Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN STRUMA

1.1 Pengertian
Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan
pembengkakan dibagian depan leher (Dorland, 2012).
Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena
folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan, setelah bertahun-tahun folikel
tumbuh semakin membesar, dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut
menjadi noduler (Smeltzer & Suzanne, 2012).
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh
penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam
jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan nyeri seperti berdebar-debar,
keringat, gemetaran, bicara jadi garap, diare, berat badan menurun, mata
membesar. Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah laring pada kedua sisi dn sebelah
anterior trakea. Tiroid mengekskresi dua hormon utama, tirokkin (T4), dan
triodotironin (T3), serta hormon kalsitonin yang mengatur metabolisme kalsium
bersama dengan parathormon yang dihasilkan oleh kelenjar paratiroid (Guyton
and Hall, 2015).

1.2 Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroidmerupakan
faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi yodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering
terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya
kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid
1) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam kol,
lobak, dan kacang kedelai).
2) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide,
sulfonylureadan litium).
c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid pada umumnya ditemui pada masa
pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeks
idan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid yang
dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut
(Brunicardi et al, 2010).

1.3 Manifestasi Klinis


a. Berdebar-debar/meningkatnya denyut nadi
Berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja
perangsangan jantung, sehingga curah jantung dan tekanan darah sistolik akan
meningkat. Bila akhirnya penyakit ini menghebat, bias timbul fibrilasi atrial dan
akhirnya gagal jantung kongestif. Tekanan nadi hampir selalu dijumpai meningkat
(pulsus celer) Pulsus celer biasanya terdapat pada peyakit 3A, 3B dan IN (anemia
gravis, arterioveneus shunt, aorta insufficiency, botali persisten, beri-beri,
basedow dan nervositas. Pembuluh darah di perifer akan mengalami dilatasi. Laju
filtrasi glomerulus, aliran plasma ginjal, serta traspor tubulus akan meningkat di
ginjal, sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan dipercepat.
b. Keringat
Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga meningkatkan
metabolisme panas, proteolisis, lipolisis, dan penggunaan oksigen oleh tubuh.
Metabolisme basal hampir mendekati dua kalinya menyebabkan pasien tidak
tahan terhadap hawa panas lalu akan mudah berkeringat.
c. Konstipasi
Karena pada penderita kurang asupan nutrisi dan cairan, yang mengakibat
kurangnya atau tidak adanya nutrisi dan cairan yang bisa diserap oleh usus. Maka
dari itu system eliminasi pada penderita struma terganggung.
d. Gemetar
Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya tanpa tujuan tertentu,
timbul tremor halus pada tangan
e. Gelisah
Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia
saraf tepi oleh karena hiperaktifitas dari saraf dan pembuluh darah akibat aktifitas
T3 dan T4. Gangguan sirkulasi ceberal juga terjadi oleh karena hipervaskularisasi
ke otak, menyebabkan pasien lebih mudah terangsang. Nervous, gelisah depresi
dan mencemaskan hal-hal yang sepele.
f. Berat badan menurun
Lipolisis (proses pemecahan lemak yang tersimpan dalam sel lemak
tubuh) menyebabkan berat badan menurun, asam lemak bebas dihasilkan menuju
aliran darah dan bersirkulasi ke tubuh. Lipolisis juga menyebabkan
hiperlipidasidemia dan meningkatnya enzim proteolitik sehingga menyebabkan
proteolisis yang berlebihan dengan peningkatan pembentukan dan ekresi urea.
g. Mata membesar
Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang
sekunder, gejala mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada
hipertiroidisme imunogenik (morbus Graves) eksoftalmus dapat ditambahkan
terjadi akibat retensi cairan abnormal di belakang bola mata; penonjolan mata
dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia.
Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar yang
tampaknya sama dengan reseptor TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar
dengan pembengkakan bola mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam
mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar.
h. Nyeri pada tenggorokan ( Karena area trakea tertekan )
i. Kesulitan bernapas dan menelan ( Karena area trakea tertekan )
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus,
jika struma mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan
berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen.
j. Suara serak
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga
terdapat penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau
parau.

1.4 Patofisiologi
Berbagai faktor diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertrofi
kelenjar tiroid termasuk didalamnya defisiensi iodium, goitrogenik glikosida
agent ( zat atau bahan ini dapat memakan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu,
jagung lobak, kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan
anti tiroid, anomali, peradangan atau tumor atau neoplasma. Sedangkan secara
fisiologis menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai akibat
peningkatan aktivitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh
yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan. Bahkan dikatakan
pada kondisi stress sekalipun kebutuhan tubuh akan hormon ini cenderung
meningkat. Laju metabolisme tubuh pada kondisi-kondisi diatas meningkat.
Berdasarkan kejadian atau penyebarannya ada yang disebut Struma Endemis dan
Sporadis. secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini dijumpai menyebar
diberbagai tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan penyebab, maka struma
sporadis banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan
obat-obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis dimana kasus-
kasus ini struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu,
dihubungkan dengan penyebab defisiensi iodium. Bahan dasar pembentukan
hormon-hormon kelenjar tiroid adalah iodium yang diperoleh dari makanan dan
minuman yang mengandung iodium. Ion iodium (iodida) darah masuk kedalam
kelenjar tiroid secara transport aktif dengan ATP sebagain sumber energi.
selanjutnya sel-sel folikel kelenjar tiroid akan mensintesis Tiroglobulin (sejenis
glikoprotein) dan selanjutnya mengalami iodinisasi sehingga akan terbentuk
iodotironin (DIT) dan mono iodotironin (MIT). Proses ini memerlukan enzim
peroksida sebagai katalisator. Proses akhir adalah berupa reaksi penggabungan.
Penggabungan dua molekul DIT akan membentuk tetra iodotironin tiroxin (T4)
dan molekul DIT bergabung dengan MIT menjadi tri iodotironin (T3) untuk
selanjutnya masuk kedalam plasma dan berikatan dengan protein binding iodine.
Reaksi penggabungan ini dirangsang oleh hormon TSH dan dihambat oleh
tiourasil, Tiourea, sulfonamid dan metilkaptoimidazol.
Melihat proses singkat terbentuknya hormon tiroid maka pemasukan iodium
yang berkurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, bahan
atau zat yang mengandung tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metilkaptoimidazol,
glukosil goitrogenik, gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta faktor pengikat
dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormon tiroid. bila
kadar hormon-hormon tiroid kurang makan akan terjadi mekanisme umpan balik
terhadap kelenjar tiroid sehingga aktivitas kelenjar meningkat dan terjadi
pembesaran (hipertropi). Dengan kompensasi ini kadar hormon seimbang
kembali.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid
yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ disekitarya. Dibagian posterior
medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esofagus. Struma dapat mengarah
kedalam sehingga mendorong trakea, esofagus dan pita suara sehingga terjadi
kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak thdp gangguan pemenuhan
oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. penekanan pada pitasuara akan
menyebabkan suara menjadi serak atau parau. Bila pembesaran keluar, maka akan
memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai
kesulitan bernapas dan disfagia. tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau
kecantikan. perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep
diri klien.

1.5 Pathway/W.O.C
Terlampir

1.6 Pemerikaan Penunjang


a. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih,
konsistensinya kenyal.
b. Human trylogobulin (untuk keganasan tyroid)
c. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3
(tridotironim) dalam batas normal. Nilai normal T3 = 0,6 – 2,0, T4 = 4,6 –
11.
d. Pada pemeriksaan USG dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.
e. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsy aspirasi jarum halus
yang hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga asli yang berpengalaman.
f. Pemerikaan sidik tiroid. Hasil dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu:
1) Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang
dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
2) Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak daripada
sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
3) Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini
berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

1.7 Diagnosa Banding


a. Struma difus toksik (basedow = grave’s disease)
Merupakan pembesaran kelenjartiroid yang umumna difus. Terdapat
gejala hipertiroid yang jelas berupa berdebar-debar, gelisah, palpitasi,
banyak keringat, kulit halus dan hangat, kadang-kadang ditemukan
exopthalamus.
b. Struma nodosa non toksik
Disebabkan oleh kekurangan yodium dalam makanan (biasanya didaerah
pegunungan) ataudishormogenesis (defek bawaan).
c. Tiroiditis sub akut
Biasanya sehabis infeksi saluran pernafasan. Pembesaran yang terjadi
simetris dan nyeridisertai penurunan berat badan,disfagia, nervositas,
dan otalgia.
d. Tiroiditis riedel
Terutama pada wanita <20 tahun. Gejala terdapat nyeri, disfagia, paralisis
laring, dan pembesaran tiroid unilateral yangkeras seperti batu atau papan
yang melekat dengan jaringan sekitarnya. Kadangsukar dibedakan kecuali
dengan pemeriksaan histopatologi danhipotiroid.
e. Struma hashimoto
Sering pada wanita. Merupakan penyakit autoimun, biasanya ditandai
dengan benjolanstruma difusa disertai dengan keadaan hipotiroid, tanpa
rasa nyeri.
f. Adenoma paratiroid
Biasanya tidak teraba dan terdapat perubahan kadar kalsium dan fosfor.
g. Karsinoma paratiroid
Biasanya teraba, terdapat metastasis ketulang, kadar kalsium naik dan batu
ginjal dapat ditemukan.
h. Metastasis tumor
i. Teratoma
Biasanya pada anak- anak dan berbatasan dengan kelenjar tiroid.
j. Limfoma malignum

1.8 Komplikasi
a. Gangguan menelan atau bernafas.
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga penyakit jantung
kongestif (jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh).
c. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga
ulang menjadi rapuh, keropos dan mudah patah.

1.9 Penataksanaan
a. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di
daerah endemik sedang dan berat.
b. Edukasi
Program ini bertujuan merubah perilaku masyarakat, dalm hal pola makan
dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
c. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidoladalah penduduk yang tinggal didaerah
endemik diberi suntikan 40% tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa
dan anak diatas 6 tahun 1 cc, sedang kurang dari 6 tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
d. Tindakan operasi (Strumektomi)
Pada struma nodusa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan
operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan
pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan
dicurigai.
e. L-tiroksin selama 4-5 bulan
Preparat ini diberikan apabila terdapat nodulhangat, lalu dilakukan pemeriksaan
sidik tiroid ulang. Apabila nodul mengecil, terapi dilanjutkan apabila tidak
mengecil bahkan membesar dilakukan biopsy atau operasi.
f. Biopsy aspirasi jarum halus
Dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10mm.

Penatalaksanaan medis, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :


a. Operasi/pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak
dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang
dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan.
Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik
atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan
makin banyak tiroid yangterikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan
kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum
pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan diraat sekitar
3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa
mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan
pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu
setelah tindakan pembedahan.
b. Yodium radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada
kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau
dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar
50%. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga
memperkeil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak
meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik. Yodium radioaktif
diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yangharus diminum di rumah sakit,
obat ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian
obat tiroksin.
c. Pemberian tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin diberikan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini
bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu
untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga
diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi
pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yangdigunakan saat ini
adalah plopiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.

1.10 Konsep Keperawatan


1.10.1 Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identifikasi klien
2) Keluhan utama klien
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher.
Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi thyroidectomy
keluhan yangdirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat operasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang
semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernapasan
karena penekanan trakea esofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
4) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan
penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
6) Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik
sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya
composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah,
nadi, pernafasan, dan suhu yang berubah.
2) Kepala dan leher
Pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar
tiroid.Pada post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya
luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan
dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam 2-
3 hari.
3) Sistem pernapasan
Biasanya pernapasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek
dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
4) Sistem neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan
didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan
sakit.
5) Sistem gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam
lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan
dengan efek anestesi yang hilang.
6) Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi
otot.
7) Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam feces, diare.
8) Integritas ego
Mengalami stress yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil,
depresi.
9) Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat,
makan banyak, makan lebih sering, kehausan, mual dan muntah,
pembesaran tyroid.
10) Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
11) Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi
terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu
meningkat diatas 37,4°C, diaforesis, kulit halus, hangat dan
kemerahan, rambut tipis, mengilat dan lurus, eksoptanus : retraksi,
iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi
pada pretibial) yangmenjadi sangatparah.
12) Seksualitas
Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.

1.10.2 Diagnosa Keperawatan


a. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita
suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan
edema pasca operasi.
d. Defisien pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi ditandai
dengan sering bertanya tentang penyekitnya.
e. Resiko perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah
sekunder terhadap pembedahan.

1.10.3 Perencanaan
Diagnosa NOC NIC Rasional
Nyeri akut Setelah dilakukan a. Atur posisi a. Mencegah
berhubungan asuhan semi fowler, hiperekskresi
dengan tindakan keperawatan ganjal kepala leher dan
bedah terhadap selama 3x24 jam, dan leher melindungi
jaringan/otot dan masalah nyeri akut dengan bantal integritas pada
edema pasca dapat teratasi. kecil. jahitan luka.
operasi. Kriteria hasil: b. Kaji respon b. Mengevaluasi
Dapat menyatakan verbal/non nyeri,
nyeri berkurang, verbal, lokasi, menentukan
tidak adanya intensitas dan rencana
perilaku yang lamanya nyeri. tindakan
menunjukkan c. Instruksikan keefektifan
adanya nyeri klien untuk terapi.
menggunakan c. Mengurangi
tangan untu ketegangan
menahan leher otot.
pada saat alih d. Memutuskan
posisi. transfusi SSP
d. Lakukan padarasa nyeri.
kolaborasi
dengan dokter
untuk
pemberian
analgesik.
DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi FC. 2010. Schwartz’s principles of surgery. USA: Mc-Graw Hill


Company.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Docheteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta : EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Docheteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta : EGC.
Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Guyton A.C. and J.E. Hall 2015. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC. 74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.
Manjoer, Arief.dkk. 2009. Kapita Selecta Kedokteran, jilid I Media Aesculapius:
Jakarta.
Nanda Internasional. 2018. Diagnosis Keperawatan 2018-2020. Jakarta : EGC .
Smeltzer. 2012. Buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC.
Syarifuddin, drs. AMK. 2010. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan,
edisi 3. EGC :Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai