Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

“SEORANG PEREMPUAN DENGAN HIDRONEFROSIS e.c Multipel


Nefrolitiasis”

Disusun Oleh :
Karin Ananditya Fazri
30101407217

Pembimbing :
dr. Luh Putu Endyah Santi Maryani, Sp.Rad

KEPANITERAAN BAGIAN RADIOLOGI


RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
PERIODE 17 Desember 2018 – 12 Januari 2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Karin Ananditya Fazri


NIM : 30101407217
Fakultas : Kedokteran Umum
Universitas : Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Bagian : Ilmu Radiologi
Judul laporan kasus : Seorang Perempuan dengan Hidronefrosis e.c
Multipel Nefrolitiasis
Diajukan : 2 Januari 2019
Pembimbing : dr.Luh Putu Endyah Santi Maryani, Sp.Rad

Telah diperiksa dan disahkan tanggal : ........................................

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Luh Putu Endyah Santi Maryani,, Sp.Rad

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas anugerah, hidayah dan rahmatNYA
sehingga penulis dapat mennyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Seorang
Laki-laki dengan Hidronefrosis dan Hidroureter e.c Vesicolitiasis” guna memenuhi
salah satu persyaratan dalam menempuh kepaniteraann klinik bagian ilmu
radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang di RSUD
K.R.M.T Wonngsonegoro Kota Semarang periode 14 Agustus – 8 September 2018.
Penulis dangat bersyukur atas keberhasilan penyusunan laporan kasus ini.
Hal ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak . oleh
karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Luh Putu Endyah Santi Maryani, Sp.Rad
2. dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp.Rad
3. dr. Oktina Rachmi Dachliana, Sp.Rad
4. seluruh staff instalasi radiologi RSUD K.R.M.T Wonngsonegoro Kota
Semarang
5. Rekan – rekan anggota kepaniteraan klinik ilmu radiologi
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran sangat bersifat membangun dari berbagai pihak penulis.
Akhir kata, semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis
sendiri maupun pembaca.

Semarang, Januari 2019

Penulis

3
Daftar Isi

Lembar pengesahan....................................................................................2

Kata pengantar............................................................................................3

Daftar isi.....................................................................................................4

BAB I Pendahuluan....................................................................................6

BAB II Tinjauan Pustaka............................................................................7

2.1 Ginjal...................................................................................... 8

2.1.1 Anatomi .....................................................................8

2.1.2 Fisiologi ...................................................................10

2.2 Ureter......................................................................................12

2.3 Vesica Urinaria.......................................................................14

2.4 Uretra......................................................................................14

2.5 Prostat.....................................................................................17

2.6 Hidronefrosis dan Hidroureter................................................18

2.6.1 Definisi.......................................................................18

2.6.2 Epidemiologi..............................................................19

2.6.3 Patofisiologi................................................................20

2.6.4 Etiologi .......................................................................20

2.6.5 Manifestasi Klinis.......................................................22

2.6.6 Pemeriksaan Diagnosa................................................23

2.6.7 Penatalaksanaan…………..........................................24

2.7 Vesikolitiasis.……...................................................................25

2.7.1 Batu Saluran Kemih.....................................................25

2.7.1.1 Batu Kalsium ...............................................25

2.7.1.2 Batu Struite………………………………....26

4
2.7.1.3 Batu Asam Urat……………………….…….27

BAB III Laporan Kasus.................................................................................28

3.1 Identitas…..................................................................................28

3.2 Anamnesis……………………………………………….…....28

3.2.1 Keluhan Utama..............................................................28

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang..........................................28

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu.............................................29

3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga..........................................29

3.1.6 Riwayat Sosial Ekonomi..............................................29

3.3 pemeriksaan Fisik.....................................................................29

3.4 Pemeriksaan Penunjang.............................................................32

3.5 Diagnosis...................................................................................35

3.6 Diagnosis Banding.....................................................................35

3.7 Tatalaksana................................................................................35

3.8 Prognosis...................................................................................35

BAB IV Pembahasan ...................................................................................36

Daftar Pustaka...............................................................................................37

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kolik renal adalah nyeri yang disebabkan oleh obstruksi akut di ginjal,

pelvis renal atau ureter oleh batu. Nyeri ini timbul akibat peregangan,

hiperperitalsis, dan spasme otot polos pada sistem pelviokalises ginjal dan ureter

sebagai usaha untuk mengatasi obstruksi. Hidronefrosis merupakan keadaan

dimana kaliks dan pelvis renalis mengalami dilatasi sebagai akibat adanya

penumpukan urine didalam kaliks atau pelvis renalis yang diakibatkan oleh adanya

obstruksi aliran urine dibagian distalnya1

Obstruksi dapat menyebabkan dilatasi pelvis renalis maupun kaliks yang

dikenal sebagai hidronefrosis. Batu dapat menyebabkan kerusakan atau gangguan

fungsi ginjal karena menyumbat aliran urine. Jika penyumbatan ini berlangsung

lama, urin akan mengalir balik kesaluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan

yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi

kerusakan ginjal1.Pada umumnya obstruksi saluran kemih sebelah bawah yang

berkepanjangan akan menyebabkan obstruksi sebelah atas. Jika tidak diterapi

dengan tepat, obstruksi ini dapat menyebabkan kegagalan fungsi dan kerusakan

struktur ginjal yang permanen, seperti nefropati obstruktif, dan jika mengalami

infeksi saluran kemih dapat menimbulkan urosepsis.1

Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan

di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju

lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter),

perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka

6
prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu

saluran kemih. Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan

dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,

dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Batu

ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih

(batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat

terbentuk pada ginjal (nefrolithiasis), ureter (ureterolithiasis), vesica urinaria

(vesicolithiasis), dan uretra (urethrolithiasis). 3

Pemeriksaan ultrasonografi merupakan instrumen diagnostik radiologi yang

utama pada pasien. Berbagai kelainan baik kongential maupun didapat dalam

sistem ini dapat diperiksa dengan bantuan radiologi melalui beberapa macam

pemeriksaan yaitu, Foto Polos Abdomen (FPA), Ultrasonografi (USG),

IntraVenous Pyelography/Urografi IntraVena (IVP/UIV), Retrograde Pyelography

(RPG), Antegrade Pyelography (APG), urografi retrograde, CT Scan, sampai

Nuclear Magnetic Resonance. Dengan macam–macam pemeriksaan ini dapat

diketahui adanya anomali ginjal, massa pada traktus urinarius, peradangan, dilatasi

traktus urinarius, sampai pada penilaian fungsi ekskresi dan kerusakan struktur

ginjal. 3

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ginjal

2.1.1 Anatomi

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga

retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya

menghadap ke medial. Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis, yang di dalamnya

terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang merawat ginjal, seperti

pembuluh darah, sistem limfatik, dan sistem saraf. 5

Besar dan berat ginjal sangat bervariasi, hal ini tergantung pada jenis

kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Dalam hal ini, ginjal

lelaki relatif lebih besar ukurannya daripada perempuan. Pada orang yang

mempunyai ginjal tunggal yang didapat sejak usia anak, ukurannya lebih besar

daripada ginjal normal. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran rerata ginjal

orang dewasa adalah 11,5cm (panjang) x 6cm (lebar) x 3.5cm (tebal). Beratnya

bervariasi antara 120 – 170 gram, atau kurang lebih 0.4 % dari berat bedan

(Purnomo, 2011). Ginjal memiliki tiga bagian penting yaitu korteks, medulla dan

pelvis renal. Bagian paling superfisial adalah korteks renal, yang tampak

bergranula. Di sebelah dalamnya terdapat bagian lebih gelap, yaitu medulla renal,

yang berbentuk seperti kerucut disebut piramid renal, dengan dasarnya menghadap

korteks dan puncaknya disebut apeks atau papilla renal. Di antara piramid terdapat

jaringan korteks, disebut kolum renal. 5

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan mengkilat yang disebut

kapsula fibrosa (true capsule) ginjal, yang melekat pada parenkim ginjal. Di luar

8
kapsul fibrosa terdapat jaringan lemak yang di sebelah luarnya dibatasi oleh fasia

Gerota. Diantara kapsula fibrosa ginjal dengan kapsul Gerota terdapat rongga

perirenal. 1

Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal

atau disebut juga kelenjar suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal

bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia Gerota.

Fasia ini berfungsi sebagai barrier yang menghambat meluasnya perdarahan dari

parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal.

Selain itu, fasia Gerota dapat pula berfungsi sebagai barrier dalam menghambat

penyebaran infeksi atau menghambat metastasis tumor ginjal ke organ di

sekitarnya. Di luar fasia Gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal yang

terbungkus oleh peritoneum posterior. Rongga di antara kapsula Gerota dan

peritoneum ini disebut rongga pararenal, Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh

berbagai otot punggung yang tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII, sedangkan di

sebelah anterior dilindungi oleh organ intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh

Gambar : Ginjal potong belah oblik dan vertikal

9
hepar, kolon, dan duodenum; sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung,

pancreas, jejenum, dan kolon. 1

Secara anatomis ginjal terbagi kepada 2 bagian, yaitu korteks dan medula

ginjal. Korteks ginjal terletak lebih superfisial dan di dalamnya terdapat berjuta –

juta nefron. Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal. Medulla ginjal yang

terletak lebih profundus banyak terdapat duktuli atau saluran kecil yang

mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urin. 6

Nefron terdiri dari glomerulus, tubulus kontortus (TC) proksimalis, Loop of

Henle, tubulus kontortus (TC) distalis, dan duktus kolegentes. Sistem pelvikalises

ginjal terdiri dari kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan pielum/pelvis

renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan dindingnya

terdiri dari otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urin sampai ke

ureter. 7

2.1.2 Fisiologi

Ginjal berfungsi sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah, dan

lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat terlarut dan air secara selektif

melalui filtrasi plasma darah lewat glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat

terlarut dan air di tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan keluar

tubuh dalam urin. 2

Ginjal memiliki fungsi yaitu:

1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.

2. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam

pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.

3. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.

10
4. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.

5. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.

6. Menyintesis dan mengaktifkan hormon;

a. Renin: penting dalam pengaturan tekanan darah

b. Eritropoiesis: merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum

tulang,

c. 1,25-dihidroksivitamin D3 sebagai hidroksilasi akhir vitamin D3

menjadi bentuk yang paling kuat,

d. Prostaglandin: sebagian besar adalah vasodilator bekerja secara

lokal dan melindungi dari kerusakan iskemik ginjal.

e. Degradasi hormon polipeptida, insulin, glukagon, parathormon,

prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH, dan hormon gastrointestinal.

Gambar : Fisiologi Ginjal

Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal kemudian

akan mengambil zat yang berbahaya dari darah, zat tersebut diubah menjadi urin.

11
Kemudian urin dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Setelah ureter, urin ditampung

di kandung kemih, yang nantinya akan di keluarkan melalui uretra. 1

Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu

filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi cairan

yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Zat dalam

plasma, kecuali protein, di filtrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat

glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan plasma. Awalnya zat akan

difiltrasi secara bebas oleh kapiler glomerulus tetapi tidak difiltrasi, kemudian di

reabsorpsi parsial, reabsorpsi lengkap dan kemudian akan dieksresi. 1

2.2 Ureter

Ureter adalah Organ berbentuk tabung kecil untuk mengalirkan urine dari

ginjal ke dalam vesika urinaria merupakan organ retroperitoneal primer.

Perpanjangan tubular berpasangan dan berotot dari pelvis renalis yang merentang

sampai vesika urinaria. Tiap ureter panjangnya ± 25-30 cm, diameter 4-6 mm.

Dinding ureter Terdiri atas 3 lapisan jaringan. Lapisan fibrosa (luar), muskularis

longitudinal dan otot polos sirkuler (bagian tengah), epitelium mukosa (bag dalam).

Lapisan otot memiliki aktivitas peristatik. Gelombang peristaltik mengalirkan urine

dari kandung kemih keluar tubuh. 3

12
Ureter memiliki beberapa tempat penyempitan yang merupkan predileksi

tersangkutnya batu yang berasal dari ginjal/ureter yaitu, peralihan pelvis renalis

menjadi ureter, Menyilang di depan arteri iliaca communis, dan didalam otot vesical

urinaria. 3

Gambar : Ureter dan Vaskularisasi

Pembagian ureter Untuk kepentingan pembedahan dibagi menjadi 2 bagian

yaitu, Ureter pars abdominalis yang berada dari pelvis renalis sampai menyilang

vasailiaka dan ureter pars pelvika, mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai

masuk kekandung kemih. Pembagian ureter untuk kepentingan Radiologi dibagi 3

bagian yaitu, 1/3 proksimal dimulai dari pelvis renalis sampai batas atas sacrum,

1/3 medial yang dimulai dari batas atas sacrum sampai batas bawah sacrum, dan

1/3 distal yang dimulai dar batas bawah sacrum sampai masuk ke kandung kemih.
3

2.3 Vesica Urinaria

13
Vesica urinaria merupakan kantong musculomembranosa yang terbentuk

dari otot tempat urin mengalir dari ureter. Bentuk, ukuran, besar dan hubungan

dengan sekitarnya sangat tergantung kepada derajat pengisisan. Ketika VU kosong

atau terisi setengahnya VU tersebut terletak di dalam pelvis, ketika VU terisi lebih

dari setengahnya maka VU tersebut menekan dan timbul ke atas dalam abdomen di

atas pubis. Dinding VU terdiri dari lapisan sebelah peritonium, Tunika muskularis

,Tunika sabmukosa, dan lapisan mukosa. Vesica Urinaria laki-laki dan wanita

berbeda dalam hal hubungan dengan bangunan sekitar, letak vesica urinaria laki-

laki berada pada dorsal symphysis pubis dan di sebelah ventral rectum, letak vesica

urinaria wanita berada di sebelah dorsal symphysis pubis dan di ventrocaudal uterus

di sebelah ventral vagina. 8

Gambar : Lapisan Vesica Urinaria

2.4 Uretra

Uretra merupakan saluran keluar yang menghubungkan kandung kemih

dengan luar tubuh. Uretra laki-laki berbeda dari uretra wanita, Uretra Laki-laki

membawa cairan semen dan urin, tetapi tidak pada waktu yang bersamaan, uretra

14
laki-laki panjangnya mencapai 20-25 cm dan melalui kelenjar prostat dan penis.

Uretra laki-laki mempunyai tiga baian yaitu :

1. Uretra pars Prostatika

Uretra pars Prostatika dikelilingi oleh kelenjar prostat. Panjang

bagian ini kurang lebih 3 cm. Terdapat sejumlah ductus dari kelenjar prostat

yag bermuara langsung pada uretra pars prostatica. Selain itu uretra pars

prostatica menerima dua ductus ejaculatoorius yang masing-masing

terbentuk dari penyatuan ductus deferen dan ductus vesica seminalis. Pada

dinding posteriror terdapat lipatan longitudinalis mucosa yang terletak di

garis tengah yang disebut crista uretralis. Di tengah crista uretralis terdapat

utriculus prostaticus. Ductus ejaculatorius bermuara pada sisi dindng

utriculus. Ductus prostaticus bermuara pada daerah depresi di sisi crista

uretralis yang disebut sinus prostaticus

2. Uretra pars membranacea

Uretra pars membranansea sempit dan berjalan melewati spatium

perinei profundum. Selama perjalananya melewati spatium perinei

profndum uretra dikelilingi oleh musculus sphincter uretra externum

3. Uretra pars spongiosa

Uretra pars spongiosa memiliki panjang sekitar 15 cm yang di dalam

bulbus penis, corpus spongiosum dan glans penis. Saluran ini merupakan

tempat bermuara ductus gladula bulborethralis. Glandula urethralis akan

bermuara pada lacuna urethralis. Pars spongiosa membesar untuk

membetuk suatu bulbus /gelembung di pangkal penis dan menggelembung

lagi di ujung penis membentuk fossa naviculare

15
Uretra wanita jauh lebih pendek daripada pria, karena hanya 4 cm

panjangnya dan memanjang dari kandung kemih ke arah ostium diantara

labia minora kira-kira 2,5 cm di sebelah belakang klitoris. Uretra ini

menjalar tepat di sebelah depan vagina. Lapisan uretra wanita terdiri dari

Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongiosa dan lapisan mukosa

(lapisan sebelah dalam). 10

Gambar : (a) Uretra laki-laki dan (b) wanita

16
2.5 Prostat

Gambar : Prostat dilihat dari ventral

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di bawah dari buli-buli, di

depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri

dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Prostat memiliki

kapsula fibrosa yang padat dan dilapisi oleh jaringan ikat prostat sebagai bagian

fascia pelvis visceralis. Pada bagian superior dari prostat berhubungan dengan

vesika urinaria, sedangkan bagian inferior bersandar pada diafragma urogenital.

Permukaan ventral prostat terpisah dari simpisis pubis oleh lemak retroperitoneal

dalam spatium retropubicum dan permukaan dorsal berbatas pada ampulla recti. 11

Kelenjar prostat terdiri atas jaringan kelenjar dinding uretra yang mulai

menonjol pada masa pubertas. Biasanya kelenjar prostat dapat tumbuh seumur

hidup. Secara anatomi, prostat berhubungan erat dengan kandung kemih, uretra, vas

deferens, dan vesikula seminalis. Prostat terletak di atas diafragma panggul

sehingga uretra terfiksasi pada diafragma tersebut, dapat terobek bersama

diafragma bila terjadi cedera. Prostat dapat diraba pada pemeriksaan colok dubur.
12

17
Selain mengandung jaringan kelenjar, kelenjar prostat mengandung cukup

banyak jaringan fibrosa dan jaringan otot polos. Kelenjar ini ditembus oleh uretra

dan kedua duktus ejakulatorius, dan dikelilingi oleh suatu pleksus vena. Kelenjar

limfe regionalnya ialah kelenjar limfe Anatomi Kelenjar Prostat. hipogastrik,

sacral, obturator, dan iliaka eksterna. 13

Arteri-arteri untuk prostat terutama berasal dari arteria vesicalis inferior dan

arteria rectalis media, cabang arteria iliaca interna. Vena-vena bergabung

membentuk plexus venosus prostaticus sekeliling sisi-sisi dan alas prostat. Plexus

venosus prostaticus yang terletak antara kapsula fibrosa dan sarung prostat,

ditampung oleh vena iliaka interna. Plexus venosus prostaticus juga berhubungan

dengan plexus venosus vesicalis dan plexus venosi vertebrales. Pembuluh limfe

terutama berakhir pada nodi lymphoidei iliaci interni dan nodi lymphoidei externi.
13

2.6 Hidronefrosis dan Hidroureter

2.6.1 Definisi

Hidronefrosis merupakan suatu keadaan pelebaran dari pelvis ginjal dan

kalises, sedangkan hidroureter dianalogikan sebagai pelebaran ureter. Adanya

hidronefrosis atau hidroureter harus dianggap sebagai respon fisiologis terhadap

gangguan aliran urine. Meskipun hal ini sering disebabkan oleh proses obstruktif,

tetapi dalam beberapa kasus seperti megaureter sekunder untuk refluks pralahir,

sistem pengumpulan mungkin membesar karena tidak adanya obstruksi. 15

Obstruksi dapat menyebabkan dilatasi pelvis renalis maupun kaliks, yang

dikenal sebagai hidronefrosis. Pada umumnya obstruksi saluran kemih sebelah

bawah yang berkepanjangan akan obstruksi sebelah atas. Jika tidak diterapi dengan

18
tepat, obstruksi ini dapat menyebabkan kegagalan fungsi dan kerusakan struktur

ginjal yang permanen, yang dikenal dengan nefropati obstruktif, dan jika

mengalami infeksi saluran kemih dapat menimbulkan urosepsis. 1

2.6.2 Epidemiologi

negara maju seperti di Amerika Serikat, Eropa, Australia, batu saluran

kemih banyak dijumpai disaluran kemih bagian atas, sedang di negara berkembang

seperti India, Thailand, dan Indonesia lebih banyak dijumpai batu kandung kemih.

Di daerah Semarang sejak tahun 1979 proporsi batu saluran kemih dijumpai relatif

meningkat dibanding proporsi batu kandung kemih. Peningkatan kejadian batu

pada saluran kemih bagian atas terjadi di abad-20, khususnya di daerah bersuhu

tinggi dan dari negara yang sudah berkembang. Epidemiologi batu saluran kemih

bagian atas di negara berkembang dijumpai ada hubungan yang erat dengan

perkembangan ekonomi serta dengan peningkatan pengeluaran biaya untuk

kebutuhan makan perkapita 15

Di rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang tahun 1979 telah dirawat 166 pasien

batu saluran kemih atau 5/10.000 pasien rawat inap. Hampir keseluruhan pasien

(99%) datang dengan problem medis batu ginjal yang dilaporkan sebesar 35%. Pada

tahun 1981 – 1983 dilaporkan dari 634 pasien batu saluran kemih didapatkan 337

pasien batu ginjal (53%). Prevalensi penyakit batu saluran kemih berdasarkan

wawancara meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada

kelompok umur 55-64 tahun (1,3%) menurun sedikit pada kelompok umur 65-74

tahun (1,2%) dan umur di atas 75 tahun (1,1%). Prevalensi lebih tinggi pada lakilaki

(0,8%) dibanding perempuan (0,4%). Prevalensi tertinggi pada masyarakat tidak

bersekolah dan tidak tamat SD (0,8%) dan status ekonomi hampir sama kuintil

19
indeks kepemilikian menengah bawah sampai menengah atas (0,6%). Prevalensi di

perdesaan sama tinggi di perkotaan (0,6%).16

2.6.3 Patofisiologi

hidronefrosis dan hiroureter diawali dengan adanya hambatan aliran urin

secara anatomik ataupun fisiologik. Hambatan ini dapat terjadi dimana saja

sepanjang ginjal sampai meatus uretra. Peningkatan tekanan ureter menyebabkan

perubahan dalam filtrasi glomerulus (GFR), fungsi tubulus, dan aliran darah ginjal.

GFR menurun dalam beberapa jam setelah terjadinya hambatan. Kondisi ini dapat

bertahan selama beberpa minggu. Fungsi tubulus juga terganggu. Berat dan durasi

kelainan ini tergantung pada berat dan durasi hambatan aliran. Hambatan aliran

yang singkat menyebabkan kelainan yang reversibel sedangkan sumbatan kronis

menyebabkan atrofi tubulus dan hilangnya nefron secara permanen. Peningkatan

tekanan ureter juga aliran balik pielovena dan pielolimfatik. Dalam duktus

kolektivus, dilatasi dibatasi oleh parenkim ginjal. Namun komponen diluar ginjal

dapat berdilatasi maksimal. 17

2.6.4 Etiologi

Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada sambungan

ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis):

a. Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis renalis

terlalu tinggi.

b. Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah

c. Batu di dalam pelvis renalis

d. Penekanan pada ureter oleh:

 jaringan fibrosa

20
 arteri atau vena yang letaknya abnormal

 tumor.

Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan dibawah sambungan

ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari kandung kemih:

a. Batu di dalam ureter

b. Tumor di dalam atau di dekat ureter

c. Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi penyinaran

atau pembedahan

d. Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter

e. Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat pem

bedahan,rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid)

f. Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih

g. Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ panggul lai

nnya

h. Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih ke uretra

akibat pembesaran prostat, peradangan atau kanker

i. Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau cedera

j. Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu

menghalangi kontraksiureter.

Hidronefrosis terjadi selama kehamilan karena pembesaran rahim menekan ureter.

Perubahan hormonal akan memperburuk keadaan ini karena mengurangi kontraksi

ureter yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung kemih.Hidronefrosis

akan berakhir bila kehamilan berakhir, meskipun sesudahnya pelvis renalis

danureter mungkin tetap agak melebar.Pelebaran pelvis renalis yang berlangsung

21
lama dapat menghalangi kontraksi otot ritmis yangsecara normal mengalirkan air

kemih ke kandung kemih. Jaringan fibrosa lalu akanmenggantikan kedudukan

jaringan otot yang normal di dinding ureter sehingga terjadikerusakan yang

menetap.

2.6.5 Manifestasi Klinis

Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksi

akut dapat menimbulkan rasa nyeri hebat di daerah bawah costae dan tulang

panggul, nyeri tumpul (hidronefrosis kronik), rasa tidak nyaman pada perut atau

pinggang. Jika terjadi infeksi maja disuria,menggigil,demam dan nyeri tekan serta

piuria akan terjadi. Hematuri dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal kena

maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti:

a. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium).

b. Gagal jantung kongestif.

c. Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi).

d. Pruritis (gatal kulit).

e. Butiran uremik (kristal urea pada kulit), Anoreksia, mual, muntah, cegukan.

f. Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.

g. Amenore, atrofi testikuler

2.6.6. Pemeriksaan Diagnosa

Dokter bisa merasakan adanya massa di daerah antara tulang rusuk dan

tulang pinggul,terutama jika ginjal sangat membesar. Pemeriksaan darah bisa

menunjukkan adanya kadar urea yang tinggi karena ginjal tidakmampu membuang

limbah metabolik ini. Beberapa prosedur digunakan utnuk mendiagnosis

hidronefrosi seperti USG, memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih,

22
Urografi intravena, bisa menunjukkan aliran air kemih melalui ginjal, Sistoskopi,

bisa melihat kandung kemih secara langsung.Gambaran radiologis dari

hidronefrosia terbagi berdasarkan gradenya. Ada 4 gradehidronefrosis, antara lain :

I. Grade O : tidak ada dilatasi

II. Grade 1 (mild): dilatasi pelvik renal tanpa dilatasi kaliks, tanpa atrofi

parenkim renal (blunting / tumpul)

III. Grade 2 (mild): dilatasi dari pelvik renal dan kaliks, tapa atrofi parenkim

renal (flattening / mendatar)

IV. Grade 3 (moderate): dilatasi sedang pelvik dan kaliks renal, penumpulan

forniks dan pendataran papil (clubbing / menonjol)

V. Grade 4 (severe): dilatasi berat dari pelvik dan kaliks renal (tampak

menggelembung / ballooning), kehilangan batas antara pelvik dan kaliks

renal, atrofi renal dengan penipisan korteks.

(a) (b) (c) (d)

Gambar : Hdronefrosis (a) grade 1, (b) grade 2, (c) grade3, (d) grade 4

23
2.6.7. Penatalaksanaan

Pada hidronefrosis akut jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi

menetap atau nyeri yang hebat, maka air kemih yang terkumpul diatas

penyumbatan segera dikeluarkan (biasanya melalui sebuah jarum yang

dimasukkan melalui kulit). Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang

serius atau terdapat batu, maka bisa dipasang kateter pada pelvis renalis

untuk sementara waktu. Sedangkan pada hidronefrosis kronis diatasi

dengan mengobati penyebab dan mengurangi penyumbatan air kemih.

Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui pembedahan

dan ujung-ujungnya disambungkan kembali. Kadang perlu dilakukan

pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan fibrosa. Jika

sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan

pembedahan untuk melepaskan ureter dan menyambungkannya kembali di

sisi kandung kemih yang berbeda. Jika uretra tersumbat, maka

pengobatannya meliputi terapi hormonal untuk kanker prostat,

pembedahan ataupun melebarkan uretra dengan dilator.

Gambar : hidronefrosis dan hidroureter pada pemeriksaan IVP

24
Gambar : hidronefrosis pada pemeriksaan CT-Scan

2.7 Vesikolitiasis

Batu perkemihan dapat timbul pada berbagai tingkat dari system perkemihan

(ginjal, ureter, kandung kemih), tetapi yang paling sering ditemukan ada di dalam ginjal.

Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher

kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancer secara tiba-tba akan berhenti dan

menetes disertai dengan rasa nyeri. Batu yang ada di Vesika urinaria ketika terdapat

defisiensi substansi tertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat

meningkat atau ketika terdapat defisiensi tertentu, seperti sitrat yang secara normal

mencegah terjadinya kristalisasi dalam urin.

2.7.1 Jenis Batu Saluran Kemih

2.7.1.1 Batu Kalsium

Kalsium yang didapat dari makanan diserap sebanyak 30-40% di usus

halus dan 10% diserap di usus besar. Absorpsi kalsium bervariasi bergantung pada

konsumsi kalsium tersebut. Kalsium diserap pada fase ionik, dan penyerapan

kalsium tidak sempurna karena pembentukan kompleks kalsium pada lumen usus.

25
Substansi yang dapat menghasilkan kompleks kalsium adalah fosfat, sitrat, oksalat,

sulfat dan asam lemak. 17

Kalsifikasi dapat berlangsung dan berakumulasi pada duktus

pengumpul, menghasilkan batu saluran kemih. Kira-kira 80-85% dari

seluruh kejadian batu adalah batu kalsium. Batu kalsium sangat sering

terjadi akibat kenaikan kadar kalsium dalam urin, kenaikan kadar asam urat

dalam urin, naiknya kadar oksalat dan menurunnya sitrat dalam urin. 17

2.7.1.2 Batu Struvite

Menurut Griffith (1978) dalam Sellaturay (2011), batu struvite

dibentuk dari magnesium, ammonium dan fosfat. Pertama kali ditemukan

oleh Ulex, seorang geologis asal Swedia pada abad ke-18. Nama ‘struvite’

berasal dari diplomat dan ilmuwan Rusia H.C.G von Struve. Brown

menemukan bahwa bakteri akan memecah urin dan memfasilitasi

pembentukan batu. Ia mengisolasi Proteus vulgaris dari inti batu yang

sekarang diketahu mensekresikan urease. 17

Batu struvite umumnya ditemukan pada wanita dan sering berulang

dalam waktu singkat. Mikroorganisme lain yang memecah urea dan dapat

menyebabkan batu struvite adalah Proteus, Pseudomonas, Providencia,

Klebsiella, Staphylococci, dan Mycoplasma. Kadar amonia yang tinggi dari

organisme-organisme tersebut mengakibatkan alkalinisasi pH urin sampai

7,2 sehingga kristal MAP akan mengenda. 17

Untuk membentuk batu struvite, urin harus mengandung amonia dan

ion trivalent fosfat pada saat yang sama. Tubulus ginjal hanya menghasilkan

amonia apabila organisme mengeksresikan asam, akan tetapi ion trivalent

26
fosfat tidak tersedia pada saat urin bersifat asam, oleh karena itu batu

struvite tidak terbentuk saat kondisi fisiologis. Pada kondisi patologis,

dimana terdapat bakteri yang menghasilkan urease, urea akan dipecah

menjadi amonia dan asam karbonat. Selanjutnya, amonia akan bercampur

dengan air untuk menghasilkan ammonium hidroksida pada kondisi basa,

dan akan menghasilkan bikarbonat dan ion karbonat. Alkalinisasi urin oleh

reaksi urease tadi menghasilkan NH4, yang akan membentuk ion karbonat

dan ion trivalent fosfat. Inilah yang akan membentuk batu struvite. 17

2.7.1.2.3 Batu Asam Urat

Batu asam urat merupakan jenis batu yang lazim ditemukan pada

pria dan memiliki angka kejadian 5% dari seluruh kejadian batu. Pasien

dengan gout, penyakit proliferatif, penurunan berat badan yang cepat serta

riwayat penggunaan obat-obat sitotoksik memiliki insiden yang tinggi pada

batu asam urat. Tidak seluruh pasien dengan batu asam urat mengalami

hiperurisemia,. Naiknya kadar asam urat dalam urin dipicu oleh kurangnya

cairan dan konsumsi purin yang berlebihan.

Terdapat 3 faktor utama pada pembentukan batu asam urat yaitu pH

urin yang rendah, volume urin yang rendah dan hyperuricosuria. Faktor

patogenesis utama adalah pH urin yang rendah karena umumnya pasien

dengan batu asam uran memiliki kadar eksresi asam urat yang normal. 17

27
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Penderita
Nama : Ny. N
Usia : 47 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 13/11/1971
Alamat : Sinar Asih
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Rawat Inap dari IGD
Tanggal masuk : 17 Desember 2018
No.RM : 457***

3.2 Anamnesis
Anamnesis pada pasien dilakukan pada hari Selasa, 18 Desember 2018, di
Ruang Bangsal Bima 3 RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang dan
didukung dengan catatan medis.
 Keluhan Utama :
Chest pain dan Colic Abdomen
 Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke IGD RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang pada


tanggal 17 Desember 2018 pukul 05.58 WIB dengan keluhan Nyeri pada dada
menjalar ke punggung bagian belakang secara tiba-tiba sejak pagi hari, Keluhan
tersebut disertai nyeri pada abdomen. Pasien merasa mudah lelah saat
beraktivitas, jarang mengkonsumsi air putih. Kencing berwarna kuning, Mual
Muntah (-), dan pasien pernah didiagnosis batu ginjal saat masih kuliah namun
belum dilakukan tindakan operatif.

 Riwayat penyakit Dahulu:


- Riwayat keluhan serupa sebelumnya : Diakui
- Riwayat hipertensi : Diakui

28
- Riwayat kencing manis : Disangkal
- Riwayat sakit jantung : Disangkal
- Riwayat sakit ginjal : Disangkal
- Riwayat trauma : Disangkal
 Riwayat penyakit keluarga:
- Riwayat keluhan serupa : Disangkal
- Riwayat hipertensi : Diakui
- Riwayat kencing manis : Diakui
- Riwayat sakit jantung : Disangkal
- Riwayat sakit ginjal : Disangkal
- Riwayat trauma : Disangkal

 Riwayat sosioekonomi :
Pasien periksa menggunakan BPJS.

3.3 Pemeriksaan Fisik (Tanggal 18/8/2018)


STATUS GENERALIS
- Keadaan umum : Tampak lemah
- Kesadaran : Composmentis
STATUS ANTROPOMETRIK
- TB : 162 cm
- BB : 60 kg
- IMT = BB(kg)/TB²(m²)
= 60 kg/(1,62 m)²
= 22,9 kg/m2
TANDA VITAL
- Tekanan Darah : 130/93 mmHg
- HR (Nadi) : 101x/ Menit , reguler,isi dan tegangan cukup
- RR (Laju Napas) : 20x/ Menit , reguler
- Suhu : 37°C

STATUS INTERNUS

29
- Kepala : Bentuk normocephale, tidak teraba benjolan.
- Rambut : Warna hitam dan putih, mudah dicabut, distribusimerata
- Mata :
- Bola mata : tidak terdapat eksoftalmus
- Konjungtiva : anemis -/-, perdarahan -/-,
- Sklera : ikterus -/-
- Palpebra : oedema -/-
- Pupil : bulat, isokor 3 mm/ 3mm, reflek cahaya +/+
- Lensa : Keruh
- Hidung :
- Deformitas (-)
- Nafas cuping hidung (-/-),
- Tidak tampak adanya sekret atau perdarahan
- Telinga :
- Bentuk : normal
- Lubang : normal, discharge (-/-)
- Pendengaran : menurun
- Perdarahan : tidak ada
- Mulut :
- Bibir : tidak ada kelainan kongenital, sianosis (-), oedem (-)
- Lidah : ukuran normal, tidak kotor, tidak tremor
- Gigi : perawatan gigi kurang
- Mukosa : hiperemi (-), stomatitis (-)

- Leher :
- Deviasi trakea : - (posisi trakea simetris)
- Kaku kuduk : - (negatif)
- Tiroid : tidak ada pembesaran
- JVP : tidak ada peningkatan JVP
- KGB : tidak ada pembesaran

30
- PF Thoraks:
a. Paru :
1. Inspeksi : laju nafas 20x/menit, pola nafas regular, simetris,
ketertinggalan gerak (-/-), retraksi (-/-), pergerakan otot bantu
pernafasan (-/-)
2. Palpasi : fremitus vokal normal,nyeri tekan (-), gerakan dada
simetris, tidak ada ketertinggalan gerak.
3. Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
4. Auskultasi : suara pernafasan vesikuler, ronkhi (-), wheezing(-)
b. Jantung :
1. Inspeksi : pulsasi ictus cordis tampak kuat angkat
2. Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V linea
mid clavicularis sinistra
3. Perkusi : kardiomegali (-)
4. Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur(-),
gallop (-)

- PF Abdomen :
1. Inspeksi : permukaan perut datar , pelebaran pembuluh darah(-),
sikatrik (-), massa (-), tanda peradangan (-), caput medusa (-),sikatrik
(-), striae (-),hiperpigmentasi (-)
2. Auskultasi: bunyi peristaltik usus normal, tidak ada bising usus, tidak
ada bising pembuluh darah.
3. Palpasi :
 Superfisial Nyeri tekan abdomen regio suprapubik (-), Massa
(-), defence muscular (-)
 Dalam  Nyeri tekan dalam pada peut kanan (+)
 Murphy’s Sign (-)
 Tes undulasi (-)
4. Perkusi :
 Perkusi 4 regio  timpani
 Hepar  pekak (+), liver span dextra 12 cm, sinistra 6 cm

31
 Lien  traube space (+)
 Ginjal  nyeri ketok kostovertebra +/-
 Pekak sisi dan pekak ahli (-)

- PF Ekstremitas :
- Superior : Akral hangat, Oedema -/-, capillary refill <2 detik
- Inferior : Akral hangat, Oedema -/-, capillary refill <2 detik
3.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 17 Desember 2018

Pemeriksaan Lab Hasil


Hematologi
Hemoglobin 14,6
Hematokrit 43,30
Jumlah leukosit 8,3
Jumlah Trombosit 480
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu 95
Ureum 14,1
Creatinin 0,7
Asam Urat 5,2
Kolesterol 235
Trigliserid 204
SGOT -
SGPT -
CKMB 7

32
b. Pemeriksaan USG Abdomen

33
Pembacaan Hasil USG Abdomen

Tanggal : 20 Agustus 2018 di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang


DESKRIPSI:

- HEPAR ukuran dan bentuk normal, parenkim homogen, ekogenitas


normal, tepi rata, sudut tajam, tampak lesi kistik ukuran sekitar 2,5 cm pada
lobus kanan, V.porta dan V. Hepatika tak melebar. Duktus biliaris intra-
ekstrahepatal tak melebar.
- VESIKA FELEA tak membesar, dinding tak menebal, tak tampak batu.
- LIEN ukuran normal, parenkim homogen, V. Lienalis tak melebar, tak
tampak nodul.
- PANKREAS ukuran normal, parenkim homogen, duktus pankreatikus tak
melebar.
- GINJAL KANAN ukuran dan bentuk normal, parenkim mulai tipis, PCS
melebar, tak tampak batu, tak tampak massa, ureter melebar.
- GINJAL KIRI ukuran dan bentuk normal, parenkim mulai tipis, PCS tak
melebar, tak tampak batu, tak tampak massa.
- AORTA tak tampak melebar, tak tampak pembesaran limfonodi paraaorta.
- VESIKA URINARIA dinding tak menebal, tampak batu ukuran 0,95 cm
pada muara ureter distal kanan
- PROSTAT tak membesar, tampak kalsifikasi
- Tak tampak efusi pleura. Tak tampak cairan bebas intraabdoment.

- KESAN :

- Moderate hidronefrosis dan hidroureter kanan e.c batu ukuran 0,95 pada
muara ureter kanan  vesikolithisis

- Kalsifikasi prostat, ukuran tak membesar

3.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding

- DIAGNOSIS KERJA :

34
Hidronefrosis dan Hidroureter e.c Vesikolithisis.

- DIAGNOSIS BANDING :
 Nefrolithiasis

 Ureterolithiasis

 Trauma pada urethra

3.6 Penatalaksanaan
- Hidronefrosis

- Inf. Ringer Lactate 20 tpm


- Acetylisitein
- Paracetamol
- Ranitidin
- Cefixim 2x200mg

3.7 Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam

35
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini secara anamnesis didapatkan seorang laki laki datang dengan
Nyeri hebat punggung bagian kanan, pasien merasakan nyeri saat buang air kecil,
Pasien pada tahun 2014 terdiagnosis penyakit nefrolitiasis dan sudah dilakukan
operasi pengeluaran batu pada tahun 2015, pada tahun 2017 terkena nefrolitiasis
kembali namun hanya diberikan pengobatan alternative. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan leukositosis dan kadar kolesterol meningkat. Dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium didapatkan data yang sesuai
dengan pustaka yang menyebutkan bahwa gejala hidronefrosis dapat berupa nyeri
hebat pada perut sebelah kanan dan bagian pinggang. Pada pasien ini juga
didapatkan ginjal teraba dan nyeri ketok sudut kostofrenikus positif pada bagian
kanan. Prevalensi penyakit hidronefrosis yaitu di Semarang terdapat 51,9 dari
10.000 penduduk yang menderita atau mengidap hidronefrosis. Sedangkan di
Rumah Sakit dr. Soetomo Surabaya angka kejadiannya yaitu pria : wanita = 5:1,
usia yang terkena hidronefrosis rata-rata pada usia 41,5 tahun. Pada pemeriksaan
USG abdomen di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang didapatkan kesan
moderate hidronefrosis dan Hidroueter akibat bendungan muara akibat batu pada
Vesica Urinaria.
Menurut kepustakaan hidonefrosis paling banyak disebabkan oleh adanya
batu didalam ginjal maupun ureternya, pada pasien ini tidak didapatkan batu
didalam ginjal maupun ureternya namun terdapat pada vesical urinaria dengan
ukuran 0,95cm dan kemungkinan penyebab dari hidronefrosis pada pasien ini
adalah akibat nefrolitiais yang dulu pernah dioperasi atau kemungkinan lain yaitu
bisa karena adanya striktur pada junction atau ureternya
Mengingat pada pasien ini besar sudah terkena nefrolitiasis berulang jadi
perlu dilakukan evaluasi dan pengawasan lebih lanjut untuk mencegah komplikasi
yang lebih buruk yaitu gagal ginjal kronik namun pada pasien ini kemungkinan
sudah terjadi komplikasi yaitu ditandai adanya leukositosis pada pemeriksaan

36
penunjang dan dalam pustaka salah satu komplikasi dari hidronefrosis adalah
infeksi.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Soenarto, RF, Chandra S, editor. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Departemen

Anestesiologi dan Intensice Care Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo. 2012

2. Sjahriar R. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Cetakan keempat. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009.

3. Partin AW, Peters CA, Kavoussi LR, Wein AJ. Urinary Lithiasis: Etiology,

Epidemiology, and Pathogenesis. In: Antonekku JA, Lotan Y, Pearle MS.

Campbell-Walsh Urology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier. 2016. p.1170-99.

4. Schwartz B, Lusaya G. Hydronephrosis and Hydroureter. www.medscape.com

[Internet]. 2017 [cited 2018 Juli 26]. Available from:

https://emedicine.medscape.com/article/436259-overview#a6

5. Ahuja TA, Griffith FJ, Wong KT, Antonio EG, et al. Diagnostic Imaging

Ultrasound. Edisi 1. Canada: Amirsys. 2007. p5.42 – 77.

6. Sjahriar R. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Cetakan keempat. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009.

7. Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed.

New Jersey: Wiley, 2009.

8. rice S. A, Wilson, Patofisiologi Clinical Concepts of Disease Process, 6th ed,

jakarta. 2006.

9. National Kidney and Urologic Disease Information Clearing House. Kidney

Stones in Adults. 2012 Feb;2495(13):1–12. Available from: www.kidneyniddk.

nnih.gov

38
10. Sylvia AP, Lorraine MW. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Edisi 6. Jakarta: EGC. 2006. p.867

11. Ahuja TA, Griffith FJ, Wong KT, Antonio EG, et al. Diagnostic Imaging

Ultrasound. Edisi 1. Canada: Amirsys. 2007. p5.42 – 77.

12. Namdev R. Grading of Hydronephrosis. [Online]. [cited 2017 Desember 8].

Available from: https://radiopaedia.org/articles/hydronephrosis-grading-1

13. Schmidt G. Differential Diagnosis in Ultrasound Imaging. New York: Thieme;

2016.

14. Smithuis R, Lange EE. Anatomy of the liver segments. Radiologyassistant.org

[Internet]. 2015 [cited 2018 Juli 20]. Available from:

http://www.radiologyassistant.nl/en/p4375bb8dc241d/anatomy-of-the-liver-

segments.html

15. Adams LA, Lindor KD. Nonalcoholic fatty liver disease. Ann Epidemiol. 2007;

17(11):863-9

16. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

2013. p. 299-303.

17. Hall P. Nephrolithiasis. [Internet] 2017. [Cited Agustus 2010] Available at:

http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/neph

rology/nephrolithiasis/#s0010

18. Partin AW, Peters CA, Kavoussi LR, Wein AJ. Urinary Lithiasis: Etiology,

Epidemiology, and Pathogenesis. In: Antonekku JA, Lotan Y, Pearle MS.

Campbell-Walsh Urology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier. 2016. p.1170-99.

39

Anda mungkin juga menyukai