Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lanjut usia merupakan proses penuaan serta perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau menggantikan dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi atau
kerusakan. Lansia adalah individu berusia 60 tahun dimana memiliki tanda-
tanda penurunan fungsi biologis, psikologis, sosial, dan ekonomi yang terus
menerus secara alamiah (Junita., 2020:117)

Dalam waktu hampir lima dekade,persentase lansia di indonesia


meningkat sekitar dua kali lipat (1971-2020), yakni menjadi 9,92% (26 juta-
an) dimana lansia perempuan sekitar satu persen lebih banyak dibandingkan
lansia laki-laki 10,43% berbanding 9,42%. Dari seluruh lansia yang ada di
Indonesia,lansia muda (60-69 tahun) jauh mendominasi dengan besaran
yang mencapai 64-29%, selanjutnya diikuti oleh lansia madya (70-79 tahun)
dan lansia tua (80-95 tahun) dengan besaran masing-masing 27,23% dan
8,49%. (BPS 2020)

Kesehatan seorang di usia lanjut merupakan cerminaan dari proses


kehidupan yang dijalani selama rentang kehidupannya. Pendekatan siklus
hidup ini akan mengkaitkan gaya hidup seseorang dan kemampuan
beradaptasi dengan perubahan sesuai pertambahan usia disepanjang siklus
kehidupannya. Dengan kata lain, kondisi kesehatan lansia saat ini
merupakan pengaruh dari gaya hidup mereka di masa lalu. Pada tahun 2020,
hampir separuh lansia indonesia mengalami keluhan kesehatan, baik fisik
maupun psikis 48,14%. Sementara itu, persentase lansia yang mengalami
sakit, besarannya hampir mencapai seperempat lansia yang ada di indonesia
24,35%. Pada umumnya, penyakit yang dialami para lansia merupakan
penyakit tidak menular yang bersifat degeneratif atau disebabkan oleh faktor
usia misalnya penyakit jantung, diabetes militus, rematik, hipertensi dan
cedera (Kemenkes RI, 2019).
Masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dengan
masalah kesehatan yag dialami oleh orang dewasa, contoh masalah
kesehatan yang sering dialami oleh lansia yaitu immobility (imobilitas),
inkontinensia, depresi, malnutrisi, menurunnya kekebalan tubuh, dan
gangguan tidur atau insomnia. (Sari & Leonard, 2018:122). Insomnia
merupakan suatu keadaan seseorang yang mengalami sulit untuk tidur atau
tidur sering terbangun dimalam hari atau terbangun dipagi hari. Insomnia
diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu insomnia dengan gejala susah untuk
tertidur dan insomnia yang ditandai dengan sering atau gampang terbangun
dari tidur. (Maisharoh & Purwito, 2020:139)

Menurut National sleep Foundation, kejadian insomnia di seluruh dunia


mencapai 67% dari 1.508 orang di Asia Tenggara dan di dapatkan 50%
penduduk Amerika Serikat pernah mengalami sulit tidur dan 12%
mengatakan sulit tidur. Prevelensi sulit tidur (insomnia) pada lansia di
Amerika adalah 36% untuk laki-laki dan 54% pada wanita dan di Hongkong
terdapat 10% pada usia lanjut. (Lydia Susanti, 2018:952).

 Prevelensi insomnia di Indonesia pada lansia masih tergolong tinggi yaitu


sekitar 67%. Angka ini diperoleh dari populasi yang beusia diatas 65 tahun.
Menurut jenis kelamin, didapatkan bahwa insomnia dialami oleh perempuan
sebesar 78,1% pada usia 60-74 tahun. (Erwani & Nofriandi, 2017:124) 

Tingginya angka insomnia pada lansia dapat menyebabkan berbagai


dampak yang ditimbulkan. Dampak dari insomnia pada lansia antara lain
dapat mengakibatkan gangguan fungsi mental, stress dan depresi, sakit
kepala, kecelakan, kecenderungan untuk bunuh diri. Efek fisik yang di
sebabkan oleh insomnia pada lansia adalah berupa kelelahan, nyeri otot,
penglihatan menjadi kabur, dan konsentrasi berkurang atau tidak fokus,
dengan adanya gangguan tidur (insomnia) dapat menyebabkan tidak
terpenuhinya kualitas tidur pada lansia (Sari & Leonard, 2018:117)

Lansia dapat mengalami insomnia akibat tingkat stres, stres yang terjadi
pada lansia berhubungan dengan kematian pasangan, masalah keluarga
status sosial ekonomi, penyakit yang diderita oleh lansia, pensiun, serta
menurunya kondisi fisik dan mental juga dapat mengakibatkan stress pada
lansia. ( Arina 2014).

Faktor gaya hidup seperti penggunaan alkohol, rokok dan minuman


berkafein dalam kehidupan juga mempengaruhi tidur lansia. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Ke-Hsin Chuch (2017), didapatkan bahwa lansia
perempuan di Taiwan yang mengkonsumsi alkohol memiliki kualitas tidur
yang buruk. Kebiasaan merokok juga dapat menyebabkan insomnia pada
lansia, pengaruh nikotin dalam rokok dapat membuat seseorang menjadi
pecandu atau ketergantungan pada rokok dan dapat menimbulkan berbagai
akibat terhadap tubuh salah satunya adalah insomnia. Hasil Susenas 2020
menunjukan bahwa 23,55% lansia merokok dengan intensitas merokok yang
berbeda-beda. Intensitas merokok mencerminkan seberapa akut kebiasaan
merokok. Lansia yang merokok setiap hari tentu jauh lebih beresiko terkena
penyakit dari pada yang tidak setiap hari ( Maimun Tharida, Nanda Desreza,
Thursina, 2020:113).

Gangguan tidur pada lansia sebagaimana diungkapkan oleh ( Dewi


Kusumawati, 2021:229) banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor salah
satunya yaitu kebiasaan minum yang berkafein , dari kebiasaan minum yang
berkafein ini tidak jarang akan muncul efek samping yang dapat merugikan
para lansia yaitu sulit tidur.

Dari berbagai permasalahn insomnia pada lansia tersebut maka


diperlukan penanganan atau sikap yang tepat untuk mengatasinya dengan
tindakan farmakologi maupun nonfarmakologi. Farmakologi yaitu dengan
pemberian obat tidur dari golongan benzodiazeoin, kloralhidrat, dan
promethazine (penergen). Non farmakologi yaitu dengan cara hindari dan
minimalkan penggunaan minum yang berkafein, alkohol, merokok sebelum
tidur, serta stres yang berlebihan yang dapat mengganggu tidur.

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan didesa Bongopini


terdapat lansia yang berumur 60-65 tahun sebanyak 68 orang, 66-70 tahun
sebanyak 35 orang, 71-75 tahun sebanyak 17 orang, 76-80 tahun sebanyak
16 orang, dan 81-90 tahun sebanyak 4 orang. Dari hasil wawancara yang
dilakukan dengan 15 orang lansia, 3 orang lansia yang mengalami insomnia
karena gaya hidup seperti kebiasaan merokok, dan mengkonsumsi kopi
dimalam hari, 3 orang lansia juga mengeluhkan susah tidur karena stres
memikirkan masalah ekonomi yang semakin menurun, dan 4 orang lansia
stres memikirkan penyakit yang dideritanya, dan 5 orang lansia lainnya
menyatakan bahwa kualitas tidur mereka baik, tidur nyenyak dimalam hari,
dan tidak merasakam kantuk berlebihan dimalam hari.

Dalam Al-Qur’an  Allah telah banyak memberikan perihal tidur,


sebagaimana dalam firmannya yang berbunyi dalam surah Al-FurqanAyat47
:

‫اروَّ َج َع َل ُس َبا ًتا وَّ ال َّن ْو َم لِ َباسًا الَّ ْي َل َل ُك ُم َج َع َل الَّ ِذيْ َوه َُو‬ ُ ‫ُن‬
َ ‫ش ْورً اال َّن َه‬
Yang artinya : Dan Dialah yang menjadikan malam untukmu (sebagai)
pakaian, dan tidur untu kistirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangkit
berusaha.
Ayat diatas menjelaskan bahwa: Dan di antara bukti-bukti keesaan Allah
dan kekuasaanNya adalah bahwa Dia-lah sendiri yang menjadikan untuk
kamu sekalian malam dengan kegelapannya sebagai pakaia nyang menutupi
diri kamu, dan menjadikan tidur sebagai pakaian yang menutupi diri kamu,
dan menjadikan tidur sebagai pemutusan kakegiatan kamu sehingga kamu
dapat beristirahat guna memulihkan tenaga, dan Dia juga menjadikan siang
untuk bertebaran antara lain berusaha mencari rezeki.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Hubungan Tingkat Stres dan Gaya Hidup
dengan kejadian insomnia pada lansia di desa Bongopini Kecamatan
Tilongkabila Kabupaten Bone Bolango”.
1.2 Identifikasi Masalah
1.) Pada tahun 2020, hampir separuh lansia indonesia mengalami keluhan
kesehatan, baik fisik maupun psikis 48,14%. Sementara itu, persentase
lansia yang mengalami sakit, besarannya hampir mencapai seperempat
lansia yang ada di indonesia 24,35%.
2.) Menurut National sleep Foundation, kejadian insomnia di seluruh dunia
mencapai 67% dari 1.508 orang di Asia Tenggara dan di dapatkan 50%
penduduk Amerika Serikat pernah mengalami sulit tidur dan 12%
mengatakan sulit tidur. Prevelensi sulit tidur (insomnia) pada lansia di
Amerika adalah 36% untuk laki-laki dan 54% pada wanita dan di
Hongkong terdapat 10% pada usia lanjut. (Lydia Susanti, 2018:952).
3.) Prevelensi insomnia di Indonesia pada lansia masih tergolong tinggi yaitu
sekitar 67%. Angka ini diperoleh dari populasi yang berusia diatas 65
tahun. Menurut jenis kelamin, didapatkan bahwa insomnia dialami oleh
perempuan sebesar 78,1% pada usia 60-74 tahun . (Erwani & Nofriandi, 2
017:124)
4.) Tingginya angka insomnia pada lansia dapat menyebabkan berbagai
dampak yang ditimbulkan. Dampak dari insomnia pada lansia antara lain
dapat mengakibatkan gangguan fungsi mental, stress dan depresi, sakit
kepala, kecelakan, kecenderungan untuk bunuh diri. (Sari & Leonard,
2018:117)
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah di atas maka rumusan masalah yang akan diteliti
ini adalah Apa saja “Hubungan Tingkat Stres dan Gaya Hidup dengan
kejadian insomnia pada lansia?”
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi insmonia pada lansia di desa Bongopini"
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden ( Usia, Jenis Kelamin,
Pendidikan, status pernikahan. Tempat tinggal, Pekerjaan dan
Penyakit)
2. Untuk mengidentifikasikan hubungan tingkat stres dengan kejadian
insomnia pada lansia di Desa Bongopini.
3. Untuk mengidentifikasi hubungan gaya hidup dengan kejadian
insomnia pada lansia di Desa Bongopini
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat menambah  pengetahuan, 
pengalaman, dan wawasan ilmiah, serta bahan penerapan ilmu metode 
penelitian, khususnya mengenai hubungan tingkat stress dan gaya hidup
dengan kejadian insomnia pada lansia.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan pengetahuan perawat
khususnya dalam hal perawatan gerontik mengenai hubungan tingkat
stres dan gaya hidup dengan kejadian insomnia pada lansia.
2. Bagi Instansi
Manfaat yang bisa diperoleh bagi instansi kesehatan adalah data
dan hasil yang diperoleh dapat dijadikan sumber informasi dan
masukan untuk optimalisasi program pencegahan dan penanganan
gangguan tidur pada lansia. Data yang didapatkan di masyarakat
terkait dengan kualitas tidur yang buruk pada lansia dapat dijadikan
masukan pada instansi kesehatan setempat bahwa kebutuhan tidur
pada lansia juga penting untuk dipenuhi selain kebutuhan dasar lansia
lainnya
3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini bisa menjadiin formasi untuk meningkatkan
pengetahuan dalam dukungan yang diberikan keluarga terhadap
lansia penderita insomnia. Pengetahuan tersebut dapat menjadi dasar
bagi masyarakat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
lansia.
4. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti lain
sebagai bahan informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut,
teruama yang terkait dengan penanganan insomnia pada lansia yang
disebabkan oleh stress dan dari gaya hidup.

Anda mungkin juga menyukai