EDEMA PARU
A. Definisi Penyakit
Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan ekstravaskular
yang patologis pada jaringan parenkim paru. Edema paru disebabkan karena
akumulasi cairan di paru-paru yang dapat disebabkan oleh tekanan intrvaskular yang
tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler
(edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Pada
sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas,
sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan
tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian penting sekali untuk
menetapkan factor mana yang dominan dari kedua mekanisme tersebut sebagai
pedoman pengobatan.(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)
Edema paru terjadi dikarenakan aliran cairan dari pembuluh darah ke ruang
intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke
darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru terjadi ketika cairan yang disaring ke
paru lebih cepat dari cairan yang dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi masalah
serius bagi fungsi paru karena efisiensi perpindahan gas di alveoli tidak bisa terjadi.
Struktur paru dapat menyesuaikan bentuk edema dan yang mengatur perpindahan
cairan dan protein di paru menjadi masalah yang klasik.
Peningkatan tekanan edema paru disebabkan oleh meningkatnya keseimbangan
kekuatan yang mendorong filtrasi cairan di paru. Fitur penting dari edema ini adalah
keseimbangan aliran cairan dan protein ke dalam paru utuh secara fungsional.
Peningkatan tekanan edema sering disebut kardiogenik, tekanan tinggi, hidrostatik,
atau edema paru sekunder tapi lebih efektifnya disebut keseimbangan edema paru
terganggu karena tahanan keseimbangan pergerakan antara cairan dan zat terlarut di
dalam paru.
B. Etiologi
Secara umum penyebab edema paru adalah akibat peningkatan tekanan
hidrostatik dan atau peningkatan permeabilitas kapiler paru. Faktor penyebab Oedema
paru meliputi gangguan sistemik. Penyakit/gangguan yang menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler paru meliputi :
a. Gangguan Faal Paru
-
Sepsis
Pneumonia
Overdosis heroin
Toksisitas oksigen
Tenggelam/hampir tenggelam
Emboli lemak
Uremia
Pancreatitis
Dan lain-lain
Penyebab umum terjadinya edema, antara lain:
1.
dan sebaliknya edema cairan ekstrasel. Berbagai penyebab edema cairan ekstrasel
tersebut adalah :
1)
melalui kapiler-kapiler.
2)
Bila ginjal gagal mengekskresikan urina dalam jumlah memadai, dan orang
tersebut terus minum air dalam jumlah normal dan menelan elektrolit dalam jumlah
normal, jumlah total cairan ekstrasel dalam tubuh meningkat secara progresif. Cairan
ini diadsorpsi dari usus ke dalam darah dan meningkatkan tekanan kapiler. Ini
sebaliknya menyebabkan sebagian terbesar cairan tersebut masuk ke dalam ruang
cairan interstisial, sehingga juga meningkatkan tekanan interstisial itu. Oleh karena itu,
retensi cairan oleh ginjal saja dapat menyebabkan edema ekstensif.
3.
karena bila jantung tak lagi memompakan darah keluar dari vena, dengan mudah,
maka darah akan terbendung dalam system vena. Tekanan kapiler meningkat, dan
timbul edema jantung yang serius. Tambahan lagi, sering ginjal berfungsi buruk
pada payah jantung, dan ini semakin memperhebat edema.
Berikut penyebab edema paru (keterangan selain yang di atas), antara lain:
1.
a.
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis
mitral).
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria
pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b.
hati, protein-losing
Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut
bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d.
b.
Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon, NO2, dsb).
c.
Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-
naphthyl thiourea).
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
3.
Insufisiensi Limfatik :
a.
b.
Lymphangitic Carcinomatosis.
c.
4.
a.
b.
c.
Narcotic overdose.
d.
Pulmonary embolism.
e.
Eclampsia
f.
Post Cardioversion.
g.
Post Anesthesia.
h.
Tanda dan gejala dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan
radiografi (foto toraks).Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya
secara klinik sukar dideteksi dini.Secara patofisiologi edema paru kardiogenik ditandai
dengan transudasi cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru, akibat
terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru.Transudasi ini
terjadi tanpa perubahan pada permeabilitas atau integritas dari membran alveolikapiler, dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan difusi, hipoksemia
dan sesak nafas.Seringkali keadaan ini berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda.
Stadium 1. Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas
CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi
pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis
menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial,
akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi.Sering terdapat
takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi
takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan
intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan
saja.
Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk
berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia,
tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory
acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati.Edema Paru
yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler
paru.Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi
edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah dengan
pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat
cyclooxygenase atau cyclic phosphodiesterase akan mengurangi edema' paru sekunder
akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Kadangkadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan
edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan
lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografimeskipun tekanan kapiler paru
sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan
permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang
rendah seperti pada cardiogenic shock lung.
(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)
D. Patofisiologi
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika
cairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan sekelilingnya,
menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam
pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran darah untuk menahan cairan
dalam plasma (bagian dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru. Area
yang ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-kantong udara
yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana oksigen dari udara
diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan
kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding
yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya
dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dinding ini kehilangan integritasnya. Edema
paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan cairan yang merembes keluar dari
pembuluh darah dalam paru sebagai ganti udara. Ini dapat menyebabkan persoalan
pertukaran gas (oksigen dan karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan
oksigenasi darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai air di dalam
paru ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien.
Faktor-faktor yang membentuk dan merubah formasi cairan di luar pembuluh
darah dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan cairan yang dibuat oleh
Starling.
Qf = Kf (Pmv Ppmv) (mv - pmv)
Qf = aliran cairan transvaskuler;
Kf = koefisien filtrasi;
Pmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler;
Ppmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler intersisial;
= koefisien refleksi osmosis;
mv = tekanan osmotic protein plasma;
pmv = tekanan osmotic protein intersisial.
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada Peningkatan
tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral);
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri;
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteri
pulmonalis. Penurunan tekanan onkotik plasma pada hipoalbuminemia sekunder oleh
karena penyakit ginjal, hati, atau penyakit nutrisi.
Peningkatan tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu cepat
pneumotorak atau efusi pleura (unilateral); Tekanan pleura yang sangat negatif oleh
karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan volume akhir
ekspirasi (asma).
E. Data Fokus Pengkajian
Pengkajian
a) Umur:
Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda
b) Riwayat masuk:
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk
disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat
c)
d)
e)
1.
2.
3.
terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masingmasik tanda klinik mungkin menyertai klien
Riwayat penyakit dahulu:
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis,
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin
ditemui pada klien.
Pemeriksaan fisik
Sistem Integumen
Subyektif: Obyektif: kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif: pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif),
sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut
meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
Sistem Cardiovaskuler
Subyektif: sakit dada
Obyektif: denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah
menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
Sistem Neurosensori
Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif: GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif: tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot
aksesoris pernafasan
Sistem genitourinaria
Subyektif
:Obyektif
: produksi urine menurun/normal,
Sistem digestif
Subyektif
: mual, kadang muntah
Obyektif
: konsistensi feses normal/diare
Studi Laboratorik :
Hb
: menurun/normal
Analisa Gas Darah
: acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
Elektrolit
: Natrium/kalsium menurun/normal
Etiologi
Edema paru
Pengambilan O2
Takipneu, dipsneu, ronci
Ketidakefektifan pola
Masalah Keperawatan
Ketidak efektifan pola nafas
nafas
G. Diagnosa Keperawatan
1.
K. Intervensi
L. Rasional
I. Dx. Keperawatan
N. Tupan
O. Tupen
P.
R. Gangguan
U.
oksiganasi : ketidak
efektifan pola nafas
b.d edema paru
S.
T.
Setelah
V. Setelah
mendapatkan
mendapatkan
perawatan selama
3 hari masalah
efektifan
Ketidak efektifan
poal
nafas
kriteria :
Klientidak
mengeluh
sesak
Frekuensi nafas normal
16 20 x/menit
Pergerakan
otot
pernpasan normal
W.
Q.
-
AH.LAPORAN KASUS
AI. Asuhan Keperawatan Pada Ny.R (37 thn ) Diruang ICU
AJ.RSUD KABUPATEN CIAMIS
I. Pengkajian
A. Identitas
AK.
Nama
: Ny.R
AL.
Umur
: 37 tahun
AM.
AN.
AO.
Pendidikan
: SMP
AP.Pekerjaan
: IRT
AQ.
Agama
: Islam
AR.
No medrek
: 323782
AS.
Tgl Masuk
: 08-09-2016
AT.Tgl Pengkajian
AU.
: 08-09-2016
Diagnosa Medis
AV.Alamat
: Edema Paru
: Ciamis
AW.
B. Identitas Penanggung Jawab
AX.
AY.Umur
Nama
: Tn. A
: 33 tahun
AZ.
BA.
Pendidikan
: SMP
BB.
Pekerjaan
: Buruh
BC.
BD.
Alamat
: Ciamis
C. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama
BE.
sebelumnya dan dirawat di ruang ICU untuk kedua kalinya dengan keluhan
sesek nafas berat dan riwayat post op SC dengan PEB dan hipertensi.
4. Riwayat penyakit keluarga
BH.
BK. AKTIVITAS
NO
BN.
BO.Nutrisi
BL. SEBELUM
BM. SETELAH
SAKIT
BP. a.
Makan
SAKIT
BY.
CI.
BZ.
CJ.
BQ.Frekuensi
CA. 2
x/hari
BR.Nafsu makan
kecil
BS.
CB. Baik,
porsi
porsi
porsi
BT. Jenis
habis
BU.
CC.
BV.b.
Minum
BW.
Jenis
BX.Jumlah
CD. Nasi,lauk
pauk,
sayuran
CM.
CN.
CO. Nasi,
sayur
bayam,
ayam,
tahu,
pisang.
CE.
CP.
CH.
DC.
DL.
DD.
DM.
CV. Frekuensi
DE. 1 x/hari
DN. 1 x/hari
CW. Konsistensi
DF. Lembek
DO. Lembek
CX. Warna
DG. Kuning
DP. Kuning
DH.
DQ.
CZ. Frekuensi
DR. Terpasang
DA.
DJ.
(Dower Catheter)
DT.
DB. Warna
DU. Istirahat tidur
DV.
EA.
EF.
EG. Jarang
DX. b. Malam
siang
EH. 00.00-04.00
DY. c.
EC. 21.00-05.00
EI.
ED. Nyenyak
karena sesak
EQ.
EJ.
EV.
ER. 2 x/ hari
EW. diseka
CS.
CT. Eliminasi
2 CU. a.
BAB
CY. b. BAK
DW. a.
EK.
4
Siang
Kualitas
Mandi
DC
Sering terbangun
EN.b.
Keramas
ES. 3x / minggu
sabun
EO.c.
Gosok gigi
ET. 2 x / hari
EX. Belum
EP. d.
Gunting kuku
EY. 1x/hari
tanpa
FA.
FB. Aktivitas
EZ. Belum
FF. Klien hanya tidur
FC.
bekerja
di tempat tidur
FD.
mengerjakan pekerjaan
dan
FI.
E. Data psikologis
FJ. Penampilan
klien
tampak
murung,
tempramen
tenang
dan
dapat
dalam
kesehariannya
mempunyai
kebiasaan
merokok.
Klien
TD
Nadi
RR
Suhu
:170/100 mmHg
:88x/menit
: 40 kali/menit
: 36 0 C
3. Kesadaran
FS.
Composmentis, GCS 15
Hidung
Sekret
Polio
Leher
Tumor
: Tidak ada
Dada
:
bentuk dada : simetris
Gerakan dada ( kiri dan kanan)
Perbandingan ukuran anterior posterior dengan transversal
Suara nafas : vesikuler
Otot bantu pernafasan : nasal canul
5. Sistem cardiovaskuler
8. Sistem saraf
Fungsi cerebral
:
Status mental orientasi : Baik
Daya ingat
: Baik
Bahasa
: Baik
Bicara
: Ekspresif
FV.
Fungsi cranial
:
Nervus I
: Olfaktorius (fungsi penciuman) klien dapat
membedakan bau
Nervus II
Nervus III,IV,VI
Nervus V
Nervus VII
Nervus VIII
Nervus IX
Nervus X
Nervus XI
tidak ada
Nervus XII
FW.
Fungsi sensorik
:
Suhu : SB : 36C
Nyeri : sedang (6) menggunakan skala nyeri 1-10
Getaran : tidak ada
Fungsi cerebellum :
FX.
9. Sistem muskuloskeletal
fungsi gerakan
Lutut : bengkak : ada, gerakan : kurang baik
Kaki : bengkak
Tangan : Bengkak tidak ada, gerakan kurang baik.
Rambut :
Warna
Temperatur
Mudah dicabut
Kulit :
Warna
Temperatur
Kelembaban
Bulu kulit
Erupsi
Tahi lalat
Ruam
: hitam
:: Tidak
: Hitam
:: lembab
: ada
:::-
fluernafasan
FY.
I. Data penunjang
1. Laboratorium
FZ.14-07-2016
-
Hematologi :
GA. Hemoglobin : 6,8 g/dl
Kimia darah :
GB. Ureum
: 349mg/dl
GC. Kreatinin
: 15,7mg/dl
2. Therpy
GD.
Th/ :
Furosemid 1x40mg
Letonal 3x1
dengan
perubahan
cuaca
yaitu
Bicnat 3x1
Micardis 1x1
Amplodipin 10 1x1
Data
Data
Subjektif :
Klien mangatakan
nafas sesak
Klien mengatakan
cepet capek
GI. Data Objektif :
RR>20x/menit
Pernafasan cuping
hidung
Retraksi otot bantu
Auskultasi
-
Masalah
GF.Etiologi
GJ.
Edema paru
GK.
GL.
GM. Pengambilan O2
GN.
GO.
GP.
Takipneu,
dipsneu, ronci
GQ.
GR.
GS. Ketidakefektifan
pola nafas
keperawatan
GT.
Ketidak
efektifan pola
Vesikuler melemah
GU.
nafas
HD.
HE.
HF.
HG.
HH.
HI.
HJ.
HK.
HL.
HM.
HN.
HO.
HP.
HQ.
VI. Tujuan
VII.
Intervensi
VIII.
Rasional
V. Dx. Keperawatan
X. Tupan
XIV.
oksiganasi : ketidak
efektifan pola nafas
b.d edema paru
XVI.
XII.
Gangguan
1.1.
XVII.
XV.
XI. Tupen
Setelah
XVIII.
Setelah
mendapatkan
mendapatkan
perawatan selama 3
hari
masalah
Ketidak
Ketidak
efektifan
perawatan
efektifan
poal
kriteria :
-
XIII.
-
Meningkatkan
inspirasi
maksimal,
mengurangi
penekanan pada sisi yang
normal, serta ekspansi paru
dan ventilasi pada sisi yang
tidak sakit.
XXVII.
Diharapkan sesak napas
klien
berkurang
dan
perubahan kondisi klien
dapat terobservasi
XXVIII.
Perubahan dan peningkatan
frekuensi pernapasan dapat
terobservasi
XXIX.
Diharapkan
sesak
berkurang dan kebutuhan
O2 terpenuhi
XXX.
Implementasi Keperawatan
XXXI.XXXII.
N
Diag
nosa
XXXIII.
Implementasi
XXXIV.
Evaluas
i
keprawatan
XXXVI.
Gan XXXVIII.
Tanggal 08-09- XLVI. Tanggal 08-092016
2016
XXXV.
gguan oksiganasi : XXXIX.
Jam 13.00
XLVII. Jam 15.00
1
XL.
ketidak
efektifan
1. Pertahankan posisi tidur
XLVIII. Respon
semi
fowler
dengan
:
klien
pola
nafas
b.d
miring
kearah
yang
terkena
mengatakan
edema paru
XLI.
nafas
terasa
XLII.
2. Bimbing dan latih teknik
berat
XXXVII.
nafas
dalam
secara
teratur, monitor dan catat
XLIX.
TTV
XLIII.
XLIV.
L. Hasil : Td :
3. Monitor
fungsi
170/100
pernapasan : cepat,
dangkal, dyspneu dan
mmHg, R :
perkembangan dada
39x/m N : 88
XLV.
4. Berikan O2 BC sesuai
x/m
program
yaitu
3
liter/menit
LI. Hasil : nafas
cepat, dangkal
LII.
Respon
: klien merasa
nyaman
LIII.
Evaluasi
LIV.
LVII.
LV.Diagnosa Keperawatan
LVI.
Evaluasi
Para
f
LIX. Gangguan
oksiganasi
:
LVIII.
ketidak efektifan pola nafas b.edema
1
LXI.
Tanggal
09-09-
paru
LXII.
klien
LX.
LXIII.
O : K/u lemah
LXIV.
TD: 160/100
mmHg R: 30 x/m
LXV.
LXVI.
N : 88 x/m
A : Masalah teratasi
sebagian
LXVII.
Lanjutkan
intervensi 1,2,3,4
LXVIII.
I : - Mengobservasi
tanda vital
-
E : sesak nafas
LXX.
LXXII.Gangguan
oksiganasi
:
LXXI.
ketidak efektifan pola nafas b.edema
2
LXXIV.
Tanggal
10-09-
paru
LXXV.
klien
LXXIII.
berkurang
LXXVI.
O : K/u lemah
LXXVII.
TD: 150/90
mmHg R: 29 x/m
LXXVIII.
LXXIX.
N : 88 x/m
A : Masalah teratasi
sebagian
LXXX.
Lanjutkan
intervensi 1,2,3,4
LXXXI.
I : - Mengobservasi
tanda vital
-
LXXXIV.
LXXXV.
LXXXVI.
LXXXVII.
: sesek nafas
LXXXIII.
LXXXVIII.
LXXXIX.
XC.
XCI.
XCII.
XCIII.
XCIV.
XCV.
XCVI.
XCVII.
XCVIII.
XCIX.
C.
CI.
CII.
CIII.
CIV.
CV.
CVI.
DAFTAR PUSTAKA
CVII.
CVIII.
CIX.
CX.
CXI.
CXII.
CXIII.
CXIV.
CXV.
CXVI.
CXVII.
CXVIII.
CXIX.
Jakarta :EGC
CXX.
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid
CXXI.
CXXII.
CXXIII.
CXXIV.
CXXV.
CXXVI.
CXXVII.
CXXVIII.
CXXIX.