Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KRISIS TIROID

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kegawardaruratan

Disusun oleh

Muhammad Dinar Trisyansyah J2214901024

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

2023
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi
Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan
dengan stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah keadaan krisis terburuk
dari status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat
terjadi jika tidak segera tertangani (Hudak & Gallo, 1996)
Krisis tiroid merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam jiwa
yang diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ (Bakta &
Suastika, 1999).
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai dengan
demam tinggi dan disfungsi system kardiovaskuler, system saraf dan sitem saluran cerna.
Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat peningkatan
kadar hormone tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi kelenjar tiroid.
Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat,
yaitu tirotoksikosis tersebut. Krisi tiroid merupakan keadaan dimana terjadi
dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis tersebut. Tipikalnya terjadi pada pasien
dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh
tindakan operatif, infeksi, atau trauma.
2. Patofisiologi
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH)
yang merangsangkelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan
hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang
mengalami deiodinasi terutama olehhati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu
triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas
tidak terikat dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-
binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi
dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid
ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini
melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari
kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor
TSH. Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi
penyakit ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap
reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi
hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas
imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan
TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP).
Selain itu, antibodi ini juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan
pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon
hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak
sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran
klinis berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring
meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau
meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon
sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan
menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan
reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor
alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal
pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini
telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki
kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa
komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan
reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi
kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya,
peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik
sehingga menamnah efek katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-
blockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik, seperti
pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau normalnya
kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini tidak
menjelaskan mengapa beta-blockersgagal menurunkan kadar hormon tiroid pada
tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik dari
sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca
operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas.
Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar
dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya
folikel setelah terapi radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan
termasuk perubahan toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip
katekolamin yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari
hormon tiroid sebaai akibat kemiripan strukturnya dengan katekolamin.
3. Kemungkinan Data Fokus
A. Pengkajian Primer
a. Airway
Apabila pasien memberi respon dengan suara normal maka jalan napas itu normal
(paten). Tanda-tanda adanya obstruksi jalan napas atau jalan napas yang
terganggu adalah sebagai berikut:
1) Adanya suara bising (seperti stridor)
2) Sesak napas (kesulitan bernapas)
3) Resirasi paradox
4) Penurunan tingkat kesadaran
5) Adanya suara mendengkur
Penanganan masalah Airway adalah :
1) Head tilt and chin lift
2) Pemberian oksigen
3) Suction
b. Breathing
Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen
sebagai bentuk kompensasi peningkatan laju metabolisme yang ditandai
dengan takipnea.
c. Circulation
Peningkatan metabolisme menstimulasi produksi katekolamin yang
mengakibatkan peningkatan kontraktilitas jantung, denyut nadi dan
cardiac output. Ini mengakibatkan peningkatan pemakaian oksigen dan
nutrisi. Peningkatan produksi panas membuat dilatasi pembuluh darah
sehingga pada pasien didapatkan palpitasi, takikardia, dan peningkatan
tekanan darah. Pada auskultasi jantung terdengar mur-mur sistolik pada area
pulmonal dan aorta. Dan dapat terjadi disritmia,atrial fibrilasi,dan atrial
flutter. Serta krisis tiroid dapat menyebabkan angina pectoris dan gagal jantung
d. Disability
Disability menilai tentang tingkat kesadaran, dapat dengan cepat nilai
menggunakan metode AVPU
1) A (alert) kewaspadaan
2) V (voice responsive) respon suara
3) P (pain responsive) respon rasa nyeri
4) U (unresponsive) tidak respontif
5) Reflex pupil terhadap cahaya
6) Kadar gula darah
7) Gerakan (movement)
Penanganan masalah disability
1) Tangani jalan napas
2) Manajemen pernapasan
3) Manajemen sirkulasi
4) Pemulihan posisi
5) Manajemen glukosa untuk hipoglikemia

e. Exposure
Adanya suatu trauma dapat mempengaruhi exposure, reaksi kulit, adanya tusukan
dan tanda-tanda lain yang harus diperhatikan. Dalam penilaian exposure dapat
diperhatikan hal-hal berikut
1) Exposure kulit
2) Keadaan suhu tubuh
Penanganan masalah exposure : berikan perawatan untuk mengatasi trauma
B. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Yang umum dikeluhkan oleh pasien adalah demam dengan temperature konsisten
melebihi 38,50 C, hipotensi disertai syok, berkeringat banyak, penurunan nafsu
makan, kehilangan BB, keluhan saluran cerna sering diutarakan oleh pasien
adalah mual, muntah, diare, nyeri perut, dan jaundice. Sedangkan keluhan
neurologic mencakup gejala-gejala ansietas, perubahan perilaku, kejang,
koma/penurunan kesadaran.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-gejala
seperti iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan BB sangat
turun, keringat berlebih.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah keluarga pasien mengalami penyakit yang sama atau DM,
hipertiroid.
d. Anamnesa Singkat (AMPLE)
1) Alergies
Pasien ataupun keluarga ditanyakan mengenai apakah pasien mempunyai
riwayat alergi obat ataupun makanan.
2) Medikasi (Riwayat Pengobatan)
Biasanya dengan pasien yang pengobatan sebelumnya tidak tuntas.
3) Past Illness (riwayat penyakit)
Hipertiroid
4) Last meal/Terakhir kali makan
Tanyakan kepada pasien kapan minum dan makan terakhir.
5) Event of Injury/penyebab injuri
Ditanyakan bagaimana kondisi lingkungan yang berhubungan saat kejadian
trauma terjadi.
e. Pemeriksaan fisik persistem
1) System pernafasan
Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan
oksigen sebagai bentuk kompensasi peningkatan laju metabolisme yang
ditandai dengan takipnea.
2) System kardiovaskuler
Pada saat auskultasi terdengar suara murmur sistolik pada area pulmonal dan
aorta.
3) System persyarafan
Irritable, penurunan kesadaran, agitasi, takut, kejang.
4) System pencernaan
Kehilangan BB, diare, nyeri perut, mual, muntah
5) System musculoskeletal
Kelelahan, kekuatan otot lemah
6) Aktivitas atau istirahat
Insomnia, sensitivitas meningkat
7) Eliminasi
Kesulitan berkemih, infeksi saluran kemih berulang, diare, bising usus
menurun dan lemah, hiperaktif.
8) System integument
Turgor menurun, pucat, jaundice.
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Test T4 serum
Test yang sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan teknik
radioimmunoassay atau pengikatan kompetitif nilai normal berada diantara
nilai 4,5 dan 11,5 µg/dl (58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi peningkatan
pada krisis tiroid
2) Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3 total
dalam serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 µg/dl (1,15 hingga
3,10 nmol/L) dan meningkat pada krisis tiroid
3) Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksaan untuk mengukur secara tidak langsung kadar TBG
tidak jenuh. Tujuannya adalah untuk menentukan jumlah hormone tiroid yang
terikat dengan TBG dan jumlah tempat pengikat yang ada. Nilai Ambilan
Resin T3 normal adalag 25% hingga 35% (fraksi ambilan relative : 0,25
hingga 0,35) yang menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang
ada pada TBG sudah ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid
biasanya ada peningkatan
4) Test TSH (Thyroid- Stimulating Hormone)
Pengukuran konsentrasi TSH serum sangat penting artinya dalam menegakan
diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk membedakan
kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri dengan
kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hipotalamus
5) Triglobulin
Triglobulin merupakan precursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya
dalam serum dengan hasil yang bias diandalkan melalui pemeriksaan
radioimunnoassay. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid harus diketahui
dengan jelas oleh perawat. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid terdapat
dalam triad
a) Menghebatnya tirotokikosis
b) Kesadaran menurun
c) Hipertermi

Apabila terdapat tiroid maka dapat meneruskan dengan menggunakan skor


indeks klinis kritis tiroid dari Bruch-Wartofskyt. Skor menekankan 3 gejala
pokok hipertermia, takikardi dan disfungsi sususnan saraf.

g. Terapi medis
1) Nama obat : Propiltiourasil (PTU)
Indikasi : Indikasi propiltiurasil (PTU) adalah pada pasien dengan
hipertiroid akibat Grave’s disease atau struma multinodular toksik. PTU juga
dapat digunakan untuk mengatasi gejala hipertiroid sebelum pasien dilkukan
tiroidektomi total.
Kontraindikasi : Kontraindikasi propiltiurasil (PTU) adalah pada pasien
yang memiliki riwayat hipersensitivitas terhadap kandungan atau komponen
obat
Efek samping : Efek samping utama dari propiltiourasil (PTU) adalah
gangguan pada hepar, agranulositosis, dan vaskulitis. Efek samping ini dapat
mengancam jiwa sehingga perlu diawasi tanda dan gejalanya pada awal
pemberian PTU.
4. Analisa Data

N Data Masalah
O
1. Gejala dan tanda mayor Hipovolemia
Subjektif (tidak tersedia)
Objektif
- Frekuensi nadi meningkat
- Nadi teraba lemah
- TD menurun
- Tekanan nadi menyempit
- Turgor kulit menurun
- Membrane mukosa kering
- Volume urin menurun
- Hematocrit meningkat
Gejala dan tanda minor
Subjetif
- Merasa lemah
- Mengeluh haus
Objektif
- Pengisian vena menurun
- Status mental menurun
- Suhu tubuh meningkat
- Konsentrasi urin meningkat
- Berat badan turun tiba-tiba
2. Gejala dan tanda mayor Hipertermia
Subjektif (tidak tersedia)
Objektif
- Suhu tubuh diatas nilai
normal
Gejala dan tanda minor
Subjektif (tidar tersedia)
Objektif
- Kulit merah
- Kejang
- Takikardi
- Takipnea
- Kulit terasa hangat
3. Gejala dan tanda mayor Penurunan curah jantung
Subjektif
- Perubahan irama jantung
(palpitasi)
- Perubahan preload (lelah)
- Perubahan afterload
(dyspnea)
- Perubahan kontraktilitas
(PND, ortopnea, batuk)
Objektif
- Perubahan irama jantung
(bradikardia/takikardia,
gambaran EKG aritmia atau
gangguan konduksi)
- Perubahan preload (edema,
distensi vena jugularis, CVP
meningkat/menurun,
hapatomegali)
- Perubahan afterload (TD
meningkat/menurun, nadi
perifer teraba lemah, CRT >3
detik, oliguria, warna kulit
pucat/sianosis)
- Perubaham kontraktilitas
(terdengar suara jantung S3
dan S$, ejection faction (EF)
menurun).
Gejala dan tanda minor
Subjektif
- Cemas
- Gelisah
Objektif
- Murmur jantung
- BB bertambah
- Pulmonary artery wedge
pressure (PAWP) menurun
- PVR meningkat/menurun
- SVR meningkat/menurun
- CI menurun
- LVSWI menurun
- SVI menurun
5. Diagnosa Keperawatan
A. Hipovolemia
B. Hipertermia
C. Penurunan curah jantung
6. Rencana Keperawatan

NO Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


DX
1. Setelah dilakukan intervensi Manajemen hipovolemia (L.03116)
keperawatan selama 2x4 jam Observasi
diharapkan status cairan klien - Periksa tanda dan gejala
membaik, dengan kriteria hasil : hipovolemia
1. Kekuatan nadi meningkat (5) - Monitor intake output cairan
2. Turgor kulit meningkat (5) Terapeutik
3. Output urine meningkat (5) - Hitung kebutuhan cairan
4. Pengisian vena meningkat - Berikan posisi modified
(5) trendelenburg
5. Ortopnea menurun (5) - Berikan asupan cairan oral
6. Dyspnea menurun (5) Edukasi
7. PND menurun (5) - Anjurkan memperbanyak asupan
8. Frekuensi nadi membaik (5) cairan oral
9. Tekanan darah membaik (5) - Anjurkan menghindari perubahan
10. Tekanan nadi membaik (5)
11. Membrane mukosa membaik posisi mendadak
(5) Kolaborasi
12. Intake cairan membaik (5) - Kolaborasi pemberian cairan IV
13. Suhu tubuh membaik (5) isotonis (NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (Glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid
(Albumin, plasmanate)
- Kolaborasi pemberian produk darah
2. Setelah dilakukan intervensi Manajemen hipertermia (I. 15506)
keperawatan selama 2x4 jam Observasi
diharapkan termoregulasi klien - Identifikasi penyebab hipertermia
membaik, dengan kriteria hasil : - Monitor suhu tubuh
1. Menggigil menurun (5) - Monitor kadar elektrolit
2. Kulit merah menurun (5) - Monitor haluaran urin
3. Kejang menurun (5) - Monitor komplikasi akibat
4. Takikardi menurun (5) hipertermia
5. Takipnea menurun (5) Terapeutik
6. Hipoksia menurun (5) - Sediakan lingkungan yang dingin
7. Suhu tubuh membaik (5) - Longgarkan atau lepaskan pakaian
8. Suhu kulit membaik (5) - Basahi dan kipasi permukaan tubuh
9. Tekanan darah membaik (5) - Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap ari jika
mengalami hyperhidrosis
- Lakukan pendinginan eksternal
(kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
- Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
- Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan
elektrolit
3. Setelah dilakukan intervensi Perawatan jantung (I.02075)
keperawatan selama 2x24 jam Observasi
diharapkan curah jantung klien - Identifikasi tanda/gejala primer
meningkat, dengan kriteria hasil : penurunan curah jantung
1. Kekuatan nadi meningkat (5) - Identifikasi tanda/gejala sekunder
2. EF meningkat (5) penurunan curah jantung
3. CI meningkat (5) - Monitor tekanan darah
4. Palpitasi menurun (5) - Monitor IO cairan
5. Gambaran EKG aritmia - Monitor BB setiap hari pada waktu
menurun (5) yang sama
6. PND menurun (5) - Monitor EKG 12 lead
7. Ortopnea menurun (5) - Monitor aritmia
8. Tekanan darah membaik (5) - Monitor nilai laboratorium jantung
- Monitor fungsi alat pavu jantung
- Periksa TD dan frekuensi nadi
sebelum dan setelah aktivitas
- Periksa TD dan pulsasi asebelum
pemberian obat
Terapeutik
- Posisikan pasien semi-fowler atau
fowler dengan kaki ke bawah atau
posisi nyaman
- Berikan diet jantung
- Gunakan stocking elastis
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
- Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan hasil
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiaritmia
- Rujuk ke program rehabilitas
jantung

7. Daftar Pustaka
Syafri, Santi., DKK. LAPORAN KASUS Badai Tiroid. Endokrin Metabolik & Diabetes –
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara – RSUP.
H. Adam Malik Medan

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai