Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA


PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

MENINGOENCEPHALOCELE

1. Pengertian
Meningoensefalokel adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek
tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida dan di daerah kranial
akan menyebabkan defek tulang kranium disebut kranium bifidum. Hal ini dimulai pada
masa embrio pada minggu ke III sampai dengan minggu ke IV; tidak menutupnya tuba
neuralis pada ujung kranial dapat menimbulkan herniasi jaringan saraf pusat.
Meningoensefalokel dapat terjadi di seluruh bagian tengkorak, tetapi yang paling sering
terjadi di regio occipital, kecuali pada orang Asia, yang lebih sering terjadi pada regio
frontal (Tsementzis, 2000; Ropper, et al, 2005, Sjamsuhidayat, 2005).
Herniasi atau benjolan ini dapat berisi meningen dan cairan serebrospinal saja
disebut meningokel kranial, dapat juga berisi meningen, cairan serebrospinal dan
jaringan/parenkim otak disebut meningoensefalokel. Secara umum herniasi melalui
defek kranium disebut meningoensefalokel, walaupun sebenarnya berbeda patologi,
pengobatan dan prognosisnya. Kira-kira 75% meningoensefalokel didapatkan di regio
oksipital, dapat terlihat sebagai kantong kecil bertangkai atau struktur seperti kista besar,
dapat lebih besar daripada kranium; tertutup oleh kulit seluruhnya; kadang-kadang di
tempat-tempat tertentu hanya dilapisi oleh membran tipis seperti kertas perkamen.
Sebanyak 15% dari ensefalokel terletak di frontal. (Christoper, 2007; Lubis, 2009).

2. Etiologi
Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama
perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh gangguan
pembentukan tulang kranium saat dalam uterus seperti kurangnya asupan asam folat
selama kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi
gen (terpapar bahan radiologi), obat – obatan yang mengandung bahan yang terotegenik.
Meningoensefalokel juga disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi di bagian
occipitalis, kadang – kadang juga di bagian nasal, frontal, atau parietal (Ropper, et al,
2005; Christoper, 2007). Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi.
Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan
meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat (Betz & Sowden, 2002).
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

3. Patofisiologi
Meningoensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan
adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung
melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Meningoensefalokel disebabkan oleh
kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin (Nelson & Arvin, 2000).
Mielomeningokel kranium terdiri dari kantong meninges yang terisi hanya cairan
serebrospinal dan meningoensefalokel mengandung kantung dan korteks serebri,
serebelum, atau bagian batang otak. Defek kranium paling lazim pada daerah oksipital
pada atau di bawah sambungan, dan sebagian terjadi frontal atau nasofrontal. Kelainan
ini adalah adalah sepersepuluh dari defek penutupan tuba neuralis yang melibatkan spina.
Etiologi ini dianggap sama dengan etiologi anensefali dan mielomeningokel (Fenichel,
2001).
Bayi dengan meningoensefalokel kranium beresiko untuk terjadinya hirdosefalus
karena stenosis akuaduktus, malformasi Chiari, atau sindrom Dandy-Walker.
Pemeriksaan dapat menunjukkan kantung kecil dengan batang bertangkai atau struktur
seperti kista besar yang dapat melebihi ukuran kranium. Lesi ini dapat tertutup total
dengan kulit, namun daerah yang tidak berkulit (denuded skin) dapat terjadi dan
memerlukan manajemen bedah segera. Transiluminasi kantung dapat menampakkan
adanya jaringan saraf (Nelson & Arvin, 2000).

4. Klasifikasi
Berikut klasifikasi meningoensefalokel menurut Saanin (2008) :
a. Ensefalomeningokel oksipital
b. Ensefalomeningokel lengkung tengkorak
1) Interfrontal
2) Fontanel anterior
3) Interparietal
4) Fontanel posterior
5) Temporal
c. Ensefalomeningokel fronto-ethmoidal
1) Nasofrontal
2) Naso-ethmoidal
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

3) Naso-orbital
d. Ensefalomeningokel basal
1) Transethmoidal
2) Sfeno-ethmoidal
3) Transsfenoidal
4) Frontosfenoidal atau sfeno-orbital
e. Kranioskhisis
1) Kranial, fasial atas bercelah
2) Basal, fasial bawah bercelah
3) Oksipitoservikal bercelah
4) Akrania dan anensefali
Meningoensefalokel oksipital merupakan 70% sefalokel (pada geografis) dibagi
ke dalam sub kelompok sesuai hubungannya dengan protuberansia oksipital eksterna
(EOP) yaitu sefalokel oksipitalis superior (terletak di atas EOP)
dan sefalokel oksipitalis inferior (terletak dibawah EOP). Penonjolan lobus oksipital
tampak di sefalokel superior dimana serebelum menonjol dalam sefalokel inferior. Jika
defek tulang meluas turun ke foramen magnum, keadaan ini disebut sefalokel
oksipitalis magna. Hubungan sefalokel ini dengan spina bifida servikalis disebut
sefalokel oksipitoservikalis. Sambungan tulang frontal dan kartilago nasal adalah
tempat terseringdari sefalokel; hubungan ini menjadi titik lemah karena pertumbuhan
yang berbeda tulang frontal dan kartilago nasal.
a. Nasofrontal menonjol pada sambungan tulang frontal dan tulang nasal.
b. Nasoethmoid menonjol pada tulang nasal atau kartilago nasal.
c. Naso-orbital menonjol dari bagian anterior tulang ethmoid dari bagian anterior orbit.
Meningoensefalokel basal dapat dibagi kedalam lima kelompok :
a. Meningoensefalokel transethmoidal (intranasal) yaitu herniasi ke dalam kavum nasal
melalui lamina kribrosa.
b. Meningoensefalokel sfeno-ethmoid (intranasal posterior) yaitu herniasi ke bagian
posterior kavum nasal melalui tulang sfenoid.
c. Meningoensefalokel transsfenoid (sfenofaringeal) yaitu herniasi ke nasofaring
melalui tulang sfenoid.
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

d. Meningoensefalokel sfeno-orbital yaitu herniasi keruang orbit melalui fissura


orbital superior.
e. Meningoensefalokel sfenomaksillari yaitu herniasi kerongga orbit melalui fissura
pterigoid, kemudian kefossa pterigoid melalui fissura intra orbital.

5. Manifestasi Klinik

Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang terjadi,


termasuk hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami displasia dan masuk
ke dalam kantung meningoensefalokel. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa
gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi
oleh korda spinalis atau akar saraf yang terkena. Gejala pada umumnya berupa
penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir.
Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan sensasi, inkontinesia
urin dan inkontinensia tinja. Korda spinalis yang tekena rentan terhadap infeksi
(meningitis).
Gejala-gejala sehubungan dengan malformasi otak adalah mental retardasi, ataxia
spastik, kejang, buta dan gangguan gerakan bola mata. Hidrosefalus mungkin terjadi
sebelum diperbaikinya sefalokel, atau mungkin terbentuk setelah operasi. Insiden
hidrosefalus yang menyertai pada meningoensefalokel oksipital adalah 25% pada
meningokel dan 66% pada meningoensefalokel. Hidrosefalus yang bersamaan pada
meningoensefalokel anterior jarang. Insidens hidrosefalus lebih tinggi pada
sefalokel yang mengandung jaringan otak yang menyertai pada meningoensefalokel
oksipital adalah hampir sama dengan pada mielomeningokel (Fenichel, 2001).
Ensefalokel frontoethmoidal muncul dengan massa di wajah sedangkan Ensefalokel
basal tidak tampak dari luar. Ensefalokel nasofrontal muncul di pangkal hidung di atas
tulang hidung. Ensefalokel nasoethmoidal terletak di bawah tulang hidung dan naso-
orbital ensefalokel menyebabkan, hipertelorisme, proptosis, dan mendesak bola mata.
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menilai struktur patologis sefalokel:
daerah defek tulang, ukuran serta isi sefalokel, ada atau tidaknya anomali sistem saraf
pusat, dan dinamika cairan serebrospinal. Lubang defek tulang pada meningoensefalokel
oksipital mudah dikenal pada foto polos tengkorak dan sebagai tambahan
terhadap daerah defek tulang, perluasan defek dan ada atau tidaknya kraniolakunia
dapat diketahui. Otak yang vital di kantung ada atau tidaknya dapat ditentukan dengan
ventrikulografi dan angiografi serebral, namun CT scan memperlihatkan tidak hanya
isi kantung namun semua kelainan intrakranial yang bersamaan (Christoper, 2007).
Meningoensefalokel oksipital harus didiferensiasi dari kasus garis tengah lainnya,
seperti sinus perikranii dan holoprosensefali. Sinus perikranii lebih kompresibel
dibandingkan meningoensefalokel. CT scan memperlihatkan displasia serebral sebagai
tambahan atas kantung dorsal pada holoprosensefali. Angiografi serebral mungkin perlu
untuk membedakan meningoensefalokel oksipital dari kantung dorsal holoprosensefali;
holoprosensefali didiagnosis oleh adanya arteria serebral anterior azigos. MRI kranial
dapat memberi gambaran yang pasti dari kandungan dalam meningiensefalokel. Isi dari
protrusi biasanya dari salah satu hemisfer yang lebih kecil meskipun terletak pada garis
tengah (Sjamsuhidayat, 2005).
Pemeriksaan penunjang paling bermanfaat dalam penegakan diagnosis prenatal
ensefalokel adalah ultrasonografi / USG. USG yang dilakukan dapat terdiri dari USG 2
dimensi dan 3 dimensi serta secara transabdominal maupun transvaginal. Pada USG yang
dilakukan antenatal, tampak adanya defek pada kranium serta massa kistik, kombinasi
massa kistik dan solid, maupun massa dominan solid tampak menempel di calvaria. Pada
USG terutama USG 3 dimensi, ensefalokel dapat tampak kurangnya diameter biparietal,
kecilnya lingkar kepala, serta gambaran unik berupa “cyst within a cyst” dan “target
sign” appearance, banana sign, lemon sign. Pada USG 3 dimensi, defek kranial dapat
tampak dengan jelas.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningoensefalokel tergantung dari isi dan luas dari anomali. Pada
meningokel oksipital, di mana kantung tidak mengandung jaringan saraf, hasil dari
pembedahan hampir selalu baik tetapi pada meningoensefalokel yang berisi jaringan otak
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

biasanya berakhir dengan kematian dari anak (Sjamsuhidayat, 2005). Hampir semua
meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf, kecuali massanya terlalu besar
dan dijumpai mikrosefali yang jelas, bila mungkin, tindakan bedah sedini mungkin untuk
menghindari infeksi (Fenichel, 2001). Ulkus pada meningoensefalokel atau tidak terjadi
kebocoran cairan serebrospinal, tindakan pembedahan segera dilakukan pada
neonatus. Pada meningoensefalokel yang ditutupi kulit kepala yang baik, pembedahan
dapat ditunda sampai keadaan anak stabil. Tujuan pembedahan adalah menutup defek
(watertight dural closure), eksisi massa otak yang herniasi serta memelihara fungsi otak.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat
fungsi otot. Infeksi saluran kemih dan lainnya diberikan antibiotik untuk mengobati dan
mencegah meningitis. Penekanan lembut diatas kandung kemih bisa dilakukan untuk
membantu memperlancar aliran kemih. Pada kasus yang berat, kadang harus dilakukan
pemasangan kateter.
a. Penanganan Pra Bedah
Segera setelah lahir daerah lesi harus dikenakan kasa steril yang direndam salin yang
ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa steril yang tidak melekat
untuk mencegah jaringan saraf yang terpapar menjadi kering. Perawatan pra bedah
neonatus rutin dengan penekanan khusus pada saat mempertahankan suhu tubuh yang
dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan dalam
kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat
permukaan lesi yang basah. Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat
grafiknya dan diperlukan pemeriksaan X-Ray kepala Anteroposterior/Lateral serta
diambil fotografi dari lesi.
b. Perawatan Pasca Bedah
Pemberian makan per oral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan. Jika terdapat
drain hisap, maka harus diperiksa setiap jam untuk menjamin tidak adanya tekukan
pada saluran dan terjaganya tekanan negatif serta wadah. Lingkar kepala diukur dan
dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu. Sering kali terdapat peningkatan awal
dalam pengukuran setelah penutupan cacat spinal dan jika peningkatan ini berlanjut
dan terjadi perkembangan hidrosefalus maka harus diberikan terapi yang sesuai.
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

8. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang tua, pekerjaan,
agama, alamat, dan lain-lain.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya terdapat benjolan di bagian-bagian tertentu sesuai kerusakan defek.
2) Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini
3) Riwayat penyakit keluarga
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit
klien tersebut.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
2) Tanda vital
a) Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah
ada kelainan atau lesi pada kepala, dan apakah terdapat benjolan sebagai ciri
khas dari penyakit.
b) Wajah : Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
c) Mata : Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera
ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam
penglihatan
d) Hidung : Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta
cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
e) Mulut : Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/
tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam
menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
f) Leher : Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi
vena jugularis
3) Thoraks : Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah
ada wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

4) Inspeksi
a) Membran mukosa- faring tamppak kemerahan.
b) Tonsil tampak kemerahan dan edema.
c) Tampak batuk tidak produktif.
d) Tidak ada jaringan parut dan leher.
e) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping
hidung.
f) Terdapat benjolan berupa penumpukan cairan di organ tertentu tergantung
kerusakan defek.
5) Palpasi
a) Apakah terdapat demam.
b) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada
nodus limfe servikalis.
c) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.
d) Terdapat benjolan berupa penumpukan cairan di organ tertentu tergantung
kerusakan defek.
6) Perkusi: Suara paru
7) Auskultasi : Suara nafas
8) Abdomen : Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah
terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan
pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
9) Genitalia : Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin , warna
rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak.
Pada wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia
mayora.
10) Integumen : Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/
tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
d. Pemeriksaan Penunjang (Laboraturium, CT-Scan, Rontgen, dan lain-lain).
e. Terapi yang didapat.
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

9. Masalah Keperawatan
a. Risiko infeksi
b. Risiko trauma fisik.
c. Hambatan mobilitas fisik.
d. Kerusakan integritas kulit.
e. Ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh.
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

10. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NANDA NOC NIC


1. Resiko infeksi NOC Infection control
Definisi: mengalami  Immune status  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
peningkatan resiko terserang  Knowledge: infection control  Pertahankan teknik isolasi
organisme patogenik.  Risk control  Batasi pengunjung bila perlu
 Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan
Faktor risiko: Kriteria hasil: saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan
 Penyakit kronis: diabetes  Pasien bebas dari tanda pasien
mellitus, obesitas gejala infeksi  Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
 Pengetahuan yang tidak  Mendeskripsikan proses  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
cukup untuk menghindari penularan penyakit, faktor keperawatan
pemajanan patogen yang mempengaruhi  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
 Pertahanan tubuh primer penularan serta  Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
yang tidak adekuat : penatalaksanaannya  Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
gangguan peristaltis,  Menunjukkan kemampuan sesuai dengan petunjuk umum
kerusakan integritas kulit untuk mencegah timbulnya  Gunakan kateter intermitten untuk menurunkan infeksi
(pemasangan kateter infeksi kandung kemih
intravena, prosedur invasif),  Jumlah leukosit dalam batas  Tingkatkan intake nutrisi
perubaha sekresi pH, normal
penurunan kerja siliaris,  Berikan antibiotik bila perlu
 Menunjukkan perilaku hidup
pecah ketuban dini, pecah sehat
ketuban lama, merokok, Infection protection
statis cairan tubuh, trauma  Monitor tanda dan gejala infeksi sistematik dan lokal
jaringan (misalnya trauma  Montior hitung granulosit, WBC
destruksi jaringan)  Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Ketidakadekuatan  Batasi pengunjung
pertahanan sekunder:  Sharing pengunjung terhadap penyakit menular
penurunan Hb, imunosupresi  Pertahankan teknik aseptik pada pasien yang beresiko
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

(misalnya imunitas didapat  Pertahankan teknik isolasi k/p


tidak adekuat, agen  Berikan perawatan kulit pada area epidema
farmaseutical termasuk  Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
imunosupresan, steroid, kemerahan, panas, drainase
antibodi monoklonal,  Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah
imunomodulator), supresi  Dorong masukkan nutrisi yang cukup
respon inflamasi.  Dorong masukkan cairan
 Vaksinasi tidak adekuat  Dorong istirahat
 Pemajanan terhadap patogen  Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
lingkungan meningkat:
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
wabah
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Prosedur invasif
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Malnutrisi
 Laporkan kultur positif

2. Risiko trauma fisik NOC Environment management


Definisi : Peningkatan risiko  Knowledge: personal safety  Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
cedera jaringan yang tidak  Safety behavior: fall  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai dengan
disengaja (misal luka, terbakar, prevention kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat
fraktur).  Safety behavior : fall penyakit terdahulu pasien
occurance  Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (mis,
Faktor risiko :  Safety behavior: physical memindahkan perabotan)
a. Eksternal injury  Memasang side rail tempat tidur
 Aksesibilitas senjata  Tissue integrity: skin and  Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
 Mandi dengan air yang mucous membrane  Menempatkan saklar lampu ditempat yang mampu
sangat panas dijangkau pasien
 Kurang peralatan anti slip Kriteria hasil:  Membatasi pengunjung
di kamar mandi  Pasien terbebas dari trauma  Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
 Anak bermain dengan fisik.  Mengontrol lingkungan dari kebisingan
objek yang berbahaya  Lingkungan rumah aman.  Memindahkan barang yang membahayakan
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

 Dan lain-lain.  Perilaku pencegahan jatuh.  Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau
b. Internal  Dapat mendeteksi risiko. pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
 Kesulitan keseimbangan  Pengendalian risiko: penyebab penyakit.
 Kesulitan emosional penggunaan alkohol.
 Riwayat trauma  Pengendalian risiko:
sebelumnya pencahayaan sinar matahari.
 Ketidakcukupan finansial  Pengetahuan keamanan
 Kurang pendidikan terhadap anak.
tentang keselamatan  Pengetahuan personal
 Penglihatan yang buruk safety.
 Penurunan koordinasi otot  Dapat memproteksi
 Kelemahan terhadap kekerasan.
3. Hambatan mobilitas fisik NOC Exercise therapy: ambulation
Definisi : keterbatasan pada  Joint movement : active  Monitoring vital sign sebelum/ setelah latihan dan lihat
pergerakan fisik tubuh satu atau  Mobility level respon pasien saat latihan
lebih ekstremitas secara mandiri  Self care: ADLs  Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
dan terarah.  Transfer performance sesuai dengan kebutuhan
 Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan
Batasan karakteristik: Kriteria hasil: cegah terhadap cidera
 Penurunan waktu reaksi  Klien meningkat dalam  Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi
 Kesulitan membolak-balik aktivitas fisik  Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
posisi  Mengerti tujuan dari  Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
 Melakukan aktivitas lain peningkatan mobilitas mandiri sesuai kemampuan
sebagai pengganti  Memverbalisasikan  Dampingi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs pasien
pergerakan (misalnya perasaan dalam  Berikan alat bantu jika klien memerlukan
meningkatkan perhatian meningkatkan kekuatan dan  Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
pada aktivitas orang lain, kemampuan berpindah bantuan jika diperlukan
mengendalikan perilaku,  Memperagakan penggunaan
fokus pada ketunadayaan/ alat
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

aktivitas sebelum sakit)  Bantu untuk mobilisasi


 Dispnea setelah beraktivitas (Walker)
 Perubahan cara berjalan
 Gerakan bergetar
 Keterbatasan kemampuan
melakukan keterampilan
motorik halus
 Keterbatasan kemampuan
melakukan keterampilan
motorik kasar
 Keterbatasan rentang
pergerakan sendi
 Tremor akibat pergerakan
 Ketidakstabilan postur
 Pergerakan lambat
 Pergerakan tidak
terkoordinasi

Faktor yang berhubungan:


 Intoleransi aktivitas
 Perubahan metabolisme
selular
 Ansietas
 IMT di atas persentil ke-75
sesuai usia
 Gangguan kognitif
 Konstraktur
 Kepercayaan budaya
tentang aktivitas sesuai usia
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

 Fisik tidak bugar


 Penurunan ketahanan tubuh
 Penurunan kendali otot
 Penurunan masa otot
 Malnutrisi
 Gangguan muskuloskeletal
 Gangguan neuromuskular,
nyeri
 Agens obat
 Penurunan kekuatan otot
 Kurang pengetahuan
tentang aktivitas fisik
 Keadaan mood depresif
 Keterlambatan
perkembangan
 Ketidaknyamanan
 Disuse, kaku sendi
 Kurang dukungan
lingkungan (fisik dan
sosial)
 Keterbatasan ketahanan
kardiovaskular
 Kerusakan integritas
struktur tulang
 Program pembatasan gerak
 Keengganan memulai
pergerakan
 Gaya hidup monoton
 Gangguan sensori
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

perseptual
4. Kerusakan integritas kulit NOC Pressure management
Definisi : Perubahan/gangguan  Tissue integrity : Skin and  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
epidermis dan/atau dermis. Mucous Membrane  Hindari kerutan pada tempat tidur.
 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil :  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.
 Kerusakan lapisan kulit  Integritas kulit yang baik  Monitor kulit akan adanya kemerahan.
(dermis). bisa dipertahankan  Oleskan lotion atau minyak pada daerah yang tertekan.
 Gangguan permukaan kulit (sensasi, elastisitas,  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
(epidermis). temperatur, hidrasi,  Monitor status nutrisi pasien.
 Invasi struktur tubuh. pigmentasi).
 Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
 Tidak ada luka/lesi pada
Faktor yang berhubungan : kulit. Intition site care
 Zat kimia, radiasi  Perfusi jaringan baik.  Membersihkan, memantau, dan meningkatkan proses
 Usia yang ekstrim  Menunjukkan pemahaman penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan.
 Kelembapan dalam proses perbaikan  Monitor proses kesembuhan area insisi.
 Hipertermia, hipotermia kulit dan mencegah
 Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi.
 Faktor mekanik (misal gaya terjadinya cedera berulang.
 Bersihkan area sekitar jahitan.
gunting)  Mampu melindungi kulit
 Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan
 Medikasi dan mempertahankan
luka tetap terbuka sesuai program.
 Lembab kelembapan kulit serta
 Imobilitas fisik perawatan alami.
 Perubahan status cairan
 Perubahan pigmentasi
 Perubahan turgor
 Faktor perkembangan
 Kondisi ketidakseimbangan
nutrisi
 Penurunan imunologis
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

 Penurunan sirkulasi
 Kondisi gangguan metabolic
 Gangguan sensasi
 Tonjolan tulang
5. Ketidakseimbangan nutrisi: NOC Nutrition management
kurang dari kebutuhan tubuh  Nutritional status  Kaji adanya alergi makanan
 Nutritional status : food and  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
Definisi: Asupan nutrisi tidak fluid intake dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
cukup untuk memenuhi  Nutritional status : nutrient  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
kebutuhan metabolik intake  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
 Weight control  Berikan substansi gula
Batasan karakteristik:  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
 Kram abdomen Kriteria hasil: mencegah konstipasi
 Nyeri abdomen  Adanya peningkatan berat  Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan
 Menghindari makanan badan sesuai dengan tujuan dengan ahli gizi)
 Berat badan 20% atau lebih  Berat badan ideal sesuai  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
dibawah berat badan ideal dengan tinggi badan  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
 Kerapuhan kapiler  Mampu mengidentifikasi  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
 Diare kebutuhan nutrisi  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
 Kehilangan rambut  Tidak ada tanda-tanda dibutuhkan
berlebihan malnutrisi
 Bising usus hiperaktif  Menunjukkan peningkatan Nutrition monitoring
 Kurang makanan fungsi pengecapan dari  BB pasien dalam batas normal
 Kurang informasi menelan  Monitor adanya penurunan berat badan
 Kurang minat pada makanan  Tidak terjadi penurunan  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
 Penurunan berat badan berat badan yang berarti  Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
dengan asupan makanan  Monitor lingkungan selama makan
adekuat  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
 Kesalahan konsepsi  Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

 Kesalahan informasi  Monitor turgor kulit


 Membran mukosa pucat  Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah pecah
 Ketidakmampuan memakan  Monitor mual dan muntah
makanan  Monitor kadar albumin, protein, Hb, dan kadar Ht
 Tonus otot menurun  Monitor pertumbuhan dan perkembangan
 Mengeluh gangguan sensasi  Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan
rasa konjunctiva
 Mengeluh asupan makanan  Monitor kalori dan intake nutrisi
kurang dari RDA  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan
(recommended daily cavitas oral
allowance)  Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
 Cepat kenyang setelah
makan
 Sariawan rongga mulut
 Steatorea
 Kelemahan otot pengunyah
 Kelemahan otot untuk
menelan

Faktor-faktor yang
berhubungan:
 Faktor biologis
 Ketidakmampuan untuk
mengabsorbsi nutrien
 Ketidakmampuan untuk
mencerna dan menelan
LAPORAN PENDAHULUAN
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

DAFTAR PUSTAKA

Betz, C.L., Sowden, L.A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.

Christopher, G. (2007). Neural Tube Defect.In Textbook of Clinical Neurology, 3rd ed.
Philadelphia: Sauders Company.

Fenichel, G.M. (2001). Clinical Pediatric Neurology 4th ed. Philadelphia: Saunders
Company.

Lubis, N.U. (2009). Encephalocele; in CKD. Jakarta: PT Temprint.

Nelson, B., Arvin, K. (2000). Buku Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: EGC.

Ropper, A.H., Brown, R.H. (2005). Chapter 38 : Developmental Disease of the Nervous
System. In Adams & Victors' Principles of Neurology, 8th Edition. McGraw-Hill.

Saanin, S. (2008). Disrafisme Kranial Anomali Susunan Saraf Pusat; Ilmu Bedah Saraf; Ka.
SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang. (Online). Diakses di
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Disrafisme.html pada 19 Maret 2019.

Sjamsuhidajat, R., Wim, D.J. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Tsementzis, S.A. (2000). Differential Diagnosis of Neurology and Neurosurgery. New York:
Thieme Stuttgart.

Wong, D.L., et.al. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatri Volume 2. Terjemahan oleh Agus
Sunarta (2012). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai