Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN DIABETES MELLITUS ULKUS

PEDIS

Disusun guna memenuhi tugas praktik profesi Keperawatan Medikal

Oleh
Munazilatul Chasanah
NIM 202311101154

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iii
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi..............................................................................................
B. Anatomi fisiologi..............................................................................
C. Epidemiologi…………………………………………………….…
D. Etiologi..............................................................................................
E. Patofisiologi………………………………………………….……..
F. Manifestasi Klinis..............................................................................
G. Klasifikasi ………………………………………………………….
H. Pemeriksaan Penunjang ...................................................................
I. Penatalaksanaan Medis…………………………………………….
J. Pathway….......................................................................................
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian….………………………………………………….….
B. Diagnosa….….….………………………………………………...
C. Intervensi…….……………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS ULKUS PEDIS
Oleh: Munazilatul Chasanah S. Kep

KONSEP DASAR DIABETES MELLITUS ULKUS PEDIS

A. Definisi Diabetes Mellitus


Diabetes militus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang biasanya
ditandai dengan tinginya kadar glukosa darah (Hiperglikemia) akibat dari
kekurangan sekresi insulin, gangguan aktivitas insulin atau keduanya American
Diabetes Association (ADA). DM dapat terjadi apabila insulin yang dihasilkan
tidak cukup untuk dapat mempertahankan gula darah dalam batas normal bisa juga
DM terjadi karena sel tubuh tidak mampu merespon dengan tepat sehingga akan
menyebabkan munculnya keluhan seperti penurunan berat badan, polidipsi,
kesemutan, lemah, polifagia, pandangan kabur dan disfungsi ereksi pada laki- laki
serta pruritus vulvae pada wanita (Soegondo, Soewondo & Subekti, 2009 dalam
Damayanti, 2015). Penyeakit DM apabila terjadi dalam kurun waktu yang cukup
panjang akan memiliki efek samping yang mulai tidak dapat terkontrol, hal tersebut
dapat kemudian dapat menyebabkan kerusakan yang cukup serius pada sistem
tubuh salah satu yang akan terserang adalah sistem saraf dan pembuluh darah
(World Health Organization, 2016).
Ulkus sendiri merupakan luka terbuka yang terdapat pada bagian permukaan
kulit. Ulkus ini merupakan salah satu komplikasi kronik dari DM yang sangat
berbahaya karena selalu dikaitkan dengan amputasi kaki. Berdasarkan penelitian
bahwasannya 85% penyebab amputasi pada kaki adalah karena ulkus kaki diabetic.
Pendapat lain menyebutkan bahwa ulkus merupakan kematian jaringan yang luas
yang disertai invasif oleh kuman saprofit, kuman saprofit ini yang menyebabkan
ulkus menjadi berbau (Brookes dkk, 2004 dalam Suyanto, 2018). Ulkus kaki
diabetes adalah penyebab tersering pasien mengalami rawat inap, dan amputasi
merupakan masalah komplikasi yang menakutkan untuk pasien, yang dapat
memperburuk kulaitas hidup pasien dan juga merupakan penyabab kematian
(Ghandi dkk, 2019)
B. Review Anatomi Fisiologi

Pankreas adalah kelenjar berwarna merah muda keabuan dengan panjang sekita
12 – 15 cm berbentuk tranversal yang membentang pada dinding abdomen posterior
dibelakang lambung, pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang
terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala)
kelenjear pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian
pilorus dari lambung. Bagian badan ini yang merupakan bagian utama dari oran
tubuh. Dari segi perkembangan embriologis kelenjar pankreas terbentuk dari epitel
lapisan epitel yang membentuk usus. Kelenjar inilah yang mengekresikan insulin
melalui pulau langerhans yang berada dalam kelenjar pankreas. Didalam kelenjar
pankreas terdapat sel beta yang menghasilkan insulin, didalam penkreas mengandung
lebih kurang 100.000 pulau langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel beta. Selain itu
pankreas juga terdapat sel alfa, yang bekerja sebaliknya insulin, sel ini menghasilkan
glukagon yang berfungsi untuk meningkatkan gula darah.
Insulin adalah suatu hormon yang menurunkan kadar gula darah dengan
meransang perubahan glukosa menjadi glukagen untuk disimpan dan dengan
meningkatkan ambilan glukosa selular. Dan berfungsi memperbaiki kemampuan sel
tubuh untuk mengobservasi dan menggunakan glukosa serta lemak. Asupan glukosa
yang terdapat dalam darah dihasilkan dari pemecahan karbohidrat dalam berbagai
bentuk termasuk monosakarida dan unit-unit kimia yang komplek, disakarida dan
polisakarida. Karbohidrat dikosumsi didalam tubuh dan dipecahkan menjadi
monosakarida kemudian diserap dalam tubuh melalui duodenum dan jejunum
proksimal. (Evelyn C. Pearce, 2002 dalam Hansen 2017)

Fungsi pankreas ada 2 yaitu :


1. Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit.
2. Fungsi endokrin, sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersama-
sama membentuk organ endokrin yan akan mengekresikan insulin. Pulau
langerhans pada tubuh manusia ini mengandung tiga jenis sel utama yaitu:
a. Sel A (Alpha), yang jumlahnya sekitar 20 – 40% dan memproduksi
gluukagon yang menjadi faktor penyebab hiperglikemik, suatu
hormo yang memiliki anti insulin like activity.
b. Sel B (Betha), jumlahnya sekitar 60-80 %, membantu insulin.
c. Sel D (Delta), jumlahanya dalam tubuh ada sekitar 5-15%, membuat
samostatin yang dapat menghambat pelepasan insulin dan glukagon.
(Tambayong, 2001).

Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas,


adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin
dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai
glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena
hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa,
sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar
berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk
mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar
terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran
insulin dan glucagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon
menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang
dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk
gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan
lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati yang akan
dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologi
beberapa hormon antara lain :
a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin.
Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah
dengan cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
1. Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
2. Epinefrin yang disekresikan oleh ardenal dan jaringan kromafin.
3. Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
4. Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
b. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone yang mebentuk
suatu mekanisme counfer- regulator yang mencegah timbulnya
hipoglikemia akibat pengaruh insulin.
C. Epidemiologi

Data epidemiologi menurut The National Institue of Dibetes and Degestive and
Kidney Disease, diperkirakan sekitar 16 juta orang di Amerika Serikat menderita
diabetes. Dan jutaan diantaranya berisko menderita diabetes. Dari keseluaran
penerita dibetes 15% diantaranya menderita ulkus kaki dibetikum, dan 12- 14% dari
yang menderita ulkus di bagian kaki memerlukan amputasi. Di Indonesia sendiri
berdasarkan pengukuran tahun 2013 ada sekitar 2,1% lebih tinggi dibanding dengan
tahun 2007 sekitar 1,1%, meningkat dua kali lipat. Dan ada sebanyak 31 provinsi
di Indonesia 93,9% menunujukan kenaikan prevalensi akibat DM yang cukup
drastis. Selain itu berdasarkan data dari rekam medik RSUD Dr. Chasan Boesoirie
Ternate tahun 2016, dlam 4 tahun terakhir 2011 sampai tahun 2015 jumalah
penderita DM dan jumlah kasus mengenai ulkus kaki diabetik cenderung
menunujukan peningkatan. Jika dilihat dari 10 besar penyakit rawat jalan tahun
2011 jumlah kasus DM berada pada peringkat ke tiga dengan jumlah kasus
sebanyak 984 (1,48%,) dan pada tahun 2012 kasus DM berada pada peringkat
yang sama dengan jumlah kasus 820 (1,18%), tahun 2013 jumlah kasus 830
(14,50%), dan pada yahun 2014 kasus DM turun menjadi 541 kasus (14,50%),
karena tingginya prevalensi ulkus kaki diabetik di indonesia termasuk di Provinsi
Maluku Utara, maka dari itu perlu diketahui determinan ulkus kaki diabetik agar
dapat dilakukan prencanaan program pencegahan atau penanganan pmengenai
penyakit ini.

D. ETIOLOGI
Etiologi ulkus kaki dibatik adalah gabungan dari neuropati, penyakit arteri,
tekanan (trauma), dan deformitas kaki. Penyebab terbesar terjadinya ulkus daibetik
adalah neuropati, yang biasa ditemukan pada80 – 90 % pasien dengan ulkus.
Adanya kondisi iskemik disebebkan oleh penyakit arteri perifer yang menghambat
penyembuhan, terutama saat terjadi infeksi dimana demand lebih banyak
diperlukan. Deformitas atau abnormalitas struktur pada kaki memainkan peran
yang cukup penting dalam pembentukan ulkus akibat DM, karena dapat
memberikan tekanan yang abnormal yang dapat membentuk luka. Abnormalitas
bentuk kaki yang dimaksud diantaranya flat foot, halux valgus, charcot
neuroartropati atau hammer foot. Pada ulkus kaki diabetik diperkirakan kondisi
infeksi yang terjadi disebabkan oleh polimikrobial yang dapat melibatkan 5-7
organisme yang berbebeda. Pola dalam mikrobial ulkus diabetik dapat dipengaruhi
oleh kedalaman luka, jaringan yang terlibat, dan penggunaan antibiotik
sebelumnya.
a. Infeksi superfisial, yang sering kali mengandung kokus aerobik gram
positif (S. aureus, S. agalactiae, S. pyogenes, dan Staphylococcus
coagulase-negative).
b. Infeksi dalam, yang sering kali mengandung jenis bakteri yang ada infeksi
superfisial dan ditambah dengan organisme enterokokus,
Enterobacteriaceae, Pseudomonas aeruginosa, dan bakteri anaerob.
c. Infeksi dengan inflamasi ekstensif, nekrosis, cairan eksudat berbau, atau
gangrene dengan tanda-tanda toksisitas sistemik dapat mengandung semua
organisme di atas dan organisme anaerobik. Patogen-patogen yang
termasuk adalah Streptococcus anaerob, spesies Bacteroides, dan spesies
Clostridium.

Ada beberapa faktor yang dapat miningkatkan kemungkinan terkena ulkus


dibetik :
1. Neuropati diabetik
2. Penyakit vaskular perifer
3. Faktor biomekanis (Sendi kaku/joint stiffness, kalus, Charcot foot)
4. Ulkus diabetikum sebelumnya
5. Riwayat diabetes mellitus tidak terkontrol
6. Merokok
7. Retinopati dan nefropati diabetikum
8. Penggunaan insulin sebagai penanda progresi
E. PATOFISIOLOGI
Terjadinya ulkus diabetik diawali dengan adanya hiperglikemia pada pasien
diabetes. Hiperglikemia ini menyebabkan terjadinya neuropati, neuropati inilah
menjadi faktor utama yang mengkontribusi terjadinya luka, baik itu neuropati
sensorik, motorik, maupun autonomik yang kemudian neuropatik ini akan
menimbulkan berbagai perubahan pada kulit. Masalah luka yang terjadi pada pasien
dengan diabetik terkait dengan adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki
dan biasanay disebut dengan neuropati perifer, biasanya pasien dengan diabetik
sering mengalami gangguan pada sirkulasi, gangguan sirkulasi ini yang
berhubungan dengan “peripheral vascular diseases”. Efek sirkulasi inilah yang
menyebabkan kerusakan pada saraf. Hal ini ada kaitannya dengan diabetik
neuropati yang berdampak pada sisitem saraf autonomi, saraf inilah yang
mengontrol fungsi otot-otot halus, kelenjar dan organ viseral. Adanya gangguan
pada saraf autonomi nantinya akan berpengaruh dengan terjadinya perubahan pada
tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah. Dengan demikian
kebutuhan akan nutrisi dan oksigen tidak mencukupi atau tidak dapat mencapai
jaringan perifer dan tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme pada lokasi
tersebut. Efek dari autonomi neuropati ini nantinya akan menimbulkan kulit
menjadi kering, anhidrosis yang memudahkan kulit menjadi rusak dan akan
membuat luka menjadi sukar untuk sembuh, selainitu juga dapat menimbulkan
infeksi sehingga akan mengkontribusi untuk terjadinya gangren. Adapun dampak
lain yang dapat ditimbulkan karena adanya neuropati perifer yang mempengaruhi
saraf sensori dan sisitem motorik yang menyebabkan hilangnya sensasi rasa nyeri,
tekanan dan perubahan temperatur.

F. MANIFESTASI KLINIS
Ulkus kaki diabetik ini umumnya terdpat pada daerah plantar kaki, dan
biasanya ada kelainan bentuk pada kaki (deformitas kaki), jalannya kurang
seimbang, adanya fisura dan kering pada kulit, pembentukan kalus pada area yang
tertekan, luka biasnya dalam dan berlubang, hialng atau berkurangnya sensasi nyeri,
xerosis (keringnya kulit kronik), biasanya luka tampak merah. Proses
makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut
emboli akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu:
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (parestesia dan kesemutan).
d. Pulselessness (denyut nadi hilang).
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
Fontaine, yaitu 4:
a. Stadium I: asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
b. Stadium II: terjadi klaudikasio intermiten.
c. Stadium III: timbul nyeri saat istirahat.
d. Stadium IV: berupa manisfestasi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)
(Smeltzer C Suzanne, 2001 dalam Kartika, 2017)
G. KLASIFIKASI
1. Diabetes Mellitus Tipe 1
Proses autoimun sehingga terjadi kerusakan pada sel beta, biasanya
mengarah pada defisiensi insulin secara murni. DM ini sangat bergantung
pada insulin, karena tubuh tidak mampu untuk memproduksi insulin
akibat dari sistem kekebalan tubuh merusak sel yang bertugas untuk
mensekresi insulin.
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
Gangguan dari sekresi insulin dan resisten terhadap kerja insulin, DM tipe
2 menunjukkan seseorang obesitas karena adanya resistensi insulin. Selain
itu, hipertensi dan dislipidemia juga ditemukan pada individu ini. DM tipe
2 paling banyak ditemukan dan berkaitan dengan riwayat diabetes pada
keluarga, usia yang lebih tua, obesitas dan kurang aktivitas fisik atau
berolahraga.
3. Diabetes Mellitus Gestasional
Mengidentifikasi wanita yang menderita diabetes mellitus selama
kehamilan, mulai muncul pada trimester ketiga. DM gestasional terjadi
akibat dari hormon yang dihasilkan oleh plasenta yang menghambat dari
proses kerja insulin.
Menurut Wagner ada enam tingkatan ulkus kaki diabetik, yaitu:
1. Wagner 0: Kulit masih terliahat utuh, namun ada kelainan bentuk pada kaki
akibat dari neuropati.
2. Wagner 1: Ulkus superfisial.
3. Wagner 2: Ulkus terlihat lebih dalam dan mengenai lapisan dermis, tendon,
ligamen, kapsul sendi, atau tulangsering terjadi dengan adanya selulitis, tidak
abses atau infeksi tulang.
4. Wagner 3: ulkus dalam yang disertai timbulnya abses.
5. Wagner 4: gangren lokal (ibu jari atau tumit).
6. Wagner 5: gangren kaki.

Klasifikasi menurut Edmons, yaitu :


1. Drajat 1: Kaki tampak normal.
2. Drajat 2: Kaki memiliki resiko tinggi.
3. Drajat 3: Kaki mengalami ulkus.
4. Drajat 4: Kaki mengalami nekrosis
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi
5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-
180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam
urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer:
carik celup memakai GOD.
3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-
hidroksibutirat tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal (Ureum, creatinin), Lemak darah:
(Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula
langerhans (islet cellantibody)

Adapun pemeriksaan lainnya :


1. Pemeriksaan dengan menggunakan Sammes-Weinstein Monofilamen 10
gram, tujuannya: untuk mengetahui fungsi sensori tajam pada ekstremitas
kaki dengan menggunakan Semmes- Weinstein Monofilamen 10 gram. Jika
tidak dijumapai tanda neuropati sensori maka tusukan monofilamen pada
satu atau lebih tempat penusukan.
2. Pemeriksaan dengan menggunakan Tuning Fork 128 Hz, tujuannya:
mengetahui fungsi sensori getar pada ekstremitas kaki dengan
menggunakan tuning fork 128 Hz. Tanda jika adanya neuropati sensori
apabial merasakan sensasi getar pada tonjolan – tonjolan tulang di kaki
dengan menggunakan tuning Fork 128 Hz.
3. Pemeriksaan Palpation of dorsalis pedis and tibialis posterior arteri:
pemeriksaan ini mengkaji kekuatan, irama dan frekuensi arteri dorsalis
pedis dan tibialis posterior.
4. Pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI), Intrepretasi perbandingan antara
tekanan sistolik ankle dengan brachial, untuk mengetahui kondisi pembuluh
darah ekstremitas bawah.
I. PENTALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes adalah untuk menormalkan aktuvitas insulin dan
kadar glukosa dalam darah untuk mengurangi komplikasinyang dirimbulkan
akibat DM. Caranya yaitu dengan menjaga kadar glukosa dalam batas normal
tanpa terjadi hipoflikemia serta memelihara kualitas hidup yang baik ( Smeltzer
dkk, 2008 dalam Damayanti, 2015)
a) Manajemen diet
Tujuan umum dari penatalaksanaan manajemen diet ini bagi pasien DM
adalah unutk mempertahankan kadar glukosa dalam darah dan lipid
mendekati normal, mencapai serta mempertahankan berat badan dalam
batas batas normal atau kurang lebih 10% dari berat badan idaman,
mencegah komplikasi akut dan kronik serta meninfkatkan kualitas hidup
pada pasien (Suyono, 2009 dalam Damayanti, 2015)
b) Latihan fisk (olahraga)
Latihan fisik dengan olahraga ini dapat mengaktifasi ikatan insulin dan
reseptor insulin di memran plasama sehingga dapat menurunkan kadar
glukosa dalam darah.
c) Pemantauan monitoring kadar gula darah
Pemantauan kadar gula darah secara mandiri atau self-monitoring glucose
(SMBG) memungkinkan untuk deteksi dan mencegah terjadinya
hipergikemia atau hipoglikemia yang pada kahirnya adakan dapat
mengurangi komplikasi pada diabetes jangka panjang.
d) Terapi farmakologi
Terapi insulin merupakan terapi unutk menjaga kadar gul adalam darah
normal atau mendekati normal, berdasrakn konsesus (perkeni 2006 dalam
Damayanti, 2015)
berikut cara kerja OHO:
1. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan:
1. Pemicu sekresi insulin.
2. Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3. Penghambat glukoneogenesis.
4. Penghambat glukosidase alfa.
2. Insulin, diperlukan pada keadaan:
1. Penurunan berat badan yang cepat.
2. Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3. Ketoasidosis diabetik.
4. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon
kadar glukosa darah. Adapun terapi lainnya seperti melakukan
olahraga, manajemen diet, latihan fisik olahraga, monitoring kadar
gula
e) Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehan untuk pasien DM sangat diperkukan karena
penatalksanaan DM memerlukan perilaku penanganan yang khusus seumur
hidup. Pasien tidak hanya belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri
guna menghindari fluktasi kadar glukosa darah yang mendadak tetapi juga
memrluakan perilaku yang preventif dalam gaya hidup untuk menghundari
komplikasi diabetik jangka panjang.

Keperawatanan
Penatalaksanaan keperawatan dalam hal ini meliputi:
a. Memperbaiki keadaan umum penderita dengan nutrisi yang memadai
b. Pemberian anti agregasi trombosit jika diperlukan, hipolipidemik dan
anti hopertensi
c. Bila dicurigai suatu gangren, segera diberikan antibiotik spektrum luas,
meskipun untuk menghancurkan klostridia hanya diperlukan penisilin.
d. Dilakukan pengangkatan jaringan yang rusak. Kadang-kadang jika
sirkulasi sangat jelek, sebagian atau seluruh anggota tubuh harus
diamputasi untuk mencegah penyebaran infeksi.
e. Terapi oksigen bertekanan tinggi (oksigen hiperbarik) bisa juga
digunakan untuk mengobati gangren kulit yang luas. Penderita
ditempatkan dalam ruangan yang mengandung oksigen bertekanan
tinggi, yang akan membantu membunuh klostridia.
f. Bersihkan luka di kulit dengan seksama.
g. Waspada akan tanda-tanda terjadinya infeksi (kemerahan, nyeri,
keluarnya cairan, pembengkakan).
J. Pathway
Diabetes Melitus

Hiperglikemia
Resistensi Insulin

Darah mengental,
aliran darah ke kaki
berkurang

Nutrisi jaringan
berkurang

Perfusi Perifer Iskemik Jaringan


Tidak Efektif

Ulkus Pedis Pembedahan


Nyeri Akut

Nekrosis Jaringan Amputasi Gangguan Mobilitas


Fisik

Gangguan Integritas Kecacatan

Jaringan

Gangguan Citra
Tubuh
KONSEP ASUHAN KEPARAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
1.1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Klien dengan ADHF rata rata berada pada rentang usia 65 tahun keatas
b. Keluhan Utama: Adanya rasa seperti kesemuatan pada kaki tungkai bawah,
adanya luka yang tidak kunjung sembuh, rasa raba yang menurun.
c. Riwayat Kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan mulai terjadinya luka tersebut, apa penyeab dari timbulnya
luka tersebut, upaya apa yang telah dilakukan pasien untuk mengatasi lukanya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Bisa terjadi karean adanya riwayat penyakit DM atau penyakit- penyakit lain
yang ada kaitannya insulin misalnya penyakit seperti pankreas. Adanya riwayat
penyakit jantung, obesitas. Tindakan apa yang sebelumnya pernah di dapat oleh
pasien, serta obat- obatan apa saja yang pernah dikonsumsi oleh pasien
sebelumnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung, obesitas.
f. Riwayat psikososial
Dapt Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya.
1.2 Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan
dan tanda- tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada
kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, Kacau
mental,disorientasi.
j. Seksualitas
Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
k. pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah: lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau
infeksi lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh adanya anemia.
Adanya insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan anemia menimbulkan
nyeri saat istirahat.
2. Profil metabolik: pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin dan
kreatinin serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi glukosa
dan fungsi ginjal
3. Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif: Pulse Volume Recording
(PVR) atau plethymosgrafi.

B. DIAGNOSA
a) Perfusi Perifer Tidak Efektif
b) Nyeri Akut
c) Gangguan Integritas Jaringan
d) Gangguan Mobilitas Fisik
e) Gangguan Citra Tubuh
C. Penatalaksanaan Keperawatan
No. Pengkajian Terfokus Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1. Data objektif: Perfusi Perifer Tidak Tujuan: Perawatan sirkulasi l.02079
1. Nadi kepilar Efektif (D.0009) Setelah dilakukan intervensi Definisi: mengidentifikasi dan
menurun atau tidak b.d hiperglikemia d.d keperawatan selama 3x24 jam merawat area lokal dengan
teraba DO&DS status sirkulasi membaik dengan keterbatasan sirkulasi perifer
2. Akral teraba dingin kriteria hasil : Observasi :
3. Warn akulit pucat 1. Pucat menurun 1. Periksa sirkulasi perifer
4. Turgor kulit 2. Akral dingin menurun 2. Identifikasi faktor risiko
menurun 3. Edema perifer menurun gangguan sirkulasi
5. Edema 4. Parestesia menurun 3. Monitor panas, kemerahan,
6. Indeks ankle nyeri, atau bengkak pada
brakial <90 ekstremitas
Terapeutik
Data subjektif: 1. Hindari pemasangan infus
1. 1. Parastesia atau pengambilan darah di
2. 2. Nyeri ekstremitas area keterbatasan perfusi
3. 2. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ektremitas
dengan keterbatasan perfusi
3. Lakukan perawatan kaki dan
kuku
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan hidrasi
Edukasi:
1. Informasikan tanda dan
gejala yang harus dilaporkan
2. Ajurkan menghindari
penggunaa obat penyekat
beta
3. Anjukan berhenti merokok
4. Anjurkan berolahraga rutin
5. Anjurkan menggunkan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolestrol
6. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
7. Anjurkan program
rehabilitasi vaskular
8. Anjurkan program diet
untuk memperbaiki sirkulasi
9. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan.

2. Data objektif: Nyeri akut b.d agen Tujuan: Manajemen nyeri (I.08238)
Setelah dilakukan tindakan
1. Tampak meringis pencedera fisik (abses, Definisi: Mengidentifikasi dan
asuhan keperawatan selama 2 x
2. Gelisah amputasi, terbakar, mengelola pengalaman sensorik
24 jam diharapkan :
3. Frekuensi nadi terpotong, mengagkat atau emosional yang berkaitan
Kriteria hasil:
meningkat berat, prosedur operasi, dengan kerusakan jaringan atau
Tingkat Nyeri (L.08066)
4. Bersikap protektif trauma, latihan fisik fungsional dengan onset
1. Keluhan yeri cukup
(waspada berlebihan) d.d DO & mendadak atau lambat dan
menurun.
menghindari nyeri) DS berinteraksi ringan hingga berat
2. Kesulitan tidur cukup
5. Sulit tidur. dan konstan.
menurun.
6. Tekanan darah Observasi
3. Tekanan darah membaik.
meningkat 1. Identifikasi skala nyeri
4. Freuensi nadi membaik.
7. Pola napas berubah 2. Identifikasi lokasi,
5. Pola tidur membaik
8. Proses berfikir karakteristik, durasi,
terganggu frekuansi,
9. Nafsu makan kualitas,intensilitas nyeri.
berubah Terapeutik
10. Menarik diri. 1. Berikan teknik non
Data subjektif: farmakologis untuk
Klien mengeluh nyeri mengurangi rasa nyaeri.
2. Fasilitasi istirahat tidur.
3. Pertimbangankan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi
1. Jelaskan strategi
mengurangi nyeri.
2. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri.
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu.
Latihan pernapasan (I. 01007)
Definisi: latihan menggerakan
dinding dada untuk
meningkatkan bersihan jalan
napas, meningkatkan
pengembangan paru,
menguatkan otot otot napas, dan
meningkatkan relaksasi atau rasa
nyaman.
Observasi
1. Monitor frekuensi, irama
dan kedalaman napas
sebelum dan sesudah
latihan.
Terapeutik
1. Sediakan tempat yang
tenang
2. Posisikan pasien nyaman
dan rileks.
3. Ambil napas dalam secara
perlahan melalui hidung dan
tahan selama tujuh hitungan.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur latihan pernapasan
2. Anjurkan mengulangi
latihan 4 -5 kali.
3. Data objektif: Gangguan integritas Tujuan: Perawatan integritas kulit (I.
1. Kerusakan jaringan kulit atau jaringan Setelah dilakukan tindakan 11353)
atau kerusakan b.d perubahan sirkulasi, asuhan keperawatan selama 2 x Definisi: mengidentifikasi dan
kulit kekurangan volume 24 jam diharapkan : merawat kulit untuk menjaga
2. Nyeri cairan, suhu lingkungan Kriteria hasil: keutuhan, kelembapan, dan
Integritas kulit dan jaringan (
3. Kemerahan yang ekstrim, bahan mencegah perkembangan
L.14125)
4. Hematoma kimia iritatif, faktor mikroorgansime
1. Kerusakan jaringan
elektris, kurang terpapar Observasi:
sedang.
informasi tentang upaya 1. Identifikasi penyebab
2. Kerusakan lapisan kulit
mempertahankan atau gangguan integritas kulit
sedang.
melindungi integritas (mis, perubahan sirkulasi,
3. Nyeri cukup menurun.
jaringan d.d DO & DS perubahan status nutrisi,
penurunan kelembapan, suhu
lingkungn ekstrem,
penurunan mobilitas)
Edukasi:
1. Anjurkan unutk minm air
yang cukup.
2. Anjurkan untuk menigkatkan
asupan nutrisi
Perawatan luka (I. 14564)
Definisi: Mengidentifikais dan
meningkatakan penyembuhan
luka serta mencegah terjaidnya
komplikasi luka.
Obseravasi:
1. Monitor karakteristik luka
(mis, drainase, warna,
ukuran, bau)
Terapeutik:
1. Bersihkan denga cairan NaCl
atau pembersih nontoksik,
sesuai dengan kebutuhan.
2. Berikan salep yang sesuai
degan kulit, lesi jika perlu.
3. Pasang balutan sesuai jenis
luka.
4. Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka.
5. Ganti balutan sesui jumlaj
eksudat dan drainase.
6. Brrikan suplemen, vitamin
dan meniral.
Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi.
2. Ajarkan prosdur perawatn
luka secara mandiri.
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
antibiotik jika perlu.
4. Data objektif: Gangguan mobilitas Tujuan: Dukungan mobilisasi ( I.05173)
Setelah dilakukan tindakan
1. Kekuatan otot fisik b.d kerusakan Definisi: memfasilitasi pasien
asuhan keperawatan selama 2 x
menurun. integritas struktur tulang unutk meningkatkan aktivitas
24 jam diharapkan :
2. Rentang gerak d.d DO & DS pergerakan fisik.
Mobilitas fisik (L.05042)
(ROM) menurun. Observasi:
1. Pergerakan ektremitas
3. Gerakan terbatas 1. Identifikasi adanya nyeri
sedang.
atau keluhan fisik lainnya.
4. Gerakan tidak 2. Rentang gerak (ROM) 2. Identifikasi toleransi fisik
terkoordinasi. sedang melakukan ambulasi.
5. Fisik lemah. 3. Gerakan terbatas sedang Terapeutik:
Data subjektif: 4. Gerakan tidak terkoordinasi 1. Fasilitasi melakukan
1. Megeluh sulit sedang pergerakan, jika perlu.
untuk menggerakn 5. Nyeri sedang 2. Libatkan keluarga untuk
ektremitas 6. Kelemahan fisik sedang dapat membantu pasien
2. Nyeri saat bergerak 7. Cemas sedang dalam meningkatkan
3. Enggan melakukan pergerakan.
pergerakan. Edukasi:
4. Merasa cemas saat 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
bergerak mobilisasi.
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini.
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis, berjalan dari
tempattidur ke kursi roda,
berjalan dari tempat tidur ke
kamar mandi, berjalan sesuai
toleransi).
Dukungan ambulasi (I.06171)
Definisi: memfasilitasi pasien
untuk meningktakan aktivitas
berpindah.
Terapeutik:
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (mis
tongkat, kruk).
2. Fasilitasi melakukan
mobilitas fisik jika perlu.
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
2. Anjurkan melakukan
ambulasi dini.
5 Data objektif: Gangguan citra tubuh Tujuan: Promisi citra tubuh (I. 09305)
1. Mengungkapkan b.d perubahan struktur Setelah dilakukan tindakan Definisi: meningkatan perbaikan
kecacatan atau atau bentuk tubuh, asuhan keperawatan selama 2 x perubahan persepsi terhadap fisik
kehilangan bagian perubahan fungsi tubuh, 24 jam diharapkan: pasien.
efek tindakan atau
tubuh. Kriteria hasil: Observasi:
pengobatan dari
2. Kehilngan bagian Citra tubuh (L.09067)
pembedahan d.d DO&
tubuh DS 1. Melihat bagian tubuh 1. Identifikasi harapan citra
3. Fungsi atau cukup membaik. tubuh berdasrkan tahap
struktur tubh 2. Vebralisasi kecacatan perkembangan
berubah. bagian tubuh sedang 2. Identifikasi perubahan
3. Vebralisasi perasaan citra tubuh yang
Data Subjektif:
negatif tentang perubahan mengakibatkan isolasi
1. Tidak mau
tubuh sedang sosial.
mengungkapkan
4. Hubungn sosial sedang Terapeutik:
kecacatan atau
1. Diskusikan perubahan
kehilangan bagian
tubuh dan fungsinya
tubuh
2. Diskusikan perbedaan
2. Mengungkapkan
penampilan terhadap
perubahan gaya
harga diri.
hidup
3. Diskusikan stres yang
3. Mengungkapakan
berpengaruh pada citra
oerasaan negatif
tubuh (mis, luka,
tentang perubahan
penyakit, pembedahan)
tubuh
Edukasi:
1. Latih fungsi tubuh yang
dimiliki.
DAFTAR ISI

Ghandi Chinmay, Kadam., P, Kamepalli,. V, dkk .2019. Pedis Grading And Its Role
In Diabetic Foot Ulcer Management. International surgery journal. Vol
6(7)

Suyanto. 2018. Penurunan Sensasi Kaki Dan Ulkus Kaki Diabetik. Jurnal
Keperawatan. Vol : 10 (01) 53 – 59.

Wolter, William R, Ding, Derong, Nguyen, T Trung, dkk. 2018. Expression of


active matrix metalloproteinase-9 as a likely contributor to the clinical
failure of aclerastide in treatment of diabetic foot ulcers. European Journal
of Pharmacology ( Elsevier). Vol :834 (77- 83)

Suriadi. 2004. Perwatan Luka.Edisi pertama. Jakarta :Sagung Seto

Damayantisanti, Santi. 2015. Diabetes Millitus & Penatalaksanaan Keperawatan.


Yogyakarta : Nuha Medika.

Marison, Moya j. 2004. Manajemen Luka. Jakarta :EGC

Bulechek, G.M., dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). 6th


Edition. Oxford: Elsevier Inc. Terjemahan oleh Nurjannah, I. dan R.D,
Tumanggor. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi keenam.
Yogyakarta: Mocomedia

Metzeger, Body E. 2010. International Association of Diabetes and Pregnancy


Study Groups Recommendationson the Diagnosis and Classification of
Hyperglycemia in Pregnancy. American Diabetes Association. Vol 33 (03).

Suyanto. 2018. Penurunan Sensasi Kaki Dan Ulkus Kaki Diabetik. Jurnal
Keperawatan. Vol : 10 (01) 53 – 59.
Arvizu, Gamaliel Benitez, dkk. 2015. Células troncales mesenquimales autólogas
e injerto cutáneo autólogo para tratamiento de una úlcera crónica
secundaria a diabetes mellitus tipo 2. Elsevier . Vol : 83(6):532-536.

Kartika, Ronald W. 2017. Pengelolaan Gangren Kaki Diabetik. Continuing


Medical Education. Vol :44 (01).

American Diabetes Association. 2014. Diagnosis and Classification of Diabetes


Mellitus. Diabtes Care. Vol : 37 (01).

Nasif Hansen, Nesa Agistia, dkk. 2017. Effectiveness of antibiotics in patients with
diabetic foot ulcers. Jurnal Sains & Farmasi Klinis. Vol : 4(2) 43–48.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Kriteria hasil Keperawatan. Dewan pengurus pusat PPNI. Edisi :1.
Jakarta

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Tindakan Keperawatan. Dewan pengurus pusat PPNI. Edisi
:1. Jakarta

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawata Indonesia
Definisi Dan Indikator Diagnostik. Dewan pengurus pusat PPNI. Edisi
:1. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai