Disusun oleh
Nurul Inayah Indah Cahyani
406182064
Pembimbing :
dr. Luh Putu Endyah Santi Maryani, Sp.Rad
i
LEMBAR PENGESAHAN
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis akhirnya dapat menyellesaikan laporan
kasus yang berjudul “Seorang Laki-laki dengan Infark Cerebri dengan Meningitis” dengan
baik. Laporan kasus ini merupakan prasyarat untuk memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan
Klinik Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di RSUD K.R.M.T.
Wongsonegoro Semarang.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
pihak yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.
2
DAFTAR ISI
3
3.6 TATALAKSANA.................................................................................... 40
3.7 PROGNOSIS ........................................................................................... 41
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 43
4
BAB I
PENDAHULUAN
Infark adalah cedera jaringan lokal atau nekrosis karena berkurangnya aliran darah ke
bagian tubuh tertentu, termasuk ke otak. Infark serebral (infark serebral atau stroke) biasanya
disebabkan karena kejadian iskemik fokal dengan onset akut dan tanda klinis yang asimetris
dan progresif untuk waktu yang singkat.1 Infark terjadi akibat kematian neuron, sel glia dan
sistem pembuluh darah yang disebabkan kekurangan suplai oksigen dan makanan. Kondisi
ini dapat disebabkan adanya penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombus atau emboli,
sehingga menyebabkan iskemik atau infark jaringan otak.1
Kondisi ini merupakan penyebab kedua kematian didunia, penyebab kedua demensia dan
disabilitas. Di Amerika Serikat, penyakit serebrovaskular (stroke) merupakan penyebab
kematian keempat dan menjadi penyebab utama disabilitas di AS.2 Sedangkan berdasarkan
usia, penyakit serebrovaskular merupakan penyebab ketiga kematian pada pria setelah
penyakit jantung koroner dan kanker paru, sedangkan sedangkan pada wanita penyakit
serebrovaskular merupakan penyebab utama 18.964 kematian wanita di Spanyol pada tahun
2007, mewakili 10,2% dari semua kematian. Di Catalonia menyebabkan 9,2% dari
keseluruhan kematian, 7,5% pada pria dan 11,1% pada wanita.3 Insidens serangan stroke
pertama sekitar 200 per 100.000 penduduk per tahun. Insiden stroke meningkat dengan
bertambahnya usia. Konsekuensinya, dengan semakin panjangnya angka harapan hidup,
termasuk di Indonesia, akan semakin banyak pula kasus stroke dijumpai. Perbandingan antara
penderita pria dan wanita hampir sama. Prevalensi stroke berkisar 5-12 per 1000 penduduk.
MacDonald et al. (2000) yang meneliti prevalensi dari berbagai jenis penyakit susunan saraf
menemukan prevalensi stroke sebesar 800 per 100.000 penduduk.4 berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar di Indonesia, prevalensi stroke naik dari 7% menjadi 10,9% dari total
penduduk Indonesia.5 Stroke dibagi menjadi duamacam berdasar penyebabnya yaitu stroke
iskemik dan stroke hemoragik akibat Perdarahan Intraserebral (PIS) atau Intracerebral
Hemorrhage (ICH). Berdasarkan penelitian sebelumnya, di Indonesia kejadian stoke iskemik
lebih sering dijumpai dibandingka stroke hemoragik. Pada pasien dengan gejala stroke atau
infark intraserebral, Gold Standard yang digunakan adalah CT Scan guna menetapkan secara
pasti letak dan penyebab dari stroke. Namun, pada stroke iskemik hiperakut (0-6 jam), CT
Scan biasanya tidak sensitif dalam mengidentifikasi infark serebri. Tetapi cukup sensitif
5
dalam mengidentifikasi berbagai bentuk perdarahan intrakranial akut dan lesi makroskopik
lain yang menjadi kontraindikasi penggunaan terapi trombolitik.5,6
Selain stroke, sepuluh besar penyakit pada otak yang menyebabkan tingginya angka
mortalitas dan morbiditas adalah meningitis. Meningitis didefinisikan sebagai peradangan
pada meningen yaitu membran yang melindungi otak dan cairan serebrospinal. Meningitis
dapat disebabkan oleh virus, bakteri, infeksi parasit dan obat-obatan tertentu. Meningitis
virus biasanya lebih ringan dan dapat sembuh sendiri secara spontan sehingga tidak
membutuhkan pengobatan spesifik. Meningitis bakteri dapat mematikan dan menyebabkan
gangguan neurologis permanen di kemudian hari. Meningitis merupakan masalah kesehatan
universal dan kondisi gawat darurat medis pada anak yang berpotensi tinggi terjadi
morbiditas dan mortalitas. Angka kematian meningitis sebesar 152.000 jiwa tiap tahun, dari
7,6 juta jiwa kematian anak usia dibawah 5 tahun. Untuk mendeteksi adanya kelainan pada
meningen, dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan dan MRI. Pencitraan pada otak dapat
mengungkapkan tanda-tanda peradangan otak, pendarahan internal atau pendarahan, atau
kelainan otak lainnya. Dua prosedur pencitraan non-invasif yang tidak menyakitkan secara
rutin digunakan untuk mendiagnosis meningitis dan ensefalitis.7,8
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Lapisan Pelindung Otak
7
Kutis (Skin) merupakan bagian tipis, kecuali di daerah okspital, mengandung banyak
kelenjar sudorifera dan sebasea, serta folikel rambut. Kulit kepala memiliki banyak
pembuluh darah arteri dan drainase vena dan limfatik yang baik.
2. Jaringan ikat (Connective tissue) merupakan lapisan subkutan tebal, pada, kaya
vaskularisasi dan persarafan kulit.
3. Aponeurosis (epicranial aponeurosis) merupakan lapisan yang luas, kuat, dan lembut
menutupi calvaria dan berfungsi sebagai perlekatan otot dari dahi sampai regio occipital
(musculus occipitofrontalis) dan os temporal (musculus temporoparietalis dan auricularis
superior). Struktur ini merupakan bagian epicranius-musculo-aponeurosis.
4. Jaringan ikat longgar (Loose areolar tissue) merupakan lapisan seperti spons termasuk
ruang potensial yang dapat mengembang karena cairan akibat cedera atau infeksi.
Lapisan ini memungkinkan pergerakan bebas dari kulit kepala (tiga lapisan pertama) di
atas calvaria yang mendasarinya.
5. Cranium yang terbagi menjadi : Lamina externa, Diploe, Lamina interna
6. Cavum epidural
7. Duramater
8. Cavum subdural
9. Arachnoideamater
10. Cavum subarachnoid
11. Piamater
8
arachnoid mater yang mendasarinya dan berlanjut dengan dura mater medulla spinalis
setinggi foramen magnum.9,10
Lipatan pada dura mater masuk ke rongga-rongga di rongga cranium dan sebagian membagi
rongga-rongga tersebut. Lipatan dura ini mencakup falx cerebri, tentorium cerebelli, falx
cerebelli, and diaphragma sellae. Falx cerebri adalah lipatan duramater berbentuk bulan sabit
dari dura mater yang melapisi calvaria melewati kedua hemisfer cerebri. Falx cerebri melekat
dengan crista galli dan frontalis di anterior dan di posterior melekat dengan tentorium
cerebelli.
Tentorium cerebelli merupakan lipatan dura horizontal yang menutupi dan memisahkan
cerebellum di fossa cranii posterior dengan bagian posterior hemisfer cerebri. Tentorium
cerebelli melekat di posterior dengan os occipital sepanjang alur sinus transversus dan di
lateral dengan batas superior os temporal pars petrosa dan berakhir di anterior oleh processus
clinoideus anterior et posterior.
Falx cerebelli merupakan lipatan dura yang kecil dan letaknya di tengah fossa cranii posterior
antara kedua hemisfer cerebelli. Falx cerebelli melekat di posterior dengan crista occipitalis
interna dan di superior dengan tentorium cerebelli, serta tepi anteriornya bebas.
Diaphragma sellae adalah lipatan dura terakhir bentuknya horizontal dan kecil yang menutupi
fossa hypophysialis di sella turcica os sphenoidale.9,10
Duramater diperdarahi oleh arteri yang berjalan sepanjang lapisan periosteal duramater yaitu
sebagai berikut:9
Arteri meningea anterior di fossa cranii anterior.
Arteri menigea media dan accessories di fossa cranii media.
Arteri menigea posterior dan cabang meningea lainnya di fossa cranii posterior.
9
Gambar 2. Pasokan Darah pada Duramater11
Sinus venosus dura merupakan ruang yang dibatasi oleh endothelium (vena) di antara lapisan
periosteal dan meningeal dura mater. Drainase vena otak dimulai secara internal di mana
vena-vena kecil menuju vena cerebri yang lebih besar, vena cerebelli, dan vena di medulla
oblongata, kemudian drainase dilanjutkan ke sinus venosus dura ini dan berakhir ke vena
jugularis interna. Sinus venosus dura meliputi sinus sagitalis superior et inferior, rectus,
confluens sinuum, transversus, sigmoideus, cavernosus, dan beberapa sinus venosus dura
yang kecil.9,10
10
Gambar 3. Scalp dan Meningen
11
Gambar 4. Anatomi Otak9
1. Telencephalon (cerebrum)
Telencephalon pada perkembangannya menjadi kedua hemisfer cerebri. Permukaan hemisfer
ini terdiri dari elevasi (gyri) dan depresi (sulci), dan kedua hemisfer dipisahkan oleh fissura
longitudinalis yang dalam. Cerebrum mengisi area ruang cranium di atas tentorium cerebelli
dan dibagi menjadi beberapa lobus berdasarkan letaknya.9
2. Diencephalon
Diencephalon merupakan bagian yang tersembunyi dari pandangan di otak orang dewasa
oleh hemisfer cerebri, terdiri dari talamus, hipotalamus, dan struktur terkait lainnya, dan
secara klasik dianggap sebagai bagian batang otak yang paling kranial. 9
3. Mesencephalon (otak tengah)
Mesencephalon merupakan bagian pertama batang otak yang terlihat ketika otak orang
dewasa yang utuh diperiksa, membentang di persimpangan antara fossa kranial tengah dan
posterior.9
4. Metencephalon
Pada perkembangannya akan menjadi cerebellum (terdiri dari dua lateral hemisfer dan bagian
tengah berada di fossa cranii posterior di bawah tentorium cerebelli) dan pons (anterior dari
otak kecil, dan merupakan bagian yang menonjol dari batang otak di bagian paling depan dari
fossa cranii posterior terhadap clivus dan dorsum sellae).9
5. Myelencephalon (medulla oblongata)
12
Bagian paling ujung dari batang otak, berakhir di foramen magnum atau bagian paling atas
dari nervus cervicalis yang pertama dan di mana merupakan asal tempat nervus cranialis VI
hingga XII. 9
13
- Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater, suatu saluran
pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater. Sinus-sinus duramater tidak
mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk triangular. Sebagian besar vena cortex
superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior yang berada di medial. Dua
buah vena cortex yang utama adalah vena anastomotica magna yang mengalir ke dalam
sinus longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus
transversus. Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia.12
14
konstan. Hal ini jelas karena rongga cranium pada dasarnya merupakan rongga yang tidak
elastis (rigid), tidak mungkin mekar. Segera setelah trauma terjadi, massa seperti gumpalan
darah dapat terus bertamaah sementara TIK masih dalam batas normal. Saat pengaliran liquor
serebrospinal dan darah intravascular mencapai titik dekompensasi, TIK secara cepat akan
meningkat.12,13
Oleh karena itu, semua tindakan ditujukan untuk meningkatkan aliran darah dan perfusi otak
dengan cara menurunkan TIK, memelihara kecukupan volume intracranial, mempertahankan
tekanan darah arteri rata-rata (MAP = Mean Arterial Blood Pressure) dan memperbaiki
oksigenasi serta mengusahakan normocapnia. Perdarahan dan lesi lain yang meningkatkan
volume intracranial harus segera dievakuasi. Mempertahankan tekanan perfusi otak di atas 60
mmHg sangat membantu untuk memperbaiki ADO (namun tekanan yang sangat tinggi dapat
memperburuk keadaan paru-paru). Sekali mekanisme kompensasi terlewati dan terdapat
peningkatan eksponensial TIK, maka perfusi otak akan terganggu, terutama pada pasien yang
mengalami hipotensi. Akhirnya akan berkontribusi pada terjadinya cedera sekunder yang
dapat terjadi pada jaringan otak yang masih bertahan beberapa hari pertama setelah cedera
otak berat. Proses patofisiologi tersebut ditandai oleh proses inflamasi progresif,
permeabilitas pembuluh darah, dan pembengkakan jaringan otak, dan kemudian peningkatan
TIK yang menetap dan mengakibatkan kematian.7
15
Gambar 7. Faktor yang mempengaruhi ADO13
16
Iskemia traumatik
Edema cerebri difus
Hypoxic brain injury
Sedangkan, cedera kepala ringan diindikasikan CT scan bila memenuhi kriteria-kriteria pada
gambar di bawah ini.16
17
2.5 Infark Cerebri
2.5.1 Definisi
Stroke atau infark cerebri adalah penyakit gangguan pembuluh darah otak yang ditandai
dengan kematian jaringan otak. Stroke dibagi menjadi 2 macam dilihat dari penyebabnya
yaitu stroke henoragik dan nonhemoragik (stroke iskemik). Stroke henoragik sendiri adalah
stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak secara spontan, stroke ini
dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke intra cerebrum dan stroke hemoragik subaraknoid.
Sedangkan stroke non hemoragik atau iskemik adalah stroke yang disebabkan oleh terjadinya
penyumbatan pada arteri yang mengarah ke otak yang mengakibatkan berkurangnya suplai
darah ke otak.17
Stroke atau infark serebri adalah kematian neuron-neuron, sel glia dan sistem pembuluh
darah yang disebabkan oleh berkurangnya pasokan oksigen dan nutrisi ke otak. Berdasarkan
penyebabnya infark dapat dibagi menjadi 3, yaitu:18
1. Trombosis otak
Trombosis adalah obstruksi aliran darah yang terjadi karena proses oklusi pada satu
pembuluh darah lokal atau lebih. Trombosis otak umumnya terjadi pada pembuluh darah
yang mengalami artherosklerosis yang mula-mula akan menyempitkan lumen pembuluh
darah (stenosis) yang kemudian dapat berkembang menjadi sumbatan (oklusi) yang
menyebabkan terjadinya infark
2. Emboli otak
18
Emboli adalah pembentukan material dari tempat lain dalam sistem vaskuler dan
tersangkut dalam pembuluh darah tertentu sehingga memblokade aliran darah. Penyebab
emboli otak pada umumnya berhubungan dengan kelainan kardiovaskuler antara lain :
a. Fibrilasi atrial
b. Penyakit katup jantung
c. Infark miokard
d. Penyakit jantung rematik
e. Lepasnya plak aterosklerosis pembuluh darah besar intra / ekstra cranial
19
2.5.4 Manifestasi Klinis19
Paling umum adalah difisit neurologis yang progresif. Pemburukan situasi secara bertahap
terjadi pada sepertiga jumlah penderita, dua pertiga lainnya muncul sebagai transien iskemic
attacks (TIA) yang kemudian berkembang menjadi defisit neurologis menetap.
Defisit neurologis pada otak biasanya mencapai maksimum dalam 24 jam pertama. Umur
lanjut, hipertensi, koma komplikasi kardiorepirasi, hipoksia, hiperkapnia, dan hiperventilasi
neurogenik merupakan faktor prognosis yang memperburuk kondisi penderita. Infark di
wilayah arteri serebri media dapat menimbulkan edema masif dengan herniasi otak, hal ini
biasanya terjadi dalam waktu 72 jam pertama pasca infark.
Pulihnya fungsi neural dapat terjadi 2 minggu pasca infark dan pada akhir minggu ke 8 akan
dicapai pemulihan maksimum. Kematian meliputi 24% dalam satu bulan pertama. Angka
harapan hidup jelas lebih baik pada kasus infark otak dari pada perdarahan, tetapi kecacatan
akan lebih berat pada infark karena perdarahan akan mengalami resolusi dan jaringan otak
akan kembali dalam keadaan utuh, sementara itu infark merusak neuron-neuron yang
terkena.6,9
2.5.5 Diagnosis
Penyebabnya harus segera ditegakkan dalam beberapa jam pasca awitan agar terapi yang
tepat dapat segera diberikan. Pemeriksaan urin, darah, EKG, dan pemeriksaan radiologi
sebaiknya dilakukan secara sistematis.7
Pemeriksaan Radiologi
CT Scan
Computed Tomography Scan juga disebut CT Scan, merupakan proses pemeriksaan dengan
menggunakan sinar-X untuk mengambil gambar otak. Dengan menggunakan komputer,
beberapa seri gambar sinar-X akan memperlihatkan gambar tiga dimensi kepala dari
beberapa sudut. CT Scan dapat menunjukkan ; jaringan lunak, tulang, otak dan pembuluh
20
darah. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan area otak yang abnormal, dan dapat menentukan
penyebab stroke, apakah karena insufisiensi aliran darah (stroke iskemik), ruptur pembuluh
darah (hemoragik) atau penyebab lainnya. CT Scan juga dapat memperlihatkan ukuran dan
lokasi otak yang abnormal akibat tumor, kelainan pembuluh darah, pembekuan darah, dan
masalah lainnya.
Menghilangnya batas substansia alba dan substansia grisea serebri. Substansia grisea
merupakan area yang lebih mudah mengalami iskemia dibandingkan substansia alba,
karena metabolismenya lebih aktif. Sehingga menghilangnya diferensiasi substansia
alba dan substansia grisea merupakan gambaran CT scan yang paling awal
didapatkan. Gambaran ini disebabkan oleh influks edema pada substansia grisea.
21
Gambaran ini bisa didapatkan dalam 6 jam setelah gejala muncul pada 82% pasien
dengan iskemia area arteri serebri media.10,11
Gambaran hipodensitas insula serebri cepat tampak pada oklusi arteri serebri media
karena posisinya pada daerah perbatasan yang jauh dari suplai kolateral arteri serebri
anterior maupun posterior. 10,11
Gambar 11. Hipodensitas insula serebri kiri pada infark arteri serebri media kiri
(panah putih) 10,11
22
Gambar 12. Hipodensitas nukleus lentiformis (panah putih panjang), hipodensitas kaput
nukleus kaudatus (kepala panah putih), hipodensitas insula serebri (panah putih pendek),
dan pendangkalan sulkus serebri regio temporoparietal (panah hitam) 10,11
Gambar 13. Tanda hiperdensitas arteri serebri media, hiperdensitas linear pada segmen
proksimal arteri serebri media (tanda panah) 10,11
Tanda Sylvian dot menggambarkan adanya oklusi distal arteri serebri media yang
tampak sebagai titik hiperdens pada fisura Sylvii. 10,11
23
Gambar 14. Tanda Sylvian dot , tampak titik hiperdens pada fissura Sylvii (tanda
panah) 10,11
2) Infark Akut
Pada periode akut (6-24 jam), hilangnya batas substansia alba dan substansia grisea
serebri, pendangkalan sulkus, hipodensitas ganglia basalis, dan hipodensitas insula
serebri makin jelas. Distribusi pembuluh darah yang tersumbat makin jelas pada fase
ini.11
3) Infark Subakut dan Kronis
Selama subakut (1-7 hari), edema meluas dan didapatkan efek massa yang
menyebabkan pergeseran jaringan infark ke lateral dan vertikal. Hal ini terjadi pada
infark yang melibatkan pembuluh darah besar. Infark kronis ditandai dengan
hipodensitas dan berkurangnya efek massa. Densitas infark = cairan serebrospinal.12
MRI mendeteksi kelainan neurology lebih baik dari CT scan misalnya stroke, abnormalitas
batang otak dan cerebellum, dan multiple sclerosis. Stroke dapat mengakibatkan penumpukan
cairan pada sel jaringan otak segera 30 menit setelah terjadi serangan. Dengan efek
visualisasi (MRI angiogram) dapat pula memperlihatkan aliran darah di otak dengan jelas.12
24
2.5.6 PENATALAKSANAAN
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan
tindakan sebagai berikut:
Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lender yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan. 10,11
Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d.Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler. 10,11
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma. 10,11
25
2.6 Meningitis
2.6.1 Definisi
Meningitis adalah suatu reaksi peradangan yang mengenai sebagian atau seluruh selaput
otak (meningen) dan ditandai dengan adanya sel darah putih dalam cairan serebrospinal
(CSF). Penyebab meningitis yang terbanyak yaitu bakteri, beberapa kasus juga menunjukan
keterlibatan dari infeksi virus.
2.6.2 Etiologi
Penyebab meningitis yang paling umum pada orang dewasa yang imunokompeten adalah
virus dan bakteri. Enterovirus adalah penyebab infeksi virus pada kasus meningitis yang
paling umum, dengan herpes simplex dan varicella zoster paling sering berikutnya.
Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis adalah bakteri yang paling sering
mengakibatkan meningitis, kedua jenis bakteri ini bersama-sama menyumbang sekitar
seperempat dari kasus meningitis. Penyebab lain seperti Haemophilus influenzae, Listeria
monocytogenes, Mycobacterium tuberculosis dan jamur (biasanya cryptococci) kurang sering
terdeteksi, bersama-sama mewakili <10% kasus. Saat ini, banyak orang dewasa dengan
meningitis tidak memiliki patogen yang terdeteksi.
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis dibagi menjadi dua
golongan yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa adalah radang
selaput otak arakhnoid dan pia mater yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab
terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti virus, Toxoplasma
gondhii, Ricketsia.
Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan pia mater yang meliputi otak dan
medulla spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumonia (pneumokok), Nesseria
meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenza, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa.
2.6.3 Patofisiologi
Saluran nafas merupakan port d’entrée (jalan masuk) utama pada penularan penyakit ini.
Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan
sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk melalui jalur hematogen, memperbanyak diri
didalam darah masuk ke dalam cairan serebrospinal selanjutnya memperbanyak diri
didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak. Meningitis
bakteri paling sering terjadi akibat penyebaran mikroorganisme secara hematogen.
26
Meningitis bakteri pada umumnya, sebagai akibat dari penyebaran penyakit lain. Bakteri
menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringitis,
tonsilitis, pneumonia, dan lain-lain. Penyebaran bakteri dapat pula secara perkontinum dari
peradangan organ atau jaringan yang ada didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis
media, sinusitis, dan lain-lain. Penyebaran bakteri bisa juga terjadi akibat trauma kepala
dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.
Meningitis dapat terjadi setelah terjadi invasi bakteri yang berasal dari pusat infeksi menular.
Meningitis juga dapat terjadi melalui invasi langsung ke selaput otak dan menyebar ke
selaput otak secara hematogen. Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang
mengalami hiperemi dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. waktu yang
sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang
subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.
27
orang lain dengan meningitis, sepsis atau tuberkulosis adalah petunjuk diagnostik lain yang
bermanfaat.
28
karena mengandung pus (nanah) yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan
mati, serta jaringan yang mati dan bakteri.
Pemeriksaan darah
Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit, dan kultur. Pada meningitis purulenta
didapatkan peningkatan leukosit. Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit
saja. Di samping itu, pada meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
Pemeriksaan Radiologis
Menigitis adalah sindrom klinis yang ditandai oleh peradangan pada meninges. Penyebab
paling umum dari peradangan meningeal adalah infeksi bakteri atau virus. Sebagian
besar kasus meningitis bakteri terlokalisasi di atas dorsum otak; Namun, dalam kondisi
tertentu, meningitis dapat terkonsentrasi di pangkal otak, seperti halnya penyakit jamur
dan TBC. Meningitis bakteri harus menjadi pertimbangan pertama dan terpenting dalam
diagnosis banding pasien dengan sakit kepala, leher kaku, demam, dan perubahan status
mental. Meningitis bakteri akut adalah keadaan darurat medis, dan keterlambatan dalam
melembagakan terapi antimikroba yang efektif menghasilkan peningkatan morbiditas
dan mortalitas. Keputusan untuk mendapatkan CT scan otak sebelum LP seharusnya
tidak ditunda untuk penentuan terapi antibiotik; keterlambatan semacam itu dapat
meningkatkan kematian.21
29
CT – Scan
Peran paling penting dari pemindaian CT pada pasien pencitraan dengan meningitis
adalah untuk mengidentifikasi kontraindikasi untuk pungsi lumbal dan komplikasi yang
memerlukan intervensi bedah saraf segera, seperti hidrosefalus simtomatik, empiema
subdural, dan abses serebral. CT scan yang ditingkatkan kontras juga dapat membantu
mendeteksi komplikasi seperti trombosis vena, infark, dan ventrikulitis. Ventriculitis
adalah komplikasi meningitis bakteri yang biasa terlihat pada neonatus. Peningkatan
ependymal dapat dilihat pada CT scan yang ditingkatkan kontras. 21
Nilai CT scan dalam diagnosis awal empyema subdural dan efusi kontroversial, karena
modalitas ini mungkin tidak mendeteksi meningitis, terutama CT scan yang tidak
ditingkatkan pada tahap awal penyakit. Hasil normal pada pencitraan CT tidak
mengecualikan adanya meningitis akut.21
Gambar 9. Mastoiditis kronis dan empiema epidural pada pasien dengan meningitis bakteri.
Gambar ini menunjukkan sklerosis tulang temporal (mastoiditis kronis), empiema epidural yang
berdekatan dengan peningkatan dural yang ditandai (panah), dan tidak adanya udara mastoid kiri.
30
Pada cerebritis, CT scan dapat menunjukkan area redaman yang tidak jelas, yang merupakan
bukti edema pada otak yang terkena. Pada CT scan yang tidak ditingkatkan, abses, yang
paling sering terletak di dekat persimpangan materi-abu-abu, dapat muncul sebagai area
redaman rendah dengan dinding tipis atenuasi sedikit meningkat. Setelah pemberian bahan
kontras, dinding abses dan peningkatan jaringan inflamasi sekitarnya berbentuk cincin.
Gambar 10. Cerebritis dan gambaran pembentukan abses pada pasien dengan meningitis bakteri.
Pemindaian tomografi terkompensasi aksial yang ditingkatkan kontras ini diperoleh 1 bulan
setelah operasi dan menunjukkan massa kecil, peningkatan cincin, hypoattenuating (rekurensi
abses) di ganglia basal kiri dan pengumpulan cairan subdural berbentuk lentiform kiri dengan
meningen yang disempurnakan (panah).
31
Gambar 11. Empiema subdural dan edema serebral pada pasien dengan meningitis bakteri. Scan
tomografi terkomputasi yang ditingkatkan kontras ini menunjukkan edema serebral dan infark
lacunar di thalamus.
Gambar 12. Empyema subdural bilateral pada pasien dengan meningitis bakteri. Scan tomografi
terkomputasi ini menunjukkan fitur diagnostik penting dari meningitis: peningkatan margin yang
menonjol dan peningkatan atenuasi empiema.
32
CT Scan bagian tipis berguna untuk mengevaluasi pasien dengan meningitis bakteri berulang;
Cisternografi CT dapat menggambarkan kebocoran CSF, yang mungkin menjadi sumber
infeksi pada kasus meningitis berulang.
Gejala sisa dari meningitis dapat digambarkan pada CT scan sebagai kalsifikasi
periventrikular dan meningeal, area terlokalisasi dari encephalomalacia, porencephaly, dan
dilatasi ventrikel sekunder akibat atrofi otak.
Temuan CT scan nonenhanced mungkin normal (> 50% dari pasien), atau studi dapat
menunjukkan dilatasi ringan dan ventrikel sulci, edema serebral, dan focal low-attenuating
lesions. (Lihat gambar di bawah.)
MRI
MRI otak dengan kontras adalah modalitas paling sensitif untuk diagnosis meningitis bakteri
karena membantu mendeteksi keberadaan dan tingkat perubahan inflamasi pada meninges,
serta komplikasi. Meningkatnya sensitivitas dan spesifisitas hasil MRI dari pencitraan
multiplanar langsung, peningkatan resolusi kontras, dan tidak adanya artefak yang
disebabkan oleh tulang. Studi MRI nonenhanced dilakukan pada pasien dengan meningitis
bakteri akut tanpa komplikasi dapat menunjukkan temuan biasa; Namun, hasil tersebut tidak
mengecualikan meningitis akut.
Beberapa penulis menyarankan melakukan MRI dengan bahan kontras dosis tinggi (0,3
mmol / kg), yang merupakan faktor paling penting. Mereka juga merekomendasikan
33
pencitraan segera setelah injeksi dan kemudian melakukan pencitraan transfer magnetisasi,
yang dapat membantu menggambarkan peningkatan meningeal abnormal dan yang
memfasilitasi diagnosis meningitis otak dini. Peningkatan meningeal tidak spesifik, namun,
dan dapat disebabkan tidak hanya oleh meningitis bakteri tetapi juga oleh neoplasma,
perdarahan, sarkoidosis, dan gangguan inflamasi tidak menular lainnya.
Gambar 14. Sinusitis frontal, empiema, dan pembentukan abses pada pasien dengan
meningitis bakteri. Gambar resonansi magnetik aksial T2 ini menunjukkan sinusitis frontal,
bone defect (panah) dengan edema kortikal yang berdekatan (panah), dan pengumpulan
cairan subdural oksipitoparietal kanan (empiema).
34
gambar 15. Meningitis bakteri akut. Gambar MRI aksial T2 ini hanya menunjukkan
ventrikulomegali ringan.21
Gambar 16. Pachymeningitis dan serebritis pada pasien dengan meningitis bakteri. Gambar
MRI ini menunjukkan edema fokus parenkim (serebritis).21
35
Meningitis yang disebabkan pneumokok, meningokok : Ampisilin.
Meningitis yang disebabkan Haemophilus influenza : Kombinasi ampisilin dan
kloramfenikol.
Meningitis yang disebabkan enterobacteriaceae : Sefotaksim, campuran trimetoprim
dan sulfametoksazol.
Meningitis yang disebabkan Staphylococcus aureus : Vankomisin, sefotaksim atau
setrifiakson.21
2.6.8 Komplikasi22
hydrocephalus
subdural empyema
epidural empyema
cerebritis and cerebral abscess
infarction
ventriculitis
dural sinus thrombosis
The complications of meningitis can be remembered using the mnemonic HACTIVE.
36
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
No. CM : 4853**
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 66 tahun
Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Sudah menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan : SMA
Alamat : Banyumanik, Semarang
Tanggal masuk RS : 15/10/2019
II. ANAMNESA
Keluhan Utama:
Penurunan kesadaran dan lemas anggota gerak sebelah kiri
Keluhan Tambahan:
Sulit bicara, tidak mau makan
37
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat keluhan serupa : Disangkal
Riwayat hipertensi : Diakui, sejak 5 tahun lalu (tidak terkontrol)
Riwayat Kencing Manis : Disangkal
Riwayat Stroke : Diakui, sejak 3 tahun lalu
Riwayat Jantung : Disangkal
Riwayat sakit ginjal : Disangkal
Riwayat Kejang : Disangkal
Riwayat Trauma : Disangkal
Riwayat TB paru : Diakui, sejak 1 tahun lalu (pengobatan tidak tuntas)
RIWAYAT KEBIASAAN
Konsumsi Alkohol : Disangkal
Merokok : Diakui (sudah berhenti 3 tahun lalu)
RIWAYAT OPERASI : -
38
Kesadaran: Somnolen (GCS : 7)
• Tanda-tanda vital
• Tekanan Darah: 158/117 mmhg
• Frekuensi Nadi: 112x/ menit, nadi kuat
• Frekuensi Nafas: 22x/menit, reguler
• Suhu Tubuh: 37,90C
• Saturasi O2 : 98%
• GDS : 180
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
THORAX
• Paru-paru
Inspeksi : bentuk dada normal
Palpasi : stem fremitus kanan kiri depan belakang sama kuat
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/-
• Jantung
Inspeksi : pulsasi iktus cordis tidak tampak
Palpasi : pulsasi iktus cordis teraba pada ICS VI midclavicula line sinistra
Perkusi : redup
Auskultasi : BJ1&2 reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
39
• Inspeksi : permukaan datar, tegang
• Auskultasi : BU (+)
• Palpasi : nyeri tekan (-)
• Perkusi : timpani pada seluruh kuadran abdomen
STATUS NEUROLOGIS
- GCS : E2M3V2 (somnolen)
- Pemeriksaan Motorik : 5/5|3/5
5/5|3/5
Saraf Kranial
• N. I (Olfaktorius) : Tidak dilakukan
• N. II (Optikus) : Tidak dilakukan
• N. III (Okulomotorius)
Palpebra : Tidak ada kelainan
Gerakan bola mata : Tidak ada kelainan
Fungsi dan reaksi pupil : Normal +/+
Ukuran pupil : 3mm / 3mm
Bentuk pupil : Isokor, bulat
Reflek cahaya langsung : +/+
Reflek cahaya tak langsung : +/+
• N. IV (Throklearis)
Gerakan mata ke lateral bawah: Normal +/+
• N. V (Trigeminus)
Membuka mulut :+
• N. VI (Abdusen)
Gerakan Mata ke lateral : +/+
• N. VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi : Tidak ada kelainan
Mengangkat alis : Tidak ada kelainan
Memejamkan mata : Tidak ada kelainan
Menyeringai : Dapat, sulkus nasolabialis kiri datar dan
sudut mulut sisi kiri tertinggal
Mencucukan bibir : Bibir bagian kiri lebih tertinggal / lemah
40
• N. VIII (Vestibulo-koklearis): Tidak dilakukan
• N. IX (Glossofaringeus) : Tidak dilakukan
41
B. Pemeriksaan Radiologi
Foto Thorax
Kesan:
Gambaran bronkopneumonia.
42
Foto CT SCAN Kepala
43
Tampak lesi hipodens di korona radiata dan nucleus lentiformis kanan dan kiri,
thalamus, dan genu capsula interna kiri serta pons
Tampak area hipodens di periventrikel lateral kanan dan kiri
Paska injeksi kontras, tampak basal dan sulcal enhancement
Diferensiasi substansia alba dan grisea masih baik
Sulkus kortikalis dan fisura sylvii baik
System ventrikel dan sisterna baik
Cerebellum baik
Tak tampak midline shifting
KESAN :
Gambaran Meningitis
Infark di korona radiata dan nucleus lentiformis kanan dan kiri, thalamus
dan genu kapsula interna kiri serta pons
Area hipodens di periventrikel lateral kanan dan kiri demielinisasi
Tak tampak tanda peningkatan TIK saat ini
V. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja :
- Meningitis
- Infark Cerebri
VI. TATALAKSANA
Tatalaksana Farmakologi
O2 2L/mnt
Infus RL 15 tpm
Inj Ranitidin 50mg /12 J
44
Inj Fartison 2x1 amp
Inj Levofloxaxin 750 mg / 24 j
Inj Acetylsistein 3x1 amp
PO: Paracetamol tab 500 mg / 8 J
VII. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad malam
Ad Functionam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia ad malam
45
BAB IV
PEMBAHASAN
Pemeriksaan CT Scan kepala merupakan suatu prosedur diagnosis yang digunakan untuk
membedakan infark serebri, perdarahan, infeksi ataupun masa, yang berguna dalam
tatalaksana awal. Pemeriksaan CT Scan juga dapat menyingkirkan diagnosis banding yang
penting. Pada Ct Scan bisa dilihat gambaran infark. Infark adalah cedera jaringan lokal atau
nekrosis karena berkurangnya aliran darah ke bagian tubuh tertentu, termasuk ke otak.
Infark serebral biasanya disebabkan karena kejadian iskemik fokal dengan onset akut dan
tanda klinis yang asimetris dan progresif untuk waktu yang singkat. Faktor risiko dari Infark
serebral adalah hipertensi dan Diabetes Mellitus. Hal ini sesuai dengan pasien yang memiliki
riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu disertai dengan DM yang tidak terkontrol.
Berdasarkan teori, hematocrit pada kasus stroke non haemorage akan meningkat, tetapi pada
kasus ini, hematocrit masih normal. Dan dari hasil MSCT dengan kontras memperlihatkan
adanya infark di korona radiata dan nucleus lentiformis kanan dan kiri, thalamus dan genu
kapsula interna kiri serta pons. Artinya, terdapat lesi di parenkim otak, sehingga fungsi
motorik pada pasien juga terganggu.
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat dengan keluhan penurunan kesadaran. Dari hasil
pemeriksaan tingkat kesadaran pasien somnolen. Dan dari pemeriksaan fisik didapatkan
rangsang meningeal (+) hal ini sesuai dengan hasil gambaran MSCT dengan kontras. Yang
memperlihatkan gambaran meningitis. Pasien juga mempunyai riwayat TB paru dengan
pengobatan tidak tuntas 1 tahun yang lalu.
46
DAFTAR PUSTAKA
7. Analisis Hubungan Kadar PCT dengan Derajat Keparahan Meningitis pada Anak.
Surakarta: 2017
8. Luhulima JW, 2003. Anatomi Susunan Saraf Pusat. Bagian Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin
9. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AW. Gray’s anatomy for students. 4th ed.
Philadelphia: Elsevier. 2019; p.843-82
10. Moore KL, Dalley AF, Agur AM. Clinically oriented anatomy. 8th ed. Philadelphia:
Wolters Kluwer. 2017; p.1871-900, 1921-3, 1964-82, 1995-2007..
11. Hansen JT. Netter’s clinical anatomy. 4th ed. Philadelphia: Elsevier. 2018; p.442-47.
12. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. ECG: Penerbit Buku
Kedokteran. Edisi 6.
13. Barret KE, Barman SM, Brooks HL. Ganong’s review of medical physiology. 26th
ed. United States: McGraw-Hill Education. 2019; p.1380-2.
14. Nadgir R, Yousem DM. Neuroradiology: the requisites. 4th ed. Philadelphia: Elsevier.
2017; p. 150-7.
15. Harisinghani MG, Chen JW, Weissleder R. Primer of diagnostic imaging. 6th ed.
Philadelphia: Elsevier. 2019; p.387-8, 390-1, 399-401.
47
16. Osborn AG, Hedlund GL, Salzman KL. Osborn’s brain: imaging, pathology, and
anatomy. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier. 2018; p. 6-8, 13-26.
17. Maas MB, Safdieh, JE. Ischemic stroke: Pathophysiology and Principles of
localization. Neurology Board Review Manual. Neurology, 2009, 13 (1): 2-16.
18. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. 2003
19. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Press. 2011.
20. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan keenam editor
Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007. Hal: 81-115.
21. Anil Khosla. Bacterial meningitis imaging. MBBS, MD Assistant Professor,
Department of Radiology. 2019.
22. Sharma R, Gaillard F. Leptomeningitis. Diperoleh dari :
https://radiopaedia.org/articles/leptomeningitis
48