Anda di halaman 1dari 43

1

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANJUT USIA DENGAN


INSOMNIA

DISUSUN OLEH :

NURMA ANITA
2114901039

PRODI NERS TAHAP PROFESI


STIKES FLORA
MEDAN
2022
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah

memasuki tahap akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang

dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging

process atau proses penuaan. Proses penuaan mempengaruhi perubahan

tidur objektif. Keluhan tidur adalah keluhan berulang mulai usia lansia dan

akan mempengaruhi lebih dari 30% dari populasi berusia diatas 65 tahun.

Sampai saat ini keluhan tidur pada lansia belum mendapat penanganan yang

optimal (Hidayat dan Amir, 2020).

Menurut National Sleep Foundation sekitar 67% dari 1.508 lansia

usia 65 tahun keatas di Amerika melaporkan mengalami gangguan tidur dan

sebanyak 7,3% lansia mengeluhkan gangguan memulai dan

mempertahankan tidur atau insomnia (Mui, 2019). Insomnia merupakan

gangguan tidur yang paling sering ditemukan pada lansia. Setiap tahun

diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan gangguan tidur

dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi

gangguan tidur pada lansia tergolong tinggi yaitu sekitar 67% (Dinata,

2018).

Di Indonesia gangguan tidur menyerang sekitar 50% orang yang

berusia 65 tahun keatas. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling

sering ditemukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% lansia

1
3

melaporkan adanya insomnia dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur

yang serius. Prevalensi insomnia pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%

(Mui, 2019). Di Provinsi Aceh menurut jumlah gangguan tidur pada lansia

yaitu pada kelompok umur >65 tahun adalah 22% (Riskesdas, 2018).

Perubahan pola tidur pada lansia disebabkan karena perubahan

sistem saraf perifer yang mempengaruhi pengaturan tidur, kerusakan

sensorik umum dengan penuaan dapat mengurangi sensitivitas terhadap

waktu yang mempertahankan irama sirkadia (Khasanah dan Hidayati, 2019).

Selain itu penyebab insomia pada lansia yaitu faktor psikologis seperti

cemas, depresi, ketakutan, berduka dan stress. Faktor lingkungan dapat

menjadi penyebab insomnia seperti lingkungan yang bising, cahaya yang

terang, suhu yang ekstrem, kelembapan lingkungan dan tatanan yang tidak

familiar. Penurunan fisik dan penyakit juga menjadi faktor penyebab

insomnia seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit paru, atritis, gout dan

diabetes militus (Mui, 2019).

Gangguan tidur (insomnia) akan berdampak pada kualitas hidup dan

berhubungan dengan status kesehatan. Berkurangnya kualitas tidur dapat

berdampak pada pemulihan fungsi tidur dimana deprivasi tidur pada usia

lanjut berkaitan dengan keletihan, iritabilitas, fungsi kognitif yang

terganggu dari kualitas tidur pada lansia secara keseluruhan sangat buruk.

Banyaknya gangguan tidur yang dialami lansia menyebabkan masih banyak

lansia yang sering merasakan sakit kepala dipagi hari. Dampak yang lebih

luas dapat mengakibatkan lansia mengalami depresi (Sohat dkk, 2020).


4

Penanganan insomnia pada usia lanjut terdiri dari terapi

nonfarmakologi dan farmakologi. Tujuan terapi adalah menghilangkan

gejala, meningkatkan produktivitas dan fungsi kognitif sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup pada pasien usia lanjut. Terapi nonfarmakologi

khususnya behavioral therapies efektif sebagai farmakoterapi dan

diharapkan menjadi pilihan pertama untuk insomnia kronis pada pasien usia

lanjut. Adapun salah satu metode non farmakologis adalah sleep hygiene

yaitu melakukan aktivitas yang merupakan hobi dari usia lanjut, mengurangi

konsumsi kafein, mengatur waktu bangun pagi, menghindari merokok dan

minum alkohol 2 jam sebelum tidur dan tidak makan daging terlalu banyak

sekitar 2 jam sebelum tidur (Astitu, 2020).

Peran perawat sangat penting dalam meningkatkan tidur yang

optimal pada lansia yang tidak memiliki masalah tidur sebelumnya, ataupun

pada lansia yang beresiko atau sedang mengalami gangguan pola tidur.

Peran perawat sebagai care provider, diharapkan klien dapat mendapatkan

kembali kesehatannya melalui proses keperawatan yang dilakukan perawat

secara sistematis dan komprehensif. dengan memberikan asuhan

keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur dengan

melakukan intervensi yang sudah direncanakan. Peran perawat sebagai

pendidik dengan mengajarkan lansia mengenai pentingnya istirahat dan

tidur yang cukup bagi kesehatan (Riswan, 2019).


5

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk

memberikan asuhan keperawatan lanjut usia dengan gangguan insomnia

dengan melakukan pengkajian, mendiagnosa, menyusun intervensi,

memberikan implementasi pada lansia dengan insomnia seperti memberikan

teknik telaksasi murotal serta melakukan evaluasi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas maka rumusan masalah dalam

penulisan ini adalah “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Lanjut Usia pada

Ibu A Dengan Insomnia?”

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan insomnia

secara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio, psiko, sosial dan

spritual dengan pendekatan proses keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian lanjut usia pada Ibu A dengan gangguan

insomnia.

b. Melakukan diagnosa keperawatan lanjut usia Ibu A dengan

insomnia.

c. Melakukan intervensi asuhan keperawatan lanjut usia Pada Ibu A

dengan insomnia.
6

d. Melakukan implementasi keperawatan lanjut usia dengan Pada Ibu

A dengan insomnia.

e. Melakukan evaluasi lanjut usia pada Ibu A dengan insomnia.

f. Melakukan pendokumentasian lanjut usia pada Ibu A dengan

insomnia.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Institusi Pendidikan

Studi kasus ini bisa bermanfaat bagi fakultas dengan dijadikan bahan

referensi buat penulis selanjutnya tentang insomnia.

2. Bagi Perawat

Sebagai bahan pertimbangan untuk tetap berusaha semaksimal

mungkin melaksanakan peran perawat sebagai pendidik dan konselor untuk

mengetahui hasil pengkajian asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia

dengan insomnia.

3. Bagi Pasien dan keluarga

Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan pasien dan keluarga

terkait konsep asuhan keperawatan lansia dengan insomnia sehingga dapat

memalisirkan dampak tersebut.

4. Bagi Penulis

Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam

memberikan asuhan keperawatan lanjut usia dengan insomia sehingga

meningkatkan kualitas pola tidur dan kualitas kesehatan lansia. Penulis

mampu studi kasus ini sebagai praktik dalam kehidupan sehari-hari.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Istirahat/Tidur

1. Definisi

Istirahat adalah suatau keadaan dimana kegiatan jasmaniah

menurun yang berakibat badan menjadi lebih lebih segar. Tidur adalah

suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan

yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing

menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda (Wartonah,

2017).

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus

dipenuhi oleh semua orang. Istirahat dan tidur yang cukup, akan membuat

tubuh baru dapat berfungsi secara optimal. Istirahat dan tidur sendiri

memiliki makna yang berbeda pada setiap individu. Istirahat berarti suatu

keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional, dan bebas dari perasaan

gelisah. Beristirahat bukan berarti tidak melakukan aktivitas sama sekali.

Berjalan-jalan di taman terkadang juga bisa dikatakan sebagai suatu bentuk

istirahat (Rahma, 2018).

Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi

individu terhadap lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikkan dengan

aktifitas fisik yang minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan

proses fisiologis tubuh, dan penurunan respon terhadap stimulus eksternal.

Hampir sepertiga dari waktu individu digunakan untuk tidur. Hal tersebut
8

didasarkan pada keyakinan bahwa tidur dapat memulihkan atau

mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas, mengurangi stres dan

kecemasan, serta dapat meningkatkan kemampuan dan konsenterasi saat

hendak melakukan aktivitas sehari-hari (Ratna, 2019).

2. Kualitas Tidur

Kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan

tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam

tidurnya. Sedangkan kualitas tidur dikatakan buruk apabila menunjukkan

tanda-tanda kekurangan tidur. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat menjadi

tanda fisik meliputi ekspresi wajah (area gelap disekitar mata, bengkak

dikelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk

yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi

(kurang perhatian) terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur,

mual dan pusing. Tanda psikologis meliputi menarik diri, apatis dan respon

menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang,

bingung, timbul halusinasi dan ilusi penglihatan atau pendengaran,

kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun

(Magfirah, 2019).

3. Fisiologi Tidur

Siklus alami tidur diperkirakan dikendalikan oleh pusat yang

terletak di bagian bawah otak. Pusat ini secara aktif menghambat keadaan

terjaga, sehingga menyebabkan tidur. Fisiologi tidur merupakan pengaturan

kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme sereable yang secara


9

bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur

dan bangun, Tidur merupakan aktifitas yang melibatkan susunan saraf

pusat, saraf perifer, sistem endokrin, sistem kardiosvakuler, sistem

respirasi, sistem musculoskeletal. Tiap kejadian tersebut dapat di

identifikasi atau di rekam dengan electreoencephalogram (EEG) untuk

aktifitas listrik otak, pengukuran tonus otot dengan menggunakan

elektromiogram (EMG) dan elektroculogram (EOG) untuk mengukur

pergerakan mata (Rahma, 2018).

Pengaturan dan control tidur tergantung dari hubungan antara dua

mekanisme selebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan

pusat otak untuk tidur dan bangun. Recticular activating system (RAS) di

bagian batang otak atas di yakini mempunyai sel-sel khusus dalam

mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran. RAS memberikan stimulus

visual, audiotori, nyeri dan sensori raba. Juga menerima stimulus dari

korteks serebri (emosi, proses, pikir) (Rahma, 2018).

4. Pola Tidur

Menurut Wartonah, (2017) pola tidur normal berdasarkan usia

yaitu sebagai berikut : Neonatus sampai dengan 3 bulan yaitu kira-kira

membutuhkan 16 jam/hari, mudah merespon terhadap stimulus dan pada

minggu pertama kelahiran 50% adalah tahap REM. Dewasa muda tidur 7-9

jam/hari, tahap REM 20%. Usia dewasa pertengahan tidur 7 jam/hari, tahap

REM 20%. Usia tua tidur 6 jam/hari, tahap REM 20-25%, tahap NREM IV

menurun dan kadang-kadang absen, sering terbangun pada malam hari.


10

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidur

Menurut Wartonah, (2017) faktor-faktor yang mempengaruhi tidur

adalah sebagai berikut :

a. Penyakit, seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur

lebih banyak dari normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan

pasein kurang tidur atau tidak dapat tidur, misalnya pada pasien dengan

gangguan pernafasan seperti asma, bronkitis, penyakit kardiovaskular,

dan penyakit persarafan.

b. Lingkungan, pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan

nyaman, kemudian terjadi perubahan suasana seperti gaduh, maka akan

menghambat tidurnya.

c. Motivasi, motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan

keinginan untuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk.

d. Kelelahan, kelelahan dapat memperpendek perionde pertama dari tahap

REM.

e. Kecemasan, pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan

saraf simpatis sehingga mengganggu tidurnya.

f. Obat-obatan, beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan

tidur antara lain sebagai berikut : diuretik menyebabkan insomia,

antidepresan : menyupresi REM, kafein : mningkatkan saraf simpatis,

beta-bloker : menimbulkan insomia dan narkotika : menyupresi REM.


11

6. Tahap Tidur

Tidur dapat didefinisikan secara perilaku, fungsional, dan

elektrofisiologi. Monitor elektrofisiologi tidur disebut polisomnografi dan

sedikitnya mencakup tiga parameter : aktivitas gelombang otak, pergerakan

mata, tonus otot. Polisomnografi memperlihatkan bahwa tidur dapat dibagi

menjadi tahapan REM dan NREM. Tidur NREM dapat dibagi kembali

menjadi tahap 1 hingga 4.

Setiap tahap bervariasi alam kedalaman namun memiliki

karakteristik yang lambat, pergerakan bola mata yang memutar, aktifitas

kognitif yang rendah dan terpisah-pisah, pertahanan tonus otot yang

sedang, serta denyut jantung dan frekuensi pernapasan yang lebih lambat

namun tetap ritmis. Saat individu menjalani tidur dari tahap 1 hingga tahap

4, gelombang otak yang direkam oleh elektroensefalografi (EEG) menjadi

lebih tersinkronisasi, lambat, dan tingi dalam amplitude (Kurnisari, (2019).

Menurut Kurnisari, (2019) adapun tahapan tidur dikarakterisasi

sebagai berikut :

a. Tahap 1 sangat ringan. Respirasi mulai melambat dan otot mulai rileks.

Pada onset tidur, pola napas yang tidak teratur mungkin muncul seperti

halnya sentakan mioklonik yang tiba-tiba (tidur dimulai) saat tubuh

bergeser dari kondisi bangun ke tidur. Tahap 1 merupakan tahapan yang

sangat ringan dari tidur sehingga orang-orang yang terbangun dari

tahapan ini seringkali mengatakan bahwa mereka tidak tertidur sama

sekali.
12

b. Tahap 2 masih merupakan tidur ringan. Gelombang otak pada tahap ini

sering kali memiliki pola menyatu dan voltase rendah, dengan letupan

aktivitas elektrik yang disebut spindles tidur dan gelombang dengan

amplitude besar yang disebut kompleks K. lebih dari 50% tidur terjadi

pada tahapan 1 dan 2.

c. Tahap 3 dan 4 merupakan tidur gelombang lambat, dinamakan

berdasarkan karakteristik voltase tinggi, frekuensi rendah dari

gelombang delta. Respirasi menjadi lambat dan teratur. Denyut nadi

dan tekanan darah menurun. Konsumsi oksigen oleh jaringan otot dan

pembenukan urine menurun. Mimpi yang muncul pada tahapan tidur

NREM biasanya merupakan ruminasi mirip ingatan mengenai kejadian

yang baru tejadi dan fokus saat itu dengan cerita tambahan.

7. Siklus Tidur

Selama siklus tidur, individu melalui tidur NREM dan REM, siklus

komplit biasanya berlangsung selama 1,5 jam pada orang dewasa. Dalam

siklus tidur pertama, orang yang tidur melalui ketiga tahap pertama tidur

NERM dalam total waktu 20 sampai 30 menit. Kemudian, tahap IV dapat

berlangsung selama 30 menit. Setelah tahap IV NREM, tidur kembali

ketahap III dan II sekitar 20 menit. Setelah itu, terjadi tahap REM pertama,

yang berlangsung sekitar 10 menit, melengkapi siklus tidur pertama. Orang

tidur biasanya mengalami empat sampai enam siklus tidur selama 7 sampai

8 jam. Orang tidur yang dibangunkan ditahap manapun harus memulai


13

tahap I tidur NREM yang baru dan berlanjut ke seluruh tahap tidur REM

(Kurniasari, 2019).

Durasi tahap tidur NREM dan REM bervariasi selama periode

tidur. Seiring dengan berlalunya malam, orang tidur menjadi tidak terlalu

lelah dan meluangkan lebih sedikit waktu di tahap III dan IV tidur NREM.

Tidur REM meningkat dan mimpi cenderung memanjang. Apabila orang

tidur sangat lelah, siklus REM seringkali terjadi secara singkat misalnya, 5

menit sebagai ganti 20 menit selama bagian awal tidur. Sebelum tidur

berakhir, terjadi periode hampir terbangun, dan didominasi oleh tahap I dan

II tidur NREM dan tidur REM.

8. Fungsi Tidur

Efek tidur pada tubuh tidak dipahami secara penuh. Tidur memberi

pengaruh fisiologis pada sistem saraf dan struktur tubuh lain. Tidur

sedemikian rupa memulihkan tingkat aktivitas normal dan keseimbangan

normal diantara bagian sistem saraf. Tidur juga penting untuk sintesis

protein, yang memungkinkan terjadinya proses perbaikan.

Peran tidur dalam kesejahteraan psiologis paling terlihat dengan

makin memburuknya fungsi mental akibat tidak tidur. Individu dengan

jumlah tidur yang tidak cukup cenderung menjadi mudah marah secara

emosional, memiliki konsentrasi yang buruk, dan mengalami kesulitan

dalam membuat keputusan (Rahma, 2018).


14

9. Gangguan Tidur Umum

Menurut Wartonah (2017), gangguan tidur dapat dikategorikan

sebagai parasomnia, gangguan primer dan gangguan sekunder.

a. Insomia, adalah ketidakmampuan memperoleh secara cukup kualitas

dan kuantitas tidur. Tiga macam insomia, yaitu : insomia inisial adalah

tidak adanya ketidakmampuasn untuk tidur, insomia intermiten

merupakan ketidakmampuan untuk tetap mempertahankan tidur karena

sering terbangun dan insomia terminal tetapi tidak pernah tertidur

kembali. Penyebab insomnia adalah ketidakmapuan fisik, kecemasan

dan kebiasaan minum alkohol dalam jumlah banyak.

b. Parasomnia, adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau terjadi

selama tidur. Internasional Classification of Sleep Disorder (American

Sleep Disorder Assosiation, 1997) membagi parasomnia menjadi

gangguan terjaga (berjalan dalam tidur, teror tidur), gangguan

transmisi bangun tidur (mengigau), parasomnia yang berhubungan

dengan tidur REM (mimpi buruk).

c. Hipersomnia, kebalikan dari insomnia adalah tidur berlebihan terutama

disiang hari. Individu yang mengalami hipersomnia sering kali tidur

disiang hari dan banyak tidur siang. Hipersomnia dapat disebabkan

oleh kondisi medis misalnya kerusakan sistem saraf pusat dan

gangguan ginjal, hati atau metabolik tertentu. Pada beberapa seseorang

menggunakan hipersomnia sebagai sebuah mekanisme koping untuk

menghindari tanggung jawab selama siang hari.


15

d. Narkolepsi, adalah gelombang rasa ngantuk yang berlebihan secara

mendadak yang terjadi disiang hari, sehingga narkolepsi juga disebut

sebagai serangan tidur. Penyebabnya tidak diketahui walau diyakini

sebagai narkolepsi terjadi karena kurangnya hipokretin kimia dalam

sistem saraf pusat yang mengatur tidur. Awitan gejala sering terjadi

antara usia 15-30 tahun.

e. Apnea tidur, adalah henti nafas secara periodic. Apnea tidur sering

terjadi pada seseorang yang mendengkur dengan keras, sering terjaga

diwaktu malam, mengalami rasa kantuk berlebihan disiang hari,

insomnia, sakit kepala dipagi hari, kemunduran intelektual, iritabilitas

atau perubahan keperibadian lain, serta perubahan fisiologis seperti

hipertensi dan aritma jantung.

f. Deprivasi Tidur, gangguan berkepanjangan dalam jumlah, kualitas dan

konsistensi tidur dapat memicu syndrome yang disebut deprivasi

(kurang) tidur.

g. Gangguan Tidur Sekunder

Gangguan tidur sekunder adalah gangguan tidur yang disebabkan oleh

kondisi klinis lain. Gangguan ini mungkin dikaitkan dengan kondisi

mental, neurologi, atau kondisi lain. Contoh dari kondisi yang

menyebabkan gangguan tidur sekunder adalah depresi, alkoholisme,

demensia, parkinsomnia, disfungsi tiroid, penyakit paru obstruksi

menahun dan penyakit tukak lambung.


16

B. Konsep Dasar Insomia

1. Definisi

Insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur dengan jumlah atau

kualitas yang cukup. Individu yang menderita insomnia tidak merasa segar

pada saat bangun tidur. Terdapat tiga tipe insomnia yaitu : sulit tertidur

(insomnia awal), sulit untuk tetap tertidur karena sering terbangun atau

terbangun dalam waktu lama (insomnia intermiten berkala atau insomnia

pemeliharaan), terbangun pada dini hari atau terbangu sebelum waktunya

(insomnia terminal) (Perry & Potter, 2010).

Insomnia adalah bukan bagian normal dari penuaan, tapi gangguan

tidur malam hari pada dewasa yang lebih tua, yang menyebabkan kantuk di

siang hari yang berlebihan. Insomnia dapat berupa kesulitan untuk tetap

tidur atau pun seseorang yang terbangun dari tidur, tetapi merasa belum

cukup tidur (Dinata, 2018).

Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan

tidur baik kualitas maupun kuantitas. Jenis insomnia ada 3 macam yaitu

insomnia inisial atau tidak dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau

tidak bisa mempertahankan tidur atau sering terjaga dan insomnia terminal

atau bangun secara dini dan tidak dapat tidur kembali. Untuk

menyembuhkan insomnia, maka terlebih dahulu harus dikenali

penyebabnya. Artinya, kalau disebabkan penyakit tertentu, maka untuk

mengobatinya maka penyakitnya yang harus disembuhkan terlebih dahulu

(Ratna, 2019).
17

2. Penyebab Insomia

Menurut Ratna, (2019) sebab-sebab terjadinya insomnia antara

lain:

a. Suara atau bunyi : biasanya orang dapat menyesuaikan dengan suara

atau bunyi sehingga tidak mengganggu tidurnya. Misalnya seseorang

yang takut diserang atau dirampok, pada malam hari terbangun berkali-

kali hanya suara yang halus sekalipun.

b. Suhu udara : kebanyakan orang akan berusaha tidur pada suhu udara

yang menyenangkan bagi dirinya. Bila suhu udara rendah memakai

selimut dan bila suhu tinggi memakai pakaian tipis, insomnia ini sering

dijumpai didaerah tropik.

c. Tinggi suatu daerah : insomnia merupakan gejala yang sering dijumpai

pada mountain sickness (mabuk udara tipis), terjadi pada pendaki

gunung yang lebih dari 3500 meter diatas permukaan air laut.

d. Penggunaan bahan yang mengganggu susunan saraf pusat : insomnia

dapat terjadi karena penggunaan bahan-bahan seperti kopi yang

mengandung kafein, tembakau yang mengandung nikotin dan obat-obat

pengurus badan yang mengandung anfetamin atau yang sejenis.

e. Penyakit psikologi : Beberapa penyakit psikologi ditandai antara lain

dengan adanya insomnia seperti pada gangguan afektif, gangguan

neurotic, beberapa gangguan kepribadian, gangguan stress pascatrauma

dan lain-lain.
18

3. Klasifikasi Insomia

Menurut Dinata, (2018) insomnia dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

Insomnia initial, yang merupakan ketidakmampuan untuk jatuh atau

mengawali tidur. Insomnia intermiten, yang merupakan ketidakmampuan

mempertahankan tidur atau keadaan sering terjaga dari tidur. Insomnia

terminal, yang merupakan ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah

bangun tidur pada malam hari.

Sedangkan menurut Mutie, (2019), insomnia dibagi menjadi 3

jenis yaitu :

a. Jangka pendek, berakhir beberapa minggu dengan muncul akibat

pengalaman stress yang bersifat sementara seperti kehilangan orang

yang dicintai, tekanan di tempat kerja. Sementara, biasanya disebabkan

oleh perubahan-perubahan lingkungan seperti konstruksi bangunan

yang bising atau pengalaman yang menimbulkan ansietas.

b. Kronis, berlangsung selama 3 minggu atau seumur hidup. Disebabkan

kebiasaan tidur yang buruk, masalah psikologis, penggunaan obat tidur

yang berlebihan, penggunaan alkohol yang berlebihan. Empat puluh

persen insomnia kronis disebabkan oleh masalah fisik seperti apnea

tidur, sindrom kaki gelisah, atau nyeri kronis.

4. Tipe-Tipe Insomia

Menurut Ratna, (2019) Insomnia terdiri atas tiga tipe yaitu :

a. Tidak bisa masuk atau sulit masuk tidur yang disebut juga insomnia

inisial dimana keadaan ini sering dijumpai pada orang-orang muda.


19

Berlangsung selama 1-3 jam dan kemudian karena kelelahan ia bisa

tertidur juga. Tipe insomnia ini bisa diartikan ketidakmampuan

seseorang untuk tidur.

b. Terbangun tengah malam beberapa kali, tipe insomnia ini dapat masuk

tidur dengan mudah, tetapi setelah 2-3 jam akan terbangun dan tertidur

kembali, kejadian ini dapat terjadi berulang kali. Tipe insomnia ini

disebut jaga intermitent insomnia.

c. Terbangun pada waktu pagi yang sangat dini disebut juga insomnia

terminal, dimana pada tipe ini dapat tidur dengan mudah dan cukup

nyenyak, tetapi pada saat dini hari sudah terbangun dan tidak dapat

tidur lagi.

5. Komplikasi Insomia

Menurut Mutie, (2019) insomnia dapat memberi efek pada

kehidupan seseorang, antara lain :

a. Efek fisiologis : Karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress.

b. Efek psikologis : Dapat berupa gangguan memori, gangguan

berkonsentrasi, kehilangan motivasi, depresi dan lain-lain

c. Efek fisik/somatic : Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi dan

sebagainya

d. Efek sosial : Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah

mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati

hubungan sosial dan keluarga.


20

e. Kematian orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka

harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam.

Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang mengindiksi

insomnia yang memperpendek angka harapan hidup atau karena high

arousal state yang terdapat pada insomnia. Selain itu, orang yang menderita

insomnia memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk mengalami

kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan dengan orang yang normal (Mutie,

2019).

Sedangkan menurut Sanjaya, (2018) komplikasi akibat dari

insomnia dapat mempengaruhi fungsi otak yang tepat. Otak menggunakan

tidur sebagai proses aktif dimana pada saat seseorang tidur otak akan

melatih semua sel saraf dengan melewatkan sinyal aktivitas listrik melalui

semua sel saraf. Ketika sel saraf otak tidak mendapatkan jumlah tidur yang

cukup maka kerja fungsi otak dalam hal menyimpan atau mengambil

informasi dan kemampuan untuk mentoleransi situasi stress dan berfungsi

pada tingkat yang lebih tinggi dapat terganggu dan tidak optimal. Efek fisik

imsomnia kurang jelas sampai saat ini. Sekarang diketahui bahwa sistem

kekebalan tubuh dipengaruhi oleh insomnia. Kekurangan tidur juga

terbukti dapat menyebabkan kenaikan berat badan dan obesitas.


21

Gambar 2.1 Komplikasi Insomia

6. Penatalaksanaan Insomia

Menurut Kurniasari, (2019) penatalaksanaan umum pada Insomnia

yaitu sebagai berikut : singkirkan atau terapi sindrom-sindrom yang

spesifik, latih kebiasaan tidur yang baik, pertahankan waktu tidur yang

teratur, gunakan kamar tidur hanya untuk tidur. Jaga agar ruangan gelap,

tenang, dan dingin, kembangkan suatu ritual tidur sekitar satu jam sebelum

tidur, bangun pada waktu yang sama setiap pagi, olahraga yang teratur pada

siang hari, tetapi tidak dilakukan setelah makan malam, hindari aktivitas

mental yang terlampau bersemangat pada saat menjelang malam, berikan

dukungan dan penghiburan. Lakukan psikoterapi, jika diperlukan. Cobalah

teknik relaksasi: relaksasi progresif, biofeedback, self-hypnosis, meditasi

dan lain-lain, tekankan kepekaan akan kontrol diri, gunakan sedatif-

hipnotik hanya untuk waktu yang terbatas, sebagian besar obat hipnotik

menjadi tidak efektif lagi setelah 2 minggu jika digunakan pada malam

hari.
22

7. Pencengahan Insomia

Menurut Kurniasari, (2019) tindakan atau upaya yang dapat

dilakukan untuk mengatasi insomnia bisa juga dilakukan dengan cara

berikut : Konsumsi makanan berprotein tinggi sebelum tidur, seperti keju

atau susu. Tripofan yang merupakan suatu asam amino dari protein yang

dicerna, dapat membantu agar mudah tidur. Usahakan agar selalu beranjak

tidur pada waktu yang sama. Hindari tidur diwaktu siang atau sore hari. 4)

Berusaha untuk tidur hanya apabila merasa benar-benar kantuk dan tidak

pada waktu kesadaran penuh. Hindari kegiatan-kegiatan yang

membangkitkan minat sebelum tidur. Lakukan latihan-latihan gerak badan

setiap hari, tetapi tidak menjelang tidur. Gunakan teknik-teknik pelepasan

otot-otot serta meditasi sebelum berusaha untuk tidur.

C. Konsep Dasar Lansia

1. Definisi

Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan

manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang tidak

hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan

kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang

telah melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu Bayi, Balita, Prasekolah,

Sekolah, Remaja, Dewasa dan Lansia (Padila, 2018).

Menurut Untari (2018), memasuki usia tua berarti mengalami

kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang

mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengan kurang jelas,


23

penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, figur tubuh yang tidak

profesional.

World Health Organization (WHO) dan undang-undang nomor 13

tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab I pasal I ayat 2

menyebutkan, bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. menua

bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur

mengaakibatkan perubahan yang komulatif, yaitu merupakan proses

menghadapi rangsangan dari dalam dan luar yang berakhir dengan

kematian.

2. Klasifikasi Lansia

Menurut Padila (2018), usia yang dijadikaan patokan lansia berbeda-

beda, umumnya berkisaran antara 60-65 tahun. Berikut beberapa pendapat

para ahli antara lain :

a. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat kelompok

yaitu : Usia pertengahan (middle age), yaitu usia 45-59 tahun, lanjut usia

(elderly), yaitu usia 60-74 , lanjut usia tua (old), yaitu usia 75-90 tahun

dan usia sangat tua (very old), yaitu usia >90 tahun.

b. Menurut Hurlock (1979) : lanjut Usia ( Early old age) ( usia 60-70

tahun) dan usia Lanjut (Advanced old age) (usia>70 tahun).

c. Menurut Burnsie (1979) : lanjut usia (Young old) (usia 60-69), usia

pertengahan (Midle age old) (70-79 tahun), lanjut usia tua (Old-old)

(usia 80-89), usia sangat tua (Very old-old) (usia > 90 tahun).
24

d. Menurut Bee (1996) : masa dewasa muda (usia 18-25 tahun), masa

dewasa awal (usia 25-40 tahun), masa dewasa tengah (usia 40-65 tahun),

masa dewasa lanjut (usia 65-75 tahun) dan masa dewasa sangat lanjut

(usia > 75 tahun).

3. Karakteristik Lansia

Menurut Padila (2018), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut

antara lain : berusia lebih dari 60 tahun sesuai Pasal I Ayat (2) UU No.13

tentang kesehatan, kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang

sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari

kondisi adaptif hingga maladaptif dan lingkungan tempat tinggal yang

bervariasi,

4. Tipe-tipe Lanjut usia

Menurut Nasrullah, (2016) dizaman sekarang, banyak ditemukan

bermacam-macam tipe lanjut usia. Tipe lanjut usia yang sering muncul

antara lain :

a. Tipe arif bijaksana yaitu lansia yang karya dengan pengalaman,

menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan,

bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan

dan menjadi panutan.

b. Tipe mandiri yaitu lansia yang senang mengganti kegiatan yang baru,

selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi

undangan.
25

c. Tipe tidak puas yaitu lansia yang selalu mengalami konflik lahir batin,

menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan,

kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang

di sayang, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit

dilayani, dan pengkritik.

d. Tipe pasrah, yaitu lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib

baik, mempunyai konsep “habis gelap datang terang”, mengikuti

kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjan apa saja dilakukan.

e. Tipe bingung yaitu tipe lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian,

mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.

Lanjut usia dapat pula dikelompokkan dalam beberapa tipe yang

bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik,

mental, sosial, dan ekonominya, antara lain :

a. Tipe optimis yaitu tipe lansia yang santai dan periang, bisa

menyesuaikan diri dengan baik.

b. Tipe konstruktif yaitu tipe lansia yang mempunyai integritas, dapat

menikmati hidup, mempunyai toleransi yang tinggi, humoristik, dan

fleksibel.

c. Tipe ketergantungan yaitu tipe lansia yang selalu pasif, tidak terambisi,

tidak mempunyai inisiatif. Ia senang pensiun, tidak suka bekerja, dan

senang berlibur, dan banyak makan.

d. Tipe defensive yaitu tipe lansia yang biasanya sebelum mempunyai

riwayat pekerjaan / yang tidak stabil, bersifat selalu menolak bantuan,


26

emosi sering tidak terkontrol, memegang teguh kebiasaan, dan anehnya

mereka takut menghadapi “menjadi tua” dan menyenangi masa pensiun.

e. Tipe militan dan serius yaitu lansia yang tidak mudah menyerah, serius,

senang berjuang, bisa menjadi panutan.

f. Tipe pemarah dan frustasi : yaitu lansia pemarah, tidak sabar, mudah

tersinggung, selalu menyalahkan orang lain, dan menunjukkan

penyesuaian yang buruk.

g. Tipe bermusuh : yaitu lansia yang selalu menganggap orang lain yang

menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh, bersifat agresif, dan curiga.

h. Tipe putus asa, memberi, dan menyalahkan diri sendiri : yaitu lansia

yang bersifat krisis dan menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai

ambisi, mengalami penurunan sosio-ekonomi, tidak dapat menyesuaikan

diri. Lanjut usia tidak hanya mengalami kemarahan, tetapi juga depresi,

memandang lanjut usia sebagai tidak berguna karena masa yang tidak

menarik. Biasanya, perkawinan tidak bahagia, merasa menjadi korban

keadaan, memberi diri sendiri, dan ingin cepat mati.

D. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Wartonah, (2017) pengkajian pada lanjut usia dengan

insomia yaitu sebagai berikut :

a. Riwayat keperawatan meliputi kebiasaan pola tidur bangun, apakah ada

perubahan pada : waktu tidur, jumlah jam tidur, kualitas tidur, apakah

mengalami kesulitan tidur, sering bangun pada saat tidur. Apakah


27

mengalami mimpi yang mengancam. Dampak pola tidur terhadap fungsi

sehari-hari : apakah merasa segar saat bangun, apa yang terjadi jika

kurang tidur. Adakah alat bantu tidur, apa yang dilakukan pasien

sebelum tidur, apakah mengunakan obat-obatan untuk membantu tidur.

Gangguan tidur atau faktor-faktor kontribusi : jenis gangguan tidur,

kapan masalah itu terjadi.

b. Keluhan utama pasien meliputi etidakseimbangan memejamkan mata,

ketidakmampuan tidur dengan nyenyak, sering terganggu oleh tindakan

medis dan perawatan, lingkungan yang tidak mendukung untuk tidur,

tidak sesuai pola tidur pasien, pasien mengatakan tidak bisa tidur.

c. Pemeriksaan fisik yaitu observasi penampilan wajah, prilaku dan tingkat

energi pasien, adanya lingkaran hitam di sekitar mata, mata sayu, dan

konjungtiva merah, perilaku : iritabel, kurang perhatian, pergerakan

lambat, bicara lambat, postur tubuh tidak stabil, tangan tremor, sering

menguap, mata tampak lengket, menarik diri, bingung dan koordinasi.

d. Pemeriksaan diagnostik seperti elektroensefalogram (EEG),

elektromiogram (EMG) dan elektrookulogram (EOG).

e. Pengkajian MMSE (Mini Mental State Exam), merupakan instrument

pengkajian sederhana yang digunakan untuk mengetahui kemampuan

seseorang dalam berfikir atau menguji aspek-aspek kognitif apakah ada

perbaikan atau semakin memburuk.


28

Tabel 2.1 MMSE (Mini Mental State Exam)


Nilai Pasien Pertanyaan
Maksimum
Orientasi

5 (Tahun, musim, tanggal, hari, bulan apa sekarang?)


5 Dimana kita : (Negara bagian mana, wilayah, kota,
rumah sakit, lantai berapa?)
Registrasi
3 Sebutkan nama 3 objek : 1 detik untuk mengatasi
masing-masing. Beri 1 poin untuk setiap jawaban yang
benar
Perhatian dan Kalkulasi
5 Seri 7’s 1 poin untuk setiap kebenaran berhenti setelah 5
jawaban. Berganti eja “kata” ke belakang
Mengingat

3 Meminta untuk mengulang ketiga objek diatas, berikan 1


poin untuk setiap kebenaran
Bahasa
9 Nama pensil dan melihat (2 poin)
Mengulang hal berikut : tidak ada jika, dan atau tetapi (1
poin)
Nilai Total
Keterangan :

Nilai maksimal 30, nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya

kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lanjut.

f. Pengkajian SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionnaire)

Merupakan pengkajian sederhana yang digunakan untuk menilai

fungsi intelektual maupun mental dari lansia. Adapun format SPMSQ

sebagai berikut : Nama klien , tanggal, jenis kelamin, umur, TB / BB,

Cm / Kg, agama, suku, golongan darah dan alamat.

Tabel 2.2 SPMSQ (Short Portabel Mental Status Questionnaire)


Skore No Pertanyaan Jawaban

+ -

1 Tanggal berapa hari ini ?


2 Hari apa sekarang ?
3 Apa nama tempat ini ?
29

4 Berapa nomor telepon anda ?


Dimana alamat anda ?
(tanyakan bila tidak memiliki telepon)
5 Berapa umur anda ?
6 Kapan anda lahir ?
7 Siapa Presiden Indonesia sekarang ?
8 Siapa Presiden sebelumnya ?
9 Siapa nama ibu anda ?
10 Berapa 20 dikurangi 3 ? (begitu seterusnya sampai
bilangan terkecil)
Keterangan :
1) Kesalahan 0-2 : Fungsi intelektual utuh
2) Kesalahan 3-4 : Kerusakan intelektual ringan
3) Kesalahan 5-8 : Kerusakan intelektual sedang
4) Kesalahan 8-10 : Kerusakan intelektual berat

g. Pengkajian Skore Northon :

Tabel 2.3 Pengkajian Skore Northon


No Keadaan pasien Skore
1 Kondisi umum :
Baik 4
Lumayan 3
Buruk 2
Sangat buruk 1
2 Kesadaran :
Compos mentis 4
Apatis 3
Confuse /spoor 2
Coma 1
3 Aktivitas :
Ambulan 4
Ambulan dengan bantuan 3
Hanya bisa duduk 2
Tiduran 1
4 Mobilitas :
Bergerak bebas 4
Sedikit bergerak 3
Sangat terbatas 2
Tidak bisa bergerak 1
5 Inkontinensia :
Tidak ada 4
Kadang-kadang 3
Sering inkontensia alvi 2
Inkontensia alvi dan urine 1
30

h. Instruments Pengkajian ADL dengan Indeks Barthel (IB) dan indeks Kats

1) Indeks Barthel (IB)

Merupakan suatu suatu instrument pengkajian yang berfungsi

mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan

mobilitas serta dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam menilai

kemampuan fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan

keseimbangan menggunakan 10 indikator, yaitu :

Tabel 2.4 Indeks Barthel (IB)


No Item yang dinilai Skor Nilai

1 Makan 0 = Tidak mampu


(Feeding) 1 = Butuh bantuan memotong, mengoles
mentega dll
2 = Mandiri
2 Mandi 0 = Tergantung orang lain
(Bathing) 1 = Mandiri
3 Perawatan diri 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
(Grooming) 1 = Mandiri dalam perawatan muka,
rambut, gigi, dan bercukur
4 Berpakaian 0 = Tergantung orang lain
(Dressing) 1 = Sebagian dibantu (misal
menggancing baju)
2 = Mandiri
5 Buang air kecil 0 = Inkonensia atau pakai kateter dan
(Bowel) tidak terkontrol
1 = Kadang Inkonensia (maks, 1x24 jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari
7 hari)
6 Buang air besar 0 = Inkonensia (tidak teratur atau perlu
(Bladder) enema)
1 = Kadang Inkonensia (sekali
seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)

7 Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain


1 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat
melakukan beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
31

8 Transfer 0 = Tidak mampu


1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2
orang)
2 = Bantuan kecil (1 orang)
9 Mobilitas 0 = Immobile (tidak mampu)
1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantuan satu kursi
3 = Mandiri (meskipun menggunakan
alat bantu seperti tongkat)
10 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu
1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu)
2 = Mandiri
Interpretasi hasil :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total

2) Indeks Katz

Adalah pengkajian dengan sistem penilaian yang didasarkan

pada kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan

sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dapat

mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien sehingga

memudahkan pemilihan intervensi yang tepat.

Tabel 2.5 Indeks Katz


Skore Kriteria
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB atau BAK),
berpindah, ke kamar mandi, dan pakaian
B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi
tambahan
D Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian dan satu
fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar
kecil, dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar
mandi, berpindah dan satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut
Lain-lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
32

diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F

Keterangan :

Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau

bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang menolak melakukan

suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun sebenarnya

mampu.

Tabel 2.6
Modifikasi Indeks Kemandirian Katz
No Aktivitas Mandiri Bergantung
Nilai (1) (Nilai 0)
1 Mandi (menggosok, membersihkan, dan
mengeringkan badan)
2 Menyiapkan pakaian, membuka, dan
menggunakannya
3 Memakan makanan yang telah disiapkan
4 Memelihara kebersihan diri untuk
penampilan diri (menyisir rambut, mencuci
rambut, menggosok gigi, mencukur rambut)
5 Buang air besar di WC (membersihkan dan
mengeringkan daerah bokong)
6 Dapat mengontrol pengeluaran feses (tinja)
7 Buang air kecil di kamar mandi
(membersihkan dan mengeringkan daerah
kemaluan)
8 Dapat mengontrol pengeluaran air kemih
9 Berjalan di lingkungan tempat tinggal atau ke
luar ruangan tanpa alat bantu, seperti tongkat
10 Menjalankan agama sesuai agama dan
kepercayaan yang dianut
11 Melakukan pekerjaan rumah seperti :
merapikan tempat tidur, mencuci pakaian,
memasak, dan membersihkan, dan
membersihkan ruangan
12 Berbelanja untuk kebutuhan sendiri atau
kebutuhan keluarga
13 Mengelola keuangan (menyimpang dan
menggunakan uang sendiri)
14 Menggunakan sarana transfortasi umum
untuk berpergian
33

15 Menyiapkan obat dan minum obat sesuai


dengan aturan (takaran obat dan waktu
minum obat tepat)
16 Merencanakan dan mengambil keputusan
untuk kepentingan keluarga dalam hal
penggunaan uang, aktivitas sosial yang
dilakukan dan kebutuhan akan pelayanan
kesehatan
17 Melakukan aktivitas di waktu luang (kegiatan
keagamaan, sosial, rekreasi, olah raga dan
menyalurkan hobi
JUMLAH POIN MANDIRI
Analisis Hasil :
Point : 13-17 : Mandiri
Point : 0-12 : Ketergantungan

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Wilkinson, (2016) diagnosa keperawatan pada pasien dengan

insomia adalah :

a. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomia.

Sedangkan menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016) diagnosa

keperawatan pada pasien dengan insomia adalah :

a. Gangguan pola tidur

b. Keletihan

c. Kesiapan peningkatan tidur

d. Gangguan rasa nyaman

e. Ansietas

f. Defisit pengetahuan

3. Intervensi keperawatan

Menurut Wilkinson (2016), intervensi pada lansia dengan insomia

adalah :

a. Gangguan pola tidur


34

1) Hasil NOC

Tidur : pemutusan kesadaran periodik yang alami ketika tubuh

dipulihkan.

2) Tujuan / Kriteria Evaluasi

Menunjukkan tidur, yang dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-

5 : gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan,atau tidak mengalami

gangguan). Perasaan segar setelah tidur. Pola dan kualitas tidur. jumlah

waktu tidur yang terobservasi. Terjaga waktu yang tepat.

3) Hasil NIC

Manajemen energi : mengatur penggunaan energi untuk mengatasi atau

mencegah keletihan dan mengoptimalkan fungsi. Manajemen

lingkungan : memanipulasi lingkungan pasien untuk manfaat

terapeutik, pertimbangan sensori, dan kesejahteraan psikologis.

Manajemen medikasi: memfasilitasi penggunaan obat resep dan obat

bebas secara aman dan efektif. Terapi relaksasi : memanfaatkan tekhnik

untuk meningkatkan dan memperoleh relaksasi untuk tujuan

mengurangi tanda dan gejala yang tidak diinginkan, seperti nyeri,

ketegangan otot, atau ansietas. Peningkatan tidur : memfasilitasi siklus

tidur bangun yang teratur.

4) Aktivitas Keperawatan

Kaji adanya gejala deprivasi tidur dan insomnia, seperti konfusi akut,

agitasi, ansietas, gangguan perseptual, reaksi lambat, dan iritabilitas.

Identifikasi faktor lingkungan ( misal, bising, cahaya) yang dapat


35

menganggu tidur. Peningkatan tidur : tentukan efek medikasi pasien

pada pola tidur. Tentukan pola tidur / aktivitas pasien. Pantau / catat

pola tidur pasien dan jumlah waktu tidur.

Sedangkan menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2016) intervensi

keperawatan pada lansia dengan insomia adalah :

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan Dukungan Tidur
Definisi : tindakan
Gangguan kualitas dan kuantitas keperawatan selama Observasi :
waktu tidur akibat faktor 3x24 jam diharapkan 1) Identifikasi pola aktifitas dan
eksternal. kualitas tidur tidur
kembali efektif 2) Identifikasi faktor
Penyebab dengan kriteria penganggu tidur (fisik atau
1. Hambatan lingkungan (mis. hasil : psikologis)
kelembaban lingkungan keluhan sulit tidur 3) Identifikasi makanan dan
sekitar, suhu lingkungan, menurun, keluhan minuman yang menganggu
pencahayaan, kebisingan, sering terjaga tidur (mis. Kopi, teh,
bau tidak sedap, jadwal menurun, keluhan alcohol, makan mendekati
pemantauan/ pemeriksaan / tidak puas tidur waktu tidur, minum banyak
tindakan) menurun, keluhan air sebelum tidur)
2. Kurangnya kontrol tidur pola tidur berubah 4) Identifikasi obat tidur yang
3. Kurangnya privasi dan keluhan istirahat dikonsumsi.
4. Restraint fisik tidak cukup
5. Ketiadaan teman tidur meningkat. Terapeutik
6. Tidak familiar dengan 1. Modifikasi lingkungan (mis.
peralatan tidur Pencahayaan, kebisingan,
suhu, matras, dan tempat
tidur)
Data Subjektif : 2. Batasi waktu tidur siang, jika
1. Mengeluh sulit tidur perlu
2. Mengeluh sering terjaga 3. Fasilitasi menghilangkan
3. Mengeluh tidak puas tidur stress sebelum tidur
4. Mengeluh pola tidur 4. Tetapkan jadwal tidur rutin
berubah 5. Lakukan prosedur untuk
5. Mengeluh istirahat tidak meningkatkan kenyamanan
cukup (mis, pijat, pengaturan posisi,
terapi akupresur)
Data Objektif : 6. Sesuaikan jadwal pemberian
1. Tidak Ada obat/tindakan untuk
menunjang siklus tidur-
terjaga.

Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
36

3. Anjurkan menghindari
makanan/ minuman yang
menganggu tidur
4. Anjurkan penggunaan obat
tidur yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur REM
5. Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur (mis,
psikologis, gaya hidup,
sering berubah shift bekerja)
6. Ajarkan relaksasi otot
autogenic atau cara non
farmakologis lainnya.

Keletihan Setelah dilakukan Edukasi Aktivitas/ Istirahat


Definisi : tindakan
Penurunan kapasitas fisik dan keperawatan selama Observasi :
mental yang tidak pulih dengan 3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi kesiapan dan
istirahat. pasien dapat kemampuan menerima
mengatur aktivitas informasi
Penyebab : dan istirahat dengan
1. Gangguan tidur kriteria hasil ; Terapeutik
2. Gaya hidup monoton verbalisasi lelah 1. Sediakan materi dan media
3. Kondisi fisiologis (mis, menurun, lesu pengaturan aktifitas dan
penyakit kronis, penyakit menurun, gangguan istirahat
terminal, anemia, malnutrisi, konsentrasi 2. Jadwalkan pemberian
kehamilan ) menurun, sakit pendidikan kesehatan sesuai
4. Program perawatan / kepala, sakit kesempatan
pengobatan jangka panjang tenggorokan, mengi, 3. Berikan kesempatan pada
5. Peristiwa hidup negatif sianosis, gelisah, pasien dan keluarga untuk
6. Stress berlebihan frenkuensi napas dan bertanya.
7. Depresi perasaan bersalah Edukasi
menurun. 1. Jelaskan pentingnya
melakukan aktivitas
Data Subjektif : fisik/olahraga secara rutin.
1. Merasa energi tidak pulih 2. Anjurkan terlibat dalam
walaupun telah tidur, aktivitas kelompok, aktivitas
2. Merasa kurang tenaga bermain atau aktivitas
3. Mengeluh lelah lainnya.
3. Anjurkan menyusun jadwal
Data objektif : aktivitas dan istirahat.
1. Tidak mampu 4. Ajarkan cara mengidentifikasi
mempertahankan aktifitas kebutuhan instirahat (mis,
rutin kelelahan, sesak nafas saat
2. Tampak lesu beraktivitas)
5. Ajarkan cara mengidentifikasi
target dan jenis aktivitas
sesuai kemampuan.
Kesiapan peningkatan tidur Setelah dilakukan Dukungan Tidur
Definisi : tindakan
Pola penurunan kesadaran keperawatan selama Observasi :
alamiah dan periodik yang 3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi pola aktifitas
37

memungkinkan intirahat adekuat, pasien mampu dan tidur


mempertahankan gaya hidup meningkatkan tidur 2. Identifikasi faktor
yang diinginkan dan dapat dengan kriteria penganggu tidur (fisik atau
ditingkatkan. hasil : keluhan sulit psikologis)
tidur menurun, 3. Identifikasi makanan dan
keluhan sering minuman yang menganggu
Data Subjektif : terjaga menurun, tidur (mis. Kopi, teh,
1. Mengekspresikan keinginan keluhan tidak puas alcohol, makan mendekati
untuk meningkatkan tidur tidur menurun, waktu tidur, minum banyak
2. Mengekspresikan perasaan keluhan pola tidur air sebelum tidur)
cukup istirahat setelah tidur. berubah dan keluhan 4. Identifikasi obat tidur yang
istirahat tidak cukup dikonsumsi.
Data Objektif : meningkat.
1. Jumlah waktu tidur sesuai Terapeutik
dengan pertumbuhan dan 1. Modifikasi lingkungan (mis.
perkembangan Pencahayaan, kebisingan,
suhu, matras, dan tempat
tidur)
2. Batasi waktu tidur siang, jika
perlu
3. Fasilitasi menghilangkan
stress sebelum tidur
4. Tetapkan jadwal tidur rutin
5. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
(mis, pijat, pengaturan posisi,
terapi akupresur)
6. Sesuaikan jadwal pemberian
obat/tindakan untuk
menunjang siklus tidur-
terjaga.

Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
3. Anjurkan menghindari
makanan/ minuman yang
menganggu tidur
4. Anjurkan penggunaan obat
tidur yang tidak mengandung
supresor terhadap tidur REM
5. Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur (mis,
psikologis, gaya hidup, sering
berubah shift bekerja)
6. Ajarkan relaksasi otot
autogenic atau cara non
farmakologis lainnya.
Ganguan Rasa Nyaman Setelah dilakukan Terapi Relaksasi
Definisi : Perasaan kurang tindakan Observasi
senang, lega dan sempurna keperawatan 3x24 1. Identifikasi penurunan tingkat
dalam dimensi fisik jam di harapkan energi ketidakmampuan
38

psikospritual, lingkungan dan dengan kriteria berkonsentrasi, atau gejala


sosial. pasien mampu lain yang menganggu
mengontrol kemampuan kognitif.
Penyebab : kecemasan, pasien 2. Identifikasi teknik relaksasi
1. Gejala penyakit mampu yang pernah efektif digunakan
2. Kurang pengendalian mengidentifikasi 3. Identifikasi kesediaan,
situasional/lingkungan. status lingkungan kemampuan, dan penggunaan
3. Ketidakadekuatan sumber yang nyaman, pasien teknik sebelumnya
daya mampu mengontrol 4. Periksa ketegangan otot,
4. Kurang nya privasi nyeri, kualitas tidur frekuensi nadi, tekanan darah,
5. Ganguan stimulasi dan istirahat adekuat, dan suhu sebelum dan
lingkungan pasien mampu dalam sesudah latihan
6. Efek samping obat agresi pengendalian 5. Monitor respons terhadap
7. Ganguan adaptasi kehamilan diri, pasien mampu terapi relaksasi.
menrespon terhadap
pengobatan.
Data Subjektif : Control gejala status Terapeutik
1. Mengeluh sulit tidur kenyamanan 1. Ciptakan lingkungan
2. Tidak mampu rileks meningkat, Pasien tenang dan tanpa gangguan
3. Mengeluh dapat mengontrol dengan pencahayaan dan
kediginan/kepanasan ketakutan. suhu ruang nyaman.
4. Merasa gatal Support social 2. Berikan informasi tertulis
5. Mengeluh mual keinginan untuk tentang persiapan dan
6. Mengeluh lelah hidup meningkat. prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
Data Objektif : 4. Gunakan nada suara
1. Gelisah lembut dengan irama
2. Menunjukkan gejala distres lambat dan berirama
3. Tampak merintih/menagis 5. Gunakan relaksasi sebagai
4. Pola eliminasi berubah strategi peninjang dengan
5. Postur tubuh berubah analgetik atau tindakan
6. Iritabilitas medis lain.

Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan dan jenis relaksasi
yang tersedia.
2. Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi
nyaman
4. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang dipih
6. Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (misal napas
dalam, perengangan atau
imajinasi terbimbing).
Ansietas Setelah dilakukan Reduksi ansietas
Defenisi : kondisi emosi dan tindakan
pengalaman subjektif individu keperawatan selama Observasi
terhadap objek yang tidak jelas 3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi saat tigkat ansietas
dan spesifik akibat antisipasi pasien mampu berubah (misal kondisi,
39

bahaya yang memungkinkan meningkatkan tidur waktu, stressor)


individu melakukan tindakan dengan kriteria hasil 2. Identifikasi kemampuan
untuk menghadapi ancaman. rasa cemas terhadap mengambil keputusan
Penyebab kondisi menurun, 3. Monitor tanda-tanda ansietas
1. Krisis situasional pasien mulai
2. Kebutuhan tidak terpenuhi meningkat kesehatan Terapeutik
3. Krisis maturasional dan pasien mulai 1. Ciptakan suasana terapeutik
4. Ancaman terhadap konsep tampak tenang. untuk menumbuhkan
diri kepercayaan
5. Ancaman terhadap kematian 2. Temani pasien untuk
6. Kekhawatiran mengalami mengurangi kecemasan, jika
kegagalan memungkinkan
7. Disfungsi sistem keluarga 3. Pahami situasi yang membuat
8. Hubungan orang tua-anak ansietas
tidak memuaskan 4. Dengarkan dengan penuh
9. Faktor keturunan perhatian
(temperamen mudah teragitasi 5. Gunakan pendekatan yang
sejak lahir) tenang dan menyakinkan
10. Penyalagunaan zat 6. Tempatkan barang pribadi
11. Terpapar bahaya lingkungan yang memberikan
(misal toksin, polutan dan kenyamanan
lain-lain). 7. Motibvasi mengindetifikasi
12. Kurang terpapar informasi situasi yang memicu
kecemasan
Data subjektif 8. Diskusikan perencanaan
1. Merasa binggung reaslitis tentang peristiwa
2. Merasa kwatir dengan akibat yang akan datang
dari kondisi yang dihadapi
3. Sulit berkonsetrasi Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk
Data Objektif sensasi yang mungkin dialami
1. Tampak gelisah 2. Informasikan secara faktual
2. Tampak tegang mengenai diagnosis,
3. Sulit tidur pengobatan dan prognosis.
3. Anjurkan keluarga untuk tetap
melakukan bersama pasien,
jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan depresi
6. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketengangan
7. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat anti
ansietas.
Defisit pengetahuan Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan
Defenisi : ketiadaan atau tindakan
kurangnya informasi kognitif keperawatan selama Observasi
yang berkaitan dengan topik 3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi kesiapan dan
40

tertentu. pasien mampu kemampuan menerima


meningkatkan tidur informasi
Penyebab dengan kriteria hasil 2. Identifikasi faktor-faktor
1. Keterbatasan kognitif peningkatan yang dapat meningkatkan
2. Gangguan fungsi kognitif pengetahuan dan menurunkan motivasi
3. Kekeliruan mengikuti anjuran meningkat, ansietas perilaku hidup bersih dan
4. Kurang terpapar informasi menurun. sehat.
5. Kurang minat dalam belajar
6. Kurang mampu mengingat Terapeutik
ketidakrtahuan menemukan 1. Sediakan materi dan media
sumber informasi pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
Data Subjektif 2. Jadwalkan pendidikan
1. Menanyakan masalah yang kesehatan sesuai
dihadapi kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk
Data Objektif bertanya.
1. Menunjukkan perilaku tidak
sesuai anjuran Edukasi
2. Menujukkan persepsi hyang 1. Jelaskan faktor resiko yang
keliru terhadap masalah dapat mempengaruhi
kesehatan
Kondisi klinis terkait 2. Ajarkan perilaku hidup
1. Kondisi klinis yang baru bersih dan sehat
dihadapi oleh klien 3. Ajarkan strategi yang dapat
2. Penyakit akut digunakan untuk
3. Penyakit kronis meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan

yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan

kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994 dalam potter & perry, 2011).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan umtuk menilai

apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk

mengatasi suatu masalah. Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui

seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan

telah tercapai.
41

DAFTAR PUSTAKA

Ahyar, dkk, (2018). Gambaran Pemberian Edukasi Self Dalam Meningkatkan


Kualitas Tidur Lansia. Jurnal Keperawatan. Vol 3 No 2.

Ana, (2018). Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Pemenuhan


Kualitas Tidur Lansia. Jurnal Keperawatan. Vol 3, No 2.

Astitu, (2020). Pola Tidur Lanjut Usia, Yogyakarta : Nusa Medika.

Dinata, (2018). Hubungan pemberian aktifitas fisik dengan peningkatan kualitas


tidur pada lansia. Jurnal keperawatan. Vol 7, No. 3.

Dinata, Y, (2018). Penderita Insomnia Tergolong Cukup Besar,


http://www.insomnia, diakses tanggal 14 Oktober 2020.

Herodes, (2017). Penatalaksanaan gangguan pola tidur pada lansia. Jakarta :


Numed.

Hidayat T dan Amir, (2020). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gangguan


Tidur (Insomnia) Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Wherda Wana
Seraya Denpasar Bali. Jurnal Keperawatan. Vol 2, No 2.

Karuna, (2018). Faktor-faktor penyebab gangguan tidur pada lansia. Jakarta :


Numed.

Kurniasari, (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya


Insomnia Pada Lanjut Usia Di Desa Gayang Kacamatan Sukohardjo.
Jurnal Keperawatan. Vol 3, No 2.

Kurniasari. (2019). Geriatri : Ilmu Kesehatan Lanjut Usia (Edisi Ke-3). Jakarta :
Balai Penerbit FKUI

Kusuma, (2018). Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Pada Lanjut Usia. Studi Kasus.

Liyana, (2018). Asuhan Keperawatan Lanjut Usia Pada Ibu H Dengan Insomnia
Di Panti Jompo Wedha. KTI. Stinkes Harapan Bangsa.

Magfirah, (2019). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, Jakarta : PT.


Salemba Medika.

Masjid, (2018). Pengaruh Pemberian Otot Progresif Dalam Meningkatakan


Kualitas Tidur Lansia. Jurnal Keperawatan. Vol 3, No 2.
42

Mui., R. (2019). Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC.


Mutie, Trisane (2019). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : PT.
Salemba Medika.

Nasrullah., D. (2016). Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC.

Nurhayati, (2018). Asuahan keperawatan pada lansia dengan gangguan pola tidur.
KTI. Stinkes Palangkaraya.

Nurhayati, (2018). Gambaran Kejadian Gangguan Pola Tidur Pada Lansia


Dengan Pemenuhan Tidur Dengan Teknik Relaksasi. Artikel Penelitian.
Respotery.

Padila. (2018). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta : FKUI.

Perry dan Potter, (2010). Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

Perry dan Potter. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,. Proses,
Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC.

Rahma, A, (2018). Psikologi Kesehatan. Jakarta : ECG

Ratna., R, (2019). Tips Sehat dengan Pola Tidur Tepat dan Cerdas, Yogyakarta :
Buku Biru.

Riskesdas. (2018). Laporan Nasional Riskesdas 2018. Hhtp://litbag.depkes.go.id/.


Diakses tanggal 01 Februari 2020.

Riswan, H (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya


Insomnia Pada Lanjut Usia Di Desa Gayam Kecamatan Sukoharjo
Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Penelitian Keperawatan. Vol 3, No 2.

Sanjaya, (2018). Komplikasi Gangguan Pola Tidur Dan Penaganan Yang


Diberikan Dalam Mengatasi Gangguan Pola Tidur. Jurnal Keperawatan.
Vol 3, No 3.

Sayoto, (2020). Pengaruh Pemberian Otot Progresif Dalam Meningkatakan


Kualitas Tidur Lansia di Panti Jompo Nuraihan. Jurnal Keperawatan. Vol
3, No 2.

Sohat, Sofiana dan Risti, (2020). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap


Tingkat Pengetahuan Insomnia Pada Lansia di Panti Werda Harapan Ibu
Ngalian Semarang. Jurnal Keperawatan Ilmiah. Vol 5. No 2.
43

TIM Pokja SDKI DPP PPNI. (2016) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
TIM Pokja SIKI DPP PPNI. (2016) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Untari., S. (2018). Faktor yang Menyebabkan Gangguan Tidur (Insomnia) Pada


Lansia. http//www//repirasitory.co.id.

Wartonah, (2017). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Numed.


Wilkinson, M.J. (2016). Diangosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran : EGC.

Anda mungkin juga menyukai