Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KRISIS TIROID

DISUSUN OLEH:

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
TAHUN 2022
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Penyakit tiroid adalah gangguan yang terjadi pada kelenjar maupun
hormon tiroid. Misalnya ada kelainan fungsi, produksi maupun bentuk dari
tiroid tersebut, Termasuk sebagai penyakit dalam, kondisi ini bukan
tergolong penyakit menular. (Komang & Permana, 2018)
Tiroid sendiri merupakan sebuah kelenjar yang fungsinya
menghasilkan hormon tiroid, yaitu salah satu hormon yang menunjang
proses metabolisme tubuh. Apabila ada gangguan pada kelenjar atau
hormon ini, umumnya terdiri dari dua kondisi, yaitu hipertiroidisme dan
hipotiroidisme.
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa
ditandai demam tinggi dan disfungsi system kardiovaskuler, system dan
system saluran cerna. Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi
dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikois. Tipikalnya terjadi pada pasien
dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang
dicetuskan oleh tindakan koperatif, infeksi atau trauma. Krisis tiroid
adalah komplikasi yang muncul akibat tingginya kadar hormon tiroid
dalam darah (hipertiroidisme) yang tidak ditangani dengan baik.
((Komang & Permana, 2018)
2. Etiologi.
Krisis tiroid merupakan komplikasi dari hipertiroidisme yang tidak di
tangani dengan baik, sehingga terjadi pelepasan hormone tiroid oleh
kelenjar tiroid secara berlebihan. Ketika hormone tersebut dilepaskan
secara berlebihan, maka sel-sel menjadi bekerja terlalu cepat, sehingga
timbul gejala krisis tiroid. Secara umum, penyebab krisis tiroid, antara
lain. (Siregar, 2020): Hipertirodisme yang tidak di tangani dengan baik,
Infeksi yang dikaitkan dengan hipertirodisme, Menderita penyakit infeksi,
seperti pneumonia dan infeksi saluran pernafasan lainnya, Tidak rutin
mengkonsumsi obat tiroid dengan tepat waktu, Mengalami kerusakan pada
kelenjar tiroid, Menderita penyakit graves, penyakit autoimun yang
menyerang kelenjar tiroid., Terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang
mengandung yodium, Mengalami tekanan emosional yang parah.

3. Manifestasi Klinis
Penderita umumnya menunjukan semua gejala tirotoksikosis tetapi
biasanya jauh lebih berat. Demam merupakan gejala yang hamper selalu di
temukan dan mungkin berkembang menjadi hiperpireksia. Gejala-gejala
kardiovaskular, gastrointestinal dan neurologic merupakan gejala yang
menonjol ditemukan seperti : keringat yang berlebihan sampai dehidrasi,
tekanan darah sistolik meningkat, aritmia atrial dan takiaritmia sering
menyebabkan gagal jantung dan syok, nyeri angina akibat spasme arteri
coroner, mual muntah, diare, gelisah, gangguan mental, kebingungan ,
gangguan kesadaran sampai koma. Faktor pencetus krisis tiroid yang
sering ditemukan adalah infeksi, pembedahan (tiroid atau nontiroid), terapi
radioaktif, pewarna kontras yang mengandung yodium, penghentian obat
antifiroid, amiodaron, ketoasidosis diabetic, gagal jantung kongestif,
hipoglikemia, toksemia gravidarum, partus, stress emosi berat, emboli
paru, cerebral vascular accident, infark usus, trauma, palpasi kelenjar tiroid
yang berlebihan. ( I Ketut Suastika, 2014)
4. Patofisiologi
Pathogenesis krisis tiroid belum sepenuhnya di ketahui. Yang jelas
bahwa kadar hormone tiroid di sirkulasi lebih tinggi daripada yang terlihat
pada tirotoksikosis tanpa komplikasi, yang memperburuk keadaan
tirotosik. Tampaknya kecepatan peningkatan hormon tiroid di sirkulasi
lebih penting dari pada kadar absolut.perubahan yang mendadak dari kadar
hormon tiroid akan diikuti perubahan kadar protein pengikat.hal ini terlihat
pada pasca bedah atau penyakit nontiroid sistemik. Pada penyakit
nontiroid sistemik juga ditemukan produksi penghambat ikatan hormon
trioid yang cepat kedalam aliran darah, seperti halnya setelah pemberian
yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis berlebih hormone tiroid.
Meningkatnya hormone bebas menyebabkan peningkatan ambilan selular
hormone tiroid. (
5. Komplikasi
Komplikasi krisis tiroid merupakan kondisi sekunder, gejala atau
gangguan yang disebabkan oleh krisis tiroid. Pada banyak kasus sulit
membedakan antara komplikasi dengan gejala krisis tiroid. Komplikasi
yang bisa terjadi : dehidrasi, gangguan gastrointestinal seperti mual
muntah, diare, icterus, gangguan irama jantung, gagal jantung, gangguan
kesadaran, kematian. ( Askandar Tjokroprawiro, Hermina Novida, 2014)
6. Pemeriksaan diagnostic
a. Hasil studi tiroid biasanya konsisten dengan hipertiroidisme dan hanya
berguna untuk penderita tanpa riwayat hipetiroidisme sebelumnya.
b. Hasil tes tidak selalu didapatkan dalam waktu cepat dan kurang
bermanfaat dalam memberikan penanganan yang segera.
c. Hasil laboratorium yang sering dijumpai adalah peningkatan kadar T3
dan T4 bebas, T3 resinuptake, TSH yang tersupresi dan peningkatan
iodine-uptake 24 jam. TSH tidak tersupresi jika etiologi adalah ekse
sekresi TSH.
d. Pemeriksaan Hasil Laboratorium
Hasil darah lengkap bisa menunjukan lekositosis ringan, dengan
pergeseran kekiri. Fungsi liver menunjukan abnormalitas yang non-
spesifik seperti SGOT, SGPT, LDH, Kreatinin kinase, alkali fosfatase
dan blirubn serum.
e. Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan untuk membuat diagnosis
krisis tiroid, tapi foto thoraks dipertlukan jika diduga ada kemungkinan
sumber infeksi dari paru-paru sebagai faktor pencetusnya.
f. Pemeriksaan elektrokardiogram sebagian besar menunjukan hasil sinus
takikardia atau atrial fibrilasi.
g. Pemeriksaan USG
7. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan krisis tiroid yakni dengan pemberian beta-blocker diberikan
untuk mengurangi T4 diperifer mengubahnya menjadi T3 sehingga
mengurangi gejala hipertiroid. Pemberian oksigen dan dukungan
hemodinamik harus diberikan. Obat-obatan non aspirin dapat digunakan
untuk terapi demam dan Lugol’s iodine serta sodium ipodate (intravena)
harus diberikan untuk mengurangi iodine uptake dan sekresi hormone
tiroid. Terapi PTU menghambat pembentukan hormone tiroid baru dan
mengurangi konversi T4 dan T3 diperifer. Kortikosteroid sering
diperlukan untuk mencegah kelelahan adrenal dan menghambat konversi
hormone tiroid di hati. ( Buku ajar Kelainan Tiroid, Prof. Dr. Azamris,
Sp.B, 2020).
Ada tiga komponen utama pengobatan krisis tiroid yaitu : koreksi
hipertiroidisme, menormalkan dekompensasi mekanisme homeostatic dan
pengobatan terhadap faktor pencetus :
1. Koreksi Hipertiroidisme
a. Menghambat sintesis hormone tiroid
Obat yang dipilh adalah profiltiourasil (PTU) atau metimasol. PTU
lebih banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4
menjadi T3 diperifer. PTU diberikan lewat selang nasogastric
dengan dosis awal 600-1000 mg kemudian diikuti 200-550 mg
setiap 4 jam (dosis total 1200-1500 mg/hari). metimasol diberikan
dengan dosis 20 mg tiap 4 jam (dosis total 120 mg/hari), bisa
diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100 mg.
b. Menghambat sekresi hormone yang terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium yodida pekat dengan dosis 5
tetes setiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis
terbagi 4
c. Menghambat konversi T4 menjadi T3 diperifer, termasuk : PTU,
ipodate atau loponoat, propranolol, kortikosteroid.
d. Menurunkan kadar hormone secara langsung
Dengan plasmaferesis, tukar plasma, dialysis peritoneal, dan
charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan
pengobatan konvesional tidak berhasil.
e. Terapi definitive
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau
total).
2. Menormalkan Dekompensasi Hemeostasis
a. Terapi Suportif : Dehidrasi dan keseimbangan elektrilit segera
diobati dengan cairan intravena, glukosa untuk kalori dan cadangan
glikogen, multivitamin, terutama B, obat aritmia, gagal jantung
kongestif, lakukan pantauan invasis bila diperlukan.
b. Obat antiadrenergic
3. Terapi untuk faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui. Terutama mencari
focus infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine dan sputum, juga
foto dada.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Primer
1. Airway
Pemeriksaan/pengkajian menggunakan metode look, listen,
feel.
a. Look
Lihat status mental, pergerakan/pengembangan dada,
terdapat sumbatan jalan nafas/tidak, sianosis, ada tidaknya
retraksi pada dinding dada, ada tidaknya penggunaan otot-
otot tambahan.
b. Listen
Mendengar aliran udara pernafasan,suara pernafasan, ada
bunyi nafas tambahan seperti snoring, gurgling, atau
stridor.
c. Feel
Merasakan ada aliran udara pernafasan, apakah ada
krepitasi, adanya pergeseran/deviasi trachea, ada hematoma
pada leher, terba nadi karotis atau tidak.
2. Breathing : distress penafasan (pernafasan cuping hidung,
takipnea, bradipnea) menggunakan otot bantu penafasan,
kesulitan bernafas (diaphoresis dan sianosis)
3. Circulation : sirkulasi perifer, nadi (irama, denyut) tekanan
darah, ekstremitas, warna kulit, CRT dan edema. Tanda dan
gejala ( takkikardi, hipotensi, renjatan, aritmia, palpitasi,
bengkak pada wajah, mata dan bibir, akral dingin, pucat, CRT
>2 detik, pruritus, urtikaria.Penurunan curah jantung ( gelisah,
latergi, takikardi), gangguan tingkat kesadaran ( ansietas, kacau
mental
4. Disability
a. Pengkajian kesadaran dengan GCS= E4, V5, M6 dan
metode AVPU meliputi :Allert (A) klien tidak merespon
terhadap lingkungan sekelilingnya/tidak sadar terhadap
kejadian yang menimpa, Respon Verbal (V) klien tidak
merespon terhadap pertanyaan perawat, Respon Nyeri (P)
klien tidak berespon terhadap respon nyeri, Tidak Bersepon
(U) tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri.
b. Reaksi pupil dengan penlight : isokor atau unisokor,
midriasis, dilatasi, ukuran
c. Kekuatan otot motoric
5. Eksposure
Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem,
pucat, tampak lemah, adanya perlukaan atau adanya kelainan
yang didapat secara objektif.
b. Sekunder
1. B1 Breathing (pernafasan/respirasi)
a) Pola nafas : dimulai kecepatan, irama dan kualitas
b) Bunyi nafas : bunyi nafas normal, vesikuler,
bronkovesikuler
c) Penurunan atau hilangnya bunyi nafas dapat menunjukan
adanya otolaktesis, pneumotrak atau fibrasi pada pleura
d) Bentuk dada : perubahan diameter anterior-posterior
e) Ekspansi dada : dinilai penuh/tidak penuh
f) Penggunaan otot bantu pernfasan, pernafasan cuping
hidung.
2. B2 (Blooding)
a) Irama jantung : frekuensi x/m, regular, ireguler
b) Distensi vena jugularis
c) Tekanan darah : hipertensi atau hipotensi
d) Bunyi jantung di hasilkan oleh katup jantung ( S1 :
terdengar saat kontraksi jantung, terjadi akibat penutupan
katub mitral dan trikuspidalis, S2 : terdengar saat akhir
kontraksi ventrikel terjadi akibat penutupan katub pulmonal
dan katub aorta, S3 : disebabkan osilasi darah antara
dinding aorta dan ventricular, S4 : disebabkan oleh
berakhirnya fase pengisian ventricular, setelah fase
isovolumetrik dan kontraksi atrial.
e) Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulasi darah
f) Pengisian kapiler : normal <3 detik
g) Edema : dikaji lokasi dan derajtnya
3. B3 Brain
Terjadi penurunan kesadaran,pasien biasanya mengalami
gangguan tidur, terdapat tremor, pusing, sakit kepala,
kesemutan, kebas, kelemahan pada otot parasetia, gangguan
penglihatan disorientasi, peningkatan metbaolisme di serebral
mengakibatkan pasien menjadi iritabel, penurunan perhatian,
agitasi, takut. Pasien juga dapat mengalami delirium, kejang,
stupor, apatis, depresi dan bisa menyebabkan koma.
4. B4 ( bladder )
Perubahan pola berkemih (polyuria, nocturia), rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), infeksi saluran
kemih berulang, polyuria ( dapat berkembang menjadi oliguria
atau uniria jika terjadi hipovolemia berat ), urine berkabut, bau
busuk (infeksi)
5. B5 ( Bowel)
Mual atau muntah, nyeri tekan abdomen, diare, penurunan
berat badan secara drastic dalam beberapa hari/minggu.
6. B6 ( Bone )
Pruritus, hiperpigmentasi, alopecia, kelemahan otot danatropi
otot.
2. Penyimpangan KDM
3. Diagnosis Keperawatan
a. Hipertermi b.d peningkatan proses penyakit
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan irama jantung
c. Hipervolemia b.d efek agen farmakologis ( kortikosteroid)
d. Defisit Nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolism
e. Diare b.d program pengobatan (agen tiroid)
f. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
4. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Hipertermia berhubungan dengan proses Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia
Observasi
penyakit keperawatan selama ....x24 jam 1. Identifikasi penyebab hipertermi
diharapkan termoregulasi 2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor kadar elektrolik
membaik dengan kriteria hasil: 4. Monitor haluaran urin
1. Suhu tubuh membaik 5. Monitor komplikasi akibat
36,2˚C – 37,2˚C hipertermia
Terapeutik
2. Suhu kulit membaik 6. Sediakan lingkungan yang dingin
3. Kulit merah menurun 7. Longgarkan atau lepaskan pakaian
8. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Kejang menurun 9. Berikan cairan oral
5. Konsumsi oksigen 10. Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami
meningkat hyperhidrosis
6. Pucat menurun 11. Lakukan pendinginan eksternal
12. Hindari pemberian antipiretik atau
Takikardi menurun aspirin
Edukasi
13. Berikan oksigen jika perlu
14. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
2. Penurunan curah jantung b.d perubahan Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung
irama jantung d.d bradikardia/takikardia keperawatan 3x24 maka curah Observasi :
jantung meningkat dengan 1. Identifikasi tanda/gejala primer
kriteria hasil : penurunan curah jantung
1. Kekuatan nadi perifer 2. Monitor tekanan darah
meningkat 3. Monitor saturasi oksigen
2. Tekanan darah
meningkat Terapeutik :
4. Posisikan pasien semi –Fowler
atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
5. Fasilitas pasien dan keluarga
untuk memodifikasi gaya hidup
sehat

Edukasi :
6. Anjurkan berhenti merokok

Kolaborasi:
7. Kolaborasi pemberian anti
aritmia,jika perlu

Perawatan sirkulasi

Observasi :
1. Periksa sirkulasi perifer
Terapeutik :
2. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Lakukan pencegahan infeksi

Edukasi :
Anjurkan menggunakan obat penurunan
tekanan darah,antikoagulan dan
penurunan kolestrol, jika perlu
3. Hipervolemia b.d efek agen farmakologis Setelah dilakukan tindakan Manajemen Cairan
keperawatan diharapkan 1. Observasi
( kortikosteroid)
keseimbangan cairan meningkat a. Monitor status hidrasi (mis frekuensi
dengan kriteria hasil: nadi,
1. Asupan cairan meningkat kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
2. Kelembaban membrane kelembaban mukosa, tugor kulit, tekan
mukosa darah)
3. Dehidrasi menurun b. Monitor berat badan harian
4. Tekanan darah membaik c. Monitor berat badan sebelum dan
5. Membrane mukosa membaik sesudah
dialysis
d. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
(mis hematocrit, Na, K, Cl, berat jenis
urine, BUN)
e. Monitor status hemodinamik (mis
MAP,
CVP, PAP, PCWP jika tersedia)
Terapeutik
a. Catat intake-output dan hitung balans
cairan 24 jam
b. Berikan asupan cairan, sesuai
kebutuhan
c. Berikan cairan intravena, jika
tersedia
3. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretik, jika
tersedia
Defisit Nutrisi b.d peningkatan kebutuhan
metabolisme

Diare b.d program pengobatan (agen


tiroid)

Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan Setelah dilakukan Dukungan ambulasi Tindakan
kekuatan otot tindakan keperawatan selama…. Observasi
x24 jam mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya nyeri atau
meningkat dengan kriteria hasil :
keluhan fisik lainya
1. Pergerakan
2. Identifikasi toleransi fisik
ekstrimitas melakukan ambulasi
meningkat 3. Monitor frekwensi jantung
2. Kekuatan otot dan tekanan darah
meniingkat sebelum memulai ambulasi
3. Rentang gerak ROM 4. Monitor kondisi umum
meningkat selama melakukan
4. Nyeri menurun ambulasi
5. Kecemasan Terapeutik
menurun 1. Fasilitasi aktifias ambulasi
6. Kaku sendi dengan alat banu (mis,
menurun tongkaat,kruk)
7. Gerakan tidaak 2. Fasilitasi melakukan mobilitasi
terkoordinasi menurun fisik jika perlu
8. Gerakan 3. Libatkan keluarga untuk
terbatas membantu psien dalam
menurun meningkatkan ambulsi
9. Kelemahan fisik Edukasi
menurun 1. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus di lakukan (
mis, berjalan dari tempat tidur
ke kursi roda , berjalan dari
tempat tidur ke kamar mandi,
4. berjalan sesuai toleransi.
5. implementasi keperawatan
Implementasi Keperawatan Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan meliputi pengumpulan
data dan berkelanjutan dan mengobservasi kondisi klien. Pertahankan
keseimbangan produksi dan kehilangan pada klien dengan intervensi yang
telah ditetapkan (Setiadi, 2016)
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana
intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi pada proses keperawatan
meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan klien dan menentukan
keputusan dengan cara membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan
dan pencapaian tujuan. Dengan mengukur perkembangan klien dalam
mencapai suatu tujuan maka perawat dapat menentukan efektivitas asuhan
keperawatan. Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membaningkan hasil tindakan keperaatan
yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperaatan
mulai dari pengkajian, intervensi dan implementasi. Evaluasi disusun
menggunapak SOAP (S: ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan
klien secara subjektif setelah diberikan implementasi keperawatan, O:
keadaan objektif yang dapat di identifikasi oleh peraat menggunakan
pengamatan yang objektif, A: analisis peraat setelah mengetahui respon
subjektif dan objektif, P: perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan
analisis). (Wiklinson,2016)
DAFTAR PUSTAKA

Komang, I. G., & Permana, A. (2018). Impending Krisis Tiroid pada Struma
Multinodusa Toksik dengan Pneumonia Komunitas. 2(1), 5–9.
Siregar, J. H. (2020). Krisis Tiroid / Badai Tiroid Thyroid Crisis / Thyroid Storm.
Jurnal Kedokteran Inbu Nafis, 9(2), 93–99.
https://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnunafis
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Indonesia.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Indonesia.
Setiadi. (2016). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori &
Praktik. Graha Ilmu.
Wiklinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan Diagnosis NANDA-I, Intervensi
NIC, Hasil NOC. EGC

Anda mungkin juga menyukai