Disusun Oleh :
B. Etiologi
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali
ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang
jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-
paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP). Kuman lain, meski jarang, yang
menyebabkan penyakit ini adalah M.Bovis danM.Africanum. Kuman tersebut
menyebar melalui udara (batuk, tertawa, dan bersin). Sinar matahari langsung dapat
mematikan kuman, sedang dalam keadaan gelap kuman bisa hidup dalam beberapa
jam. Dua faktor penentu yang menyebabkan seseorang terkena kuman adalah
konsentrasi kuman yang dibatukkan dan lamanya menghirup udara. Risiko infeksi
tergantung pada luas paparan. Sementara kepekaan seseorang terhadap infeksi
tergantung pada hubungan sangat erat, hubungan lama, dan terpapar kuman.
C. Patofisiologi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia
melalui udara pernafasan ke dalam paru. Kemudian kuman menyebar dari paru ke
bagian tubuh lain melalui system peredaran darah, system saluran limfa, saluran nafas
atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada semua
kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.
Mycobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran
pernafasan atau biasa dikenal dengan inhalasi droplet. Di dalam tubuh bakteri ini akan
bersarang dialveoli dan akan menimbulkan gejala peradangan seperti demam. Keluhan
lain yang akan muncul pada penderita yang sudah terinfeksi bakteri ini adalah
gangguan pernafasan seperti batuk terus menerus dan sesak nafas juga timbulnya
malaise. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan
berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang
rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh
sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-
paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain,
meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan
segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui
serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui
pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme
pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan
bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap
dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan
tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel
bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-
paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang
yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan
tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak
dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial
ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya
jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari
infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan
jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya
infeksi TBC
D. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan
diagnosa secara klinik.
1. Gejala sistemik/umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah
yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang
kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru
dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.
E. Pemeriksaan Penunjang Atau Diagnostik
Secara garis besar pemeriksaan untuk mengegakkakn diagnosis penyakit
tuberkulosis yaitu dengan pemeriksaan radiologi dan bakteriologi.
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemerikasaan radiologi seringkali menunjukkan adanya TB, tetapi hampir tidak
dapat membuat diagnosis dengan pemeriksaan ini saja karena hampir semua
manifestasi TB dapat menyerupai penyakit lain.
a. Foto toraks
Perlu diingat bahwa umumnya sulit menentukan tingkat aktifitas TB Paru dan
foto toraks karena biasanya terlihat ber- bagai stadium dan paduan gambaran
berbagai jenis lesi. Bila terdapat secara bersamaan ambaran infiltrat seperti awan
dengan batas tak tegas pada TBP dini, kita mungkin bisa tnenyangka adanya proses
TBP yang secara radiologis aktif. Yang penting adalah pemeriksaan lanjutan dengan
foto seri untuk mengevaluasi adanya kemajuan terapi atau perburukan gambaran
radiologik yang dianggap sebagai gambaran TB Paru. Di samping itu perlu
diperhatikan penyebab lain dari gambaran radiologi yang terlihat, misalnya adanya
infeksi sekunder kuman lain berupa pneumonia, adanya tumor paru, aspergillosis,
efusi perikardial dan sebagainya.
Gambaran radiologik tidak ada yang benar spesifik untuk tuberkulosis paru.
Sifat gambaran non toraks yang dianggap menyokong untuk TB Paru adalah:
1) Bayangan yang terutama menempati bagian atas/puncak paru.
2) Bayangan bercak atau noduler.
3) Bayangan rongga; ini dapat juga misalnya oleh Ca atau abses paru.
4) Kalsifikasi.
5) Bayangan bilateral, terutama bagian paru atas.
6) Bayangan abnormal yang menetap tanpa perubahan pada foto ulangan setelah
beberapa minggu. ini membantu menyingkirkan kemungkinan pneumonia
atau infeksi lain.
Corakan system pernafasan yang bisa terlihat pada foto toraks dapat berupa :
infiltrate leksudatif, penyebaran bronkogen, kalsifikasi, fibroeksudatif/fibrainduratif,
gambaran milier, konsolidasi. Disamping itu juga : efusi pleura, atelektasis, fibrosis
pleura, bronkiektasis. National Tuberculosis Association USA (1961) menetapkan
klasifikasi luas lesi gambaran radiologi dan TB Paru yang berguna dalam klinik,
yaitu:
1) Lesi minimal: lesi dengan densitas ringan sampai sedang tanpa kavitas, pada
satu atau dua paru dengan luas total tidak melebihi volume satu paru di atas
sendi kondrosternal kedua.
2) Lesi moderat: lesi terdapat pada 1 atau 2 paru dengan luas total tidak melebihi
batas sebagai berikut :
- lesi dengan densitas ringan sampai dengan yang terbesar, luasnya sampai
volume 1 paru atau yang setara pada kedua paru.
- lesi pada dan berkumpul yang berkumpul yang luas terbatas sampai sepertiga
volume 1 paru. Bila ada kavitas luas diameter total kurang dari 4 cm.
3) Lesi lanjut: lesi yang lebih luas dan moderat.
b. Foto lain
1. Intravenous Pyelography (IVP) dan TB ginjal dapat menunjukkan adanya
struktur karakteristik berupa distorsi struktur calyx pada kutub I dan ginjal,
yang sering disertai dengan pemeri ksaan cystoscopy dan retrograde
pyelography.
2. Foto tulang dan sendi dapat menunjukkan adanya lesi osteolitik dengan
pembengkakan tulang baru, mungkin terjadi fraktur tulang yang patologik.
3. Foto abdomen bisa bermanfaat padaTB rongga perut dengan gejala obstruktif.
2. Pemeriksaan Bekteriologi
Walaupun urine, cairan otak dan isi lambung dapat diperiksa secara
mikroskopik, tetapi pemeriksaan dignosis TB adalah pemeriksaan sputum. Metode
pewarnaan Ziehl Neelsen dapat dipakai.sediaan apus digenangi dengan zat
karbolfluksasin yang dipanaskan, lalu dilakukan dekolorisasi dengan alkohol-asam.
Sesudah itu kemudian diwarnai lagi dengan metilen biru. Setelah larutan ini melekat
pada mikobacteri maka tidak dapat dikolorisasi dengan alkohol asam. Pemeriksa
dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam yang terdapat pada sedian.
Metode penegangan diagnosis yang paling tepat adalah dengan memakai teknik
biakan. Mikobakteri tumbuh lambat dan membutuhkan suatu media yang kompleks.
Koloni matur, akan berwarna krem atau kekuningan, seperti kulit dan bentuknya
seperti kembang kol.
F. Penatalaksanaan
2. Obat Sekunder
1) Ekonamid
2) Protionamid
3) Sikloserin
4) Kanamisin
5) PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)
6) Tiasetazon
7) Viomisin
8) Kapreomisin
1. Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab intensif tersebut diberikan
secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi negatif (konversi) pada
akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting
untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
2. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan
jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan. Tahab lanjutan
penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data Yang dikaji :
1. Aktifitas/istirahat
Kelelahan
Nafas pendek karena kerja
Kesultan tidur pada malam hari, menggigil atau berkeringat
Mimpi buruk
Takhikardi, takipnea/dispnea pada kerja
Kelelahan otot, nyeri , dan sesak
2. Integritas Ego
Adanya / factor stress yang lama
Masalah keuangan, rumah
Perasaan tidak berdaya / tak ada harapan
Menyangkal
Ansetas, ketakutan, mudah terangsang
3. Makanan / Cairan
Kehilangan nafsu makan
Tak dapat mencerna
Penurunan berat badan
Turgor kult buruk, kering/kulit bersisik
Kehilangan otot/hilang lemak sub kutan
4. Kenyamanan
Nyeri dada
Berhati-hati pada daerah yang sakit
Gelisah
5. Pernafasan
Nafas Pendek
Batuk
Peningkatan frekuensi pernafasan
Pengembangn pernafasan tak simetris
Perkusi pekak dan penuruna fremitus
Defiasi trakeal
Bunyi nafas menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral
Sputum dengan karakteristik : Hijau /kurulen, Kuning atua bercak
darah
6. Keamanan
Adanya kondisi penekanan imun
Test HIV Positif
Demam atau sakit panas akut
7. Interaksi Sosial
Perasaan Isolasi atau penolakan
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab
8. Pemeriksaan Diagnostik
Kultur Sputum
Zeihl-Neelsen
Tes Kulit
Foto Thorak
Histologi
Biopsi jarum pada jaringan paru
Elektrosit
GDA
Pemeriksaan fungsi Paru
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi yaitu :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan denga akumulasi secret pada
jalan napas.
2. Hypertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi.
3. Ganguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nitrisi
yang tidak adekuat.
4. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan kelemahan fisik.
5. Ganguan pola istirahat tidur berhubungan dengan konpensasi paru yang
meningkat
6. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
7. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan
8. Resiko tinggi penularan penyakit terhadap keluarga klien berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang proses penularan penyakit.
C. Rencana Keperawatan Dan Rasional
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan akumulasi secret pada jalan napas.
Intervensi :
1) kaji pola napas klien
rasional : perubahan pola napas klien yang bertamba buruk, frekwuensi yang
cepat merupakn indikasi terjadiya hambatan yang di akibatkan oleh sekresi
jalan napas.
2) Kaji Vital Sign
Rasional : Vital sign merupakan gambaran keadaan umum klien dan dapat
dijadikan sebagai indikasi untuk pemberian tindakan keperawatan
selanjutnya.
3) Atur posisi baring yang dapat melonggarkan jalan napas.
Rasional : Posisi yang tidak menekan diafragma akan mempermudah ekspansi
atau pengembangan paru dan posisi yang tepat yang dapat mempermudah
mengeluarkan sekresi.
4) Ajarkan teknik batuk yang efektif
Rasional : Teknik batuk yang efektif dapat menghasilkan udara paru yang
maksimal sehingga dapat mengurangi penumpukan sekresi yang berlebihan
disaluran napas dan dapat meningkatkan rasa nyaman.
5) Beri minum air hangat.
Rasional : Mengencerkan secret.
6) Penatalaksanaan pemberian obat bronkodilator, antitusif, vitamin, antibiotic.
Rasional : Antibiotik menghambat dan membunuh kuman, antitusif
menurunkan rangsangan batuk, vitamin meningkatkan ketahanan tubuh,
bronkodilator melegakan pernapasan.
2. Hypertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
Intervensi :
1) Kompres dingin pada daerah dahi, axilla, dan lipatan paha
Rasional : Kompres dingin pada daerah tersebut akan menyebabkan terjadinya
proses penyerapan secara konduksi dari tubuh kea lat kompres
2) Berikan minum sebanyak mungkin (2000-3000cc/hari)
Rasional : Minum yang banyak dapat mengurangi panas
3) Kenakan pakaian yang mudah menyerap panas
Rasional : Pakaian tipis akan menyerap keringat sehingga menghilangkan
hambatan keluarnya panas melalui udara
4) Observasi Vital sign
Rasional : Meningkatnya vital sign merupakan indicator dalam menentukan
intervensi selanjutnya
5) Penatalaksanaan pemberian obat antibiotic
Rasional : Antibiotik untuk membunuh kuman
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
yang tidak adekuat.
Intervensi :
1) Kaji kebiasaan makan, kesulitan makan
Rasional : Anoreksia sering terjadi karena dispnue atau produksi sputum dan
efek obat batuk
2) Anjurkan keluarga untuk memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
sesuai dietnya.
Rasional : Makan dalam porsi kecil sedikit tapi sering dapat merangsang nafsu
makan dan memudahkan untuk diterima oleh lambung
3) Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan makanan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan
4) Timbang berat badan tiap hari
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi
5) Konsul pada ahli gizi dalam pemberian diet TKTP dalam bubur asering
Rasional : Makanan TKTP dalam bubur asering dapat mengganti, membuat sel-
sel baru ( regenerasi) dalam tubuh
6) Kolaborasi pemberian obat : Vitamin B Comp dan Vitamin C 3x1 sehari
Rasional : Untuk menambah nafsu makan
4. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik
Intervensi :
1) Kaji kesukaran-kesukaran dalam kemempuan klien untuk memenuhi
kebutuhannya
Rasional : Merupakan cara untuk mengetahui ada tidaknya gangguan dalam
memenuhi kebutuhannya.
2) Libatkan keluarga dalam penanggulangan masalah kebutuhan klien
Rasional : Klien merasa tenang dan tentram dengan ikutnya keluarga dalam
memenuhi kebutuhannya.
3) Bantu klien memenuhi kebutuhanya sehari-hari : makan, minum, eliminasi,
perawatan diri.
Rasional : Memudahkan klien dalam memenuhi kebutuhannya dan mencegah
aktivitas yang berlebihan yang dapat memperburuk kondisi kesehatan klien
atau memperberat penyakitnya.
5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan kompensasi paru yang
meningkat
Intervensi :
1) Kaji waktu dan lamanya klien tidur
Rasional : Jumlah jam tidur yang kurang dan pola tidur yang tidak teratur
menggambarkan adanya gangguan istirahat tidur
2) Rapikan tempat tidur klien
Rasional : Tempat tidur yang rapid an bersih memberi rasa nyaman untuk
tidur
3) Beri posisi yang menyenangkan yang tidak menekan jalan napas
Rasional : Posisi yang menyenangkan dan tidak menekan diafragma akan
mempermudah ekspansi paru sehingga klien dapat memulai untuk tidur
nyenyak.
4) Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasional : Lingkungan yang tenang dapat merangsang klien untuk tidur.
6. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Intervensi :
1) Kaji penyebab, lokasi dan intensitas nyeri
Rasional : Mengetahui penyebab, lokasi dan intensitas nyeri sehingga dapat
menetapkan intervensi selanjutnya.
2) Beri posisi yang menyenangkan
Rasional : Memberikan posisi yang membuat klien lebih rileks sehingga
mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
3) Ajarkan teknik relaksasi yakni nafas dalam
Rasional : Meningkatkan suplai oksigen sehingga jaringan di sekitar otak
dapat merelaksasikan jaringan yang terganggu dan dapat mengurangu nyeri
4) Batasi pengunjung dan beri lingkungan yang nyaman
Rasional : Dapat mengurangi rangsangan eksternal yang bisa memicu adanya
rangsangan nyeri
7. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan
Intervensi :
1) Kaji persepsi klien terhadap penyakitnya
Rasional : Persepsi yang positif membantu kerja sama dalam proses perawatan
dan dapat mengurangi kecemasan
2) Beri support pada klien bahwa ia akan sembuh
Rasional : Support yang mendukung dapat melegakan perasaan klien dan
mengurangi kecemasan
3) Anjurkan keluarga untuk selalu dekat dengan pasien
Rasional : Menghilangkan rasa keterasingan sehingga cemas berkurang
4) Beri dorongan spiritual pada klien
Rasional : Meyakinkan klien, selain dengan pengobatan dan perawatan masih
ada yang berkuasa untuk menyembuhkan penyakitnya
8. Resiko tinggi penularan penyakit terhadap keluarga klien berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang proses penularan penyakit
Intervensi :
1) Kaji vital sign keluarga/klien
Rasional : Peningkatan suhu tubuh klien menunjukan telah terjadi infeksi
2) Isolasi keluarga untuk mencegah kontaminasi pada keluarga
Rasional : Menurunkan penularan terhadap keluarga
3) Dorong keseimbangan istirahat dan masukan malnutrisi yang adekuat pada
keluarga klien
Rasional : Istirahat dan nutrisi yang adekuat meningkatkan tahanan alamiah
4) Anjurkan pada keluarga klien untuk memeriksakan darah dengan test
tuberculin pada keluarga
Rasional : Untuk mengetahui sudah tidaknya penularan penyakit TBC
Nama mahasiswa : DIAH AYU PERTIWI
NIM : P27905118005
A. PENGKAJIAN
a. Nama : Ny. I
b. Umur : 40 tahun
c. Medrec : 00235505
d. Diagnosa Medis : TBC
2. PRIMARY SURVEY
3. SECONDARY SURVEY
P:
Q:
R:
S:
T:
f. Hasil Laboratorium :
NAMA HASIL LAB
Hemoglobin 10,9 g/dl
Hematokrit 33%
Eritrosit 4,01
Leukosit 4,60
Trombosit 338
GDS 97
Natrium 136 mmol/L
Kalium 3,6 mmol/L
Clorida 107 mmol/L
SGPT 190 U/L
SGOT 310 U/L
g. Pemeriksaan diagnostik :
Photo thorax : -
Hasil swab antigen : negatif
h. Terapi dokter :
a) Observasi TTV
b) Pemberian infus load 1000 cc
c) Pengambilan darah vena
d) Pemberian obat injeksi
Ondansentron 8 mg
Omeprazole 40 mg
Caterolac 30 mg
B. ANALISA DATA
suhu : 36,7˚ c
batuk tidak efektif
MAP : 152
SpO2 : 98 %
bersihan jalan nafas
Respirasi : 27x/menit
tidak efektif
2 DS : terpapar penderita tbc Ketidakseimbangan
klien mengatakan mual nutrisi kurang dari
muntah, muntah 2- mycobacterium kebutuhan tubuh
3x/hari selama satu tuberculosis aktif
minggu sebelum menjadi kuman patogen
masuk rumah sakit
infeksi paru – paru
DO : (tuberculosis paru)
klien tampak lemas
dan tidak bertenaga Pembentukan tuberkel
oleh makrofag
Kompleks primer
Saluran pencernaan
Lambung
HCL meningkat
Mual, muntah,anorexia
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
D. PERENCANAAN KEPERAWATAN
E. IMPLEMENTASI
NO TGL/
IMPLEMENTASI RESPON PARAF
DX JAM
1 memonitoring pola
pola nafas masih terlihat sesak
Selasa, 19 nafas
masih terdapat suara ronkhi pada
oktober memonitoring DIAH
pasien
2021 bunyi nafas AYU
masih teradapat sekret pada
10.00 memonitoring
lapang paru
sputum
1 Selasa, 19 memposisikan semi
pasien tampak mengubah posisi
oktober fowler atau fowler DIAH
pasien tampak meminum air
2021 memberikan AYU
hangat
11.00 minuman hangat
1 menganjurkan
Selasa, 19 asupan cairan 2000
oktober ml/hari, jika tidak pasien tampak mengerti apa yang DIAH
2021 kontraindikasi dijelaskan oleh petugas kesehata AYU
12.00 mengajarkan teknik
batuk efektif
2
Selasa, 19
Menganjurkan
oktober Pasien mengikuti instruksi DIAH
posisi duduk
2021 petugas kesehatan untuk duduk AYU
11.00
Kolaborasi bersama
dokter pemberian
Selasa, 19 Setelah di berikan ondansentron
medikasi sebelum
oktober pasien mengatakan rasa mual DIAH
makan (mis obat
2021 sedikit berkurang AYU
antiemetik) obat
12.00
yang diberikan
ondansentron 8 mg
F. EVALUASI
NO TGL/
RESPON PARAF
DX JAM
1 Selasa, 19 S : DIAH
oktober pasien mengatakan masih terasa sesak AYU
2021 O:
13.00
masih terdengar suara ronkhi pada lapang paru
pasien
A:
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
2 Selasa, 19 S: DIAH
oktober pasien mengatakan masih merasakan sedikit AYU
2021 mual dan masih belum nafsu makan
13.00 O:
pasien tampak masih terlihat lemas
A:
masalah belum teratasi
P:
lanjutkan intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Wahid, I. S. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta:
TIM. Afiyanti, Y& Imami.2014. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Riset Keperawatan.
Jakarta: Rajawali Pers. Alie, Y., & Rodiyah. (2013).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Bachtiar, A. (2015).
Pelaksanaan Pemberian Terapi Oksigen Pada Pasien Gangguan Sistem Pernapasan. Jurnal
Keperawatan Terapan , 12. Dermawan, D. (2013).
Profil Kesehatan Kabupaten Lumajang Tahun 2012. Profil Kesehatan Kabupaten Lumajang
Tahun 2012 , 18-20. Doenges, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Fadilah, L. (2016).
Pengaruh Teknik Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran Sekret Pada Pasien TB Paru. Jurnal
AKP , 13. Kunoli, F. J. (2012).
Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: Cv. Trans Info Media. Majampoh, d. 2.
(2013).
Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap Kesehatan Pola Nafas Pada Pasien TB
Paru di Irna C5 RSUD Dr. D. Kandou Manado. Jurnal Keperawatan . Mardiono, S. (2013).
Pengaruh Latihan Batuk Efektif Terhadap Frekuensi Pernafasan Pasien Tb Paru Di Instalasi
Rawat Inap Penyakit Dalam Rumah Sakit Pelabuhan Palembang Tahun 2013.
Pengaruh Latihan Batuk Efektif Terhadap Frekuensi Pernafasan Pasien Tb Paru Di Instalasi
Rawat Inap Penyakit Dalam Rumah Sakit Pelabuhan Palembang Tahun 2013 , 1-7. Mukty,
A., & Hood, A. (2007).
Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta: DIVA Press. Nugraha, A.,
Yudha, E. K., Pangastuti, H. S., Patimah, I., Yuniar, I., Purnawan, i., et al. (2016).
Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis
dan Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam.2011.