Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

Nama : Hendra
Nim : P00220217015
Tempat Praktik : Perawatan anak
Tanggal Praktik : 22-27 Juli 2019
Judul Kasus : TB PARU

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN POSO
TAHUN 2019

1
1. Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit radang pareknim paru karena infeksi kuman


Mycobacterium tuberculosa. Tuberculosis paru termasuk suatu pneumonia, yaitu
pneumonia yang disebabkan oleh M. tuberculosa(Damanto, 2014).
Tuberculosis paru adalah penyakit menular lamgsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejalan utama adalah batuk selama 2
minggu atau lebih, batuk disertai gejala tambahan yaitu dahak, dahak bercampur
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, dan demam lebih dari 1 bulan
(Riskeadas, 2013).
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan
organ di luar paru seperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang
sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra, 2012).

2. Etiologi

Penyebab tuberkolosis adalah mycobacterium tubercolosis. Basil ini tidak


berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemasanan, sinar matahari, dan sinar
ultravioled. Ada dua macam mikobakteria tubercolosis yaitu tipe Human dan tipe
Bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tubercolosis
usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal
dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya.
(Patrick Davey). Setelah organism terinhalasi, dan masuk ke paru-paru bakteri dapat
bertahan hidup dan menyebar kenodus limfatikus local. Penyebaran melalui aliran

2
darah ini dapat menyebabkan TB pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan
sampai bertahun-tahun. (Patrick Davey).
Dalam perjalan penyakitnya terdapat 4 fase ; (Wim de jong)
a. Fase 1 (Fase Tuberculosis Primer)
Masuk kedalam paru dan berkembang tanpa menimbulkan reaksi
pertahanan tubuh.
b. Fase 2
c. Fase 3 (Fase Laten)
Fase dengan kuman yang tidur (bertahun-tahun/ seumur hidup) dan
reaktifitas jika terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, dan
bisa terdapat di tulang-tulang panjang, vertebra, tuba fallopi, otak,
kelenjar limf hilus, leher dan ginjal.
d. Fase 4
Dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke
organ yang lain dan yang kedua keginjal setelah paru.

3. Manifestasi Klinik

a. Demam 40-41°C, ada batuk/bantuk berdarah


b. Sesak napas dan nyeri dada.
c. Malaise, keringat malam.
d. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
e. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
f. Pada anak
1) Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut
tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh.
2) Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut
sampai 2 minggu.
3) Batuk kronik > 3 minggu, dengan atau tanpa
wheeze.

3
4) Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.

6. Patofisologi
Menurut somantri, infeksi diawali karena seseorang menghirup basil
mycobacteriumtuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli
lalu berkembang biak dan terlihat tertumpuk.Perkembangan mycobacterium
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas).
Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan responsdengan melakukan reaksi
inflamasi. Neutrofi dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri),
sementara limfosit spesifik-tuberculosis menghancurkan (meliliskan) basil dan
jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah
terpapar bakteri. Interaksi antara mycobacterium tuberculosis dan sisten kekebalan
tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah masa jaringan baru yang disebut
granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati dikelilingi oleh
makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa
jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi
yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya
membentuk materi yang bebbentuk seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan
menjadi klafikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri
menjadi nonaktif.

Phatway

Basil tuberculosis droplet nukleat

Air Borne Infection

Impelmentasi kuman terjadi pada Respiratory dan Alveoli

Fokus primer Pasca primer

4
Kompleks primer Kompleks primer yang sembuh

Sembuh pada sebagian besar Reaktivitas kuman leukositosis

Tuberculosis primer Reinfeksi indusen

Tuberculosis pasca primer


Batuk rajan

Gejalah sistemik
Terjadi robekan ankurisna
arteri pulmonalis pada
dinding vena Terjadinya penyebaran (lesi
yang meluas, limfogen,
hemoptoe hematoge)

Mempengaruhi
Terjadinya proses
pusat pengaturan
infeksi
psikologi panas

hipermetaabolisme
kecemasan fisik hipertermi

Perdarahan Mual muntah


perfusi Keteidakseimb
angan nutrisi
Keteidakefektif kurang dari Anoreksia
an bersihann Stesol kebutuhan
jalannnafas tubuh

8. Pemeriksaan penunjang
a. Laboraterium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis
b. Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostic TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30 -70 % pasien yang dapat
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.

5
c. Tes PP (Peroksidase Anti Peroksidase)
d. Merupakan uji serologi imunopeksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya igG spesifik terhadap basi TB.
e. Tes Mantoux / Tuberjulin
f. Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya igG spesifik terhadap basil TB.
g. Teknik Polymerase Chain Reaction
h. Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun
hanya satu mikroorganisme dalam specimen juga dapat mendeteksi adanya
resistensi.
i. Becton Dickinson diagnostic instrument sistem (BACTEC)
j. Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolism
asam lemak oleh mikobakterium tuberculosis.
k. Mycodot
l. Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada
suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah
memadai memakai warna sisir akan berubah.
m. Pemeriksaan radiology : Rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang diagnose TB, yaitu :
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apical lobus
bawah.
2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodural)
3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda.
4) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
5) Adanya klasifikasi
6) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
bayangan milline.
9. Penatalaksanaan

6
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutnya 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.
a. Obat anti tuberculosis (OAT)
1) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah :
a) Rifampisin
Dosis 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3x/
minggu atau BB > 60 kg : 600 mg.
BB 40-60 kg : 600 mg
BB < 40 kg : 300 mg
Dosis intermiten 600 mg / kali.
b) INH
Dosis 5 mg/ kg BB, maksimal 300mg, 10 mg/ kg
BB 3 kali seminggu, 15 untuk dewasa. Intermiten :
600 mg/ kali.
c) Pirazinamid
Dosis fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3
klai seminggu, 50 mg/kg BB 2 kali seminggu atau
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg.
d) Streptomisin
Dosis 15mg/kg BB atau
BB > 60kg : 1000mg
BB 40-60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
e) Etambotol

7
Dosis fase intensif 20mg / kg BB, fase lanjutan 15
mg/kg BB, 30mg/kg BB 3x seminggu, 45 mg/kg BB
2 x seminggu atau
BB > 60kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/kg BB/ kali.
2) Kombinasi dosis tetap (fixed dose combination), kombinasi dosis tetap
ini terdiri dari :
a) Empat obat anti turboculosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin
150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol
275 mg dan
b) Tiga obat anti turboculosis dalam satu satu tablet, yaitu
rifampisin 150mg, isoniazid 75 mg dan piraziamid 400
mg.Kombinasi dosis tetap rekomendasin WHO1999 untuk
kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat 3-4 tablet
sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat
menggunakan kombinasi dosis 2 obat anti turboculosis seperti
yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman
pengobatan.
3) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
a) Kenamsin
b) Kuinolon
c) Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid,
amoksilin + asam klavulanat
d) Derivate rimfapisin dan INH
Sebagian besar penderita TB dapat menyelasaikan pengobatan
tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami
efek samping. Oleh karena itu pemantauan kemungkinan

8
terjadi efek samping sangat penting dilakukan selama
pengobatan. Efek samping terjadi dapat ringan atau berat, bila
efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik
maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
Efek samping ringan dari OAT

Efek samping Penyebab Penanganan

Tidak napsu makan,mual, Rifampisin Obat diminum malam sebelum tidur


sakit perut.
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin/allopurinol

Kesemutan s/d rasa terbakar INH Beri vitamin B6 (piridoksin) 100 mg


dikaku
perhari

Warna kemerahan pada air Rifapisim Beri penjelasan, tidak perlu


seni.
diberi apa-apa

Efek samping berat OAT

Efek samping Penyebab Penanganan

Gatal dan kemerahan pada Semuah jenis 0AT Beri anthistamin & dievaluasi ketat
kulit
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan

Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan

Ikterik Hamper semua OAT Hentikan semuah OAT sampai ikterik


menghilang
Bingung dan munta-munta Hamper semua obat Hentikan semuah OAT & lakukan uji
fungsi hati

9
Gangguan penglihatan Ethambutanol Hentikan ethambutanol

Purpura dan renjatan Rifampisin Hentikan fifampisin

1) TB Paru kasus gagal pengobatan


Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal
menggunakan 4-5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif
(seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan
minimal selama 1-2 tahun.
2) TB Paru kasus lalai berobat
Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan
kembali sesuai dengan criteria sebagai berikut:
a) Penderita yang menghentikan pengobatan nya < 2 minggu,
pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadwal
b) Penderita menghentikan pengobatannya > 2 minggu
c) Berobat > 4 bulan, BTA negatif dan klinik, radiologic negatife,
pengobatan OATSTOP
d) Berobat > 4 bulan, BTA positif: pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pebgobatan yang lebih lama
e) Berobat < 4 bulan, BTA positif: pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang sama
f) Berobat < 4 bulan, berhenti berobat > 1 bulan, BTA negative
akan tetapi klinik dan atau radiologic positif: pengobatan
dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama
g) Berobata < 4 bulan, BTA negative, berhenti berobat 2-4
minggu pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal.
3) TB Paru kasus kronik

10
a) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji
resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi,
sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 2
macam OAT yang masih sensitive dengan H tetap diberikan
walaupun resisten) ditambah dengan obat lain seperti kuinolon,
betalaktam, makrolid
b) Jika tidak mampu diberikan obat INH seumur hidup.
Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan
kemungkinan penyenbuhan
c) Kasu TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
b. Pengobatan support/simptomatik
Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat
jalan. Selai OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau support/simtomatik
untuk meingkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
1) Penderita rawat jalan.

a) Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat


diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada
larangan makanan untuk penderita tuberculosis, kecuali untuk
penyakit komorbidnya)
b) Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c) Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk,
sesak nafas atau keluhan lain.
2) Penderita rawat inap

a) TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb: batuk darah (profus),


keadaan umum buruk, pneumotoraks, Empiema, Efusi pleura
massif/bilateral, sesak nafas berat (bukan karena efusi pleura)

11
b) TB diluar paru yang mengancam jiwa: TB paru milier,
meningitis, TB.
c. Terapi pembedahan

1) Indikasi mutlak

a) Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi


tidak dahak tetap positif
b) Penderita batuk darah yang masih tidak dapat diatasi dengan
cara konservatif
c) Penderita dengan fistula bronkopleura dan epiema yang tidak
dapat diatasi secara konservatif
2) Indikasi relative

a) Penderita dengan dahak negative dengan batuk darah berulang


b) Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c) Sisa kaviti yang menetap.

d. Tindakan invasive (selain pembedahan)


1) Bronkoskopi
2) Punksi pleura
3) Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
e. Kreiteria sembuh

1) BTA mikroskopik negative dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan tealah mendapatkan pengobatan yang adekuat
2) Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/perbaikan
3) Bila ada fasilitas biakan, maka criteria ditambah biakan negative.
B. PROSES KEPERAWATAN (sesuai teori)

12
1. Pengertian
Proses keperawatan adalah metode pemberian Asuahan Keperawatan
yang terorganisi dan sistematis, berfokus pada respon individu atau kelompok
terhadap masalah kesehatan yang actual. Proses keperawatan merupakan
metode pemeberian Asuahan Keperawatan yang logis, sistematis, dinamis,
dan teratur. Proses merupakan kerangka kerja saat memberikan Asuhan
Keperawatan pada klien. Berarti proes keperawatan adalah sala satu
pendekatan yang digunakan perawat pada saat merawat klien. Dengan
demikian, penampilan kerja seorang perawat yang memperlihatkan urutan-
urutan atau tahapan yang sesuai dengan urutan dalam proses keperawatan.
Menurut (somatri,2009) tahapan dalam proses keperawatan meliputi,
anatara lain sebagai berikut :
a. Pengkajian

1) Identitas klien
Kasus TB paru dapat menyerang siapa saja dari anak-anak sampai orang
dewasa, begitu pula dengan jenis kelamin kasus TB ini lebih banyak
menyerang laki-laki (Profil kesehatan indonesia,2016)
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan utama sering di dapatkan pada pasien TB paru adalah
batuk berdahak dan sesak napas (Somantri,2009)
b) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang sering dirasakan pasien TB paru pada saat
pengkajian yaitu ; demam, batuk, sesak napas, nyeri dada,
malaise, napsu makan berkurang, berkeringat pada malam hari
tanpa sebab ( Somantri,2009)
c) Riwayat kesehatan dahulu

13
Perlu di tanyakan apakah sebelumnya klien pernah mengalami
penyakit dan keluhan yang sama dan apakah klien pernah
melakukan pengobatan selama 6 bulan apakah berhasil atau
putus (Somantri,2009)
d) Riwayat kesehatan keluarga
Perlu untuk di tanyakan dengan siapa klien tinggal, karena
biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit
keturunan tapi merupakan penyakit infeksi menular
(Somantri,2009)
3) Pemeriksaan fisik
Dilakukan dengan cara inpeksi, palpasi, auskultasi, perkusi, terhadap
berbagai sistem tubuh, maka akan ditemukan hal sebagai berikut :
a) Keadaan umum
Pada pasien dengan TB paru didapatkan kondisi meliputi, klien
mengalami kelemahan, kebersihan dan perawatan diri
menurun, penurunan berat badan dan kesadaran composmentis
(Somantri,2009)
b) Sistematik
Proses ini akan di temukan malaise, anoreksia, penurunan berat
badan, dan keringat malam. Pada kondisi akut diikuti gejalah
demam tinggi seperti flu dan menggigil, sedangkan kondisi
kronik timbul gejalah seperti demam akut, sesak napas,
sianosis, dan konjungtiva dapat terlihat pucat karena anemia
(Somantri,2009)
c) Sistem pernapasan
Dikaji mulai dari bentuk hidung ada tidaknya sekret pada
lubang hidung, pergerakan cuping hidung waktu bernapas,
auskultasi bunyi napas Ronchi terjadi akibat adanya
peningkatan produksi sekret pada saluran pernapasan serta

14
frekuensi nafas lebih dari 20x/menit, pada perkusi terdengar
bunyi Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup,
bila mengenia pleura terjadi efusi pleura terdengar suara
pekak. Pada palpasi tanda-tanda adanya infiltrat terdapat
fremitus mengeras. Pada inpeksi bentuk dinding dada Poctus
karinatum (Somantri,2009)
d) Sistem pernapasan
Meningkatnya sputum pada saluran napas secara tidak
langsung mempengaruhi sistem persyarafan khususnya saluran
cerna. Klien mengeluh tidak napsu makan di karenakan
menurunnya keinginan untuk makan, disertai dengan batuk,
dan pada akhirnya klien akan mengalami penurunan berat
badan yang signifikan (Somari,2009)
4) Data psikososial
Pengakjian yng dilakukan pada data ini mengenai konsep diri
(gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan identitas diri). Dan
hubungan klien baik dengan anggota keluarganya maupun di mana ia
berada. Adanya perubahan diri pada konsep terjadi secara perlahan-
lahan yang mana dapat di kendalikan melalui observasi terhadap
adanya perubahan yang kurang wajar dalm status emosisonal.
Perubahan tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam pemecahan
masalah dan perubahan status tidur (Somantri,2009)
5) Data spiritual
Yang perlu dikaji yaitu tentang agama dan kepribadiannya, keyakinan-
keyakinan, harapan serta semangat yang terkandung dalam diri klien
aspek penting untuk kesembuhannya (Somantri,2009)
6) Data penunjang
Pemeriksaan diagnostic : kultur, tes kulit, dan foto thorax.
b. Analisa data

15
Analisa data merupakan arahan pada identifikasi masalah yang merupakan
tahap perlu di lakukan asuhan keperawatan secara komperhensif sehingga
dapat diketahui masalah secara teratur dan benar analisa ini juga merupakan
langkah yang terakhir dalam suatu pengkajian.
c. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan tentang pola tanggapan klien
terhadap masalah keshatan yang aktual maupun potensial, penyebab dan
faktor yang menunjang. Diagnosa keperawatan suatu pernyataan yang di
ambil dari hasil pengkajian tentang status/keshatan klien/pasien. Adapun
diagnosa keperawatan yang di tegakkan pada psien TB paru :
1. Kecmasan
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas
4. Intoleransi aktivitas
d. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan adalah perencanaan tindakan keperawatan
berdasarkan masalah keperawatan yang di dapat. Melalui perencanaan
keperawatan saatu masalah dapat di selesesaikan berdasarkan penangannnya
masing-masing (Wilkinson 2012).

Diagnose keperawatan Tujuan dan kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)


Kecemasan NOC NIC
Definisi : Perasaan gelisah yang 1. anxiety control Anxiety reduction (
tak jelas dari ketidaknyamanan 2. coping penuruan kecemasan )
atau ketakutan yang disertai kriteria hasil 1. Gunakan pendekatan
respon autonom (sumner tidak 1. Tanda vital dalam yang menenangkan.
spesifik atau tidak diketahui oleh rentang normal 2. Nyatakan dengan
individu) perasaan keprihatinan (tekanan darah, nadi, jelas harapan
disebabkan dari antisipasi terhadap respirasi) terhadap pelaku
bahaya. Sinyal ini merupakan 2. Klien mampu pasien
peringatan adanya ancaman yang mengidentifikasi dan 3. Jelaskan semuah

16
akan datang dan memungkinkan mengungkapkan prosedur dan apa
individu untuk mengambil langkah gejalah cemas . yang di laksanakan
untuk menyetujui terhadap 3. Mengidentifikasi, selama prosedur.
tindakan di tandai dengan mengungkapkan dan 4. Temani pasien untuk
1. Gelisah menunjukan teknik memberikan
2. Insomnia mengontrol cemas. keamaanan dan
3. Resah 4. Postur tubuh, ekspresi mengurangi takut.
4. Kekahawatiran wajah, Bahasa tubuh 5. Dorong keluarga
5. Cemas dan tingkat aktivitas untuk menemani
menunjukkan pasien
berkurangnya 6. Instruksikan pasien
kecemasan menggunakan teknik
relaksasi
7. Berikan obat untuk
mrngurangsi
kecemasan
Bersihan jalan nafas tidak NOC NIC
efektif 1. Respiratory status : Airway suction
Definisi : ketidakmampuan untuk ventilation 1. Pastikan kebutuhan
memberishkan sekresi atau 2. Respiratory status : ora l/ trachea suction
obstruksi dari saluran pernapasan airway patency 2. Auskultasi suara
untuk mempertahankan kebersihan 3. Aspiration control nafas sebelum dan
jalan nafas. Kriteria hasil : sesudah suctioning.
Batasan karakteristik : 1. Mendemostrasikan batuk 3. Informasikan kepada
1. Dispneu, penurunan suara efektif dan suara napas klien dan keluarga
nafas yang bersih, tidak ada tentang suctioning.
2. Orthopneu sianosis dan dyspnea 4. Minta klen napas
3. Cyanosis (mampu mengeluarkan dalam sebelum
4. Kelainan suara nafas ( sputum, mampu bernafas suctioning
rales, whizzing ) dengan mudah, tidak ada 5. Berikan O2 dengan
5. Kesulitan berbicara pursed lips ) menggunakan nasal
6. Batuk, tidak efoktif atau 2. Menunjukan jalan nafas untuk memfasilitasi
tidak ada. yang paten (klien tidak suction nasotrakeal
7. Mata melebar merasa tercekik, irama 6. Gunakan alat yang
8. Produksi sputum nafas, frekuensi jalan steril setiap
9. Gelisah nafas dalam rentang melakukan tindakan.
10. Perubahan frekuensi dan normal, tidak ada suara 7. Anjurkan pasien
nafa abnormal)
irama nafas untuk istrahat dan
3. Mampu mengidentifikasi
Faktor yang berhubungan : napas dalam setelah
dan mencegah factor
1. Lingkungan kateter di keluarkan
yang menghambat jalan
- Merokok, menghirup dari nasotrakea
nafas.
asap rokok, perokok 8. Monitor status

17
pasif-POK, infeksi oksigen pasien.
2. Fisiologi 9. Ajarkan keluarga
- Disfungsi bagaimana
neuromuscular, melakukan suction.
hyperplasia dinding 10. Hentikan suction dan
bronkus, alergi jalan berikan oksigen
nafas, asma. apabila pasien
3. Obstruksi jalan nafas menunjukan
- Spasme jalan nafas, bradikardi,
sekeresi tertahan, peningkaan saturasi
banyaknya mucus, O2.
adanya jalan nafas Airway management
buatan, sekresi bronkus, 1. Buka jalan nafas,
adanya eksudat di gunakan teknik, chin
alveolus, adanya benda lift atau jaw thruts
asing di jalan nafas. bila perlu.
2. Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi.
3. Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas
buatan.
4. Pasang mayo bila
perlu.
5. Lakukan fisioterapi
dada jika perlu.
6. Keluarkan secret
dengan suction.
7. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan.
8. Lakukan suction pada
mayo.
9. Berikan
bronkodilator bila
perlu.
10. Berikan pelembab
udara kassa basah
NaCl lembab.
11. Atur intake untuk

18
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan
status O2
.
Gangguan pertukaran gas NOC NIC
Definisi : kelebihan atau 1. Respiratory status : gas Airway management
kekurangan dalam oksigenasi dan echange. 1. Buka jalan nafas,
atau pengeluaran karbondioksida 2. Respiratory status : gunakan chin lift atau
di dalam membrane kapiler ventilation jaw thrust bila perlu.
alveoli. 3. Vital sign status 2. Posisikan pasien
Batasan karakteristik ; Kriteria hasil : untuk
1. Gangguan penglihatan 1. Tnnda vital dalam memaksimalkan
2. Penurunan CO2 rentang normal ventilasi.
3. Takikardi 2. Mendemonstrasikan 3. Identifikasi pasien
4. Hiperkapnia peningkatan ventilasi perlunya pemasangan
5. Keletihan dan oksigenasi yang alat jalan nafas
6. Somnolen adekuat. buatan.
7. Iritabilitasi 3. Memelihara kebersihan 4. Pasang mayo bila
8. Hypoxia paru-paru dan bebas perlu.
9. Kebingungan dari tanda distress 5. Lakukan fisioterapi
10. Disponoe pernafsan. dada bila perlu.
11. Nasal faring 4. Mendemonstrasikan 6. Keluarkan secret
12. AGD normal batuk efektif dan suara dengan batuk atau
13. Sianosis nafas yang bersih, tidak suction.
14. Warna kulit abnormal ada sianosis dan 7. Auskultasi suara
(pucat kehitaman) dyspnea (mampu nafas, catat adanya
15. Hipoksemia mengeluarkan sputum, suara tambahan.
16. Hiperkarbia mampu bernafas 8. Lakukan suction pada
17. Sakit kepala ketika bangun dengan mudah, tidak mayo
18. Frekuensi dan kedalaman ada pursed lips). 9. Berikan
nafas abnormal. bronkodilator bika
Faktor yang berhubungan : perlu.
1. Ketidakseimbangan perfusi 10. Berikan pelembab
ventilasi udara
2. Perubahan membrane 11. Atur intake untuk
kapiler-alveolar cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan
status oksigen

19
Respiratory monitoring
1. Monitor rata-rata
kedalaman irama,
amati kesemetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retaksi
otot supraclavicular
dan intercostal.
2. Monitor suara nafas
seperti dengkur
3. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, chyene
stokes, biot.
4. Catat lokasi trakea
5. Monitor kelelahan
otot diafragma
(gerakan paradoksis)
6. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan.
7. Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan nafas
utama.
8. Auskultasi suara paru
setelah tindakan
untuk mengatahui
hasilnya.
Intoleransi aktivitas NOC NIC
Definisi : ketidakcukupan energi 1. Energy conservasion Energi management
secara fisiologis maupun 2. Self care : ADLs 1. Observasi adanya
psikologis untuk meneruskan atau Kriteria hasil : pembatasan klien
menyelasaikan aktivitas yang 1. Berpatisipasi dalam dalam melakukan
diminta atau aktifitas sehari-hari. aktivitas fisik tanpa di aktifitas.
Batasan karakteristik : sertai peningkatan 2. Dorong klien untuk
1. Melaporkan secara verbal tekanan darah, nadi dan mengungkapkan

20
adanya kelelahan atau respirasi. perasaan terhadap
kelemahan. 2. Mampu melakukan keterbatasan.
2. Respon abnormal dari aktivitas sehari-hari 3. Kaji adanya faktor
tekanan darah atau (ADLs) secara mandiri. yang menyebabkan
terhadap aktifitas. kelelahan.
3. Perubahan EKG yang 4. Monitor nutrisi dan
menunjukan aritmia atau sumber energi
iskemia. tangadekuat.
4. Adanya dyspneu atau 5. Monitor klien adanya
ketidak nyamanan saat kelelahan fisik dan
berakifitas. emosi secara
Faktor yang berhubungan : berlebihan.
1. Tirah baring atau 6. Monitor respon
imobilisasi kardiovaskuler
2. Kelemahan yang terhadap aktivitas.
menyeluruh. 7. Monitor pola tidur
3. Ketidakseimbangan antara dan lamanya
suplai oksigen dengan tidur/istrahat pasien.
kebutuhan. Activity therapy
4. Gaya hidup yang di 1. Kolaborasi dengan
pertahankan. tenaga rehabilitas
medik dalam
merencanakan
program terapi yang
tepat.
2. Bantu klien untuk
mengeidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan.
3. Bantuk untuk
memilih aktivitas
konsisten yang sesuai
dengan kemampuan
fisik, psikologi dan
socia.
4. Bantuk
mengidentifikasi
untuk mendapatkan
sumber yang
diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan.

21
5. Bantu untuk
mengidentifikasikan
aktivitas yang
disukai.
6. Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan di waktu
luang.
7. Bantu klien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas.
8. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan.
9. Monitor respon fisik,
emosi, social dan
spiritual.
Sumber: Ismail nurkasim 2015

22
DAFTAR PUSTAKA
Askandar Tjokroprawiro, et al.2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi

2.Surabaya;Airlangga University Press

Brashers L Valentina, 2009. Aplikasi Klinis Patofisiologi, Pemeriksaan dan

Managemen Edisi 2. Jakarta. EGC

Brunner & Suddart. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC

Depkes RI. 2003. Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan Pengobatan Bagi

ODHA: Buku Pedoman Untuk Petugas Kesehatan dan Petugas Lainnya.

Jakarta, Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan.

Desmita.2007. Managemen Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta. Gaya Baru

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah.2015.Data Penyakit Tuberkolosis

Sulawesi tengah

Dr Achmad Hudoyo. 2010. Jurnal Tubercolosis Indonesia. Vol.7. pp. 1-9

Dr Nursalam M Nurs & Ninuk Dian Kurniawati. 2007. Asuhan Keperawatan pada

Pasien Terinfeksi. Jakarta; Salemba Medika

Kementerian Kesehatan RI. 2014.Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.

Dirjen P3L Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2016. National Strategic Plan of Tuberculosis Control

2016-2020, Jakarta.

Mandal, dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta. Erlangga

23
Moorhwad, dkk. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi ke 5.

Jakarta.

Mocomedia

Nurarif, H. Amin dan Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan

berdasarkan diagnosa. medis dan Nanda NIC-NOC Jilit 3. Jogjakarta.

Mediaction

Perkeni. 2011. KonsesusPengelolaan dan Pencegahan Penyakit di Indonesia.

Jakarta: Perkeni

Rina,dkk.2016. Efek Edukasi terhadap Pengetahuan, Sikap dan Kepatuhan

Berobat

Penderita Tuberkulosis Paru. Jurnal Kesehatan.

Sarlito Wirawan Sarwono. 2013. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta. Rajawali

Pers

Siti Malihatun Nisa. 2017. Hubungan antara Karakteristik Kader Kesehatan

denganPraktik Penemuan Tersangka Kasus Tuberkulosis Paru. Jurnal

Ilmu Kesehatan Masyarakat.

http:journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jhealthedu

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2012. Brunner & Suddart: Textbook of medical

surgical nursing. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.

Stuart, Gail Wiscarz.2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta. EGC

Wilkinson M.Judith. 2016. Diagnosa Keperawatan: Diagnosa NANDA-1,

Intervensi NIC, Hasil NOC Edisi 10. Jakarta. EGC.

24
World Health Organization. 2008. Guideline for theprogrammatic management

of drug-resistanttuberculosis . Emergency Update

World Health Organization. 2013. Global Tuberculosis Report, Supplement.

Switzerla

25

Anda mungkin juga menyukai