Disusun oleh:
Cinta Daratusta. ( 1610031 )
Kiki Puspitasari ( 1610040 )
Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan rahmat serta
anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah kami dengan judul
“Kegawatdaruratan Krisis Tiroid” ini pada waktu yang ditentukan. Adapun tujuan makalah
ini untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Gawat Darurat Bencana di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Kepanjen.
Dalam menyusun makalah ini, kami banyak mengalami berbagai kesulitan. Namun
berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung maka
terselesaikan makalah ini. Untuk itu pada kesempatan ini kamu ingin menucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya hanya pada Allah SWT semata kami memohon lindungan-Nya. Kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi Krisis Tiroid/Thyroid Storm
Krisis tiroid berpontensi menyebabkan episode akut mematikan karena
overaktif kelenjar tiroid. Ditandai dengan panas tinggi, takikardi yang berat, delirium,
dehidrasi, dan iritabilitas ektrem. Bidai tiroid adalah diagnosis klinis, tidak ada
perbedaan tes laboraturium antara hiperteroidisme atau tirotoksikosis secara umum.
Krisis tiroid diperlakukan sebagai kegawatdaruratan medis. Demam tinggi diterapi
dengan selimut hipotermik; dehidrasi diatasi dengan pemberian cairan intravena.
Penatalaksanaan krisis tiroid juga termasuk supresi pelepasan hormone, inhibisi
sintesis hormone, memblok konservasi T, menjadi T, aktif, inhibisi efek TH pada
jaringan tubuh, dan terapi terhadap penyebab kasus jika diektahui penyebabnya.
Migneco et al (2005) menyatakan bahwa krisis tiroid merupakan suatu keadaan
eksaserbasi lanjut dari kondisi hipertiroid dengan karakteristik kegagalan organ pada
satu atau lebih system organ. Menurut Hudak & Galo (2010) krisis tiroid merupakan
keadaan krisis terburuk dari status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat
dan kematian dapat terjadi jika tidak segera tertangani.
Dapat disimpulkan bahwa krisi tiroid merupakan suatu bentuk
kegawatdaruratan yang merupakan suatu keadaan eksaserbasi lanjut dari
tirotoksikosis dengan karakteristik dekompensasiorgan yang dapat dengan segera
menimbulkan kematian jikapasien tidak mendapatkan penanganan segera dan
adekuat.
b. Etiologi
Penyebab paling sering terjadimya krisis tiroid adalah penyakit grave.
Penyakit grave merupakan penyakit autoimun yang dimediasi oleh antibody reseptor
tirotropin yang mestimulasi sintesis hormone tiroid menjadi berlebihan dan tidak
terkendali (Nayak, 2010). Selain itu penyebab lainnya yang terjadi berupa
hipertirodisme oksigen, tiroiditis, goiternodular toksik, dan kanker tiroid. Obat-obat
tertentu seperti prosedur radiografi atau amiodaron (obat antidisritmia) juga dapat
mencetuskan terjadinya status tirotoksik karena mengandung iodine yang tinggi
(Hudak & Galo, 2010)
Krisis tiroid juga dapat dicetuskan oelh suatu kondisi tertentu. Menurut Hudak
& Galo, (2010) faktor terjadinya krisis tiroid tebagi menjadi dua yaitu : (1) pasien
yang beresiko terhadap terjadinya krisis endokrin pada mereka yang telah mengetahui
adanya gangguan endokrin seperti infeksi, trauma, penyakit medical yang bersamaan
(infark miokard, penyakit paru), kehamilan dan pengobatan (terapi steroid, bloker,
narkotik, alcohol, terapi glukokortikoid, terapi insulin, diuretic tiasin, fenitoin, agen-
agen kemoterapi, dan agen-agen inflamasi nonsteroid). (2) Faktor pencetus lainnya
pasien yang beresiko terkena krisis endokrin, yang sebelumnya belum mengetahui
adanya gangguan endokrin. Faktor (2) ini meliputi tumor pituitary, terapi radiasi pada
leher dan kepala, penyakit autoimun, prosedur pembahasan neurologi, metastasis
malignasi, pembedahan, penyakit yang berkepanjangan, syok, postpartum, dan
trauma.
c. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari krisis tiroid merupakan suatu kondisi ektrem dari
keadaan tirotoksikosis. Semakin parahnya, gejala dari tirotoksikosis patut diwaspadai,
karena kondisi ini akan jatuh pada tahap krisis tiroid. Migneco (2005) menjelaskan
bahwa gambaran klinis dari krisis tiroid terbagi menjadi 4 hal utama, yaitu : 1)
demam tinggi, 2) gangguan kardiovaskular seperti sinus takikardi atau variasi aritmia
supraventricular (takikardi atrial paroksisimal, atral fibrilasi, atrial flutter), dan dapat
G3 organik kelenjar G3 Fungsi Hipotalamus
dijumpai gagal jantung kongesif, 3) gangguan sistem saraf pusat (agitasi, kegelisahan,
tiroid /hipofisis
kebingungan, delirium, dan koma), 4) gangguan gastrointestinal seperti muntah dan
diare. Produksi TSH meningkat
Pendapat secara umum, untuk mengetahui apakah keadaan seseorang ini sudah
masuk dalam tahap krisis tiroid adalah dengan mengumpulkan gejala dari kelainan
Produksi hormone
organ yakni pada sistem saraf terjadi penurunan kesadaran (sampai dengan koma),
tiroid meningkat
hyperpyrexia (suhu badan diatas 40º C), aktivasi adrenergic (takikardia/ denyut
jantung diatas 140x/menit, muntah dan mencret serta kuning). Gejala lain berupa
berkeringat, kemerahan, dan tekanan darah yang meningkat.
Metabolisme Peningkatan Peningkatan
Proses
tubuh meningkat aktv SSP rangsangan glikogenesis
Aktifitas GI
d. Patofisiologi SSP meningkat
meningkat
penurunan curah
jantung
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa meningkatnya produksi dari T3
(triiodothyronin) dan T4 (Thyroxine) , (hormone T3 dan T4 berfungsi mengatur
metabolism dalam tubuh, mempengaruhi setiap sel, jaringan dan organ dalam tubuh)
menyebabkan krisis tiroid. Peningkatan reseptor katekolsmin (peningkatan sensitifitas
dan katekolamin) memegang peranan penting. Penurunan peningkatan dari TBG
(meningkatkannya T3 atau T4 bebas) munkin ikut berperan.
e. Penatalaksanaan
i. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu menangani
faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang berlebihan,
menghambat pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid
(Hudak & Gallo, 1996).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
a. Koreksi hipertiroidisme
1. Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU lebih
banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di
perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal 600-1000 mg
kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan dengan
dosis 20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-
100mg.
2. Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes
tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
3. Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan kortikosteroid.
4. Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan
charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan
konvensional tidak berhasil.
5. Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).
b. Menormalkan dekompensasi homeostasis
1. Terapi suportif
a) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan
intravena
b) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
c) Multivitamin, terutama vitamin B
d) Obat aritmia, gagal jantung kongstif
e) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan
f) Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena dapat
meningkatkan kadar T3 dan T4)
g) Glukokortikoid
h) Sedasi jika perlu
2) Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin. Reserpin
dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta bloker. Beta
bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol. Penggunaan
propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati hipertiroid, tetapi mengatasi
gejala yang terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi jantung dengan cara
menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi adalah
untuk menurunkan konsumsi oksigen miokardium, penurunan frekuensi
jantung, dan meningkatkan curah jantung.
a. Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari fokus
infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga foto dada
(Bakta & Suastika, 1999).
f. Komplikasi
Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati
dapat menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung kongestif,
kolaps kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak&Gallo, 1996).
g. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Smeltzer dan Bare(2002) terdapat beberapa jenis pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi
masalah pada kelenjar tiroid.
1. Test T4 serum
Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan tekhnik
radioimunoassay atau pengikatan kompetitif nilai normal berada diantara 4,5
dan 11,5 µg/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi peningkatan pada krisis
tiroid.
2. Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3 total dalam
serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 µg/dl ( 1,15 hingga 3,10
nmol/L) dan meningkat pada krisis tiroid.
3. Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar TBG tidak
jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah hormon tiroid yang terikat
dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Nilai Ambilan Resin T3
normal adal 25% hingga 35% ( fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang
menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada pada TBG sudah
ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid biasanya terjadi peningkatan.
4. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )
Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam menegakkan
diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk membedakan kelainan
yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang
disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hipothalamus.
5. Test Thyrotropin Releasing Hormone
Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH dihipofisis dan akan
sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa. Test ini sudah
jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas dan sensitifitasnya
meningkat.
6. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya
dalam serum dngan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaan
radioimunnoassay. Pemeriksaan ini diperlukan untuk tindak lanjut dan
penanganan penderita karsinoma tiroid, serta penyakit tiroid metastatik.
Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis maka
diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh
ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas
tirotoksikosis. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid harus diketahui dengan
jelas oleh perawat. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid terdapat dalam triad,
yang pertama menghebatnya tanda tirotoksikosis, kemuadian kesadaran
menurun, dan hipertermi. Apabila terdapat tiroid maka dapat meneruskan dengan
menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch – Wartofsky. Skor
menekankan 3 gejala pokok hipertermia, takikardi dan disfungsi susunan saraf.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya klien mengeluh berat badan turun, tidak tahan
terhadap panas, lemah, berkeringat banyak, palpitasi dan nyeri dada.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien pernah mengalami hipertiroid
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah keluarga pasien pernah mengalami penyakit yang sama
atau penyakit lainnya seperti DM, HT
e. Riwayat Psikososial
Pasien biasanya gelisah, emosi labil dan nervous/gugup.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan
Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan
oksigen sebagai bentuk kompensasi peningkatan laju metabolisme yang
ditandai dengan takipnea.
b. Sistem Kardiovaskuler
Peningkatan metabolisme menstimulasi produksi katekolamin yang
mengakibatkan peningkatan kontraktilitas jantung, denyut nadi dan
cardiac output. Ini mengakibatkan peningkatan pemakaian oksigen dan
nutrisi. Peningkatan produksi panas membuat dilatasi pembuluh darah
sehingga pada pasien didapatkan palpitasi, takikardia, dan peningkatan
tekanan darah. Pada auskultasi jantung terdengar mur-mur sistolik pada
area pulmonal dan aorta. Dan dapat terjadi disritmia,atrial fibrilasi,dan
atrial flutter. Serta krisis tiroid dapat menyebabkan angina pectoris dan
gagal jantung.
c. Sitem Persyarafan
Peningkatan metabolisme di serebral mengakibatkan pasien menjadi
iritabel, penurunan perhatian, agitasi, takut. Pasien juga dapat mengalami
delirium, kejang, stupor, apatis, depresi dan bisa menyebabkan koma.
d. Sitem Perkemihan
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia).
e. Sistem Pencernaan
Peningkatan metabolisme dan degradasi lemak dapat mengakibatkan
kehilangan berat badan. Krisis tiroid juga dapat meningkatkan
peningkatan motilitas usus sehingga pasien dapat mengalami diare, nyeri
perut, mual, dan muntah.
f. Sistem Muskuloskeletal
Degradasi protein dalam musculoskeletal menyebabkan kelelahan,
kelemahan, dan kehilangan berat badan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Ny. A (47 tahun) datang ke IGD pada tanggal 20 maret 2015 dengan keluhan lemas,
panas dan dada berdebar. Ny. A juga mengeluh sering berkeringat, sebelumnya pasien pernah
masuk rumah sakit dengan diagnosa hipertiroid. Setelah dilakukan pemeriksaan terdapat
pembesaran di leher depan dan dengan hasil TTV yaitu TD : 160/90, Nadi : 140x/menit, Suhu
: 38,8°C, RR: 24x/menit, BB 55 Kg
A. Pengkajian
Identitas Klien
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
1. Keluhan Utama
Ny. A mengatakan badannya lemas, panas, sering berkeringat dan dadanya berdebar
2. Riwayat Kesehatan :
Ny. A datang ke IGD dua hari yang lalu dengan keluhan lemas, badannya panas,
sering berkeringat dan dadanya berdebar. Pada pemeriksaan di dapatkan
pembesaran pada leher depan, TD : 160/90, Nadi : 140x/menit, Suhu : 38,8°C,
RR: 24x/menit, BB 55 Kg
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Ny. A pernah masuk rumah sakit dengan diagnosa medis Hipertiroid
c. Riwayat penyakit keluarga
Ny. A mengatakan keluarganya tidak ada yang menderita Hipertiroid
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan PerSistem
a. Sistem Pernapasan
Hidung
Mulut
Inspeksi : Pucat
Leher
Dada
Perkusi : Sonor
b. Sistem Cardiovaskuler
Wajah
Inspeksi : Pucat
Mata
Leher
Dada
Palpasi : Takikardia
Perkusi : Redup
c. Sistem Pencernaan-Eliminasi
Mulut
Inspeksi : Pucat
Lidah
Abdomen
Perkusi : Timpani
Palpasi : Terdapat nyeri tekan
e. Sistem Neurologi
f. Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Ekstrimitas Bawah
BAB IV
PEMBAHASAN
Pendapat Kelompok :
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa/i dapat berguna untuk meningkatkan pengetahuan dan
wawasan mengenai perawatan bagi klien dengan penyakit krisis tiroid.
Terutama pencegahan secara dini penyakit krisis tiroid pada diri sendiri
,orang sekitar dan di lingkungan sekitarnya serta tau apa yang harus di
lakukan ketika menemukan tanda dan gejala dari krisis tiroid.
5.2.2 Bagi Penulis
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Makalah Asuhan Keperwatan
Kegawat Daruratan Krisis Tiroid ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
sebab itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian sangat
kami perlukan guna kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I.M. dan Suastika, I.K. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta:
EGC.
Chang, E. dkk. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Editor:
Irawati Setiawan. Jakarta :EGC.
Price Sylvia, A.1994. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2. Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Smeltzer dan Bare.2002.Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta: EGC.
Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi IV. Jakarta : EGC