Anda di halaman 1dari 22

KEPERAWATAN GERONTIK

Pengkajian Khusus Pada Lansia Ny.B dengan Prioritas Masalah Gangguan Pola

Tidur

DISUSUN OLEH

Tania Putri Salsabila

P201801070

L2 KEPERAWATAN

PROGRAM S-1 PERAWAT


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa yang senantiasa melimpahkan

Kasih sayang dan rahmat-Nya, dan telah memberikan kekuatan, kesempatan, dan

kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menyusun karya tulis ilmiah

ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Prioritas Masalah

Gangguan Pola Tidur Pada Ny.B di Lingkungan I Kelurahan Sitirejo II

Kecamatan Kecamatan Wangi-Wangi.


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Lanjut usia (Lansia) adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu

proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade dan

merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari (Notoatmodjo, 2007). Secara

umum dikatakan lanjut usia apabila usia yang mencapai 60 tahun ke atas, hal ini

berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut

Usia (Infodatin, 2016). Proses yang dialami lansia merupakan tahap akhir

perkembangan pada daur kehidupan manusia dimana tubuh akan mencapai titik

perkembangan yang maksimal dan mulai menurun dikarenakan berkurangnya

jumlah sel-sel yang ada di di dalam tubuh. Kemudian, tubuh juga akan mengalami

penurunan fungsi secara perlahan - lahan yang disebut juga dengan proses

penuaan. Proses penuaan merupakan suatu proses yang secara perlahan- lahan

menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya (Maryam, S. 2011). Menjadi lansia ditandai

adanya penurunan biologis maupun fisiologis yang terlihat sebagai penurunan

yang terjadi adalah kemampuankemampuan kognitif seperti suka lupa, penurunan

orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal ide baru.

Penurunan lain yang dialami adalah penurunan fisik antara lain kulit mulai

mengendur, timbul keriput, rambut memutih/beruban, gigi mulai ompong,


pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lambat

dan kurang lincah, serta terjadi penimbunan lemak di perut dan pinggul (Maryam,

2008). Penurunan fungsi fisiologis yang paling sering dialami oleh lansia adalah

penurunan kebutuhan istirahat dan tidur. Perubahan pola tidur yang terjadi selama

proses penuaan berhubungan dengan gangguan pada mekanisme pengaturan tidur

di otak. Namun, penting untuk diketahui bahwa ada banyak kondisi medis yang

dapat mengganggu tidur dimalam harinya, sehingga mengakibatkan mengantuk di

siang hari. Hal ini meningkat seiring dengan pertambahan usia. Tidur juga dapat

terganggu pada stadium awal penyakit neurologis (contohnya, penyakit Parkinson

dan Alzheimer), dimana sistem saraf merupakan salah satu penyebab yang dapat

mempengaruhi tidur pada lansia (Potter & Perry, 2010). Kondisi ini dan keadaan

potensial lainnya yang dapat menyebabkan gangguan tidur pada lanjut usia harus

dieksklusi sebelum memikirkan perubahan intrinsik pada mekanisme sirkadian

pengaturan tidur yang menjadi penyebabnya (Sterniczuk R, 2017). Kebutuhan

individu dengan usia 12 tahun adalah 8 jam, usia 40 tahun turun menjadi 7 jam

dan pada usia 60 tahun ke atas turun menjadi 6 jam (Uliyah M, 2008). Waktu

tidur total harian relatif tetap stabil pada lanjut usia yang sehat, pada mereka

dengan usia 60 tahun keatas yang memiliki waktu tidur rata-rata 6,5 – 7 jam per

hari (Sterniczuk R, 2017). Lebih dari 80% orang usia lebih dari 65 tahun

melaporkan gangguan tidur.

Berdasarkan data dari Depkes Indonesia, gangguan tidur yang dialami lansia

sekitar 750 orang. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering dialami

oleh lansia. Setiap tahunnya diperkirakan sekitar 35%-45% orang dewasa akhir –
lansia melaporkan adanya memiliki masalah insomnia akut dan sekitar 25%

mengalami insomnia yang cronic. Insomnia pada lansia cukup tinggi

prevalensianya yaitu sekitar 50 % pada tahun 2009. (Depkes RI, 2010.) Insomnia

tersering pada lansia adalah kesulitan untuk mulai tidur (sleep onset problems),

kesulitan mempertahankan tidur nyenyak (deep maintenance problem), bangun

terlalu pagi (early morning awakening/EMA) (Hellstrom, 2013). Jika lansia

kurang tidur yaitu perasaan bingung, mudah curiga, kurangnya produktivitas

kerja, serta menurunnya imunitas. Atas hal diatas kurang tidur dapat

menyebabkan masalah pada kualitas dan kuantitas hidup lansia, memperburuk

suatu penyakit, mengubah perilaku, mudah curiga, marah, mengakibatkan

kecelakaan, seperti terjatuh, serta kecelakaan dalam rumah tangga dan kurang

tidur juga dapat meyebabkan kematian pada lansia (Ambarwati, 2014). Insomnia

meliputi kuantitas dan kualitas tidur. Kebutuhan terbesar bagi lansia untuk

memenuhi kebutuhan biologisnya adalah peningkatan kesehatan. Salah satu aspek

utama dari peningkatan kesehatan untuk lansia adalah pemeliharaan tidur untuk

memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai tingkat fungsional yang optimal dan

untuk memastikan keterjagaan pada siang hari untuk menyelesaikan tugas-tugas

dan menikmati kualitas hidup yang tinggi (Stanly, 2007). Untuk itu, perlu adanya

intervensi yang efektif dalam menangani masalah insomnia yang dialami lansia.

Proporsi penduduk lansia di dunia pada tahun 2013 sebanyak 13,4%, diperkirakan

pada tahun 2050 meningkat menjadi 25,3%. Indonesia termasuk lima besar negara

dengan jumlah lansia terbanyak di dunia. Sedangkan proporsi penduduk lansia di

Indonesia sebanyak 8,9 % pada tahun 2013 dan diperkirakan meningkat pada
tahun 2050 menjadi 21,4 % (Infodatin, 2016). Hal tersebut menunjukkan bahwa

penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu.

Meningkatnya populasi lansia ini membuat pemerintah perlu merumuskan

kebijakan dan program yang ditujukan kepada kelompok penduduk lansia

sehingga dapat berperan dalam pembangunan dan tidak menjadi beban bagi

masyarakat. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia

menetapkan, bahwa batasan umur lansia di Indonesia adalah 60 tahun ke atas.

Berbagai kebijakan dan program yang dijalankan pemerintah di antaranya

tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan

Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia, yang antara lain meliputi: 1)

Pelayanan keagamaan dan mental spiritual; 2) Pelayanan kesehatan melalui

peningkatan upaya penyembuhan (kuratif), diperluas pada bidang pelayanan

geriatrik/gerontologik; 3) Pelayanan untuk prasarana umum; 4) Kemudahan dalam

penggunaan fasilitas umum seperti mendahulukan para lanjut usia (Infodatin,

2013).

Didalam program kesejahteraan lanjut usia tersebut, Kementrian Kesehatan RI

membuat kebijakan yang dikembangan menjadi program kesehatan lansia, yang

antara lain meliputi : 1) Peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan bagi Lansia

di Fasyankes Primer seperti puskesmas menyelenggarakan pelayanan santun; 2)

Peningkatan dan pemantapan upaya rujukan bagi Lansia melalui pengembangan

seperti poliklinik geriatric terpadu di rumah sakit; 3) Peningkatan pemberdayaan

masyarakat dalam upaya kesehatan Lanjut Usia, melalui Posyandu Lansia; 4)

Pengembangan Pemberdayaan lansia dalam kesehatan dan kesejahteraan keluarga


dan masyarakat; 5) Peningkatan mutu perawatan kesehatan bagi lansia dalam

keluarga melalui home care dan long term care; 6) Perlambatan proses degeneratif

melalui penyuluhan dan penyebaran informasi kesehatan lansia (fisik, kognif)

(Infodatin,2016). Berdasarkan program lansia yang dilakukan kemenkes dalam

peningkatan mutu perawatan kesehatan bagi lansia. Salah satu upaya yang dapat

dilakukan untuk mangatasi masalah gangguan tidur adalah dengan menggunakan

terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis dapat

mengakibatkan gangguan fisik tubuh yang lain dan jika terlalu lama digunakan

dapat menyebabkan ketergantungan (Potter & Perry, 2009). Begitu juga dengan

pemberian sedatif untuk mengobati insomnia pada lansia yang berefek terjadinya

inkontinensia terutama terjadi pada malam hari (Amir, 2007). Efek samping dari

terapi farmakologi tersebut dapat menyebabkan semakin berkurangnya kualitas

tidur lansia. Menurut Subandi (2008), terapi non farmakologi meliputi terapi

pembatasan tidur, terapi kontrol stimulus, terapi pencatatan waktu tidur (sleep

diary), serta terapi komplementer meliputi pengobatan herbal, terapi teknik

relaksasi (progresif, meditasi, yoga, hipnotis), pijat refleksi, terapi medan magnet,

serta terapi bekam dan akupuntur. Salah satu terapi komplementer lain yang dapat

dipelajari dan direkomendasi oleh perawat komunitas untuk gangguan tidur

adalah terapi Spiritual Emosional Freedom Tehnique (SEFT). Terapi ini

merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh (energy medicine) dan

terapi spiritualitas dengan menggunakan metode ketukan (tapping) beberapa titik

tertentu pada tubuh. Banyak manfaat yang dihasilkan dengan terapi Spiritual

Emosional Freedom Tehnique (SEFT) yang telah terbukti membantu mengatasi


berbagai masalah fisik maupun emosi (Faiz, 2008). Spiritual Emosional Freedom

Tehnique (SEFT) dikembangkan di Indonesia oleh trainer bernama Ahmad Faiz

Zainuddin. Metode Spiritual Emosional Freedom Tehnique (SEFT) sendiri

merupakan pengembangan dari metode Emotional Freedom Technique (EFT)

yang dipelopori oleh Gary Craig seorang insinyur lulusan Stanford University

yang mana beliau membuat proses EFT menjadi universal agar bisa diterapkan

untuk semua permasalahan mental, emosional dan fisik (Zainuddin, 2014). Terapi

Spiritual Emosional Freedom Tehnique (SEFT) termasuk teknik relaksasi yang

merupakan salah satu bentuk mind-body therapy dari terapi komplementer dan

alternatif dalam keperawatan yang bekerja kurang lebih sama dengan prinsip

akupuntur dan akupresur, yakni dengan perangsangan titik-titik akupunktur

dipermukaan tubuh untuk menyembuhkan suatu penyakit. Bedanya dibandingkan

dengan metode akupuntur akupresure adalah teknik Spiritual Emosional Freedom

Tehnique (SEFT) menggunakan unsur spiritual, cara yang digunakan lebih aman,

lebih mudah dan lebih sederhana, karena Spiritual Emosional Freedom Tehnique

(SEFT) hanya menggunakan ketukan tangan (tapping) (Zainuddin, 2009).

Menurut Faiz (2008), terapi Spiritual Emosional Freedom Tehnique (SEFT)

berfokus pada kata atau kalimat yang diucapkan berulang kali dengan ritme yang

teratur disertai sikap pasrah kepada Allah SWT. Ketika seorang pasien berdoa

dengan tenang (disertai dengan hati ikhlas & pasrah) maka tubuh akan mengalami

relaksasi dan menyebabkan seorang pasien menjadi tenang. Pernafasan menjadi

teratur, denyut jantung menjadi teratur dan stabil akan melancarkan sirkulasi

darah yang mengalir kedalam tubuh dan mereka benar-benar berada dalam
keadaan yang luar biasa rileks, dan ketika seseorang dalam keadaan rileks maka

akan mudah untuk memulai tidur. Mills (2012) menjelaskan proses teknik

relaksasi membuat seseorang menjadi rileks. Prosesnya dimulai dengan membuat

otot-otot polos pada pembuluh darah arteri dan vena menjadi lebih rileks bersama

dengan otot-otot lain yang ada di dalam tubuh. Efek dari relaksasi otot-otot ini

menyebabkan kadar neropinefrin dalam darah menurun. Otot-otot yang rileks ini

akan menyebarkan stimulus ke hipotalamus sehingga jiwa dan organ dalam

manusia merasakan ketenangan dan kenyamanan (rileks). Hasil penelitian Anggi

(2018) terdapat pengaruh terapi Spiritual Emosional Freedom Tehnique (SEFT)

terhadap peningkatan kualitas tidur pada lansia. Selain itu, Sharp (2010) juga

mengatakan bahwa dengan unsur spriritual, seseorang dapat mengatur emosi

negatifnya seperti takut, sedih dan marah, serta dapat meningkatkan penerimaan

diri pada kenyataan yang dialami saat ini, sehingga dapat menstabilkan kembali

sistem energi tubuh dan mengurangi stres, yang mana stres merupakan salah satu

penyebab terjadinya insomnia. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh

mahasiwa Profesi Keperawatan Universitas Andalas di RW II didapatkan lansia

yang mengalami insomnia sebanyak 20% dari 18 lansia. Tn. U merupakan salah

satu lansia yang mengalami masalah insomnia tetapi keluarga belum mengetahui

tentang insomnia, cara perawatannya serta terapi Spiritual Emosional Freedom

Tehnique (SEFT) yang dapat dilakukan untuk insomnia. Oleh sebab itu

mahasiswa merasa perlu memberikan dan melakukan pembinaan kepada keluarga

Tn. U di RT IV/RW II dengan bekerja sama pihak yang terkait. Apabila insomnia

tersebut tidak diatasi, maka dapat menimbulkan dampak negatif bagi lansia.
Akibat lanjut yang bisa terjadi seperti memori cacat, depresi, dan penyakit

kardiovaskuler. Berdasarkan hal tersebut maka perlu diberikan intervensi untuk

mengatasi Insomnia pada Tn. U yaitu dengan penerapan terapi Spiritual

Emosional Freedom Tehnique (SEFT). Menurut data yang di dapat pada

lingkungan I sitirejo II sebanyak kurang lebih 20% lansia mengalami gangguan

tidur, mengalami gangguan dikarenakan berbagai faktor yang terjadi pada lansia ,

baik dalam kondisi fisik yang menderita penyakit, faktor lingkungan, stress dan

proses menua. Berdasarkan data diatas, saya tertarik untuk melakukan

pengangkatan pada judul saya yaitu “Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan

Prioritas Masalah Gangguan Pola Tidur Pada Ny.B di Lingkungan I Kelurahan

Sitirejo Kecamatan Wangi-Wangi Tahun 2021”.

1.2. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Memberikan gambaran Kajian keperawatan yang komprehensif terhadap

lansia binaan dengan insomnia pada lansia

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengertian Lansia dan Pengkajian Khusus Keperawatan.

2. Melakukan pengkajian pada Ny.B dengan prioritas masalah kebutuhan

dasar Tidur.

3. Menegakkan diagnosa pada Ny.B dengan prioritas masalah kebutuhan

dasar Tidur
4. Melakukan intervensi keperawatan pada Ny.B dengan prioritas masalah

kebutuhan dasar Tidur

5. Melakukan implementasi keperawatan berdasarkan rencana keperawatan

yang sudah dibuat pada Ny.B dengan prioritas masalah kebutuhan dasar

Tidur.

6. Melakukan evaluasi hasil akhir terhadap tindakan keperawatan yang

telah dilakukan pada Ny.B dengan prioritas masalah kebutuhan dasar

Tidur.

1.3. Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Mahasiswa

Sebagai pengembangan kemampuan mahasiswa dalam hal perawatan

komprehensif dan menambah pengalaman mahasiswa dalam merawat lansia

dengan masalah insomnia.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

a. Memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya

disiplin ilmu keperawatan mengenai perawatan kompreshensif pada lansia

dengan masalah insomnia

b. Hasil laporan ilmiah akhir ini dapat menjadi bahan referensi bagi

mahasiswa yang ingin meneliti penerapan asuhan keperawatan pada lansia

dengan masalah insomnia yang berkaitan dengan terapi Spiritual

Emosional Freedom Tehnique (SEFT).


c. Sebagai pengembangan kemampuan mahasiswa dalam hal perawatan

komprehensif dan menambah pengalaman mahasiswa dalam merawat

lansia dengan masalah insomnia dengan cara menerapkan Terapi Spiritual

Emosional Freedom Tehnique (SEFT).

Memberikan saran atau informasi kepada masyarakat pada umumnya dan

petugas kesehatan pada khususnya dalam melaksanakan pengelolaan pasien

usia lanjut dengan hipertensi.

1.4.3 Manfaat untuk Instansi Terkait

1. Memberikan masukan dan informasi bagi Puskesmas dengan membuat

suatu pembuatan kebijakan standar asuhan keperawatan terhadap lansia

dengan masalah insomnia dengan cara menerapkan terapi Spiritual

Emosional Freedom Tehnique (SEFT)

2. Hasil laporan ilmiah akhir ini dapat menjadi salah satu bahan

pertimbangan dalam pembuatan kebijakan di Puskesmas untuk

meningkatkan pelayanan keperawatan yang bersifat promotif dan

preventif tentang penyuluhan dan penerapan terapi Spiritual Emosional

Freedom Tehnique (SEFT) sehingga dapat meningkatkan minat dan

partisipasi lansia dalam kegiatan tersebut.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Lansia dan Insomnia

Secara umum seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65

tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut

dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan

tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan.

Sedangkan Insomnia adalah gangguan tidur yang menyebabkan penderitanya

sulit tidur, atau tidak cukup tidur, meskipun terdapat cukup waktu untuk

melakukannya.

B. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan

untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat

mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan

dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan menurut

Effendy (1995, dalam Dermawan, 2012).


FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK

HARI DAN TANGGAL PENGKAJIAN

IDENTITAS UMUM

Identitas Klien

Nama : Tn. U

Umur : 68 Th

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Status : Duda

Agama : Islam

Suku : Buton

Pendidikan : SMA

Alamat : RT IV/RW II Kelurahan Lolong Belanti

Kecamatan Wangi-Wangi

Pekerjaan : Petani

Diagnose Medis : Masalah Gangguan Tidur/Insomnia

Identitas Penanggung Jawab

Nama : Yusni

Umur : 26
Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : RT IV/RW II Kelurahan Lolong Belanti

Kecamatan Wangi-Wangi

Hubungan dengan Klien : Anak

- KELUHAN UTAMA

Klien Menyatakan bahwa selama beberapa hari ini sulit untuk tidur

C. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan Pola Tidur Berhubungan dengan Faktor menua dan keadaan

lingkungan yang tidak nyaman ditandai dengan klien sering terbangun pada

saat tidur dan tidur tidak nyenyak.

2. Kurangnya pengetahuan tentang rematik berhubungan dengan kurang

terpaparnya informasi tentang rematik.

3. Nyeri akut akibat proses inflamasi pada kaki berhubungan dengan terjadinya

nyeri pada kaki ditandai dengan rasa kesemutan dan nyeri pada persendian.

D. Intervensi

- Lakukan pengkajian masalah gangguan tidur klien, karakteristik dan

penyebab kurang tidur.

- Lakukan persiapan untuk tidur malam seperti jam 8


- Anjurkan makan yang cukup satu jam sebelum tidur

- Keadaan tempat tidur yang nyaman

- Lingkungan yang tidak berisik dari kebisingan

- Tingkatkan aktivitas seharihari dan Kurangi aktivitas sebelum tidur.

- Kaji tingkat pengetahuan klien.

- Berikan pendidikan kesehatan tentang cara mencegah dan mengatasi

rematik.

- Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan yang dapat dikonsumsi.

- Evaluasi tingkat pengetahuan klien.

- Menganjurkan Klien untuk mandi air hangat, kompres sendisendi yang sakit

denga kompres hangat.

- Memberikan masase yang lembut

- Mengajarkan teknik relaksasi.

E. Implementasi

- Melakukan pengkajian masalah gangguan tidur klien, karakteristik, dan

penyebab kurang tidur

Hasil : Klien sering terbangun pada malam hari, klien terbangun kira-kira

1 jam tertidur, jika sudah terbangun klien biasanya melakukan kegiatan

minum air hangat, penyebab klien terbangun karena faktor lingkungan dan

jika gejala rematik yang membuatnya nyeri

- Menganjurkan klien untuk tidur malam seperti pada jam 8 malam sesuai

dengan pola tidur klien.


Hasil : Klien tidur jam 20.00- 04.00 wib.

- Anjurkan Keluarga klien untuk memberikan keadaan tempat tidur yang

nyaman, bersih dan bantal yang nyaman.

Hasil : Keluarga klien menuruti anjuran tersebut.Membuat tempat tidur

yang nyaman, lingkungan yang tidak panas.

- Meningkatkan aktivitas seharihari dan kurangi aktivitas sebelum tidur.

Hasil : Klien tidak melakukan kegiatan sebelum tidur. Tidak mengerjakan

yang berat-berat.

- Membina hubungan saling percaya dengan klien

Hasil : Memberi salam kepada klien,dan klien membalas salam tersebut.

- Menjelaskan tentang rematik kepada klien.

Hasil : Klien bertanya mengenai rematik tersebut

- Menjelaskan Cara untuk mengurangi sakit pada lutut dengan berolah raga.

Hasil : Klien mengatakan telah melakukan olah raga jalan pagi.

- Menjelaskan makanan yang dapat dikonsumsi klien

Hasil : Klien mengkonsumsi susu, telur, buah-buahan dan keju.

- Menjelaskan makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh penderita

rematik.

Hasil : Klien mengatakan menghindari konsumsi makanan seperti Kacang,

buncis dll.

F. Evaluasi

S :Klien mengatakan masih mengalami gangguan sekalisekali.


O:

- K/u Baik

- Klien merasa sudah hampir bisa tidur

- TD : 120/70mmhg

- Nadi : 82x/menit

- RR : 24x/menit

- S : 36 C

Kuantitas tidur pada malam hari dari jam 20.00 – 04.00 wit Pada siang hari

12.00 – 14.00 wib.

A : Masalah Sebagian teratasi

P : Intervensi Dilanjutkan

S : Klien mengatakan sudah paham dengan apa yang disampaikan mengenai

rematik, penyebab, makanan yang dapat dan tidak dapat dikonsumsi.

O : Ny. B tampak paham dengan apa yang disampaikan.

A : Masalah Teratasi

P : Intervensi Dilanjutkan

-Beri penkes tentang rematik

S : Ny. B mengatakan sudah 3 minggu merasakan kesemutan dan nyeri sendi

pada lututlututnya
-Ny. B mengatakan rasa nyeri sendi tersebut datang ketika akan bergerak

missal duduk atau berdiri.

O : -TD : 120/80 mmhg

-Nadi : 82x/menit

-Suhu : 36 C

-Respirasi : 24x/menit

-Ny. B tampak memegangi kaki bagian lututnya.

-Ny. B tampak melakukan teknik relaksasi dan distraksi dengan cara tarik

nafas dalam.

A : Masalah Teratasi

P : Intervensi Dilanjutkan

-Kaji pengetahuan klien tentang rematik

-Berikan penkes tentang penyakit rematik.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien Ny.B

yang mengalami masalah gangguan tidur didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Tidur adalah, suatu kondisi yang tenang, rileks tanpa ada rasa stress

emosional, bebas dari kecemasan.

2. Faktor resiko gangguan tidur pada Ny.B meliputi dikarenakan

berhubungan dengan gangguan lingkungan klien, gejala rematik yang

diderita, serta pengetahuan yang kurang mengenai rematik.

3. Tindakan penanganan gangguan pola tidur dilakukan dengan

menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman sehingga dapat

memicu pola istirahat dengan baik.

4. Masalah Keperawatan yang ditemukan pada Ny.B adalah gangguan

pola tidur, Nyeri berhubungan dengan gejala rematik, dan Kurangnya

pengetahuan tentang rematik.


5. Dari data yang telah didapat, prioritas masalah utama klien adalah

Gangguan Pola Tidur.

6. Implementasi yang sudah dilakukan pada Ny.B dapat berupa mengatur

pola tidur klien, menjelaskan pentingnya kebutuhan tidur pada klien,

serta menghindari kegiatan yang mengganggu pola tidur sehari-hari

B. SARAN

1. Klien sebaiknya dapat melaksanakan segala bentuk anjuran untuk

dapat memperbaiki pelaksanaan gangguan pola tidur agar pemenuhan

kebutuhan tidur terpenuhi.

2. Keluarga bekerja sama untuk dapat membuat suasana ataupun keadaan

yang memicu ketenangan, agar klien tidak mengalami gangguan tidur.

3. Untuk setiap tindakan asuhan keperawatan yang diberikan, sebaiknya

klien melaksanakannya demi tercapainya asuhan keperawatan yang

baik untuk klien.


DAFTAR PUSTAKA
Asmadi (2008) Teknik Prosedural Keperawatan, Konsep dan Aplikasi KDM,
Salemba Medika Jakarta

Maryam Siti.R, dkk (2010) Asuhan Keperawatan Pada Lansia, Trans Info
Media Jakarta

Maryam Siti.R, dkk (2008) Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannnya,


Salemba Medika Jakarta

Nugroho Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Jakarta: EGC

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,


Proses, dan Praktik, edisi 4. Jakarta: EGC

Wartonah Tarwoto (2006) KDM dan Proses Keperawatan, edisi 3, Salemba


Medika Jakarta

Wartonah Tarwoto (2010) KDM dan Proses Keperawatan, edisi 4, Salemba


Medika Jakarta

Anda mungkin juga menyukai