tidak ada suara
nafas tambahan, tidak ada retraksi. tambahan, tidak ada retraksi. nafas tambahan, tidak ada retraksi.
Abdomen supel, datar, bising usus Abdomen supel, datar, bising usus Abdomen supel, datar, bising usus
2x/menit, tidak terdapat nyerti tekan, 2x/menit, tidak terdapat nyerti tekan, 2x/menit, nyerti tekan epigastrium
9
hepatosplenomegaly (-), shifting hepatosplenomegaly (-), shifting dullnes (+), hepatosplenomgelay (-), shifting
dullnes (+). (+). dullnes (+).
Akral hangat di seluruh ekstremitas, Akral hangat di seluruh ekstremitas, Akral hangat di seluruh ekstremitas,
Tidak terdapat oedema diseluruh Tidak terdapat oedema diseluruh Tidak terdapat oedema diseluruh
ekstremitas, capillary refill time < 2 ekstremitas, capillary refill time < 2 ekstremitas, capillary refill time < 2
detik detik detik

DR : DR : DR :
-Lekosit : 15.200 /µL -Lekosit : 10.200 /µL -Lekosit : 9.000 /µL
-Eritrosit : 2.68 juta/µL -Eritrosit : 2.89 juta/µL -Eritrosit : 3.00 juta/µL
-Hemoglobin : 6.8 g/dL -Hemoglobin : 7.8 g/dL -Hemoglobin : 8.1 g/dL
-Hematokrit : 23% -Hematokrit : 25% -Hematokrit : 26%
-Trombosit : 116.000/µL -Trombosit : 106.000/µL -Trombosit : 112.000/µL
A -Hematemesis Melena e.c Susp. -Hematemesis Melena e.c Susp. Ruptur -Hematemesis Melena e.c Susp.
Ruptur Varises Esofagus e.c Sirosis Varises Esofagus e.c Sirosis Hepatis Ruptur Varises Esofagus e.c Sirosis
Hepatis -Anemia Hepatis
-Anemia -Hiperkalemi -Anemia
-Hiperkalemi -Trombositopenia -Hiperkalemi
-Trombositopenia -Trombositopenia
P -IVFD NaCl 0.9% 28 tpm IVFD NaCl 0.9% 28 tpm IVFD NaCl 0.9% 28 tpm
-Omeprazole drip 80mg untuk 8-10 -Omeprazole drip 80mg untuk 8-10 jam -Omeprazole drip 80mg untuk 8-10
jam -Episan Syrup 3 x 2 Cth jam
-Cefotaxime IV 3 x 1 gr -Cefotaxime IV 3 x 1 gr -Episan Syrup 3 x 2 Cth
-Episan Syrup 3 x 2 Cth -Propanolol 1x 10mg -Cefotaxime IV 3 x 1 gr
-Propanolol 1x 10mg -Kalitake 15mg P.O dalam 3 dosis. -Propanolol 1x 10mg
-Kalitake 15mg P.O dalam 3 dosis. -Transfusi PRC 500 cc/ hari dengan -Transfusi PRC 500 cc/ hari dengan
-Transfusi PRC 500 cc/ hari dengan Premedikasi Lasix 1 ampul /Kolf Premedikasi Lasix 1 ampul /Kolf
Premedikasi Lasix 1 ampul /Kolf - Rencana Rujuk RS Tipe A untuk
ligase.

10
FOLLOW TANGGAL
UP H4: 19 Oktober 2018
S Muntah darah (-), BAB Hitam dalam
24 jam terakhir 1x konsistensi normal
seperti biasa (air=ampas), berbau
busuk, dan tidak disertai lendir atau
darah berwarna merah segar, Pusing
(-) Lemas berkurang, Mual (-).
BAK dalam batas normal

O Compos mentis, sakit sedang


T = 36,6oC
TD = 110/70 mmHg
HR = 80x/menit
RR = 20x/menit
SpO2 = 98% tanpa nasal kanul

Conjungtiva anemis +/+, Sklera


ikterik -/-
KGB dan tiroid dalam batas normal,
JVP 5 + 2 cm.
BJ I/II reguler, murmur & gallop (-).
SNV di kedua lapang paru, sonor di
kedua lapang paru, tidak ada suara
nafas tambahan, tidak ada retraksi.
Abdomen supel, datar, bising usus
2x/menit, tidak terdapat nyerti tekan,
tidak teraba pembesaran organ,
shifting dullnes (+).
Akral hangat di seluruh ekstremitas,
Tidak terdapat oedema diseluruh
11
ekstremitas, capillary refill time < 2
detik

DR :
-Lekosit : 11.900 /µL
-Eritrosit : 3.13 juta/µL
-Hemoglobin : 8.3 g/dL
-Hematokrit : 27%
-Trombosit : 144.000/µL
A -Hematemesis Melena e.c Susp.
Ruptur Varises Esofagus e.c Sirosis
Hepatis
-Anemia
-Hiperkalemi
-Trombositopenia
P Rujuk RS Tipe A untuk Ligasi

-IVFD NaCl 0.9% 28 tpm


-Omeprazole Tab 2x20mg P.O
-Cefixime 2x200mg P.O
-Episan Syrup 3 x 2 Cth
-Propanolol 1x 10mg
-Transfusi PRC 500 cc/ hari dengan
Premedikasi Lasix 1 ampul /Kolf

12
EKG (15 Oktober 2018)

Irama sinus, HR = 94 bpm (reguler), Normoaksis, Gelombang P tegak di sandapan II, avR terbalik, durasi Gel.P <0,12 second, tinggi Gel,P
<0,3, PR interval = Normo Interval, ST Segmen = Normal dan Elektrik, Gelombang T= Normal, QT Interval=0,47 second, Infark (-)

13
BAB III

ANALISIS KASUS

3.1 Hematemesis dan Melena

3.1.1 Definisi

Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam bentuk
segar (bekuan/ gumpalan/ cairan warna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam
lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi.(2) Melena yaitu keluarnya
tinja yang lengket dan hitam seperti aspal (ter) dengan bau khas, yang menunjukkan
perdarahan saluran cerna atas serta dicernanya darah pada usus halus.(1,2) Hematemesis
menandakan indikasi perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) di atas ligamentum
treitz. Melena menandakan darah telah berada dalam saluran cerna selama minimal 14 jam.(3)
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) dapat digolongkan menjadi 2 kategori
berdasarkan penyebabnya, yaitu variseral dan non-variseral. Variseal disebabkan karena
pecahnya varises esophagus, sedangkan, SCBA non variseal antara disebabkan karena ulkus
peptikum, gastritis erosifa, “ Mallory Weiss” syndrome dan keganasan.(2)

Pada pasien ini didapatkan penyebab pasien datang ke IGD karena muntah darah
berwarna merah segar bercampur sedikit kehitaman sebanyak 1x sejak 3 jam SMRS
dengan volume ± ¾ gelas air mineral (±200 ml) disertai BAB berwarna hitam seperti aspal
dengan frekuensi sebanyak 7x, konsistensi normal seperti biasa (air = ampas), berbau
busuk, dan tidak disertai lendir atau darah berwarna merah segar. Berdasarkan uraian
anamnesis yang dilakukan langsung dengan pasien, dapat ditegakan diagnosis pasien
mengalami hematemesis dan melena.

3.1.2 Epidemiologi

Data yang diperoleh dari 1673 kasus perdarahan SCBA di SMF Penyakit Dalam RSU
dr.Sutomo Surabaya, 76.9% penyebab perdarahan SCBA karena pecahnya varises
esophagus, 19.2% karena gastritis erosif, 1.0% karena tukak peptic, dan 0.6% karena
keganasan. Laporan data yang serupa juga terdapat di RS Pemerintah di Jakarta, Bandung,
dan Yogyakarta dimana 3 penyebab terbanyak perdarahan SCBA adakah pecahnya varises
esophagus, gastritis erosif, dan tukak peptic.(3) Terdapat perbedaan populasi
penyebab/sumber perdarahan SCBA di negara-negara Barat dan di Indonesia. Di negara-
14
negara Barat ulkus peptikum menduduki peringkat teratas (50-60%) dan varises esofagus
hanya sekitar 10%. Semantara di Indonesia (khususnya di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo) varises esofagus menduduki peringkat pertama penyebab perdarahan
SCBA.(4)

Pada pasien ini dicurigai penyebab perdarahan SCBA disebabkan oleh pecahnya
varises esofagus yang didasari atas riwayat penyakit terdahulu pasien yaitu hepatitis C
serta sirosis hepatis dan berdasarkan penyebab terbanyak perdarahan SCBA sesuai
epidemiologi di Indonesia.

3.1.3 Etiologi(5,6)

Penyebab perdarahan SCBA dapat digolongkan menjadi variseral (pecahnya varises


esophagus) dan non-variseral (ulkus peptikum, gastritis erosifa, “ Mallory Weiss” syndrome
dan keganasan). Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas dapat disebabkan oleh
kelainan di esophagus, kelainan di lambung ataupun di duodenum. Salah satu kelainan di
esophagus contohnya varises esofagus yang merupakan penyebab terbanyak di Indonesia
yang disebabkan oleh penyakit sirosis hati. Sedangkan salah satu kelainan di lambung
contohnya gastritis erosive ataupun ulkus peptikum. Kedua kelainan dilambung tersebut
disebabkan oleh gangguan keseimbangan dari faktor defensive dan faktor ofensive. Faktor
defensive berupa mukosa lambung itu sendiri yang terdiri dari tiga lapis pertahanan, yaitu
lapisan praepitel, lapisan epitel, dan lapisan pasca epitel. Lapisan praepitel terdiri atas mucus
dan bikarbonat. Mukus membentuk lapisan hidrofobik sehingga tidak dapat ditembus oleh
ion hydrogen dan pepsin. Bikarbonat berfungsi untuk menetralkan asam lambung dan
mempertahankan pH sel-sel epitel antara 6-7. Lapisan epitel mukosa lambung memproduksi
mucus, mentranspor ion dan bikarbonat ke ekstraseluler dan menjaga pH intraseluler, ada
juga tight junction yang berfungsi untuk mencegah difusi ion H+ dan enzim. Sel epitel juga
menghasilkan heat shock protein, trefoil factor family peptides, dan cathelicidins yang
berfungsi memproteksi sel dari stress oksidatif, agen sitotoksik, kenaikan tempratur, dan
menstimulasi regenerasi bila terjadi kerusakan. Lapisan pasca epitel, yaitu lapisan yang
berada dibawah lapisan epitel mukosa dimana terdapat jaringan pembuluh darah yang
ekstensif dan berperan penting mensuplai nutrisi, oksigen, dan bikarbonat sekaligus
mengangkut hasil metabolik yang bersifat toksik. Faktor offensive terbagi menjadi dua yaitu
offensive eksogen (obat NSAID, alcohol, infeksi bakteri H.pylori, merokok) dan offensive
endogen (asam lambung dan pepsin). Apabila terjadi ketidakseimbangan kedua faktor diatas,

15
baik faktor defensive yang melemah ataupun faktor offensive yang semakin kuat, dapat
mengakibatkan kerusakan pada sel – sel lambung dan menyebabkan perdarahan saluran
cerna bagian atas.

Pada pasien ini tidak didapatkan nyeri pada abdomen khususnya pada regio
epigastrium, tidak didapatkan riwayat penggunaan obat anti inflamasi non steroid dalam
jangka waktu lama, tidak didapatkan sulit makan, tidak didapatkan penurunan berat
bedan progrsif dalam beberapa bulan terakhir, tidak didapatkan riwayat keganasan
gastrointestinal pada keluarga pasien, dan pada pasien ini didapatkan riwayat hepatitis C
dan sirosis hepatis sejak Agustus 2018. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penyebab
perdarahan SCBA pada pasien ini lebih memungkinkan termasuk golongkan kategori
variseral dan dapat disingkirkan penyebab perdarahan SCBA golongan non variseral.
Namun untuk memastikannya dibutuhkan pemeriksaan fisik dan penunjang lebih lanjut.

3.1.4 Diagnosis(3,7)

Diagnosis pada pasien dengan hematemesis dan melena bertujuan untuk mencari
tahu tentang kemungkinan penyebab utama dari perdarahan SCBA tersebut, lokasi yang
tepat dari sumber perdarahannya, sifat perdarahannya (sedang atau telah berlangsung), dan
derajat gangguan yang ditimbulkan perdarahan SCBA pada organ lain seperti syok, koma,
kegagalan fungsi hati/jantung/ginjal. Untuk menegakkan diagnosis dapat digali berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

 Anamnesis : Untuk mengetahui sumber perdarahan SCBA pada pasien ini, dari hasil
anamnesis didapatkan muntah darah dan BAB hitam telah berlangsung sejak 3
jam SMRS dan masih berlangsung sampai dengan samapai di RS (Ini
menandakan masih didapatkan perdarahan aktif pada pasien). Pasien juga
memiliki riwayat perdarahan sebelumnya, yaitu pada bulan Agustus 2018 dengan
keluhan serupa dengan saat ini (Ini menandakan bahwa penyebab perdarahan
SCBA pada pasien bersifat kronik). Pada keluarga pasien tidak ada riwayat
perdarahan seperti ini. Pada pasien juga tidak terjadi riwayat perdarahan di
bagian tubuh lainnya. Pasien tidak merasakan mual, nyeri ulu hati, ataupun rasa
tidak nyaman pada regio abdomen. Pasien juga tidak memiliki riwayat
menggunakan obat NSAID atau anti koagulan, tidak memiliki riwayat makan
tidak teratur, dan riwayat kebiasaan makan makanan pedas atau asam sehingga
penyebab perdarahan SCBA yang disebabkan oleh kelainan di lambung atau
16
duodenum dapat disingkirkan. Pasien memiliki kebiasaan rutin mengkonsumsi
alcohol sejak usia 17 tahun dan sudah berhenti sejak 1 tahun lalu (alkoholik aktif
selama ±30 tahun), hal ini merupakan salah satu factor resiko untuk terjadinya
perdarahan SCBA dan factor resiko terjadinya gangguan liver kronik, Paien
memiliki riwayat penyakit hepatitis C dan sirosis hepatis sejak Agustus 2018 yang
merupakan factor resiko terjadinya perdarahan SCBA apabila telah terjadi
pecahnya varises esophagus.
 Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik penderita perdarahan SCBA yang perlu
diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda anemia
dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang lebih
serius seperti adanya kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda
hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider navy, ginekomastia, eritema
palmaris, caput medusae, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai. Pada
pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan adanya tanda anemia yakni konjungtiva
palpebra pucat dengan akral dingin yang menandakan kurang suplai darah dan
oksigen. Kekurangan darah ini dicurigai akibat perdarahan akut. Untuk
mengetahui penyebab dari kekurangan darah dapat dilihat dari hemoglobulin, MCV
dan MCH dari pemeriksaan darah lengkap. Pada pasien ini juga ditemukan asites
minimal yang ditandai dengan pemeriksaan shifting dullness positive. Asites
adalah penimbunan cairan serosa dalam rongga peritoneum. Beberapa factor yang
dapat menyebabkan asites adalah : Hipertensi porta dimana terjadi peningkatan
tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan pada hipertensi porta terjadi peningkatan
pembentukan limfe hepatic yang “menyeka” dari hati kedalam rongga peritoneum
sehingga membuat cairan pada asites tinggi protein sehingga meningkatkan tekanan
osmotic koloid dalam cairan rongga peritoneum dan memicu terjadinya transudasi
cairan dari rongga ontravaskular ke ruang peritoneum. Hipoalbuminemia terjadi
karena menurunnya sintesis yang dihasilkan oleh sel-sel hati yang terganggu dan
hipoalbumin membuat tekanan osmotic koloid menurun. Kombinasi dari
meningkatnya tekanan hidrostatik dan menurunnya tekanan koloid dalam pembuluh
darah intestinal menyebabkan terjadinya transudasi cairan dari ruang intravascular
ke ruang interstisial sesuai dengan hokum gaya Starling. Retensi air dan natrium yang
disebabkan oleh penurunan inaktiviasi aldosterone sirkulasi oleh hati yang dapat
disebabkan karena kegagalan hepatoselular.

17
 Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya
pemeriksaan laboratorium meliputi darah lengkap, waktu perdarahan, waktu
pembekuan darah, elektrolit, tes faal hati, gula darah sewaktu. radiologi, endoskopi,
dan USG. Hasil dari pemeriksaan laboraturium yang telah dilakukan pada pasien
ini di IGD RSAL (15/10/18) didapatkan hasil Lekosit 13.200/µL, Eritrosit 2.41
juta/µL, Hemoglobin 5.6 g/dL , Hematokrit 20%, MCV 82.98, MCH 23.23, MCHC
28, Gula darah sewaktu 134 mg/dL, SGOT 32U/I, SGPT 20U/I, Natrium 135
mmol/L, Kalium 4,88 mmol/L, dan Clorida 110mmol/L. Sehingga dari hasil
pemeriksaan laboratorium dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami anemia
normositik hipokrom, dilihat dari penurunan hemoglobin, penurunan MCHC,
dan MCV yang dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang selanjutnya adalah
pemeriksaan radiologi yang dilakukan sedini mungkin bila perdarahan telah berhenti.
Mula-mula dilakukan pemeriksaan esofagus barium, diikuti dengan pemeriksaan
lambung dan doudenum, sebaiknya dengan kontras ganda. Pemeriksaan dilakukan
dalam berbagai posisi dan diteliti ada tidaknya varises di daerah 1/3 distal esofagus,
atau apakah terdapat ulkus, polip atau tumor di esofagus, lambung, doudenum. Pada
pasien ini belum dilakukan pemeriksaan penunjang radiologi, sehingga dapat
dijadikan saran pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah
pemeriksaan endoskopik. Pemeriksaan endoskopik terbukti sangat penting untuk
menentukan dengan tepat sumber perdarahan SCBA. Dari pemeriksaan endoskopik
adalah dapat dilakukan pengambilan foto slide, film atau video untuk dokumentasi,
juga dapat dilakukan aspirasi serta biopsi untuk pemeriksaan sitologi. Pada pasien
ini belum dilakukan pemeriksaan endoskopi sehingga pemeriksaan endoskopi
dapat dijadikan anjuran pemeriksaan selanjutnya untuk mengetahui apakah
kecurigaan terjadinya rupture varises esophagus benar dan untuk menyingkirkan
secara pasti diagnose banding lain seperti ulkus peptikum dan gastritis erosive.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah ultrasonografi dan scanning hati Pemeriksaan
ultrasonografi dapat menunjang diagnosa hematemesis/melena bila diduga
penyebabnya adalah pecahnya varises esofagus, karena secara tidak langsung
memberi informasi tentang ada tidaknya hepatitis kronik, sirosis hati dengan
hipertensi portal, keganasan hati dengan cara yang non invasif dan tak memerlukan
persiapan sesudah perdarahan akut berhenti. Pada pasien ini telah dilakukan USG
Abdomen pada tanggal 16/08/18 dan didapatkan hasil ukuran hepar mengecil, tepi

18
tumpul, permukaan berbenjol-benjol, tekstur parenkim homogen halus, kapsul
tidak menebal, tidak tampak nodul atau massa, vena porta tidak melebar, vena
hepatica tidak melebar, dan tampak koleksi cairan disekitarnya. Hasil dari
pemeriksaan kantung empedu, lien, pancreas, ginjal kanan & kiri, vesika urinaria,
prostat, paraaorta, dan parailiaka dalam batas normal. Sehingga dari hasil USG
Abdomen didapatkan kesan asites dan menyokong Sirosis Hepatis.

3.2 Varises Esofagus

3.2.1 Definisi

Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran abnormal


pembuluh darah vena di esofagus bagian bawah. Varises esofagus terjadi jika aliran darah
menuju hati terhalang sehingga aliran tersebut akan mencari jalan lain, yaitu ke pembuluh
darah di esofagus, lambung, atau rektum yang lebih kecil dan lebih mudah pecah. Tidak
imbangnya antara tekanan aliran darah dengan kemampuan pembuluh darah mengakibatkan
pembesaran pembuluh darah (varises).(8)

Varises esofagus biasanya merupakan komplikasi sirosis. Sirosis adalah penyakit


yang ditandai dengan pembentukan jaringan parut di hati. Penyebabnya antara lain hepatitis
B dan C, atau konsumsi alkohol dalam julah besar.(7)

3.2.2 Epidemiologi

Varises terjadi pada hampir 30% pasien dengan sirosis hati dan mencapai 90% dalam
10 tahun terakhir. Empat puluh persen pasien dengan Child-Pugh A memiliki varises
esophagus, 85% pasien dengan Child -Pugh C memiliki esophagus, dan 16% pasien dengan
hepatitis C memiliki varises esophagus. Empat sampai dengan tiga puluh persen pasien
dengan varises esophagus akan mengalami pembesaran setiap tahunnya dan 1-2% beresiko
terjadi perdarahan. Angka kejadian varises esophagus berhubungan dengan tingkat
keparahan dari penyakit liver yang diderita. Tingkat keparahan dari penyakit sirosis hepatis
dapat dinilai dengan klasifikasi Child Pugh. (9)

3.2.3 Etiologi(4)

Penyakit dan kondisi yang dapat menyebabkan varises esophagus adalah sebagai
berikut:

 Sirosis
19
Sejumlah penyakit hati dapat menyebabkan sirosis, seperti infeksi hepatitis, penyakit
hati alkoholik dan gangguan saluran empedu yang disebut sirosis bilier primer
 Bekuan Darah (Trombosis)
 Infeksi parasit
 Budd-Chiari Syndrome

Pada pasien ini penyebab terjadinya varises esophagus karena penyakit

sirosis hepatis yang disebabkan oleh infeksi hepatitis dd sirosis alkoholik.

3.2.4 Faktor Resiko(9)


Pasien sirosis hepatis dengan : - INR >1.5 ; - Diameter vena portal > 13mm ; -
Trombositopenia

Gambar 1. Faktor Resiko Varises Esofagus

Pada pasien ini telah didapatkan factor resiko berupa sirosis hepatis dengan
trombositopenia dan pasien sirosis dengan riwayat alkoholik.

3.2.5 Patofisiologi (8,10)

Darah vena dari lambung, usus, limpa, pancreas, dan kandung empedu berjalan
melalui vena porta menuju hati. Di dalam sinusoid darah vena tersebut akan bercampur
dengan darah kaya oksigen dari arteri hepatica, untuk selanjutnya berhubungan erat dengan
hepatosit. Sekitar 15% curah jantung akan mengalir ke hati, tetapi resistansi alirannya sangat
rendah sehingga tekanan vena porta normalnya 4-8 mmHg.

20
Varises esofagus merupakan akibat langsung hipertensi porta karena peningkatan
tahanan aliran porta dan peningkatan aliran darah yang masuk ke vena porta. Hal tersebut
sejalan dengan hukum Ohm yang menyebutkan bahwa tekanan vena porta adalah hasil dari
tahanan vaskular (R) dan aliran darah (Q) pada bagian porta (P = Q x R)

Peningkatan tahanan vascular (R) terjadi di daerah pembuluh darah berikut ini :

- Prahepatik : thrombosis vena porta


- Pascahepatik : gagal jantung kanan, pericarditis kontriktif
- Intrahepatik :
-Prasinusoid : Hepatitis kronis, sirosis bilier primer, granuloma, tuberculosis,
leukemia.
-Sinusoid : hepatitis akut, kerusakan akibat alcohol, toksin, amyloidosis
-Pascasinusoid : Penyakit oklusi vena pada vena kecil dan venule, sindrom
budd chiari (obstruksi vena hepatica besar)

Peningkatan aliran darah (Q) adalah peningkatan curah jantung dan penurunan
tahanan vaskuler sistemik. Hal tersebut mengakibatkan sirkulasi meningkat dengan
vasodilatasi arteri sistemik dan splanknik, yang semakin memperburuk hipertensi porta.
Selain itu, sebagai usaha mendekompresi sistem vena porta, faktor-faktor angiogenik akan
membentuk pembuluh darah kolateral sehingga terjadi hubungan antara sirkulasi sistemik
dengan porta. Hal tersebut justru menambah aliran darah yang akan memperburuk hipertensi
porta

Pada pasien ini hipertensi portal yang menyebabkan suspect rupture varises
esophagus terjadi karena peningkatan resistensi di daerah pembuluh daerah sinusoid
yang disebabkan oleh hepatitis c dd alkoholik.

Akibat hipertensi portal, dimana pun tempat obstruksinya, peningkatan tekanan vena
portal akan menyebabkan gangguan di organ sebelumnya (malabsorbsi, splenomegaly,
anemia, trombositopenia) serta aliran darah dari organ abdomen melalui saluran pembuluh
darah yang melewati hati. Sehingga aliran yang melalui portal ini akan menggunakan
pembuluh darah kolateral yang normalnya berdinding tipis, namun kemudian menjadi sangat
membesar (pembentukan varises). Pembesaran pembuluh darah ini dapat terjadi di pleksus
vena rectum sehingga terjadi hemoroid. Terjadi di vena paraumbilikalis sehingga terjadi
caput medusae. Terjadi di vena esophagus sehingga terjadi varises esophagus dan

21
pembesaran pada daerah ini paling rentang terjadi rupture yang disertai dengan
trombositopenia dan defisiensi factor pembekuan akibat penurunan sintesis pada hati yang
rusak.

Pada hipertensi portal, obstruksi dapat menyebabkan kerusakan hati sehingga terjadi
kerusana prasinusoid/sinusoid/pascasinusoid sehingga drainase limfe hepatic yang kaya
protein terganggu dan tekanan portal meningkat dan terkadang bersamaan dengan penurunan
tekanan osmotic plasma karena kerusakan hati (hipoalbumin) sehingga menekan cairan kaya
protein ke dalam rongga abdomen dan terjadi asites.

Sesuai teori diatas pada pasien ini didapatkan trombositopenia, asites, suspect
rupture varises esophagus yang merupakan gejala telah terjadi hipertensi portal.

3.2.5 Klasifikasi(9)

Gambar 2. Klasifikasi Varises Esofagus

3.2.6 Diagnosis(9)

Untuk mendiagnosis varises esophagus gold standartnya adalah dengan pemeriksaan


esophagogastroduodenoscopy. Namun apabila pemeriksaan tersebut tidak tersedia ada
beberapa pilihan pemeriksaan lain seperti doppler ultrasonography of the blood circulation,
radiography/barium swallow of the esophagus and stomach, and portal vein angiography
and manometry.

22
Gambar 3. Guideline Diagnosis Varises
Esofagus

Pada pasien ini belum dapat ditegakan diagnosis pasti dari rupture varises
esophagus sehingga masih disertai keterangan suspected, namun dari etiologi, factor
resiko, dan keadaan penyerta lain seperti trombositopenia, asites dapat diarahkan
working diagnosis sebagai suspected rupture varises esophagus.

3.3 Sirosis Hepatis

3.3.1 Definisi

Sirosis hepatis adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir


fibrosis hepatis yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
hepar dan pembentukan nodulus regenerative.(3)

3.3.2 Epidemiologi

Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita yang
berusia 45 tahun keatas setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. Diseluruh dunia sirosis
hati menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Penderita SH lebih banyak laki-laki jika
dibandingkan perempuan dengan rasio sekitar 1,6:1. Usia penderita terbanyak pada kisaran
usia 30-59 tahun dengan puncak tertingginya 40-49 tahun. Insiden Sirosis hati di Amerika
diperkirakan 360.100.000 penduduk. Penyebab sirosis hati terbanyak adalah penyakit hati
alkoholik dan non alkoholik seperti hepatitis B dan hepatitis C. Di Asia tenggara penyebab
utama sirosis hati adalah hepatitis B dengan presentase 212-46.9% dan hepatitis C dengan
presentase 38.7-73.9%.(3)

23
Teori diatas sesuai dengan pasien pada kasus ini, dimana pasien merupakan
seorang laki-laki yang berusia 48 tahun, seorang alkoholik dan memiliki riwayat hepatitis
C.

3.3.3 Etiologi

Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas penderita
sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang disebabkan oleh virus
hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan dengan kebiasaan minum alkohol
ataupun obesitas. Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan
penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus
hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya
dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai penyebab
sirosis di Indonesia mungkin kecil sekali frekuensinya karena belum ada penelitian yang
mendata kasus sirosis akibat alkohol. Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan di
Amerika, dimana penyebab utama (>50%) terjadinya sirosis hepatis karena riwayat
mengkonsumsi alcohol dalam jangka waktu lama.

Pada pasien ini penyebab terjadinya sirosis dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu
dapat disebabkan oleh mengkonsumsi alcohol selama ± 30 tahun atau dapat juga
disebabkan karena virus hepatitis C,, dimana pada bulan Agustus 2018 didapatkan anti
HCV pasien ini positive.

Gambar 4. Etiologi Sirosis Hepatis

24
3.3.4 Klasifikasi(13)
- Sirosis Kompensata
Biasanya bersifat asimtomatis dan hanya dapat di diagnosis melalui pemeriksaan
fungsi hati. Bila terdapat gejala, biasanya pun yang tidak spesifik seperti
kelelahan, penurunan libido, dan gangguan tidur. Pada kategori ± penderita telah
mengalami varises esophagus namun belum terjadi pendarahan.
- Sirosis Dekompensata
Bila telah ditemukan manifestasi khas dari sirosis baik gejala kegagalan fungsi
hati dan gejala hipertensi porta.
KEGAGALAN FUNGSI HATI HIPERTENSI PORTAL
Ikterus Asites
Spider Navy Varises Esofagus
Atrofi Testis Caput Medusae
Ginekomastia Hemoroid Interna
Alopesia Pectoralis/Axilaris Splenomegali
Eritema Palmaris
Peningkatan Pigmentasi Kulit
Gangguan Hemolitik
Hipersplenisme
Edema Perifer
Fetor Hepatikum
Ensefalopati Hepatikum
Gambar 5. Manifestasi Klinis Sirosis Hati

Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada


jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati
sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil
peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem
porta.

Pada pasien ini dapat dikategorikan pada sirosis hepatis jenis dekompensata
karena telah ditemukan tanda kegagalan fungsi hati seperti ascites dan suspect varises
esophagus.

25
3.3.5 Diagnosis(3,7,8)

Penegakan diagnosis untuk pasien sirosis didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat ditemukan adanya factor penyebab
yang menunjang terjadinya sirosis seperti riwayat mengkonsumsi alcohol dalam waktu lama
yang merupakan penyebab terbanyak sirosis hepatis menurut penelitian di Amerika, disusul
dengan riwayat hepatitis virus tipe B / C, obstruksi saluran empedu, dan hemokromatosis.
Pada anamnesis dapat juga ditemukan gejala tidak spesifik seperti kelelahan, anoreksia,
dyspepsia, perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi / diare), penurunan berat badan, mual,
muntah, dan nyeri tumpul di epigastrium atau kuadran kanan atas.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya tanda kegagalan fungsi hati seperti
ikterus, spider navy pada leher/bahu/dada yang merupakan arteriola sentral tempat
memancarnya banyak pembuluh halus. Gangguan endokrin dimana hormone korteks
adrenal, testis, dan ovarium dimetabolisme dan diinaktifkan oleh hati normal sehingga pada
sirosis sering terjadi atrofi testis, ginekomastia, alopesia pectoralis/axilaris, dan eritema
palmaris yang diduga disebabkan oleh kelebihan hormone estrogen dalam sirkulasi.
Peningkatan pigmentasi kulit juga sering terjadi dan diduga akibat aktivitas melanosyte
stimulating hormone yang bekerja secara berlebihan. Ganggaun hematologic seperti
kecenderungan perdarahan, anemia, leukopenia, dan trombositopenia, sering mengalami
perdarahan gusi/hidung, menstruasi berat, dan mudah memar, dan masa protombin yang
memanjang. Manifestasi ini dapat terjadi karena berkurangnya pembentukan factor
pembekuan oleh hati. Anemia, trombositopenia, dan leukopenia diduga terjadi akibat
hiperspelnisme, dimana limpa tidak hanyak membesar (splenomegaly) namun juga lebih
aktif mengahncurkan sel-sel darah di sirkulasi. Anemia juga dapat terjadi karena defisiensi
folat/vitamin B12, dan besi. Edema perifer timbul karena hypoalbuminemia dan retensi
garam dan air yang disebabkan oleh kegagalan sel hati untuk menginaktifkan aldosterone
dan hormone anti diuretic. Fetor hepaticum adalah bau apek manis yang terdeteksi dari
napas penderitan dan biasanya terjadi saat mengalami koma hepatikum yang disebabkan
akibat ketidakmampuan hati dalam metabolism metionin. Ganggaun neurologis yaitu
ensefalopati hepatikum terjadi akibat kelainan metabolism ammonia dan peningkatan
kepekaan otak terhadap toksin.

Pada pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan manifestasi hipertensi portal yaitu
asites, berupa penimbunan cairan encer intraperitoneal yang disebabkan oleh peningkatan

26
tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan penurunan tekanan osmotic koloid akibat
hipoalbumin. Asites dapat pula terjadi karena retensi natirum dan air. Varises esophagus
yang terjadi karena saluran kolateral yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat
pada esophagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan
dilatasi vena-vena pada esophagus. Sirkulasi kolateral juga terjadi pada vena superficial
dinding abdomen yaitu vena sekitar umbilicus sehingga terjadi caput medusae, dan system
vena rektal dapat membantu dekompansasi tekanan portal sehingga vena-vena berdilatasi
dan menyebabkan hemoroid interna. Splenomegali terjadi karena kongesti pasif kronis
akibat aliran balik dan tekanan darah yang lebih tinggi pada vena lienalis. Pada pemeriksaan
palpasi hati sangat bervariasi mulai dari tidak ditemukan pembesaran hati atau lobus kiri
hati yang dapat terba lunak, atau teraba nodul dengan konsistensi keras.

Pada pemeriksaan penunjang dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan
waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat
transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat
transaminase (SGPT) dapat menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat
dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan
kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3
kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis
sklerosis primer dan sirosis bilier primer. Gamma glutamil transpeptidase (GGT) juga
mengalami peningkatan, dengan konsentrasi yang tinggi ditemukan pada penyakit hati
alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi
bisa meningkat pada sirosis hati yang lanjut. Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi
di jaringan parenkim hati, akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan
sirosis. Sementara itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan
akibat sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid yang
selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin. Pemeriksaan waktu protrombin
akan memanjang karena penurunan produksi faktor pembekuan pada hati yang berkorelasi
dengan derajat kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium serum akan menurun terutama
pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air
bebas.

Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga biasanya
akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran
27
apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer,
maupun hipokrom makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula
trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan
dengan adanya hipertensi porta.

Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada penderita


sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang paling
sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis, dikarenakan pemeriksaannya
yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya
yang kurang dan sangat bergantung pada operator. Melalui pemeriksaan USG abdomen,
dapat dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya
massa. Pada penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan
yang tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui
pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan
pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati.

Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan esophagogastroduodenoscopy (EGD)


untuk menegakkan diagnosa dari varises esophagus dan varises gaster sangat
direkomendasikan ketika diagnosis sirosis hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat
diketahui tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta ada tidaknya red sign
dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada saluran cerna
bagian atas. Di samping untuk menegakkan diagnosis, EGD juga dapat digunakan sebagai
manajemen perdarahan varises akut yaitu dengan skleroterapi atau endoscopic variceal
ligation (EVL).

Dari hasil anamnesis yang telah dilakukan pada pasien ini didapatkan beberapa
factor penyebab yang dapat menjadi etiologi sirosis hepatis yaitu riwayat konsumsi
alcohol selama 30 tahun disertai riwayat infeksi hepatitis C. Dari hasil anamnesis
didapatkan terjadi muntah darah dan BAB hitam yang merupakan manifestasi
perdarahan saluran cerna bagian atas yang salah satu penyebabnya dapat terjadi karena
pecahnya varises esophagus yang dapat terjadi pada pasien sirosis hepatis. Dari hasil
pemeriksaan fisik pada pasien ini didaptkan asites minimal yang ditandai dengan
pemeriksaan shifting dullness positive, ditemukan hepar tidak teraba pada palpasi hepar,
dan terdapat peningkatan pigmentasi kulit pada kedua tungkai bawah pasien. Dari hasil
pemeriksaan penunjang didapatkan nilai SGOT dan SGPT yang normal dan sesuai teori

28
ini tidak dapat menyingkirkan tidak adanya sirosis hepatis. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan anemia , trombositopenia, dan hyperkalemi. Dari hasil USG abdomen yang
dilakukan pada bulan Agustus 2018 didapatkan gambaran hepar dengan ukuran yang
menegcil tepi tumpul, permukaan berbenjol-benjol, tekstur parenkim homogen halu, dan
kapsul tidak menebal. Tidak ditemukan massa atau nodul dan tampak koleksi cairan
disekitarnya , sehingga dapat disimpulkan kesan USG abdomen ini menyokong sirosis
hepatis dan disertai gambaran asites. Pada pasien ini belum dilakukan
esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk menegakkan diagnose pasti dari varises
esophagus, sehingga dapat direncanakan EGD sebagai pemeriksaan anjuran. Namun,
dengan belum dilakukannya EGD kecurigaan pasien ini telah mengalami varises
esophagus dapat ditegakan berdasarkan factor resiko yang terdapat pada pasien ini yaitu
berupa telah terjadi hematemesis dan melena, trombositopenia, sirosis dekompensata, dan
sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alcohol jangka panjang.

Sehingga pada pasien ini dapat ditegakan working diagnosis sebagai hematemesis
melena e.c suspect rupture varises esophagus e.c Sirosis hepatis dengan anjuran
pemeriksaan lanjutan berupa esophagogastroduodenoscopy

3.3.6 Penatalaksanaan(3,9)

Gambar 6. Alur Tatalaksan Perdarahan SCBA 29


Gambar 7. Tatalaksana Perdarahan SCBA

Sesuai dengan bagan tatalaksana awal dengan pasien perdarahan saluran cerna atas,
pada pasien ini dilakukan pemeriksaan tanda vital, pemasangan selang nasogastric,
pemeriksaan laboraturioum, pemeriksaan hemostasis, dan pemberian segera cairan kristaloid
serta transfuse darah bila diperlukan dan pemberian terapi empiris. Pada pasien ini diberikan
cairan NaCl 0.9% 28 tpm, disertai acid suppressing drugs berupa omeprazole bolus 80mg
dilanjutkan dengan omeprazole drip 80mg untuk 8-10 jam sampai dengan 72 jam berikutnya,
diserati sukralfat berupa episan syrup 3 x 2 sendok teh, dan disertai pemberian transfusi
darah atas indikasi nilai hemoglobin pasien 5.6 g/dL. Sebagai profilaksis untuk spontaneous
bacterial peritonitis pada pasien ini diberikan antibiotic yaitu Cefotaxime IV dengan dosis 3
x 1 gram. Dikarenakan pada pasien ini perdarahan masih berlangsung yang ditandai dengan
masih terdapatnya muntah darah maka dapat diberikan obat vasoaktif yaitu somatostatin
dengan dosis bolus 250 mcg/IV dilanjutkan dengan drip per infus 2750 mcg dalam 500 cc
D5% selama 12 jam dilanjutkan dengan drip 1 ampul dalam 500 cc D5% dalam 12 jam
sampai dengan perdarahan berhenti atau dapat diberikan obat vasoaktif lain yaitu octreotide
bolus 100 mcg dilanjutkan dengan drip 25 mcg/jam selama 8-24 jam sampai dengan
perdarahan berhenti. Untuk menurunkan tekanan vena porta dapat diberikan golongan beta
blocker seperti propanolol 1x 10mg dan untuk keadaan hiperkalemi dengan nilai kalium 4.88
dapat diberikan kalitake dengan dosis 15 mg/ hari yang dibagi menjadi 3 x 1 sachet/hari.
Pada pasien ini juga akan dilakukan endoscopic terapi yaitu endoscopic variseral ligation
atas indikasi dicurigai telah terjadi rupture varises esophagus.

30
Gambar 8. Bagan pemilihan Terapi yang sesuai

Gambar 9. Kategori Tatalaksana dengan Endoscoy

3.3.7 Prognosis
Untuk prognosis pada pasien sirosis dapat ditentukan dengan menggunakan Child
Pugh. Kriteria ini digunakan untuk mengukur derajat kerusakan hati dalam
menegakkan prognosis kasus-kasus kegagalan hati kronik.

Gambar 10. Child Pugh Score

Pada pasien ini nilai Child Pugh belum dapat ditentukan karena membutuhkan
pemeriksaan anjuran lanjutan yaitu pemeriksaan protein total, bilirubin, PT, dan INR.
31
DAFTAR PUSTAKA

1. Wenas NT. Pathophysiology and Prevention of NSAID Gastropathy. The 4th


international endoscopy workshop & international symposium on digestive disease.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI; 2009. p. 83-4.
2. Fandy Gosal, Bram Paringkoan, Nelly Tendean Wenas. Pathophysiology and
Treatment of Nonsteroidal Anti-inflammatory Drug Gastropathy. 2009. Available at
Pendahuluan.pdf. FK Universitas Indonesia. Access on 20th October 2018.
3. Siti Setiati et al.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.4th ED.Jilid II. Jakarta:Interna
Publishing;2014.p.1874-83
4. Noer Syaifoellah M.2008. Sirosis Hati Dalam: Gastroenterologi Hepatologi.
Ed:Sulaiman A.CV Infomedika, Jakarta ;314-327.
5. Gralnek. IM, Barkun. A.N, Bardou ,M. The new england journal of medicine :
Management of Acute Bleeding from a Peptic Ulcer. England : N Engl J Med 2008
;359: p.928-37
6. Atiek s, et al. Kapita Selekta Kedokteran.4th Ed.Vol II.Jakarat:Media
Aesculapius;2014
7. Price S, Wilson L.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.6th Ed.Vol
I.Jakarta:EGC;2013
8. Silbernagl S, Lang F. Teks Atlas Berwarna Patofisiologi.Jakarta:EGC;2007
9. LaBrecque et al.Esophageal Varices. World Gastroenterology Organisation Global
Guidelines;2014.
10. Dib, N., Oberti, F., & Cales, P. (2006). Current Management of The Complications
of Portal Hypeertension: Variceal Bleeding and Ascites.CMAJ , 1433-1443.
11. Center for Intagrated Healthcare.Cirrhosis of the liver.Vol.3.0.Department of
Veteran USA.2013. Accessed: 20th October 2018.

32

Anda mungkin juga menyukai