Disusun Oleh :
1. Neneng srihandis A
2. Muhammad Rahadito
3. Rini Winarti
4. Winda Widiyawati
FAKULTAS KEPERAWATAN
JURUSAN D3 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA GARUT
2021
Klasifikasi Leukemia
Menurut Perpustakaan Nasional (2008), Tambayong (2000), dan Handayani
(2008), klasifikasi leukemia dapat berdasarkan jenis sel (limfositik atau mielositik) dan
perjalan penyakit (akut atau kronik).
1. Leukemia Akut
Leukemia Akut dapat dibagi menjadi dua kategori umum, leukemia mieloid akut
(AML) dan leukemia limfoblastik akut (AAL). Pasien biasanya mengalami riwayat
penurunan berat badan yang cepat, memar, perdarahan, pucat, lelah, dan infeksi
berulang di mulut dan tenggorokan. Hitung darah lengkap sering kali menunjukkan
anemia dan trombositopenia. Hitung sel darah putih dapat meningkat atau sangat
rendah. Perdarahan di area vital, akumulasi leukosit dalam organ vital.
2. Leukemia Mieloid Akut
AML jarang terjadi pada anak dan insidennya meningkat seiring pertambahan usia.
AML sekunder kadang terlihat pada orang yang diobati dengan kemoterapi sitotoksik
atau radioterapi.
1|Page
ALL adalah bentuk keganasan hematologisyang umum terjadi pada anak. Akan
tetapi, ALL terjadi pada orang dewasa, dengan peningkatan insidens seiring
pertambahan usia.
Banyak tanda dan gejala ALL yang mirip dengan AML serta sebagian besar
menyebabkan kegagalan sumsum tulang. Pasien juga mengalami manifestasi spesifik
ynag meliputi pembesaran nodus limfe (limfadenopati), hati, dan limpa
( hepatosplenomegali),serta infiltrasi pada sistem saraf pusat.
4. Leukemia Mieloid Kronik
CML adalah gangguan sel benih yang disebabkan produksi tidak beraturan dari sel
darah putih mieloid. CML dapat mengenai semua kelompok usia, namun terutama
berusia antara 40 dan 60 tahun.
5. Leukemia Limfosit Kronik
CLL adalah gangguan proliferatif limfosit. Sel ini terakumulasi di darah, sumsum
tulang, nodus limfe dan limfa.CLL adalah kasus di jumpai pada individu berusia di
atas 50 tahun.
B. Etiologi
Menurut Handayani (2008) ada beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia, faktor genentik, sinar radioaktof, dan virus.
1. Faktor genetik
Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah 20 kali
lebih banyak daripada normal. Pada anak kembar identik yang akan berisiko tinggi
bila kembaran yang lain mengalami leukemia.
2. Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
leukemia pada manusia. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa penderita yang diobati
dengan dinar radioaktif akan menderita leukemia pada 6 % klien,dan baru terjadi
sesudah 5 tahun.
3. Virus
Sampai saat ini belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia
adalah virus.namun, ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus
2|Page
sebagai penyebab leukemia, yaitu enzyme reverse transcriptase ditemukan dalam
darah manusia.
C. Patofisiologis
Menurut Hidayat (2006) dan Handayani (2008), leukimia terjadi akibat dari beberapa
faktor antara lain faktor genetik, sinar radioaktif, dan virus. Menurut Corwin (2009) dan
Hidayat (2006), leukimia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel
kanker abnormal berpoliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak yang
abnormal sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia. Kemudian
leukimia atau limfositik akut merupakan kanker jaringan yang menghasilkan leukosit
yang imatur dan berlebih sehingga jumlahnya yang menyusup ke berbagai organ seperti
sum-sum tulang dan mengganti unsur sel yang normal sehingga mengakibatkan jumlah
eritrosit kurang untuk mencukupi kebutuhan sel (Hidayat, 2006). Karena faktor-faktor
ini leukimia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-
sel leukemik mengambil alih sum-sum tulang. Sehingga menurunkan kadar sel-sel
nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukimia.
Trombosit pun berkurang sehingga timbul pendarahan. Proses masuknya leukosit yang
berlebihan dapat menimbulkan hepatomegali apabila terjadi pada hati, splenomegali, dll.
(Hidayat, 2006)
3|Page
6. Limfadenopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel leukemik ke
organ-organ limfoid dapat terjadi.
7. Gejala system saraf pusat dapat terjadi. (Davey, 2005)
Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat dibedakan
menjadi tiga tipe:
1. Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan yang paling umum.
Leukemia menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan kombinasi dari anemia,
leucopenia (jumlah sel darah putih rendah), dan trombositopenia (jumlah trombosit
rendah). Gejala yang tipikal adalah lelah dan sesak napas (akibat anemia), infeksi
bakteri (akibat leucopenia), dan perdarahan (akibat trombositopenia dan terkadang
akibat koagulasi intravascular diseminata (DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan
kulit yang pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam menunjukkan adanya
infeksi, walaupun pada beberapa kasus, demam dapat disebabkan oleh leukemia itu
sendiri. Namun, cukup berbahaya apabila kita menganggap bahwa demam yang
terjadi merupakan akibat leukemia itu sendiri.
2. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat, dan anoreksia
cukup sering terjadi.
3. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda infiltrasi leukemia di
kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin, 2009).
Gejala yang muncul pada leukimia anak pun bervariasi, tergantung jenis leukemia
yang diderita. Namun, secara umum ciri-ciri penderita leukemia adalah:
1. Demam dan menggigil.
2.Tubuh terasa lelah dan rasa lelah tidak hilang meski sudah beristirahat.
3. Berat badan turun drastis.
4. Gejala anemia.
5. Bintik merah pada kulit.
6.Mimisan.
7. Tubuh mudah memar.
8. Keringat berlebihan (terutama pada malam hari).
9.Mudah terkena infeksi.
10.Muncul benjolan di leher akibat pembengkakan kelenjar getah bening.
11. Perut terasa tidak nyaman akibat organ hati dan limpa membengkak.
4|Page
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia dan
trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya berkurang dan jumlah
sel darah putih total dapat rendah, normal, atau meningkat. Apabila normal atau
meningkat, sebagian besar selnya adalah sel darah putih primitif (blas). (Patrick,
2005)
a. Leukemia limfoblastik akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi 10.000/mm3
pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi 50.000/mm 3. Neutropenia
(jumlah neutrofil absolut kurang dari 500/mm3 [normalnya 1500/mm3] sering
dijumpai. Limfoblas dapat ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak
berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik.
(William, 2004)
b. Leukemia nonlimfositik akut
Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya neutropenia,
anemia, da trombositopenia. Jumlah leukosit bervariasi, walaupun pada saat
didiagnosis kira-kira 25% anak memiliki jumlah leukosit melebihi 100.000/mm 3.
Pada darah perifer dapat ditemukan sel blas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
dilakukan pemeriksaan aspirat sumsum tulang, yang menunjukkan adanya sel
blas lebih dari 25%. Seperti pada leukemia limfoblastik akut, cairan spinal juga
harus diperiksa untuk menemukan bukti adanya leukemia. Mencapai 15% pasien
memiliki bukti sel blas pada cairan spinal pada saat didiagnosis. (William, 2004)
c. Leukemia mielositik kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis nyata,
trombositosis, dan anemia ringan. Sumsum tulang hiperselular tetapi disertai
maturasi mieloid yang normal. Sel blas tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90%
kasus, tanda sitogenik yang khas pada leukemia mielositik kronis yang terlihat
adalah: kromosom Philadelphia. (William, 2004)
2. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal, hipokalemia, dan
peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2005)
5|Page
3. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu tromboplastin
parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering terjadi DIC (disseminated
intravaskular coagulation). (Patrick, 2005)
4. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patrick, 2005)
5. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur sel T sering
memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto toraks. (Patrick, 2005)
6. Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi darah dan
trombosit. (Patrick, 2005)
7. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum tulang yang
memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine, penanda sel, serta
pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL (akut limfoblastik leukemia)
dengan AML (akut mieloblastik leukemia) secara akurat. Auer rod di sitoplasma sel
blas merupakan tanda patognomonik pada AML, namun hanya ditemukan pada 30%
kasus. Pemeriksaan penanda sel dapat membantu membedakan ALL jalur sel B atau
sel T dan juga membedakan subtipe AML yang berbeda-beda. Ini berguna bagi
hematolog untuk merancang terapi dan memperkirakan prognosis. Analisis
kromosom sel leukemia berguna untuk membedakan ALL dan AML, dan yang
penting adalah dapat memberikan informasi prognosis. (Patrick, 2005)
8. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan tempat
persembunyian penyakit ekstramedular. (Patrick, 2005
F. PATHWAY
Faktor genetik
Sinar radioaktif
Virus
leukemia
Peningkatan jumlah
leukosit imatur/abnormal
6|Page
Anemia Terjadi
gangguan Kekebalan tubuh
pembekuan menurun
Pucat, lemah, lemas darah
7|Page
Menurut Suriadi (2006) dan Yuliani (2006), fase penatalakasanaan kemoterapi
meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase konsolidasi.
a. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi
kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L asparaginase. Fase induksi dinyatakan
berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum
tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis
Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat, cytarabine dan
hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak.
Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami
gangguan system saraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisi dan
mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala,
mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai
respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi surpresi sumsum tulang,
maka pengobatan dihentikan sementra atau dosis obat dikurangi.
8|Page
6. Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan menghambat reaksi
biokimia.
7. Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.
8. Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama pengobatan leukemia
akut
(Hidayat, Aziz. 2008)
3. Resusitasi
Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada dalam keadaan
sakit berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau perdarahan. Prioritas utamanya
adalah resusitasi mengguakan antibiotic dosis tinggi intravena untuk melawan infeksi,
transfusi trombosit atau plasma beku segar (fresh frozen plasma) utuk mengatasi
anmia. Penggunaan antibiotic dalam situasi ini adalah tindakan yang tepat walaupun
9|Page
demam yang terjadi ternyata merupakan akibat dari penyakit itu sendiri dan bukan
akibat infeksi. Lebih mudah menghentikan pemberian antibiotic daripada
menyelamatkan pasien dengan syok dan septicemia yang telah diberikan tanpa terapi
antibiotik. (Patrick. 2005)
10 | P a g e
Masalah gigi. Akar gigi pendek, gigi yang tertunda, atau lepasnya gigi yang sering
terjadi berisiko dialami oleh anak-anak yang menjalani radiasi ke otak atau
kemoterapi dengan obat yang disebut vincristine.
Masalah jantung. Anak-anak yang mengalami radiasi di bagian dada atau kemoterapi
dengan kelas obat yang disebut anthracycline berisiko tinggi alami masalah jantung
hingga 20 tahun atau lebih lama setelah perawatan. Tingkat keparahan masalahnya
tergantung pada berapa banyak kemo atau radiasi dada yang didapatkan dan usia anak
selama perawatan.
Masalah perkembangan seksual dan kesuburan. Kemoterapi dan radiasi dapat
menyebabkan masalah kesuburan. Efek yang terlambat ini mungkin dari kerusakan
pada sistem endokrin atau ke organ seksual itu sendiri.
H. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
b. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal
kembar (monozigot)
c. Kaji adanya tanda – tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala,
anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
d. Kaji adanya tanda – tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi
pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau
hiotam tanpa pus
e. Kaji adanya tanda – tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan
membran mukosa, pembentukan hematoma, kaji adanya tanda – tanda invasi ekstra
medulla; limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
f. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di
sekitar rektal dan nyeri.
11 | P a g e
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai
berikut :
Lelah
Letargi
Pusing
Sesak
Nyeri dada
Napas sesak
Priapismus
Hilangnya nafsu makan
Demam
Nyeri Tulang dan Persendian.
b. Data Objektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai
berikut :
Pembengkakan Kelenjar Lympa
Anemia
Perdarahan
Gusi berdarah
Adanya benjolan tiap lipatan
Ditemukan sel – sel muda
3. Diagnosa Keperawatan
a. Kelemahan / Keletihan (00093)
b. Risiko cidera (00086)
c. Risiko infeksi (00004)
d. Nyeri (00132)
12 | P a g e
I. Rencana Keperawatan
13 | P a g e
dengan perubahan
hidup yang disebabkan
keletihan
- Bantu aktivitas sehari-
hari sesuai dengan
kebutuhan
- Tingkatkan tirah
baring dan pembatasan
aktivitas (tingkatkan
periode istirahat)
- Konsultasi dengan ahli
gizi untuk
meningkatkan asupan
makanan yang
berenergi tinggi
Behavior Management
Activity Terapy
Energy Management
Nutrition Management
2 Risiko cidera NOC: NIC:
- Risk Control Environment management
Criteria hasil (manajemen lingkungan)
- Klien terbebas dari cidera - Sediakan lingkungan
- Klien mampu yang aman untuk klien
menjelaskan cara/metode - Identifikasi kebutuhan
untuk mencegah keamanan klien,
injury/cedera sesuai kondisi fisik
- Klien mampu dan fungsi kognitifn
menjelaskan factor resiko klien dan riwayat
dari lingkungan/perilaku penyakit terdahulu
personal klien
- Mempunyai gaya hidup - Menghindarkan
untuk mencegah injury lingkungan yang
berbahaya (misalnya
14 | P a g e
- Menggunakan fasilitas memindahkan
kesehatan yang ada perabotan)
- Mampu mengamati - Memasang side rail
perubahan status tempat tidur
kesehatan - Menyediakan tempat
tidur nyaman dan
bersih
- Menempatkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau klien
- Membatasi
pengunjung
- Menganjurkan
keluarga untuk
menemani klien
- Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan
- Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
- Berikan penjelasan
pada klien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.
3 Resiko infeksi NOC: NIC:
- Immune status Infection control (control
- Knowledge : infection infeksi)
control - Bersihkan lingkungan
- Risk control setelah dipakai klien
15 | P a g e
Keiteria hasil: lain
- Klien bebas daru tanda - Pertahankan teknik
dan gejala infeksi isolasi
- Mendeskripsikan proses - Batasi pengunjung bila
penularan penyakit, perlu
factor yang - Instruksikan kepada
mempengaruhi penularan pengunjung untuk
serta penatalaksanaannya mencuci tangan
- Menunjukkan sebelum berkunjung
kemampuan untuk dan setelah
mencegah timbulnya meninggalkan klien.
infeksi - Gunakan sabun
- Jumlah leukosit dalam antimikroba untuk
batas normal cuci tangan
- Menunjukkan perilaku - Cuci tangan setiap
hidup sehat. sebelum dan sesudah
melakukan tindakan
keperawatan
- Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
- Pertahankan
lingkungan aseptic
selama pemasangan
alat
- Ganti letak IV perifer
dan line control dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
- Tingkatkan intake
nutrisi
- Berikan terapi
antibiotic bila perlu
16 | P a g e
4 Nyeri akut NOC: NIC:
- Pain level Pain management
- Pain control - Lakukan pengkajian
- Comfort level nyeri secara
Criteria hasil : komprehensif
17 | P a g e
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebingungan
- Kurangi factor
presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal)
- Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik
non farmakologis
- Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
- Evaluasi keefektifan
control nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika
Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika .
18 | P a g e
Herman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta : EGC.
Hidayat, Aziz Alimut. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta: Salemba
Medika
Hidayat, Aziz Alimut. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika.
Suriadi. Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Penebar Swadaya
19 | P a g e