Disusun Oleh :
1. AISEPMA, S.Kep
2. LOLA MORICA, S.Kep
3. NOFA RIZA, S.Kep
4. NINING WAHYUNI, S.Kep
5. MELI ANTARI, S.Kep
6. MARESA KAMORA, S.Kep
7. ADE FERDINA ADY, S.Kep
8. YULIS YANTI KLANA, S.Kep
Puji syukur Kelompok ucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Kelompok dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada ny E dengan
Stroke Hemoragik dirungan Interne/ hcu RS Otak DR. Drs. M. HATTA
Bukittinggi”.
Makalah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi Kompetensi pada
stase Keperawatan Medikal Bedah I di Institut Kesehatan Prima Nusantara
Bukittinggi. Kelompok menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, sangatlah sulit bagi kelompok untuk menyelesiakan makalah ini.
Oleh karena itu, kelompok mengucapkan terima kasih terutama kepada Yth. Ibu
Ns.Vera Kurnia. S.Kep,M.Kep selaku CI Akademik, dan Ns. Mega Rita, S.Kep
selaku CI Klinik dan Kepala Ruangan Interne/HCU RS Otak DR. Drs. M.
HATTA Bukittinggi yang telah memberikan arahan dan masukan sehingga
kelompok dapat menyelesaikan makalah ini.
Kelompok menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
kelompok harapkan demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan juga bagi tenaga
kesehatan.
Bukittinggi, 9 Juni 2022
Kelompok KMB I
DAFTAR ISI
Cover....................................................................................................... i
Kata Pengantar...................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................. iii
Bab I Pendahuluan................................................................................ 1
a. Latar Belakang............................................................................. 1
b. Rumusan Masalah........................................................................ 3
c. Tujuan.......................................................................................... 3
Bab II Tinjauan Pustaka....................................................................... 5
a. Definisi......................................................................................... 5
b. Anatomi Fisiologi........................................................................ 6
c. Klasifikasi Stroke Hemoragik...................................................... 9
d. Etiologi......................................................................................... 10
e. Patofisiologi................................................................................. 13
f. Manifestasi Klinis........................................................................ 15
g. Komplikasi................................................................................... 18
h. Penatalaksanaan........................................................................... 19
i. Pemeriksaan Penunjang............................................................... 20
j. Pengkajian Keperawatan.............................................................. 21
k. Diagnosa Keperawatan................................................................ 29
l. Intervensi Keperawatan............................................................... 29
m. Evaluasi........................................................................................ 37
Bab III Tinjauan Kasus......................................................................... 38
a. Pengkajian.................................................................................... 38
b. Diagnosa Keperawatan................................................................ 48
c. Intervensi Keperawatan............................................................... 48
d. Catatan Perkembangan................................................................. 52
Bab IV Pembahasan.............................................................................. 53
Bab V Penutup....................................................................................... 63
a. Kesimpulan.................................................................................. 63
b. Saran............................................................................................ 64
Daftar Pustaka
BAB 1
PEENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke sindrom klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak
fokal maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsumg selama 24 jam
atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tampa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler (Wardani, 2021). Stroke merupakan kondisi yang
menjelaskan perubahan neorologi yang disebabkan oleh gangguan dalam
sirkulasi darah kebagian otak. Stroke merupakan penyakit gangguan
fungsional otak akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena pendarahan
(hemoragik) ataupun sumbatan (iskemik) (Riskesdas tahun 2018).
Stroke hemoragik adalah suatu gangguan peredaran darah otak yang
ditandai dengan adanya peredaran darah intra serebral atau peredaran darah
intra serebral atau perdarahan subarakhoid. Tanda yang terjadi adalah
penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa
hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (ariani, 2012).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes kedalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya. Stroke hemoragik terjadi karena
pecahnya pembuluh darah otak, sehingga menimbulkan perdarahan di otak
(Ariani,2016).
Stroke merupakan penyebab umum kematian urutan ketiga di negara
maju setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Setiap tahun lebih 700.000
orang Amerika mengalami stroke, 25% diantara berusia dibawah 65 tahun ,
dan 150.000 orang yang meninggal akibat stroke atau akibat komlikasi setelah
stroke. Setiap saat 4,7 juta orang Amerika Serikat pernah mengalami stroke,
mengakibatkan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan stroke
mengeluarkan biaya melebihi $18 milyar setiap tahun (Goldszmit & Caplain,
2017 dalam Nababan &Giawan,2019).
Cara mengatasi masalah ini diperlukan strategi penanggulangan stroke
yang mencakup aspek promotif, proventif, kuratif dan rehabilitative dengan
menggunakan system asuhan keperawatan yang komprehensif dan
berkesinambungan. Aspek promotif antara lain seperti tindakan penyuluhan
tentang stroke, penyebab dan tanda gejala. Untuk tindakan preventif yaitu bisa
dilakukan dengan menyarankan kepada masyarakat supaya merupakan pola
hidup sehat dan rajin cek tekanan darah. Tindakan kuratif yaitu penangana
stroke yang cepat, tepat dan akurat di rumah sakit yang maksimal dan untuk
tindakan rehabilitasi yaitu pemulihan aktivitas pasca stroke yang bisa
berkolaborasi dengan terapis (Wardani,2016).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, provelensi penyakit stroke di
indonesia mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013,
antara lain, dari 7% menjadi 10,9%, berdasarkan data Riskesdas tahun 2018
diatas stroke merupakan peringkat ke 2 setelah hipertensi.
Sumatera barat merupakan provinsi di indonesia dengan prevalensi
penyakit tidak menular yang cukup tinggi. Stroke merupakan penyakit di
Sumatera Barat dengan provalensi penyakit yaitu 10,9% (Riskesdas, 2018).
Bukittinggi pada tahun 2018 merupakan kota dengan pravelensi penyakit
menular yang cukup tinggi. Dengan hipertensi berada diperingkat ke 4
diprovinsi Sumatera Berat dengan prevalensi 31,2%, stroke dengan prevalensi
7.4% (Kemenkes RI Rakerkasda Provinsi Sumatera Barat, 2018)
Dengan prevalensi penyakit stroke yang cukup tinggi di Sumatera
Barat dan merupakan penyakit pembuluh darah otak yang mengakibatkan
gejala gangguan saraf bahkan kematian. Stroke terjadi apabila pembuluh sarah
otak mengalami penyumbatan atau pecah maka akibat sebagian otak tidak
mendapat pasokan darah yang membawa oksigen yang diperlukan sehingga
mengalami kematian sel/jaringan (Kemenkes RI, 2016).
Berdasarkan data yang didapat dari kasus stroke rawat inap di Rumah
Sakit Otak DR.Drs.Moh.Hatta Bukittinggi tahun 2022 dari bulan Januari
sampai Mei, didapatkan sebanyak 1245 pasien Stroke, untuk laki-laki
sebanyak 793 orang dan perempuan sebanyak 452 orang. Dan untuk kasus
Stroke Hemoragik sebanyak 189 pasien. Stroke hemoragik laki-laki 106 orang
dan pasien perempuan 83 orang.
Berdasarkan data diatas kelompok tertarik dan termotivasi untuk
menyusun laporan seminar jasus sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan siklus keperawatan gawat darurat di RS Otak DR.Drs. M.Hatta
Bukittinggi tahun 2022 dengan judul kasus Asuhan Keperawatan pada NY.E
dengan Stroke Hemoragik diruanganHCU RS Otak DR. Drs. M.Hatta
Bukittinggi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah dalam kasus ini
adalah “Bagaimana pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada NY.E dengan
Stroke Hemoragik diruangan HCU RS Otak DR. Drs. M.Hatta Bukittinggi”.
C. Tujuan Penulis
1. Tujuan Umum
Kelompok mampu melakukan Bagaimana pelaksanaan Asuhan
Keperawatan pada Ny.E dengan Stroke Hemoragik dirungan HCU RS
Otak DR. Drs. M. HATTA Bukittinggi
2. Tujuan Khusus
a. Kelompok melakukan pengkajian data pada NY E dengan kasus
Stroke Hemoragik di ruaangan HCU RS. Otak DR. Drs. M.HATTA
Bukittinggi
b. Kelompok mampu mmenganalisa dan menegakkan diagnosa atau
masalah keperawatan pada NY.E dengan kasus Stroke Hemoragik di
ruaanganHCU RS. Otak DR. Drs. M.HATTA Bukittinggi
c. Kelompok mampu mempelajari dan menentukan intervensi
keperawatan secara menyeluruh pada NY.E dengan kasus Stroke
Hemoragik di ruaangan HCU RS. Otak DR. Drs. M.HATTA
Bukittinggi
d. Kelompok mampu mengimplementasikan rencana tindakan
keperawatan pada NY.E dengan kasus Stroke Hemoragik di ruaangan
HCU RS. Otak DR. Drs. M.HATTA Bukittinggi
e. Kelompok mampu mengevaluasi, sebagai tolak ukur guna menerapkan
asuhan keperawatan pada NY.E dengan kasus Stroke Hemoragik di
ruaangan HCU RS. Otak DR. Drs. M.HATTA Bukittinggi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
Gambar 2.1
2. Etiologi
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi menurut
Muttaqin (2016) yaitu :
a. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah
dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdaraha.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai
bentuk abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan
mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
3
1) Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak
dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK
yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering
dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus
kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah
berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid (Ariani, 2016).
2) Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM.
Aneurisma paling sering didapat pada percabangan pembuluh
darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada
jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri
dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering
4
pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya
perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat
menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme
diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari
darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan
pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2
dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan
didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan
aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan
bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 %
dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi
serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2
melalui proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan
dilatasi pembuluh darah otak (Ariani, 2016).
5
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
6
4. Manifestasi Klinis
Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke
diantaranya sebagai berikut :
a. Daerah arteri serebri media
1) Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
2) Hemianopsi homonim kontralateral
3) Afasi bila mengenai hemisfer dominan
4) Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
b. Daerah arteri karotis interna
Serupa dengan bila mengenai a. Serebri media
c. Daerah arteri serebri anterior
1) Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
2) Incontinentia urinae
3) Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
d. Daerah arteri posterior
1) Hemianopsi homonim kontralateral ( gangguan lapang pandang)
2) Daerah makula karena daerah ini mendapat suplay darah dari
arteri serebri media.
3) Nyeri talamik atau CPSP ( Central Pain Post Stroke)
4) Hemibalisme
5) Aleksi bila mengenai hemisfer dominan
e. Daerah vertebrobasiler
1) Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang
otak
2) Hemiplegi alternans atau tetraplegi
3) Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)
5. Komplikasi
Stroke hemoragik dapat menyebabkan bergagai komplikasi
menurut Muttaqin (2016):
a. Infark Serebri
7
b. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus
normotensif
c. Fistula caroticocavernosum
d. Epistaksis
e. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik menurut Ariani (2016),
antara lain:
a. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central
jaringan otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih
bisa diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan
sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa
dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol/memperbaiki
disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
b. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
c. Pengobatan
1) Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan
perdarahan pada fase akut.
2) Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah
peristiwa trombolitik/emobolik.
3) Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
d. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran
darahotak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga
menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit
kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi
umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik
dapat dipertahankan.
8
e. Craniotomi
Operasi ini adalah sebuah operasi pada otak yang dilakukan dengan
cara mengangakat flap tengkorak untuk sementara, dan akan
langsung mengembalikannya pada saat operasi telah selesai
dilakukan. Hal, ini sangat berbeda dengan operasi kraniektomi yang
pernah kita bahas sebelumnya. Jika kraniotomi akan
mengembalikan flap tulang secara langsung namun, pada
kranektomi justru flap tulang tidak akan dikembalikan dengan
secepatnya. Pasien akan melakukan penantian untuk beberapa saat
sebelum flap tersebut dikembalikan. Perbedaan ini sendiri juga
disebabkan karena penyebab atau alasan kenapa operasi tersebut
dilakukan.
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ariani (2016) pemeriksaan penunjang untuk klien
dengan stroke hemoragik yaitu :
a. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau
perdarahan pada intrakranial.
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. EEG
9
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf
pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak
dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi
(SST). Fungsi dariSST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara
SSP dengan bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2010).
a. Cerebrum
Bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan
dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus
(celah) dan girus (Ganong, 2009). Cerebrum dibagi menjadi beberapa
lobus, yaitu:
1) Lobus Frontalis Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi
intelektual yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak
dan nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan
emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan
10
volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat
area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat
daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga
mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan
inisiatif (Purves dkk, 2010).
2) Lobus Temporalis Mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari
fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk
mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan
dalam pembentukan dan perkembangan emosi.
3) Lobus Parietalis Lobus parietalis merupakan daerah pusat
kesadaran sensorik di gyrus postsentralis (area sensorik primer)
untuk rasa raba dan pendengaran (White, 2008).
4) Lobus Oksipitalis Lobus Oksipitalis berfungsi untuk pusat
penglihatan dan area asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan
memproses rangsang penglihatan dari nervus optikus dan
mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain &
memori (White, 2008).
5) Lobus Limbik Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi
manusia, memori emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan
perubahan melalui pengendalian atas susunan endokrin dan
susunan otonom (White, 2008).
b. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran
koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada
informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk
keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot
volunter secara optimal (Purves, 2010).
c. Brainstem
11
Berfungsi mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar.
Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis
dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak yang penting
adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara
medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12
pasang saraf cranial
1. Anatomi Peredaran Darah di Otak
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat
mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus
dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan
pembuluhpembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat
satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang
adekuat untuk sel (Wilson, et al., 2012).
a. Peredaran Darah Arteri Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang
arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri karotis interna, yang
bercabang dan beranastosmosis membentuk circulus willisi. Arteri
karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis
yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial.
Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar
arteri communicans posterior yang bersatu kearah kaudal dengan
arteri serebri posterior. Arteri serebri anteriorsaling berhubungan
melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan
kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
subklavia kanan merupakan cabang dari arteria inominata,
sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari
aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris (Wilson, et al., 2012).
b. Peredaran Darah Vena Aliran darah vena dari otak terutama ke
dalam sinus-sinus duramater, suatu saluran pembuluh darah yang
terdapat di dalam struktur duramater. Sinus-sinus duramater tidak
12
mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk triangular.
Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus
longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena
cortex yang utama adalah vena anastomotica magna yang mengalir
ke dalam sinus longitudinalis superior dan vena anastomotica
parva yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena serebri
profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia (Wilson, et
al., 2012).
c.
B. Klasifikasi Stroke Hemoragik
1. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
13
aplastik), tumor, infeksi (missal vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes
simpleks, mikosis, TBC), idiopatik atau tidak diketahui (25%), serta
trauma kepala 17 (Junaidi, 2011) Sebagian kasus PSA terjadi tanpa sebab
dari luar tetapi sepertiga kasus terkait dengan stress mental dan fisik.
Kegiatan fisik yang menonjol seperti : mengangkat beban, menekuk, batuk
atau bersin yang terlalu keras, mengejan dan hubungan intim (koitus)
kadang bisa jadi penyebab (Junaidi, 2011).
b. Faktor Resiko Pelaku Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko
pelaku. Pelaku menerapkan gaya hidup dan pola makan yang tidak
sehat. Hal ini terlihat pada :
1. Kebiasaan merokok
2. Mengosumsi minuman bersoda dan beralkohol
14
3. Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)
4. Kurangnya aktifitas gerak/olahraga
5. Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa
alasan yang jelas
2. Penyakit Jantung
Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian otot
jantung) menjadi factor terbesar terjadinya stroke. Jantung
merupakan pusat aliran darah tubuh. Jika pusat pengaturan
mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun menjadi
terganggu, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan aliran
darah itu dapat mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun
bertahap.
3. Diabetes Melitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melitus umumnya lebih
kaku atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan
atau penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat
menyebabkan kematian otak.
4. Hiperkolesterlemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam
darah berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan
terbentuknya plak pada pembuluh darah. Kondisi seperti ini
15
lamakelamaan akan menganggu aliran darah, termasuk aliran darah
ke otak.
5. Obesitas
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu faktor
terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol
dalam darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL
(Low-Density Lipoprotein) lebih tinggi dibanding kadar HDL
(High-Density Lipoprotein). Untuk standar Indonesia, seseorang
dikatakan obesitas jika indeks massa tubuhnya melebihi 25 kg/m.
sebenarnya ada dua jenis obesitas atau kegemukan yaitu obesitas
abdominal dan obesitas perifer. Obesitas abdominal ditandai
dengan lingkar pinggang lebih dari 102 cm bagi pria dan 88 cm
bagi wanita.
6. Merokok
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang
merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi
dibanding orang-orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar
fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah
sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena pembuluh
darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat menyebabkan gangguan
aliran darah.
1. Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya
stroke. Hal ini terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi
secara alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah
lebih kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak
yang berlebih akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke
tubuh, termasuk otak.
16
2. Jenis Kelamin
Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko lebih
besar mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki cenderung
merokok. Bahaya terbesar dari rokok adalah merusak lapisan
pembuluh darah pada tubuh.
3. Riwayat Keluarga
Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka
kemungkinan dari keturunan keluarga tersebut dapat mengalami
stroke. Orang dengan riwayat stroke pada keluarga memiliki resiko
lebih besar untuk terkena stroke disbanding dengan orang yang
tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
4. Perbedaan Ras
Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang Afrika
Karibia sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang non-Karibia.
Hal ini dimungkinkan karena tekanan darah tinggi dan diabetes
lebih sering terjadi pada orang afrika-karibia daripada orang
nonAfrika Karibia. Hal ini dipengaruhi juga oleh factor genetic dan
faktor lingkungan.
17
autoregulasi. Mekanisme anastomis berhubungan dengan suplai darah ke otak
untuk pemenuhan kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan mekanisme
autoregulasi adalah bagaimana otak melakukan mekanisme/usaha sendiri
dalam menjaga keseimbangan. Misalnya jika terjadi hipoksemia otak maka
pembuluh darah otak akan mengalami vasodilatasi (Tarwoto, 2013)
1. Mekanisme Anatomis
2. Mekanisme Autoregulasi
18
oleh suatu mekanisme homeostasis sistemik dan local dalam rangka
mempertahankan kebutuhan nutrisi dan darah secara adekuat.
Terjadinya stroke sangat erat hubungannya dengan perubahan
alirandarah otak, baik karena sumbatan/oklusi pembuluh darah otak
maupun perdarahan pada otak menimbulkan tidak adekuatnya suplai
oksigen dan glukosa.
19
Woc Stroke Hemoragik
arteroklerosis
STROKE
HEMORAGIK
Perdarahan intra serebral Perdarahan ekstra serebral
Peningkatan TIK Penurunan kapasitas Vasospasme pembuluh darah Disfungsi otak fokal
adaftif intrakranial serebral
Gangguan fungsi brainstem Gangguan fungsi serebrum Kelumpuhan sebagian bagian Gangguan fungsi bicara Penurunan reflek
talamus & serebelum tubuh mengunyah
Depresi pusat Depresi pusat pernapasan Depresi pusat pengaturan Gangguan mobilitas fisik Gangguan komunikasi Reflen menelan turun
pencernaan kardio verbal
Tersedak
Respon GI Pola napas tidak efektif Perubahan denyut jantung Defisit perawatan diri Obstruksi jalan napas
12
Sumber : Depkes 2017
13
E. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada klien stroke hemoragik adalah sebagai
berikut :
a. Anamnesis (Khaira, 2018)
1) Identitas Klien
a) Umur
Stroke dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering dijumpai
pada populasi usia tua. Setelah berumur 55 tahun, risikonya
berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Pada stroke
hemoragik dengan perdarahan intraserebral lebih sering
ditemukan pada usia 45-60 tahun, sedangkan stroke hemoragik
dengan perdarahan subarachnoid lebih sering ditemukan pada usia
20-40 tahun.
b) Jenis Kelamin
Laki-laki lebih cenderung terkena stroke lebih tinggi
dibandingkan wanita, dengan perbandingan 1,3 : 1, kecuali pada
usia lanjut laki-laki dan wanita hampir tidak berbeda. Laki-laki
yang berumur 45 tahun bila bertahan hidup sampai 85 tahun
kemungkinan terkena stroke 25%, sedangkan risiko bagi wanita
hanya 20%. Pada laki-laki cenderung terkena stroke iskemik
sedangkan wanita lebih sering menderita stroke hemoragic
subarachnoid dan kematiannya 2 kali lebih tinggi dibandingkan
laki-laki.
c) Pekerjaan
Stroke dapat menyerang jeis pekerjaan lainnya dan beberapa ahli
menyebutkan bahwa stroke cenderung diderita oleh golongan
dengan sosial ekonomi yang tinggi karena berhubungan dengan
pola hidup, pola makan, istirahat dan aktivitas. Hasil penelitian
menunjukkan sebagaian besar (50%) berpendidikan sarjana, yang
memiliki kecenderungan adanya perubahan gaya dan pola hidup
yang dapat memicu terjadinya stroke.
b. Keluhan Utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan
kesadaran (Gefani, 2017).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak pada saat pasien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar
selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain (Rahmayanti, 2019).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat diabetes mellitus, penyakit
jantung, anemia, trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan. Selain itu, pada riwayat penyakit dahulu juga ditemukan
riwayat tinggi kolesterol, merokok, riwayat pemakaian kontrasepsi yang
disertai hipertensi dan meningkatnya kadar estrogen, dan riwayat
konsumsi alkohol (Khaira, 2018).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes mellitus atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu
(Khaira, 2018).
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Inspeksi : Biasanya tidak ditemukan masalah
2) Muka
Inspeksi : Umumnya tidak simetri, bell’s palsy, wajah pucat, alis
mata simetris,
3) Mata
Inspeksi : Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor, kelopak mata tidak odem.
4) Telinga
Inspeksi : Biasanya telinga sejajar kanan dan kiri
5) Hidung
Inspeksi : Biasanya simetris kanan dan kiri, tidak ada pernafasan
cuping hidung.
6) Mulut dan Faring
Inspeksi : Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga
coma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor,mukoso bibir
kering.
7) Leher
Inspeksi : Biasanya pada pasien stroke hemoragik mengalami
gangguan menelan
8) Thorax
a. Paru
Inspeksi : simetris kanan dan kiri
Palpasi : vocal vremitus sama antara kanan dan kiri
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi : biasanya bunyi normal (vesikuler)
b. Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanya bunyi normal (vesikuler)
c. Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Auskultasi : biasanya bising usus tidak terdengar
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
9) Sistem Integumen
Jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor akan jelek. Di samping itu perlu
juga di kaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien Stroke Hemoragik Bleeding harus bed rest
2-3 minggu.
10) Ekstremitas Atas dan bawah : Keadaan rentang gerak biasanya
terbatas, CRT biasanya normal yaitu < 2 detik.
11) Genetalia dan sekitarnya
Terkadang terdapat inkontenensia atau retensio urin Status
System neurologi:
g. Tingkat Kesadaran
Gonce (2012) tingkat kesadaran merupakan parameter untama yang sangat
penting pada penderita stroke. Perlu dikaji secara teliti dan secara
komprehensif untuk mengetahui tingkat kesadaran dari klien dengan
stroke. Macam-macam tingkat kesadaran terbagi atas:
Metoda Tingkat Responsivitas
1) Composmentis : kondisi sesorang yang sadar sepenuhnya, baik
terhadap dirinya maupun terhadap dirinya maupun terhap
lingkungannya dan dapat menjawab pertanyaan yang dinyatakan
pemeriksa dengan baik
2) Apatis : yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh
terhadap lingkungannya
3) Derilium : yaitu kondisi sesorang yang mengalami kekacauan
gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh
gelisah, kacau, disorientasi srta meronta-ronta
4) Somnolen : yaitu kondisi sesorang yang mengantuk namun masih
dapat sadar bila diransang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur
kembali
5) Sopor : yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun
masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya
rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak dapat
menjawab pertanyaan dengan baik.
6) Semi-Coma : yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan
respons terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali,
respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea
dan pupil masih baik.
7) Coma : yaitu penurunan kesadaran yang salangat dalam, memberikan
respons terhadap pernyataan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons
terhadap rangsang nyeri.
Berikut tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari skor yang didapat dari
penilaian GCS klien :
4. Perubahan Pupil Pupil harus dapat dinilai ukuran dan bentuknya (sebaiknya
dibuat dalam millimeter). Suruh pasien berfokus pada titik yang jauh dalam
ruangan. Pemeriksa harus meletakkan ujung jari dari salah satu tangannya sejajar
dengan hidung pasien. Arahkan cahaya yang terang ke dalam salah satu mata dan
perhatikan adanya konstriksi pupil yang cepat (respon langsung). Perhatikan
bahwa pupil yang lain juga harus ikut konstriksi (respon konsensual). Anisokor
(pupil yang tidak sama) dapat normal pada populasi yang presentasinya kecil atau
mungkin menjadi indikasi adanya disfungsi neural.
6. Saraf Kranial
II. Optikus : Akuitas visual kasar dinilai dengan menyuruh pasien membaca
tulisan cetak. Kebutuhan akan kacamata sebelum pasien sakit harus
diperhatikan.
VI. Abdusen : Saraf cranial ini dinilai secara bersamaan karena ketiganya
mempersarafi otot ekstraokular. Saraf ini dinilai dengan menyuruh pasien
untuk mengikuti gerakan jari pemeriksa ke segala arah.
VII. Fasial : Bagian sensori saraf ini berkenaan dengan pengecapan pada dua
pertiga anterior lidah. Bagian motorik dari saraf ini mengontrol otot ekspresi
wajah. Tipe yang paling umum dari paralisis fasial perifer adalah bell’s palsi.
XII. Hipoglosus : Saraf ini mengontrol gerakan lidah. Saraf ini dinilai dengan
menyuruh pasien menjulurkan lidah. Nilai adanya deviasi garis tengah, tremor
dan atropi. Jika ada deviasi sekunder terhadap kerusakan saraf, maka akan
mengarah pada sisi yang terjadi lesi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif b/d penurunan kinerja ventrikel kiri,
tumor otak, cidera kepala, infark miokard akut, hipertensi dan
hiperkolesteronemia.
b. Pola napas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya
napas, gangguan neuromuskular dan gangguan neurologis.
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d spasme jalan napas, disfungsi
neuromuskuler dan sekresi yang tertahan.
d. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan
anggota gerak
e. Gangguan komunikasi verbal b/d penurunan sirkulasi serebral, dan
gangguan neuromuskuler
f. Gangguan persepsi sensori b/d gangguan penglihatan, pendengaran,
penghiduan, dan hipoksia serebral.
g. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan
h. Resiko gangguan integritas kulit/ jaringan b/d penurunan mobilitas
i. Defisit perawatan diri b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan
3. Intervensi Keperawatan
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif b/d penurunan kinerja ventrikel kiri,
tumor otak, cidera kepala, infark miokard akut, hipertensi dan
hiperkolesteronemia membaik
b. Pola napas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya
napas, gangguan neuromuskular dan gangguan neurologis membaik
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d spasme jalan napas, disfungsi
neuromuskuler dan sekresi yang tertahan membaik
d. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan
anggota gerak membaik
e. Gangguan komunikasi verbal b/d penurunan sirkulasi serebral, dan
gangguan neuromuskuler membaik
f. Gangguan persepsi sensori b/d gangguan penglihatan, pendengaran,
penghiduan, dan hipoksia serebral membaik
g. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan membaik
h. Resiko gangguan integritas kulit/ jaringan b/d penurunan mobilitas membaik
i. Defisit perawatan diri b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan
membaik
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
1. Nama : Ny. E
2. Umur : 60 Tahun
4. Pekerjaan : Pedagang
5. Agama : Islam
a. Nama : Ny. G
b. Umur : 40 Tahun
d. Pekerjaan : Wiraswasta
e. Alamat : Bekasi
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pada hari Jumat tanggal 27 Mei 2022 lebih kurang jam 16.00
ke RSOMH Bukittinggi.
Keterangan
= perempuan meninggal
= Laki-laki meninggal
= Perempuan
= Laki-laki
= Pasien
e. Penggunaan
2. Berhenti : -
3. Jumlah penggunaan :-
4. Alcohol :-
a. Nutrisi
X 250 cc
diberikan oleh
perawat
b. Cairan
1. BAB
- Frekuensi 1 x sehari Selama dirawat sudah 2x
- Konsistensi Setengah Padat/lembek Lembek
- Warna Kuning Kuning
- Bau
Khas Khas
2. BAK
- Frekuensi 5 x sehari Terpasang kateter
+/- 2000cc/24 jam
- Warna Kuning Kuning
- Bau Khas khas
Aktifitas 0 1 2 3
Makan/minum
Mandi
Berpakaian/berdandan
Toileting
Mobilisasi ditempat
tidur
Berpindah
Berjalan
klien dimandikan 1 kali sehari dan dilakukan oral hygiene 2 kali dalam sehari
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : CM GCS : E=1 V=x M=2
TB : 160cm
BB : 80kg
IMT : Brat Badan (kg)
[Tinggi Badan (m)]2
: 80 kg = 80 kg = 31,25
[160 cm]2 2.56
b. TTV
- TD 142/80 mmHg, N 99 x permenit, RR 20 x permenit, T 36,5°C.
Pupil isokor, dengan diameter 2 mm negatife.
c. Kepala
1) Rambut
I = Rambut bewarna hitam bercampur putih dan bersih, tidak
berminyak, lurus, tidak ada pedikulus, tidak ada lesi, kepala
simetris, tidak ada pembengkakan.
P =tidak ada udem / masa dan nyeri pada kepala
2) Mata
I= Mata tampak simetris, konjungtiva ananemis, skelera anikterik,
pupil isokor, dan tidak ada udema pada pelpebra.
3) Telinga
I= Pada saat dilakukan pengkajian fisik letak telinga simetris serta
tidak ada cairan pada telinga dan fungsi pendengaran tidak dapat
dinilai
4) Hidung
I= Posisi hidung simetris, tidak ada lesi dan tidak ada pernapasan
cuping hidung, terpasang O2 3 liter dengan nasal kanul
P= Tidak ada pembengkan
2) Ekstremitas bawah
Ekstremitas bawah Ny. E lengkap kiri dan kanan tidak ada lecet.
terpasang infus NaCL 0.9%/12 jam dan syiringe pump
Nitrogliserine 1 ampul dalam 50cc dengan kecepatan 33cc/jam di
ekstremitas sebelah kanan.
3) Kekuatan Motorik
Kekuatan otot tidak dapat dinilai Karena pasien penurunan
kesadaran.
7. Data Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Darah LeLengkap
Ureum
Kreatinin Darah
Kolesterol HDL
Trigliserida
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Pemeriksaan CT-Scan
Kesan :
- Edema cerebral
- Infark multiple
- Edema serebri
- ventrikulomegali
2) Rontgen
Kesan :
c. EKG
a. Data Subjektif:
sendiri.
b. Data Objektif:
3. GCS E=1 V= x M= 2
9. Ronkhi (+)
10. Analisa Data
B. Diagnosa Keperawatan
hipersekresi jalan nafas d.d batuk tidak efektif, sputum berlebih, ronkhi
otot d.d kekuatan otot menurun, rentang gerak ROM menurun, fisik
lemah.
C. Prioritas Diagnosa
otot d.d kekuatan otot menurun, rentang gerak ROM menurun, fisik
lemah .
D. Asuhan keperawatan
Terapeutik
Edukasi
2. Penurunan kapasitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen peningkatan tekanan intra Observasi
adaptif intra kranial keperawatan 3x24 jam kapasitas kranial
b.d Edema serebral adaptif intracranial meningkat 1. Identifikasi penyebab peningkatan
(stroke hemoragik) dengan kriteria hasil: TIK
d.d tekanan darah 2. Monitor tanda dan gejala
meningkat, tingkat 1. Tingkat kesadaran peningkatan TIK
kesadaran menurun, meningkat 3. Monitor status pernafasan
respon pupil tidak 2. Fungsi kognitif meningkat
sama. 3. Sakit kepala menurun Terapeutik
4. Gelisah menurun
5. Tekanan darah membaik 1. Minimalkan stimulus dengan
6. Tekanan nadi membaik menyediakan lingkungan yang
7. Pola nafas membaik tenang
8. Respon pupil membaik 2. Berikan posisi semi fowler
9. Reflek neurologis membaik 3. Cegah terjadinyan kejang
10. Tekanan intracranial 4. Pertahankan suhu tubuh normal
membaik 5. Hindari maneuver valsava
Kolaborasi
Edukasi
2 Jumat Penurunan kapasitas 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan S: keluarga mengatakan pasien belum Klp I
3 Juni 2022 adaptif intracranial b/d TIK sajar juga
dema cerebral 2. Memonitor tanda dan gejala
peningkatan TIK O: GCS E1M2Vx
3. Memonitor status pernafasan TD 145/73 mmhg
4. Meminimalkan stimulus dengan Nd 90x/i
menyediakan lingkungan yang tenang RR 28x/i
5. Memberikan posisi semi fowler Kejang tidak ada
6. Mencegah terjadinyan kejang
7. Mempertahankan suhu tubuh normal A: masalah belum terarasi
8. Menghindari maneuver valsava
P: intervensi di lanjutkan no. 1-8
3 Jumat Gangguan mobilitas fisik 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau S: keluarga mengatakan pasien belum Klp I
3 Juni 2022 b/d gangguan keluhan fisik lainnya mampu bergerak
neuromuskuler dan 2. Mengidentifikasi toleransi fisik
kelemahan anggota gerak melakukan pergerakan O: ADL pasien dibantu
3. Memonitor frekuensi jantung dan Kesadaran soporoscoma
tekanan darah sebelum memulai GCS E1M2Vx
mobilisasi
4. Memonitor kondisi umum selama A: Masalah belum teratasi
melakukan mobilisasi
P: intervensi dilanjutkan no.1-9
5. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu ( mis; duduk diatas
tempat tidur
6. Memfasilitasi melakukan pergerakan 3.
Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan pergerakan
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
8. Menganjurkan melakukan mobilisasi
dini
9. Mengajarkan mobilisasi sederhana yg
harus dilakukan (mis: duduk diatas
tempat tidur)
1 Sabtu Bersihan jalan nafas tidak 1. Memonitor frekuensi irama, kedalaman S: keluarga mengatakan air ludah Klp I
4 Juni 2022 efektif b/d disfungsi dan upaya nafas pasien banyak
neuromuskuler, hiperskresi 2. Memonitor pola nafas
jalan nafas 3. Memonitor kemampuan batuk efektif O: SpO2 97%
4. Memonitor adanya produksi sputum RR 30x/I
5. Memonitor adanya sumbatan jalan nafas Sputum ada warna putih
6. Memonitor saturasi oksigen konsistensi encer
7. Mengauskultasi bunyi nafas Terpasang Nasal Kanul 3 L/i
8. Mengatur interval pemantauan sesuai
kondisi klien A: Masalah belum teratasi
Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan P: Intervensi lanjutkan no 1-9
Sabtu Penurunan kapasitas 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan S: keluarga mengatakan pasien belum Klp I
2 4 Juni 2022 adaptif intracranial b/d TIK sajar juga
dema cerebral 2. Memonitor tanda dan gejala
peningkatan TIK O: GCS E1M2Vx
3. Memonitor status pernafasan TD 144/77 mmhg
4. Meminimalkan stimulus dengan Nd 91x/i
menyediakan lingkungan yang tenang RR 25x/i
5. Memberikan posisi semi fowler Kejang tidak ada
6. Mencegah terjadinyan kejang
7. Mempertahankan suhu tubuh normal A: masalah belum terarasi
8. Menghindari maneuver valsava
P: intervensi di lanjutkan no.1-8
3 Sabtu Gangguan mobilitas fisik 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau S: keluarga mengatakan pasien belum Klp I
4 Juni 2022 b/d gangguan keluhan fisik lainnya mampu bergerak
neuromuskuler dan 2. Mengidentifikasi toleransi fisik
kelemahan anggota gerak melakukan pergerakan O: ADL pasien dibantu
3. Memonitor frekuensi jantung dan Kesadaran soporoscoma
tekanan darah sebelum memulai GCS E1M2Vx
mobilisasi TD 144/77 mmhg
4. Memonitor kondisi umum selama Nd 91x/i
melakukan mobilisasi RR 25x/i
PEMBAHASAN
Panjang.
5. Pengkajian Fisik
Dalam pengkajian pemeriksaan fisik pada kasus Ny. E
a. Keadaan umum
Kesadaran : CM GCS : E=1 V=x M=2
TB : 160cm
BB : 80kg
IMT : Brat Badan (kg)
[Tinggi Badan (m)]2
: 80 kg = 80 kg = 31,25
[160 cm]2 2.56
b. TTV
- TD 142/80 mmHg, N 99 x permenit, RR 20 x permenit, T 36,5°C.
Pupil isokor, dengan diameter 2 mm negatife.
c. Kepala
1) Rambut
I = Rambut bewarna hitam bercampur putih dan bersih, tidak
berminyak, lurus, tidak ada pedikulus, tidak ada lesi, kepala
simetris, tidak ada pembengkakan.
P =tidak ada udem / masa dan nyeri pada kepala
2) Mata
I= Mata tampak simetris, konjungtiva ananemis, skelera anikterik,
pupil isokor, dan tidak ada udema pada pelpebra.
3) Telinga
I= Pada saat dilakukan pengkajian fisik letak telinga simetris serta
tidak ada cairan pada telinga dan fungsi pendengaran tidak dapat
dinilai
4) Hidung
I= Posisi hidung simetris, tidak ada lesi dan tidak ada pernapasan
cuping hidung, terpasang O2 3 liter dengan nasal kanul
P= Tidak ada pembengkan
5) Mulut dan Gigi
I= Membran mukosa mulut tampak lembab, tidak ada kelainan
pada bibir dan langit-langit (tidak sumbing). Gigi pasien sebagian
sudah tanggal, tidak ada caries gigi.
6) Leher
I= Warna kulit leher sawo matang, tidak ada lesi atau
pembengkakan
P= Tidak di temui adanya pembengkakan atau pembesaran
kelenjar tiroid dan tidak ada distensi vena jugalaris
d. Thoraks
1) Paru- paru
I= Thoraks Ny. E tampak simetris, tidak ada pembengkakan atau
kelainan dan adanya pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan.
P= tidak ada massa, dan tidak ada nyeri tekan
P= Sonor
A= Suara napas ronkhi (26x permenit)
2) Jantung
I = Dada simetris kiri dan kanan, tidak pemengkakan sekitar dada
P = ictus cordis teraba
P = Sonor
A= Suara jantung normal 1 lup 2 dup
e. Abdomen
I = perut pasien tampak besar dan simetris, warna kulit sawo matang,
tidak ada pembengkakan dan lesi di perut
A = Bising usus 18 x permenit
P = Tidak ada nyeri tekan pada perut pasien.
P = Timpani
f. Ekstremitas
1) Ekstremitas atas
Tangan Ny. E lengkap kiri dan kanan, akral hangat, Crt <3 detik,
tidak ada pembengkakan dan sianosis.
2) Ekstremitas bawah
Ekstremitas bawah Ny. E lengkap kiri dan kanan tidak ada lecet.
terpasang infus NaCL 0.9%/12 jam dan syiringe pump
Nitrogliserine 1 ampul dalam 50cc dengan kecepatan 33cc/jam di
ekstremitas sebelah kanan.
3) Kekuatan Motorik
Kekuatan otot tidak dapat dinilai Karena pasien penurunan
kesadaran.
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskuler dan
hemoragik).
otot.
C. Prioritas Diagnosa
hemoragik).
otot.
A. intervensi
Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan kepada klien
berdasarkan prioritas masalah yang ditemukan, tidak semua rencana
tindakan pada teori dapat ditegakkan pada tinjauan kasus karena rencana
tindakan pada tinjauan kasus disesuaikan dengan keluhan dan keadaan
klien.
tinjauan teoritis sama dengan tinjauan kasus yaitu Monitor frekuensi irama,
kedalaman dan upaya nafas, Monitor pola nafas, Monitor kemampuan batuk
efektif, Monitor adanya produksi sputum, Monitor adanya sumbatan jalan nafas,
TIK, Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK, Monitor status pernafasan,
posisi semi fowler, Cegah terjadinyan kejang, Pertahankan suhu tubuh normal,
tinjauan kasus Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya, Identifikasi
mobilisasi, Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu ( mis; duduk diatas
D. implementasi
E. Evaluasi
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes
kedalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya. Stroke
hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak, sehingga
menimbulkan perdarahan di otak (Ariani,2016)
Dari pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. E dengan SH
(Stroke Hemoragik) dapat disimpulkan :
a. Pengkajian asuhan keperawatan pada Ny. E dengan SH (Stroke
Hemoragik) diruangan HCU RS Otak. Drs. M. Hatta Bukittinggi
tahun 2022 dapat dilakukan dengan baik dan tidak mengalami
kesulitan dalam mengumpulkan data dan keluarga Ny. E cukup
kooperatif.
b. Diagnosa asuhan keperawatan pada pada Ny. E dengan SH (Stroke
Hemoragik) diruangan HCU RS Otak. Drs. M. Hatta Bukittinggi dapat
dirumuskan 3 diagnosa pada tinjauan kasus.
c. Perencanaan asuhan keperawatan pada pada Ny. E dengan SH (Stroke
Hemoragik) diruangan HCU RS Otak. Drs. M. Hatta Bukittinggi
semua perencanaan dapat diterapkan pada tinjauan kasus.
d. Implementasi asuhan keperawatan pada pada Ny. E dengan SH
(Stroke Hemoragik) diruangan HCU RS Otak. Drs. M. Hatta
Bukittinggi semua dapat dilakukan, karena tindakan yang di
lakukan dapat tercapai.
e. Evaluasi pada pasien pada Ny. E dengan SH (Stroke Hemoragik)
diruangan HCU RS Otak. Drs. M. Hatta Bukittinggi dapat dilakukan
dan 3 diagnosa di tinjuan kasus semua diagnosa sudah teratasi.
B. Saran
1. Bagi Kelompok
Disarankan dapat menerapkan dan mengaplikasikan asuhan keperawatan
yang diberikan kepada Ny. E dengan SH (Stroke Hemoragik)
2. Bagi Rumah Sakit
Disarankan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan terhadap hasil
penerapan asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada Ny. E
dengan SH (Stroke Hemoragik)
3. Bagi Klien dan Keluarga.
Disarankan untuk dapat menerapkan asuhan keperawatan yang telah
diberikan Ny. E dengan SH (Stroke Hemoragik).
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sundoyo. 2019. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid Ii, Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta: Egc
Mutaqin, Arif. 2018. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervnsi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.