DENGAN DIAGNOSA
‘’TONSILITIS’’
RUANG IBS
Disusun oleh :
2016
LEMBAR PENGESAHAN
Telah diperiksa dan disahkan sebagai salah satu tugas profesi Ners Departemen
Keperawatan Dasar.
(Dida H. Asmarabbiah)
Mengetahui,
( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN TONSILITIS
A. PENGERTIAN
Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001). Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang
merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar
limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil
palatina (tosil faucial), tonsil lingual (tosil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral
band dinding faring /Gerlach’s tonsil ) (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007).
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta
hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes, dapat juga
disebabkan oleh virus (Mansjoer,2000).
Tonsilektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan mengambil atau
mengangkat tonsil untuk mencegah infeksi selanjutnya (Shelov, 2004).
B. KLASIFIKASI
Macam-macam tonsillitis menurut Imam Megantara (2006)
1. Tonsillitis akut
Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians, dan
streptococcus piogynes, dapat juga disebabkan oleh virus
2. Tonsilitis falikularis
Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak
putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus. Detritus ini terdapat leukosit,
epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.
3. Tonsilitis Lakunaris
Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan
tonsil.
4. Tonsilitis Membranosa (Septis sore Throat)
Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak tersebut
menyerupai membrane. Membran ini biasanya mudah diangkat atau dibuang dan
berwarna putih kekuning-kuningan.
5. Tonsilitis Kronik
Tonsillitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok, makanan)
pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan hygiene mulut
yang buruk.
C. ANATOMI FISIOLOGI
Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang banyak
mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tonsil terletak pada
kerongkongan di belakang kedua ujung lipatan belakang mulut. Ia juga bagian dari
struktur yang disebut Ring of Waldeyer (cincin waldeyer). Kedua tonsil terdiri juga
atas jaringan limfe, letaknya di antara lengkung langit-langit dan mendapat persediaan
limfosit yang melimpah di dalam cairan yang ada pada permukaan dalam sel-sel tonsil.
Gambar 1
Anatomi Tonsil (Pearce,2006 )
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau tonsil
berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal ini akan
memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi
kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi
bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan
epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis,
bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis
dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya
mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat
menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah
didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh
sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien
mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang
tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang
berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut
sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses
ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan
sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe
submandibula. (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
F. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala Tonsilitis menurut (Smeltzer & Bare, 2000) ialah sakit
tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan. Sedangkan menurut Effiaty
Arsyad Soepardi,dkk (2007) tanda dan gejala yang timbul yaitu nyeri tenggorok,
tidak nafsu makan, nyeri menelan, kadang-kadang disertai otalgia, demam tinggi,
serta pembesaran kelenjar submandibuler dan nyeri tekan.
G. KOMPLIKASI
1. Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses
ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh
streptococcus group A ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur
atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin
atau klindomisin.
d. Pemberian antipiretik.
The American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery Clinical Indikators
Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi dilakukannya tonsilektomi yaitu:
1) Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat
3) Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
nafas, sleep apnea, gangguan menelan, dan gangguan bicara.
a) Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok secara seksama dan dapatkan
kultur yang diperlukan untuk menentukan ada tidak dan sumber infeksi.
Perdarahan pada anak atau keluarga, kaji status hidrasi, siapkan anak secara khusus
untuk menghadapi apa yang diharapkan pada masa pascaoperasi, gunakan teknik-
teknik yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak ( buku, boneka, gambar ),
bicaralah pada anak tentang hal- hal baru yang akan dilihat di kamar operasi, dan
jelaskan jika terdapat konsep-konsep yang salah, bantu orang tua menyiapkan anak
mereka dengan membicarakan istilah yang umum terlebih dahulu mengenai
pembedahan dan berkembang ke informasi yang lebih spesifik, yakinkan orang tua
bahwa tingkat komplikasi rendah dan masa pemulihan biasanya cepat, anjurkan
orang tua untuk tetap bersama anak dan membantu memberikan perawatan.
2) Perawatan pascaoperasi :
c) Siapkan alat pengisap dan alat-alat nasal packing untuk berjaga-jaga seandainya
terjadi kedaruratan.
d) Pada saat masih berada dalam pengaruh anestesi, beri posisi telungkup atau semi
telungkup dengan kepala dimiringkan kesamping untuk mencegah aspirasi
e) Biarkan pasien memperoleh posisi yang nyaman sendiri setelah ia sadar (orangtua
boleh menggendong anak)
f) Pada awalnya pasien dapat mengalami muntah darah lama. Jika diperlukan
pengisapan, hindari trauma pada orofaring.
g) Ingatkan pasien untuk tidak batuk atau membersihkan tenggorok kecuali jika perlu.
h) Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu 1 sampai 2 jam setelah sadar
dari anestesi. Saat muntah susah berhenti, berikan air jernih dengan hati-hati.
i) Tawarkan jus jeruk dingin disaring karena cairan itulah yang paling baik ditoleransi
pada saat ini, kemudian berikan es loli dan air dingin selama 12 sampai 24 jam
pertama.
j) Ada beberapa kontroversi yang berkaitan dengan pmberian susu dan es krim pada
malam pembedahan : dapat menenangkan dan mengurangi pembengkakan, tetapi
dapat meningkatkan produksi mukus yang menyebabkan anak lebih sering
membersihkan tenggorokanya, meningkatkan resiko perdarahan.
k) Berikan collar es pada leher, jika didinginkan. (lepas collar es tersebut, jika pasien
menjadi gelisah ).
m) Jaga agar anak dan lingkungan sekitar bebas dari drainase bernoda darah untuk
membantu menurunkan kecemasan.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Fokus
1. Fokus pengkajian
a. Wawancara
1) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)
2) Apakah pengobatan adekuat
3) Kapan gejala itu muncul
4) Bagaimana pola makannya
5) Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
b. Pemeriksaan fisik
a) Intergritas Ego
Gejala : Perasaan takut, khawatir
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
b) Makanan / Cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah terdesak, inflamasi
c) Hygiene
Tanda : kebersihan gigi dan mulut buruk
d) Nyeri / Keamanan
Tanda : Gelisah, perilaku berhati-bati
Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke telinga
e) Pernapasan
Gejala : Riwayat menghisap asap rokok (mungkin ada anggota keluarga yang
merokok ), tinggal di tempat yang berdebu.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam
tubuh pasien dengan tonsilitis merupakan bakteri grup A, kemudian pemeriksaan
jumlah leukosit dan hitung jenisnya, serta laju endap darah. Persiapan
pemeriksaan yang perlu sebelum tonsilektomi adalah :
c. Terapi
Dengan menggunakan antibiotik spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan
obat kumur yang mengandung desinfektan. (Soetomo, 2004)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake tidak adekuat.
b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi.
c. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akan dilakukannya
tonsilektomi.
2. Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
b. Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret.
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya perdarahan
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan mikroorganisme.
C. Intervensi Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Dx 1 : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil : kebutuhan
nutrisi pasien adekuat, tidak ada tanda malnutrisi, mampu menghabiskan makanan
sesuai porsi yang diberikan
Intervensi :
1) Awasi masukan dan berat badan sesuai indikasi
Rasional : Memberikan informasi sehubungan dengan kebutuhan nutrisi
dan keefektifan terapi
2) Auskultasi bunyi usus
Rasional : Makanan hanya dimulai setelah bunyi usus membaik
3) Mulai dengan makanan kecil dan tingkatkan sesuai toleransi
Rasional : Kandungan makanan dapat mengakibatkan ketidaktoleransian,
memerlukan perubahan pada kecepatan
4) Berikan diet nutrisi seimbang ( makanan cair atau halus ) atau makanan selang
sesuai indikasi
Rasional : mempertahankan nutrisi yang seimbang
b. Dx 2 : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh normal, Kriteria hasil :
suhu tubuh normal ( 36ºC-37ºC ) tubuh tidak terasa panas,pasien tidak gelisah.
Intervensi :
1) Pantau suhu tubuh pasien, perhatikan menggigil atau diaphoresis. Rasional :
suhu 38,1°C-41,1°C menunjukan infeksius
2) Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahan linen tempat tidur sesuai indikasi
Rasional : Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol
Rasional : Dapat membantu menurunkan suhu tubuh
4) Berikan antipiretik
Rasional : obat antipiretik sebagai obat penurun demam
c. Dx 3: Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akan dilakukanya
tonsilektomi. Tujuan : cemas berkurang atau hilang. Kriteria hasil : kecemasan
berkurang, pasien tampak tenang. Intervensi :
1) Jelaskan prosedur bedah kepada anak dan orang tua dengan menggunakan bahasa
yang sederhana.
Rasional : informasi yang demikian dapat mengurangi rasa takut dan kecemasan
dengan mempersiapkan anak dan orang tua.
2) Jelaskan bahwa tergantung waktu pembedahan, anak mungkin tidak diberi
makan atau minum setelah tengah malam pada hari pembedahan dilakukan untuk
mencegah anak muntah dan aspirasi selama pembedahan.
Rasional : anak mungkin terjadi takut jika ia tidak memperoleh makanan atau
minuman sepanjang malam, atau pagi hari sebelum pembedahan.
3) Jelaskan kepada orang tua bahwa pembedahan mungkin tidak dilakukan jika anak
memiliki tanda dan gejala infeksi akut, termasuk peningkatan suhu, hidung terdapat
sekret, dan nyeri pada telinga pada hari pembedahan.
Rasional : pembedahan tidak dapat dilakukan dalam kondisi ini, sehubungan dengan
risiko septikemia atau infeksi meluas.
4) Beri tahu orang tua tentang kemungkinan lama pembedahan dan tempat mereka
menungggu selama prosedur dan periode pemulihan.
Rasional : tidak mengetahui berapa lama pembedahan berlangsung dapat membuat
orang tua cemas selama pembedahan.
5) Jelaskan kepada anak dan orang tua tentang kemungkinan kondisi pasca operasi
Rasional : memahami apa yang akan terjadi setelah prosedur, dapat mengurangi rasa
cemas
2. Post Operasi
a. Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
Tujuan : tidak ada masalah tentang nyeri , nyeri dapat hilang atau berkurang. Kriteria hasil
: Melaporkan nyeri berkurang, ekspresi wajah tampak rileks.
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
Rasional : sebagai dasar penentuan intervensi berikutnya
2) Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas dalam.
Rasional : teknik distraksi/latihan nafas dalam dapat mengurangi nyeri
3) Tingkatkan istirahat pasien
Rasional : istirahat dapat melupakan dari rasa nyeri
4) Anjurkan klien untuk mengurangi nyeri dengan: Minum air dingin atau es, Hindarkan
makanan panas, pedas, keras dan melakukan teknik relaksasi
Rasional : tindakan non analgesik diberikan dengan cara alternatif untuk mengurangi
nyeri dan menghilangkan ketidaknyamanan
5) Ciptakan lingkungan tenang dan nyaman
Rasional : menurunkan sterss dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat
b. Dx 2 : Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret
Tujuan : jalan nafas efektif. Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan, resiko
ketidakefektifan jalan nafas dapat teratasi ditandai dengan tidak adanya secret.
Intervensi :
1) Pantau irama / frekuensi irama pernafasan
Rasional : pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi
2) Auskultasi bunyi nafas, cata adanya bunyi nafas, misalnya mengi, krekles, atau ronkhi
Rasional : bunyi nafas krekles dan ronkhi terdengar pada inspirasi dan atau ekspirasi
pada respon terhadap pegumpulan secret
3) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat
tidur, duduk pada sandaran tempat tidur
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan
4) Dorong pasien untuk mengeluarkan lendir secara perlahan Rasional :
membersihkan jalan nafas dan membantu mencegah komplikasi pernafasan
Epitel terkikis
Inflamasi tonsil
Pembengkakan tonsil
Tonsilektomi