Anda di halaman 1dari 54

TUGAS MATA KULIAH

KEPERAWATAN GERONTIK
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN INSOMNIA

Fasilitator Ibu Eka Misbahatul M. Has, S.Kep., Ns., M.Kep

KELOMPOK 7
KELAS AJ 1 B20
Yayuk Ratnasari Dewi Anggreni 131711123061
Marini Stevani Baker 131711123062
Endang Susiana 131711123063
Richa Kumalasari 131711123064
Muhammad Hadiyanul Haqi 131711123065

PRODI STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan anugrahnya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul

“Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Insomnia” dapat terselesaikan

tepat pada waktu dan sesuai dengan harapan.

Makalah ini dapat terselesaikan bukan semata-mata usaha sendiri

melainkan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu melalui

kesempatan ini penulis mengucap banyak terima kasih kepada :

1. Eka Mishbahatul M. Has, S.Kep.Ns., M.Kep., selaku dosen pembimbing mata

kuliah Keperawatan Gerontik yang telah meluangkan waktu, dalam

pelaksanaan pengarahan, dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini.

2. Rekan-rekan kelompok telah membantu memberikan semangat dalam

pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan,

oleh karena itu saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi

penyempurnaan pembuatan laporan studi kasus ini.

Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan

menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi

penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.

Surabaya, November 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penuaan dapat mengubah pola tidur, dimulai terjadi penurunan gelombang

tidur sehingga pada lansia kuantitas tidur yang dalam pada seseorang akan

berkurang (Cooke, dkk., 2011), dan dapat sebagai gejala atau gangguan.

Insomnia sebagai gangguan, keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan

tidur, kesulitan dalam mempertahankan tidur maupun kualitas tidur buruk dan

disertai keadaan penyulit (Buysse, 2008). Gejala insomnia sering terjadi pada

orang lanjut usia, seperti mengalami kesulitan memulai tidur dan

mempertahankan tidurnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau

mengganggu gaya hidup yang di inginkan (Surilena, 2004; Asmadi, 2008).

Pada tahun 2010 sekitar 67% dari 1.508 lansia di Amerika usia >65 tahun

melaporkan mengalami insomnia dan sebanyak 7,3% lansia mengeluhkan

gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia. Penelitian yang

dilakukan Yokoyama di Jepang pada lansia dengan usia ≥ 65 tahun

mendapatkan hasil bahwa Difficulty Maintaining Sleep (DMS) merupakan

gejala Insomnia dengan prevalensi paling tinggi, yaitu 22,9% sedangkan

Difficulty Initiating Sleep (DIS) merupakan gejala paling sedikit dengan

prevalensi 11,1%. (Yokoyama, dkk., 2010). Di Indonesia insomnia

menyerang sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun, setiap tahun

diperkirakan sekitar 20%-50% lansia melaporkan adanya insomnia dan

sekitar 17% mengalami insomnia yang serius. Prevalensi insomnia pada


lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67% (Puspitosari, 2011). Kasus insomnia

seringkali diabaikan dan tidak terlalu diperhatikan. Hanya sebagian kecil saja

penderita insomnia yang melaporkannya pada pelayanan kesehatan padahal

dampak yang ditimbulkannya cukup berat.

Pada lansia terjadi perubahan neurologis, yang terjadi akibat penurunan

jumlah neuron fungsi neurotransmitter juga berkurang. Lansia sering

mengeluh kesulitan untuk tidur, kesulitan untuk tetap terjaga, kesulitan untuk

tidur kembali tidur setelah terbangun di malam hari, terjaga terlalu cepat, dan

tidur siang yang berlebihan. Masalah ini diakibatkan oleh perubahan terkait

usia dalam siklus tidur-terjaga (Potter & Perry 2009). Gangguan tidur pada

lansia jika tidak segera ditangani akan berdampak serius dan akan menjadi

gangguan tidur yang kronis. Secara fisiologis, jika seseorang tidak

mendapatkan tidur yang cukup untuk mempertahankan kesehatan tubuh dapat

terjadi efek-efek seperti pelupa, konfusi dan disorientasi serta sering jatuh

yang akan menimbulkan kecelakaan akibat tidur (Asmadi, 2008; WHO,

2012).

Melihat akibat dari gangguan tidur pada lansia diatas diperlukan

penanganan atau sikap yang tepat untuk mengatasinya, seperti dengan

tindakan memberikan edukasi menghindari minum kopi, teh, soda dan

alkohol, serta merokok sebelum tidur, membatasi tidur siang,

mempertahankan suhu yang nyaman di kamar tidur : suara gaduh, cahaya,

dan temperatur dapat mengganggu tidur, membangun kontak sosial dan

aktivitas fisik secara teratur di siang hari dan lansia harus pula dibantu untuk

menghilangkan kecemasannya (Hardiwinoto, 2010).


Sebagai care giver perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan

secara langsung dan tidak langsung kepada lansia yang mengalamai

insomnia. Perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya

melalui proses penyembuhan untuk menangani insomnia dengan

menggunakan berbagai intervensi yang sudah direncanakan oleh perawat.

Sebagai pendidik, perawat juga dapat memberikan pendidikan kesehatan

kepada klien lansia dalam hal ini lansia yang mengalami insomnia. Sebagai

pemberi bimbingan atau konseling lansia perawat mengidentifikasi perubahan

pola tidur lansia terhadap keadaan sehat-sakitnya. Adanya pola interaksi ini

merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan

kehidupannya. Memberikan konseling/bimbingan kepada lansia dan

keluarganya tentang masalah insomnia yang bertujuan untuk . mengubah

perilaku hidup kearah perilaku hidup sehat. Sebagai advokat klien lansia,

perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien lansia dengan tim

kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan, membela kepentingan

klien dan klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang

diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun

profesional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak

sebagai narasumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan

terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien lansia khususnya

terkait insomnia. Dalam menjalankan peran sebagai advokat perawat harus

dapat melindungi dan memfasilitasi klien lansia dan keluarganya dalam

pelayanan keperawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal

(Potter & Perry, 2009).


1.2 TUJUAN

a. Tujuan Intruksional Umum :

Mahasiswa mampu memahami dan menyusun asuhan keperawatan

gerontik dengan insomnia.

b. Tujuan Instruksional Khusus :

1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep teori dan masalah

insomnia yang terjadi pada lansia.

2. Mahasiswa mampu meyusun asuhan keperawatan gerontik dengan

insomnia.

1.3 MANFAAT

a. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan penulis tentang asuhan keperawatan secara

komprehensif pada lansia dengan insomnia.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi penulis dapat mempraktikkan teori yang didapat, secara langsung

di lapangan dalam memberikan asuhan keperawatan secara

komprehensif pada lansia dengan insomnia.

2. Bagi lansia mendapatkan asuhan keperawatan komprehensif yang

sesuai dengan standar pelayanan keperawatan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP LANSIA

2.1.1 PERUBAHAN FISIOLOGIS TIDUR PADA LANSIA

Ritmik sirkadian tidur-bangun lansia juga sering terganggu. Jam biologik

lansia lebih pendek dan fase tidurnya lebih maju. Seringnya terbangun pada

malam hari menyebabkan keletihan, mengantuk, dan mudah jatuh tidur pada siang

hari. Dengan perkataan lain, bertambahnya umur juga dikaitkan dengan

kecenderungan untuk tidur dan bangun lebih awal. Toleransi terhadap fase atau

jadual tidur-bangun menurun, misalnya sangat rentan dengan perpindahan jam

kerja. Adanya gangguan ritmik sirkadian tidur juga berpengaruh terhadap kadar

hormon yaitu terjadi penurunan sekresi hormon pertumbuhan, prolaktin, tiroid,

dan kortisol pada lansia. Hormon-hormon ini dikeluarkan selama tidur dalam.

Sekresi melatonin juga berkurang. Melatonin berfungsi mengontrol sirkadian

tidur. Sekresinya terutama pada malam hari. Apabila terpajan dengan cahaya

terang, sekresi melatonin akan berkurang (Printz, dkk., 2000).

Fisiologi tidur dapat diterapkan melalui gambaran aktivitas sel-sel otak

selama tidur, dan dapat direkam dengan elektroensefalograf (EEG). Untuk

merekam otak orang yang sedang tidur, digunakan poligrafi EEG. Dengan cara ini

kita dapat merekam stadium tidur adalah sebagai berikut: (Haponik, 1990)
Gambar 2.1 Struktur tidur pada lansia dibandingkan dengan anak dan dewasa

muda

Sumber: (Haponik EF. Disorder Sleep in the Elderly dalam Principles of Geriatric

Medicine and Gerontology.Mc Graw-Hill Inc. 1990)

Stadium I dan II disebut sebagai tidur ringan, sedangkan Stadium III dan

IV sebagai tidur dalam. Stadium I, II, III dan IV disebut Stadium non-REM

(NREM). Stadium REM (Rapid Eye Movement) dikatakan sebagai tidur ringan,

sehingga stadium ini juga disebut sebagai paradoxical sleep. Pada stadium REM,

individu mengalami peristiwa mimpi dengan intensitas tinggi sehingga panca

indera ikut terangsang. Terdapat perubahan tidur secara subjektif dan objektif

pada usia lanjut, seperti pada tabel dibawah :


Tabel 2.1 Perubahan Pola Tidur pada Lansia

Pola tidur Laporan subjektif Pantauan objektif


Lamanya di tempat Meningkat Meningkat
tidur
Total waktu tidur Menurun Bervariasi (umumnya
menurun
Ancang-ancang tidur Meningkat Bervariasi (umumnya
(sleep latency) menurun)
Terjaga setelah dimuali Meningkat Meningkat
tidur
Tidur singkat pada Meningkat Meningkat
siang hari (daytime
naps)
Efisiensi tidur Menurun Menurun
Sumber: (Haponik EF. Disorder Sleep in the Elderly dalam Principles of Geriatric
Medicine and Gerontology.Mc Graw-Hill Inc. 1990)

Perubahan dalam struktur tidur pada usia lanjut, dimana yang paling

mencolok pada karakteristik tidur pada usia lanjut ialah konfirmasi poligrafik

pada upaya setelah dimulai tidur. Struktur tidur pada usia lanjut berubah dengan

meningkatnya stadium I sehingga terjadi fragmentasi atau disrupsi dari struktur

tidur. Perubahan struktur tidur seperti pada tabel dibawah :

Tabel 2.2 Perubahan dalam Struktur Tidur pada Usia Lanjut


Fase tidur Hasil polisomnografik
Non-rapid eye movement
(NREM) Meningkat
Stadium I Bervariasi (umumnya menurun)
Stadium II Menurun
Stadium III Menurun
Stadium IV
Rapid-eye movement (REM)
Kualitas Menurun
Distribusi Onset lebih awal cenderung kea rah periode
durasi yang sama (bukan perpanjangan yang
proporsif)
Sumber: (Haponik EF. Disorder Sleep in the Elderly dalam Principles of Geriatric
Medicine and Gerontology.Mc Graw-Hill Inc. 1990)
Berkurangnya tidur mempunyai dampak pada pemulihan fungsi tidur.
Gangguan tidur ini dapat diakibatkan oleh penyakit-penyakit sistematik yang jelas

(misalnya gagal jantung kongestif), sedangkan yang lain tanpa adanya penyebab.

Deprivasi tidur pada usia lanjut berkaitan dengan keletihan, iritabilitas, fungsi

kognitif yang terganggu, koordinasi yang kurang dan halusinasi.

2.1.2 GANGGUAN TIDUR PADA LANSIA

Dalam Diagnostic And Statictical Manual of Mental Disorders edisi

kelima (DSM-V, 2013), terdapat klasifikasi gangguan tidur-bangun yang

dimaksudkan untuk digunakan oleh kesehatan dan medis umum dokter jiwa (yang

merawat orang dewasa, usia lanjut, dan pasien anak). Individu dengan gangguan

ini biasanya menimbulkan keluhan tidur dan bangun, ketidakpuasan mengenai

kualitas, waktu, dan jumlah tidur. Tiga kategori utama gangguan tidur dalam

DSM-V adalah gangguan insomnia, gangguan hipersomnolen, dan narkolepsi.

Gangguan tidur primer terdiri atas dissomnia dan parasomnia. Dissomnia adalah

suatu kelompok gangguan tidur yang heterogen, ditandai dengan gangguan pada

jumlah, kualitas dan waktu tidur. Dissomnia terdiri dari : (i) insomnia primer, (ii)

hipersomnia primer, (iii) narkolepsi, (iv) gangguan tidur yang berhubungan

dengan pernafasan, (v) gangguan tidur irama sirkadian, dan (vi) dissomnia yang

tidak dapat terklasifikasi. Parasomnia adalah suatu kelompok gangguan tidur yang

dikaitkan dengan perilaku tidur dan peristiwa fisiologis yang dikaitkan dengan

tidur, stadium tidur tertentu atau perpindahan tidur bangun, serta kadang terjadi

pada lansia. Parassomnia terdiri dari : (i) gangguan mimpi menakutkan

(nightmare disorder), (ii) gangguan teror tidur, dan (iii) gangguan tidur berjalan.

Dari gangguan tidur primer tersebut, yang berkaitan dengan usia lanjut adalah
insomnia dan hipersomnia primer.

2.2 KONSEP DASAR INSOMNIA

2.2.1 DEFINISI INSOMNIA

Insomnia merupakan jenis gangguan tidur yang berdampak pada kesehatan

dan kualitas hidup seseorang (Dombrowsky, 2013). Kemudian lebih lanjut The

American of Academy Sleep Medicine (2011) dan Bakr, dkk., (2012),

menyebutkan bahwa insomnia adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

kesulitan tidur, seperti sulit untuk memulai dan mempertahankan tidur, yang

menyebabkan seseorang tidak dapat mencapai kualitas dan kuantitas tidur yang

diharapkan, defisiensi kegiatan, perasaan mengantuk, dan sulit berkonsentrasi di

siang hari.

2.2.2 KLASIFIKASI INSOMNIA

Menurut (Hidayat, 2008), insomnia dibagi menjadi tiga jenis yaitu :

Insomnia initial (ketidakmampuan untuk jatuh atau mengawali tidur), Insomnia

intermiten (ketidakmampuan mempertahankan tidur atau keadaan sering terjaga

dari tidur), dan Insomnia terminal (ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah

bangun tidur pada malam hari). Sedangkan menurut (Stanley, 2006), insomnia

dibagi menjadi :

a. Jangka pendek : berakhir beberapa minggu dengan muncul akibat

pengalaman stress yang bersifat sementara seperti kehilangan orang yang

dicintai, tekanan di tempat kerja. Biasanya kondisi ini dapat hilang tanpa

intervensi medis setelah orang itu beradaptasi dengan stressor.


b. Sementara : biasanya disebabkan oleh perubahan-perubahan lingkungan

seperti konstruksi bangunan yang bising atau pengalaman yang

menimbulkan ansietas.

c. Kronis : berlangsung selama 3 minggu atau seumur hidup. Disebabkan

kebiasaan tidur yang buruk, masalah psikologis, penggunaan obat tidur

yang berlebihan, penggunaan alkohol yang berlebihan, apnea tidur, dan

sindrom kaki gelisah, atau nyeri kronis.

2.2.3 ETIOLOGI INSOMNIA

Insomnia pada usia lanjut dihubungkan dengan penurunan memori,

konsentrasi terganggu dan perubahan kinerja fungsional, terjadinya pengurangan

pada gelombang lambat, terutama stadium empat, gelombang alfa menurun, dan

meningkatnya frekuensi terbangun di malam hari atau meningkatnya fragmentasi

tidur karena seringnya terbangun (Darmojo, 2005). Kemudian lebih lanjut

penyebab dalam (Tsou, 2013) dan (Guyton, 2007) adalah :

a. Penyakit fisik atau gejala sindrom nyeri berkepanjangan, penyakit

neurodegeneratif, gangguan sistemik-kardiovaskular (gagal jantung

kongestif atau dekompensasi), penyakit paru, gangguan kandung kemih

atau prostat, endokrinopati, keletihan, iritabilitas, gangguan fungsi

kognitif, koordinasi yang kurang dan halusinasi, serta sindrom otak

organik dan aliran darah otak seperti kejang, mengompol dan reluks

gastro-esofagus (Haponik, 1990).


b. Faktor lingkungan atau perilaku, termasuk diet dan nutrisi dan penggunaan

obat-obatan seperti kafein, alcohol, atau efek samping akibat obat resep

penyakit kronis.

c. Penyakit mental yang atau gejala seperti gangguan cemas, depresi,

demensia dan delirium, kehilangan identitas pribadi, atau dapat dikatakan

status kesehatan yang buruk.

d. Gangguan juga terjadi pada dalamnya tidur sehingga lansia sangat sensitif

terhadap stimulus lingkungan : lingkungan yang bising, cahaya yang

terang atau gelap, suhu yang ekstrim, kelembaban lingkungan, dan tatanan

yang tidak familiar mengganggu pola tidur seseorang.

e. Gangguan ritmik sirkadian tidur-bangun seperti seringnya terbangun pada

malam hari menyebabkan keletihan, mengantuk, dan mudah jatuh tidur

pada siang hari yang terlalu lama, dan toleransi terhadap fase atau jadwal

tidur-bangun menurun.

2.2.4 MANIFESTASI KLINIS INSOMNIA

Keluhan yang paling sering disampaikan oleh pasien insomnia yaitu : sulit

memulai tidur, sulit terbangun dari tidur, sulit untuk tidur kembali setelah bangun

di tengah malam serta cepatnya bangun di pagi hari (Lumabtobing, 2008).

Kemudian lebih lanjut dalam Diagnostic And Statictical Manual of Mental

Disorders edisi keempat (DSM-V, 2013), yang termasuk kriteria diagnostik dalam

insomnia adalah sebagai berikut :


a. Gangguan kuantitas dan kualitas tidur (sulit menginisiasi dan

mempertahankan tidur, serta terbangun dini hari dan tidak bisa tidur

kembali)

b. Menimbulkan penderitaan bermakna dan hendaya sosial, pekerjaan,

edukasi, akademik, dan perilaku atau fungsi penting lainnya

c. Kesulitan tidur terjadi ≥ 3 malam/minggu, selama ≥ 3 bulan

d. Kesulitan tidur terjadi meskipun kesempatan untuk tidur cukup

e. Tidak disebabkan oleh gangguan tidur-bangun lainnya (narkolepsi,

parasomnia, gangguan ritmik sirkadian, dll)

f. Tidak disebabkan oleh efek fisiologik zat (penyalahgunaan zat atau

medikasi)

g. Keberadaannya bersama dengan gangguan jiwa atau kondisi medik umum,

keluhan preinsomnia predominan

2.2.5 PATOFISIOLOGI INSOMNIA

Lanjut usia rentan mengalami insomnia karena adanya perubahan pola

tidur. Pada lanjut usia, tahap tidur yang terganggu biasanya adalah tahap ke

NREM 4. Keluhan insomnia pada lansia mencakup ketidakmampuan untuk

tertidur, sering terbangun, ketidakmampuan untuk kembali tidur, dan terbangun

pada dini hari. Karena insomnia merupakan gejala, maka perhatian harus

diberikan secara holistik baik biologis, emosional, dan medis.

Episode tidur REM pada lansia cenderung mengalami pemendekan.

Terdapat penurunan yang progresif pada tahap tidur NREM 3 dan NREM 4. Pada

beberapa lansia ditemukan tidak memiliki tahap NREM 4 (Perry & Potter, 2005).
Lanjut usia mudah terbangun pada malam hari dan mengalami kesulitan untuk

memulai tidur. Perubahan pola tidur yang dialami oleh lansia disebabkan oleh

perubahan pola sistem saraf pusat yang mengatur pola tidur. Penurunan kondisi

fisik dan sistem tubuh pada lansia mengurangi sensitifitas waktu dalam

pengaturan pola irama sirkadian. Perilaku tidur lansia mengalami perubahan.

Kesulitan untuk memulia tidur dimalam hari digantikan dengan tidur pada siang

hari. Hal ini dapat diakibatkan oleh munculnya penyakit kronik pada lansia seperti

lansia yang mengalami arthritis akan mengalami kesulitan tidur karena sulit untuk

relaksasi akibat nyeri yang dirasakan. Peningkatan jumlah tidur di siang hari pada

lansia meningkat seiring dengan kesulitan lansia untuk memulai dan

mempertahankan tidur pada malam hari.

Lebih lanjut dalam (Perry & Potter, 2005), kualitas tidur lansia mengalami

penurunan disebabkan oleh menurunnya fungsi tubuh. Menurunya fungsi tubuh

juga dapat berdampak bagi kualitas tidur seseorang. Beberapa masalah kesehatan

yang dapat mengganggu kualitas tidur lansia adalah arthritis, nyeri kronis, depresi,

gastroesophageal reflux disease, dan masalah kesehatan jantung. Lanjut usia

dengan masalah kesehatan jantung mengalami kesulitan untuk bernapas, nocturnal

awakenings, kesulitan bernapas. Lima puluh hingga tujuh puluh persen pasien

dengan gangguan pernapasan dilaporkan mengalami kesulitan untuk memulai dan

mempertahankan tidur.

2.2.6 DAMPAK INSOMIA

Menurut Diagnostic And Statictical Manual of Mental Disorders edisi

keempat (DSM-V, 2013), dampak insomnia pada lansia adalah adanya gangguan
psikiatrik (ansietas, depresi), penurunan kualitas hidup, gangguan fisik yang

menyebabkan penurunan kemampuan untuk bekerja, defisit kognitif (memori

mengalami penurunan, atensi menurun, dan penurunan kemampuan berbahasa),

peningkatan dalam penggunaan jasa pelayanan kesehatan.

2.2.7 PENATALAKSANAAN INSOMNIA

Menurut Kamel, dkk., 2006 menyebutkan bahwa penatalaksanaan

insomnia pada lansia dibagi menjadi 2 yakni:

1. Terapi Nonfarmakologis

Terapi nonfarmakologi khususnya behavioral therapies efektif

diharapkan menjadi pilihan pertama untuk insomnia kronis pada pasien

usia lanjut. Behavioral therapies terdiri dari beberapa metode yang

dapat diterapakan baik secara tunggal maupun kombinasi yaitu :

a. Stimulus control

Melalui metode ini pasien diedukasi untuk mengunakan tempat

tidur hanya untuk tidur dan menghindari aktivitas lain seperti

membaca dan menonton TV di tempat tidur. Ketika mengantuk

pasien datang ke tempat tidur, akan tetapi jika selama 15- 20 menit

berada disana pasien tidak bisa tidur maka pasien harus bangun dan

melakukan aktivitas lain sampai merasa mengantuk baru kembali

ke tempat tidur. Metode ini juga harus didukung oleh suasana

kamar yang tenang sehingga mempercepat pasien untuk tertidur.

Dengan metode terapi ini, pasien mengalami peningkatan durasi

tidur sekitar 30-40 menit. Terapi ini tidak hanya bermanfaat untuk

insomnia primer tapi juga untuk insomnia sekunder jika


dikombinasi dengan sleep hygiene dan terapi relaksasi.

b. Sleep restriction

Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi frekuensi tidur dan

meningkatkan sleep efficiency. Pasien diedukasi agar tidak tidur

terlalu lama dengan mengurangi frekuensi berada di tempat tidur.

Terlalu lama di tempat tidur akan menyebabkan pola tidur jadi

terpecah- pecah. Pada usia lanjut yang sudah tidak beraktivitas

lebih senang menghabiskan waktunya di tempat tidur namun,

berdampak buruk karena pola tidur menjadi tidak teratur. Melalui

Sleep Restriction ini diharapkan dapat menentukan waktu dan

lamanya tidur yang disesuaikan dengan kebutuhan.

c. Sleep higiene

Sleep Higiene bertujuan untuk mengubah pola hidup pasien dan

lingkungannya sehingga dapat meningkatkan kualitas tidur. Hal-hal

yang dapat dilakukan pasien untuk meningkatkan Sleep Higiene

yaitu: olahraga secara teratur pada pagi hari, tidur secara teratur,

melakukan aktivitas yang merupakan hobi dari usia lanjut,

mengurangi konsumsi kafein, mengatur waktu bangun pagi,

menghindari merokok dan minum alkohol 2 jam sebelum tidur dan

tidak makan daging terlalu banyak sekitar 2 jam sebelum tidur.

d. Terapi relaksasi

Tujuan terapi ini adalah mengatasi kebiasaan usia lanjut yang

mudah terjaga di malam hari saat tidur. Pada beberapa usia lanjut

mengalami kesulitan untuk tertidur kembali setelah terjaga. Metode


terapi relaksasi meliputi: melakukan relaksasi otot, guided imagery,

latihan pernapasan dengan diafragma, yoga atau meditasi. Pada

pasien usia lanjut sangat sulit melakukan metode ini karena tingkat

kepatuhannya sangat rendah.

e. Cognitive behavioral therapy

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan psikoterapi

kombinasi yang terdiri dari: stimulus control, sleep retriction,

terapi kognitif dengan atau tanpa terapi relaksasi.1 Terapi ini

bertujuan untuk mengubah maladaftive sleep belief menjadi

adaftive sleep belief. Sebagai contoh: pasien memiliki kepercayaan

harus tidur selama 8 jam setiap malam, jika pasien tidur kurang

dari 8 jam maka pasien merasa kualitas tidurnya menurun. Hal ini

harus dirubah mengingat yang menentukan kualitas tidur tidak

hanya durasi tetapi kedalaman tidur.

2. Terapi Farmakologis

Seperti pada terapi nonfarmakologi, tujuan terapi farmakologi adalah

untuk menghilangkan keluhan pasien sehingga dapat meningkatkan

kualitas hidup pada usia lanjut. Ada lima prinsip dalam terapi

farmakologi yaitu: menggunakan dosis yang rendah tetapi efektif,

dosis yang diberikan bersifat intermiten (3-4 kali dalam seminggu),

pengobatan jangka pendek (3-4 mimggu), penghentian terapi tidak

menimbulkan kekambuhan pada gejala insomnia, memiliki efek sedasi

yang rendah sehingga tidak mengganggu aktivitas sehari-hari pasien.

Selain kelima prinsip diatas, dalam memberikan obat harus


memperhatikan perubahan farmakokinetik dan farmokodinamik pada

usia lanjut. Pertambahan umur akan terjadi perubahan dalam distribusi,

metabolisme dan eliminasi obat yang berkaitan erat dengan timbulnya

efek samping obat. Terapi farmakologi yang paling efektif untuk

insomnia adalah golongan Benzodiazepine (BZDs) atau non-

Benzodiazepine. Obat golongan lain yang digunakan dalam terapi

insomnia adalah golongan sedating antidepressant, antihistamin,

antipsikotik. Menurut The NIH state-of-the-Science Conference obat

hipnotik baru seperti eszopiclone, ramelteon, zaleplon, zolpidem dan

zolpidem MR lebih efektif dan aman untuk usia lanjut. Beberapa obat

hipnotik yang aman untuk usia lanjut yaitu:

a. Benzodiazepine

Benzodiazepine (BZDs) adalah obat yang paling sering digunakan

untuk mengobati insomnia pada usia lanjut. BZDs menimbulkan

efek sedasi karena bekerja secara langsung pada reseptor

benzodiazepine.5 Efek yang ditimbulkan oleh BZDs adalah

menurunkan frekuensi tidur pada fase REM, menurunkan sleep

latency, dan mencegah pasien terjaga di malam hari. Ada beberapa

hal yang harus diperhatikan dalam pemberian BZDs pada usia

lanjut mengingat terjadinya perubahan farmakokinetik dan

farmakodinamik terkait pertambahan umur. Absorpsi dari BZDs

tidak dipengaruhi oleh penuaan akan tetapi peningkatan masa

lemak pada lanjut usia akan meningkatkan drug-elimination half

life, disamping itu pada usia lanjut lebih sensitif terhadap BZDs
meskipun memiliki konsentrasi yang sama jika dibandingkan

dengan pasien usia muda. Pilihan pertama adalah short-acting

BZDs serta dihindari pemakaian long acting BZDs. BZDs

digunakan untuk transient insomnia karena tidak dianjurkan untuk

penggunaan jangka panjang. Penggunaan lebih dari 4 minggu akan

menyebabkan tolerance dan ketergantungan. Golongan BZDs yang

paling sering dipakai adalah temazepam, termasuk intermediate

acting BZDs karena memiliki waktu paruh 8-20 jam. Dosis

temazepam adalah 15-30 mg setiap malam. Efek samping BZDs

meliputi: gangguan psikomotor dan memori pada pasien yang

diterapi short-acting BZDs sedangkan residual sedation muncul

pada pasien yang mendapat terapi long acting BZDs. Pada pasien

yang menggunakan BZDs jangka panjang akan menimbulkan

resiko ketergantungan, daytime sedation, jatuh, kecelakaan dan

fraktur.

b. Non-Benzodiazepine

Memiliki efek pada reseptor GABA dan berikatan secara selektif

pada reseptor benzodiazepine subtife 1 di otak. Obat ini efektif

pada usia lanjut karena dapat diberikan dalam dosis yang rendah.

Obat golongan ini juga mengurangi efek hipotoni otot, gangguan

perilaku, kekambuhan insomnia jika dibandingkan dengan obat

golongan BZDs. Zaleplon, zolpidem dan Eszopiclone berfungsi

untuk mengurangi sleep latency sedangkan ramelteon (melatonin

receptor agonist) digunakan pada pasien yang mengalami kesulitan


untuk mengawali tidur. Obat golongan non-benzodiazepine yang

aman pada usia lanjut yaitu:

1) Zaleplon

Ancoli- Israel menemukan keefektifan dan keamanan dari

zaleplon pada usia lanjut. Zaleplon dapat digunakan jangka

pendek maupun jangka panjang, tidak ditemukan terjadinya

kekambuhan atau withdrawal symptom setelah obat

dihentikan. Dosis dari zaleplon 5-10 mg, akan tetapi waktu

paruhnya hanya 1 jam.

2) Zolpidem

Zolpidem merupakan obat hipnotik yang berikatan secara

selektif pada reseptor benzodiazepine subtife 1 di otak.

Efektif pada usia lanjut karena tidak mempengaruhi sleep

architecture. Zolpidem memiliki waktu paruh 2,5-2,9 jam

dengan dosis 5-10 mg. Zolpidem merupakan kontraindikasi

pada sleep related breathing disorder dan gangguan hati.

Efek samping dari zolpidem adalah mual, dizziness, dan

efek ketergantungan jika digunakan lebih dari 4 minggu.

3) Eszopiclone

Golongan non-benzodiazepine yang mempunyai waktu

paruh paling lama adalah eszopiclone yaitu selama 5 jam

pada pasien usia lanjut. Scharf et al dalam penelitiannya

menyimpulkan eszopiclone 2 mg dapat menurunkan sleep

latency, meningkatkan kualitas dan kedalaman tidur,


meningkatkan TST pada pasien usia lanjut dengan insomnia

primer. Krystal AD et al dalam penelitiannya

menyimpulkan bahwa eszopiclone 3 mg setiap malam dapat

membantu mempertahankan tidur dan meningkatkan

kualitas tidur pada pasien usia lanjut dengan insomnia

kronik.

4) Sedating Antidepressant

Sedating antidepressant hanya diberikan pada pasien

insomnia yang diakibatkan oleh depresi. Amitriptiline

adalah salah satu sedating antidepressant yang digunakan

sebagai obat insomnia, akan tetapi pada usia lanjut

menimbulkan beberapa efek samping yaitu takikardi,

retensi urin, konstipasi, gangguan fungsi kognitif dan

delirium. Pada pasien usia lanjut juga dihindari penggunaan

trisiklik antidepresan. Obat yang paling sering digunakan

adalah trazodone. Walsh dan Schweitzer menemukan

bahwa trazodone dosis rendah efektif pada pasien yang

mengalami insomnia oleh karena obat psikotik atau

monoamnie oxidase inhibitor dan pada pasien yang

memiliki kontraindikasi terhadap BZDs. Dosis trazodone

adalah 25-50 mg perhari, efek samping dari trazodone

adalah: kelelahan, gangguan sistem pencernaan, dizziness,

mulut kering, sakit kepala dan hipotensi.


BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PADA LANSIA INSOMNIA

3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identitas Diri : nama, umur, agama, suku, pendidikan, alamat, dan

pekerjaan.

2. Status Kesehatan Sekarang

a. Keluhan utama : lansia yang mengalami insomnia umumnya


mengeluh tidak bisa tidur sama sekali pada malam hari, sering
terbangun dimalam hari dan kesulitan untuk memulai tidur kembali
sampai dengan esok harinya.
b. Riwayat penyakit sebelumnya : penyakit penyerta seperti, stroke,
parkinson, multiple sclerosis, cedera tulang belakang, tumor tulang
belakang, cedera parah di kepala, tumor otak, penyakit alzheimer,
epilepsi, hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung.
c. Obat-obatan : konsumsi penyakit penyerta misalnya antihistamin,
antidepresan, antipsikotik, antiandrogen, antikonvulsan, penghambat
beta, antagonis H2, diuretik, fibrat, sitotoksik, atau kortikosteroid.
Riwayat merokok dan minum-minuman beralkohol.
3. Perubahan Terkait Proses Menua
a. Kondisi umum : masalah tidur, dimana mengeluh tidak bisa tidur
sama sekali pada malam hari, sering terbangun dimalam hari dan
kesulitan untuk memulai tidur kembali sampai dengan esok harinya.
b. Pernapasan dan kardiovaskular : terkadang terjadi apnea saat tidur,
sesak, atau riwayat penyakit pernapasan sebelumnya. Nyeri dada
dimalam hari, paroximal nocturnal atau riwayat penyakit kardiovaskular
c. Psikososial dan Spiritual
Kondisi psikososial misal stress, depresi, ketakutan yang bisa
mempengaruhi kualitas tidur. Keluhan kesulitan konsentrasi sebagai
akibat insomnia.
4. Pengkajian Riwayat tidur

a. Ciri-ciri tidur : waktu yang diperlukan untuk memulai tidur, waktu

tidur dan bangun, jumlah jam tidur, jumlah dan lamanya bangun

malam, kualitas tidur, taraf kewaspadaan pada siang hari

(hipersomnolen), pola tidur sekejap (nap), apakah ada perubahan yang

terjadi pada pola tidur, riwayat masalah dan pengalaman pola tidur di

masa lalu, dan riwayat mengorok, napas periodik

b. Faktor potensial eksternal : penggunaan obat, alcohol dan kafein, diet ,

aktivitas dan rekreasi yang di lakukan sebelumnya, gejala disfungsi

system organ, gejala stress situasional

c. Evaluasi dampak masalah : lamanya gangguan tidur, derajat

ketidakberdayaan fungsional akibat gangguan tidur

Pada lansia dilakukan pengkajian melalui Pengkajian Kualitas Tidur

(PQSI) dan diberikan penilaian berdasarkan aturan penilaiannya.

1. Jam berapa biasanya anda mulai tidur malam?

2. Berapa lama anda biasanya baru bisa tertidur tiap malam?

3. Jam berapa anda biasanya bangun pagi?

4. Berapa lama anda tidur dimalam hari?

5. Seberapa sering masalah-masalah Tidak 1x 2x >3x


dibawah ini mengganggu tidur anda? pernah seminggu seminggu seminggu
a. Tidak mampu tertidur selama 30 menit
sejak berbaring
b. Terbangun ditengah malam atau terlalu
dini
c. Terbangun untuk ke kamar mandi
d. Tidak mampu bernafas dengan leluasa
e. Batuk atau mengorok
f. Kedinginan di malam hari
g. Kepanasan di malam hari
h. Mimpi buruk
i. Terasa nyeri
j. Alasan lain :
6. Seberapa sering anda menggunakan
obat tidur
7. Seberapa sering anda mengantuk ketika
melakukan aktifitas di siang hari
Tidak Kecil (1) Sedang Besar (3)
antusias (2)
(0)
8. Seberapa besar antusias anda ingin
menyelesaikan masalah yang anda
hadapi
Sangat Baik (1) Kurang Sangat
baik (0) (2) kurang (3)
9. Pertanyaan preintervensi : Bagaimana
kualitas tidur anda selama sebulan yang
lalu
Pertanyaan postintervensi : Bagaimana
kualitas tidur anda selama seminggu
yang lalu

Cara perhitungan Skor PSQI dan Interpretasi Skor

Komponen Keterangan Skor


Komponen 1 Skor pertanyaan #9
Komponen 2 Skor pertanyaan #2 + #5a Skor pertanyaan #2 (<15
menit=0), (16-30 menit=1), (31-60 menit=2), ( >60
menit=3) + skor pertanyaan #5a, jika jumlah skor dari
kedua pertanyaan tersebut jumlahnya 0 maka skornya = 0,
jika jumlahnya 1-2=1 ; 3-4=2 ; 56=3
Komponen 3 Skor pertanyaan #4 ( >7=0 ; 6-7=1 ; 5-6=2 ; <5=3 )
Komponen 4 Jumlah jam tidur pulas ( #4 ) / Jumlah jam ditempat tidur
( kalkulasi #1 & #3 ) x 100%, ( >85%=0 ; 75-84%=1 ; 65-
74%=2 ; <65%=3 )
Komponen 5 Jumlah skor 5b hingga 5j ( bila jumlahnya 0 maka skornya
=0, jika jumlahnya 1-9=1 ; 10-18=2 ; 18-27=3
Komponen 6 Skor pertanyaan #6
Komponen 7 Skor pertanyaan #7 + #8, jika jumlahnya 0 maka skornya
=0, jika jumlahnya 1-2=1 ; 3-4=2 ; 5-6=3
Total skor Jumlah skor komponen 1-7
INTERPRETASI:
JIKA TOTAL SKOR = ≤5 menunjukkan kualitas tidur
klien yang BAIK,
JIKA TOTAL SKOR = >5-21 menunjukkan kualitas tidur
klien yang BURUK
5. Data Fokus

Data subjektif Data objektif


a. Klien merasa lesu, a. Wajah nampak kurang
mengantuk sepanjang hari bergairah (letih,lesu, lemah)
b. Mengeluh susah tidur, kurang b. Ada lingkaran hitam di
istirahat, tidak puas tidur sekitar bawah mata, sclera
c. Pandangan dirasa kabur, berwarna merah
mata berkaca-kaca c. Prestasi kerja
d. Emosi meningkat, mudah menurun/kurang konsentrasi,
marah/tersinggung perhatian tidak fokus
e. Kepala pusing, berat d. Gelisah, sering menguap
f. Mengeluh sering terbangun e. Mudah tersinggung
6. Pemeriksaan Penunjang

a. Polisomnograf

b. Elektroencefalogram (EEG) adalah alat untuk mengukur aktivitas

listrik dalam korteks serebral (otak).

c. Elektromiogram (EMG) adalah alat untuk mengukur tonus otot.

d. Elektrookulogram (EOG) adalah alat untuk mengukur gerakan mata

dan memberikan informasi struktur aspek fisiologis tidur.

7. Diagnosis Penyimpangan Tidur

Seperti telah dijelaskan pada bab pembahasan di atas, gangguan tidur yang

mungkin terjadi adalah: Insomnia, somnabulisme, enuresis, narkolepsi,

nightmare/ night terrors (mimpi buruk) dan apnea / tidak bernapas dan/

atau mendengkur

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Insomnia (00095) berhubungan dengan : ansietas, berduka, depresi, faktor

lingkungan (mis. Kebisingan lingkungan sekitar, pajanan terhadap

cahaya/gelap, suhu/kelembapan lingkungan, tatanan yang tidak familier),


hygiene tidur tidak adekuat, agens farmaseutikal, ketidaknyamanan fisik

(mis. nyeri).

2. Deprivasi tidur (00096) berhubungan dengan : apnea tidur, demensia,

enuresis terkait tidur, hambatan lingkungan, hygine tidur yang tidak

adekuat terus menerus, hipersomnolen system saraf pusat idiopatik,

ketidaknyamanan lama (mis. fisik, psikologis), ketidaksinkronan irama

sirkandian yang terus menerus, narkolepsi (keinginan yang tidak terkendali

untuk tidur atau serangan mengantuk mendadak, sehingga dapat tertidur

pada setiap saat di mana serangan tidur itu datang), pergerakan ekstremitas

periodic (mis. sindrom resah kaki, mioklonus nocturnal), pergeseran tahap

tidur terkait penuaan, program pengobatan.

3. Gangguan pola tidur (000198) berhubungan dengan : halangan lingkungan

(misl. Bising, pajanan cahaya/gelap, suhu, kelembapan, lingkungan yang

tidak dikenal), kurang privasi.

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN


KEPERAWATAN TUJUAN DAN INTERVENSI
KRITERIA HASIL
Insomnia berhubungan NOC : NIC :
dengan : ansietas, - Tidur. Tidur
berduka, depresi, - Tingkat Nyeri 1. Observasi kondisi fisik
faktor lingkungan Setelah diberikan asuhan (apnea tidur, nyeri dan
(mis. Kebisingan keperawatan selama 2x24 frekuensi buang air
lingkungan sekitar, jam diharapkan : kecil), kondisi
pajanan terhadap - Klien mampu psikologis (ketakutan
cahaya/gelap, mencapai jam tidur atau kecemasan), pola
suhu/kelembapan yang teratur tidur dan jam tidur
lingkungan, tatanan - Klien mampu yang mengganggu
yang tidak familier), menerapkan pola tidur tidur klien.
hygiene tidur tidak lansia yang teratur 2. Anjurkan klien untuk
adekuat, agens dengan pengungkapan meminimalkan
farmaseutikal, kualitas tidur yang aktifitas yang
ketidaknyamanan fisik memuaskan dan berlebihan selama
(mis. nyeri). perasaan segar setelah terjaga untuk
tidur. menghindari
Batasan karakteristik : - Klien mampu kelelahan.
- Gangguan pola mengatasi kesulitan 3. Motivasi klien untuk
tidur tidur dan tidur yag menetapkan rutinitas
- Gangguan status terputus akibat nyeri. tidur untuk
kesehatan : - Manajemen menetapkan jam
penyakit jantung lingkungan dengan terjaga menuju tidur.
dan hipertensi tempat tidur dan suhu 4. Bantu klien untuk
- Kesulitan ruangan yang nyaman. membatasi tidur siang
memulai tidur. yang berlebihan
- Kesulitan tidur dengan menyediakan
nyenyak. aktifitas yang
- Pola tidur tidak meningkatkan kondisi
menyehatkan. terjaga dengan tepat.
- Tidur tidak Manajemen lingkungan :
memuaskan. kenyamanan
5. Sesuaikan lingkungan
yang tenang (misal,
cahaya kamar yang
redup, kebisingan,
suhu kamar yang
nyaman, keadaan
kasur, dan tempat
tidur) untuk
meningkatkan
relaksasi dan
kenyamanan tidur.
Tehnik Relaksasi dan
Manajemen Nyeri
6. Anjurkan klien untuk
melakukan teknik
relaksaasi : bernapas
dalam, menguap,
pernapasan perut atau
membayangkan yang
menyenangkan untuk
meningkatkan
memulai tidur, serta
penggunaan pakaian
longgar dan penutup
mata.
7. Bantu klien
menghilangkan situasi
ketidaknyamanan
sebelum tidur dengan
terapi relaksasi (misal,
dengan musik klasik
atau musik dengan
irama lambat) atau
membaca buku
sebelum tidur.
Deprivasi Tidur NOC: NIC :
Definisi : Periode 1. Peningkatan tidur 1. Kaji adanya gejala
waktu lama tanpa tidur (sleep enchancement) deprivasi tidur,
(terputusnya kesadaran seperti konfusi akut,
relative yang periodic Setelah dilakukan asuhan agitasi, ansietas,
dan alami secara terus keperawatan selama 3x24 gangguan perseptual,
menerus). jam pasien menunjukkan reaksi lambat, dan
tidur (sleep) dengan skala iritabilitas
Batasan Karakteristik 3 (sedang) pada setiap 2. Ajarkan dampak
- Ansietas indikator: apnea tidur pada
- Mengantuk di  Perasaan segar keamanan dan
siang hari setelah tidur (skala 3) kondisi psikologis
- Keletihan  Pola dan kualitas 3. Ajarkan pasien dan
tidur (skala 3) keluarga tentang
- Halusinasi
 Rutinitas tidur (skala factor yang
- Peningkatan 3) mengganggu tidur
sensitivitas  Jumlah waktu tidur (misalnya, stress,
terhadap nyeri yang terobservasi gaya hidup kacau,
- Ketidakmampu (skala 3) kerja sif, suhu tubuh
an untuk  Terjaga pada waktu terlalu dingin atau
konsentrasi yang tepat (skala 3) terlalu panas)
- Malaise 4. Diskusikan dengan
- Gangguan dokter tentang
perseptual pentingnya merevisi
(misalnya, program obat jika
gangguan sensasi obat tersebut
tubuh, waham, menimbulkan
dan perasaan gangguan tidur
melayang) 5. Diskusikan dengan
- Konfusi akut dokter tentang
- Agitasi, Apati penggunaan obat
tidur yang tidak
menekan tidur REM
(rapid eye movement)
6. Lakukan perujukan
yang dipelukan untuk
penanganan gejala
deprivasi tidur yang
parah (misalnya,
konfusi akut, agitasi,
atau ansietas)
BAB IV
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA TN. AN DENGAN GANGGUAN
TIDUR : INSOMNIA

4.1 PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2017 pukul 10.00 WITA,

di rumah kediaman Tn. AD di wilayah Sutorejo.

4.1.1 DATA DEMOGRAFI DAN KESEHATAN

(a) Karakteristik Demografi

1. Identitas Klien

 Nama : Tn. AD

 Umur : 70 tahun

 Jenis kelamin : Laki-laki

 Agama : Islam

 Pendidikan Terakhir : SD

 Status Perkawinan : Menikah

 Pekerjaan : Tidak bekerja

 Suku Bangsa : Indonesia

 Alamat rumah : Jalan Raya Sutorejo, 15

2. Identitas Keluarga Terdekat/ keluarga dimana klien tinggal

 Nama : Ny. RJ

 Alamat : Jalan Raya Sutorejo, 15

 Hubungan dengan klien : Istri

3. Riwayat Pekerjaan
 Pekerjaan saat ini : Tidak bekerja

 Pekerjaan sebelumnya : Pedagang

 Sumber pendapatan : Keluarga (anak)

 Kecukupan dari kebutuhan : Cukup

4. Riwayat Keluarga

 Saudara kandung

Tabel 3.1 Data saudara kandung


No. Nama Alamat Keterangan
1. Ny. CA Sidoarjo Adik kandung
(almh)

 Riwayat kematian dalam keluarga (1 tahun terakhir)

o Nama :-

o Usia :-

o Penyebab :-

5. Lingkungan Tempat Tinggal

 Jenis rumah/ tempat tinggal : permanen

 Jenis lantai rumah : keramik (kondisi lantai

kering dan bersih)

 Jumlah kamar : 3 kamar

 Penerangan rumah : cukup (terdapat jendela pada

setiap kamar)

 Apakah rumah bertingkat : tidak

 Privasi : ya

 Resiko injury : tidak ada

 Tempat tidur : aman (tidak terlalu tinggi)


 Alat dapur                            : tertata rapi

 WC :   aman (posisi duduk ,ada

pegangan )

 Kebersihan lingkungan :  bersih (tidak ada barang

membahayakan)

 Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah :  6 orang

 Derajat privasi : klien, 1 istri, 1 anak, 1

menantu, 2 cucu.

 Tetangga Terdekat : ada

6. Aktifitas rekreasi dan pengisian waktu luang

 Hoby/ interes : memancing dan memelihara ayam

dan bunga

 Bepergian/ wisata : jalan – jalan ke pantai atau ke

tempat wisata, ± sebulan sekali dan ke rumah anak-anak dan

cucu.

 Kunjungan keluarga : sering, apabila pada saat hari raya.

 Keanggotaan organisasi : tidak ada.

 Lain-lain : tidak ada.

7. Sistem Pendukung

 Perawat/Bidan/Dokter/Fisioterafi* :  ada

 Jarak dari rumah :  10  km/meter*

 Rumah Sakit :  ada, jarak 5 km

 Klinik :  tidak ada, jarak - km


 Pelayanan Kesehatan Di rumah :  tidak ada

 Makanan yang dihantarkan :  tidak ada

 Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga: tidak ada

8. Deskripsi Kekhususan

 Kebiasaan Ritual : sholat 5 waktu

 Yang lainnya : Tidak ada

9. Uraian dari kegiatan khusus sehari-hari

Tabel 3.2 Uraian kegiatan sehari-hari Tn. AD dengan Hipertensi


Tipe/ Jenis Kegiatan Waktu
Bangun pagi + Shalat 04.30 WIB
Mandi, bersih-bersih 06.00 WIB
Makan pagi 07.00 WIB
Menyiram tanaman, 08.00-10.00 WIB
berkebun, bersih-bersih
kandang ayam
Makan siang + Shalat 11.30-12.30 WIB
Istirahat siang 14.00-16.00 WIB
Mandi 17.00 WIB
Shalat berjamaah di 17.30-18.00 WIB
masjid
Makan malam 18.30 WIB
Nonton TV/ bermain 18.45-20.00 WIB
dengan cucu
Istirahat malam 21.0-04.30 IB

4.1.2 KARAKTERISTIK KESEHATAN

a. Status kesehatan saat ini

 Keluhan utama yang dirasakan :

Klien mengatakan mengalami gangguan tidur selama 6 bulan

terakhir, dimana klien tidak bisa tidur sama sekali pada malam

hari, sering terbangun dimalam hari dan kesulitan untuk

memulai tidur kembali sampai dengan esok harinya. Klien juga


mengatakan jumlah tidur malam sekitar 1-2 jam, keluhan

sering mengantuk ketika di tengah siang hari dan selepas

magrib, sehingga ia sering tidur pada pukul 2 siang hingga 4

sore. Klien merasakan tidur sedikit dirasa sangat kurang dan

membuat residen tidak bisa bangun dengan perasaan segar.

Biasanya, klien tidur sekitar pukul 23.00 malam, dan terbangun

pada pukul 01.30 atau 02.00 dan tidak bisa memulai tidur

kembali, ia pun menunaikan shalat tahajud. Aktifitas klien

sebelum tidur adalah menonton televisi. Klien juga menyalakan

lampu saat tidur. Klien merasa lemas, mengantuk, kesulitan

untuk konsentrasi, kadang pusing, dan mata agak berkunang-

kunang.

 Riwayat kesehatan dalam 1 tahun terakhir :

Keluarga mengatakan klien juga memiliki riwayat jantung dan

penyakit tekanan darah tinggi sejak lama. Klien sudah ±5 kali

mengalami serangan jantung dan serangan jantung terakhir

dialami oleh klien kurang dari setahun yang lalu, yang terjadi

pada malam hari. Klien sudah menderita penyakit jantung

selama ±15 tahun, jika beraktifitas berat, klien sesak napas,

nyeri dada, lelah, dan kaki terasa nyeri saat berjalan jauh yang

nyerinya berlanjut hingga pada malam hari dan saat berjalan.

Klien mengatakan juga sering cemas pada nyeri dada ringan

yang berulang di malam hari. Hal ini juga mengganggu tidur.

Bila tekanan darah tingginya kambuh, klien mengeluh sakit


kepala, mata berkunang-kunang, dan nyeri di tengkuk yang

muncul saat kelelahan. Setelah di cek ke Puskesmas, didapati

tekanan darah rata-rata klien adalah selalu diatas 150 mmHg

atau sekitar 170-200 mmHg. Saat ini klien mengkonsumsi

terapi medis secara rutin yaitu Isosorbid denitrat, Ascordia,

Vascardin, Isodril, Cefadroxil, Alprazolam, dan Ambroxol 3x1.

Klien setiap bulan rutin check-up kesehatan ke rumah sakit.

Tidak ada riwayat alergi klien baik makanan, obat atau faktor

lingkungan. Selain itu, keluarga mengatakan klien mengalami

penurunan pendengaran juga sudah lama, sehingga agak susah

dalam berkomunikasi dengan klien.

4.1.3 PERUBAHAN TERKAIT PROSES MENUA

Pengkajian Fungsi Fisiologis

1) Kondisi Umum :
Ya Tidak
Kelelahan : Ya -
Perubahan BB : - Tidak
Perubahan nafsu : - Tidak
makan
Masalah tidur : Ya, klien mengeluh tidak bisa -
tidur sama sekali pada malam
hari, sering terbangun
dimalam hari dan kesulitan
untuk memulai tidur kembali
sampai dengan esok harinya.
Klien juga mengatakan
jumlah tidur malam sekitar 1-
2 jam saja.
Kemampuan ADL : Ya, mampu melakukan -
sendiri secara mandiri dan
pelan pelan.
KETERANGAN : Klien mengalami Insomnia. Klien biasa tidur
siang selama satu sampai dengan dua jam. Klien
mengatakan jumlah waktu tidurnya saat ini
masih belum memenuhi kualitas tidur yang
residen harapkan. Klien membiarkan televisi
menyala dan menonton televisi sampai pagi hari
karena sulit memulai dan mempertahankan tidur
dimalam hari. Klien mengatakan badan terasa
pegal-pegal, mudah lelah saat melakukan
aktifitas, sukar berkonsentrasi dan sering
mengantuk saat melakukan aktifitas disiang hari.
Klien mengatakan saat bangun tidur merasa tidak
segar dan jumlah waktu tidur nya sangat kurang,
serta sulit memejamkan mata dan
mempertahankan tidur. Klien ingin tidur dengan
cukup sehingga disiang hari residen tidak merasa
mengantuk dan ingin lebih bertenaga dan
bersemangat saat melakukan aktifitas disiang
hari tanpa ada rasa kantuk.

2) Integumen
Ya Tidak
Lesi / luka : - Tidak
Pruritus : - Tidak
Perubahan pigmen : - Tidak
Memar : - Tidak
Pola penyembuhan : - Tidak
lesi
KETERANGAN : Pada pengkajian fisik integument, normal dan
tidak ditemukan masalah. Warna kulit klien sawo
matang, tidak ada luka insisi, nyeri tekan atau
edema.

3) Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan abnormal : - Tidak
Pembengkakan : - Tidak
kelenjar limfe
Anemia : - Tidak
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah.

4) Kepala
Ya Tidak
Sakit kepala : - Tidak
Pusing : - Tidak
Gatal pada kulit : - Tidak
kepala
KETERANGAN : Pengkajian fisik pada kepala, bentuk kepala normal,
rambut lurus, keadaan kebersihan cukup terjaga,
rambut jarang-jarang, beruban, tidak ada benjolan,
luka atau nyeri tekan, serta tidak ada masalah.

5) Mata
Ya Tidak
Perubahan : Ya -
penglihatan
Pakai kacamata : Ya -
Kekeringan mata : - Tidak
Nyeri : - Tidak
Gatal : - Tidak
Photobobia : - Tidak
Diplopia : - Tidak
Riwayat infeksi : - Tidak
KETERANGAN : Pada pengkajian fisik mata, bentuk mata kanan dan
kiri simetris, konjungtiva merah muda, sclera putih
agak keruh, pupil isokor, terdapat kantung mata,
terdapat lingkaran hitam sekitar bawah mata,
keadaan berair, padangan berkunang-kunang. Klien
menggunakan kacamatan konkav dan hanya
digunakan saat membaca.

6) Telinga
Ya Tidak
Penurunan pendengaran : Ya -
Discharge : - Tidak
Tinitus : - Tidak
Vertigo : - Tidak
Alat bantu dengar : - Tidak
Riwayat infeksi : - Tidak
Kebiasaan membersihkan : Ya -
telinga
Dampak pada ADL : Tidak
KETERANGAN : Pada pengkajian fisik telinga, bentuk
simetris, keadaan kebersihan terjaga, tidak
ada luka, ada penurunan pendengaran,
tampak serumen.

7) Hidung sinus
Ya Tidak
Rhinorrhea : - Tidak
Discharge : - Tidak
Epistaksis : - Tidak
Obstruksi : - Tidak
Snoring : - Tidak
Alergi : - Tidak
Riwayat infeksi : - Tidak
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah.
8) Mulut dan Tenggorokan
Ya Tidak
Nyeri telan : - Tidak
Kesulitan : - Tidak
menelan
Lesi : - Tidak
Perdarahan gusi : - Tidak
Caries : - Tidak
Perubahan rasa : - Tidak
Gigi palsu : - Tidak
Riwayat Infeksi : - Tidak
Pola sikat gigi : 2 x sehari, pagi dan sore hari saat mandi.
KETERANGA : Pada pengkajian fisik mulut, keadaan mulut bersih, gigi
N tampak berih dan terawat dengan baik walupun tidak
lengkap, mukosa bibir lembab, dan tidak ada
pembengkakan stonsil.

9) Leher
Ya Tidak
Kekakuan : - Tidak
Nyeri tekan : - Tidak
Massa : - Tidak
KETERANGA : Pengkajian fisik pada leher, bentuk normal dan tidak
N ditemukan masalah.

10) Pernafasan
Ya Tidak
Batuk : - Tidak
Nafas pendek : - Tidak
Hemoptisis : - Tidak
Wheezing : - Tidak
Asma : - Tidak
KETERANGA : Respiration Rate = 21 x/menit.
N Tidak ditemukan masalah. Pada pengkajian fisik inspeksi
dan palpasi dada, bentuk simetris, gerakan dada kanan
dan kiri simetris, tidak ada kelainan pada dada, terdengar
suara sonor diseluruh lapang paru, suara napas vesikuler,
tidak ada suara napas tambahan, tidak ada nyeri tekan
atau edema.

11) Kardiovaskuler
Ya Tidak
Chest pain : Ya, klien mengeluh -
terkadang nyeri ringan
datang saat malam hari
ketika akan tidur saja.
Palpitasi : - Tidak
Dipsnea : - Tidak
Paroximal : - Tidak
nocturnal
Orthopnea : - Tidak
Murmur : - Tidak
Edema : - Tidak
KETERANGAN : Blood Pressure = 140/100 mmHg. Nadi = 90 x/menit.
Nyeri akut. P = cemas pada penyakit jantungnya/
kelelahan beraktifitas, Q = ditusuk-tusuk, R =
diseluruh bagian dada, S = skala nyeri 2-3 (0-10), T =
dimalam hari ketika akan tidur.
Bunyi jantung S1 S2 tunggal regular, tidak ada
murmur dan gallop. Saat pengkajian tidak ada keluhan
nyeri dada

12) Gastrointestinal
Ya Tidak
Disphagia : - Tidak
Nausea / vomiting : - Tidak
Hemateemesis : - Tidak
Perubahan nafsu : - Tidak
makan
Massa : - Tidak
Jaundice : - Tidak
Perubahan pola BAB : - Tidak
Melena : - Tidak
Hemorrhoid : - Tidak
Pola BAB : 1-2 x sehari.
KETERANGAN : Tinggi Badan = 175 cm dan Berat Badan = 70 kg.
pengkajian fisik inspeksi dan palpasi pada abdomen,
bentuk simetris, tidak ada ascites, tidak ada nyeri
tekan, bising usus normal 12x/ menit.
Klien tidak memiliki masalah pada makan, dimana
klien sehari-hari makan 3x yaitu pada pagi hari dan
siang hari. Tidak ada keluhan disphagia, nausea atau
perubahan nafsu makan. Porsi makan klien tidak
banyak dan keluarga juga sudah paham dengan diet
rendah garam karena klien memiliki riwayat
hipertensi dan jantung, klien biasa sarapan pagi
dengan roti atau havermout dan susu low fat.
Sedangkan di siang dan malam hari, klien biasa
makan nasi dengan sayur dan lauk. Klien minum air
putih sebanyak ±8 gelas/hari.
Klien tidak mengalami masalah pada pola eliminasi.
Klien defekasi sebanyak satu sampai dengan dua kali
sehari. Tidak ada hambatan saat defekasi, konsistensi
lembut dan tidak keras.
13) Perkemihan
Ya Tidak
Dysuria : - Tidak
Frekuensi : Tidak ada
Hesitancy : - Tidak
Urgency : - Tidak
Hematuria : - Tidak
Poliuria : - Tidak
Oliguria : - Tidak
Nocturia : - Tidak
Inkontinensia : - Tidak
Nyeri : - Tidak
berkemih
Pola BAK : 5-6 x sehari.
KETERANGA : Tidak ada masalah. Klien mengatakan tidak memiliki
N hambatan saat miksi. Klien melakukan miksi sebanyak
kurang lebih lima sampai dengan enam kali dan tidak
mengalami inkontinensia.

14) Reproduksi
Ya Tidak
Lesi : - Tidak
Discharge : - Tidak
Postcoital bleeding : - Tidak
Nyeri pelvis : - Tidak
Prolap : - Tidak
Riwayat menstruasi : Tidak
Aktifitas seksual : Tidak ada masalah.
Pap smear : Tidak
KETERANGAN : Tidak ada masalah.

15) Mukuloskeletal
Ya Tidak
Nyeri Sendi : Ya, bila berjalan atau -
berdiri atau melakukan
aktifitas berat yang
terlalu lama
Bengkak : - Tidak
Kaku sendi : - Tidak
Deformitas : - Tidak
Spasme : - Tidak
Kram : - Tidak
Kelemahan otot : - Tidak
Masalah gaya : - Tidak
berjalan
Nyeri punggung : - Tidak
Pola latihan :
Dampak ADL : Lebih berhati-hati dalam beraktivitas.
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada ekstremitas atas dan bawah
klien. Tidak terdapat kelainan pergerakan atau
kekakuan sendi, tidak ada luka, tidak teraba benjolan
atau massa, tidak ada edema dan kekuatan otot 5, tidak
ada edema atau clubbing finger.
Klien dapat berjalan tanpa bantuan, namun jari kaki
klien akan terasa nyeri jika berjalan lama dan terasa
agak kaku, namun tidak mengganggu mobilisasi klien.
Klien dapat beraktifitas secara mandiri tanpa bantuan,
baik makan, mandi, aktifitas di kamar mandi,
berpindah dan beberapa aktifitas lainnya. Tidak ada
keluhan nyeri sendi, bengkak, kaku sendi kram atau
kelemahan otot. Aktifitas klien jika dirumah pada pagi
hari setelah bangun tidur, klien biasa duduk didepan
teras menghadap halaman untuk sarapan. Kemudian
dilanjutkan dengan menyiram bunga, berkebun dan
mengurusi peliharan ayam, seperti membersihkan dan
memberi makan ayamnya setiap pagi. Pada malam
hari, klien selalu menyempatkan waktu untuk
berbincang dan bermain bersama cucu. Keluarga
mengatakan klien adalah lansia yang cukup aktif pada
kegiatan masyarakat, seperti kegiatan senam lansia
yang diadakan sebulan dua kali dan selalu shalat
magrib berjamaah di masjid.

16) Persyarafan
Ya Tidak
Headache : - Tidak
Seizures : - Tidak
Syncope : - Tidak
Tic/tremor : - Tidak
Paralysis : - Tidak
Paresis : - Tidak
Masalah memori : - Tidak
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah.

Pengkajian Potensi Pertumbuhan Psikososial Dan Spiritual


Psikososial YA Tidak
Cemas : Ya -
Depresi : - Tidak
Ketakutan : Ya -
Insomnia : Ya -
Kesulitan dalam : - Tidak
mengambil keputusan
Kesulitan konsentrasi : Ya -
Mekanisme koping : Ketika tidak bisa tidur, Tn. AD menunaikan
shalat tahajud. Dan dilanjutkan denga
kegiatan paginya seperti mengurusi kebun dan
ayam.
Persepsi tentang kematian : Tidak ada.
Dampak pada ADL : Klien mengeluhkan kelelahan, sulit
berkonsentrasi dan lemas akibat tidak tidur dengan cukup.
Spiritual
 Aktivitas ibadah : Tn. AD rajin beribadah, shalat 5 waktu.
 Hambatan : Tidak ada.
KETERANGAN :
Konsep diri : klien mengatakan merasa bersyukur dan puas
dengan keadaannya yang diusia tua saat ini masih bisa beraktifitas dengan
baik.
Emosi dan adaptasi : Keadaan emosi klien stabil dan terkontrol. Klien
membuka diri dan menerima kehadiran orang asing dengan ramah. Klien
mengatakan mampu beradaptasi dengan keadaan dirinya yang tidak bisa
beraktifitas berat karena penyakit jantungnya, namun ia juga khawatir
dengan serangan nyeri dada pada malam hari yang terjadi tiba-tiba.
Status mental : klien dalam keadaan kompos mentis, tidak ada
demensia, orientasi dan berbicara normal dengan menggunakan Bahasa
Indonesia diselingi dengan Bahasa Jawa. Kemampuan klien dalam membaca
dan berinteraksi normal dan baik.

4.1.4 PENGKAJIAN KUALITAS TIDUR (PSQI)

5. Seberapa sering masalah-masalah Tidak 1x 2x >3x


dibawah ini mengganggu tidur anda? pernah seminggu seminggu seminggu
a. Tidak mampu tertidur selama 30 menit √
sejak berbaring
b. Terbangun ditengah malam atau terlalu √
dini
c. Terbangun untuk ke kamar mandi √
d. Tidak mampu bernafas dengan leluasa √
e. Batuk atau mengorok √
f. Kedinginan di malam hari √
g. Kepanasan di malam hari √
h. Mimpi buruk √
i. Terasa nyeri √
j. Alasan lain :
6. Seberapa sering anda menggunakan √
obat tidur
7. Seberapa sering anda mengantuk √
ketika melakukan aktifitas di siang
hari
Tidak Kecil (1) Sedang Besar (3)
antusias (2)
(0)
8. Seberapa besar antusias anda ingin √
menyelesaikan masalah yang anda
hadapi
Sangat Baik (1) Kurang Sangat
baik (0) (2) kurang(3)
9. Pertanyaan preintervensi : √
Bagaimana kualitas tidur anda
selama sebulan yang lalu
Pertanyaan postintervensi :
Bagaimana kualitas tidur anda
selama seminggu yang lalu
5. Jam berapa biasanya anda mulai tidur malam? Klien mengatakan

biasanya tidur malam sekitar pukul 21.30. tetapi dalam 6 bulan

terakhir klien mengeluh tidur pukul 22.00.

6. Berapa lama anda biasanya baru bisa tertidur tiap malam? Klien

mengatakan biasanya ia baru bisa tertidur pukul 23.00 atau

menjelang pukul 24.00.

7. Jam berapa anda biasanya bangun pagi? Klien mengatakan ia

biasanya bangun pukul 04.00 pagi untuk shalat subuh. Namun, 6

bulan terakhir ini ia terbangun pukul 02.00 dan tidak bisa tertidur

lagi hingga pagi harinya.

8. Berapa lama anda tidur dimalam hari? Klien mengatakan ia hanya

tertidur 1-2 jam saja.

Cara perhitungan Skor PSQI dan Interpretasi Skor

Komponen Keterangan Skor


Komponen 1 Skor pertanyaan #9 3
Komponen 2 Skor pertanyaan #2 + #5a Skor pertanyaan #2 (<15 5
menit=0), (16-30 menit=1), (31-60 menit=2), ( >60
menit=3) + skor pertanyaan #5a, jika jumlah skor dari
kedua pertanyaan tersebut jumlahnya 0 maka skornya =
0, jika jumlahnya 1-2=1 ; 3-4=2 ; 56=3
Komponen 3 Skor pertanyaan #4 ( >7=0 ; 6-7=1 ; 5-6=2 ; <5=3 ) 3
Komponen 4 Jumlah jam tidur pulas ( #4 ) / Jumlah jam ditempat tidur 2
( kalkulasi #1 & #3 ) x 100%, ( >85%=0 ; 75-84%=1 ;
65-74%=2 ; <65%=3 )
Komponen 5 Jumlah skor 5b hingga 5j ( bila jumlahnya 0 maka 1
skornya =0, jika jumlahnya 1-9=1 ; 10-18=2 ; 18-27=3
Komponen 6 Skor pertanyaan #6 0
Komponen 7 Skor pertanyaan #7 + #8, jika jumlahnya 0 maka skornya 3
=0, jika jumlahnya 1-2=1 ; 3-4=2 ; 5-6=3
Total skor Jumlah skor komponen 1-7 17,
INTERPRETASI: KUALITAS
JIKA TOTAL SKOR = ≤5 menunjukkan kualitas tidur TIDUR
klien yang BAIK, KLIEN
JIKA TOTAL SKOR = >5-21 menunjukkan kualitas BURUK
tidur klien yang BURUK

4.1.5 SKALA DEPRESI GERIATRI (GDS)


Pertanyaan Ya Tidak
No
1 Apakah anda telah meninggalkan banyak - Tidak
kegiatan akhir-akhir ini?
2 Apakah anda sering merasa hampa/kosong di Ya -
dalam hidup ini?
3 Apakah anda sering merasa bosan? Ya -
4 Apakah anda merasa mempunyai harapan Ya -
yang baik di masa depan?
5 Apakah anda mempunyai pikiran jelek yang Ya -
menggangu terus menerus?
6 Apakah anda memiliki semangat yang baik Ya -
setiap saat?
7 Apakah takut bahwa sesuatu yang buruk akan Ya -
terjadi pada anda?
8 Apakah anda merasa bahagia sebagian besar Ya -
waktu?
9 Apakah anda merasa tidak mampu berbuat Tidak
apa-apa?
10 Apakah anda sering merasa gelisah Ya -
11 Apakah anda lebih senang tinggal dirumah Ya -
daripada keluar dan mengerjakan sesuatu?
12 Apakah anda akhir-akhir ini sering pelupa? Ya -
13 Apakah anda pikir bahwa hidup anda - Tidak
sekarang menyenangkan?
14 Apakah anda merasa serimg marah-marah? Ya -
15 Apakah anda sering menanggis? Ya -
16 Apakah anda merasa senang waktu bangun Ya -
tidur?
  Skore 13 (Mild Depression) 13 3
4.1.6 TINGKAT KERUSAKAN INTELEKTUAL (Short Portable Mental
Status Quisioner/ SPMSQ)
Salah Nomor Pertanyaan
Benar
√ 1 Tanggal berapa hari ini?
√ 2 Hari apa sekarang?
√ 3 Apa nama tempat ini?
√ 4 Dimana alamat anda?
√ 5 Berapa umur anda?
√ 6 Kapan anda lahir?
√ 7 Siapa presiden Indonesia?
√ 8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
√ 9 Siapa nama ibu anda?
√ 10 Kurangi 3 dari 2 dan tetap pengurangan 3 dari setiap
angka baru, secara menurun
INTEPRETASI : 2 = FUNGSI INTELEKTUAL
UTUH

TINGKAT KERUSAKAN INTELEKTUAL (Mini Mental State


Examination/ MMSE)
Aspek Skor Skor Kriteria
Kognitif maksimum manula
Orientasi 5 5 Sekarang (hari), (tgl), (blan), (tahun), berapa dan
(musim) apa?
Orientasi 5 5 Sekarang kita berada dimana? (jalan), (no rumah),
(kota), (kabupaten), (propinsi)
Registrasi 3 3 Pewawancara menyebutkkan nama 3 buah benda,
1 detik untuk tiap benda. Kemudian mintalah
manula menggulang ke 3 nama tersebut. Berikan
satu angka untuk setiap jawaban yang benar. Bila
masih salah, ulanglah penyebutan ke 3 nama
benda tersebut, sampai 3x pengulangan.
Perhatian 5 4 Hitunglah berturut-turut selang 7 mulai dari 100
dan ke bawah 1 angka untuk tiap jawaban yang benar.
kalkulasi Berhenti setelah 5 hitungan (93, 86, 79, 72, 65).
Kemungkinan lain : ejalah kata “dunia” dari akhir
ke awal (a-i-n-u-d)
Mengingat 3 3 Tanyalah kembali nama ke 3 benda yang telah
disebutkan di atas. Berikan 1 angka untk setiap
jawaban yang benar
Bahasa 9 8 a.    Apakah nama benda-benda ini? (perlihatkan
pensil dan arloji) (2 angka)
b.    Ulanglah kalimat berikut ”jika tidak atau
tapi”(1 angka)
c.    Laksanakan 3 buah perintah ini. “peganglah
selembar kertas dengan tangan kananmu,
lipatlah kertas itu pada pertengahan dan
letakanlah di lantai (3 angka)
d.   Bacalah dan laksnakan perintah
berikut:”PEJAMKAN MATA ANDA”(1
ANGKA)
e.    Tulislah sebuah kalmiat (1angka)
f.     Tirulah gambar ini (1 angka)
   

 
Skor total 28 Tidak ada gangguan kognitif

4.1.7 ANALISA DATA

NO. DATA MASALAH


1. DS : Insomnia (00095)
- Klien mengatakan mengalami gangguan tidur selama
6 bulan terakhir, dimana klien tidak bisa tidur sama
sekali pada malam hari, sering terbangun dimalam
hari dan kesulitan untuk memulai tidur kembali
sampai dengan esok harinya.
- Klien juga mengatakan jumlah tidur malam sekitar 1-
2 jam, keluhan sering mengantuk ketika di tengah
siang hari dan selepas magrib, sehingga ia sering
tidur pada pukul 2 siang hingga 4 sore.
- Klien merasakan tidur sedikit dirasa sangat kurang
dan membuat residen tidak bisa bangun dengan
perasaan segar.
- Klien mengatakan tidur sekitar pukul 23.00 malam,
dan terbangun pada pukul 01.30 atau 02.00 dan tidak
bisa memulai tidur kembali, ia pun menunaikan
shalat tahajud.
- Klien mengatakan aktifitas sebelum tidur adalah
menonton televisi. Klien juga menyalakan lampu
saat tidur. Klien merasa lemas, mengantuk, kesulitan
untuk konsentrasi, kadang pusing, dan mata agak
berkunang-kunang.

DO :
- Pada pengkajian fisik mata, terdapat kantung
mata, terdapat lingkaran hitam sekitar bawah
mata, keadaan berair, padangan berkunang-
kunang.
- Berdasarkan jumlah intrepetasi skor PSQI = 17,
yaitu kualitas tidur klien yang buruk.
- Tanda vital klien Blood Pressure = 140/100
mmHg. Nadi = 90 x/menit. Respiration Rate = 21
x/menit.
- Pada pengkajian klien mengeluh cemas pada
penyakit jantungnya/ kelelahan beraktifitas, nyeri
dirasa ditusuk-tusuk diseluruh bagian dada, skala
nyeri 2-3 (0-10), dan terjadi di dimalam hari
ketika akan tidur dan tengah malam.
- Bunyi jantung S1 S2 tunggal regular, tidak ada
murmur dan gallop. Saat pengkajian tidak ada
keluhan nyeri dada.

2. DS : Nyeri akut (00132)


- Klien mengatakan mengalami gangguan tidur selama
6 bulan terakhir, dimana klien tidak bisa tidur sama
sekali pada malam hari, sering terbangun dimalam
hari dan kesulitan untuk memulai tidur kembali
sampai dengan esok harinya.
- Keluarga mengatakan klien juga memiliki riwayat
jantung dan penyakit tekanan darah tinggi sejak
lama. Klien sudah ±5 kali mengalami serangan
jantung dan serangan jantung terakhir dialami oleh
klien kurang dari setahun yang lalu, yang terjadi
pada malam hari. Klien sudah menderita penyakit
jantung selama ±15 tahun.
- Klien mengatakan mampu beradaptasi dengan
keadaan dirinya yang tidak bisa beraktifitas berat
karena penyakit jantungnya, namun ia juga khawatir
dengan serangan nyeri dada pada malam hari yang
terjadi tiba-tiba.
DO :
- Tanda vital klien :
Blood Pressure = 140/100 mmHg. Nadi = 90
x/menit. Respiration Rate = 21 x/menit.
- Pada pengkajian kardiovaskular klien : bunyi jantung
S1 S2 tunggal regular, tidak ada murmur dan gallop.
Saat pengkajian ada keluhan nyeri dada.
- Pada pengkajian klien mengeluh cemas pada
penyakit jantungnya/kelelahan beraktifitas, nyeri
dirasa ditusuk-tusuk diseluruh bagian dada, skala
nyeri 2-3 (0-10), dan terjadi di dimalam hari ketika
akan tidur dan tengah malam.

4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1) Insomnia (00095) berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik : nyeri.
2) Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agen cedera biologis
(penyakit jantung)

4.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN


KEPERAWATAN TUJUAN DAN INTERVENSI
KRITERIA HASIL
Insomnia NOC : NIC :
berhubungan - Tidur. Tidur
dengan - Tingkat Nyeri 8. Observasi kondisi
ketidaknyamana Setelah diberikan asuhan fisik (apnea tidur,
fisik : nyeri. keperawatan selama nyeri dan
2x24 jam diharapkan : frekuensi buang
Batasan - Klien mampu mencapai air kecil), kondisi
karakteristik : jam tidur yang psikologis
- Gangguan pola teratur (ketakutan atau
tidur - Klien mampu kecemasan), pola
- Gangguan menerapkan pola tidur dan jam tidur
status tidur lansia yang yang mengganggu
kesehatan : teratur dengan tidur klien.
penyakit pengungkapan 9. Anjurkan klien
jantung dan kualitas tidur yang untuk
hipertensi memuaskan dan meminimalkan
- Kesulitan perasaan segar aktifitas yang
memulai tidur. setelah tidur. berlebihan selama
- Kesulitan tidur - Klien mampu terjaga untuk
nyenyak. mengatasi kesulitan menghindari
- Pola tidur tidak tidur dan tidur yag kelelahan.
menyehatkan. terputus akibat 10. Motivasi klien
- Tidur tidak nyeri. untuk menetapkan
memuaskan. - Manajemen rutinitas tidur
lingkungan dengan untuk menetapkan
tempat tidur dan jam terjaga
suhu ruangan yang menuju tidur.
nyaman. 11. Bantu klien untuk
membatasi tidur
siang yang
berlebihan dengan
menyediakan
aktifitas yang
meningkatkan
kondisi terjaga
dengan tepat.
Manajemen
lingkungan :
kenyamanan
12. Sesuaikan
lingkungan yang
tenang (misal,
cahaya kamar
yang redup,
kebisingan, suhu
kamar yang
nyaman, keadaan
kasur, dan tempat
tidur) untuk
meningkatkan
relaksasi dan
kenyamanan tidur.
Tehnik Relaksasi
dan Manajemen
Nyeri
13. Anjurkan klien
untuk melakukan
teknik relaksaasi :
bernapas dalam,
menguap,
pernapasan perut
atau
membayangkan
yang
menyenangkan
untuk
meningkatkan
memulai tidur,
serta penggunaan
pakaian longgar
dan penutup mata.
14. Bantu klien
menghilangkan
situasi
ketidaknyamanan
sebelum tidur
dengan terapi
relaksasi (misal,
dengan musik
klasik atau musik
dengan irama
lambat) atau
membaca buku
sebelum tidur.
Nyeri akut NOC : NIC :
Definisi : 1. Pain Level, Pain Management
Sensori yang tidak 2. Pain control,  Lakukan pengkajian
menyenangkan dan 3. Comfort level nyeri secara
pengalaman Kriteria Hasil : komprehensif
emosional yang 4. Mampu termasuk lokasi,
muncul secara mengontrol nyeri karakteristik, durasi,
aktual atau potensial (tahu penyebab frekuensi, kualitas
kerusakan jaringan nyeri, mampu dan faktor
atau menggunakan presipitasi
menggambarkan tehnik  Observasi reaksi
adanya kerusakan nonfarmakologi nonverbal dari
(Asosiasi Studi untuk ketidaknyamanan
Nyeri mengurangi  Gunakan teknik
Internasional): nyeri, mencari komunikasi
serangan mendadak bantuan) terapeutik untuk
atau pelan 5. Melaporkan mengetahui
intensitasnya dari bahwa nyeri pengalaman nyeri
ringan sampai berat berkurang pasien
yang dapat dengan  Kaji kultur yang
diantisipasi dengan menggunakan mempengaruhi
akhir yang dapat manajemen nyeri respon nyeri
diprediksi dan 6. Mampu  Bantu pasien dan
dengan durasi mengenali nyeri keluarga untuk
kurang dari 6 bulan. (skala, intensitas, mencari dan
Batasan frekuensi dan menemukan
karakteristik : tanda nyeri) dukungan
 Laporan secara 7. Menyatakan rasa  Kontrol lingkungan
verbal atau non nyaman setelah yang dapat
verbal nyeri berkurang mempengaruhi
 Fakta dari 8. Tanda vital nyeri seperti suhu
observasi dalam rentang ruangan,
 Posisi antalgic normal pencahayaan dan
untuk kebisingan
menghindari
 Kurangi faktor
nyeri
presipitasi nyeri
 Gerakan
 Pilih dan lakukan
melindungi
penanganan nyeri
 Tingkah laku
(farmakologi, non
berhati-hati
farmakologi dan
 Muka topeng
inter personal)
 Gangguan tidur
(mata sayu,  Kaji tipe dan
tampak capek, sumber nyeri untuk
sulit atau menentukan
gerakan kacau, intervensi
menyeringai)  Ajarkan tentang
 Terfokus pada teknik non
diri sendiri farmakologi
 Fokus  Evaluasi keefektifan
menyempit kontrol nyeri
(penurunan  Tingkatkan istirahat
persepsi waktu,  Monitor penerimaan
kerusakan proses pasien tentang
berpikir, manajemen nyeri
penurunan Analgesic
interaksi dengan Administration
orang dan  Tentukan lokasi,
lingkungan) karakteristik,
 Tingkah laku kualitas, dan derajat
distraksi, nyeri sebelum
contoh : jalan- pemberian obat
jalan, menemui  Cek instruksi dokter
orang lain tentang jenis obat,
dan/atau dosis, dan frekuensi
aktivitas,  Cek riwayat alergi
aktivitas
 Pilih analgesik yang
berulang-ulang)
diperlukan atau
 Respon autonom
kombinasi dari
(seperti
analgesik ketika
diaphoresis,
pemberian lebih
perubahan
dari satu
tekanan darah,
 Tentukan pilihan
perubahan nafas,
analgesik
nadi dan dilatasi
tergantung tipe dan
pupil)
beratnya nyeri
 Perubahan
autonomic dalam  Tentukan analgesik
tonus otot pilihan, rute
(mungkin dalam pemberian, dan
rentang dari dosis optimal
lemah ke kaku)  Monitor vital sign
 Tingkah laku sebelum dan
ekspresif (contoh sesudah pemberian
: gelisah, analgesik pertama
merintih, kali
menangis,  Berikan analgesik
waspada, tepat waktu
iritabel, nafas terutama saat nyeri
panjang/berkelu hebat
h kesah)  Evaluasi efektivitas
 Perubahan dalam analgesik, tanda dan
nafsu makan dan gejala (efek
minum samping)
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Insomnia adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan

tidur, seperti sulit untuk memulai dan mempertahankan tidur, yang menyebabkan

seseorang tidak dapat mencapai kualitas dan kuantitas tidur yang diharapkan,

defisiensi kegiatan, perasaan mengantuk, dan sulit berkonsentrasi di siang hari

(The American of Academy Sleep Medicine,2011) dan (Bakr, dkk., 2012).

Menurut Diagnostic And Statictical Manual of Mental Disorders edisi

keempat (DSM-V, 2013), insomnia pada lansia akan berdampak pada adanya

gangguan psikiatrik (ansietas, depresi), penurunan kualitas hidup, gangguan fisik

yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk bekerja, defisit kognitif

(memori mengalami penurunan, atensi menurun, dan penurunan kemampuan

berbahasa), peningkatan dalam penggunaan jasa pelayanan kesehatan.

5.2 Saran
Insomnia dapat menimbulkan kecemasan dan gangguan yang kompleks

pada lansia. Oleh karena itu, perawat diharuskan untuk memberikan asuhan

keperawatan kepada lansia dengan insomnia secara komprehensif dengan

melibatkan peran keluarga dalam proses keperawatannya. Selain itu perawat juga

harus berkolaborasi dengan petugas kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, dan

fisioterapi dalam menyusun intervensi keperawatan yang nantinya akan

diimplementasikan kepada lansia. Pada konteks ini pemahaman dan kerja sama

oleh lansia maupun keluarga merupakan hal yang penting untuk proses

kesembuhan lansia itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

1. Asmadi, 2008, Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi


Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
2. Bakr, I M., Elaziz, A KM., Ezz, N., Fahim, H I. 2012. Research paper:
Insomnia in institutionalized older people in Cairo, Egypt: Prevalence and
risk factors associated. European Geriatric Medicine 3 (2012) 92–96.
3. Buysse, D.J. 2008. Chronic Insomnia. Journal Psychiatry, 165: 678–686.
4. Cooke, J. R., S. Ancoli-Israel. 2011. Normal and Abnormal Sleep in the
Elderly. Handbook of Clinical Neurology, 98:653–665.
5. Darmojo, 2005, Proses Menua Dan Implikasi Kliniknya. Buku Ajar
Penyakit Dalam Jilid I (ed. 5), Fakultas Kedokteran UI, Jakarta
6. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima
(DSM-V), American Psychiatric Association, 2013;hal. 361-363.
7. Gehrman, P. dan S. Ancoli-Israel. 2010. Insomnia in the Elderly. Dalam
Insomnia Diagnosis and Treatment. Editor M.J. Sateia dan D.J. Buysse.
Informa Health. New York: 90–91.
8. Guyton, 2007, Aktivitas Otak-Tidur. Dalam Buku Ajar Fisiologi
kedokteran-ed.9. Jakarta: EGC.
9. Hardiwinoto, 2010, Panduan Gerontologi Tinjauan dari BeberapaAspek.
Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama
10. Kamel NS, Gammack JK. Insomnia in the Elderly: Cause, Approach, and
Treatment. The American Journal of Medicine. 2006;119:463-469.
11. Lumbantobing, SM. Gangguan Tidur. 2008. Jakarta:Balai Penerbit FKUI
12. Perry & Potter, 2009, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, Dan Praktik. Jakarta: EGC.
13. Printz PN, Vittelo MV. Sleep disorders. Dalam: Comprehensive Textbook
of Psychiatry. Sadock BJ, Sadock VA, eds, 7th ed, Lippincott Williams &
Wilkins. A Wolters Kluwer Co.; 2000. hal. 3053-59.
14. Puspitosari, 2011, Gangguan Pola Tidur Pada Kelompok Usia Lanjut,
Journal Kedokteran Trisakti, Januari-April, Vol.21, No 1.
15. Surilena. Gangguan Tidur Pada Lansia dan Penanganannya. Yayasan
Kesehatan Jiwa “Dharmawangsa”. 2004. XXXVII(1)
16. Tsou, Eng-Ting. 2013. Prevalence And Risk Factors For Insomnia In
Community-Dwelling Elderly In Northern Taiwan. Journal of Clinical
Gerontology & Geriatrics.
17. Yokoyama, E., Y. Kaneita, Y. Saito, M. Uchiyama, Y. Matsuzaki, T.
Tamaki, T. Munezawa dan T. Ohida. 2010. Association between
Depression and Insomnia Subtypes: A Longitudinal Study on the Elderly
in Japan. Sleep, 33: 1693–1702.

Anda mungkin juga menyukai