Oleh :
NIM : P07120216083
(SAH)
2. ETIOLOGI
Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid
adalah ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya
malformasi arteriovenosa (MAV). Terdapat beberapa jenis aneurisma
yang dapat terbentuk di arteri otak seperti (Baehr M dan Frotcsher M,
2012).
a. Aneurisma sakuler (berry)
Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial.
Lokasi tersering aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior
(40%), bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii (20%), dinding
lateral arteri karotis interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau
arteri komunikans posterior 30%), dan basilar tip (10%). Aneurisma
dapat menimbulkan deficit neurologis dengan menekan struktur
disekitarnya bahkan sebelum rupture. Misalnya, aneurisma pada arteri
komunikans posterior dapat menekan nervus okulomotorius,
menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami dipopia)
(Baehr M dan Frotcsher M, 2012).
b. Anuerisma fusiformis
Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang
disebut aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi pada
segmen intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri
media, dan arteri basilaris. Aneurisma fusiformis dapat disebabkan oleh
aterosklerosis dan/atau hipertensi. Aneurisma fusiformis yang besar
pada arteri basilaris dapat menekan batang otak. Aliran yang lambat di
dalam aneurisma fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuan
intra- aneurismal terutama pada sisi-sisinya. Aneurisma ini biasanya
tidak dapat ditangani secara pebedahan saraf, karena merupakan
pembesaran pembuluh darah normal yang memanjang, dibandingkan
struktur patologis (seperti aneurisma sakular) yang tidak memberikan
kontribusi pada suplai darah serebral (Baehr M dan Frotcsher M, 2012).
c. Anuerisma mikotik
Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak.
Terapinya terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan hal
ini biasa disebabkan oleh infeksi. Aneurisma mikotik kadang-kadang
mengalami regresi spontan; struktur ini jarang menyebabkan perdarahan
subarachnoid (Baehr M dan Frotcsher M, 2012).
Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomaly vasuler yang
terdiri dari jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena
terhubungkan oleh satu atau lebih fistula. Pada MAV arteri berhubungan
langsung dengan vena tanpa melalui kapiler yang menjadi perantaranya.
Pada kejadian ini vena tidak dapat menampung tekanan darah yang
datang langsung dari arteri, akibatnya vena akan merenggang dan
melebar karena langsung menerima aliran darah tambahan yangberasal
dari arteri. pPembuluh darah yang lemah nantinya akan mengalami
ruptur dan berdarah sama halnya seperti yang terjadi paada
aneurisma (Zuccarello M, 2013). MAV dikelompokkan menjadi dua,
yaitu kongenital dan didapat. MAV yang didapat terjadi akibat
thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi (Setyopranoto, 2012).
3. PATOFISIOLOGI
Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri
serebral utama. Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi
anterior dan 15% dalam sirkulasi posterior. Secara keseluruhan, tempat
yang paling umum adalah arteri communicans anterior diikuti oleh arteri
communicans posterior dan arteri bifucartio cerebri. Dalam sirkulasi
posterior, situs yang paling lebih besar adalah di bagian atas bifurkasi arteri
basilar ke arterie otak posterior (Jones R dkk, 2014).
Disorientasi
Gangguan : Gangguan Afasia (tidak Gangguan Kemampuan
Apraksia
memori mampu berbicara sensorik penglihatan
penilaian (kehilangan
Kejang dan menulis) bilateral berkurang dan
,penampilan kemampuan
Gangguan psikomotor Agrafia (kehilangan melakukan buta
Tuli kemampuan gerakan
afek&proses bertujuan)
pikir,fungsi Konfabulasi menulis) Distorsi
(mengingat Agnosia (tidak Risiko
motorik konsep
pengalaman mampu mengenali ruang cidera
imajiner) strimuli sensori) Hilang
Kehilangan kesadaran
kontrol pada sisi
volunter tubuh yang
da Kerusakan
berlawanan
komunikasi
verbal Penurunan
Hemiplegia n
kesadaran
hemiparese
Selain skala Hunt dan Hess, skor Fisher juga bisa digunakan untuk
mengklasifikasikan perdarahan subarachnoid berdasarkan munculnya darah
di kepala pada pemeriksaan CT scan.
Tabel Skor Fisher (Setyopranoto, 2012)
Skor Diskripsi adanya darah berdasarkan CT scan kepala
1 Tidak terdeteksi adanya darah
2 Deposit darah difus atau lapisan vertical terdapat
darah ukuran
3 Terdapat jendalan dan/atau lapisan vertical
terdapat darah <1 mm, tidak ada jendalan
tebal
4 Terdapat jendalan pada intraserebral
dengansecara
atau intraventrikuler ukuran >1 mm
7. PENATALAKSANAAN
a. Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktifitas berat
b. Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat.
c. Kadang dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi
tekanan.
d. Pembedahan untuk memperbaiki dinding arteri yang lemah, bisa
mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari.
e. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan pembedahan
dalam waktu 3 hari setelah timbulnya gejala. Menunda pembedahan
sampai 10 hari atau lebih dapat memungkinkan terjadinya
perdarahan hebat.
f. Pasien dengan SAH memerlukan observasi neurologik ketat dalam
ruang perawatan intensif, kontrol tekanan darah dan tatalaksana nyeri
sementara menunggu perbaaikan aneurisma defisit.
g. Pasien pasien harus menerima profilaksis serangan kejang dan bloker
kanal kalsium untuk vasospasme.
h. Tatalaksana ditujukan pada resusitasi segera dan pencegahan
perdarahan ulang.
i. Tirah baring dan analgesik diberikan pada awal tatalaksana.
j. Antagonis kalsium nimodipin dapat menurunkan mor komplikasi dini
perdarahan subarachnoid meliputi hidrosefalus sebagai akibat obstruksi
aliran cairan serebrospinal oleh bekuaan darah.
k. Jika pasien sadar atau hanya terlihat mengantuk, maka pemeriksaan
sumber perdarahan dilakukan angiografi serebral.
l. Identifikasi aneurisma memunkinkan dilakukan sedini mungkin,
dilakukannya intervensi jepitan ( clipping ) leher aneurisma, atau jika
mungkin membungkus ( wropping ) aneurisma tersebut.
m. Malformasi arteriovenosa yang terjadi tanpa adanya perdarahan,
misalnya epilepsi biasanya tidak ditangani dengan pembedahan.
b. Pemeriksaan fisik
1) Tingkat kesadaran
Tingkat Klinis
Responsivitas
Terjaga Normal
Sadar Dapat tidur lebih dari biasanya, sedikit
bingung saat pertama kali terjaga, tetapi
berorientasi sempurna ketika terbangun.
Letargi Mengantuk tetapi dapat mengikuti
perintah sederhana ketika dirangsang.
Stupor Sangat sulit untuk dibangunkan, tidak
konsisten dalam mengikuti perintah
sederhana atau berbicara satu kata atau
Semikomatosa frase pendek.
Gerak bertujuan ketika dirangsang tidak
Koma mengikuti perintah, atau berbicara
koheren.
Dapat berespon dengan postur secara
refleks ketika distimulasi atau dapat tidak
beresepon pada setiap stimulus.
2) Keadaaan umum
Pasien dalam kesadaran menurun atau terganggu postur
tubuh mengalami ganguan akibat adanya kelemahan pada sisi
tubuh sebelah atau keseluruhan lemah adanya gangguan dalam
berbicara kebersihan diri kurang serta tanda-tanda vital
(hiprtensi).
a) Sistem Integumen
Kulit tergantung pada keadaan penderita apabila
kekurangan O2 kulit akan kebiruan kekurangan cairan turgor
jelek berbaring terlalu lama atau ada penekanan pada kulit
yang lama akan timbul dekubitus. Kuku jika penderita
kekurangan O2 akan tampak kebiruan
1. Pemeriksaan Kepala atau Leher
Bentuk normal simetris
Bentuk kadang tidak simetris karena adanya kelumpuhan
otot daerah muka tampak gangguan pada mata kadaan
rongga mulut kotor karena kuang perawatan diri
Bentuk normal pembesaran kelenjar thyroid tidak ada.
2. Sistem pernafasan
Adanya pernafasan dispnoe, apnoe atau normal serta
obstrusi jalan nafas, kelumpuhan otot pernafasan
penggunaan otot-otot bantu pernafasan, terdapat suara
nafas ronchi dan whezing.
3. Sistem kardio vaskuler
Bila penderita tidak sadar dapat terjadi hipertensi atau
hipotensi, tekanan intrakranial meningkat serta
tromboflebitis, nadi bradikardi, takikardi atau normal .
4. Sistem pencernaan
Adanya distensi perut, pengerasan feses, penurunan
peristaltik usus, gangguan BAB baik konstipasi atau diare
5. Ekstrimitas
Adanya kelemahan otot, kontraktur sendi dengan nilai
ROM : 2, serta kelumpuhan.
6. Pemeriksaan urologis
Pada penderita dapat terjadi retensi urine, incontinensia
infeksi kandung kencing, serta didapatkannya nyeri tekan
kandung kencing.
3) Saraf kranial
a) Saraf Kranial I (olfaktorius/ penciuman)
Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman
b) Saraf Kranial II (optikus/ penglihatan)
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik
primer di antara mata dan korteks visual.
c) Saraf Kranial III, IV, dan VI (okulomotorius/ mengangkat
kelopak mata, troklearis, dan abdusens)
Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot
okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d) Saraf Kranial V (trigeminus)
Paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan
kemampuan koodinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan
rahang bawah ke sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-
otot pterigoideus internus dan eksternus.
e) Saraf Kranial VII (fasialis)
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f) Saraf Kranial VIII (vestibulokoklearis)
Tidak dietmukan tuli konduktif dan tuli perseptif.
g) Saraf Kranial IX dan X (glosofaringeus dan vagus)
Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka
mulut.
h) Saraf Kranial XI (aksesoris)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapesius.
i) Saraf Kranial XII (hipoglosus)
Tidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
Indra pengecap normal.
4) Sistem motorik
a) Refleks
Pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
b) Gerakan involunter
Pada umumnya kejang.
5) Sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan
volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri.
b. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
akumulasi sekret, penurunan mobilitas fisik, dan penurunan tingkat
kesadaran.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/
hemiplegia, kelemahan neuromuskular pada ekstremitas.
e. Risiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan sensari, luas
lapang pandang.
f. Defisit perawatan diri : mandi dan eliminasi berhubungan dengan
kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran,
kehilangan koordinasi otot.
g. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari
kerusakan pada area bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol
tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan
volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
tidak terjadi peningkatan TIK.
Kriteria hasil:
- Tidak gelisah
- Keluhan nyeri kepala tidak ada
- Mual dan muntah tidak ada
- GCS 456
- Tidak ada papiledema
- TTV dalam batas normal
Intervensi Rasional
Kaji keadaan klien, penyebab Memperioritaskan intervensi, status
koma/ penurnan perfusi jaringan neurologis/ tanda-tanda kegagalan
dan kemungkinan penyebab untuk menentukan kegawatan atau
peningkatan TIK tindakan pembedahan.
Memonitor TTV tiap 4 jam. Suatu keadaan normal bila sirkulasi
serebri terpelihara dengan baik.
Peningkatan TD, bradikardi,
disritmia, dispnea merupakan tanda
peningkatan TIK. Peningkatan
kebutuhan metabolisme dan O2
akan meningkatkan TIK.
Evaluasi pupil. Reaksi pupil dan pergerakan
kembali bola mata merupakan tanda
dari gangguan saraf jika batang otak
terkoyak. Keseimbangansaraf antara
simpatis dan parasimpatis
merupakan respons refleks saraf
kranial.
Kaji peningkatan istirahat dan Tingkah laku non verbal merupakan
tingkah laku pada pgi hari. indikasi peningkatan TIK atau
memberikan refleks nyeri dimana
klien tidak mampu mengungkapkan
keluha secara verbal.
Palpasi pembesaran bladder dan Dapat meningkatkan respon
monitor adanya konstipasi. otomatis yang potensial menaikkan
TIK.
Obaservasi kesadaran dengan GCS Perubahan kesadaran menunjukkan
peningkatan TIK dan berguna untuk
menentukan lokasi dan
perkembangan penyakit.
Kolaborasi:
O2 sesuai indikasi Mengurangi hipoksemia.
Diuretik osmosis Mengurangi edema.
Steroid (deksametason) Menurunkan inflamasi dan edema.
Analgesik Mengurangi nyeri
Antihipertensi Mengurangi kerusakan jaringan.
b. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
perdarahan intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil:
- Tidak gelisah
- Keluhan nyeri kepala , mual, kejang tidak ada
- GCS 456
- Pupil isokor
- Refleks cahaya +
- TTV dalam rentang normal (TD: 110-120/80-90 mmHg; nadi: 60-
100 x/menit; suhu: 36,5-37,50C; RR: 16-20 x/menit)
Intervensi Rasional
Tirah baring tanpa bantal. Menurunkan resiko terjadinya
herniasi otak.
Monitor asupan dan keluaran. Mencegah terjadinya dehidrasi.
Batasi pengunjung. Rangsangan aktivitas dapat
meningkatkan tekanan intrakranial.
Kolaborasi:
Cairan perinfus dengan ketat. Meminimalkan fluktuasi pada
beban vaskuler dan TIK, restriksi
cairan dan cairan dapat menurunkan
Monitor AGD bila perlu O2 edema.
tambahan. Adanya asidosis disertai pelepasan
O2 pada tingkat sel dapat
menyebabkan iskemia serebri.
Steroid Menurunkan permeabilitas kapiler
Aminofel. Menurunkan edema serebri
Antibiotik Menurunkan konsumsi sel/
metabolik dan kejang.
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
akumulasi sekret, penurunan mobilitas fisik, dan penurunan
tingkat kesadaran
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam klien mampu
meningkatkan dan mempertahankan jalan nafas tetap bersih dan
mencegah aspirasi.
Kriteriahasil:
- Bunyi nafas bersih
- Tidak ada penumpukan sekrest di saluran nafas
- Dapat melakukan batuk efektif
- RR 16-20 x/menit
Intervensi Rasional
Kaji keadaan jalan nafas Obstuksi dapat terjadi karena akumulasi
sekret ata sisa cairan mukus, perdarahan.
Evaluasi pergerakan dada Pergerakan dada simetris dengan suara nafas
dan auskultasi kedua dari paru-paru mengindikasikan tidak ada
lapang paru. sumbatan.
Ubah posisi setap 2 jam Mengurangi risiko atelektasis.
dengan teratur.
Kolaborasikan: Mengatur venstilasi dan melepaskan sekret
Aminofisil, alupen, dan karena relaksasi otot.
bronkosol.
DAFTAR PUSTAKA