Anda di halaman 1dari 83

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA NY E

DENGAN STROKE HEMORAGIK DI RUANGAN INTERNE/


HCU RS. OTAK DR. DRS. M.HATTA
BUKITTINGGI TAHUN 2022

Disusun Oleh :
1. AISEPMA, S.Kep
2. LOLA MORICA, S.Kep
3. NOFA RIZA, S.Kep
4. NINING WAHYUNI, S.Kep
5. MELI ANTARI, S.Kep
6. MARESA KAMORA, S.Kep
7. ADE FERDINA ADY, S.Kep
8. YULIS YANTI KLANA, S.Kep

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA
BUKITTINGGI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kelompok ucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Kelompok dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada ny E dengan
Stroke Hemoragik dirungan Interne/ hcu RS Otak DR. Drs. M. HATTA
Bukittinggi”.
Makalah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi Kompetensi pada
stase Keperawatan Medikal Bedah I di Institut Kesehatan Prima Nusantara
Bukittinggi. Kelompok menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, sangatlah sulit bagi kelompok untuk menyelesiakan makalah ini.
Oleh karena itu, kelompok mengucapkan terima kasih terutama kepada Yth. Ibu
Ns.Vera Kurnia. S.Kep,M.Kep selaku CI Akademik, dan Ns. Mega Rita, S.Kep
selaku CI Klinik dan Kepala Ruangan Interne/HCU RS Otak DR. Drs. M.
HATTA Bukittinggi yang telah memberikan arahan dan masukan sehingga
kelompok dapat menyelesaikan makalah ini.
Kelompok menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
kelompok harapkan demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan juga bagi tenaga
kesehatan.
Bukittinggi, 9 Juni 2022

Kelompok KMB I
DAFTAR ISI

Cover....................................................................................................... i
Kata Pengantar...................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................. iii
Bab I Pendahuluan................................................................................ 1
a. Latar Belakang............................................................................. 1
b. Rumusan Masalah........................................................................ 3
c. Tujuan.......................................................................................... 3
Bab II Tinjauan Pustaka....................................................................... 5
a. Definisi......................................................................................... 5
b. Anatomi Fisiologi........................................................................ 6
c. Klasifikasi Stroke Hemoragik...................................................... 9
d. Etiologi......................................................................................... 10
e. Patofisiologi................................................................................. 13
f. Manifestasi Klinis........................................................................ 15
g. Komplikasi................................................................................... 18
h. Penatalaksanaan........................................................................... 19
i. Pemeriksaan Penunjang............................................................... 20
j. Pengkajian Keperawatan.............................................................. 21
k. Diagnosa Keperawatan................................................................ 29
l. Intervensi Keperawatan............................................................... 29
m. Evaluasi........................................................................................ 37
Bab III Tinjauan Kasus......................................................................... 38
a. Pengkajian.................................................................................... 38
b. Diagnosa Keperawatan................................................................ 48
c. Intervensi Keperawatan............................................................... 48
d. Catatan Perkembangan................................................................. 52
Bab IV Pembahasan.............................................................................. 53
Bab V Penutup....................................................................................... 63
a. Kesimpulan.................................................................................. 63
b. Saran............................................................................................ 64
Daftar Pustaka
BAB 1

PEENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke sindrom klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak
fokal maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsumg selama 24 jam
atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tampa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler (Wardani, 2021). Stroke merupakan kondisi yang
menjelaskan perubahan neorologi yang disebabkan oleh gangguan dalam
sirkulasi darah kebagian otak. Stroke merupakan penyakit gangguan
fungsional otak akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena pendarahan
(hemoragik) ataupun sumbatan (iskemik) (Riskesdas tahun 2018).
Stroke hemoragik adalah suatu gangguan peredaran darah otak yang
ditandai dengan adanya peredaran darah intra serebral atau peredaran darah
intra serebral atau perdarahan subarakhoid. Tanda yang terjadi adalah
penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa
hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (ariani, 2012).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes kedalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya. Stroke hemoragik terjadi karena
pecahnya pembuluh darah otak, sehingga menimbulkan perdarahan di otak
(Ariani,2016).
Stroke merupakan penyebab umum kematian urutan ketiga di negara
maju setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Setiap tahun lebih 700.000
orang Amerika mengalami stroke, 25% diantara berusia dibawah 65 tahun ,
dan 150.000 orang yang meninggal akibat stroke atau akibat komlikasi setelah
stroke. Setiap saat 4,7 juta orang Amerika Serikat pernah mengalami stroke,
mengakibatkan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan stroke
mengeluarkan biaya melebihi $18 milyar setiap tahun (Goldszmit & Caplain,
2017 dalam Nababan &Giawan,2019).
Cara mengatasi masalah ini diperlukan strategi penanggulangan stroke
yang mencakup aspek promotif, proventif, kuratif dan rehabilitative dengan
menggunakan system asuhan keperawatan yang komprehensif dan
berkesinambungan. Aspek promotif antara lain seperti tindakan penyuluhan
tentang stroke, penyebab dan tanda gejala. Untuk tindakan preventif yaitu bisa
dilakukan dengan menyarankan kepada masyarakat supaya merupakan pola
hidup sehat dan rajin cek tekanan darah. Tindakan kuratif yaitu penangana
stroke yang cepat, tepat dan akurat di rumah sakit yang maksimal dan untuk
tindakan rehabilitasi yaitu pemulihan aktivitas pasca stroke yang bisa
berkolaborasi dengan terapis (Wardani,2016).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, provelensi penyakit stroke di
indonesia mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013,
antara lain, dari 7% menjadi 10,9%, berdasarkan data Riskesdas tahun 2018
diatas stroke merupakan peringkat ke 2 setelah hipertensi.
Sumatera barat merupakan provinsi di indonesia dengan prevalensi
penyakit tidak menular yang cukup tinggi. Stroke merupakan penyakit di
Sumatera Barat dengan provalensi penyakit yaitu 10,9% (Riskesdas, 2018).
Bukittinggi pada tahun 2018 merupakan kota dengan pravelensi penyakit
menular yang cukup tinggi. Dengan hipertensi berada diperingkat ke 4
diprovinsi Sumatera Berat dengan prevalensi 31,2%, stroke dengan prevalensi
7.4% (Kemenkes RI Rakerkasda Provinsi Sumatera Barat, 2018)
Dengan prevalensi penyakit stroke yang cukup tinggi di Sumatera
Barat dan merupakan penyakit pembuluh darah otak yang mengakibatkan
gejala gangguan saraf bahkan kematian. Stroke terjadi apabila pembuluh sarah
otak mengalami penyumbatan atau pecah maka akibat sebagian otak tidak
mendapat pasokan darah yang membawa oksigen yang diperlukan sehingga
mengalami kematian sel/jaringan (Kemenkes RI, 2016).
Berdasarkan data yang didapat dari kasus stroke rawat inap di Rumah
Sakit Otak DR.Drs.Moh.Hatta Bukittinggi tahun 2022 dari bulan Januari
sampai Mei, didapatkan sebanyak 1245 pasien Stroke, untuk laki-laki
sebanyak 793 orang dan perempuan sebanyak 452 orang. Dan untuk kasus
Stroke Hemoragik sebanyak 189 pasien. Stroke hemoragik laki-laki 106 orang
dan pasien perempuan 83 orang.
Berdasarkan data diatas kelompok tertarik dan termotivasi untuk
menyusun laporan seminar jasus sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan siklus keperawatan gawat darurat di RS Otak DR.Drs. M.Hatta
Bukittinggi tahun 2022 dengan judul kasus Asuhan Keperawatan pada NY.E
dengan Stroke Hemoragik diruanganHCU RS Otak DR. Drs. M.Hatta
Bukittinggi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah dalam kasus ini
adalah “Bagaimana pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada NY.E dengan
Stroke Hemoragik diruangan HCU RS Otak DR. Drs. M.Hatta Bukittinggi”.

C. Tujuan Penulis
1. Tujuan Umum
Kelompok mampu melakukan Bagaimana pelaksanaan Asuhan
Keperawatan pada Ny.E dengan Stroke Hemoragik dirungan HCU RS
Otak DR. Drs. M. HATTA Bukittinggi
2. Tujuan Khusus
a. Kelompok melakukan pengkajian data pada NY E dengan kasus
Stroke Hemoragik di ruaangan HCU RS. Otak DR. Drs. M.HATTA
Bukittinggi
b. Kelompok mampu mmenganalisa dan menegakkan diagnosa atau
masalah keperawatan pada NY.E dengan kasus Stroke Hemoragik di
ruaanganHCU RS. Otak DR. Drs. M.HATTA Bukittinggi
c. Kelompok mampu mempelajari dan menentukan intervensi
keperawatan secara menyeluruh pada NY.E dengan kasus Stroke
Hemoragik di ruaangan HCU RS. Otak DR. Drs. M.HATTA
Bukittinggi
d. Kelompok mampu mengimplementasikan rencana tindakan
keperawatan pada NY.E dengan kasus Stroke Hemoragik di ruaangan
HCU RS. Otak DR. Drs. M.HATTA Bukittinggi
e. Kelompok mampu mengevaluasi, sebagai tolak ukur guna menerapkan
asuhan keperawatan pada NY.E dengan kasus Stroke Hemoragik di
ruaangan HCU RS. Otak DR. Drs. M.HATTA Bukittinggi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR STROKE HEMORAGIK


1. Definisi
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular (Muttaqin, 2016).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh
darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir.
Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma,
malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun (Artiani, 2016).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke
dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (Adib, 2015).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stroke hemoragik
adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya
pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara
semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir
dengan kelumpuhan.

1
Gambar 2.1

Sumber : (Michaeli, 2012)

2. Etiologi
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi menurut
Muttaqin (2016) yaitu :
a. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.

2
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah
dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdaraha.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai
bentuk abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan
mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.

Faktor resiko pada stroke adalah :


a. Hipertensi
b. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,
fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
c. Kolesterol tinggi, obesitas
d. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
e. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
f. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok,
dan kadar estrogen tinggi)
g. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alkohol

3. Patofisiologi dan Pathway


a. Patofisiologi
Ada dua bentuk CVA bleeding

3
1) Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak
dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK
yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering
dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus
kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah
berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid (Ariani, 2016).
2) Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM.
Aneurisma paling sering didapat pada percabangan pembuluh
darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada
jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri
dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering

4
pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya
perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat
menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme
diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari
darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan
pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2
dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan
didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan
aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan
bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 %
dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi
serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2
melalui proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan
dilatasi pembuluh darah otak (Ariani, 2016).

5
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas

Sumber (Depkes, 2015)

6
4. Manifestasi Klinis
Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke
diantaranya sebagai berikut :
a. Daerah arteri serebri media
1) Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
2) Hemianopsi homonim kontralateral
3) Afasi bila mengenai hemisfer dominan
4) Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
b. Daerah arteri karotis interna
Serupa dengan bila mengenai a. Serebri media
c. Daerah arteri serebri anterior
1) Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
2) Incontinentia urinae
3) Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
d. Daerah arteri posterior
1) Hemianopsi homonim kontralateral ( gangguan lapang pandang)
2) Daerah makula karena daerah ini mendapat suplay darah dari
arteri serebri media.
3) Nyeri talamik atau CPSP ( Central Pain Post Stroke)
4) Hemibalisme
5) Aleksi bila mengenai hemisfer dominan
e. Daerah vertebrobasiler
1) Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang
otak
2) Hemiplegi alternans atau tetraplegi
3) Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)

5. Komplikasi
Stroke hemoragik dapat menyebabkan bergagai komplikasi
menurut Muttaqin (2016):
a. Infark Serebri

7
b. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus
normotensif
c. Fistula caroticocavernosum
d. Epistaksis
e. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik menurut Ariani (2016),
antara lain:
a. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central
jaringan otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih
bisa diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan
sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa
dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol/memperbaiki
disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
b. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
c. Pengobatan
1) Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan
perdarahan pada fase akut.
2) Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah
peristiwa trombolitik/emobolik.
3) Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
d. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran
darahotak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga
menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit
kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi
umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik
dapat dipertahankan.

8
e. Craniotomi
Operasi ini adalah sebuah operasi pada otak yang dilakukan dengan
cara mengangakat flap tengkorak untuk sementara, dan akan
langsung mengembalikannya pada saat operasi telah selesai
dilakukan. Hal, ini sangat berbeda dengan operasi kraniektomi yang
pernah kita bahas sebelumnya. Jika kraniotomi akan
mengembalikan flap tulang secara langsung namun, pada
kranektomi justru flap tulang tidak akan dikembalikan dengan
secepatnya. Pasien akan melakukan penantian untuk beberapa saat
sebelum flap tersebut dikembalikan. Perbedaan ini sendiri juga
disebabkan karena penyebab atau alasan kenapa operasi tersebut
dilakukan.

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ariani (2016) pemeriksaan penunjang untuk klien
dengan stroke hemoragik yaitu :
a. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau
perdarahan pada intrakranial.
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. EEG

9
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.

A. Anatomi Fisiologi Otak

Otak terletak dalam rongga cranium , terdiri atas semua bagian


system saraf pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari
cerebrum cerebellum, brainstem, dan limbic system (Derrickson &Tortora,
2013). Otak merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun
neuron-neuron telah di otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan
adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak
mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak. Otak belajar
kemampuan baru, dan ini merupakan mekanisme paling penting dalam
pemulihan stroke ( Feign, 2010).

Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf
pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak
dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi
(SST). Fungsi dariSST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara
SSP dengan bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2010).

Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen


bagiannya adalah:

a. Cerebrum
Bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan
dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus
(celah) dan girus (Ganong, 2009). Cerebrum dibagi menjadi beberapa
lobus, yaitu:
1) Lobus Frontalis Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi
intelektual yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak
dan nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan
emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan

10
volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat
area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat
daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga
mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan
inisiatif (Purves dkk, 2010).
2) Lobus Temporalis Mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari
fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk
mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan
dalam pembentukan dan perkembangan emosi.
3) Lobus Parietalis Lobus parietalis merupakan daerah pusat
kesadaran sensorik di gyrus postsentralis (area sensorik primer)
untuk rasa raba dan pendengaran (White, 2008).
4) Lobus Oksipitalis Lobus Oksipitalis berfungsi untuk pusat
penglihatan dan area asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan
memproses rangsang penglihatan dari nervus optikus dan
mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain &
memori (White, 2008).
5) Lobus Limbik Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi
manusia, memori emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan
perubahan melalui pengendalian atas susunan endokrin dan
susunan otonom (White, 2008).
b. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran
koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada
informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk
keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot
volunter secara optimal (Purves, 2010).
c. Brainstem

11
Berfungsi mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar.
Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis
dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak yang penting
adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara
medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12
pasang saraf cranial
1. Anatomi Peredaran Darah di Otak
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat
mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus
dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan
pembuluhpembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat
satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang
adekuat untuk sel (Wilson, et al., 2012).
a. Peredaran Darah Arteri Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang
arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri karotis interna, yang
bercabang dan beranastosmosis membentuk circulus willisi. Arteri
karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis
yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial.
Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar
arteri communicans posterior yang bersatu kearah kaudal dengan
arteri serebri posterior. Arteri serebri anteriorsaling berhubungan
melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan
kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
subklavia kanan merupakan cabang dari arteria inominata,
sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari
aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris (Wilson, et al., 2012).
b. Peredaran Darah Vena Aliran darah vena dari otak terutama ke
dalam sinus-sinus duramater, suatu saluran pembuluh darah yang
terdapat di dalam struktur duramater. Sinus-sinus duramater tidak

12
mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk triangular.
Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus
longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena
cortex yang utama adalah vena anastomotica magna yang mengalir
ke dalam sinus longitudinalis superior dan vena anastomotica
parva yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena serebri
profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia (Wilson, et
al., 2012).
c.
B. Klasifikasi Stroke Hemoragik
1. Perdarahan Intra Serebral (PIS)

Perdarahan Intra Serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh


darah intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan
kemudian masuk ke dalam jaringan otak (Junaidi, 2011). Penyebab PIS
biasanya karena hipertensi yang berlangsung lama lalu terjadi kerusakan
dinding pembuluh darah dan salah satunya adalah terjadinya
mikroaneurisma. Faktor pencetus lain adalah stress fisik, emosi,
peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah. Sekitar 60- 70% PIS disebabkan oleh hipertensi.
Penyebab lainnya adalah deformitas pembuluh darah bawaan, kelainan
koagulasi. Bahkan, 70% kasus berakibat fatal, terutama apabila
perdarahannya luas (masif) (Junaidi, 2011).

2. Perdarahan ekstra serebral / perdarahan sub arachnoid (PSA)

Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang


subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder)
dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu sendiri
(perdarahan subarachnoid primer) (Junaidi, 2011) Penyebab yang paling
sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma (51-75%) dan sekitar
90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma sakuler congenital,
angioma (6-20%), gangguan koagulasi (iatronik/obat anti koagulan),
kelainan hematologic (misalnya trombositopenia, leukemia, anemia

13
aplastik), tumor, infeksi (missal vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes
simpleks, mikosis, TBC), idiopatik atau tidak diketahui (25%), serta
trauma kepala 17 (Junaidi, 2011) Sebagian kasus PSA terjadi tanpa sebab
dari luar tetapi sepertiga kasus terkait dengan stress mental dan fisik.
Kegiatan fisik yang menonjol seperti : mengangkat beban, menekuk, batuk
atau bersin yang terlalu keras, mengejan dan hubungan intim (koitus)
kadang bisa jadi penyebab (Junaidi, 2011).

C. Etiologi Stroke Hemoragik


Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke
hemoragik) disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah.
Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh
stress psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga
dapat disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya, seperti
mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya. Pembuluh darah
pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis berbentuk balon yang
disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak aterosklerotik (Junaidi,
2011). Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor lain yang
menyebabkan stroke (Arum, 2015) diantaranya :

a. Faktor Resiko Medis Faktor risiko medis yang memperparah stroke


adalah:

1. Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)


2. Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
3. Migraine (sakit kepala sebelah)

b. Faktor Resiko Pelaku Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko
pelaku. Pelaku menerapkan gaya hidup dan pola makan yang tidak
sehat. Hal ini terlihat pada :

1. Kebiasaan merokok
2. Mengosumsi minuman bersoda dan beralkohol

14
3. Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)
4. Kurangnya aktifitas gerak/olahraga
5. Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa
alasan yang jelas

c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

1. Hipertensi (tekanan darah tinggi)


Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar terjadinya
stroke. Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan aliran
darah yang mana diameter pembuluh darah akan mengecil
sehingga darah yang mengalir ke otak pun berkurang. Dengan
pengurangan aliran darah ke otak, maka otak kekurangan suplai
oksigen dan glukosa, lama kelamaan jaringan otak akan mati.

2. Penyakit Jantung
Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian otot
jantung) menjadi factor terbesar terjadinya stroke. Jantung
merupakan pusat aliran darah tubuh. Jika pusat pengaturan
mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun menjadi
terganggu, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan aliran
darah itu dapat mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun
bertahap.
3. Diabetes Melitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melitus umumnya lebih
kaku atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan
atau penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat
menyebabkan kematian otak.
4. Hiperkolesterlemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam
darah berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan
terbentuknya plak pada pembuluh darah. Kondisi seperti ini

15
lamakelamaan akan menganggu aliran darah, termasuk aliran darah
ke otak.
5. Obesitas
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu faktor
terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol
dalam darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL
(Low-Density Lipoprotein) lebih tinggi dibanding kadar HDL
(High-Density Lipoprotein). Untuk standar Indonesia, seseorang
dikatakan obesitas jika indeks massa tubuhnya melebihi 25 kg/m.
sebenarnya ada dua jenis obesitas atau kegemukan yaitu obesitas
abdominal dan obesitas perifer. Obesitas abdominal ditandai
dengan lingkar pinggang lebih dari 102 cm bagi pria dan 88 cm
bagi wanita.
6. Merokok
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang
merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi
dibanding orang-orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar
fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah
sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena pembuluh
darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat menyebabkan gangguan
aliran darah.

d. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

1. Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya
stroke. Hal ini terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi
secara alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah
lebih kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak
yang berlebih akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke
tubuh, termasuk otak.

16
2. Jenis Kelamin
Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko lebih
besar mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki cenderung
merokok. Bahaya terbesar dari rokok adalah merusak lapisan
pembuluh darah pada tubuh.
3. Riwayat Keluarga
Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka
kemungkinan dari keturunan keluarga tersebut dapat mengalami
stroke. Orang dengan riwayat stroke pada keluarga memiliki resiko
lebih besar untuk terkena stroke disbanding dengan orang yang
tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
4. Perbedaan Ras
Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang Afrika
Karibia sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang non-Karibia.
Hal ini dimungkinkan karena tekanan darah tinggi dan diabetes
lebih sering terjadi pada orang afrika-karibia daripada orang
nonAfrika Karibia. Hal ini dipengaruhi juga oleh factor genetic dan
faktor lingkungan.

D. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan
glukosa karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan
glukosa seperti halnya pada otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari seluruh
badan, namun menggunakan sekitar 25% suplay oksigen dan 70% glukosa.
Jika aliran darah ke otak terhambat maka akan terjadi iskemia dan terjadi
gangguan metabolisme otak yang kemudian terjadi gangguan perfusi serebral.
Area otak disekitar yang mengalami hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran
darah ke otak terganggu, lebih dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak
sadar dan dapat terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen jika aliran
darah ke otak terganggu lebih dari 4 menit (Tarwoto, 2013).
Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan
melakukan dua mekanisme tubuh yaitu mekanisme anatomis dan mekanisme

17
autoregulasi. Mekanisme anastomis berhubungan dengan suplai darah ke otak
untuk pemenuhan kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan mekanisme
autoregulasi adalah bagaimana otak melakukan mekanisme/usaha sendiri
dalam menjaga keseimbangan. Misalnya jika terjadi hipoksemia otak maka
pembuluh darah otak akan mengalami vasodilatasi (Tarwoto, 2013)
1. Mekanisme Anatomis

Otak diperdarahi melalui 2 arteri karotis dan 2 arteri vertebralis.


Arteri karotis terbagi manejadi karotis interna dan karotis eksterna. Karotis
interna memperdarahi langsung ke dalam otak dan bercabang kira-kira
setinggi kiasma optikum menjadi arteri serebri anterior dan media. Karotis
eksterna memperdarahi wajah, lidah dna faring, meningens. Arteri
vertebralis berasal dari arteri subclavia. Arteri vertebralis mencapai dasar
tengkorak melalui jalan tembus dari tulang yang dibentuk oleh prosesus
tranverse dari vertebra servikal mulai dari c6 sampai dengan c1. Masuk ke
ruang cranial melalui foramen magnum, dimana arteri-arteri vertebra
bergabung menjadi arteri basilar. Arteri basilar bercabang menjadi 2 arteri
serebral posterior yang memenuhi kebutuhan permukaan medial dan
inferior arteri baik bagian lateral lobus temporal dan occipital. Meskipun
arteri karotis interna dan vertebrabasilaris merupakan 2 sistem arteri yang
terpisah yang mengaliran darah ke otak, tapi ke duanya disatukan oleh
pembuluh dan anastomosis yang membentuk sirkulasi wilisi. Arteri serebri
posterior dihubungkan dengan arteri serebri media dan arteri serebri
anterior dihubungkan oleh arteri komunikan anterior sehingga terbentuk
lingkaran yang lengkap. Normalnya aliran darah dalam arteri komunikans
hanyalah sedikit. Arteri ini merupakan penyelamat bilamana terjadi
perubahan tekanan darah arteri yang dramatis.

2. Mekanisme Autoregulasi

Oksigen dan glukosa adalah dua elemen yang penting untuk


metabolisme serebral yang dipenuhi oleh aliran darah secara
terusmenerus. Aliran darah serebral dipertahankan dengan kecepatan
konstan 750ml/menit. Kecepatan serebral konstan ini dipertahankan

18
oleh suatu mekanisme homeostasis sistemik dan local dalam rangka
mempertahankan kebutuhan nutrisi dan darah secara adekuat.
Terjadinya stroke sangat erat hubungannya dengan perubahan
alirandarah otak, baik karena sumbatan/oklusi pembuluh darah otak
maupun perdarahan pada otak menimbulkan tidak adekuatnya suplai
oksigen dan glukosa.

Berkurangnya oksigen atau meningkatnya karbondioksida


merangsang pembuluh darah untuk berdilatasi sebagai kompensasi
tubuh untuk meningkatkan aliran darah lebih banyak. Sebalikya
keadaan vasodilatasi memberi efek pada tekanan intracranial.
Kekurangan oksigen dalam otak (hipoksia) akan menimbulkan
iskemia. Keadaan iskemia yang relative pendek/cepat.

19
Woc Stroke Hemoragik

hipertensi Gangguan jantung Diabetes melitus Obesitas merokok

Vasokonstriksi Penurunan konstriksi jantung Peningkatan visikositas darah Kolesterol


pembuluh darah

Penurunan curah jantung Gangguan aliran darah

arteroklerosis

STROKE
HEMORAGIK
Perdarahan intra serebral Perdarahan ekstra serebral

Darah masuk jaringan otak Pecahnya aneurisma

Hematoma serebral Peningkatan TIK

Peningkatan TIK Penurunan kapasitas Vasospasme pembuluh darah Disfungsi otak fokal
adaftif intrakranial serebral

Hernia serebral Hemiparise afasia Gangguan


hemisensori

Gangguan fungsi brainstem Gangguan fungsi serebrum Kelumpuhan sebagian bagian Gangguan fungsi bicara Penurunan reflek
talamus & serebelum tubuh mengunyah

Depresi pusat Depresi pusat pernapasan Depresi pusat pengaturan Gangguan mobilitas fisik Gangguan komunikasi Reflen menelan turun
pencernaan kardio verbal
Tersedak

Respon GI Pola napas tidak efektif Perubahan denyut jantung Defisit perawatan diri Obstruksi jalan napas

Mual, muntah Penurunan kardiak output Akumulasi cairan Bersihan jalan


dirongga mulut napas tidak efektif
Resiko penurunan COP

Defisit nutrisi Resiko perfusi serebral


tidak efektif

12
Sumber : Depkes 2017

13
E. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada klien stroke hemoragik adalah sebagai
berikut :
a. Anamnesis (Khaira, 2018)
1) Identitas Klien
a) Umur
Stroke dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering dijumpai
pada populasi usia tua. Setelah berumur 55 tahun, risikonya
berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Pada stroke
hemoragik dengan perdarahan intraserebral lebih sering
ditemukan pada usia 45-60 tahun, sedangkan stroke hemoragik
dengan perdarahan subarachnoid lebih sering ditemukan pada usia
20-40 tahun.
b) Jenis Kelamin
Laki-laki lebih cenderung terkena stroke lebih tinggi
dibandingkan wanita, dengan perbandingan 1,3 : 1, kecuali pada
usia lanjut laki-laki dan wanita hampir tidak berbeda. Laki-laki
yang berumur 45 tahun bila bertahan hidup sampai 85 tahun
kemungkinan terkena stroke 25%, sedangkan risiko bagi wanita
hanya 20%. Pada laki-laki cenderung terkena stroke iskemik
sedangkan wanita lebih sering menderita stroke hemoragic
subarachnoid dan kematiannya 2 kali lebih tinggi dibandingkan
laki-laki.
c) Pekerjaan
Stroke dapat menyerang jeis pekerjaan lainnya dan beberapa ahli
menyebutkan bahwa stroke cenderung diderita oleh golongan
dengan sosial ekonomi yang tinggi karena berhubungan dengan
pola hidup, pola makan, istirahat dan aktivitas. Hasil penelitian
menunjukkan sebagaian besar (50%) berpendidikan sarjana, yang
memiliki kecenderungan adanya perubahan gaya dan pola hidup
yang dapat memicu terjadinya stroke.
b. Keluhan Utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan
kesadaran (Gefani, 2017).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak pada saat pasien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar
selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain (Rahmayanti, 2019).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat diabetes mellitus, penyakit
jantung, anemia, trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan. Selain itu, pada riwayat penyakit dahulu juga ditemukan
riwayat tinggi kolesterol, merokok, riwayat pemakaian kontrasepsi yang
disertai hipertensi dan meningkatnya kadar estrogen, dan riwayat
konsumsi alkohol (Khaira, 2018).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes mellitus atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu
(Khaira, 2018).
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Inspeksi : Biasanya tidak ditemukan masalah
2) Muka
Inspeksi : Umumnya tidak simetri, bell’s palsy, wajah pucat, alis
mata simetris,
3) Mata
Inspeksi : Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor, kelopak mata tidak odem.
4) Telinga
Inspeksi : Biasanya telinga sejajar kanan dan kiri
5) Hidung
Inspeksi : Biasanya simetris kanan dan kiri, tidak ada pernafasan
cuping hidung.
6) Mulut dan Faring
Inspeksi : Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga
coma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor,mukoso bibir
kering.
7) Leher
Inspeksi : Biasanya pada pasien stroke hemoragik mengalami
gangguan menelan
8) Thorax
a. Paru
Inspeksi : simetris kanan dan kiri
Palpasi : vocal vremitus sama antara kanan dan kiri
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi : biasanya bunyi normal (vesikuler)
b. Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanya bunyi normal (vesikuler)
c. Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Auskultasi : biasanya bising usus tidak terdengar
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
9) Sistem Integumen
Jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor akan jelek. Di samping itu perlu
juga di kaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien Stroke Hemoragik Bleeding harus bed rest
2-3 minggu.
10) Ekstremitas Atas dan bawah : Keadaan rentang gerak biasanya
terbatas, CRT biasanya normal yaitu < 2 detik.
11) Genetalia dan sekitarnya
Terkadang terdapat inkontenensia atau retensio urin Status
System neurologi:
g. Tingkat Kesadaran
Gonce (2012) tingkat kesadaran merupakan parameter untama yang sangat
penting pada penderita stroke. Perlu dikaji secara teliti dan secara
komprehensif untuk mengetahui tingkat kesadaran dari klien dengan
stroke. Macam-macam tingkat kesadaran terbagi atas:
Metoda Tingkat Responsivitas
1) Composmentis : kondisi sesorang yang sadar sepenuhnya, baik
terhadap dirinya maupun terhadap dirinya maupun terhap
lingkungannya dan dapat menjawab pertanyaan yang dinyatakan
pemeriksa dengan baik
2) Apatis : yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh
terhadap lingkungannya
3) Derilium : yaitu kondisi sesorang yang mengalami kekacauan
gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh
gelisah, kacau, disorientasi srta meronta-ronta
4) Somnolen : yaitu kondisi sesorang yang mengantuk namun masih
dapat sadar bila diransang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur
kembali
5) Sopor : yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun
masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya
rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak dapat
menjawab pertanyaan dengan baik.
6) Semi-Coma : yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan
respons terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali,
respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea
dan pupil masih baik.
7) Coma : yaitu penurunan kesadaran yang salangat dalam, memberikan
respons terhadap pernyataan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons
terhadap rangsang nyeri.

Berikut tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari skor yang didapat dari
penilaian GCS klien :

a. Nilai GCS Composmentis : 15 – 14


b. Nilai GCS Apatis : 13 – 12
c. Nilai GCS Derilium : 11 – 10
d. Nilai GCS Somnolen : 9 – 7
e. Nilai GCS Semi Coma : 4 - 6
f. Nilai GCS Coma : 3

Skala Koma Glasgow Pada keadaan perawatan sesungguhnya dimana waktu


untuk mengumpulkan data sangat terbatas, Skala koma Glasgow dapat
memberikan jalan pintas yang sangat berguna.

Tabel 2.1 Skala Koma Glasgow

Respon membuka mata Nilai


Spontan 4
Terhadap perintah 3
Terhadap nyeri 2
No respon 1

Respon verbal Nilai


Terorientasi 5
Percakapan yang membingungkan 4
Penggunaan kata-kata yang tidak sesuai 3
Suara menggumam 2
No respon 1

Respon motoric Nilai


Mengikuti perintah 6
Menunjuk tempat ransangan 5
Menghindar dari stimulus 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
No respon 1

2. Gerakan, Kekuatan dan Koordinasi Tanda dari terjadinya gangguan neurologis


yaitu terjadinya kelemahan otot yang menjadi tanda penting dalam stroke.
Pemeriksaan kekuatan otot dapt dilakukan oleh perawat dengan menilai
ektremitas dengan memberika tahanan bagi otot dan juga perawat bisa
menggunakan gaya gravitasi.

Tabel 2.2 Skala peringkat untuk kekuatan otot

Kekuatan otot Nilai


Kekuatan dan regangan yang normal 5
Bergerak dengan lemah terhadap tahanan dari otot 4
pemeriksa
Bergerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak dapat 3
melawan tahanan otot pemeriksa
Dapat bergerak tapi tak mampu menahan gaya gravitasi 2
Adanya tanda-tanda dari kontraksi 1
Tidak tampak ada kontraksi otot 0
3. Reflek Respon motorik terjadi akibat adanya reflek yang terjadi melalui
stimulasi sensori. Kontrol serebri dan kesadaran tidak dibutuhkan untuk terjadinya
reflek. Respon abnormal(babinski) adalah ibu jari dorso fleksi atau gerakan ke
atas ibu jari dengan atau tanpa melibatkan jari-jari kaki yang lain,

4. Perubahan Pupil Pupil harus dapat dinilai ukuran dan bentuknya (sebaiknya
dibuat dalam millimeter). Suruh pasien berfokus pada titik yang jauh dalam
ruangan. Pemeriksa harus meletakkan ujung jari dari salah satu tangannya sejajar
dengan hidung pasien. Arahkan cahaya yang terang ke dalam salah satu mata dan
perhatikan adanya konstriksi pupil yang cepat (respon langsung). Perhatikan
bahwa pupil yang lain juga harus ikut konstriksi (respon konsensual). Anisokor
(pupil yang tidak sama) dapat normal pada populasi yang presentasinya kecil atau
mungkin menjadi indikasi adanya disfungsi neural.

5. Tanda-tanda Vital Tanda-tanda klasik dari peningkatan tekanan intra cranial


meliputi kenaikan tekanan sistolik dalam hubungan dengan tekanan nadi yang
membesar, nadi lemah atau lambat dan pernapasan tidak teratur.

6. Saraf Kranial

I. Olfaktorius : saraf cranial I berisi serabut sensorik untuk indera penghidu.


Mata pasien terpejam dan letakkan bahan-bahan aromatic dekat hidung untuk
diidentifikasi.

II. Optikus : Akuitas visual kasar dinilai dengan menyuruh pasien membaca
tulisan cetak. Kebutuhan akan kacamata sebelum pasien sakit harus
diperhatikan.

III. Okulomotoris : Menggerakkan sebagian besar otot mata

IV. Troklear : Menggerakkan beberapa otot mata

V. Trigeminal : Saraf trigeminal mempunyai 3 bagian: optalmikus, maksilaris,


dan madibularis. Bagian sensori dari saraf ini mengontrol sensori pada wajah
dan kornea. Bagian motorik mengontrol otot mengunyah. Saraf ini secara
parsial dinilai dengan menilai reflak kornea; jika itu baik pasien akan berkedip
ketika kornea diusap kapas secara halus. Kemampuan untuk mengunyah dan
mengatup rahang harus diamati.

VI. Abdusen : Saraf cranial ini dinilai secara bersamaan karena ketiganya
mempersarafi otot ekstraokular. Saraf ini dinilai dengan menyuruh pasien
untuk mengikuti gerakan jari pemeriksa ke segala arah.

VII. Fasial : Bagian sensori saraf ini berkenaan dengan pengecapan pada dua
pertiga anterior lidah. Bagian motorik dari saraf ini mengontrol otot ekspresi
wajah. Tipe yang paling umum dari paralisis fasial perifer adalah bell’s palsi.

VIII. Akustikus : Saraf ini dibagi menjdi cabang-cabang koklearis dan


vestibular, yang secara berurutan mengontrol pendengaran dan keseimbangan.
Saraf koklearis diperiksa dengan konduksi tulang dan udara. Saraf vestibular
mungkin tidak diperiksa secara rutin namun perawat harus waspada, terhadap
keluhan pusing atau vertigo dari pasien.

IX. Glosofaringeal : Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior lidah


untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa. Motorik: Mengendalikan organ-
organ dalam

X. Vagus : Saraf cranial ini biasanya dinilai bersama-sama. Saraf


Glosofaringeus mempersarafi serabut sensori pada sepertiga lidah bagian
posterior juga uvula dan langit-langit lunak.Saraf vagus mempersarafi laring,
faring dan langit-langit lunak serta memperlihatkan respon otonom pada
jantung, lambung, paruparu dan usus halus. Ketidak mampuan untuk batuk
yang kuat, kesulitan menelan dan suara serak dapat merupakan pertanda
adanya kerusakan saraf ini.

XI. Asesoris spinal : Saraf ini mengontrol otot-otot sternokliedomostoid dan


otot trapesius. Pemeriksa menilai saraf ini dengan menyuruh pasien
mengangkat bahu atau memutar kepala dari satu sisi ke sisi lain terhadap
tahanan, bisa juga di bagian kaki dan tangan.

XII. Hipoglosus : Saraf ini mengontrol gerakan lidah. Saraf ini dinilai dengan
menyuruh pasien menjulurkan lidah. Nilai adanya deviasi garis tengah, tremor
dan atropi. Jika ada deviasi sekunder terhadap kerusakan saraf, maka akan
mengarah pada sisi yang terjadi lesi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko perfusi serebral tidak efektif b/d penurunan kinerja ventrikel kiri,
tumor otak, cidera kepala, infark miokard akut, hipertensi dan
hiperkolesteronemia.
b. Pola napas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya
napas, gangguan neuromuskular dan gangguan neurologis.
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d spasme jalan napas, disfungsi
neuromuskuler dan sekresi yang tertahan.
d. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan
anggota gerak
e. Gangguan komunikasi verbal b/d penurunan sirkulasi serebral, dan
gangguan neuromuskuler
f. Gangguan persepsi sensori b/d gangguan penglihatan, pendengaran,
penghiduan, dan hipoksia serebral.
g. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan
h. Resiko gangguan integritas kulit/ jaringan b/d penurunan mobilitas
i. Defisit perawatan diri b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI


keperawatan
1. Resiko perfusi kriteria hasil : Manajemen Peningkatan
serebral tidak efektif a) Tingkat Tekanan Intrakranial
b/d hipertensi kesadaran Observasi
kognitif 1. Identikasi penyebab
meningkat peningkatan TIK
b) Gelisah 2. Monitor tanda/gejala
menurun c) peningkatan TIK
Tekanan 3. Monitor MAP, CVP, PAWP,
intrakranial PAP, ICP, dan CPP, jika perlu
menurun d) 4. Monitor gelombang ICP 5.
Kesadaran Monitor status pernapasan
membaik 6. Monitor intake dan output
cairan 7. Monitor cairan
serebro-spinal Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari manuver Valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Atur ventilator agar PaCO2
optimal
7. Pertahankan suhu tubuh
normal Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi
dan anti konvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis
3. Kolaborasi pemberian
pelunak tinja
2. Pola Nafas tidak kriteria hasil: Observasi
Efektif b/d hambatan 1. Frekuensi 1. Monitor pola napas
upaya napas napas membaik (frekuensi, kedalaman,usaha
2. Kedalaman napas)
napas membaik 2. Monitor bunyi napas
3. Ekskursi dada tambahan(mis: wheezing)
membaik Terapeutik
1. Posisikan semi fowler atau
fowler
2. Pertahankan kepatenan jalan
nafas dengan headtilt dan chin-
lift
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Berikan oksigen
Edukasi
1. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,mukolitik.
3 Bersihan jalan nafas Kriteria Hasil : Pemantauan Respirasi
tidak efektif b/d spasme 1. Batuk efektif Observasi
jalan napas, disfungsi meningkat 1. Monitor frekuensi, irama,
neuromuskuler dan
2. Produksi kedalaman dan upaya napas.
sekresi yang tertahan.
sputum menurun 2. Monitor pola napas
3. Frekuensi 3. Monitor kemampuan batuk
napas dan pola efektif
napas membaik 4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor adanya sumbatan
jalan napas
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor nilai AGD
8. Monitor hasil X-Ray toraks
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
4 Gangguan mobilitas kriteria hasil : Dukungan mobilisasi
fisik b/d gangguan 1. Pergerakan Observasi
neuromuskuler dan ekstremitas 1. Identifikasi adanya nyeri
kelemahan anggota meningkat atau keluhan fisik lainnya
gerak 2. Kekuatan otot 2. Identifikasi toleransi fisik
meningkat melakukan pergerakan
3. Rentang 3. Monitor frekuensi jantung
gerak( ROM) dan tekanan darah sebelum
meningkat 4. memulai mobilisasi
Kelemahan fisik 4. Monitor kondisi umum
menurun selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu( mis; duduk
diatas tempat tidur
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan 3. Libatkan
keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis: duduk diatas
tempat tidur)
5. Gangguan kriteria hasil: Promosi komunikasi lterna
komunikasi verbal b/d 1. Kemampuan bicara Observasi
penurunan sirkulasi berbicara 1. Monitor frustasi, marah,
serebral, dan meningkat depresi, atau hal lain yang
gangguan 2. Kemampuan mengganggu bicara 2.
neuromuskuler mendengar Identifikasi perilaku emosional
meningkat dan fisik sebagai bentuk
3. Kesesuaian komunikasi Terapeutik
ekspresi wajah/ 1. Gunakan metode komunikasi
tubuh meningkat lternative(mis: menulis, mata
4. Pelo berkedip, isyarat tangan)
menurun 2. Berikan dukungan psikologis
5. Pemahaman 3. Ulangi apa yang
komunikasi disampaikan pasien 4. Gunakan
membaik juru bicara
Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif dengan
kemampuan berbicara
Kolaborasi
1. Rujuk keahli patologi bicara
atau terapis
6. Gangguan persepsi Kriteria Hasil : Minimalisasi Rangsangan
sensori b/d gangguan 1. Respons Observasi
penglihatan, sesuai stimulus 1. Periksa status mental, status
pendengaran, membaik sensori, dan tingkat
penghiduan, dan 2. Konsentrasi kenyamanan.
hipoksia serebral membaik Terapeutik
3. Orientasi 1. Diskusikan tingkat toleransi
membaik terhadap beban sensori (bisinf,
terlalu terang)
2. Batasi stimulus lingkungan
(cahaya, aktivitas, suara)
3. Jadwalkan aktivitas harian
dan waktu istirahat
Edukasi
1. Ajarkan cara meminimalisasi
stimulus ( mengatur
pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan,
membatasi kunjungan)
Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur/tindakan
2. Kolaborasi pemberian obat
yang mempengaruhi persepsi
sensori
7. Defisit nutrisi b/d Kriteria Hasil: Manajemen nutrisi
ketidakmampuan 1. Porsi Observasi
menelan makanan makanan yang 1. Identifikasi status nutrisi
dihabiskan 2. Identifikasi alergi dan
meningkat toleransi makanan
2. Kekuatan otot 3. Identifikasi makanan yang
mengunyah disukai
meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori
3. Kekuatan otot dan jenis nutrisi
menelan 5. Monitor asupan makanan
meningkat 4. 6. Monitor berat badan
Berat badan Terapeutik
membaik 1. Lakukan oral hygiene
5. Frekuensi 2. Berikan makanan tinggi serat
makan membaik untuk mencegah konstipasi
6. Nafsu mkan 3. Berikan makanan tinggi
membaik kalori dan tinggi protein
7. Membran 4. Berikan suplemen makanan
mukosa 5. Hentikan pemberian
membaik makanan melalui selang
nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan( mis:
peredanyeri, antiemetik)
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
8 Defisit perawatan diri Kriteria Hasil: Dukungan perawatan diri
b/d gangguan 1. Kemampuan Observasi
neuromuskuler dan mandi 1. Monitor tingkat kemandirian
kelemahan meningkat 2. Identifikasi kebutuhan alat
2. Kemampuan bantu kebersihan diri,
mengenakan berpakaian, berhias, dan makan
pakaian Terapeutik
meningkat 1. Sediakan lingkungan yang
3. Kemampuan terapeutik ( mis: suasana rileks,
makan privasi)
meningkat 2. Siapkan keperluan pribadi
4. Verbalisasi (mis: sikat gigi, sabun mandi)
keinginan 3. Dampingi dalam melakukan
melakukan perawatan diri sampai mandiri
perawatan diri 4. Fasilitasi kemandirian, bantu
meningkat jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
5. Jadwalkan rutinitas
perawatan diri Edukasi
1. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan.
4. Evaluasi

a. Resiko perfusi serebral tidak efektif b/d penurunan kinerja ventrikel kiri,
tumor otak, cidera kepala, infark miokard akut, hipertensi dan
hiperkolesteronemia membaik
b. Pola napas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya
napas, gangguan neuromuskular dan gangguan neurologis membaik
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d spasme jalan napas, disfungsi
neuromuskuler dan sekresi yang tertahan membaik
d. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan
anggota gerak membaik
e. Gangguan komunikasi verbal b/d penurunan sirkulasi serebral, dan
gangguan neuromuskuler membaik
f. Gangguan persepsi sensori b/d gangguan penglihatan, pendengaran,
penghiduan, dan hipoksia serebral membaik
g. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan membaik
h. Resiko gangguan integritas kulit/ jaringan b/d penurunan mobilitas membaik
i. Defisit perawatan diri b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan
membaik
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian

1. Identitas Klien

1. Nama : Ny. E

2. Umur : 60 Tahun

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Pekerjaan : Pedagang

5. Agama : Islam

6. Status material : Menikah

7. Alamat : Pasar Rantau Panjang

8. Tanggal Rawat : 28 Mei 2022. Jam 18.20 WIB

9. Tanggal Pengkajian : 03 Juni 2022. Jam 16.00 WIB

10. Diagnosa Medis : SH + Hipertensi Emergency


2. Identitas Penanggung Jawab

a. Nama : Ny. G

b. Umur : 40 Tahun

c. Jenis kelamin : Perempuan

d. Pekerjaan : Wiraswasta

e. Alamat : Bekasi

f. Hubungan Dengan Klien : Anak

3. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Klien masuk IGD RS Otak Drs. M. Hatta Bukittinggi pada

hari Sabtu tanggal 28 Mei 2022 jam 18.20 WIB dengan

keluhan : klien terjatuh hari Rabu tanggal 25 Mei 2022 ketika

mengganti lampu, jatuh terduduk tapi aktivitas klien biasa.

Pada hari Jumat tanggal 27 Mei 2022 lebih kurang jam 16.00

WIB saat klien selesai memasak klien didapati oleh suaminya

sudah terjatuh lagi dan tidak sadarkan diri di dapur. Muntah

ada 1X, kejang tidak ada. Klien kemudian dibawa berobat ke

RS Bangko. Di RS Bangkok klien kembali sadar dan dirujuk

ke RSOMH Bukittinggi.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Saat dilakukan pengkajian pada hari Jumat 03 Juni 2022.

Jam 16.00 WIB, didapatkan data dari keluarga pasien

menyatakan sebelumnya klien mengalami kelemahan anggota

gerak sebelah kanan dan penurunan kesadaran, kejang tidak


ada, muntah ada 1x saat awal serangan di rumah. Dari hasil

pemeriksaan fisik tingkat kesadaran didapatkan dengan GCS

E=1 V=x M=2. Pasien terpasang siringe pump Nitrigliserine 1

ampul dalam 50cc Nacl 0.9 % dengan dosis 33cc/jam dikaki

sebelah kiri, terpasang O2 3 liter dengan nasal kanul, dan saat

memonitor ttv didapatkan TD 142/80mmHg, N 99 x permenit,

RR 26 x permenit, T 36,5°C, keluar sputum dari mulut

produktif kosistensi encer dan berwarna putih

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pada saat dilakukan pengkajian pada pasien, keluarga

mengatakan klien belum pernah dirawat di RS sebelumnya.

Klien riwayat hipertensi lebih kurang 5 tahun yang lalu dan

control di puskesmas Rantau Panjang.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Saat dilakukan pengkajian keluarga pada pasien, keluarga

pasien mengatakan ayah pasien juga menderita hipertensi


GENOGRAM

Keterangan

= perempuan meninggal

= Laki-laki meninggal

= Perempuan

= Laki-laki

= Pasien

---- = Tinggal serumah

d. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan

Persepsi terhadap penyakit: keluarga klien mengatakan

merasa cemas dengan keadaan penyakit yang diderita klien dan

keluarga berharap klien cepat sembuh.

e. Penggunaan

1. Tembakau :  tidak ya sudah berhenti

2. Berhenti : -

3. Jumlah penggunaan :-

4. Alcohol :-

5. Obat lain : Klien mengatakan tidak

mengkonsumsi obat lain

6. Alergi :Klien mengatakan tidak ada alergi

obat maupun alergimakanan


2. Pola Kebiasaan Sehari-Hari

a. Nutrisi

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

a. Selera makan 3x sehari. 1 Piring Makan 5x sehari


porsi sedang. (makanan cair)
Nasi + lauk + sayur.

b. Diet Khusus Tidak ada diet khusus MCRG ( makanan

cair rendah garam) 5

X 250 cc

c. Cara pemenuhan Oral mandiri Melalui NGT

diberikan oleh

perawat

b. Cairan

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

Air mineral 5-7 gelas 5 x 50 cc diberikan setiap


selesai pemberian diet

Cara pemenuhan Oral mandiri Melalui NGT

c. Eliminasi (BAK dan BAB)

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

1. BAB
- Frekuensi 1 x sehari Selama dirawat sudah 2x
- Konsistensi Setengah Padat/lembek Lembek
- Warna Kuning Kuning
- Bau
Khas Khas

2. BAK
- Frekuensi 5 x sehari Terpasang kateter
+/- 2000cc/24 jam
- Warna Kuning Kuning
- Bau Khas khas

3. Pola aktifitas dan olahraga


Kemampuan perawatan diri :
0 = mandiri 1 = dengan alat bantu 2 = bantuan orang lain
3 = bantuan peralatan dan orang lain

Aktifitas 0 1 2 3

Makan/minum 

Mandi 

Berpakaian/berdandan 

Toileting 

Mobilisasi ditempat 
tidur

Berpindah 

Berjalan 

Klien tidak mampu mandi, mengenakan pakaian, makan, toileting dan

klien dimandikan 1 kali sehari dan dilakukan oral hygiene 2 kali dalam sehari

yaitu pagi dan sore hari. Kemampuan pergerakan sendi : bebas

4. Pola Istirahat Tidur

Kondisi Sehat Sakit

Waktu tidur Malam hari Tidak bias dinilai karna


pasien penurunan
Lama tidur ±7 jam kesadaran
Kesulitan tidur Tidak ada

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : CM GCS : E=1 V=x M=2
TB : 160cm
BB : 80kg
IMT : Brat Badan (kg)
[Tinggi Badan (m)]2

: 80 kg = 80 kg = 31,25
[160 cm]2 2.56
b. TTV
- TD 142/80 mmHg, N 99 x permenit, RR 20 x permenit, T 36,5°C.
Pupil isokor, dengan diameter 2 mm negatife.
c. Kepala
1) Rambut
I = Rambut bewarna hitam bercampur putih dan bersih, tidak
berminyak, lurus, tidak ada pedikulus, tidak ada lesi, kepala
simetris, tidak ada pembengkakan.
P =tidak ada udem / masa dan nyeri pada kepala
2) Mata
I= Mata tampak simetris, konjungtiva ananemis, skelera anikterik,
pupil isokor, dan tidak ada udema pada pelpebra.
3) Telinga
I= Pada saat dilakukan pengkajian fisik letak telinga simetris serta
tidak ada cairan pada telinga dan fungsi pendengaran tidak dapat
dinilai
4) Hidung
I= Posisi hidung simetris, tidak ada lesi dan tidak ada pernapasan
cuping hidung, terpasang O2 3 liter dengan nasal kanul
P= Tidak ada pembengkan

5) Mulut dan Gigi


I= Membran mukosa mulut tampak lembab, tidak ada kelainan
pada bibir dan langit-langit (tidak sumbing). Gigi pasien sebagian
sudah tanggal, tidak ada caries gigi.
6) Leher
I= Warna kulit leher sawo matang, tidak ada lesi atau
pembengkakan
P= Tidak di temui adanya pembengkakan atau pembesaran kelenjar
tiroid dan tidak ada distensi vena jugalaris
d. Thoraks
1) Paru- paru
I= Thoraks Ny. E tampak simetris, tidak ada pembengkakan atau
kelainan dan adanya pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan.
P= tidak ada massa, dan tidak ada nyeri tekan
P= Sonor
A= Suara napas ronkhi (26x permenit)
2) Jantung
I = Dada simetris kiri dan kanan, tidak pemengkakan sekitar dada
P = ictus cordis teraba
P = Sonor
A= Suara jantung normal 1 lup 2 dup
e. Abdomen
I = perut pasien tampak besar dan simetris, warna kulit sawo matang,
tidak ada pembengkakan dan lesi di perut
A = Bising usus 18 x permenit
P = Tidak ada nyeri tekan pada perut pasien.
P = Timpani
f. Ekstremitas
1) Ekstremitas atas
Tangan Ny. E lengkap kiri dan kanan, akral hangat, Crt <3 detik,
tidak ada pembengkakan dan sianosis.

2) Ekstremitas bawah
Ekstremitas bawah Ny. E lengkap kiri dan kanan tidak ada lecet.
terpasang infus NaCL 0.9%/12 jam dan syiringe pump
Nitrogliserine 1 ampul dalam 50cc dengan kecepatan 33cc/jam di
ekstremitas sebelah kanan.
3) Kekuatan Motorik
Kekuatan otot tidak dapat dinilai Karena pasien penurunan
kesadaran.

6. Data Psikososial Spiritual

Keluarga pasien mengatakan merasa cemas terkait penyakit yang dialami

Ny. E. Keluarga menanyakan perkembangan pasien. Keluarga pasien

mengatakan selalu berdoa atas kesembuhan Ny. E.

7. Data Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan pada hari rabu tanggal 27 Mei 2022

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

Darah LeLengkap

Hemoglobin 12.4 g/dl 11,0-16,5

Hematoktrit 39.3 % 37-47

Leukosit 15.90 ribu/uL 3.50-9.50


Trombosit 292 ribu/uL 150. 450

Limfosit 9.1 % 20-40

Jenis Pemeriksaan: Kimia Darah

Ureum

Ureum 17.6 Mg/dl 10-50

Kreatinin Darah

Kreatinin 0.57 Mg/dl 0,7-1,2

Natrium, Kalium , Klorida

Klorida 97 Mmol/L 97-111

Kalium 3.3 Mmol/L 3.5-31

Natrium 135 Mmol/L 136-145

Gula darah (Random)

Random 160 Mg/Dl <200

Jenis pemeriksaan Khusus

Rapid tes antigent

Rapid tes antigent Negative NEGATIF


covid-19

Jenis Hasil Satuan Nilai Rujuk


Pemeriksaan

Jenis KIMIA DARAH


Pemeriksaan:

Kolesterol Darah/ Total Cholesterol

Kolesterol Darah/ 216 Mg/dl <220


Total Cholesterol

Kolesterol HDL

Kolesterol HDL 99 Mg/dl >55


Kolesterol LDL

Kolesterol LDL 106.5 Mg/dl <150

Trigliserida

Trigliserida 54 Mg/dl 50-150

b. Pemeriksaan Radiologi

1) Pemeriksaan CT-Scan

Tanggal : 13 april 2022

Kesan :

- Perdarahan di corpus collasum

- Edema cerebral

- Infark multiple

- Edema serebri

- ventrikulomegali

2) Rontgen

Tanggal : 13 april 2021

Kesan :

c. EKG

Tanggal pemeriksaan: 13 April 2022

Kesan : sinus rhytem


8. Pengobatan / Terapi

No. Nama obat Dosis Cara Frekuensi


pemberian
1. Cap cam I - Oral 2x1
2. Ambroxol Syr 10cc Oral 3x1
3. Laxadyn Syr 10cc Oral 2x1
4. Nimotop 30mg Oral 4x1
5. Simvastatin 20mg Oral 1x1
6. Clonidine 0.15mg Oral 2x1
7. Sucralfat Syr 10cc Oral 3x1
8. Ranitidine 50mg IV 2x1
9. OMZ 40mg IV 2x1
10. Siringe Pump NTG 110 mg IV 33cc/jam
11. IVFD Nacl 0,9% 500cc IV 2x1
9. Data Fokus

a. Data Subjektif:

1) Keluarga klien mengatakan klien mengalami kesadaran sejak

tanggal 28 Mei 2022.

2) Keluarga klien mengatakan klien tidak mampu beraktifitas

sendiri.

3) Keluarga klien mengatakan klien tampak sulit bernafas.

4) Keluarga klien mengatakan klien tampak sesak.

b. Data Objektif:

1. Saat Pengkajian TTV klien: TD 142/80 mmHg, N 99 x

permenit, RR 26 x permenit, T 36,5°C. SPO2 : 98%

2. Pupil tampak 3/4 an isokor reflek pupil (-) / (-)

3. GCS E=1 V= x M= 2

4. Kesadaran : soporos coma

5. KU : klien tampak lemah

6. Klien mengalami penurunan kesadaran

7. Klien dirawat total care

8. Tampak keluar sputum dari mulut warna putih

9. Ronkhi (+)
10. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan

1 DS Perdarahan ekstra Penurunan


cerebral kapasitas adaptif
- Keluarga klien intra kranial
mengatakan klien
mengalami penurunan
kesadaran sejak 28 Mei Edema serebral
2022. (stroke
hemoragik).
DO

- GCS : E:1 M:2 V:x


- Kesadaran : soporos Penurunan
coma kapasitas adaptif
- TD 142/80 mmHg, intra kranial
- N 99 x permenit,
- RR 26 x permenit,
- T : 36,5°C.
- Pupil 3/4 an isokor
- Reflek pupil (-)/(-)
- CT Scan: SH

2 DS : Disfungsi otak Gangguan


fokal mobilitas fisik
- Keluarga mengatakan klien
tidak mampu beraktifitas
sendiri
Penurunan
DO : kekuatan otot

- KU : klien tampak lemah


- Lien penurunan kesadaran
- GCS : E:1 M:2 V:x Gangguan
- Kesadaran : spoors coma mobilitas fisik
- Klien dirawat total care
3. DS : Reflek menelan Bersihan jalan
menurun nafas tidak
- Keluarga mengatakan klien efektif
tampak sulit bernafas
- Keluarga mengatakan
pasien tampak sesak Disfungsi
neuromuskuler dan
DO : hipersekresi jalan
nafas.
- Tampak keluar sputum dari
mulut klien berwarna putih
- SPO2 : 98%
- RR : 26x/menit Bersihan jalan
- Klien terpasang O2 3L/I nafas tidak efektif
nasal canule
- Ronkhi (+)

B. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskuler dan

hipersekresi jalan nafas d.d batuk tidak efektif, sputum berlebih, ronkhi

(+), frekuensi nafas berubah.

2. Penurunan kapasitas adaptif intra kranial b.d Edema serebral (stroke

hemoragik) d.d tekanan darah meningkat, tingkat kesadaran menurun,

respon pupil tidak sama.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan punurunan kekuatan

otot d.d kekuatan otot menurun, rentang gerak ROM menurun, fisik

lemah.

C. Prioritas Diagnosa

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskuler dan

hipersekresi jalan nafas d.d batuk tidak efektif, sputum berlebih,

ronkhi (+), frekuensi nafas berubah.


2. Penurunan kapasitas adaptif intra kranial b.d Edema serebral (stroke

hemoragik) d.d tekanan darah meningkat, tingkat kesadaran menurun,

respon pupil tidak sama.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan punurunan kekuatan

otot d.d kekuatan otot menurun, rentang gerak ROM menurun, fisik

lemah .
D. Asuhan keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI Aktifitas

1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan intervensi Pemantauan respirasi Observasi :


tidak efektif b.d keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor frekuensi irama,
disfungsi diharapkan bersihan jalan nafas kedalaman dan upaya nafas
neuromuskuler dan meningkat dengan kriteria hasil : 2. Monitor pola nafas
hipersekresi jalan
1. Batuk efektif meningkat 3. Monitor kemampuan batuk efektif
nafas d.d batuk tidak
efektif, sputum
2. Produksi sputum menurun 4. Monitor adanya produksi sputum
berlebih, ronkhi (+), 3. Frekuensi nafas membaik 5. Monitor adanya sumbatan jalan
frekuensi nafas 4. Pola nafas membaik nafas
berubah. 6. Monitor saturasi oksigen
7. Auskultasi bunyi nafas

Terapeutik

1. Atur interval pemantauan sesuai


kondisi klien

Edukasi

Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan

2. Penurunan kapasitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen peningkatan tekanan intra Observasi
adaptif intra kranial keperawatan 3x24 jam kapasitas kranial
b.d Edema serebral adaptif intracranial meningkat 1. Identifikasi penyebab peningkatan
(stroke hemoragik) dengan kriteria hasil: TIK
d.d tekanan darah 2. Monitor tanda dan gejala
meningkat, tingkat 1. Tingkat kesadaran peningkatan TIK
kesadaran menurun, meningkat 3. Monitor status pernafasan
respon pupil tidak 2. Fungsi kognitif meningkat
sama. 3. Sakit kepala menurun Terapeutik
4. Gelisah menurun
5. Tekanan darah membaik 1. Minimalkan stimulus dengan
6. Tekanan nadi membaik menyediakan lingkungan yang
7. Pola nafas membaik tenang
8. Respon pupil membaik 2. Berikan posisi semi fowler
9. Reflek neurologis membaik 3. Cegah terjadinyan kejang
10. Tekanan intracranial 4. Pertahankan suhu tubuh normal
membaik 5. Hindari maneuver valsava

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian diuretic


osmosis bila perlu

3. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisasi Observasi


fisik berhubungan keperawatan 3x24 jam mobilitas
dengan punurunan fisik meningkat dengan Kriteria 1. Identifikasi adanya nyeri atau
kekuatan otot d.d hasil : keluhan fisik lainnya
kekuatan otot 2. Identifikasi toleransi fisik
menurun, rentang 1. Pergerakan ekstremitas melakukan pergerakan
gerak ROM menurun, meningkat 3. Monitor frekuensi jantung dan
fisik lemah.
2. Kekuatan otot meningkat tekanan darah sebelum memulai
3. Rentang gerak( ROM) mobilisasi
meningkat 4. Monitor kondisi umum selama
4. Kelemahan fisik menurun melakukan mobilisasi
Terapeutik

1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi


dengan alat bantu ( mis; duduk
diatas tempat tidur
2. Fasilitasi melakukan pergerakan 3.
Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan

Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur


mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi
dini

Ajarkan mobilisasi sederhana yg harus


dilakukan (mis: duduk diatas tempat
tidur)
CATATAN PERKEMBANGAN

No Hari/ tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf


Keperawatan /perawat
1 Jumat Bersihan jalan nafas tidak 1. Memonitor frekuensi irama, kedalaman S: keluarga mengatakan air ludah Klp I
3 Juni 2022 efektif b/d disfungsi dan upaya nafas pasien banyak
neuromuskuler, hiperskresi 2. Memonitor pola nafas
jalan nafas 3. Memonitor kemampuan batuk efektif O: SpO2 98%
4. Memonitor adanya produksi sputum RR 28x/I
5. Memonitor adanya sumbatan jalan nafas Sputum ada warna putih
6. Memonitor saturasi oksigen konsistensi encer
7. Mengauskultasi bunyi nafas Terpasang Nasal Kanul 3 L/i
8. Mengatur interval pemantauan sesuai
kondisi klien A: Masalah belum teratasi
9. Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan P: Intervensi lanjutkan no 1-9

2 Jumat Penurunan kapasitas 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan S: keluarga mengatakan pasien belum Klp I
3 Juni 2022 adaptif intracranial b/d TIK sajar juga
dema cerebral 2. Memonitor tanda dan gejala
peningkatan TIK O: GCS E1M2Vx
3. Memonitor status pernafasan TD 145/73 mmhg
4. Meminimalkan stimulus dengan Nd 90x/i
menyediakan lingkungan yang tenang RR 28x/i
5. Memberikan posisi semi fowler Kejang tidak ada
6. Mencegah terjadinyan kejang
7. Mempertahankan suhu tubuh normal A: masalah belum terarasi
8. Menghindari maneuver valsava
P: intervensi di lanjutkan no. 1-8

3 Jumat Gangguan mobilitas fisik 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau S: keluarga mengatakan pasien belum Klp I
3 Juni 2022 b/d gangguan keluhan fisik lainnya mampu bergerak
neuromuskuler dan 2. Mengidentifikasi toleransi fisik
kelemahan anggota gerak melakukan pergerakan O: ADL pasien dibantu
3. Memonitor frekuensi jantung dan Kesadaran soporoscoma
tekanan darah sebelum memulai GCS E1M2Vx
mobilisasi
4. Memonitor kondisi umum selama A: Masalah belum teratasi
melakukan mobilisasi
P: intervensi dilanjutkan no.1-9
5. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu ( mis; duduk diatas
tempat tidur
6. Memfasilitasi melakukan pergerakan 3.
Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan pergerakan
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
8. Menganjurkan melakukan mobilisasi
dini
9. Mengajarkan mobilisasi sederhana yg
harus dilakukan (mis: duduk diatas
tempat tidur)
1 Sabtu Bersihan jalan nafas tidak 1. Memonitor frekuensi irama, kedalaman S: keluarga mengatakan air ludah Klp I
4 Juni 2022 efektif b/d disfungsi dan upaya nafas pasien banyak
neuromuskuler, hiperskresi 2. Memonitor pola nafas
jalan nafas 3. Memonitor kemampuan batuk efektif O: SpO2 97%
4. Memonitor adanya produksi sputum RR 30x/I
5. Memonitor adanya sumbatan jalan nafas Sputum ada warna putih
6. Memonitor saturasi oksigen konsistensi encer
7. Mengauskultasi bunyi nafas Terpasang Nasal Kanul 3 L/i
8. Mengatur interval pemantauan sesuai
kondisi klien A: Masalah belum teratasi
Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan P: Intervensi lanjutkan no 1-9

Sabtu Penurunan kapasitas 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan S: keluarga mengatakan pasien belum Klp I
2 4 Juni 2022 adaptif intracranial b/d TIK sajar juga
dema cerebral 2. Memonitor tanda dan gejala
peningkatan TIK O: GCS E1M2Vx
3. Memonitor status pernafasan TD 144/77 mmhg
4. Meminimalkan stimulus dengan Nd 91x/i
menyediakan lingkungan yang tenang RR 25x/i
5. Memberikan posisi semi fowler Kejang tidak ada
6. Mencegah terjadinyan kejang
7. Mempertahankan suhu tubuh normal A: masalah belum terarasi
8. Menghindari maneuver valsava
P: intervensi di lanjutkan no.1-8
3 Sabtu Gangguan mobilitas fisik 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau S: keluarga mengatakan pasien belum Klp I
4 Juni 2022 b/d gangguan keluhan fisik lainnya mampu bergerak
neuromuskuler dan 2. Mengidentifikasi toleransi fisik
kelemahan anggota gerak melakukan pergerakan O: ADL pasien dibantu
3. Memonitor frekuensi jantung dan Kesadaran soporoscoma
tekanan darah sebelum memulai GCS E1M2Vx
mobilisasi TD 144/77 mmhg
4. Memonitor kondisi umum selama Nd 91x/i
melakukan mobilisasi RR 25x/i

5. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi


dengan alat bantu ( mis; duduk diatas A: Masalah belum teratasi
tempat tidur
6. Memfasilitasi melakukan pergerakan 3. P: intervensi dilanjutkan no.1-8
Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan pergerakan
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
8. Menganjurkan melakukan mobilisasi
dini
Mengajarkan mobilisasi sederhana yg
harus dilakukan (mis: duduk diatas
tempat tidur)
1 Minggu Bersihan jalan nafas tidak 1. Memonitor frekuensi irama, kedalaman S: keluarga mengatakan air ludah Klp I
5 Juni 2022 efektif b/d disfungsi dan upaya nafas pasien masih banyak
neuromuskuler, hiperskresi 2. Memonitor pola nafas
jalan nafas 3. Memonitor kemampuan batuk efektif O: SpO2 97%
4. Memonitor adanya produksi sputum RR 23x/I
5. Memonitor adanya sumbatan jalan nafas Nd 89x/i
6. Memonitor saturasi oksigen TD 136/87 mmhg
7. Mengauskultasi bunyi nafas Sputum ada, warna putih
8. Mengatur interval pemantauan sesuai konsistensi encer
kondisi klien Terpasang NRM 10 L/i
Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi lanjutkan no 1-8


2 Minggu Penurunan kapasitas 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan S: keluarga mengatakan pasien belum Klp I
5 Juni 2022 adaptif intracranial b/d TIK sadar juga
dema cerebral 2. Memonitor tanda dan gejala
peningkatan TIK O: GCS E1M2Vx
3. Memonitor status pernafasan TD 136/87 mmhg
4. Meminimalkan stimulus dengan
Nd 89x/i
menyediakan lingkungan yang tenang
RR 23x/i
5. Memberikan posisi semi fowler
Kejang tidak ada
6. Mencegah terjadinyan kejang
7. Mempertahankan suhu tubuh normal
8. Menghindari maneuver valsava A: masalah belum terarasi

P: intervensi di lanjutkan no.1-8


3 Minggu Gangguan mobilitas fisik 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau S: keluarga mengatakan pasien belum Klp I
5 Juni 2022 b/d gangguan keluhan fisik lainnya mampu bergerak
neuromuskuler dan 2. Mengidentifikasi toleransi fisik
kelemahan anggota gerak
melakukan pergerakan O: ADL pasien dibantu
3. Memonitor frekuensi jantung dan Kesadaran soporoscoma
tekanan darah sebelum memulai GCS E1M2Vx
mobilisasi TD 136/87 mmhg
4. Memonitor kondisi umum selama Nd 89x/i
melakukan mobilisasi RR 23x/i
5. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu ( mis; duduk diatas
tempat tidur A: Masalah belum teratasi
6. Memfasilitasi melakukan pergerakan 3.
Libatkan keluarga untuk membantu P: intervensi dilanjutkan no.1-8
pasien dalam meningkatkan pergerakan
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
8. Menganjurkan melakukan mobilisasi
dini
Mengajarkan mobilisasi sederhana yg
harus dilakukan (mis: duduk diatas
tempat tidur)
BAB IV

PEMBAHASAN

Kelompok melakukan Asuhan Keperawatan pada Ny. E dengan SH


diruangan HCU RS Otak. Drs. M. Hatta Bukittinggi pada tanggal 3 Juni 2022.
Ada beberapa hal yang perlu dibahas dan diperhatikan penerapan kasus
keperawatan tersebut, mencoba menerapkan dan mengaplikasikan proses
Asuhan Keperawatan KMB pada klien dengan SH sesuai dengan teori-teori
yang ada. Untuk melihat lebih jelas Asuhan Keperawatan yang di berikan dan
sejauh mana keberhasilan yang di capai akan diuraikan sesuai dengan prosedur
Keperawatan dimulai dari Pengkajian, Diagnosa, Intervensi, Implementasi, dan
Evaluasi.
A. Pengkajian
1. Identitas
Pengkajian berdasarkan tinjauan kasus di dapatkan data dengan
lengkap yaitu Ny. E berusia 60 tahun, pekerjan pedagang, dengan jenis
kelamin perempuan, berstatus sudah menikah, beragama islam dan
beralamat di Pasar Rantau Panjang dengan diagnosa SH.
2. Keluhan Utama
Pengkajian berdasarkan tinjauan kasus Klien masuk HCU RS Otak
Drs. M. Hatta Bukittinggi pada hari sabtu, tanggal 28 Mei 2022 pada
jam 18:20 WIB dengan keluhan, keluarga klien mengatakan klien
terjatuh hari Rabu tanggal 25 Mei 2022 ketika mengganti lampu, jatuh
terduduk tetapi aktifitas klien biasa. Pada hari Jumat tanggal 27 Mei
2022 lebih kurang jam 16.00 WIB saat klien selesai memasak klien
didapati oleh suaminya sudah terjatuh lagi dan tidak sadarkan diri di
dapur. Muntah 1x, kejang tidak tidak ada. Klien kemudian dibawa
berobat ke RS Bangko. Di RS Bangko klien kembali sadar dan dirujuk
ke SROMH Bukittinggi

Riwayat Kesehatan Sekarang


Berdasarkan tinjauan teoritis dan kasus keluhan kesehatan
sekarang yaitu pasien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah
kanan dan penurunan kesadaran, kejang tidak ada, muntah ada 1x saat
awal serangan di rumah. Dari hasil pemeriksaan fisik tingkat kesadaran
didapatkan dengan GCS E=1 V=x M=2. Pasien terpasang siringe pump
Nitrigliserine 1 ampul dalam 50cc Nacl 0.9 % dengan dosis 33cc/jam
dikaki sebelah kiri, terpasang O2 3 liter dengan nasal kanul, dan saat
memonitor ttv didapatkan TD 142/80mmHg, N 99 x permenit, RR 26 x
permenit, T 36,5°C, keluar sputum dari mulut produktif kosistensi
encer dan berwarna putih.
Menurut asumsi kelompok, kasus pada Ny. E disebabkan karena
setiap pendarahan di otak yang terjadi dapat bervariasi gejala dan
efeknya berbeda sesuai dengan bagian otak yang terkena dan ukuran
area yg rusak sehingga gejala yang timbul dapat ringan hingga berat.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Berdasarkan tinjauan kasus keluarga pasien mengatakan ayah

pasien juga menderita hipertensi

4. Riwayat Kesehatan Dahulu


Pada saat dilakukan pengkajian pada pasien, keluarga mengatakan

klien belum pernah dirawat di RS sebelumnya. Klien riwayat hipertensi

lebih kurang 5 tahun yang lalu dan control di puskesmas Rantau

Panjang.

5. Pengkajian Fisik
Dalam pengkajian pemeriksaan fisik pada kasus Ny. E
a. Keadaan umum
Kesadaran : CM GCS : E=1 V=x M=2
TB : 160cm
BB : 80kg
IMT : Brat Badan (kg)
[Tinggi Badan (m)]2
: 80 kg = 80 kg = 31,25
[160 cm]2 2.56
b. TTV
- TD 142/80 mmHg, N 99 x permenit, RR 20 x permenit, T 36,5°C.
Pupil isokor, dengan diameter 2 mm negatife.
c. Kepala
1) Rambut
I = Rambut bewarna hitam bercampur putih dan bersih, tidak
berminyak, lurus, tidak ada pedikulus, tidak ada lesi, kepala
simetris, tidak ada pembengkakan.
P =tidak ada udem / masa dan nyeri pada kepala
2) Mata
I= Mata tampak simetris, konjungtiva ananemis, skelera anikterik,
pupil isokor, dan tidak ada udema pada pelpebra.
3) Telinga
I= Pada saat dilakukan pengkajian fisik letak telinga simetris serta
tidak ada cairan pada telinga dan fungsi pendengaran tidak dapat
dinilai
4) Hidung
I= Posisi hidung simetris, tidak ada lesi dan tidak ada pernapasan
cuping hidung, terpasang O2 3 liter dengan nasal kanul
P= Tidak ada pembengkan
5) Mulut dan Gigi
I= Membran mukosa mulut tampak lembab, tidak ada kelainan
pada bibir dan langit-langit (tidak sumbing). Gigi pasien sebagian
sudah tanggal, tidak ada caries gigi.
6) Leher
I= Warna kulit leher sawo matang, tidak ada lesi atau
pembengkakan
P= Tidak di temui adanya pembengkakan atau pembesaran
kelenjar tiroid dan tidak ada distensi vena jugalaris
d. Thoraks
1) Paru- paru
I= Thoraks Ny. E tampak simetris, tidak ada pembengkakan atau
kelainan dan adanya pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan.
P= tidak ada massa, dan tidak ada nyeri tekan
P= Sonor
A= Suara napas ronkhi (26x permenit)
2) Jantung
I = Dada simetris kiri dan kanan, tidak pemengkakan sekitar dada
P = ictus cordis teraba
P = Sonor
A= Suara jantung normal 1 lup 2 dup
e. Abdomen
I = perut pasien tampak besar dan simetris, warna kulit sawo matang,
tidak ada pembengkakan dan lesi di perut
A = Bising usus 18 x permenit
P = Tidak ada nyeri tekan pada perut pasien.
P = Timpani
f. Ekstremitas
1) Ekstremitas atas
Tangan Ny. E lengkap kiri dan kanan, akral hangat, Crt <3 detik,
tidak ada pembengkakan dan sianosis.
2) Ekstremitas bawah
Ekstremitas bawah Ny. E lengkap kiri dan kanan tidak ada lecet.
terpasang infus NaCL 0.9%/12 jam dan syiringe pump
Nitrogliserine 1 ampul dalam 50cc dengan kecepatan 33cc/jam di
ekstremitas sebelah kanan.
3) Kekuatan Motorik
Kekuatan otot tidak dapat dinilai Karena pasien penurunan
kesadaran.

Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskuler dan

hipersekresi jalan nafas.

2. Penurunan kapasitas adaptif intra kranial b.d Edema serebral (stroke

hemoragik).

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan punurunan kekuatan

otot.

C. Prioritas Diagnosa

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskuler dan

hipersekresi jalan nafas.

2. Penurunan kapasitas adaptif intra kranial b.d Edema serebral (stroke

hemoragik).

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan punurunan kekuatan

otot.

A. intervensi
Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan kepada klien
berdasarkan prioritas masalah yang ditemukan, tidak semua rencana
tindakan pada teori dapat ditegakkan pada tinjauan kasus karena rencana
tindakan pada tinjauan kasus disesuaikan dengan keluhan dan keadaan
klien.

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskuler dan

hipersekresi jalan nafas rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan

tinjauan teoritis sama dengan tinjauan kasus yaitu Monitor frekuensi irama,

kedalaman dan upaya nafas, Monitor pola nafas, Monitor kemampuan batuk

efektif, Monitor adanya produksi sputum, Monitor adanya sumbatan jalan nafas,

Monitor saturasi oksigen, Auskultasi bunyi nafas, Atur interval pemantauan

sesuai kondisi klien, Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.


2. Penurunan kapasitas adaptif intra kranial b.d Edema serebral (stroke

hemoragik) rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan tinjauan

teoritis sama dengan tinjauan kasus yaitu Identifikasi penyebab peningkatan

TIK, Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK, Monitor status pernafasan,

Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang, Berikan

posisi semi fowler, Cegah terjadinyan kejang, Pertahankan suhu tubuh normal,

Hindari maneuver valsava, Kolaborasi pemberian diuretic osmosis bila perlu.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan punurunan kekuatan otot

rencana tindakan yang dilakukan bedasarkan tinjauan teoritis sama dengan

tinjauan kasus Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya, Identifikasi

toleransi fisik melakukan pergerakan, Monitor frekuensi jantung dan tekanan

darah sebelum memulai mobilisasi, Monitor kondisi umum selama melakukan

mobilisasi, Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu ( mis; duduk diatas

tempat tidur, Fasilitasi melakukan pergerakan 3. Libatkan keluarga untuk

membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan, Jelaskan tujuan dan prosedur

mobilisasi, Anjurkan melakukan mobilisasi dini, Ajarkan mobilisasi sederhana

yg harus dilakukan (mis: duduk diatas tempat tidur).

D. implementasi

Setelah rencana tindakan ditetapkan, maka dilanjutkan dengan


melakukan rencana tersebut dalam bentuk nyata, dalam melakukan asuhan
keperawatan gawat darurat pada Ny. E atas Stroke hemoragik. Hal ini
tidaklah mudah, terlebih dahulu penulis mengatur strategi agar tindakan
keperawatan dapat terlaksana, yang dimulai dengan melakukan pendekatan
pada klien agar nantinya klien mau melaksanakan apa yang perawat anjurkan,
sehingga seluruh rencana tindakan keperawatan yang dilaksanakan sesuai
dengan masalah yang dihadapi klien.
1. Untuk diagnosa pertama

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskuler dan

hipersekresi jalan nafas implementasi yang telah dilakukan adalah :

a. Memonitor frekuensi irama, kedalaman dan upaya nafas


b. Memonitor pola nafas
c. Memonitor kemampuan batuk efektif
d. Memonitor adanya produksi sputum
e. Memonitor adanya sumbatan jalan nafas
f. Memonitor saturasi oksigen
g. Mengauskultasi bunyi nafas
h. Mengatur interval pemantauan sesuai kondisi klien
i. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

2. untuk diagnosa kedua


Penurunan kapasitas adaptif intra kranial b.d Edema serebral (stroke
hemoragik) implementasi yang telah dilakukan adalah :
a. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK
b. Memonitor tanda dan gejala peningkatan TIK
c. Memonitor status pernafasan
d. Meminimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
tenang
e. Memberikan posisi semi fowler
f. Mencegah terjadinyan kejang
g. Mempertahankan suhu tubuh normal
h. Menghindari maneuver valsava

3. untuk diagnosa ketiga


Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan punurunan kekuatan otot.
implemetasi yang telah dilakukan adalah :
a. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
b. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
c. Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
d. Memonitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
e. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu ( mis; duduk
diatas tempat tidur
f. Memfasilitasi melakukan pergerakan 3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
g. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
h. Menganjurkan melakukan mobilisasi dini
i. Mengajarkan mobilisasi sederhana yg harus dilakukan (mis: duduk
diatas tempat tidur)

E. Evaluasi

Kelompok mengevaluasi selama di HCU pada tanggal 3 Juni 2022.


Pada diagnosa yang pertama yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif b.d
disfungsi neuromuskuler dan hipersekresi jalan nafas. Pada waktu itu sudah
mengidentifikasi pemantauan respirasi, air ludah pasien banyak, SpO2
98%, RR 28x/I, Sputum ada warna putih konsistensi encer, Terpasang
Nasal Kanul 3 L/i. Sudah memberikan O2 nasal canule 3L/menit,
Memonitor frekuensi irama, kedalaman dan upaya nafas, Memonitor pola
nafas, monitor produksi sputum, monitor sumbatan jalan nafas dan monitor
saturasi oksigen. Sudah mendokumentasi hasil pemantauan, masalah belum
teratasi, intervensi dilanjutkan.

Pada diagnosa kedua yaitu Penurunan kapasitas adaptif intra kranial


b.d Edema serebral (stroke hemoragik). Pada waktu itu sudah
mengidentifikasi peningkatan intra kranial. GCS E1M2Vx, TD 136/87
mmhg, N: 89x/i, RR 23x/i, Kejang tidak ada. Sudah memonitor tanda dan
gejala peningkatan TIK, monitor status pernafasan, meminimalkan stimulus
dengan menyediakan lingkungan yang tenang, memberikan posisi semi
fowler, mempertahankan suhu tubuh normal, hindari manuver valsava.

Dan ketiga dilaksanakan seiring yaitu Pola napas tidak efektif


berhubungan dengan gangguan neurologis (edema serebral) dan Bersihan
jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan: sudah
memonitor pola napas, sudah memonitor jalan napas atau adakah
sumbatan pada jalan napas, sudah memberikan posisi senyaman mungkin
semifowler atau fowler, sudah melakukan pengsihapan lendir pada Tn.R
dan sudah kolaborasi pemberian oksigen. Masalah belum teratasi,
intervensi dilanjutkan.

Pada diagnosa ketiga Gangguan mobilitas fisik berhubungan


penurunan kekuatan otot: sudah memonitor tingkat kesadaran Ny. E
dengan GCS E:1 M:2 V:x yaitu soporos coma, sudah memonitor tanda-
tanda vital TD 142/80 mmHg, N 99 x permenit, RR 26 x permenit, T
36,5°C, dan sudah menghindari aktivitas yang dapat meningkatkan TIK.
Masalah belum teratasi, dan intervensi dilanjutkan.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes
kedalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya. Stroke
hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak, sehingga
menimbulkan perdarahan di otak (Ariani,2016)
Dari pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. E dengan SH
(Stroke Hemoragik) dapat disimpulkan :
a. Pengkajian asuhan keperawatan pada Ny. E dengan SH (Stroke
Hemoragik) diruangan HCU RS Otak. Drs. M. Hatta Bukittinggi
tahun 2022 dapat dilakukan dengan baik dan tidak mengalami
kesulitan dalam mengumpulkan data dan keluarga Ny. E cukup
kooperatif.
b. Diagnosa asuhan keperawatan pada pada Ny. E dengan SH (Stroke
Hemoragik) diruangan HCU RS Otak. Drs. M. Hatta Bukittinggi dapat
dirumuskan 3 diagnosa pada tinjauan kasus.
c. Perencanaan asuhan keperawatan pada pada Ny. E dengan SH (Stroke
Hemoragik) diruangan HCU RS Otak. Drs. M. Hatta Bukittinggi
semua perencanaan dapat diterapkan pada tinjauan kasus.
d. Implementasi asuhan keperawatan pada pada Ny. E dengan SH
(Stroke Hemoragik) diruangan HCU RS Otak. Drs. M. Hatta
Bukittinggi semua dapat dilakukan, karena tindakan yang di
lakukan dapat tercapai.
e. Evaluasi pada pasien pada Ny. E dengan SH (Stroke Hemoragik)
diruangan HCU RS Otak. Drs. M. Hatta Bukittinggi dapat dilakukan
dan 3 diagnosa di tinjuan kasus semua diagnosa sudah teratasi.
B. Saran
1. Bagi Kelompok
Disarankan dapat menerapkan dan mengaplikasikan asuhan keperawatan
yang diberikan kepada Ny. E dengan SH (Stroke Hemoragik)
2. Bagi Rumah Sakit
Disarankan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan terhadap hasil
penerapan asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada Ny. E
dengan SH (Stroke Hemoragik)
3. Bagi Klien dan Keluarga.
Disarankan untuk dapat menerapkan asuhan keperawatan yang telah
diberikan Ny. E dengan SH (Stroke Hemoragik).
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2015). Konsep Teori Stroke Hemoragik. Jakarta: EGC.


Anurugo. 2014. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: Salemba Medika

Arini. 2013. Sistem Neurobehavior. Jakarta: Salemba Medika

Arianai, R. (2016). Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragic. Jakarta : Medika


Salemba.
Arum. 2015. Stroke, Kenali, Cegah,Dan Obati. Yogyakarta: Notebook

Aru W. Sundoyo. 2019. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid Ii, Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing

Andi Kelompok Studi Serebrovaskuler Perhimpunan Dokterbspesialisnsaraf


Indonesia. 2014. Guidelines Stroke 2004. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (Perdosi)

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta: Egc

Corwin, J. E. (2017). Buku Saku Patofiosilogi. Jakarta: EGC.


Eny, Kusyati, dkk. (2016). Keterampilan Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC.
Kemenkes RI. 2016. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan

Kemenkes RI Raheskesda Provinsi Sumatera Barat. 2020. Profil Kesehatan


Provinsi Sumatera Barat

Mutaqin, Arif. 2018. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Muttaqin, A. (2016). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan.  Jakarta : Salemba Medika.
Nur, A, H & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Nanda NIC NOC. Yogyakarta:
Mediaction.

Riset Kesehatan Dasar (Riskedas). 2013. Badan Penelitian Dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI Tahun 2013. Diakses 19 Oktober 2014

Riset Kesehatan Dasar (Riskedas). 2018. Badan Penelitian Dan Pengembangan


Kesehatan
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervnsi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Wilkinson, M, J & Ahern, R, N. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.


Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai