Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KRISIS TIROID

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Klinik Keperawatan Gawat
Darurat

Disusun oleh:

Randi Pabyana
J2214901042

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2022/2023
1. Definisi
Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering
berhubungan dengan stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah
keadaan krisis terburuk dari status tirotoksik. Penurunan kondisi yang
sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika tidak segera tertangani
(Hudak & Gallo, 1996)
Krisis tiroid merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang
mengancam jiwa yang diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau
lebih sistem organ (Bakta & Suastika, 1999).
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan
ditandai dengan demam tinggi dan disfungsi system kardiovaskuler, system
saraf dan sitem saluran cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang
merupakan kumpulan gejala akibat peningkatan kadar hormone tiroid yang
beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya
menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu
tirotoksikosis tersebut. Krisi tiroid merupakan keadaan dimana terjadi
dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis tersebut. Tipikalnya terjadi pada
pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang
dicetuskan oleh tindakan operatif, infeksi, atau trauma.

2. Patofisiologi
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing
hormone (TRH) yang merangsangkelenjar pituitari anterior untuk
menyekresikan thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormon inilah
yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar
ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi
terutama olehhati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu
triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk
yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang
terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas
tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas
ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi
darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya
tirotoksikosis ini melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang
diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase,
simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang
merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid
dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan
berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon
tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas
imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon
tiroid dan TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine
monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga merangsang
uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam
merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang
melibatkan banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari
tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh hormon
tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon
tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake
hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel
terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien
dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat
meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate,
dan penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan
ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien
tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami,
teori berikut ini telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis
tiroid dilaporkan memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi
daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar
hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik
adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar
tiroid dan katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya,
peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan reseptor beta-
adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin. Respon dramatis
krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan
obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga
menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin
katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-
blockersgagal menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai
akibat patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat
yang dapat terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan peningkatan
mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai tambahan, kadar hormon
dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama operasi,
selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah
terapi radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan
termasuk perubahan toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat
mirip katekolamin yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan efek
simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat kemiripan strukturnya
dengan katekolamin.
3. Kemungkinan Data Fokus
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Apabila pasien memberi respon dengan suara normal maka jalan napas
itu normal (paten). Tanda-tanda adanya obstruksi jalan napas atau
jalan napas yang terganggu adalah sebagai berikut:
a) Adanya suara bising (seperti stridor)
b) Sesak napas (kesulitan bernapas)
c) Resirasi paradox
d) Penurunan tingkat kesadaran
e) Adanya suara mendengkur
Penanganan masalah Airway adalah :
a) Head tilt and chin lift
b) Pemberian oksigen
c) Suction
2) Breathing
Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan
kebutuhan oksigen sebagai bentuk kompensasi peningkatan laju
metabolisme yang ditandai dengan takipnea.
3) Circulation
Peningkatan metabolisme menstimulasi produksi katekolamin yang
mengakibatkan peningkatan kontraktilitas jantung, denyut nadi
dan cardiac output. Ini mengakibatkan peningkatan pemakaian
oksigen dan nutrisi. Peningkatan produksi panas membuat dilatasi
pembuluh darah sehingga pada pasien didapatkan palpitasi,
takikardia, dan peningkatan tekanan darah. Pada auskultasi
jantung terdengar mur-mur sistolik pada area pulmonal dan aorta.
Dan dapat terjadi disritmia,atrial fibrilasi,dan atrial flutter. Serta
krisis tiroid dapat menyebabkan angina pectoris dan gagal jantung
4) Disability
Disability menilai tentang tingkat kesadaran, dapat dengan cepat nilai
menggunakan metode AVPU
a) A (alert) kewaspadaan
b) V (voice responsive) respon suara
c) P (pain responsive) respon rasa nyeri
d) U (unresponsive) tidak respontif
e) Reflex pupil terhadap cahaya
f) Kadar gula darah
g) Gerakan (movement)
Penanganan masalah disability
a) Tangani jalan napas
b) Manajemen pernapasan
c) Manajemen sirkulasi
d) Pemulihan posisi
e) Manajemen glukosa untuk hipoglikemia

5) Exposure
Adanya suatu trauma dapat mempengaruhi exposure, reaksi kulit,
adanya tusukan dan tanda-tanda lain yang harus diperhatikan. Dalam
penilaian exposure dapat diperhatikan hal-hal berikut
1) Exposure kulit
2) Keadaan suhu tubuh
Penanganan masalah exposure : berikan perawatan untuk mengatasi
trauma
b. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Yang umum dikeluhkan oleh pasien adalah demam dengan
temperature konsisten melebihi 38,50 C, hipotensi disertai syok,
berkeringat banyak, penurunan nafsu makan, kehilangan BB, keluhan
saluran cerna sering diutarakan oleh pasien adalah mual, muntah,
diare, nyeri perut, dan jaundice. Sedangkan keluhan neurologic
mencakup gejala-gejala ansietas, perubahan perilaku, kejang,
koma/penurunan kesadaran.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau
gejala-gejala seperti iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan
kurang dengan BB sangat turun, keringat berlebih.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah keluarga pasien mengalami penyakit yang sama atau
DM, hipertiroid.
d. Anamnesa Singkat (AMPLE)
1) Alergies
Pasien ataupun keluarga ditanyakan mengenai apakah pasien
mempunyai riwayat alergi obat ataupun makanan.
2) Medikasi (Riwayat Pengobatan)
Biasanya dengan pasien yang pengobatan sebelumnya tidak tuntas.
3) Past Illness (riwayat penyakit)
Hipertiroid
4) Last meal/Terakhir kali makan
Tanyakan kepada pasien kapan minum dan makan terakhir.
5) Event of Injury/penyebab injuri
Ditanyakan bagaimana kondisi lingkungan yang berhubungan saat
kejadian trauma terjadi.
e. Pemeriksaan fisik persistem
1) System pernafasan
Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan
kebutuhan oksigen sebagai bentuk kompensasi peningkatan laju
metabolisme yang ditandai dengan takipnea.
2) System kardiovaskuler
Pada saat auskultasi terdengar suara murmur sistolik pada area
pulmonal dan aorta.
3) System persyarafan
Irritable, penurunan kesadaran, agitasi, takut, kejang.
4) System pencernaan
Kehilangan BB, diare, nyeri perut, mual, muntah
5) System musculoskeletal
Kelelahan, kekuatan otot lemah
6) Aktivitas atau istirahat
Insomnia, sensitivitas meningkat
7) Eliminasi
Kesulitan berkemih, infeksi saluran kemih berulang, diare, bising
usus menurun dan lemah, hiperaktif.
8) System integument
Turgor menurun, pucat, jaundice.
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Test T4 serum
Test yang sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan
teknik radioimmunoassay atau pengikatan kompetitif nilai normal
berada diantara nilai 4,5 dan 11,5 µg/dl (58,5 hingga 150 nmol/L)
dan terjadi peningkatan pada krisis tiroid
2) Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau
T3 total dalam serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220
µg/dl (1,15 hingga 3,10 nmol/L) dan meningkat pada krisis tiroid
3) Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksaan untuk mengukur secara tidak langsung
kadar TBG tidak jenuh. Tujuannya adalah untuk menentukan
jumlah hormone tiroid yang terikat dengan TBG dan jumlah
tempat pengikat yang ada. Nilai Ambilan Resin T3 normal adalag
25% hingga 35% (fraksi ambilan relative : 0,25 hingga 0,35) yang
menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada
pada TBG sudah ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid
biasanya ada peningkatan
4) Test TSH (Thyroid- Stimulating Hormone)
Pengukuran konsentrasi TSH serum sangat penting artinya dalam
menegakan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan
untuk membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada
kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh
penyakit pada hipofisis atau hipotalamus
5) Triglobulin
Triglobulin merupakan precursor untuk T3 dan T4 dapat diukur
kadarnya dalam serum dengan hasil yang bias diandalkan melalui
pemeriksaan radioimunnoassay. Kecurigaan akan terjadinya krisis
tiroid harus diketahui dengan jelas oleh perawat. Kecurigaan akan
terjadinya krisis tiroid terdapat dalam triad
a) Menghebatnya tirotokikosis
b) Kesadaran menurun
c) Hipertermi

Apabila terdapat tiroid maka dapat meneruskan dengan


menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Bruch-
Wartofskyt. Skor menekankan 3 gejala pokok hipertermia,
takikardi dan disfungsi sususnan saraf.
g. Terapi medis
1) Nama obat : Propiltiourasil (PTU)
Indikasi : Indikasi propiltiurasil (PTU) adalah pada
pasien dengan hipertiroid akibat Grave’s disease atau struma
multinodular toksik. PTU juga dapat digunakan untuk mengatasi
gejala hipertiroid sebelum pasien dilkukan tiroidektomi total.
Kontraindikasi : Kontraindikasi propiltiurasil (PTU) adalah
pada pasien yang memiliki riwayat hipersensitivitas terhadap
kandungan atau komponen obat
Efek samping : Efek samping utama dari propiltiourasil (PTU)
adalah gangguan pada hepar, agranulositosis, dan vaskulitis. Efek
samping ini dapat mengancam jiwa sehingga perlu diawasi tanda
dan gejalanya pada awal pemberian PTU.
4. Analisa Data

NO Data Masalah
1. Gejala dan tanda mayor Hipovolemia
Subjektif (tidak tersedia)
Objektif
- Frekuensi nadi meningkat
- Nadi teraba lemah
- TD menurun
- Tekanan nadi menyempit
- Turgor kulit menurun
- Membrane mukosa kering
- Volume urin menurun
- Hematocrit meningkat
Gejala dan tanda minor
Subjetif
- Merasa lemah
- Mengeluh haus
Objektif
- Pengisian vena menurun
- Status mental menurun
- Suhu tubuh meningkat
- Konsentrasi urin
meningkat
- Berat badan turun tiba-tiba
2. Gejala dan tanda mayor Hipertermia
Subjektif (tidak tersedia)
Objektif
- Suhu tubuh diatas nilai
normal
Gejala dan tanda minor
Subjektif (tidar tersedia)
Objektif
- Kulit merah
- Kejang
- Takikardi
- Takipnea
- Kulit terasa hangat
3. Gejala dan tanda mayor Penurunan curah jantung
Subjektif
- Perubahan irama jantung
(palpitasi)
- Perubahan preload (lelah)
- Perubahan afterload
(dyspnea)
- Perubahan kontraktilitas
(PND, ortopnea, batuk)
Objektif
- Perubahan irama jantung
(bradikardia/takikardia,
gambaran EKG aritmia
atau gangguan konduksi)
- Perubahan preload
(edema, distensi vena
jugularis, CVP
meningkat/menurun,
hapatomegali)
- Perubahan afterload (TD
meningkat/menurun, nadi
perifer teraba lemah, CRT
>3 detik, oliguria, warna
kulit pucat/sianosis)
- Perubaham kontraktilitas
(terdengar suara jantung
S3 dan S$, ejection faction
(EF) menurun).
Gejala dan tanda minor
Subjektif
- Cemas
- Gelisah
Objektif
- Murmur jantung
- BB bertambah
- Pulmonary artery wedge
pressure (PAWP) menurun
- PVR meningkat/menurun
- SVR meningkat/menurun
- CI menurun
- LVSWI menurun
- SVI menurun
5. Diagnosa Keperawatan
A. Hipovolemia
B. Hipertermia
C. Penurunan curah jantung
6. Rencana Keperawatan

NO Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


DX
1. Setelah dilakukan intervensi Manajemen hipovolemia (L.03116)
keperawatan selama 2x4 jam Observasi
diharapkan status cairan klien - Periksa tanda dan gejala
membaik, dengan kriteria hasil : hipovolemia
1. Kekuatan nadi meningkat (5) - Monitor intake output cairan
2. Turgor kulit meningkat (5) Terapeutik
3. Output urine meningkat (5) - Hitung kebutuhan cairan
4. Pengisian vena meningkat - Berikan posisi modified
(5) trendelenburg
5. Ortopnea menurun (5) - Berikan asupan cairan oral
6. Dyspnea menurun (5) Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan
7. PND menurun (5) cairan oral
8. Frekuensi nadi membaik (5) - Anjurkan menghindari perubahan
9. Tekanan darah membaik (5) posisi mendadak
10. Tekanan nadi membaik (5) Kolaborasi
11. Membrane mukosa membaik - Kolaborasi pemberian cairan IV
(5) isotonis (NaCl, RL)
12. Intake cairan membaik (5) - Kolaborasi pemberian cairan IV
13. Suhu tubuh membaik (5) hipotonis (Glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid
(Albumin, plasmanate)
- Kolaborasi pemberian produk darah
2. Setelah dilakukan intervensi Manajemen hipertermia (I. 15506)
keperawatan selama 2x4 jam Observasi
diharapkan termoregulasi klien - Identifikasi penyebab hipertermia
membaik, dengan kriteria hasil : - Monitor suhu tubuh
1. Menggigil menurun (5) - Monitor kadar elektrolit
2. Kulit merah menurun (5) - Monitor haluaran urin
3. Kejang menurun (5) - Monitor komplikasi akibat
4. Takikardi menurun (5) hipertermia
5. Takipnea menurun (5) Terapeutik
6. Hipoksia menurun (5) - Sediakan lingkungan yang dingin
7. Suhu tubuh membaik (5) - Longgarkan atau lepaskan pakaian
8. Suhu kulit membaik (5) - Basahi dan kipasi permukaan tubuh
9. Tekanan darah membaik (5) - Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap ari jika
mengalami hyperhidrosis
- Lakukan pendinginan eksternal
(kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
- Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
- Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan
elektrolit
3. Setelah dilakukan intervensi Perawatan jantung (I.02075)
keperawatan selama 2x24 jam Observasi
diharapkan curah jantung klien - Identifikasi tanda/gejala primer
meningkat, dengan kriteria hasil : penurunan curah jantung
1. Kekuatan nadi meningkat (5) - Identifikasi tanda/gejala sekunder
2. EF meningkat (5) penurunan curah jantung
3. CI meningkat (5) - Monitor tekanan darah
4. Palpitasi menurun (5) - Monitor IO cairan
5. Gambaran EKG aritmia - Monitor BB setiap hari pada waktu
menurun (5) yang sama
6. PND menurun (5) - Monitor EKG 12 lead
7. Ortopnea menurun (5) - Monitor aritmia
8. Tekanan darah membaik (5) - Monitor nilai laboratorium jantung
- Monitor fungsi alat pavu jantung
- Periksa TD dan frekuensi nadi
sebelum dan setelah aktivitas
- Periksa TD dan pulsasi asebelum
pemberian obat
Terapeutik
- Posisikan pasien semi-fowler atau
fowler dengan kaki ke bawah atau
posisi nyaman
- Berikan diet jantung
- Gunakan stocking elastis
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
- Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan hasil
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiaritmia
- Rujuk ke program rehabilitas
jantung

7. Daftar Pustaka
Syafri, Santi., DKK. LAPORAN KASUS Badai Tiroid. Endokrin Metabolik &
Diabetes – Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara – RSUP. H. Adam Malik Medan
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai