Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN
Pada Lansia dengan Masalah Gangguan Pola Tidur

Disusun oleh :

OKKY VIRGINIA VALENTIN (2021030149)

PROGRAM KHUSUS S1 KEPERAWATAN


STIKES HUSADA JOMBANG
2021/2022

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa yang senantiasa
melimpahkan Kasih sayang dan rahmat-Nya, dan telah memberikan kekuatan,
kesempatan, dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menyusun
Asuhan Keperawatan ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan
Masalah Gangguan Pola Tidur” Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah
satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan S1 Keperawatan Fakultas ILmu
Kesehatan. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada BPK
vendi kurniawan S.Kep.Ners., M.Kes. selaku dosen pembimbing yang selama ini telah
membimbing dan memberikan saran, kritik, dan dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan tugas ini. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik serta masukan yang
membangun dari semua pihak bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pelayanan
keperawatan.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesempatan untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan
makan, aktivitas, maupun kebutuhan dasar lainnya. Setiap individu membutuhkan
istirahat dan tidur untuk memulihkan kembali kesehatannya. Tidur adalah suatu
keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan
urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan
otak dan badaniah yang berbeda (Tarwoto & Wartonah, 2006).
Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tanpa jumlah tidur dan
istirahat yang cukup,kemampuan untuk berkonsentrasi dan beraktivitas akan menurun
serta meningkatkan iritabilitas (Potter & Perry, 2003). Tidur adalah status perubahan
kesadaran ketika persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun. Tidur
dikarakteristikkan dengan aktivitas metabolisme tubuh menurun (Choppra, 2003),
tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis tubuh, dan penurunan
respons terhadap stimulus eksternal (Wahid, 2007). Pola istirahat dan tidur yang biasa
dari seorang yang masuk rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lain dengan
mudah dipengaruhi oleh penyakit atau rutinitas pelayanan kesehatan yang tidak dikenal.
(Potter & Perry, 2005).
Manusia menggunakan sepertiga waktu dalam hidup untuk tidur. Data hasil
polling tidur di Amerika oleh NSF didapat bahwa ternyata wanita lebih 2 banyak
mengalami gangguan tidur dibandingkan dengan laki – laki, yaitu 63% : 54%
(National Sleep Foundation, 2007).
Orang Lanjut Usia (Lansia), menurut defenisi World Health Organization
(WHO), adalah orang usia 60 tahun ke atas yang terdiri dari (1) usia lanjut (elderly)
60-74 tahun, (2) usia tua (old) 75-90 tahun, dan (3) usia sangat lanjut (very old)
diatas 90 tahun ( Raharja, 2013). Indonesia meupakan salah satu negara berkembang
yang jumlah penduduknya berusia 60 tahun keatas semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan usia
harapan
(UHH) . Pada tahun 2000 UHH di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan persentase
populasi lansia adalah 7,18%) . Angka ini meningkat menjadi 69,43% tahun pada
tahun 2010 (dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011
menjadi 69,65 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,58% (Kemenkes,
2013). Peningkatan usia harapan hidup tersebut bisa karena pengaruh kemajuan di
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dibidang kedokteran. Kualitas
hidup merupakan salah satu hal yang penting untuk diperhatikan kerena menurut
konstitusi WHO,kesehatan meliputi kesehatan fisik, mental, serta social secara
keseluruhan. Pengukuran kesehatan, serta perawatan kesehatan tidak hanya
ditunjukan oleh perubahan frekuensi dan beratnya penyakit, melainkan juga harus
meliputi kenyamanan hidup yang dapat dinilai melalui peningkatan kualitas hidup
(Pangkahila, 2007).
WHO mengartikan kualitas hidup sebagai persepsi individu mengenai
posisinya dalam kehidupan , dalam konteks kultur dan system nilai dimana mereka
hidup, dan dalam hubungan dengan tujuan , harapan ,standar yang ada, dan perhatian
mereka (Pangkahila, 2007). Sedangkan kualitas hidup lansia merupakan suatu
komponen yang kompleks , mencakup usia harapan hidup, kepuasan dalam
kehidupan,kesehatan psikis dan mental, fungsi kognitif, kesehatan dan fungsi fisik,
pendapatan, kondisi tempat tinggal, dukungan social dan jaringan social (Sutikno,
2011). Lansia dikatakan memiliki hidup yang berkualitas apabila mereka memiliki
kondisi fungsional yang optimal, sehingga mereka dapat menikmati masa tuanya
dengan penuh makna, membahagiakan dan berguna.
Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk
dapat berfungsi dengan baik dan merupakan salah satu aspek yang dapat
berpengaruh pada kualitas hidup manusia. Terdapat perbedaan pola tidur pada lansia
dibandingkan dengan usia muda (Prayitno, 2002). Pada kelompok usia lanjut,
kebutuhan tidur akan berkurang dan mereka cenderung lebih mudah bangun dari
tidurnya. Pada usia 12 tahun kebutuhan untuk tidur adalah 9 jam, berkurang menjadi
8 jam pada usia 20 tahun, 7 jam pada usia 40 tahun, 6 jam setengah pada usia 60
tahun dan 6 jam pada usia 80 tahun (Prayitno, 2002).
Dengan bertambahnya jumlah lansia, maka jumlah permasalahan pada lansia
juga akan bertambah. Lebih dari 80% penduduk usia lanjut menderita penyakit fisik
yang mengganggu fungsi mandirinya. Sejumlah 30% pasien yang menderita sakit
fisik tersebut menderita kondisi komorbid psikiatrik, terutama depresi dan ansietas .
Sebagian besar usia lanjut yang menderita penyakit fisik dan gangguan mental
tersebut menderita gangguan tidur (Prayitno, 2002).
Gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67% dan yang paling
sering ditemukan adalah insomnia. Gangguan juga terjadi pada dalamnya tidur
sehingga lansia sangat sensitif terhadap stimulus lingkungan. Selama tidur malam,
seseorang dewasa muda normal akan terbangun sekitar 2-4 kali. Hal ini berbeda
dengan lansia yang lebih sering terbangun (Amir, 2007).
Indonesia adalah suatu negara berkembang yang memiliki umur harapan
hidup penduduk yang semakin meningkat seiring dengan perbaikan kualitas hidup
dan pelayanan kesehatan secara umum. Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa
seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya (Kosasih dkk, 2004).
Indonesia juga termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia
(aging structured population) karena mempunyai jumlah penduduk lansia ini antara
lain disebabkan karena tingkat social ekonomi masyarakat yang meningkat,
kemajuan dibidang pelayanan kesehatan, dan tingkat pengetahuan masyarakat yang
meningkat. Jumlah penduduk pada lansia tahun 2006 sebesar 19 juta jiwa dengan
usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010, diprediksikan jumlah lansia sebesar
23,9 juta (9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan, pada tahun
2020 diprediksikan jumlah lansia sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan
hidup 71,1 tahun (Efendi, 2009).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari Makalah ini adalah untuk memberikan Asuhan
Keperawatan pada Pasien Lansia dengan Masalah Gangguan Pola Tidur.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Pasien dengan masalah
gangguan tidur penulis mampu :
a. Melakukan pengkajian pada Pasien dengan prioritas masalah kebutuhan
dasar Tidur.
b. Menegakkan diagnosa pada pasien dengan prioritas masalah kebutuhan dasar
Tidur.
c. Melakukan intervensi keperawatan pada pasien dengan prioritas masalah
kebutuhan dasar Tidur.
d. Melakukan implementasi keperawatan berdasarkan rencana keperawatan
yang sudah dibuat pada pasien dengan prioritas masalah kebutuhan dasar
Tidur.
e. Melakukan evaluasi hasil akhir terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan pada pasien dengan prioritas masalah kebutuhan dasar Tidur.
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam memberi asuhan
keperawatan kepada lansia untuk meningkatkan kebutuhan tidur yang
mengalami terganggu pola tidurnya.
2. Bagi Pasien dengan Gangguan Pola Tidur
Makalah ini diharapkan Dapat membantu perawat untuk memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan masalah gangguan tidur.
BAB II
KONSEP TEORI

1) Konsep Teori Masalah Gangguan Tidur


1. Pengertian Tidur
Tidur dapat diartikan sebagai suatu keadaan tak sadarkan diri yang relatif
dan ini diperlukan agar sel-sel dalam tubuh dapat memulihkan kondisinya (Siti
Maryam & Mia, 2010). Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana
persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat
di bangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup (Asmadi,
2008). Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan
tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-
masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda (Tarwoto &
Wartonah, 2006).
Seseorang dapat dikategorikan sedang tidur apabila terdapat tanda tanda
sebagai berikut :
1. Aktifitas fisik minimal.
2. Tingkat Kesadaran yang Bervariasi.
3. Terjadinya Perubahan-Perubahan proses fisiologis tubuh , dan
4. Penurunan respons terhadap rangsangan dari luar.
Pada waktu tidur terjadi perubahan tingkat kesadaran yang brfluktuasi.
Tingkat kesadaran pada organ-organ pengindraan berbeda-beda, organ
pengindraan yang mengalami penurunan kesadaran yang paling dalam selama
tidur adalah indra penciuman. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya kasus
kebakaran yang terjadi pada malam hari tanpa disadari oleh penghuninya yang
sedang tidur. Organ pengindraan yang mengalami penurunan tingkat kesadaran
yang paling kecil adalah indra pendengaran dan rasa sakit. Ini menjelaskan
mengapa orang-orang yang sakit dan berada dalam lingkungan yang bising acap
kali tidak dapat tidur.
2. Fisiologi Tidur
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya
hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan
menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktifitas tidur ini
diatur oleh system pengativasian retikularis yang merupakan system yang
mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan
kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan kewaspadaan dan tidur terletak dalam
mesensefalon dan bagian atas pons (Potter & Perry, 2005).
Selain itu, Reticular activating system (RAS) dapat memberi rangsangan
Visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari
korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan
sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin.
Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum serotonin
dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu Bulbar
synchronizing regional (BSR), sedangkan bangun tergantung dari keseimbangan
implus yang diterima dipusat otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam
tidur adalah RAS dan BSR (Potter & Perry, 2005).
3. Pengaturan Tidur
Tidur merupakan aktifitas yang melibatkan susunan saraf pusat ,saraf
perifer, endokrin, kardiovaskuler, respirasi, dan musculoskeletal (Robinson
1993, dalam Potter ). Tiap kejadian tersebut dapat diidentifikasikan atau direkam
dengan elektroensefalogram (EEG) untuk aktifitas listrik otak, pengukuran tonus
otot, dengan menggunakan elektromiogram (EMG), dan elektrookulogram
(EOG) untuk mengukur pergerakan mata.
Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara dua
mekanisme serebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat
otak untuk tidur dan bangun. Reticuler activating system (RAS) di bagian batang
otak atas diyakini mempunyai sel-sel khusus dalam mempertahankan
kewaspadaan dan kesadaran. RAS memberikan stimulus visual, audiotori, nyeri,
dan sensorik raba. Juga menerima stimulus dari korteks serebri (emosi dan
proses pikir).
Pada keadaan sadar mengakibatkan neuron-neuron dalam RAS
melepaskan katekolamin, misalnya neropinefrin. Saat tidur mungkin disebabkan
oleh pelepasan serum serotonin dari sel-sel spesifik di pons dan batang otak
tengah yaitu bulbar synchronizing regional (BSR). Bangun dan tidurnya
seseorang tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima dari pusat otak,
reseptor sensorik perifer misalnya bunyi, stimulus cahaya, dan system 8imbic
seperti emosi.
Seseorang yang mencoba untuk tidur, mereka menutup matanya dan
berusaha dalam posisi rileks. Jika ruangan gelap dan tenang aktivitas RAS
menurun, pada saat itu BSR mengeluarkan serum serotonin (Tarwoto &
Wartonah, 2006).
Tahapan Tidur menurut (Tarwoto & Wartonah, 2006)
1. Tidur NREM
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM
gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang sadar atau tidak
tidur. Tanda-tanda tidur NREM antara lain : mimpi berkurang, keadaan
istirahat, tekanan darah turun, kecapatan pernapasan menurun, metabolisme
turun, dan gerakan bola mata lambat.
a. Tahapan Tidur NREM
1) NREM Tahap 1
a) Tingkat transisi.
b) Merespons Cahaya.
c) Berlangsung beberapa menit.
d) Mudah terbangun dengan rangsangan.
e) Aktifitas fisik, tanda vital, dan metabolisme menurun.
f) Bila terbangun terasa sedang bermimpi.
2) NREM Tahap 2
a) Periode suara tidur.
b) Mulai relaksasi otot.
c) Berlangsung 10-20 menit.
d) Fungsi Tubuh berlangsung lambat.
e) Dapat dibangunkan dengan mudah.
3) NREM Tahap 3
a) Awal tahap dari keadaan tidur nyenyak.
b) Sulit dibangunkan.
c) Relakasi otot menyeluruh.
d) Tekanan darah menurun.
e) Berlangsung 15-30 menit.
4) NREM Tahap 4
a) Tidur nyenyak.
b) Sulit untuk dibangunkan, butuh stimulus intensif.
c) Untuk restorasi dan istirahat , tonus otot menurun.
d) Sekresi lambung menurun.
e) Gerak bola mata cepat.
2. Tidur REM
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur
paradoksial. Hal tersebut berarti tidur REM ini sifatnya nyenyak sekali,
namun fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat sangat aktif .
Tidur REM ditndai dengan mimpi, otot-otot kendor, tekanan darah
bertambah, gerakan mata cepat ( mata cenderung bergerak bolak-balik),
sekresi lambung meningkat, ereksi penis pada lakilaki, gerakan otot tidak
teratur, kecepatan jantung, dan Pernapasan tidak teratur sering lebih cepat,
serta suhu dan metabolisme meningkat.
Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan
menunjukkan gejala- gejala sebagai berikut :
a. Cenderung Hiperaktif.
b. Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi (emosi labil).
c. Nafsu makan bertambah.
d. Bingung dan Curiga.
Tahapan Tidur REM
a. Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur NREM.
b. Pada orang dewasa normal REM yaitu, 20-25% dari tidur malamnya.
c. Jika individu terbangun pada tidur REM, maka biasanya terjadi mimpi.
d. Tidur REM penting untuk keseimbangan mental, emosi juga berperan
dalam belajar, memori, dan adaptasi.
Karakteristik Tidur REM
a. Mata : Cepat, tertutup dan terbuka.
b. Otot- otot : Kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.
c. Pernapasan : Tidak teratur, kadang dengan apnea.
d. Nadi : Cepat dan regular.
e. Tekanan Darah : Meningkat atau Fluktuasi.
f. Sekresi gaster : Meningkat.
g. Metabolisme : Meningkat, temperature tubuh naik.
h. Gelombang otak : EEG aktif.
i. Siklus tidur : Sulit dibangunkan.

4. Siklus Tidur
Secara normal, pada orang dewasa, pola tidur rutin dimulai dengan periode
sebelum tidur, selama seseorang terjaga hanya pada rasa kantuk yang bertahap
berkembang secara teratur. Periode ini secara normal berakhir 10 sampai 30
menit, tetapi untuk seseorang yang memiliki kesulitan untuk tertidur, akan
berlangsung satu jam atau lebih (Potter & Perry, 2005).
Ketika seseorang tertidur, biasanya melewati 4 sampai 6 siklus tidur penuh,
tiap siklus terdiri dari 4 tahap dari tidur NREM dan satu periode dari tidur REM.
Pola siklus biasanya berkembang dari tahap 1 menuju tahap 4 NREM, diikuti
kebalikan tahap 4 ke 3, lalu ke 2, diakhiri dengan periode dari tidur REM.
Seseorang biasanya mencapai tidur REM sekitar 90 menit ke siklus tidur (Potter &
Perry, 2005).
Tiap-tiap siklus yang berhasil, tahap 3 dan 4 memendek,dan
memperjangkan periode REM. Tidur REM dapat berakhir sampai 60 menit
selama akhir siklus tidur. Tidak semua orang mengalami kemajuan yang
konsisten menuju ke tahap tidur yang biasa. Sebagai contoh, orang yang tidur
dapat berfluktuasi untuk interval pendek antara NREM tingkat 2,3, dan 4
sebelum masuk tahap REM. Jumlah waktu yang digunakan tiap tahap bervariasi.
Perubahan tahap ketahap cenderung menemani pergerakan tubuh dan
perpindahan
untuk tidur yang dangkal cenderung terjadi tiba-tiba, dengan perpindahan
untuk tidur yang dangkal cenderung terjadi tiba-tiba, dengan perpindahan untuk
tidur nyenyak cenderung bertahap (Closs, 1998 dalam Potter & Perry, 2005)
5. Pola Tidur Normal
1. Neonatus sampai dengan 3 bulan.
a.Kira-kira membutuhkan 16 jam/hari.
b.Mudah berespons terhadap stimulus.
c.Pada minggu pertama kelahiran 50% adalah tahap REM.
2. Bayi
a.Pada malam hari kira-kira tidur 8-10 jam.
b. Usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun kira-kira tidur 14 jam/hari.
c.Tahap REM 20-30%.
3. Toddler
a.Tidur 10-12 jam/hari.
b. Tahap REM 20%.
4. Prasekolah
a. Tidur 11 jam malam hari.
b. Tahap REM 20%.
5. Usia Sekolah
a. Tidur 10 jam pada malam hari.
b. Tahap REM 18,5%
6. Remaja
a. Tidur 8,5 jam pada malam hari.
b. Tahap REM 20%.
7. Dewasa Muda
a. Tidur 7-9 jam/hari.
b. Tahap REM 20-25%.
8. Dewasa pertengahan.
a. Tidur kurang lebih 7 jam/hari.
b. Tahap REM 20%.
9. Usia Tua
a. Tidur kurang lebih 6 jam/hari.
b. Tahap REM 20-25%.
c. Tahap NREM IV menurun kadang kadang absen.
d. Sering terbangun pada malam hari.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidur


Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda-beda. Ada
yang kebutuhannya yang terpenuhi dengan baik. Ada pula yang mengalami
gangguan. Seseorang bisa tidur ataupun tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya sebagai berikut :
1. Status Kesehatan
Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia dapat tidur
dengan nyenyak . Tetapi pada orang yang sakit dan rasa nyeri, maka
kebutuhan istirahat dan tidurnya tidak dapat dipenuhi dengan baik
sehingga ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Misalnya , pada klien yang
menderita gangguan pada system persendian. Dalam kondisi yang
mengalami nyeri pada sendi tidak akan dapat istirahat atau tidur.
2. Lingkungan
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk tidur.
Pada lingkungan yang tenang memungkinkan seseorang dapat tidur
dengan nyenyak. Sebaliknya lingkungan yang rebut, bising, dan gaduh
akan menghambat seseorang untuk tidur khususnya lansia.
3. Stress Psikologis
Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur. Hal
ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan norepinefrin
darah melalui system saraf simpatis. Zat ini akan mengurangi tahap IV
NREM dan REM.
4. Diet
Makanan yang banyak mengandung L- Triptofan seperti keju,susu,
dagingmdan ikan tuna dapat menyebabkan seseorang mudah tidur.
Sebaliknya, minuman yang mengandung kafein maupun alcohol akan
mengganggu tidur.
5. Gaya Hidup
Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur sesorang . Kelelahan tingkat
menengah orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada kelelahan
yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM lebih pendek.
6. Obat – Obatan
Obat – obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek menyebabkan
tidur, ada pula yang sebaliknya mengganggu tidur. Misalnya, obat
golongan amfetamin akan menurunkan tidur REM.
7. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak
dari normal . Namun demikian , keadaan sakit menjadikan pasien kurang
tidur atau tidak dapat tidur.
8. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan
untuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk.
9. Kelelahan
Kelelahan dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM.
10. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf simpatis
sehingga mengganggu tidurnya.
11. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal ,seseorang yang tahan minum
alcohol dapat mengakibatkan insomnia dan lekas marah.

7. Konsep Dasar Gangguan Pola Tidur Pada Lansia


1. Pengertian Gangguan Pola Tidur
Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak diobati, secara umum akan
menyebabkan gangguan tidur malam yang mengakibatkan munculnya salah satu
dari ketiga maslah berikut : insomnia gerakan atau sensasi abnormal dikala tidur
atau ketika terjaga ditengah malam atau rasa mengantuk yang berlebihan di siang
hari (Naylor dan Aldrich, 1994, dalam Potter & Perry, 2005).

2. Klasifikasi Gangguan Tidur


1. Insomnia
Insomnia mencakup banyak hal. Insomnia dapat berupa kesulitan untuk
untuk atau kesulitan untuk tetap tertidur. Bahkan seseorang yang terbangun
dari tidur, tetapi belum merasa cukup tidur dapat disebut mengalami
insomnia (Japaradi, 2002). Dengan demikian, insomnia merupakan
ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik secara kualitas
maupun kuantititas. Kenyataannya, insomnia bukan berarti sama sekali
seseorang tidak dapat tidur atau kurang tidur karena orang yang menderita
insomnia sering dapat tidur lebih lama yang mereka perkirakan, tetapi
kualitasnya kurang. Ada 3 jenis insomnia yaitu, Insomnia inisial, Insomnia
Intermitten dan Insomnia Terminal. Insomnia Inisial adalah
ketidakmampuan seseorang untuk memulai tidur.Insomnia Intermitten
adalah ketidakmampuan untuk mempertahankan tidur atau keadaan sering
terjaga. Sedangkan Insomnia Terminal adalah bangun secara dini, dan tidak
dapat tidur lagi. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang
mengalam insomnia diantaranya adalah, rasa nyeri, kecemasan, ketakutan,
tekanan jiwa, dan kondisi yang tidak menunjang untuk tidur. Perawat dapat
membantu klien mengatasi insomnia melalui pendidikan kesehatan,
menciptakan lingkungan yang nyaman, melatih klien relaksasi dan tindakan
lainnya. Ada beberapa tindakan atau upaya- upaya yang dapat dilakukan
untuk mengatasi insomnia yaitu :
a. Memakan makanan berprotein tinggi sebelum tidur, seperti keju, susu.
Diperkirakan bahwa triptofan, yang merupakan suatu asam amino dari
protein yang dicerna, dapat membantu agar mudah tidur.
b. Usahakan agar selalu beranjak tidur pada waktu yang sama.
c. Hindari tidur diwaktu siang atau sore hari.
d. Berusaha untuk tidur apabila benar- benar kantuk dan tidak pada waktu
kesadaran penuh.
e. Hindari kegiatan-kegiatan yang membangkitkan minat seblum tidur.
f. Lakukan latihan-latihan gerak badan setiap hari, tetapi tidak menjelang
tidur.
g. Gunakan teknik-teknik pelepasan otot serta meditasi sebelum berusaha
untuk tidur.
2. Somnambulisme
Somnambulisme merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks
mencakup adanya otomatis dan semi purposeful aksi motorik , seperti
membuka pintu, menutup pintu, duduk ditempat tidur, menabrak kursi,
berjalan kaki dan berbicara. Termasuk tingkah laku berjalan dalam beberapa
menit dan kembali tidur lagi (Japardi, 2002). Somnambulisme ini lebih
banyak terjadi pada anak – anak dibandingkan orang dewasa. Seseorang yang
mengalami somnambulisme mempunyai resiko terjadinya cedera.Upaya yang
dapat dilakukan untuk mengantisipasi somnambulisme yaitu dengan
membimbing anak. Tindakan ini dilakukan untuk mengantisipasi resiko
terjadinya cedera pada anak. Ketika anak dalam kondisi somnambulisme,
maka anak harus dibimbing untuk kembali ketempat tidur. Upaya lain yang
dapat dilakukan untuk mengatasi somnambulisme adalah dengan membuat
lingkungan yang nyaman dan aman serta dapat pula dengan menggunakan
obat seperti diazepam dan valium.
3. Hipersomnia
Berlebihan jam tidur pada malam hari lebih dari 9 jam, biasanya
disebabkan oleh depresi, kerusakan saraf tepi, beberapa penyakit ginjal,
liver dan metabolisme.
4. Parasomnia
Merupakan Sekumpulan penyakit yang mengganggu tidur anak seperti
samnohebalisme (tidur sambil berjalan).
5. Enuresis
Enuresis adalah kencing yang tidak disengaja (mengompol) . Terjadi pada
anak-anak dan remaja, paling banyak terjadi pada laki-laki. Penyebab
secara pasti belum jelas, tetapi ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan enuresis seperti gangguan pada bladder, stress, dan toilet
training yang kaku. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah enuresis
antara lain : hindari stress, hindari minum yang banyak sebelum tidur, dan
kosongkan kandung kemih (berkemih dulu) sebelum tidur.
6. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan suatu kondisi yang dicirikan oleh keinginan yang tak
terkendali untuk tidur. Dapat dikatakan pula bahwa narkolepsi adalah
serangan mengantuk yang mendadak, sehingga ia dapat tertidur pada setiap
saat dimana serangan tidur (kantuk) tersebut datang. Penyebab narkolepsi
secara pasti belum jelas, tetapi diduga karena terjadi akibat kerusakan
genetika system saraf pusat dimana periode REM tidak dapat dikendalikan.
Serangan narkolepsi ini dapat menimbulkan bahaya apabila terjadi pada
waktu mengendarai kendaraan, pekerja yang bekerja pada alat–alat yang
berputar–putar atau berada ditepi jurang. Obat-obat agripnotik dapat
digunakan untuk mengendalikan narkolepsi yaitu sejenis obat yang membuat
orang tidak dapat tidur. Obat tersebut di antaranya jenis amfetamin.
7. Night Terrors
Night terrors adalah mimpi buruk. Umumnya terjadi pada anak usia 6
tahun atau lebih. Setelah tidur beberapa jam, anak tersebut langsung
terjaga dan berteriak, pucat dan ketakutan.
8. Mendengkur
Mendengkur disebabkan oleh adanya rintangan terhadap pengaliran udara
di hidung dan mulut. Amandel yang membengkak dan adenoid dapat
menjadi faktor yang turut menyebabkan mendengkur. Pangkal lidah yang
menyumbat saluran napas pada lansia. Otot-otot di bagian belakang mulut
mengendur lalu bergetar jika dilewati udara pernapasan.
Pathway Gangguan Pola tidur

Proses Menua

Fase 1 Subklinik Fase 2 Transisi Fase 3 Klinik

Usia 25-35 Usia 35-45 Usia 45 produksi


penurunan hormon penurunan hormon hormon sudah
25 % berkurang sehingga
akhirnya berhenti

Peningkatan radikal Polusi udara, diet yang Kerusakan sel-DNA


bebas tidak sehat, stress (sel-sel tubuh)

Sistem dalam tubuh mudah terganggu

Stress Lingkungan
Pemakaian Obat

Mempengaruhi Lingkungan yang


Gangguan frekuensi
proses tidur tidak nyaman
tidur

Hilangnya
Frekuensi tidur Frekuensi tidur
ketenangan
menurun menurun

Sulit memulai tidur

GANGGUAN
POLA TIDUR
2) Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Pola Tidur Pada Lansia

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pada tahap


ini semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan kesehatan klien.
Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis,
psikologis, sosial maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah untuk
mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien (Carpenito, 2009).

Menurut (Aspiani, 2015), data dasar pengkajian pada klien hipetensi

a. Data biografi

Nama, alamat, umur, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit , nama


penanggung jawab dan catatan kedatangan

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Keluhan utama klien datang ke rumah sakit atau ke fasilitas kesehatan

2) Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan klien yang dirasakan saat dilakukan pengkajian

3) Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan terdahulu biasanya penyakit hipertensi adalah


penyakit yang sudah lama dialami oleh klien dan biasanya dilakukan pengkajian
tentang riwayat minum obat klien.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat kesehatan keluarga adalah mengkaji riwayat keluarga apakah


ada yang menderita penyakit yang sama.

c. Data dasar pengkajian

1) Aktivitas/istirahat

a) Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.

b) Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea

2) Sirkulasi

a) Gejala: riwayat hipertensi, arterosklerosis, penyakit jantung coroner/katup dan


penyakit serebrovaskuler dan episode palpitasi

b) Tanda: peningkatan tekanan darah, nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,
radialis, takikardia, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat,
sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) dan pengisisan kapiler mungkin
lambat/tertunda
3) Integritas ego

a) Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stress multiple


(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).

b) Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan perhatian, tangisan


meledak, otot muka tegang, menghela napas, peningkatan pola bicara.

4) Eliminasi

Gejala: gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau riwayat penyakit ginjal
pada masa lalu.

5) Makanan/cairan

a) Gejala: makanan yang disukai dan mencakup makanan tinggi garam, serta
lemak kolesterol, mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini
(meningkat/turun)

b) Tanda: berat badan normal/obesitas, adanya edema, glikosuria

6) Neurosensory

a) Gejala: Keluhan pening/pusing, berdenyut, sakit kepala, suboksipital (terjadi


saat bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam) dan
gangguang penglihatan (diplopia, penglihatan kabur, epistaksis)

b) Tanda: status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek,


proses piker dan penurunan kekuatan genggaman tangan

7) Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala: angina (penyakit arteri coroner/keterlibatan jantung), sakit kepala

8) Pernapasan

a) Gejala: dispnea yang berkaiatan dari aktivitas/kerja, takipnea, ortopnea,


dyspnea , batuk dengan/tanpa pembentukan sputum dan riwayat merokok

b) Tanda: distress pernapasan/penggunaan otot aksesori pernapasan, bunyi napas


tambahan (crakles/mengi) dan sianosis

9) Keamanan

Gejala: gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural

10) Pembelajaran/penyuluhan

Gejala: faktor resiko keluarga: hipertensi, arterosklerosis, penyakit jantung,


diabetes mellitus dan faktor lain, seperti orang Afrika-Amerika, Asia Tenggara,
penggunaan pil KB atau hormone lain, penggunaan alkohol/obat.

11) Cara penghitungan dengan quisioner PSQI (Pirtzburg Sleep Quality Index).

Dalam penelitian gangguan pola tidur quisioner yang digunakan adalah


PSQI (Pirtzburg Sleep Quality Index). Skala Pittsburgh Sleep Quality Index
(PSQI) versi bahasa Indonesia ini terdiri dari 9 pertanyaan. Pada variabel ini
menggunakan skala ordinal dengan skor keseluruhan dari Pittsburgh Sleep
Quality Index (PSQI) adalah 0 sampai dengan nilai 21 yang diperoleh dari 7
komponen penilaian diantaranya kualitas tidur secara subjektif (subjective sleep
quality), waktu yang diperlukan untuk memulai tidur (sleep latency), lamanya
waktu tidur (sleep duration), efisiensi tidur 25 (habitual sleep efficiency),
gangguan tidur yang sering dialami pada malam hari (sleep disturbance),
penggunaan obat untuk membantu tidur (using medication), dan gangguan tidur
yang sering dialami pada siang hari (daytime disfunction). (Curcio et al, 2012)

Apabila semakin tinggi skor yang didapatkan, maka akan semakin buruk
kualitas tidur seseorang. Keuntungan dari PSQI ini adalah memiliki nilai
validitas dan reliabilitas tinggi. Namun ada juga kekurangan dari kuesioneir
PSQI ini yaitu dalam pengisian memerlukan pendampingan untuk mengurangi
kesulitan respoden saat mengisi kuesioner. Masing- masing komponen
mempunyai rentang skor 0 – 3 dengan 0 = tidak pernah dalam sebulan terakhir, 1
= 1 kali seminggu, 2 = 2 kali seminggu dan 3 = lebih dari 3 kali seminggu. Skor
dari ketujuh komponen tersebut dijumlahkan menjadi 1 (satu) skor global dengan
kisaran nilai 0 – 21. Ada dua interpretasi pada PSQI versi bahasa Indonesia ini
adalah kualitas tidur baik jika skor ≤ 5 dan kualitas tidur buruk jika skor > 5.
(Curcio, 2012; Contreras, 2014; Vicens, 2014)

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon


individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau
potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti
untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status
kesehatan klien (Herdman, 2012). Diagnosa keperawatan menurut (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2016) dalam buku Standar Diagnosis keperawatan Indonesia
yaitu gangguan pola tidur.

Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat dari gangguan pola tidur diantaranya
yaitu sebagai berikut:

a. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik dan mengantuk.

b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kerusakan transfer oksigen,


gangguan metabolisme, kerusakan eliminasi, pengaruh obat, imobilisasi, nyeri,
dan lingkungan yang mengganggu.

c. Cemas berhubungan dengan ketidak mampuan untuk tidur, henti napas saat
tidur, (sleep apnea) dan ketidak mampuan mengawasi perilaku.

d. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan insomnia.

e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan henti napas saat tidur.

f. Gangguan konsep diri berhubungan dengan penyimpangan tidur hipersomia.


(Wartonah dan Tarwoto, 2010)

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan pada masalah gangguan pola tidur yaitu


peningkatan kualitas tidur. Tujuan yang diharapkan penurunan kecemasan,
peningkatan kenyamanan, level nyeri menururn, istirahat, dan pola tidur yang
adekuat. Dengan kriteria hasil, jumlah tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari dan
perasaan segar setelah tidur atau istirahat (Nurif dan Kusuma, 2015).

4. Implementasi

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan


keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat
pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif,
kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu,
kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan observasi
sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan
advokasi, dan kemampuan evaluasi (Asmadi, 2008).

Intervensi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama


merupakan fase persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi rencana,
implementasi rencana, persiapan klien dan keluarga. Fase kedua merupakan
puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Pada fase ini,
perawat menyimpulkan data yang dihubungkan dengan reaksi klien. Fase ketiga
merupakan terminasi perawat-klien setelah implementasi keperawatan selesai
dilakukan (Asmadi, 2008).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan


perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan
secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa
keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali
ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment) (Asmadi,
2008).

Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Penurunan evaluasi formatif ini meliputi
empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data
berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data
(perbandingan data dengan teori), dan perencanaan (Asmadi, 2008).

Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian


tujuan keperawatan

a. Tujuan tercapai jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan standar yang
telah ditentukan.

b. Tujuan tercapai sebagaian atau klien masih dalam proses pencapaian tujuan
jika klien menunjukan perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan.

c. Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukan sedikit perubahan dan tidak
ada kemajuan sama sekali serta dapat timbul masalah baru.
FORMAT PENGKAJIAN LANSIA
ADAPTASI TEORI MODEL CAROL A MILLER
PROGSUS S1 KEPERAWATAN
STIKES HUSADA JOMBANG

Alamat wisma/KK : Dsn. grobogan, Rt/Rw : 04/06, Ds. karangpakis, Kec kabuh, Kab.
Jombang
Tanggal Pengkajian : 31 Juli 2022

1. IDENTITAS :
KLIEN
Nama : Tn. A

Umur : 67 Tahun

Agama : Islam

Alamat asal : Grobogan karangpakis kabuh, jombang

Tanggal datang : ................................ Lama Tinggal di Panti .........................

2 DATA :
KELUARGA
Nama : Ny s
Hubungan : Anak Kandung.
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Dsn. grobogan, Rt/Rw : 04/06, Ds. karangpakis, Kec kabuh, Kab.
Jombang

3 STATUS KESEHATAN SEKARANG :


Keluhan utama : Tn. A mengatakan sulit tidur saat malam hari, mengaku sering
terbangun, Tn. A juga mengalami Nyeri ekstremitas pada bagian kiri.

Pengetahuan, usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan : Klien mengatakan selalu
Mengonsumsi obat-obatan herbal ketika merasakan nyeri pada ekstremitas.

Obat-obatan : Obat katropil, obat-obatan herbal


4 AGE RELATED CHANGES (PERUBAHAN TERKAIT
PROSES MENUA) :

FUNGSI FISIOLOGIS
1. Kondisi Umum
Ya Tidak
Kelelahan : √
Perubahan BB : √
Perubahan nafsu : √
makan
Masalah tidur : √
Kemampuan ADL : √
KETERANGAN : Klien masih mampu melakukan
aktivitas secara mandiri, memerlukan
bantuan keluarga hanya di waktu-
waktu tertentu (saat keluhan timbul)

2. Integumen
Ya Tidak
Lesi / luka : √
Pruritus : √
Perubahan pigmen : √
Memar : √
Pola penyembuhan : √
lesi
KETERANGAN :

3. Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan abnormal : √
Pembengkakan kel. : √
limfe
Anemia : √
KETERANGAN :

4. Kepala
Ya Tidak
Sakit kepala : √
Pusing : √
Gatal pada kulit : √
kepala
KETERANGAN : Klien merasakan sakit kepala saat
merasa kelalahan dan saat merasa
cemas. Sakit kepala hilang timbul,
terasa seperti tertekan dan berat,
sering terjadi di kepala bagian kanan.

5. Mata
Ya Tidak
Perubahan : √
penglihatan
Pakai kacamata : √
Kekeringan mata : √
Nyeri : √
Gatal : √
Photobobia : √
Diplopia : √
Riwayat infeksi : √
KETERANGAN : Klien mengalami mata kabur/rabun
jauh. Konjungtiva anemis
6. Telinga
Ya Tidak
Penurunan : √
pendengaran
Discharge : √
Tinitus : √
Vertigo : √
Alat bantu dengar : √
Riwayat infeksi : √
Kebiasaan : √
membersihkan
telinga
Dampak pada ADL : Tidak ada.
KETERANGAN : Tidak ada.

7. Hidung sinus
Ya Tidak
Rhinorrhea : √
Discharge : √
Epistaksis : √
Obstruksi : √
Snoring : √
Alergi : √
Riwayat infeksi : √
KETERANGAN : Tidak ada

8. Mulut,
tenggorokan
Ya Tidak
Nyeri telan : √
Kesulitan menelan : √
Lesi : √
Perdarahan gusi : √
Caries : √
Perubahan rasa : √
Gigi palsu : √
Riwayat Infeksi : √
Pola sikat gigi : 2xsehari.
KETERANGAN : Tidak ada

9 Leher
.
Ya Tidak
Kekakuan : √
Nyeri tekan : √
Massa : √
KETERANG : Tidak ada.
AN

1 Pernafasan
0.
Ya Tidak
Batuk : √
Nafas pendek : √
Hemoptisis : √
Wheezing : √
Asma : √
KETERANG : Klien mengatakan hanya mengalami batuk
AN biasa, tidak berdahak..

1 Kardiovaskul
1 er
Ya Tidak
Chest pain : √
Palpitasi : √
Dipsnoe : √
Paroximal : √
nocturnal
Orthopnea : √
Murmur : √
Edema : √
KETERANG : Tidak ada.
AN

1 Gastrointestin
2 al
Ya Tidak
Disphagia : √
Nausea / : √
vomiting
Hemateemesis : √
Perubahan : √
nafsu makan
Massa : √
Jaundice : √
Perubahan : √
pola BAB
Melena : √
Hemorrhoid : √
Pola BAB : 2 hari sekali (kadang-kadang)
KETERANG : Tidak ada
AN

1 Perkemihan
3
Ya Tidak
Dysuria : √
Frekuensi : .....................................................................
..............
Hesitancy : √
Urgency : √
Hematuria : √
Poliuria : √
Oliguria : √
Nocturia : √
Inkontinensia : √
Nyeri : √
berkemih
Pola BAK : Buang air kecil terlalu sering saat malam
hari menyebabakan pola tidur terganggu.
Kurang lebih 10-12 kali dalam sehari.
Normal, bau tidak menyengat
KETERANG :
AN

1 Reproduksi
4 (laki-laki)
Ya Tidak
Lesi : √
Disharge : √
Testiculer pain : √
Testiculer massa : √
Perubahan gairah : √
sex
Impotensi : √

Reproduksi
(perempuan)
Lesi :
Discharge :
Postcoital :
bleeding
Nyeri pelvis :
Prolap :
Riwayat : .................................................................
menstruasi .............
Aktifitas seksual :
Pap smear :
KETERANGAN : .................................................................
.............
.................................................................
.............

1 Muskuloskele
5 tal
Ya Tidak
Nyeri Sendi : √
Bengkak : √
Kaku sendi : √
Deformitas : √
Spasme : √
Kram : √
Kelemahan : √
otot
Masalah gaya : √
berjalan
Nyeri : √
punggung
Pola latihan : Klien mengatakan sering berjalan-jalan
agar kaki klien tidak tambah terasa kaku
jika dibiarkan berlama-lama istirahat.
Dampak ADL : Cara berjalan klien terganggu sehingga
menyebabkan klien hanya mampu berjalan
pelan-pelan
KETERANG : Nyeri dirasakan saat sedang kelelahan, dan
AN klien mempunyai riwayat stroke pada
bagian tubuh sebelah kiri, terasa nyut-nyut
an serta kram, nyeri terasa dibagian
punggung dan tubuh bagian kiri, dan nyeri
sering terjadi hilang timbul.
1 Persyarafan
6
Ya Tidak
Headache : √
Seizures : √
Syncope : √
Tic/tremor : √
Paralysis : √
Paresis : √
Masalah : √
memori
KETERANG : Klien merasakan sakit kepala saat merasa
AN kelalahan dan saat merasa cemas. Sakit
kepala hilang timbul, terasa seperti
tertekan dan berat, sering terjadi di kepala
bagian kanan.

5. POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL :


Psikososial YA Tidak
Cemas : √
Depresi : √
Ketakutan : √
Insomnia : √
Kesulitan dalam mengambil : √
keputusan
Kesulitan konsentrasi : √
Mekanisme koping : Klien mengatakan jika sedang merasa
cemas atau terlalu banyak fikiran, klien
akan terus berdo’a berdzikir dan
mengamalkan apa-apa saja yang pernah
dipelajari.

Persepsi tentang kematian: Klien mengatakan selalu kahawatir jika sakit yang
dirasakan tidak bisa sembuh, dan takut jika waktu kematiannya akan segera tiba.
Dampak pada ADL : Tidak ada.

Spiritual
 Aktivitas ibadah : Klien tetap menjalankan ibadah seperti biasa

 Hambatan : Saat nyeri ekstremitas nya timbul, klien mengaku beribadah dengan posisi
duduk.

KETERANGAN :...........................................................................................

6 LINGKUNGAN :
 Kamar : Tempat tidur berukuran 150x200, jendela dan ventilasi kurang memadai, lantai
kamar keramik.
 Kamar mandi : Bak mandi berukuran 55x55 mampu menampung sekitar 120 Liter, Lantai
kamar mandi keramik, dan terdapat WC jongkok.
 Dalam rumah.wisma : Lantai rumah keramik, ventilasi dan jendela memadai..

 Luar rumah : Lantai rumah keramik, teras rumah kecil

7. NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES


1. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)
Skor
Dengan Mandiri
No Kriteria Yang
Bantua
Didapat
n
1 Makan 5 10 10
2 Berpindah dari kursi roda ke 5-10 15 15
tempat tidur, atau sebaliknya
3 Personal toilet (cuci muka, 0 5 5
menyisir rambut, gosok gigi)
4 Keluar masuk toilet (mencuci 5 10 5
pakaian, menyeka tubuh,
menyiram)
5 Mandi 0 5 5
6 Berjalan di permukaan datar 0 5 5
(jika tidak bisa, dengan kursi
roda )
7 Naik turun tangga 5 10 5
8 Mengenakan pakaian 5 10 10
9 Kontrol bowel (BAB) 5 10 10
10 Kontrol Bladder (BAK) 5 10 10
Total Nilai 80

Interpretasi Hasil
>20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total
Kesimpulan : Klien masih mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri, klien
hanya meminta bantuan jika dirasa sangat kesulitan dalam melakukan hal tersebut.

2. Aspek Kognitif
MMSE (Mini Mental Status Exam)

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif Mak Klie
sima n
l
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar :
Tahun : 2021 Hari : minggu
Musim : hujan Bulan : nopember
Tanggal : 21
2 Orientasi 5 5 Dimanasekarangkitaberada ?
Negara : Indinesia Panti : -
Propinsi : jawa timur Wisma:
Kabupaten/kota : jombang
3 Registras 3 3 Sebutkan 3 namaobyek (misal :
i kursi, meja, kertas), kemudian
ditanyakankepadaklien, menjawab :
1) Kursi 2). Meja 3).
Kertas
4 Perhatian 5 5 Meminta klien berhitung mulai dari
dan 100 kemudia kurangi 7 sampai 5
kalkulasi tingkat.
Jawaban : 93
1). 93 2). 86 3). 79 4). 72
5). 65
5 Menging 3 3 Mintaklienuntukmengulangiketigao
at byekpadapoinke- 2 (tiappoinnilai 1)
6 Bahasa 9 9 Menanyakan pada klien tentang
benda (sambil menunjukan benda
tersebut).
1). kursi
2). botol
3). Minta klien untuk mengulangi
kata berikut :
“ tidak ada, dan, jika, atau
tetapi )
Klien menjawab :

Minta klien untuk mengikuti


perintah berikut yang terdiri 3
langkah.
4). Ambil kertas ditangan anda
5). Lipat dua
6). Taruh dilantai.
Perintahkan pada klien untuk hal
berikut (bila aktifitas sesuai
perintah nilai satu poin.
7). “Tutup mata anda”
8). Perintahkan kepada klien untuk
menulis kalimat dan
9). Menyalin gambar 2 segi lima
yang saling bertumpuk

Total nilai 30 30
Interpretasihasil :
24 – 30 : tidakadagangguankognitif
18 – 23 : gangguankognitifsedang
0 - 17 : gangguankognitifberat
Kesimpulan : Klien masih sangat mampu untuk melakukan hal-hal yang diminta , dan klien tidak
mengalami gangguan kognitif.

3. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test
No Tanggal Pemeriksaan Hasil TUG (detik)
1 25 November 2021 25 Detik

2
3
Rata-rata Waktu TUG
Interpretasi hasil
Interpretasi hasil:

Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukan hasil berikut:

>13,5 detik Resiko tinggi jatuh


>24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun
waktu 6 bulan
>30 detik Diperkirakan membutuhkan
bantuan dalam mobilisasi dan
melakukan ADL
(Bohannon: 2006; Shumway-Cook,Brauer & Woolacott: 2000; Kristensen, Foss & Kehlet:
2007: Podsiadlo & Richardson:1991)
4. Kecemasan, GDS
Pengkajian Depresi
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda 0 1 0
saat ini
2. Anda merasa bosan dengan berbagai 1 0 0
aktifitas dan kesenangan
3. Anda merasa bahwa hidup anda 1 0 0
hampa / kosong
4. Anda sering merasa bosan 1 0 0
5. Anda memiliki motivasi yang baik 0 1 1
sepanjang waktu
8. Anda takut ada sesuatu yang buruk 1 0 1
terjadi pada anda
7. Anda lebih merasa bahagia di 0 1 0
sepanjang waktu
8. Anda sering merasakan butuh 1 0 0
bantuan
9. Anda lebih senang tinggal dirumah 1 0 0
daripada keluar melakukan sesuatu
hal
10. Anda merasa memiliki banyak 1 0 0
masalah dengan ingatan anda
11. Anda menemukan bahwa hidup ini 0 1 0
sangat luar biasa
12. Anda tidak tertarik dengan jalan 1 0 0
hidup anda
13. Anda merasa diri anda sangat 0 1 1
energik / bersemangat
14. Anda merasa tidak punya harapan 1 0 0
15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih 1 0 0
baik dari diri anda
Jumlah 3
(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam Gerontological
Nursing, 2006)
Interpretasi :
Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi

Kesimpulan : Klien masih sangat menikmati kehidupannya, meskipun aktifitas klien tidak bisa
sebanyak saat dulu.

5. Status Nutrisi
Pengkajian determinan nutrisi pada lansia:

N Indikators score Pemeriksa


o an

1. Menderita sakit atau kondisi yang 2 0


mengakibatkan perubahan jumlah dan
jenis makanan yang dikonsumsi

2. Makan kurang dari 2 kali dalam 3 0


sehari

3. Makan sedikit buah, sayur atau 2 1


olahan susu

4. Mempunyai tiga atau lebih kebiasaan 2 0


minum minuman beralkohol setiap
harinya
5. Mempunyai masalah dengan mulut 2 1
atau giginya sehingga tidak dapat
makan makanan yang keras

6. Tidak selalu mempunyai cukup uang 4 0


untuk membeli makanan

7. Lebih sering makan sendirian 1 0

8. Mempunyai keharusan menjalankan 1 0


terapi minum obat 3 kali atau lebih
setiap harinya

9. Mengalami penurunan berat badan 5 2 0


Kg dalam enam bulan terakhir

10 Tidak selalu mempunyai kemampuan 2 0


. fisik yang cukup untuk belanja,
memasak atau makan sendiri

Total score 2

(American Dietetic Association and National Council on the Aging, dalam Introductory
Gerontological Nursing, 2001)
Interpretasi:
0 – 2 : Good
3 – 5 : Moderate nutritional risk
6≥ : High nutritional risk
6. Hasil pemeriksaan Diagnostik

No Jenis pemeriksaan Tanggal Hasil


Diagnostik Pemeriksaan

7. Fungsi sosial lansia


APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA
Alat Skrining yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi sosial lansia

NO URAIAN FUNGSI SKOR


E

1. Saya puas bahwa saya dapat kembali ADAPTAT 2


pada keluarga (teman-teman) saya ION
untuk membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya

2. Saya puas dengan cara keluarga PARTNER 2


(teman-teman)saya membicarakan SHIP
sesuatu dengan saya dan
mengungkapkan masalah dengan saya

3. Saya puas dengan cara keluarga GROWTH 2


(teman-teman) saya menerima dan
mendukung keinginan saya untuk
melakukan aktivitas / arah baru

4. Saya puas dengan cara keluarga AFFECTI 1


(teman-teman) saya mengekspresikan ON
afek dan berespon terhadap emosi-
emosi saya seperti marah,
sedih/mencintai

5. Saya puas dengan cara teman-teman RESOLVE 2


saya dan saya meneyediakan waktu
bersama-sama

Kategori Skor: TOTAL 9


Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab:
1). Selalu : skore 22). Kadang-kadang : 1
3). Hampir tidak pernah : skore 0
Intepretasi:
< 3 = Disfungsi berat
4 - 6 = Disfungsi sedang
> 6 = Fungsi baik

Smilkstein, 1978 dalam Gerontologic Nursing and health aging 2005


2. Analisis Data

No Data Penyebab Masalah Keperawatan


1. Ds : Tn. A mengatakan “saya sering - Faktor menua Gangguan pola tidur
terbangun saat tidur malam, sering - Kecemasan
merasa cemas. Dan tidak bisa tidur
nyenyak”

Do : - K/u Baik
- Konjungtiva enemis
- Klien tampak lelah
- TD : 120/80 mmhg
- N : 80 x/menit
- RR : 24x/menit
- S : 36 C

Waktu tidur malam sekitar pukul 21.00-


04.30 Wib.
2. Ds : Tn. A mengatakan sering mengalami - Riwayat Gangguan mobilitas
nyeri pada bagian tubuh sebelah kiri penyakit fisik
stroke
- Nyeri
Do : Cara berjalan Tn. A terganggu, dan
tampak pada bagian tubuh sebelah kiri
susah untuk digerakkan secara bebas

3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan Kurang kontrol tidur ditandai dengan mengeluh
sering terjaga, nyeri, dan kecemasan. (D. 0055)
b. Gangguan Imobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, nyeri, ditandai
dengan mengeluh kesulitan menggerakkan ekstremitas bagian kiri. (D. 0054)

4. Rencana Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
.
1 Gangguan Pola Setelah - Identifikasi - Memberikan
Tidur berhubungan dilakukan pola aktifitas informasi
dengan Kurang tindakan dan tidur rencana
- Identifikasi keperawatan
kontrol tidur keperawatan faktor - Mengatur
ditandai dengan diharapkan pengganggu pola tidur
mengeluh sering gangguan tidur tidur (fisik dan - Meningkatkan
terjaga, nyeri, dan tidak terjadi. atau pola tidur
kecemasan Dengan psikologis) - Mengurangi
kriteria hasil : - Modifikasi ganguan pada
lingkungan. pola tidur
klien dapat
Mis, - Memberikan
tidur, nyaman,
pencahayaan, kenyamanan
dan rileks kebisingan, untuk tidur
suhu, matras
dan tempat
tidur
- Batasi waktu
tidur siang,
jika tidur
- Fasilitasi
menghilangkan
stress sebelum
tidur
- Tetapkan
jadwal tidur
rutin
- Anjurkan
menepati
kebiasaan
waktu tidur
- Ajarkan
relaksasi otot
autogenik atau
cara non
farmakologi
lainnya
2 Gangguan Setelah - Identifikasi - Kaji
Imobilitas Fisik dilakukan adanya nyeri kemampuan
berhubungan tindakan atau keluhan mobilisasi
dengan penurunan keperawatan fisik lainnya - Memberikan
kekuatan otot, diharapkan - Identifikasi informasi
kekakuan sendi, mampu untuk toleransi fisik menggunakan
melakukan alat bantu
nyeri, riwayat meningkatkan
gerakan untuk
stroke ditandai aktifitas
- Libatkan menurunkan
dengan mengeluh pergerakan keluarga dalam resiko cedera
kesulitan fisik membatu
menggerakkan pasien untuk
ekstremitas bagian meningkatkan
kiri. pergerakan
5. Implementasi dan Evaluasi
Tanggal No Implementasi Evaluasi
27/11/2021 1. - Melakukan pengkajian masalah gangguan tidur S : Tn. A mengatakan
klien, karakteristik, dan penyebab kurang tidur masih mengalami
Sabtu
gangguan tidur sekali-
Hasil : Klien sering terbangun pada malam hari,
kali
klien terbangun kira-kira 30 menit tertidur,
penyebab klien terbangun karena nyeri yang O : - K/u Baik
dirasakan pada ekstremitas bagian kiri
- TD : 120/70
- Menganjurkan klien untuk tidur malam mmhg
seperti pada jam 8 malam sesuai dengan pola - Nadi :
tidur klien 72x/menit
Hasil : Klien tidur jam 20.00-04.00 Wib - RR :
24x/menit
- Anjurkan keluarga kelien untuk memberi - S : 36 c
keadaan tempat tidur yang nyaman, bersih, Kuantitas tidur pada
bantal yang nyaman, dan ventilasi udara malam hari dari jam
yang cukup. 20.00-04.00
Hasil : Keluarga klien menuruti anjuran tersebut.
Membuat tempat tidur yang nyaman, lingkungan Pada siang hari 12.30-
yang tidak panas. 14.00
- Meningkatkan aktivitas sehari-hari dan A : Masalah sebagian
kurangi aktivitas sebelum tidur teratasi
Hasil : klien tidak melakukan kegiatan sebelum
tidur. Tidak mengerjakan yang berat-berat P : Intervensi
dilanjutkan

27/11/2021 2. - Melakukan pengkajian kemampuan klien dalam S : Tn. A mengatakan


mobilisasi keluarga sering
Sabtu
mendampingi dan
Hasil : Klien mampu melakukan mobilisasai secara
membantu aktivitas
mandiri, dan pasti akan meminta bantuan jika klien
yang dilakukan
merasa tidak mampu
O : - K/u Baik
- Memberikan informasi kepada keluarga dan
klien untuk menggunakan alat bantu berjalan - TD : 120/70
untuk mencegah resiko cedera mmhg
Hasil : Keluarga menyetujui hal tersebut, dan akan - Nadi :
segera memberikan klien alat bantu berjalan. 72x/menit
- RR :
- Mengajarkan klien untuk teknik relaksasi 24x/menit
Hasil : Klien mampu melakukan teknik penarikan - S : 36 c
nafas saat nyeri datang. Tn. A tampak
melakukan teknik
relaksasi dengan cara
tarik nafas dalam dan
selalu menyertakan
do’a
A : Masalah sebagian
teratasi
P : Intervensi
dilanjurkan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien Tn. A yang mengalami
masalah gangguan tidut didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Tidur adalah suatu kondisi yang tenang, rileks tanpa ada rasa stress, emosional, dan
kecemasan.
2. Faktor resiko gangguan tidur Tn. A berhubungan dengan kurang kontrol tidur, rasa nyeri
yang dirasakan pada ekstremitas bagian iri dan kecemasan terhadap rasa sakitnya.
3. Tindakan penanganan gangguan pola tidur dilakukan dengan mengontrol waktu tidur,
mengurangi aktifitas sehari-hari, dan menciptakan lingkungan yang nyaman.
B. Saran
1. Klien sebaiknya dapat melaksanakan segala bentuk anjuran untuk dapat memperbaiki
pelaksanaan gangguan pola tidur agar pemenuhan kebutuhan tidur terpenuhi.
2. Keluarga bekerja sama untuk dapat membuat suasana ataupun keadaan agar klien tidak
mengalami gangguan tidur
Daftar Pustaka
Asmadi (2008) Teknik Prosedural Keperawatan, Konsep dan Aplikasi KDM. Salemba Medika
Jakarta.
Maryam Siti.R, dkk (2010) Asuhan Keperawatan pada Lansia. Trans Info Media Jakarta.
Maryam Siti.R, dkk (2008) Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba Medika Jakarta.
Nugroho Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta
Potter & Perry (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.
Jakarta : EGC.
Potter & Perry (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi
4. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai