Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses menua lanjut usia (lansia) mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

yaitu sosial, ekonomi dan terutama kesehatan karena semakin bertambah usia

seseorang maka fungsi organ tubuh juga semakin menurun. Menua yaitu dimana

suatu keadaan yang akan terjadi dikehidupan manusia (Dewi, 2014). Penuaan

merupakan suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan yang ada didalam

tubuh secara perlahan-lahan sehingga jaringan kesulitan dalam memperbaiki dan

mempertahankan fungsi normalnya. Oleh karena itu dengan terjadinya penuaan

maka akan terjadi kemunduran fungsi tubuh, kemunduran tersebut dapat

menganggu aktivitas sehari-hari (Eliopaulos, 2017).

Bertambahnya usia, besar kemungkinan seseorang mengalami permasalahan

fisik, jiwa, spiritual, ekonomi dan sosial. Masalah yang sangat mendasar terhadap

lansia adalah masalah kesehatan yang merupakan akibat proses degeneratif.

Proses degenerasi pada lansia, salah satunya akan menyebabkan waktu tidur yang

efektif semakin berkurang dan menyebabkan tidak tercapainya kualitas tidur

yang adekuat serta menyebabkan berbagai macam keluhan tidur (Chasanah,

2017).

Salah satu masalah kesehatan yang banyak dihadapi kelompok lanjut usia

adalah insomnia (susah tidur). Insomnia merupakan keluhan tentang kurangnya

1
kualitas tidur yang di sebabkan karena sulit memasuki tidur, sering terbangun

tengah malam kemudian kesulitan untuk kembali tidur, bangun terlalu pagi, dan

tidur yang tidak nyenyak. Insomnia menpunyai efek samping bagi kesehatan

lansia diantaranya gangguan fungsi mental yang dapat mempengaruhi

konsentrasi memori kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan sehari-

hari, stres dan depresi dimana ketika seseorang kelelahan yang amat sangat

akibat kesulitan tidur akan membuat emosi kejiwaan semakin tidak stabil

sehingga seseorang penderita bisa menjadi stres dan perubahan pola tidur telah

terbukti secara signifikan mempengaruhi suasana hati yang apabila berlanjut

dapat menjadi tanda kegelisahan dan depresi, sakit kepala yang terjadi pada

malam hari atau dini hari, penyakit jantung, kecelakaan, penurunan gairah

seksual bagi laki-laki, gangguan penglihatan yang buruk dan kurang kurang

konsentrasi, badan terasa pegal-pegal atau tidak segar ketika bangun tidur, dan

anemia. (Suci, 2014).

Insomnia adalah kondisi yang menggambarkan dimana seseorang kesulitan

untuk tidur. Kondisi ini bisa meliputi kesulitan tidur, masalah tidur, sering

terbangun dimalam hari, dan bangun terlalu pagi. Kondisi ini mengakibatkan

perasaan tidak segar pada siang hari dan kesulitan dalam melakukan aktivitas

sehari-hari dan tidak tercukupinya kebutuhan tidur dengan baik (Respir, 2014).

Menurut World Health Organization dikawasan Asia Tenggara populasi

lansia sebesar 8% atau sekitar 142 juta jiwa. Pada tahun 2050 diperkirakan

populasi lansia meningkat 3 kali dari tahun ini. Pada tahun 2000 jumlah lansia

2
sekitar 5,300,000 (7,4%) dari total populasi, sedangkan pada tahun 2010 jumlah

lansia 24,000,000 (9,77%) dari total populasi, dan tahun 2020 diperkirakan

jumlah lansia mencapai 28,800,000 (11,34%) dari total populasi. Tahun 2016

Indonesia punya 22,6 juta lansia atau 8,75% penduduk dengan umur tengah 28

tahun. Diperkirakan pada tahun 2030, jumlah itu akan naik jadi 41 juta orang

atau 13,82% penduduk dengan umur 32 tahun (Badan Pusat Statistik, 2016).

Prevalensi insomnia di Indonesia pada lansia tergolong tinggi yaitu sekitar

67% dari populasi yang berusia diatas 65 tahun. Hasil penelitian didapatkan

insomnia sebagian besar dialami oleh perempuan yaitu sebesar 78,1% dengan

usia 60-74 tahun (Sulistyarini & Santosa, 2016).

Angka kejadian insomnia akan meningkat seiring bertambahnya usia. Dengan

kata lain, gejala insomnia sering terjadi pada orang lanjut usia (lansia), bahkan

hampir setengah dari jumlah lansia dilaporkan mengalami kesulitan memulai

tidur dalam mempertahankan tidurnya. Sebanyak 50-70% dari semua lansia yang

berusia >65 tahun, penelitian sebelumnya juga menyebutkan di Thailand, hampir

50% pasien yang berusia >60 tahun mengalami insomnia (Dewy, 2013).

Menurut BPS (2016), bahwa pada tahun 2016 penduduk lansia Sumatera

Selatan telah mencapai 582.643 orang atau ada sekitar 7,14% dari jumlah

penduduk Sumatera Selatan. Perbandingan persentase penduduk lansia (60+)

Sumatera Selatan tahun 2016 antara laki-laki dan perempuan 48,50% berbanding

51,50%. Populasi penduduk lansia tersebar secara tidak merata dibagian wilayah

kabupaten/kota di Sumatera Selatan, persentase penduduk lansia berkisar 5% -

3
8% lebih. Kabupaten/kota yang mempunyai lansia dengan persentase tertinggi di

SumateraSelatan berturut-turut adalah OKU Timur, Lahat dan Pagar Alam

(8,94%, 8,37% dan 8,20%) sedangkan yang lainnya relative sama, sekitar 5% -

7% untuk terendah persentasenya adalah Musirawas Utara, Lubuklinggau, dan

Prabumulih (5,99%, 5,98%, dan 6,17%).

Dari data yang didapat dari Panti Budi Luhur Tresna Werdha Lubuklinggau

ada 32 jumlah lansia dan terdapat 17 lansia yang menderita insomnia pada tahun

2019, Dan pada tahun 2020 ada 30 jumlah lanisa dan terdapat 18 lansia yang

menderita insomnia (Panti Budi Luhur Tresna Werdha, 2020).

Tabel 1
Jumlah penderita insomnia di panti tresna werdha kota lubuklinggau 2020
NO TAHUN JUMLAH LANISA JUMLAH PERSENTASE
PENDERITA (%)
1 2019 32 17 53,1
2 2020 30 18 54
Sumber: Panti Budi Luhur Tresna Werdha 2020

Salah satu terapi nonfarmakologi yang dapat digunakan dalam mengatasi

masalah gangguan tidur yaitu dengan teknik terapi relaksasi otot progresif (Putri, 2017).

Relaksasi pertama kali diperkenalkan oleh Edmund Jacobson sbagai

terapi yang dapat membantu mengurangi cemas serta stres. Efek terapi relaksasi

otot progresif ini mengurangi nyeri akibat ketegangan, kondisi mental lebih baik,

mengurangi kecemasan, meningkatkan aktifitas parasimpatis, mengatasi

gangguan pola tidur, menurunkan tekanan darah, meningkatkan kerja fisik

sehingga terapi relaksasi otot progresif memiliki efek jangka panjang dalam

meningkatkan kualitas hidup (Dhyani, 2015).

4
Menurut Soewondo (2012) mengatakan bahwa latihan relaksasi otot

merupakan langkah-langkah pertama yang dapat dilakukan dalam rangka

mengelola stress.

Bernstein, Borkovec dan Hazeltt-Stevens (2000) dalam Soewondo

(2012) mengemukakan bahwa latihan relaksasi terutama adalah untuk klien yang

mengalami tingkat ketegangan tinggi yang mengganggu kinerja dan perilaku

lain, termasuk insomnia yang disebabkan ketegangan otot dan pikiran kacau .

Menurut Purwanto (2013) mengemukakan bahwa relaksasi otot progresif

bermanfaat bagi penderita gangguan tidur (Insomnia) serta meningkatkan

kualitas tidur.

Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik untuk mengurangi

ketegangan otot dengan proses yang simpel dan sistematis dalam menegangkan

sekelompok otot kemudian merilekskannya kembali yang dimulai dengan otot

wajah dan berakhir pada otot kaki. Tindakan ini biasanya memerlukan waktu 15-

30 menit dan dapat disertai dengan instruksi yang direkam yang mengarahkan

individu untuk memperhatikan urutan otot yang direlakskan. Rendahnya aktivitas

otot tersebut menyebabkan kekauan pada otot. Otot yang kaku akan

menyebabkan tubuh tidak menjadi rileks sehingga memungkinkan lansia

mengalami insomnia (Marks, 2011).

5
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam proposal

penelitian ini yaitu “Tingginya kasus insomnia pada lansia di Panti Budi Luhur

Tresna Werdha Lubuklinggau”.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas maka pertanyaan penelitian adalah sebagai

berikut:

Apakah ada pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap insomnia pada

lansia?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif terhadap insomnia pada

lansia diPanti Budi Luhur Tresna Werdha Lubuklinggau Tahun 2020.

1. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui rata-rata insomnia sebelum dilakukan tindakan relaksasi

otot progresif dipanti Budi Luhur Tresna Werdha Lubuklinggau 2020.

b. Untuk mengetahui rata-rata insomnia sesudah dilakukan tindakan relaksasi

otot progresif dipanti Budi Luhur Tresna Werdha Lubuklinggau 2020.

c. Untuk mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif terhadap insomnia

pada lansia dipanti Budi Luhur Tresna Werdha Lubuklinggau Tahun 2020.

6
E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan

kesehatan khususnya dibidang keperawatan gerontik.

2. Manfaat Pelayanan Kesehatan/ Lahan Praktik

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan masukan dalam

rangka meningkatkan upaya-upaya mengurangi insomnia khususnya dipanti

Budi Luhur Tresna Werdha Lubuklinggau Tahun 2020.

3. Manfaat Peneliti Selanjutnya

Dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pembelajaran dalam dunia

kesehatan.

F. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang perubahan tingkat insomnia pada lansia sudah banyak

dilakukan tetapi sejauh ini yang penulis ketahui untuk saat ini belum ada

penelitian mengenai terapi relaksasi otot progresif terhadap perubhan tingkat

insomnia pada lansia di panti tresna werdha Lubuklinggau. Beberapa penelitian

yang menggunakan variabel insomnia yang dilakukan sebelumnya antara lain:

1. Sebuah jurnal penelitian yang berjudul “Relaksasi Otot Progresif Dalam

Mengatasi Insomnia Pada Lansia Di Panti Tresna Werdha”. Hasil penelitian

menunjukkan keefektifan intervensi relaksasi otot progresif yang diberikan

pada lansia dengan insomnia. Terjadinya penurunan tanda dan gejala yang

7
terjadi pada lansia dengan insomnia. Gejala yang mengalami penurunan

berupa peningkatan kualitas atau jumlah jam tidur pada klien. Hasil

menunjukkan terjadinya penurunan nilai ISI dari 17 menjadi 15 dan PSQI

dari nilai 8 menjadi 5 setelah dilakukan intervensi relaksasi otot progresif

(Pramudita & Yossie, 2016).

2. Sebuah jurnal penelitian yang berjudul “Pengaruh Terapi Relaksasi Otot

Progresif Terhadap Perubahan Tingkat Insomnia Pada Lansia Di Panti

Werdha Manado”. Hasil penelitian sebelum dilakukan terapi relaksasi otot

progresif, sebagian besar lansia mengalami tingkat insomnia ringan dan

sebagian kecil tingkat insomnia berat dan sangat berat. Sesudah dilakukan

terapi relaksasi otot progresif, tingkat insomnia lansia mengalami perubahan

yaitu sebagian besar lansia tidak ada insomnia dan tidak ada lansia yang

mengalami insomnia sangat berat (Yuliana, Henry & Vandri, 2015).

3. Sebuah jurnal penelitian yang berjudul “Pengaruh Relaksasi Otot Progresif

Terhadap Penurunan Tingkat Insomnia Pada Lansia”. Hasil penelitian pada

insomnia berat, rata-rata insomnia berat setelah dilakukan relaksasi otot

progresif itu terjadi penurunan tingkat insomnia, dengan nilai dari 35,60,

menjadi 28,88 (Adi, Gumantri & Tohong, 2016).

4. Sebuah jurnal penelitian yang berjudul “Pengaruh Terapi Relaksasi Otot

Progresif Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Panti Jompo Yayasan

Guna Budi Bakti Medan”. Hasil Penelitian adanya pengaruh terapi relaksasi

otot progresif terhadap kualitas tidur pada lansia di panti jompo yayasan guna

8
budi bakti medan tahun 2017 den p value = 0,003 (P<0,05) (Rostinah & Tri,

2017).

5. Sebuah jurnal penelitian yang berjudul “Pengaruh Terapi Relaksasi Otot

Progresif Terhadap Tingkat Kualitas Tidur Lansia Di UPT Pelayanan Sosial

Lanjut Usia Binjai”. Hasil penelitian rata-rata skor kualitas tidur lansia

sebelum diberikan terapi relaksasi otot progressive 8,59 (±1,938) dan setelah

dilakukan terapi relaksasi otot progressive rata-rata skor kualitas tidur lansia

menjadi 4,35 (±1,272). Artinya terdapat penurunan sebelum dan sesudah

dilakukan terapi relaksasi otot progresif (Rinco, 2018).

Anda mungkin juga menyukai