Anda di halaman 1dari 21

1.

Definisi
Masa nifas atau post partum disebut juga puerpurium yang berasal dari
bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” berarti
melahirkan. Nifas yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan
atau setelah melahirkan (Anggraeni, 2010).
Masa nifas (puerpurium) dimelai sejak plasenta lahir dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-
kira 6 minggu. Puerourium (nifas) berlangsung 6 minggu atau 42 hari, merupakan
waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal
(Ambarwati dan Wulandari, 2010). Jadi masa nifas adalah masa yang dimulai dari
plasenta lahir sampai alat-alat kandungan pulih seperti sebelum hamil dan
memerlukan waktu kirea-kira 6 minggu.

2. Etiologi
Penyebab persalinan belum pasti diketahui, namun beberapa teori
menghubungkan dengan faktor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh
tekanan pada saraf dan nutrisi (Hafifah, 2011).

1. Teori penurunan hormone


1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone progesterone
dan estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot-otot polos rahim
dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his
bila progesterone turun.
2. Teori placenta menjadi tua
Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan
kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
3. Teori distensi rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-
otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.

4. Teori iritasi mekanik

Di belakang servik terlihat ganglion servikale (fleksus franterhauss). Bila


ganglion ini digeser dan ditekan misalnya oleh kepala janin akan timbul
kontraksi uterus.
5. Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukkan
dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser,
amniotomi (pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin
menurut tetesan perinfus.
3. Tujuan Asuhan Masa Nifas

Tujuan dari perawatan nifas menurut Asih & Risneni (2016) adalah:

1) Memulihkan kesehatan umum penderita

a. Menyediakan makanan sesuai kebutuhan

b. Mengatasi anemia

c. Mencegah infeksi dengan memberikan kebersihan dan sterilisasi

d. Mengembalikan kesehatan umum dengan pergerakan otot untuk


memperlancar peredaran darah

2) Mempertahankan kesehatan psikologis


3) Mencegah infeksi dan komplikasi
4) Memperlancar pembentukan air susu ibu (ASI)
5) Mengajarkan ibu untuk melaksanakan perawatan mandiri sampai masa nifas
selesai dan memelihara bayi dengan baik, sehingga bayi dapat mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
4. Kebijakan Program Nasional Masa nifas
Kunjungan Waktu Tujuan
I 6-8 jam 1. Mencegah perdarahan masa nifas akibat atonia uteri
setelah 2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan
persalinan dan rujuk jika perdarahan berlanjut
3. Memberi konseling pada ibu atau salah satu anggota
keluarga mengenai cara mencegah perdarahan masa
nifas akibat atonia uteri
4. Pemberian ASI awal
5. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
6. Menjaga bayi tetap sehat dengan mencegah
hipotermia
7. Petugas kesehatan yang menolong persalinan harus
mendampingi ibu dan bayi lahir selama 2 jam pertama
setelah kelahiran atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan
stabil
II 6 hari 1. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus
setelah berkontraksi, fundus di bawah umbilicus, tidak ada
persalinan perdarahan abnormal, tidak ada bau
2. Menilai adanya demam
3. Memastikan agar ibu mendapatkan cukup makanan,
cairan dan istirahat
4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda penyulit
5. Memberi konseling pada ibu tentang asuhan pada bayi,
perawatan tali pusat, menjaga bayi tetap hangat,
dan perawatan bayi sehari-hari
III 2 minggu 1. Sama dengan 6 hari setelah persalinan
setelah
persalinan

IV 6 minggu 1. Mengkaji tentang kemungkinan penyulit pada ibu


setelah 2. Memberi konseling keluarga berencana
persalinan

5. Tahapan Masa Nifas


Massa nifas dibagi dalam 3 tahap, yaitu:
a. Puerpenium dini, yaitu suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan
untuk berdiri dan berjalan-jalan (waktu 0-24 jam postpartum).
b. Puerpenium intermedial, suatu masa kepulihan dari organ-organ
reproduksi secara menyeluruh selama kurang lebih 6-8 minggu.
c. Remote puerpenium, waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
Kembali dalam keadaan sempurna secara bertahap terutama jika selama
kehamilan dan persalinan ibu mengalami komplikasi, waktu untuk sehat
bisa berminggu-minggu, bulan bahkan tahun.
6. Perubahan Fisiologi Masa Nifas
Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk menyesuaikan dengan
kondisi post partum. Organ-organ tubuh ibu yang mengalami perubahan setelah
melahirkan antara lain (Anggraeni, 2010) :
a. Perubahan Sistem Reproduksi
1) Uterus
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum
hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
palpasi untuk meraba dimana Tinggi Fundus Uterinya (TFU).
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
 Iskemia Miometrium : Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi
yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga
membuat uterus menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot
atrofi.
 Atrofi jaringan : Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian
hormon
 esterogen saat pelepasan plasenta.
 Autolysis : Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi
di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan
otot yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang
sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi
selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon
estrogen dan progesteron.
 Efek Oksitosin : Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan
retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini
membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta
serta mengurangi perdarahan.
2) Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea berbau
amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita.
Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lokhea
mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya proses involusi.
Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan waktu
keluarnya :

Lochea Waktu Warna Ciri-ciri


Rubra 1-3 hari Merah kehitaman Terdiri dari sel
desidua, verniks
caseosa, rambut
lanugo,sisa
meconium dan sisa
darah
Sangunolenta 3-7 hari Putih bercampur Sisa darah
merah bercampur lendir
Serosa 7-14 hari Kekuningan/ Lebih sedikit darah
kecoklatan dan lebih banyak
serum, juga terdiri
dari leukosit dan
robekan laserasi
plasenta
Alba > 14 hari Putih Mengandung
leukosit, selaput
lender servik dan
serabut mati.

3) Perubahan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama
sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur.
Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil
dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali,
sementara labia menjadi lebih menonjol.
4) Perubahan Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post partum hari ke-
5, perinium sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun
tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil. Kembalinya haid dan
ovulasi Pada wanita yang tidak menyusui bayi, aliran haid biasanya akan
kembali pada 6 sampai 8 minggu setelah kelahiran, meskipun ini sangat
bervariasi. Meskipun ovulasi mungkin tidak terjadi selama beberapa
bulan, terutama ibu ibu yang menyusui bayi, penyuluan dan penggunaan
kontrasepsi harus ditekankan selama masa nifas untuk menghindari
kehamilan yang tak dikehendaki.

5) Perubahan Sistem Muskuloskeletal


Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih
kembali (Mansyur,2014)
6) Perubahan Tanda-tanda Vital
Pada Ibu masa nifas terjadi peerubahan tanda-tanda vital, meliputi:
 1.Suhu tubuh : Pada 24 jam setelah melahirkan subu badan naik
sedikit(37,50C-380C) sebagai dampak dari kerja keras waktu
melahirkan,kehilangan cairan yang berlebihan, dan kelelahan
(Trisnawati, 2012)
 2.Nadi : Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat
dari
denyut nadi normal orang dewasa (60-80x/menit).
 3.Tekanan darah, biasanya tidak berubah, kemungkinan bila tekanan
darahtinggi atau rendah karena terjadi kelainan seperti perdarahan dan
preeklamsia.
 Pernafasan, frekuensi pernafasan normal orang dewasa adalah 16-24
kaliper menit. Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau
normal.Bila pernafasan pada masa post partum menjadi lebih cepat,
kemungkinanada tanda-tanda syok (Rukiyah, 2010)

6. Proses penyembuhan luka


Dalam keadaan normal, proses penyembuhan luka mengalami 3 tahap atau 3
fase yaitu:
1) Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadinya injuri hingga sekitar hari kelima. Pada fase
inflamasi, terjadi proses:
a. Hemostasis (usaha tubuh untuk menghentikan perdarahan), di mana
pada proses ini terjadi:
 Konstriksi pembuluh darah (vasokonstriksi)
 Agregasi platelet dan pembentukan jala-jala fibrin
 Aktivasi serangkaian reaksi pembekuan darah

b. Inflamasi, di mana pada proses ini terjadi:


 Peningkatan permeabilitas kapiler dan vasodilatasi yang disertai
dengan migrasi sel-sel inflamasi kelokasi luka.
 Proses penghancuran bakteri dan benda asing dari luka oleh
neutrofil dan makrofag
2) Fase proliferasi
Fase ini berlangsung sejak akhir fase inflamasi sampai sekitar 3 minggu.
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, dan terdiri dari proses:

1) Angiogenesis Adalah proses pembentukan kapiler baru yang


distimulasi oleh TNF-α2 untuk menghantarkan nutrisi dan oksigen ke
daerah luka.
2) Granulasi Yaitu pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung
kapiler pada dasar luka (jaringan granulasi). Fibroblas pada bagian
dalam luka berproliferasi dan membentuk kolagen.
3) Kontraksi Pada fase ini, tepi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah
luka yang disebabkan oleh kerja miofibroblas sehingga mengurangi
luas luka. Proses ini kemungkinan dimediasi oleh TGF-β .
4) Re-epitelisasi Proses re-epitelisasi merupakan proses pembentukan
epitel baru pada permukaan luka. Sel-sel epitel bermigrasi dari tepi
luka melintasi permukaan luka. EGF berperan utama dalam proses ini.
3) Fase maturasi atau remodelling
Fase ini terjadi sejak akhir fase proliferasi dan dapat berlangsung berbulan-
bulan. Pada fase ini terjadi pembentukan kolagen lebih lanjut, penyerapan
kembali sel-sel radang, penutupan dan penyerapan kembali kapiler baru serta
pemecahan kolagen yang berlebih. Selama proses ini jaringan parut yang
semula kemerahan dan tebal akan berubah menjadi jaringan parut yang pucat
dan tipis.Pada fase ini juga terjadi pengerutan maksimal pada luka. Jaringan
parut pada luka yang sembuh tidak akan mencapai kekuatan regang kulit
normal, tetapi hanya mencapai 80% kekuatan regang kulit normal. Untuk
mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara
kolagen yang diproduksi dengan yang dipecah. Kolagen yang berlebihan akan
menyebabkan terjadinya penebalan jaringan parut atau h y p e r t r o p hic s c a
r , sebaliknya produksi kolagen yang berkurang akan menurunkan kekuatan
jaringan parut dan luka tidak akan menutup dengan sempurna.
7. Perubahan Psikologi Masa Nifas
1. Taking In (istirahat/penghargaan), sebagai suatu masa keter-gantungan
dengan ciri-ciri ibu membutuhkan tidur yang cukup, nafsu makan
meningkat, menceritakan pengalaman partusnya berulang-ulang dan
bersikap sebagai penerima, menunggu apa yang disarankan dan apa yang
diberikan. Disebut fase taking in, karena selama waktu ini, ibu yang baru
melahirkan memerlukan perlindungan dan perawatan, fokus perhatian ibu
terutama pada dirinya sendiri. Pada fase ini ibu lebih mudah tersinggung
dan cenderung pasif terhadap lingkungannya disebabkan kare-na faktor
kelelahan. Oleh karena itu, ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala
kurang tidur.
2. Fase Taking On/Taking Hold (dibantu tetapi dilatih), terjadi hari ke 3 -10
post partum.Terlihat sebagai suatu usaha ter-hadap pelepasan diri
dengan ciri-ciri bertindak sebagai pengatur penggerak untuk bekerja,
kecemasan makin menguat, perubah-an mood mulai terjadi dan sudah
mengerjakan tugas keibuan. Pada fase ini timbul kebutuhan ibu untuk
mendapatkan perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan
untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri. Ibu mulai
terbuka untuk menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya dan juga bagi
bayinya.Pada fase ini ibu berespon dengan penuh semangat untuk
memperoleh kesempatan belajar dan berlatih tentang cara perawatan
bayi dan ibu memi-liki keinginan untuk merawat bay-inya secara
langsung.
3. Fase Letting Go (berjalan sendiri dilingkungannya), fase ini merupakan fase
menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung setelah 10
hari postpartum. Periode ini biasanya setelah pulang kerumah dan sangat
dipengaruhi oleh waktu dan perha-tian yang diberikan oleh keluarga.
Pada saat ini ibu mengambil tugas dan tanggung jawab terhadap per-
awatan bayi sehingga ia harus beradaptasi terhadap kebutuhan bayi
yang menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan
sosial. Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan
bayinya keadaan ini disebut baby blues. Jika keadaan seperti di atas terjadi,
disarankan untuk:
1) Minta bantuan suami atau keluarga yang lain, jika membutuhkan
istirahat untuk menghilangkan kelelahan
2) Memberitahu suami mengenai apa yang sedang seorang ibu
rasakan serta meminta dukungan dan pertolongannya
3) Membuang rasa cemas dan kekhawatirannya akan
kemampuan merawat bayi karena semakin sering
merawat bayi, ibu akan semakin terampil dan percaya
diri
4) Mencari hiburan dan luangkan waktu untuk diri sendiri.
8. Komplikasi

a. Perdarahan post partum (apabila kehilangan darah lebih dari 500 mL


selama 24 jam pertama setelah kelahiran bayi)
b. Infeksi
c. Endometritis (radang edometrium)
d. Miometritis atau metritis (radang otot-otot uterus)
e. Perimetritis (rad ang peritoneum disekitar uterus) 4) Caked breast /
bendungan asi (payudara mengalami distensi, menjadi keras dan
berbenjol-benjol) 5) Mastitis (Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu
tempat, kulit merah, membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan.
Jika tidak ada pengobatan bisa terjadi abses)
f. Trombophlebitis (terbentuknya pembekuan darah dalam vena varicose
superficial yang menyebabkan stasis dan hiperkoagulasi pada
kehamilan dan nifas, yang ditandai dengan kemerahan atau nyeri.) 7)
Luka perineum (Ditandai dengan : nyeri local, disuria, temperatur
naik 38,3 °C, nadi < 100x/ menit, edema, peradangan dan kemerahan pada
tepi, pus atau nanah warna kehijauan, luka kecoklatan atau lembab,
lukanya meluas)

9. Penatalaksanaan

Menurut Masriroh (2013) penatalaksanan yang diperlukan untuk klien dengan


post partum adalah sebagai berikut:

a. Meperhatikan kondisi fisik ibu dan bayi.


b. Mendorong penggunaan metode-metode yang tepat dalam memberikan
makanan pada bayi dan mempromosikan perkembangan hubungan baik
antara ibu dan anak.
c. Mendukung dan memperkuat kepercayaan diri si Ibu dan memungkinkannya
mingisi peran barunya sebagai seorang Ibu, baik dengan orang, keluarga
baru, maupun budaya tertentu.

10. Pengkajian

a. Riwayat kesehatan
1. Lamanya proses persalinan dan jenis persalinan
2. Lamanya ketuban pecah dini
3. Adanya episiotomi dan laserasi
4. Respon janin pada saat persalinan dan kondisi bayi baru lahir (nilai
APGAR)
5. Pemberian anestesi selama proses persalinan dan kelahiran
6. Medikasi lain yang diterima selama persalinan atau periode immediate
post partum
7. Komplikasi yang terjadi pada periode immediate post partum seperti
atonia uteri, retensi plasenta.
b. Pengkajian status fisiologis maternal
Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian post
partum, banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu termasuk
Breast (payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus), Bladder (kandung
kemih), Lochia (lokia), Episiotomy (episiotomi/perinium), Lower
Extremity (ekstremitas bawah), dan Emotion (emosi).
c. Pengkajian fisik
1) Tanda-tanda vital
 Tekanan darah, normal yaitu < 140/90 mmHg. Tekanan darah
tersebut
 bisa meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post partum.
Setelah
 persalinan sebagian besar wanita mengalami peningkatan
tekananan darah
 sementara waktu.
 Suhu, suhu tubuh normal yaitu kurang dari 38 C.
 3) Nadi, nadi normal pada Ibu nifas adalah 60-100.
 4) Pernafasan, pernafasan normal yaitu 20-30 x/menit. Pada
umumnya respirasrasi lambat atau bahkan normal. Mengapa
demikian, tidak lain karena Ibu dalam keadaan pemulihan
atau dalam kondisi istirahat.
2) Pemeriksaan Head to toe
3) Pemeriksaan thorak
a) Inspeksi payudara
o Kaji ukuran dan bentuk tidak berpengaruh terhadap produksi
asi, perlu
o diperhatikan bila ada kelainan, seperti pembesaran masif,
gerakan yang
o tidak simetris pada perubahan posisi kontur atau permukaan.
o - Kaji kondisi permukaan, permukaan yang tidak rata seperti
adanya depresi,retraksi atau ada luka pada kulit
payudara perlu dipikirkan kemungkinan adanya tumor.
o Warna kulit, kaji adanya kemerahan pada kulit yang dapat
menunjukan
o adanya peradangan.
b) Palpasi Payudara
Pengkajian payudara selama masa post partum meliputi
inspeksi ukuran, bentuk, warna dan kesimetrisan serta palpasi
apakah ada nyeri tekan guna menentukan status laktasi. Pada 1
sampai 2 hari pertama post partum, payudara tidak banyak
berubah kecil kecuali sekresi kolostrum yang banyak. Ketika
menyusui, perawat mengamati perubahan payudara,
menginspeksi puting dan areola apakah ada tanda tanda
kemerahan dan pecah, serta menanyakan ke ibu apakah ada
nyeri tekan. Payudara yang penuh dan bengkak akan menjadi
lembut dan lebih nyaman setelah menyusui.
4) Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi Abdomen
o Kaji adakah striae dan linea alba.
o Kaji keadaan abdomen, apakah lembek atau keras.
Abdomen yang keras menunjukan kontraksi uterus bagus
sehingga perdarahan dapat diminimalkan. Abdomen yang
lembek menunjukan sebaliknya dan dapat dimasase untuk
merangsang kontraksi.
b. Palpasi Abdomen
 Fundus uteri Tinggi : Segera setelah persalinan TFU 2 cm
dibawah pusat,12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat
dan menurun kira-kira 1 cm setiap hari.
Hari kedua post partum TFU 1 cm dibawah pusat
Hari ke 3 - 4 post partum TFU 2 cm dibawah pusat
Hari ke 5 - 7 post partum TFU pertengahan pusat-symfisis
Hari ke 10 post partum TFU tidak teraba lagi.
 Kontraksi, kontraksi lemah atau perut teraba lunak menunjukan
konteraksi uterus kurang maksimal sehingga memungkinkan
terjadinya perdarahan.
 Posisi, posisi fundus apakah sentral atau lateral. Posisi lateral
biasanya terdorong oleh bladder yang penuh.
 Uterus, setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa
jaringan yang hampir padat. Dinding belakang dan depan
uterus yang tebal saling menutup, yang menyebabkan rongga
bagian tengah merata. Ukuran uterusakan tetap sama
selama 2 hari pertama setelah pelahiran, namun kemudian
secara cepat ukurannya berkurang oleh involusi. (Martin,
Reeder, G.,Koniak, 2014).
 Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rektus
abdominis akibat pembesaran uterus jika dipalpasi "regangan
ini menyerupai belah memanjang dari prosessus xiphoideus
ke umbilikus sehingga dapat diukur panjang dan lebarnya.
Diastasis ini tidak dapat menyatu kembali seperti sebelum
hamil tetapi dapat mendekat dengan memotivasi ibu untuk
melakukan senam nifas. Cara memeriksa diastasis rektus
abdominis adalah dengan meminta ibu untuk tidur
terlentang tanpa bantal dan mengangkat kepala, tidak
diganjal kemudian palpasi abdomen dari bawah prosessus
xipoideus ke umbilikus kemudian ukur panjang dan lebar
diastasis.

5) Keadaan kandung kemih


Kaji dengan palpasi kandungan urine di kandung kemih. Kandung kemih
yang bulat dan lembut menunjukan jumlah urine yang tertapung banyak
dan hal ini dapat mengganggu involusi uteri, sehingga harus dikeluarkan.
6) Ekstremitas atas dan bawah
 Varises
 Edema, Tanda homan positif menunjukan adanya tromboflebitis
sehingga dapat menghambat sirkulasi ke organ distal. Cara
memeriksa tanda homan adalah memposisikan ibu terlentang dengan
tungkai ekstensi, kemudian didorsofleksikan dan tanyakan apakah ibu
mengalami nyeri pada betis, jika nyeri maka tanda homan positif dan ibu
harus dimotivasi untuk mobilisasi dini agar sirkulasi lancar. Refleks
patella mintalah ibu duduk dengan tungkainya tergantung bebas dan
jelaskan apa yang akan dilakukan. Rabalah tendon dibawah lutut/
patella. Dengan menggunakan hammer ketuklan rendon pada lutut bagian
depan. Tungkai bawah akan bergerak sedikit ketika tendon diketuk.
 Perineum, kebersihan Perhatikan kebersihan perineum ibu. Kebersihan
perineum menunjang penyembuhan luka. Serta adanya hemoroid
derajat 1 normal untuk ibu hamil dan pasca persalinan
 REEDA
REEDA adalah singkatan yang sering digunakan untuk menilai
kondisi episiotomi atau laserasi perinium. REEDA singkatan (Redness /
kemerahan, Edema, Ecchymosisekimosis, Discharge/keluaran, dan
Approximate/ perlekatan) pada luka episiotomy. Kemerahan dianggap
normal pada episiotomi dan luka namun jika ada rasa sakit yang
signifikan, diperlukan pengkajian lebih lanjut. Selanjutnya, edema
berlebihan dapat memperlambat penyembuhan luka. Penggunaan
kompres es (icepacks) selama periode pasca melahirkan umumnya
disarankan.
 Lochia
Kaji jumlah, warna, konsistensi dan bau lokhia pada ibu post partum.
Lokhia yang berbau busuk yang dinamankan Lokhia purulenta
menunjukan adanya infeksi disaluran reproduksi dan harus segera
ditangani.
11. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi b.d Efek prosedur invansif
2. Nyeri akut b.d agen pencendera fisik
3. Gangguan eliminasi urine b.d ketidakmampuan mengakses toilet
4. Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur
5. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d Trauma/ perdarahan

12. SIKI SLKI


1. Resiko infeksi b.d Efek prosedur invansif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan resiko infeksi menurun
dengan Kh:
1) Kemerahan menurun
2) Nyeri menurun
3) Bengkak menurun

Intervensi
1) Observasi :
Monitor tanda gejala infeksi lokal dan iskemik
2) Terapeutik:
 Batasi jumlah pengunjung
 Berikan perawatan kulut pada daerah edema
 Pertahankn teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
3)Edukasi :
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkn cara memeriksa luka
 Anjurkn menungkatkan asupan cairan

4)Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu


5)Implementasi :
 Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Membatasi jumlah pengunjung
 Memberikan perawtan kulit pada daerah edema
 Mempertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
 Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
 Mengajarkan cara memeriksa luka
2 Nyeri akut b.d agen pencendera fisik

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan nyeri menurun dengan
Kh:

1) Keluhan nyeri menurun


2) Meringis menurun
3) Gelisah menurun
4) Kesulitan tidur menurun

Intervensi:.
1) Observasi :
 Identifikasi lokasi, karakteristik durasi dan frekuensi
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi skala nyeri non verbal
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kulitas hidup
2) Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengatasu nyeri
 Kontrol lingkungan yng memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
3) Edukasi
 jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
 jelaskan strategi meredakan nyeri
4) Kolaborasi
 kolaborasi pemberian analgetik
5) Implementasi
 mengidentifukasi skala nyeri
 mengidentifikasi lokasi, karakteristik, frekyensi nyeri
 mengidentifikasi respon nyeri non verbal
 memberikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
 mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 memfasilitasi istirahat dan tidur
 menjelaskan penyebab, periode dan pemici nyeri
 menjelaskan strategi meredakan nyeri
 memberikan analgetik

3 Gangguan eliminasi urine b.d ketidakmampuan mengakses toilet

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan eliminasi urine


membaik dengan Kh:

1) Nokturia menurun
2) Volume residu urine sedang

Intervensi
1) Observasi
 identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine
 identifikasi faktor yang menyebabkan retensi urine

2)Terapeutik

 catat waktu waktu haluaran berkemih


 batasi asupan cairan
3) Edukasi
 Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
 Anjurkn minum yang cukup
4) Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat suppositoria jika perlu
 Implementasi
 MeidentifikasI tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine
 Meidentifikasi faktor yang menyebabkan retensi urine
5)Terapeutik
 Mencatat waktu waktu haluaran berkemih
 Membatasi asupan cairan
 Menanjurkn minum yang cukup
 Mengajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih

4 Dx Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur


Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan pola tidur membaik
dengan Kh:
1) Keluhan sulit tidur menurun
2) Keluhan sering teraga menurun
3) Keluhan tidak puas tidur menurun
4) Keluhan pola tidur berubah menurun

Intervensi

1)Observasi

 Identifikasi pola aktivitas dan tidur.


 Identifikasi faktor pengganggu tidur

2)Terapeutik

 Modifikasi lingkungan
 Batasi waktu tidur siang
 Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur

3)Edukasi

 Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit


 Anjurkan menepati kebiasaan tidur
 Anjurkan menghindari makanan/ minuman yang mengganggu tidur

4)Implementasi

 Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur


 Mengidentifikasi faktor pengganggu tidur
 Memodifikasi lingkungan
 Membatasi waktu tidur siang
 Memfasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
 Menjelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
 Menganjurkan menepati kebiasaan tidur
 Menganjurkan menghindari makanan/ minuman yang mengganggu tidur

5 Resiko ketidakseimbangan cairan b.d Trauma/ perdarahan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan keseimbangan


cairan meningkat dengan Kh:

1) Asupan cairan meningkat


2) Kelembapan mukosa meningkat
3) Dehidrasi menurun
Intervensi
4) Observasi
 Monitor status hidrasi
 Monitor berat badan harian
 Monitor hasil pemeriksaan laboratoriym
5) Terapeutik
 Catat intake output dan hitung balance cairan
 Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
 Berikan cairan intravena
6) Kolaborasi
 Kolaborasi pemebetian diuretik
7) Implementasi
 Memonitor status hidrasi
 Memonitor berat badan harian
 Memonitor hasil pemeriksaan laboratoriym
 Mencatat intake output dan hitung balance cairan
 Memberikan asupan cairan sesuai kebutuhan
 Memberikan cairan intravena
 Memberikan diuretik
DAFTAR PUSTAKA.

Anggraeni. 2010. Post Natal Care. Skripsi. Bandung


Ambarwati & Wulandari. 2010. Asuhan keperawatan maternitas. Skripsi. Poltekes :
Malang
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.

Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2016) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.


Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2016) Standar Luaran Keperawatan: Defenisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai