Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN MANAJEMEN BENCANA


“Krisis Tiroid”

Disusun oleh:
Cinta Daratusta. ( 1610031 )
Kiki Puspitasari ( 1610040 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN


MALANG
2018 / 2019
Kata Pengatar

Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan rahmat serta
anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah kami dengan judul
“Kegawatdaruratan Krisis Tiroid” ini pada waktu yang ditentukan. Adapun tujuan makalah
ini untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Gawat Darurat Bencana di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Kepanjen.
Dalam menyusun makalah ini, kami banyak mengalami berbagai kesulitan. Namun
berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung maka
terselesaikan makalah ini. Untuk itu pada kesempatan ini kamu ingin menucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya hanya pada Allah SWT semata kami memohon lindungan-Nya. Kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya

Kepanjen, 08 Oktober 2018

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Krisis tiroid merupakan salah satu bentuk kegawatdaruratan endokrin. Pengenalan dan
manajemen yang tepat diperlukan untuk mencegah mortalitas dan morbiditas akibat
penyakit ini. Krisis tiroid merupakan komplikasi hypertiroidisme yang jarang terjadi
tetapi berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan manifestasi
klinis karena konfirmasi laboratoris sering kali tidak dapat dilakukan dalam rentang
waktu yang cukup cepat. Pasien biasanya memperlihatkan keadaan hypermetabolik yang
ditandai oleh demam tinggi, tachycardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase
lanjut, pasien dapat jatuh dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai dengan
hypotensi.
Di Amerika Serikat rentang usia kejadian tirotoksikosis pada neonatal terjadi 1-2%
dari neonatus yang dilahirkan pada ibu dengan penyakit Graves. Bayi yang masih di
bawah 1 tahun kasusnya hanya sekitar 1%. Lebih dari dua per tiga kasus tirotoksikosis
yang terjadi pada anak-anak berada pada rentang usia 10-15 tahun. Secara keseluruhan,
tirotoksikosis terjadi pada rentang usia 30-40 tahun, hal ini menunjukkan krisis tiroid
paling banyak terjadi pada rentang usia ini (Misra, 2012).
Misra et al (2012) mengungkapkan bahwa rata-rata kematian pada orang dewasa
sangat tinggi mencapai 90%, jika pada awal pasien tidak terdiagnosa dan jika pasien tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat. Di jepang kasus definitif untuk krisis tiroid
berjumlah 282 kasus dan suspected case berjumlah 72 kasus. Rerata kematian dari kasus
definitive sejumlah 11%, sedangkan jumlah kasus yang suspected sejumlah 9.5%
(Akamizu, 2012) .
Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa insidensi mortalitas pada krisis tiroid
masih cukup tinggi. Insidensi mortalitas yang cukup tinggi di atas semata-mata terjadi
tidak hanya karena penanganan yang lambat dan tidak adekuat. Hal ini juga cukup
dipersulit dengan penegakkan diagnosis klinis yang tidak bisa berdasarkan hasil
biokimiawi semata karena diagnosis klinis krisis tiroid hanya bisa ditegakkan berdasarkan
gambaran klinis pasien. Sehingga, ketika melihat tanda dan gejala yang mengarah ke
kejadian krisis tiroid perlu sesegera mungkin untuk mengambil tindakan.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada klien krisis tiroid ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien krisis tiroid
1.3.2 Tujuan Khusus
Setelah membuat makalah ini diharapkan :
1. Dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien krisis tiroid
2. Memahami pertolongan kegawatdaruratan pada pasien krisis tiroid

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi Krisis Tiroid/Thyroid Storm
Krisis tiroid berpontensi menyebabkan episode akut mematikan karena
overaktif kelenjar tiroid. Ditandai dengan panas tinggi, takikardi yang berat, delirium,
dehidrasi, dan iritabilitas ektrem. Bidai tiroid adalah diagnosis klinis, tidak ada
perbedaan tes laboraturium antara hiperteroidisme atau tirotoksikosis secara umum.
Krisis tiroid diperlakukan sebagai kegawatdaruratan medis. Demam tinggi diterapi
dengan selimut hipotermik; dehidrasi diatasi dengan pemberian cairan intravena.
Penatalaksanaan krisis tiroid juga termasuk supresi pelepasan hormone, inhibisi
sintesis hormone, memblok konservasi T, menjadi T, aktif, inhibisi efek TH pada
jaringan tubuh, dan terapi terhadap penyebab kasus jika diektahui penyebabnya.
Migneco et al (2005) menyatakan bahwa krisis tiroid merupakan suatu keadaan
eksaserbasi lanjut dari kondisi hipertiroid dengan karakteristik kegagalan organ pada
satu atau lebih system organ. Menurut Hudak & Galo (2010) krisis tiroid merupakan
keadaan krisis terburuk dari status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat
dan kematian dapat terjadi jika tidak segera tertangani.
Dapat disimpulkan bahwa krisi tiroid merupakan suatu bentuk
kegawatdaruratan yang merupakan suatu keadaan eksaserbasi lanjut dari
tirotoksikosis dengan karakteristik dekompensasiorgan yang dapat dengan segera
menimbulkan kematian jikapasien tidak mendapatkan penanganan segera dan
adekuat.

b. Etiologi
Penyebab paling sering terjadimya krisis tiroid adalah penyakit grave.
Penyakit grave merupakan penyakit autoimun yang dimediasi oleh antibody reseptor
tirotropin yang mestimulasi sintesis hormone tiroid menjadi berlebihan dan tidak
terkendali (Nayak, 2010). Selain itu penyebab lainnya yang terjadi berupa
hipertirodisme oksigen, tiroiditis, goiternodular toksik, dan kanker tiroid. Obat-obat
tertentu seperti prosedur radiografi atau amiodaron (obat antidisritmia) juga dapat
mencetuskan terjadinya status tirotoksik karena mengandung iodine yang tinggi
(Hudak & Galo, 2010)
Krisis tiroid juga dapat dicetuskan oelh suatu kondisi tertentu. Menurut Hudak
& Galo, (2010) faktor terjadinya krisis tiroid tebagi menjadi dua yaitu : (1) pasien
yang beresiko terhadap terjadinya krisis endokrin pada mereka yang telah mengetahui
adanya gangguan endokrin seperti infeksi, trauma, penyakit medical yang bersamaan
(infark miokard, penyakit paru), kehamilan dan pengobatan (terapi steroid, bloker,
narkotik, alcohol, terapi glukokortikoid, terapi insulin, diuretic tiasin, fenitoin, agen-
agen kemoterapi, dan agen-agen inflamasi nonsteroid). (2) Faktor pencetus lainnya
pasien yang beresiko terkena krisis endokrin, yang sebelumnya belum mengetahui
adanya gangguan endokrin. Faktor (2) ini meliputi tumor pituitary, terapi radiasi pada
leher dan kepala, penyakit autoimun, prosedur pembahasan neurologi, metastasis
malignasi, pembedahan, penyakit yang berkepanjangan, syok, postpartum, dan
trauma.

c. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari krisis tiroid merupakan suatu kondisi ektrem dari
keadaan tirotoksikosis. Semakin parahnya, gejala dari tirotoksikosis patut diwaspadai,
karena kondisi ini akan jatuh pada tahap krisis tiroid. Migneco (2005) menjelaskan
bahwa gambaran klinis dari krisis tiroid terbagi menjadi 4 hal utama, yaitu : 1)
demam tinggi, 2) gangguan kardiovaskular seperti sinus takikardi atau variasi aritmia
supraventricular (takikardi atrial paroksisimal, atral fibrilasi, atrial flutter), dan dapat
G3 organik kelenjar G3 Fungsi Hipotalamus
dijumpai gagal jantung kongesif, 3) gangguan sistem saraf pusat (agitasi, kegelisahan,
tiroid /hipofisis
kebingungan, delirium, dan koma), 4) gangguan gastrointestinal seperti muntah dan
diare. Produksi TSH meningkat

Pendapat secara umum, untuk mengetahui apakah keadaan seseorang ini sudah
masuk dalam tahap krisis tiroid adalah dengan mengumpulkan gejala dari kelainan
Produksi hormone
organ yakni pada sistem saraf terjadi penurunan kesadaran (sampai dengan koma),
tiroid meningkat
hyperpyrexia (suhu badan diatas 40º C), aktivasi adrenergic (takikardia/ denyut
jantung diatas 140x/menit, muntah dan mencret serta kuning). Gejala lain berupa
berkeringat, kemerahan, dan tekanan darah yang meningkat.
Metabolisme Peningkatan Peningkatan
Proses
tubuh meningkat aktv SSP rangsangan glikogenesis
Aktifitas GI
d. Patofisiologi SSP meningkat
meningkat

Produksi kalor Perub Peningkatan


Kebutuhan
meningkat cairan konduksi aktivitas SSP Proses Nafsu
meningkat listrik jantung pembakaran makan
lemak meningkat
meningkat
Peningkatan Disfungsi SSP
suhu tubuh Defisit Beban kerja Penurunan
volume jantung naik berat badan
cairan
Agitasi,
Aritmia,takikardi kejang, koma

penurunan curah
jantung
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa meningkatnya produksi dari T3
(triiodothyronin) dan T4 (Thyroxine) , (hormone T3 dan T4 berfungsi mengatur
metabolism dalam tubuh, mempengaruhi setiap sel, jaringan dan organ dalam tubuh)
menyebabkan krisis tiroid. Peningkatan reseptor katekolsmin (peningkatan sensitifitas
dan katekolamin) memegang peranan penting. Penurunan peningkatan dari TBG
(meningkatkannya T3 atau T4 bebas) munkin ikut berperan.

e. Penatalaksanaan
i. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu menangani
faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang berlebihan,
menghambat pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid
(Hudak & Gallo, 1996).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
a. Koreksi hipertiroidisme
1. Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU lebih
banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di
perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal 600-1000 mg
kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan dengan
dosis 20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-
100mg.
2. Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes
tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
3. Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan kortikosteroid.
4. Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan
charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan
konvensional tidak berhasil.
5. Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).
b. Menormalkan dekompensasi homeostasis
1. Terapi suportif
a) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan
intravena
b) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
c) Multivitamin, terutama vitamin B
d) Obat aritmia, gagal jantung kongstif
e) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan
f) Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena dapat
meningkatkan kadar T3 dan T4)
g) Glukokortikoid
h) Sedasi jika perlu
2) Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin. Reserpin
dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta bloker. Beta
bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol. Penggunaan
propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati hipertiroid, tetapi mengatasi
gejala yang terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi jantung dengan cara
menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi adalah
untuk menurunkan konsumsi oksigen miokardium, penurunan frekuensi
jantung, dan meningkatkan curah jantung.
a. Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari fokus
infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga foto dada
(Bakta & Suastika, 1999).
f. Komplikasi
Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati
dapat menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung kongestif,
kolaps kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak&Gallo, 1996).
g. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Smeltzer dan Bare(2002) terdapat beberapa jenis pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi
masalah pada kelenjar tiroid.
1. Test T4 serum
Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan tekhnik
radioimunoassay atau pengikatan kompetitif nilai normal berada diantara 4,5
dan 11,5 µg/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi peningkatan pada krisis
tiroid.
2. Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3 total dalam
serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 µg/dl ( 1,15 hingga 3,10
nmol/L) dan meningkat pada krisis tiroid.
3. Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar TBG tidak
jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah hormon tiroid yang terikat
dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Nilai Ambilan Resin T3
normal adal 25% hingga 35% ( fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang
menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada pada TBG sudah
ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid biasanya terjadi peningkatan.
4. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )
Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam menegakkan
diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk membedakan kelainan
yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang
disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hipothalamus.
5. Test Thyrotropin Releasing Hormone
Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH dihipofisis dan akan
sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa. Test ini sudah
jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas dan sensitifitasnya
meningkat.
6. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya
dalam serum dngan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaan
radioimunnoassay. Pemeriksaan ini diperlukan untuk tindak lanjut dan
penanganan penderita karsinoma tiroid, serta penyakit tiroid metastatik.
Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis maka
diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh
ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas
tirotoksikosis. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid harus diketahui dengan
jelas oleh perawat. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid terdapat dalam triad,
yang pertama menghebatnya tanda tirotoksikosis, kemuadian kesadaran
menurun, dan hipertermi. Apabila terdapat tiroid maka dapat meneruskan dengan
menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch – Wartofsky. Skor
menekankan 3 gejala pokok hipertermia, takikardi dan disfungsi susunan saraf.

h. Asuhan Keperawatan Secara Umum


i. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas
Data klien, mencakup ; nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, No
RM/CM, tanggal masuk, tanggal kaji, dan ruangan tempat klien dirawat.
Data penanggung jawab, mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, suku bangsa, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Alasan Masuk Perawatan
Kronologis yang menggambarkan perilaku klien dalam mencari
pertolongan.

2) Keluhan Utama
Pada umumnya klien mengeluh berat badan turun, tidak tahan
terhadap panas, lemah, berkeringat banyak, palpitasi dan nyeri dada.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien pernah mengalami hipertiroid
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah keluarga pasien pernah mengalami penyakit yang sama
atau penyakit lainnya seperti DM, HT
e. Riwayat Psikososial
Pasien biasanya gelisah, emosi labil dan nervous/gugup.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan
Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan
oksigen sebagai bentuk kompensasi peningkatan laju metabolisme yang
ditandai dengan takipnea.
b. Sistem Kardiovaskuler
Peningkatan metabolisme menstimulasi produksi katekolamin yang
mengakibatkan peningkatan kontraktilitas jantung, denyut nadi dan
cardiac output. Ini mengakibatkan peningkatan pemakaian oksigen dan
nutrisi. Peningkatan produksi panas membuat dilatasi pembuluh darah
sehingga pada pasien didapatkan palpitasi, takikardia, dan peningkatan
tekanan darah. Pada auskultasi jantung terdengar mur-mur sistolik pada
area pulmonal dan aorta. Dan dapat terjadi disritmia,atrial fibrilasi,dan
atrial flutter. Serta krisis tiroid dapat menyebabkan angina pectoris dan
gagal jantung.
c. Sitem Persyarafan
Peningkatan metabolisme di serebral mengakibatkan pasien menjadi
iritabel, penurunan perhatian, agitasi, takut. Pasien juga dapat mengalami
delirium, kejang, stupor, apatis, depresi dan bisa menyebabkan koma.
d. Sitem Perkemihan
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia).
e. Sistem Pencernaan
Peningkatan metabolisme dan degradasi lemak dapat mengakibatkan
kehilangan berat badan. Krisis tiroid juga dapat meningkatkan
peningkatan motilitas usus sehingga pasien dapat mengalami diare, nyeri
perut, mual, dan muntah.
f. Sistem Muskuloskeletal
Degradasi protein dalam musculoskeletal menyebabkan kelelahan,
kelemahan, dan kehilangan berat badan.

 Pengkajian kegawat daruratan


A. Pengakajian
1. Airway
a. Kaji dan pertahankan jalan nafas
b. Lakukan head in chin lift jika perlu
c. Gunakan bantuan untuk memperbaiki jalan nafas
d. Pertimbangkan untuk di rujuk ke anastesis untuk dilakukab intubasi
jika tidak mampu untuk menjaga jalan nafas dalam kondisi terancam
kehidupannya pada pasien
e. Jika pasien menunjukan gejala yang mengancam kehidupan yakinkan
memdapat pertolongan medis secepatnya
2. Breathing
a. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan oxymeter dengan tujuan
mempertahankan saturasi oksigen
b. Berikan aliran oksigen tinggi melalui nonribriatmask
c. Ambil darah untuk pemeriksaan atrial blood gassis untuk mengkaji
PaO2 dan PaCo2
d. Kaji respiratori rate
e. Periksa system pernafasan dengan tanda :
a) sianosis
b) Defiasit trakea
c) Kesimetrisan pergerakan dada
d) Retrasi diding dada
f. Dengarkan adanya :
a) wheezing
b) pengurangan aliran udara masuk
c) silent chest
3. Circulation
a. Kaji denyut jantung dan rhytme
b. Catat tekanan darah
c. Lakukan EKG
d. Kaji intake ouput
4. Disability
a. Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b. Penurunan kesadaran merupakan tanda ekstrim pertama
5. Eksposure
a. Pada saat pasien stabil dapat ditanyakan riwayat dan pemeriksaan
lainnya

ii. Diagnosa Keperawatan


1. Defisit volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik
2. Hipertermia berhubungan dengan status hipermetabolik
3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertiroidisme
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gagal jantung, status
hipermetabolik
iii. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Defisit volume Setelah diberi asuhan 1. Kaji status volume cairan
cairan berhubungan keperawatan, cairan tubuh (TD, suhu, bunyi jantung)
dengan status seimbang dengan kriteria: tiap 1 jam
hipermetabolik a. Tanda-tanda vital 2. Kaji turgor kulit dan
tetap stabil membrane mukosa mulut
(TD 100-120/60-90 setiap 8 jam
mmHg, 3. Ukur asupan dan haluaran
N: 60-100x/menit, setiap 1 sampai 4 jam. Catat
R” 16-22x/menit, dan laporkan perubahan yang
S: 36-37,5 OC) signifikan termasuk urine.
b. Warna kulit dan suhu 4. Berikan cairan IV sesuai
dalam batas normal instruksi.
c. Balance cairan 5. Kaji semua data
seimbang laboratorium, laporkan nilai
d. Turgor kulit elastis elektrolit abnormal
dan membrane mukosa 6. Berikan beta adrenergik
lembab sesuai instruksi

2. Hipertermia Setelah diberi asuhan 1. Pantau Tanda


berhubungan keperawatan, tidak terjadi Vital (Suhu ) Tiap 1 jam
dengan status hipertermi dengan kriteria: 2. Anjurkan
a. Suhu dalam batas
hipermetabolik banyak minum bila tidak ada
normal 36-37,5OC
kontraindikasi
b. Tidak ada konvulsi
c. kulit tidak memerah 3. Beri kompres
d. tidak ada takikardi
hangat
4. Gunakan
pakaian tipis dan menyerap
keringat
5. Pertahankan
cairan intravena sesuai
progam
6. Berikan
antipiretik sesuai program
3. Perubahan perfusi Setelah diberi asuhan 1. Kaji status neurologi tiap jam
2. Lakukan tindakan
jaringan serebral keperawatan, perfusi
pencegahan terhadap kejang
berhubungan jaringan serebral efektif,
3. Kaji adanya kelemahan,
dengan dengan kriteria:
patensi jalan napas,
a. Tingkat kesadaran
hipertiroidisme
keamanan, jika tingkat
meningkat (GCS: E:4,
kesadaran pasien menurun
M:6, V:5) 4. Lakukan tindakan
b. Klien tidak mengalami
pengamanan untuk mencegah
cedera
cedera
c. Jalan napas paten
4. Penurunan curah Setelah diberi asuhan 1. Pantau tekanan
jantung keperawatan, tidak terjadi darah tiap jam
berhubungan penurunan curah jantung, 2. Periksa
dengan gagal dengan kriteria: kemungkinan adanya nyeri
a. Nadi perifer
jantung, status dada atau angina yang
dapat teraba normal
hipermetabolik dikeluhkan pasien.
(60-100x/menit, kuat)
3. Auskultasi suara
b. TD:100-
nafas. Perhatikan adanya
120/80-90x.menit, RR:
suara yang tidak normal
16-20x/menit, S:36-
(seperti krekels)
37,50C
c. Capilary 4. Observasi tanda
reffil <2 detik dan gejala haus yang hebat,
d. Status mental
mukosa membran kering,
baik
nadi lemah, penurunan
e. Palpitasi
produksi urine dan
berkurang
hipotensi,pengisian kapiler
lambat
5. Kolaborasi :
berikan obat sesuai dengan
indikasi : Penyekat beta
seperti: propranolol, atenolol,
nadolol

BAB III
TINJAUAN KASUS

Ny. A (47 tahun) datang ke IGD pada tanggal 20 maret 2015 dengan keluhan lemas,
panas dan dada berdebar. Ny. A juga mengeluh sering berkeringat, sebelumnya pasien pernah
masuk rumah sakit dengan diagnosa hipertiroid. Setelah dilakukan pemeriksaan terdapat
pembesaran di leher depan dan dengan hasil TTV yaitu TD : 160/90, Nadi : 140x/menit, Suhu
: 38,8°C, RR: 24x/menit, BB 55 Kg
A. Pengkajian

Identitas Klien

Nama : Ny. A No. Reg : 297468

Umur : 47 tahun Tgl. MRS : 20 maret 2015

(Jam 15.00 WIB)

Jenis Kelamin : P Diagnosis medis : Krisis Tiroid

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Tgl Pengkajian : 22 maret 2015

(Jam 08.00 WIB)

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMA

Alamat : Sendang Rejo, Banjardowo, Jombang

1. Keluhan Utama

Ny. A mengatakan badannya lemas, panas, sering berkeringat dan dadanya berdebar

2. Riwayat Kesehatan :

a. Riwayat Penyakit Sekarang

Ny. A datang ke IGD dua hari yang lalu dengan keluhan lemas, badannya panas,
sering berkeringat dan dadanya berdebar. Pada pemeriksaan di dapatkan
pembesaran pada leher depan, TD : 160/90, Nadi : 140x/menit, Suhu : 38,8°C,
RR: 24x/menit, BB 55 Kg
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Ny. A pernah masuk rumah sakit dengan diagnosa medis Hipertiroid
c. Riwayat penyakit keluarga
Ny. A mengatakan keluarganya tidak ada yang menderita Hipertiroid

3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Ny. A terlihat lemas dan berkeringat

Pemeriksaan PerSistem

a. Sistem Pernapasan

Hidung

Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ditemukan darah/cairan keluar dari hidung

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada hidung

Mulut

Inspeksi : Pucat

Leher

Inspeksi : Pembesaran kelenjar thyroid (+)

Dada

Inspeksi : Bentuk dada simetris, sesak napas

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (-), weezing (-)

b. Sistem Cardiovaskuler

Wajah

Inspeksi : Pucat
Mata

Inspeksi : Ikterus (-), refleks cahaya (+), tanda anemis (-)

Leher

Inspeksi : Terdapat benjolan di leher depan

Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada leher

Dada

Inspeksi : Bentuk dan gerakan dada tetap baik/simetris

Palpasi : Takikardia

Perkusi : Redup

Auskultasi : Gallop, murmur

c. Sistem Pencernaan-Eliminasi

Mulut

Inspeksi : Pucat

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Lidah

Inspeksi : Warna putih, bentuk simetris

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Abdomen

Inspeksi : tidak ada Pembesaran

Auskultasi : Suara peristaltik usus 10x/menit

Perkusi : Timpani
Palpasi : Terdapat nyeri tekan

d. Sistem Muskuloskeletal & Integumen

Inspeksi : Pasien lemas

Palpasi : Turgor kulit menurun

e. Sistem Neurologi

Inspeksi : pasien meringis karena pusing

f. Ekstremitas

Ekstremitas Atas

Inspeksi : Tidak ada oedem, turgor kulit menurun

Palpasi : CRT < 2 detik, akral hangat,

Ekstrimitas Bawah

Inspeksi : Tidak ada oedem, turgor kulit menurun

Palpasi : CRT < 2 detik, akral hangat

BAB IV
PEMBAHASAN

Tatalaksanaan menurut jurnal untuk pasien dengan krisis tiroid


Pengeloaan krisis tiroid memerlukan perawatan intensif di intensive care unit
(ICU). Pengelolaan penyakit ini meliputi menurunkan sintesis dan sekresi hormone
tiroid, menurunkan pengaruh perifer hormon tiroid, mencegah ekompensasi sistemik,
dan terapi penyakit pemicu. Terapi definitif penyebab disfungsi tiroid dilakukan bila
kegawatan telah teratasi. Pemilihan jenis obat pada kasus krisis tiroid merupakan hal
yang penting. Pertimbangan pemilihan jenis obat disesuaikan berdasarkan pada klinis
pasien yang bervariasi. Beberapa jenis obat harus dihindari karena dapat
memperburuk krisis tiroid yang terjadi maupun efek samping terhadap sistemorgan
tubuh yang lain. Berbagai alasan tersebut diatas menjadi latar belakang diangkatnya
kasus ini untuk meningkatkan kewaspadaan dalam menangani kasus krisis tiroid
mungkin akan dihadapi. (Soetjipto Sonni, 2017)

Tatalaksanaan menurut teori untuk pasien dengan krisis tiroid :


Krisis tiroid diperlakukan sebagai kegawatdaruratan medis. Demam tinggi
diterapi dengan selimut hipotermik; dehidrasi diatasi dengan pemberian cairan
intravena. Penatalaksanaan krisis tiroid juga termasuk supresi pelepasan hormone,
inhibisi sintesis hormone, memblok konservasi T, menjadi T, aktif, inhibisi efek TH
pada jaringan tubuh, dan terapi terhadap penyebab kasus jika diektahui penyebabnya.
Migneco et al (2005) menyatakan bahwa krisis tiroid merupakan suatu keadaan
eksaserbasi lanjut dari kondisi hipertiroid dengan karakteristik kegagalan organ pada
satu atau lebih system organ. Menurut Hudak & Galo (2010) krisis tiroid merupakan
keadaan krisis terburuk dari status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat
dan kematian dapat terjadi jika tidak segera tertangani

Pendapat Kelompok :

Krisis tiroid adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami hipertiroid


(produksi hormone tiroid sangat tinggi) yang tidak segera ditangani dan
mengakibatkan kematian yang ditandai dengan panas tinggi, takikardi yang berat,
delirium, dehidrasi, dan iritabilitas ektrem.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai
oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem
saluran cerna. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit
Graves (goiter difus toksik). Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel
tubuh dalam merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat.
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh
ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas
tirotoksikosis. Penatalaksanaan krisis tiroid harus menghambat sintesis, sekresi, dan
aksi perifer hormon tiroid. Penanganan suportif yang agresif dilakukan kemudian
untuk menstabilkan homeostasis dan membalikkan dekompensasi multi organ. Angka
kematian keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-75%.
Namun, dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis
biasanya akan baik.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa/i dapat berguna untuk meningkatkan pengetahuan dan
wawasan mengenai perawatan bagi klien dengan penyakit krisis tiroid.
Terutama pencegahan secara dini penyakit krisis tiroid pada diri sendiri
,orang sekitar dan di lingkungan sekitarnya serta tau apa yang harus di
lakukan ketika menemukan tanda dan gejala dari krisis tiroid.
5.2.2 Bagi Penulis
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Makalah Asuhan Keperwatan
Kegawat Daruratan Krisis Tiroid ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
sebab itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian sangat
kami perlukan guna kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I.M. dan Suastika, I.K. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta:
EGC.

Chang, E. dkk. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC

Dongoes Marilynn, E.1993.Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Editor:
Irawati Setiawan. Jakarta :EGC.

Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Price Sylvia, A.1994. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2. Edisi 4.
Jakarta: EGC.

Nanda International. 2007. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Rumahorbo, H. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.


Jakarta: EGC.

Smeltzer dan Bare.2002.Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta: EGC.

Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi IV. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai