Anda di halaman 1dari 26

TUGAS

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. I


DENGAN TUBERCULOSIS DI IGD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
BALARAJA
Dosen Pengampu : Parta Suhanda, S.Kp.M.Biomed

Disusun Oleh :

DIAH AYU PERTIWI


P27905118005

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN

POLTEKKES KEMENKES BANTEN

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


LAPORAN PENDAHULUAN
A. Defenisi

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh


Mycobakterium tuberculosis. Penyakit Tuberkulosis sudah dikenal sejak beribu-ribu
tahun sebelum masehi. Hal ini dapat dilihat dari sisa-sisa penyakit ini yang terdapat
pada mummi-mummi dari zaman mesir kuno dan adanya tulisan mengenai penyakit ini
dalam Pen Tsao yakni materi medika cina yang sudah berumur 5000 tahun. Penyakit
ini dulunya bernama Consumption atau Pthisis dan semula dianggap sebagai penyakit
degenerative. Kemudian pada tahun 1882, Leannec yang pertama menyatakan bahwa
ini suatu infeksi kronik, dan Koch (1882) dapat mengidentifikasikan kuman
penyebabnya. Hingga abad ke 20, penyakit Tuberkulosis Paru masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat di Negara-negara berkembang dan mulai berkurang
setelah diterapkanya prinsip pengobatan dengan perbaikan gizi dan tata cara kehidupan
penderita. Keadaan penderita mulai membaik sejak ditemukannya obat streptomisin
(1994) dan berbagai macam Obat Anti Tuberkulosis pada tahun berikutnya.
Setiap tahun TB (tuberculosis) membunuh hampir 2 juta orang di seluruh dunia.
WHO mempredisikan angka ini akan semakin memburuk pada decade mendatang. 100
juta kasus baru TB diperkirakan bertambah pada tahun 2020 dan kurang lebih 36 juta
orang dikhawatirkan meninggal akibat penyakit ini. Malahan, kini tiap detik
diperkirakan satu orang terinfeksi TB.
Saat ini di Indonesia terdapat beberapa program yang berskala nasional di
beberapa penyakit paru-paru, kendati jalannya belumlah terlalu memadai. Untuk
tuberculosis misalnya, sejak tahun 1995 diperkenalkan program DOTS (Directly
Observed Short Course), kemudian berkembang dengan pembentukan Gerakan
Terpadu Nasional Penanggulangan (Gedung TB), dan juga telah mulai
diimplementasikan. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis yang dilakukan oleh
pemerintah dan berbagai komponen masyarakat, seperti Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosis Indonesia (PPTI) dan Perhimpunan Dokter Paru-Paru Indonesia (PDIP).
Masalah utama yang dihadapi adalah belum maksimalnya implementasi program
DOTS di seluruh Indonesia serta belum terkoordinasi secara baik di berbagai sector
dalam penanggulangan TB, baik dalam kegiatannya maupun juga alokasi sumber daya.
Pada tahun 2005 terdapat sebuah organisasi “ STOP TB PARTNETS” yang merupakan
sebuah organisasi yang terdiri dari gabungan beberapa organisasi/institusi professional
maupun organisasi donor dan perorangan yang mempunyai komitmen untuk membantu
pemberantasan TB. Tim ini berpartner dengan TIM TB External Monitoring Mission
2005 yang merupakan TIM internasional yang akan memantau kemajuan
pemberantasan TB di seluruh dunia, terutama di Negara berkembang dan Negara-
negara dengan masalah MULTI Drug Resistance. Selain itu terdapat juga program yang
dikenal dengan Public Private Mix, dimana kegiatannya memfokuskan pada strategi
penemuan kasus dengan melibatkan masyarakat (LSM, Kader), petugas kesehatan
(bidan desa, PLKB, Perawat, Dokter praktek swasta), Puskesmas Pembantu (PUSTU),
Rumah Sakit Pemerintah/Swasta, BP4, Penjara dan Industri dalam rangka
meningkatkan angka penemuan kasus (CDR = Case Detection Rate) di masyarakat.

B. Etiologi

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali
ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang
jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-
paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP). Kuman lain, meski jarang, yang
menyebabkan penyakit ini adalah M.Bovis danM.Africanum. Kuman tersebut
menyebar melalui udara (batuk, tertawa, dan bersin). Sinar matahari langsung dapat
mematikan kuman, sedang dalam keadaan gelap kuman bisa hidup dalam beberapa
jam. Dua faktor penentu yang menyebabkan seseorang terkena kuman adalah
konsentrasi kuman yang dibatukkan dan lamanya menghirup udara. Risiko infeksi
tergantung pada luas paparan. Sementara kepekaan seseorang terhadap infeksi
tergantung pada hubungan sangat erat, hubungan lama, dan terpapar kuman.

C. Patofisiologi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia
melalui udara pernafasan ke dalam paru. Kemudian kuman menyebar dari paru ke
bagian tubuh lain melalui system peredaran darah, system saluran limfa, saluran nafas
atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada semua
kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.
Mycobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran
pernafasan atau biasa dikenal dengan inhalasi droplet. Di dalam tubuh bakteri ini akan
bersarang dialveoli dan akan menimbulkan gejala peradangan seperti demam. Keluhan
lain yang akan muncul pada penderita yang sudah terinfeksi bakteri ini adalah
gangguan pernafasan seperti batuk terus menerus dan sesak nafas juga timbulnya
malaise. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan
berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang
rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh
sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-
paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain,
meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan
segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui
serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui
pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme
pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan
bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap
dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan
tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel
bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-
paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang
yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan
tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak
dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial
ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya
jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari
infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan
jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya
infeksi TBC
D. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan
diagnosa secara klinik.
1. Gejala sistemik/umum
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul.
 Penurunan nafsu makan dan berat badan.
 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus
 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah
yang disertai sesak.
 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang
kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru
dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.
E. Pemeriksaan Penunjang Atau Diagnostik
Secara garis besar pemeriksaan untuk mengegakkakn diagnosis penyakit
tuberkulosis yaitu dengan pemeriksaan radiologi dan bakteriologi.
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemerikasaan radiologi seringkali menunjukkan adanya TB, tetapi hampir tidak
dapat membuat diagnosis dengan pemeriksaan ini saja karena hampir semua
manifestasi TB dapat menyerupai penyakit lain.
a. Foto toraks
Perlu diingat bahwa umumnya sulit menentukan tingkat aktifitas TB Paru dan
foto toraks karena biasanya terlihat ber- bagai stadium dan paduan gambaran
berbagai jenis lesi. Bila terdapat secara bersamaan ambaran infiltrat seperti awan
dengan batas tak tegas pada TBP dini, kita mungkin bisa tnenyangka adanya proses
TBP yang secara radiologis aktif. Yang penting adalah pemeriksaan lanjutan dengan
foto seri untuk mengevaluasi adanya kemajuan terapi atau perburukan gambaran
radiologik yang dianggap sebagai gambaran TB Paru. Di samping itu perlu
diperhatikan penyebab lain dari gambaran radiologi yang terlihat, misalnya adanya
infeksi sekunder kuman lain berupa pneumonia, adanya tumor paru, aspergillosis,
efusi perikardial dan sebagainya.
Gambaran radiologik tidak ada yang benar spesifik untuk tuberkulosis paru.
Sifat gambaran non toraks yang dianggap menyokong untuk TB Paru adalah:
1) Bayangan yang terutama menempati bagian atas/puncak paru.
2) Bayangan bercak atau noduler.
3) Bayangan rongga; ini dapat juga misalnya oleh Ca atau abses paru.
4) Kalsifikasi.
5) Bayangan bilateral, terutama bagian paru atas.
6) Bayangan abnormal yang menetap tanpa perubahan pada foto ulangan setelah
beberapa minggu. ini membantu menyingkirkan kemungkinan pneumonia
atau infeksi lain.
Corakan system pernafasan yang bisa terlihat pada foto toraks dapat berupa :
infiltrate leksudatif, penyebaran bronkogen, kalsifikasi, fibroeksudatif/fibrainduratif,
gambaran milier, konsolidasi. Disamping itu juga : efusi pleura, atelektasis, fibrosis
pleura, bronkiektasis. National Tuberculosis Association USA (1961) menetapkan
klasifikasi luas lesi gambaran radiologi dan TB Paru yang berguna dalam klinik,
yaitu:
1) Lesi minimal: lesi dengan densitas ringan sampai sedang tanpa kavitas, pada
satu atau dua paru dengan luas total tidak melebihi volume satu paru di atas
sendi kondrosternal kedua.
2) Lesi moderat: lesi terdapat pada 1 atau 2 paru dengan luas total tidak melebihi
batas sebagai berikut :
- lesi dengan densitas ringan sampai dengan yang terbesar, luasnya sampai
volume 1 paru atau yang setara pada kedua paru.
- lesi pada dan berkumpul yang berkumpul yang luas terbatas sampai sepertiga
volume 1 paru. Bila ada kavitas luas diameter total kurang dari 4 cm.
3) Lesi lanjut: lesi yang lebih luas dan moderat.
b. Foto lain
1. Intravenous Pyelography (IVP) dan TB ginjal dapat menunjukkan adanya
struktur karakteristik berupa distorsi struktur calyx pada kutub I dan ginjal,
yang sering disertai dengan pemeri ksaan cystoscopy dan retrograde
pyelography.
2. Foto tulang dan sendi dapat menunjukkan adanya lesi osteolitik dengan
pembengkakan tulang baru, mungkin terjadi fraktur tulang yang patologik.
3. Foto abdomen bisa bermanfaat padaTB rongga perut dengan gejala obstruktif.
2. Pemeriksaan Bekteriologi
Walaupun urine, cairan otak dan isi lambung dapat diperiksa secara
mikroskopik, tetapi pemeriksaan dignosis TB adalah pemeriksaan sputum. Metode
pewarnaan Ziehl Neelsen dapat dipakai.sediaan apus digenangi dengan zat
karbolfluksasin yang dipanaskan, lalu dilakukan dekolorisasi dengan alkohol-asam.
Sesudah itu kemudian diwarnai lagi dengan metilen biru. Setelah larutan ini melekat
pada mikobacteri maka tidak dapat dikolorisasi dengan alkohol asam. Pemeriksa
dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam yang terdapat pada sedian.
Metode penegangan diagnosis yang paling tepat adalah dengan memakai teknik
biakan. Mikobakteri tumbuh lambat dan membutuhkan suatu media yang kompleks.
Koloni matur, akan berwarna krem atau kekuningan, seperti kulit dan bentuknya
seperti kembang kol.
F. Penatalaksanaan

Pengobatan TB paru berupa pemberian obat antimokroba dalam jangka waktu


yang lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit
klinis pada seseorang yang telah terjangkit infeksi. Jenis obat yang dipakai terbagi atas
dua kelompok yaitu obat primer dan obat sekunder.
1. Obat Primer
1) Isoniazid (H)
2) Rifampisin (R)
3) Pirazinamid (Z)
4) Streptomisin
5) Etambutol (E)

2. Obat Sekunder
1) Ekonamid
2) Protionamid
3) Sikloserin
4) Kanamisin
5) PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)
6) Tiasetazon
7) Viomisin
8) Kapreomisin

Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu :

1. Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab intensif tersebut diberikan
secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi negatif (konversi) pada
akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting
untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
2. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan
jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan. Tahab lanjutan
penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Data Yang dikaji :
1. Aktifitas/istirahat
 Kelelahan
 Nafas pendek karena kerja
 Kesultan tidur pada malam hari, menggigil atau berkeringat
 Mimpi buruk
 Takhikardi, takipnea/dispnea pada kerja
 Kelelahan otot, nyeri , dan sesak
2. Integritas Ego
 Adanya / factor stress yang lama
 Masalah keuangan, rumah
 Perasaan tidak berdaya / tak ada harapan
 Menyangkal
 Ansetas, ketakutan, mudah terangsang
3. Makanan / Cairan
 Kehilangan nafsu makan
 Tak dapat mencerna
 Penurunan berat badan
 Turgor kult buruk, kering/kulit bersisik
 Kehilangan otot/hilang lemak sub kutan
4. Kenyamanan
 Nyeri dada
 Berhati-hati pada daerah yang sakit
 Gelisah
5. Pernafasan
 Nafas Pendek
 Batuk
 Peningkatan frekuensi pernafasan
 Pengembangn pernafasan tak simetris
 Perkusi pekak dan penuruna fremitus
 Defiasi trakeal
 Bunyi nafas menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral
 Sputum dengan karakteristik : Hijau /kurulen, Kuning atua bercak
darah
6. Keamanan
 Adanya kondisi penekanan imun
 Test HIV Positif
 Demam atau sakit panas akut
7. Interaksi Sosial
 Perasaan Isolasi atau penolakan
 Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab
8. Pemeriksaan Diagnostik
 Kultur Sputum
 Zeihl-Neelsen
 Tes Kulit
 Foto Thorak
 Histologi
 Biopsi jarum pada jaringan paru
 Elektrosit
 GDA
 Pemeriksaan fungsi Paru
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi yaitu :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan denga akumulasi secret pada
jalan napas.
2. Hypertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi.
3. Ganguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nitrisi
yang tidak adekuat.
4. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan kelemahan fisik.
5. Ganguan pola istirahat tidur berhubungan dengan konpensasi paru yang
meningkat
6. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
7. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan
8. Resiko tinggi penularan penyakit terhadap keluarga klien berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang proses penularan penyakit.
C. Rencana Keperawatan Dan Rasional
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan akumulasi secret pada jalan napas.
Intervensi :
1) kaji pola napas klien
rasional : perubahan pola napas klien yang bertamba buruk, frekwuensi yang
cepat merupakn indikasi terjadiya hambatan yang di akibatkan oleh sekresi
jalan napas.
2) Kaji Vital Sign
Rasional : Vital sign merupakan gambaran keadaan umum klien dan dapat
dijadikan sebagai indikasi untuk pemberian tindakan keperawatan
selanjutnya.
3) Atur posisi baring yang dapat melonggarkan jalan napas.
Rasional : Posisi yang tidak menekan diafragma akan mempermudah ekspansi
atau pengembangan paru dan posisi yang tepat yang dapat mempermudah
mengeluarkan sekresi.
4) Ajarkan teknik batuk yang efektif
Rasional : Teknik batuk yang efektif dapat menghasilkan udara paru yang
maksimal sehingga dapat mengurangi penumpukan sekresi yang berlebihan
disaluran napas dan dapat meningkatkan rasa nyaman.
5) Beri minum air hangat.
Rasional : Mengencerkan secret.
6) Penatalaksanaan pemberian obat bronkodilator, antitusif, vitamin, antibiotic.
Rasional : Antibiotik menghambat dan membunuh kuman, antitusif
menurunkan rangsangan batuk, vitamin meningkatkan ketahanan tubuh,
bronkodilator melegakan pernapasan.
2. Hypertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
Intervensi :
1) Kompres dingin pada daerah dahi, axilla, dan lipatan paha
Rasional : Kompres dingin pada daerah tersebut akan menyebabkan terjadinya
proses penyerapan secara konduksi dari tubuh kea lat kompres
2) Berikan minum sebanyak mungkin (2000-3000cc/hari)
Rasional : Minum yang banyak dapat mengurangi panas
3) Kenakan pakaian yang mudah menyerap panas
Rasional : Pakaian tipis akan menyerap keringat sehingga menghilangkan
hambatan keluarnya panas melalui udara
4) Observasi Vital sign
Rasional : Meningkatnya vital sign merupakan indicator dalam menentukan
intervensi selanjutnya
5) Penatalaksanaan pemberian obat antibiotic
Rasional : Antibiotik untuk membunuh kuman
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
yang tidak adekuat.
Intervensi :
1) Kaji kebiasaan makan, kesulitan makan
Rasional : Anoreksia sering terjadi karena dispnue atau produksi sputum dan
efek obat batuk
2) Anjurkan keluarga untuk memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
sesuai dietnya.
Rasional : Makan dalam porsi kecil sedikit tapi sering dapat merangsang nafsu
makan dan memudahkan untuk diterima oleh lambung
3) Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan makanan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan
4) Timbang berat badan tiap hari
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi
5) Konsul pada ahli gizi dalam pemberian diet TKTP dalam bubur asering
Rasional : Makanan TKTP dalam bubur asering dapat mengganti, membuat sel-
sel baru ( regenerasi) dalam tubuh
6) Kolaborasi pemberian obat : Vitamin B Comp dan Vitamin C 3x1 sehari
Rasional : Untuk menambah nafsu makan
4. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik
Intervensi :
1) Kaji kesukaran-kesukaran dalam kemempuan klien untuk memenuhi
kebutuhannya
Rasional : Merupakan cara untuk mengetahui ada tidaknya gangguan dalam
memenuhi kebutuhannya.
2) Libatkan keluarga dalam penanggulangan masalah kebutuhan klien
Rasional : Klien merasa tenang dan tentram dengan ikutnya keluarga dalam
memenuhi kebutuhannya.
3) Bantu klien memenuhi kebutuhanya sehari-hari : makan, minum, eliminasi,
perawatan diri.
Rasional : Memudahkan klien dalam memenuhi kebutuhannya dan mencegah
aktivitas yang berlebihan yang dapat memperburuk kondisi kesehatan klien
atau memperberat penyakitnya.
5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan kompensasi paru yang
meningkat
Intervensi :
1) Kaji waktu dan lamanya klien tidur
Rasional : Jumlah jam tidur yang kurang dan pola tidur yang tidak teratur
menggambarkan adanya gangguan istirahat tidur
2) Rapikan tempat tidur klien
Rasional : Tempat tidur yang rapid an bersih memberi rasa nyaman untuk
tidur
3) Beri posisi yang menyenangkan yang tidak menekan jalan napas
Rasional : Posisi yang menyenangkan dan tidak menekan diafragma akan
mempermudah ekspansi paru sehingga klien dapat memulai untuk tidur
nyenyak.
4) Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasional : Lingkungan yang tenang dapat merangsang klien untuk tidur.
6. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Intervensi :
1) Kaji penyebab, lokasi dan intensitas nyeri
Rasional : Mengetahui penyebab, lokasi dan intensitas nyeri sehingga dapat
menetapkan intervensi selanjutnya.
2) Beri posisi yang menyenangkan
Rasional : Memberikan posisi yang membuat klien lebih rileks sehingga
mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
3) Ajarkan teknik relaksasi yakni nafas dalam
Rasional : Meningkatkan suplai oksigen sehingga jaringan di sekitar otak
dapat merelaksasikan jaringan yang terganggu dan dapat mengurangu nyeri
4) Batasi pengunjung dan beri lingkungan yang nyaman
Rasional : Dapat mengurangi rangsangan eksternal yang bisa memicu adanya
rangsangan nyeri
7. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan
Intervensi :
1) Kaji persepsi klien terhadap penyakitnya
Rasional : Persepsi yang positif membantu kerja sama dalam proses perawatan
dan dapat mengurangi kecemasan
2) Beri support pada klien bahwa ia akan sembuh
Rasional : Support yang mendukung dapat melegakan perasaan klien dan
mengurangi kecemasan
3) Anjurkan keluarga untuk selalu dekat dengan pasien
Rasional : Menghilangkan rasa keterasingan sehingga cemas berkurang
4) Beri dorongan spiritual pada klien
Rasional : Meyakinkan klien, selain dengan pengobatan dan perawatan masih
ada yang berkuasa untuk menyembuhkan penyakitnya
8. Resiko tinggi penularan penyakit terhadap keluarga klien berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang proses penularan penyakit
Intervensi :
1) Kaji vital sign keluarga/klien
Rasional : Peningkatan suhu tubuh klien menunjukan telah terjadi infeksi
2) Isolasi keluarga untuk mencegah kontaminasi pada keluarga
Rasional : Menurunkan penularan terhadap keluarga
3) Dorong keseimbangan istirahat dan masukan malnutrisi yang adekuat pada
keluarga klien
Rasional : Istirahat dan nutrisi yang adekuat meningkatkan tahanan alamiah
4) Anjurkan pada keluarga klien untuk memeriksakan darah dengan test
tuberculin pada keluarga
Rasional : Untuk mengetahui sudah tidaknya penularan penyakit TBC
Nama mahasiswa : DIAH AYU PERTIWI
NIM : P27905118005

LAPORAN KASUS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TBC DI RUANG IGD RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH BALARAJA

A. PENGKAJIAN

1. DATA BIOGRAFI PASIEN :

a. Nama : Ny. I
b. Umur : 40 tahun
c. Medrec : 00235505
d. Diagnosa Medis : TBC

2. PRIMARY SURVEY

A : tidak terdengar gurgling, tidak terdapat batuk


B : frekuensi pernafasan 27x/menit, SpO2 98%, pergerakan dada simetris.
C : nadi 100x/menit, warna kulit terlihat coklat tidak ada tanda tanda pucat pada
kulit, tekanan darah : 133/93 MmHg, tidak ada perdarahan, suhu tubuh 36,7˚c,
MAP 152
D : kesadaran pasien composmetis
E: -

3. SECONDARY SURVEY

a. Keluhan utama : pasien datang dengan keluhan sedikit sesak, pasien


mengatakan mual muntah, muntah 2-3x/hari selama satu minggu sebelum
masuk rumah sakit, pasien mengatakan lemas dan tidak kuat untuk beraktifitas.

b. Riwayat Penyakit Sekarang : (PQRST)


Pasien datang ke rumah sakit dengan kondisi sesak, kesadaran composmetis,
frekuensi pernafasan 27x/menit, SpO2 98%, nadi 100x/menit, tekanan darah :
133/93 MmHg, suhu tubuh 36,7˚c, MAP 152

P:
Q:
R:
S:
T:

c. Riwayat Penyakit dahulu :


Pasien mengatakan memiliki riwayat TBC sampai saat ini

d. Riwayat penyakit keluarga :


Pasien mengatakan ayahnya memiliki riwayat penyakit TBC

e. Pemeriksaan head toe toe :


a) Kepala : kepala simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat
pembengkakan atau benjolan, distribusi pertumbuhan rambut normal,
kebersihan rambut bersih.
b) Telinga : telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada nyeri tekan atau
pembengkakan, pasien dapat mendengar dengan baik, kebersihan telinga
nampak terdapat sedikit serumen.
c) Mata : terlihat simetris antara mata kanan dan kiri, tidak ada nyeri tekan
pada area mata, distribusi pertumbuhan bulu mata dan alis baik, konjung
tiva sedikit anemis
d) Hidung : lubang hidung kanan dan kiri terlihat simetris, tidak ada nyeri
tekan pada erea hidung, distribusi pertumbuhan bulu hidung baik, terdapat
sedikit kotoran pada hidung pasien.
e) Mulut : bibir atas dan bawh terlihat simetris tidak ada nyeri tekan serta
tidak ada pembengkakan pada area mulut, kebersihan mulut sedikit kurang
terdapat sedikit caries gigi pada gigi graham pasien.
f) Leher : denyut nadi karotir teraba, tidak ada nyeri tekan atau
pembengkakan pada leher pasien, tidak ada pembesaran kelenjar limfe
pada pasien.
g) Dada : gerak nafas asimetris dada kanan dan kiri terlihat simetris, tidak ada
nyeri tekan pada area dada pasien, terdapat suara ronkhi pada lapang paru
pasien karena timbunan sekret, payudara pasien kanan dan kiri terlihat
normal
h) Jantung : irama jantung pasien reguler (ritmis) dengan frekuensi
100x/menit, suara jantung normal B1 dan B2 tidak ada suara tambahan
pada jantung.
i) Abdomen : abdomen terlihat simetris , terdapat nyeri tekan pada area ulu
hati.
j) Ekstremitas atas : tangan kanan dan kiri terlihat simetris, tidak ada
pembengkakan pada area tangan baik kiri ataupun kanan, tidak ada nyeri
tekan, kebersihan tangan baik.
k) Ekstremitas bawah : kaki kanan dan kiri terlihat simetris, tidak ada tanda
tanda pembengkakan, serta tidak ada nyeri tekan pada area kaki,
kebersihan kaki terlihat baik.

f. Hasil Laboratorium :
NAMA HASIL LAB
Hemoglobin 10,9 g/dl
Hematokrit 33%
Eritrosit 4,01
Leukosit 4,60
Trombosit 338
GDS 97
Natrium 136 mmol/L
Kalium 3,6 mmol/L
Clorida 107 mmol/L
SGPT 190 U/L
SGOT 310 U/L

g. Pemeriksaan diagnostik :
Photo thorax : -
Hasil swab antigen : negatif
h. Terapi dokter :
a) Observasi TTV
b) Pemberian infus load 1000 cc
c) Pengambilan darah vena
d) Pemberian obat injeksi
 Ondansentron 8 mg
 Omeprazole 40 mg
 Caterolac 30 mg
B. ANALISA DATA

No Data fokus Analisa Masalah


1 DS : terpapar penderita tbc Bersihan jalan nafas
 klien mengatakan tidak efektif
sedikit sesak mycobacterium
tuberculosis aktif
DO : menjadi kuman patogen
 klien tampak terlihat
sesak infeksi paru – paru
 tekanan darah : 133/93 (tuberculosis paru)
MmHg
 nadi : 100x/menit menghasilkan sekret

 suhu : 36,7˚ c
batuk tidak efektif
 MAP : 152
 SpO2 : 98 %
bersihan jalan nafas
 Respirasi : 27x/menit
tidak efektif
2 DS : terpapar penderita tbc Ketidakseimbangan
 klien mengatakan mual nutrisi kurang dari
muntah, muntah 2- mycobacterium kebutuhan tubuh
3x/hari selama satu tuberculosis aktif
minggu sebelum menjadi kuman patogen
masuk rumah sakit
infeksi paru – paru
DO : (tuberculosis paru)
 klien tampak lemas
dan tidak bertenaga Pembentukan tuberkel
oleh makrofag

Kompleks primer

Penyebaran ke organ lain

Saluran pencernaan

Lambung

HCL meningkat

Mual, muntah,anorexia

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN (URUTAN PRIORITAS DIAGNOSA


KEPERAWATAN) :
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolisme

D. PERENCANAAN KEPERAWATAN

NO HARI /TGL DIAGNOSA INTERVENSI (SLKI)


DX KEPERAWATAN
(SDKI)
Bersihan jalan nafas tidak Observasi
efektif berhubungan dengan  Monitor pola nafas
hipersekresi jalan nafas  Monitor bunyi nafas
 Monitor sputum
Teraupetik
 Pertahankan kepatenan
jalan nafas
 Posisikan semi fowler
atau fowler
 Berikan minuman hangat
 Lakukan fisioterapi dada
 Lakukan pengisapan
lendir kurang dari 15
detik
Selasa, 19  Lakukan hiperoksigenasi
1
oktober 2021 sebelum penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektorant, mukolitik
2 Selasa , 19 Ketidakseimbangan nutrisi Observasi
oktober 2021 kurang dari kebutuhan tubuh  Identifikasi status nutrisi
berhubungan dengan  Identifikasi alergi dan
peningkatan kebutuhan toleransi makanan
metabolisme  Identifikasi makanan
yang disukai
 Identifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrein
 Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil
pemeriksaan lab
Teraupetik
 Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
 Fasilitasi menentukan
pedoman diet
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
 Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegak
konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan protein
 Berikan suplemen
makanan bila perlu
 Hentikan pemberian
makanan melalui selang
nasogastric jika asupan
oral dapat di toleransi
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis obat antiemetik) jika
perlu
 Kolaborasi dengan ahli
gizi.

E. IMPLEMENTASI

NO TGL/
IMPLEMENTASI RESPON PARAF
DX JAM
1  memonitoring pola
 pola nafas masih terlihat sesak
Selasa, 19 nafas
 masih terdapat suara ronkhi pada
oktober  memonitoring DIAH
pasien
2021 bunyi nafas AYU
 masih teradapat sekret pada
10.00  memonitoring
lapang paru
sputum
1 Selasa, 19  memposisikan semi
 pasien tampak mengubah posisi
oktober fowler atau fowler DIAH
 pasien tampak meminum air
2021  memberikan AYU
hangat
11.00 minuman hangat
1  menganjurkan
Selasa, 19 asupan cairan 2000
oktober ml/hari, jika tidak  pasien tampak mengerti apa yang DIAH
2021 kontraindikasi dijelaskan oleh petugas kesehata AYU
12.00  mengajarkan teknik
batuk efektif
2

Selasa, 19  Nilai hb dibawah normal


 Memonitoring hasil
oktober  Nilai hematokrit dibawah normal DIAH
pemeriksaan lab
2021  Leukosit di bawah normal AYU
10.00  SGPT dan SGOT di atas normal

Selasa, 19
 Menganjurkan
oktober  Pasien mengikuti instruksi DIAH
posisi duduk
2021 petugas kesehatan untuk duduk AYU
11.00

 Kolaborasi bersama
dokter pemberian
Selasa, 19  Setelah di berikan ondansentron
medikasi sebelum
oktober pasien mengatakan rasa mual DIAH
makan (mis obat
2021 sedikit berkurang AYU
antiemetik) obat
12.00
yang diberikan
ondansentron 8 mg

F. EVALUASI

NO TGL/
RESPON PARAF
DX JAM
1 Selasa, 19 S : DIAH
oktober  pasien mengatakan masih terasa sesak AYU
2021 O:
13.00
 masih terdengar suara ronkhi pada lapang paru
pasien
A:
 masalah belum teratasi
P:
 lanjutkan intervensi
2 Selasa, 19 S: DIAH
oktober  pasien mengatakan masih merasakan sedikit AYU
2021 mual dan masih belum nafsu makan
13.00 O:
 pasien tampak masih terlihat lemas
A:
 masalah belum teratasi
P:
 lanjutkan intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Wahid, I. S. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta:
TIM. Afiyanti, Y& Imami.2014. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Riset Keperawatan.
Jakarta: Rajawali Pers. Alie, Y., & Rodiyah. (2013).

Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran Sputum Pada Pasien Tuberkulosis Di


Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang. Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran
Sputum Pada Pasien Tuberkulosis Di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang , 15-21.
Amin, & Bahar, A. (2007).

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Bachtiar, A. (2015).

Pelaksanaan Pemberian Terapi Oksigen Pada Pasien Gangguan Sistem Pernapasan. Jurnal
Keperawatan Terapan , 12. Dermawan, D. (2013).

Profil Kesehatan Kabupaten Lumajang Tahun 2012. Profil Kesehatan Kabupaten Lumajang
Tahun 2012 , 18-20. Doenges, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Fadilah, L. (2016).

Pengaruh Teknik Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran Sekret Pada Pasien TB Paru. Jurnal
AKP , 13. Kunoli, F. J. (2012).

Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: Cv. Trans Info Media. Majampoh, d. 2.
(2013).

Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap Kesehatan Pola Nafas Pada Pasien TB
Paru di Irna C5 RSUD Dr. D. Kandou Manado. Jurnal Keperawatan . Mardiono, S. (2013).

Pengaruh Latihan Batuk Efektif Terhadap Frekuensi Pernafasan Pasien Tb Paru Di Instalasi
Rawat Inap Penyakit Dalam Rumah Sakit Pelabuhan Palembang Tahun 2013.

Pengaruh Latihan Batuk Efektif Terhadap Frekuensi Pernafasan Pasien Tb Paru Di Instalasi
Rawat Inap Penyakit Dalam Rumah Sakit Pelabuhan Palembang Tahun 2013 , 1-7. Mukty,
A., & Hood, A. (2007).

Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press. Muttaqin, A.


(2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba
Medika. Muttaqin, A. (2008).
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba
Medika. Naga, S. S. (2012).

Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta: DIVA Press. Nugraha, A.,
Yudha, E. K., Pangastuti, H. S., Patimah, I., Yuniar, I., Purnawan, i., et al. (2016).

Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC. Nugroho, A. T. (2014).


Dasar-dasar Illmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press. Nursalam. (2008).

Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis
dan Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam.2011.

Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Surabaya:


selemba Medika Padila. (2013).

asuhan keperawatan penyaki dalam. Yogyakarta: Nuha Medika. Priscillia LeMone, K. M.


(2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Putri, K. N. (2010).

Perbandingan Efektifitas Ondansetron Dan Metoklopramid Dalam Menekan Mual Dan


Muntah. Perbandingan Efektifitas Ondansetron Dan Metoklopramid Dalam Menekan Mual
Dan Muntah , 1- 51.

Anda mungkin juga menyukai