Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM

Oleh,
SUCIANINGSIH
NIM. R.220416052

YAYASAN INDRA HUSADA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) INDRAMAYU
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INDRAMAYU
2022
A. Pengertian Post Partum
PostPartum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan kembali
sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas /
purperiumini yaitu 6 – 8 minggu (Mochtar, 2008). Akan tetapi seluruh alat genital
akan kembali dalam waktu 3 bulan. Kejadian yang terpenting dalam nifas adalah
involusi dan laktasi Hanifa, 2012).
Post portum / masa nifas dibagi dalam 3 periode (Mochtar, 2008):
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan.
2. Purperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya mencapainya 6 – 8 minggu.
3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil / waktu persalinan mempunyai komplikasi
untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu bulanan atau tahunan.

B. Periode
Masa nifas dibagi dalam 3 periode: (1) Early postpartum: Dalam 24 jam
pertama; (2) Immediate postpartum: Minggu pertama postpartum; dan (3) Late
postpartum :Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.

C. Perubahan Fisiologi Dan Psikologi Post Partum


1. Perubahan Fisiologis
a. Uterus
Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali
seperti sebelum hamil. Pada waktu bayi lahir tinggi fundus uteri setinggi pusat
dan berat uterus 1000 gram, waktu uri lahirtinggi fundus uteri 2 jari di bawah
pusat dengan berat uterus 750 gram. 1 jam setelah lahir tinggi fundus uteri
setinggi umbilikus dengan konsistensi lembut dan kontraski masih ada. Setelah 12
jam tinggi fundus uteri 1 cm di atas umbilikus setelah 2 hari tinggi fundus uteri
turun 1 cm. Satu minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri pertengahan pusat
simfisis dengan berat uterus 500 gram, dua minggu setelah persalinan tinggi
fundus uteri tidak teraba di atas simfisis dengan berat uterus 350 gram. 6 minggu
setelah persalinan tinggi fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50
gram, dan 8 minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri kembali normal dengan
berat 30 gram (Mochtar, 2008).
No Waktu TFU Konsistensi After pain Kontraksi
1. Segera setelah Pertengahan simpisis Terjadi
lahir dan umbilikus
2. 1 jam setelah Umbilikus Lembut
lahir
3. 12 jam setelah 1 cm di atas pusat
lahir
4. setelah 2 hari Turun 1 cm/hari Berkurang
Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.

b. Lochea
Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa
nifas.
1) Locea Rubra (Cruenta)
Berasal dari kavum uteri dan berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, vernik kaseosa, lanugo dan mekonium, selama 2 hari
pasca persalinan.
2) Lochea Sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir. Hari ke 3 – 7 pasca
pesalinan.
3) Lochea Serosa
Berwarna pink (merah muda) kecoklatan. Cairan tidak berdarah lagi. Pada
hari ke 7 – 14 pasca persalinan.
4) Lochea Alba
Berwarna kuning putih. Setelah 2 minggu. Tanda bahaya jika setelah lochea
rubra berhenti warna darah tidak muda, bau seperti menstruasi. Lochea Purulenta
jika terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk, Locheostiasis
Lochea tidak lancar keluarnya. Pengeluran rata-rata lochea 240 – 270 ml.
(Mochtar, 2008).
c. Servik dan Vagina
Segera setelah melahirkan servik lunak dan dapat dilalui oleh 2 jari, sisinya
tidak rata karena robekan saat melahirkan. Bagaimanapun juga servik tidak dapat
kembali secara sempurna ke masa sebelum hamil. Osteum externum akan menjadi
lebih besar karena adanya. Dalam beberapa hari bentuk servik mengalami distersi,
struktur internal kembali dalam 2 minggu. Struktur eksternal melebar dan tampak
bercelah. Sedangkan vagina akan menjadi lebih lunak dengan sedikit rugae dan
akan kembali mengecil tetapi akan kembali ke ukuran semula seperti sebelum
hamil dalam 6 – 8 minggu meskipun bentuknya tidak akan sama persis hanya
mendekati bentuk awalnya saja.
d. Perineum
Selama persalinan Perinum mendapatkan tekanan yang besar, yang
kemudian setelah persalinan menjadi edema. Perawat perlu mengkaji tingkat
kenyamanan sehubungan dengan adanya luka episiotomi, laserasi dan hemoroid.
Perawat perlu melaporkan adanya edema, khimosis, kemerahan dan pengeluaran
(darah, pus, serosa). Dan apabila ada luka episiotomy kaji tanda-tanda infeksi dan
luka episiotomy ini akan sembuh dalam 2 minggu. (Hacker, 2009).
e. Proses Laktasi
Di awal kehamilan, peningkatan estrogen yang diproduksi oleh placenta
menstimulasi perkembangan kelenjar susu. Pada hari pertama postpartum terdapat
perubahan pada mammae ibu postpartum. Semenjak masa kehamilan kolostrum
telah disekresi. Pada 3 hari pertama postpartum mammae terasa penuh atau
membesar oleh karena kelahiran plasenta diikuti dengan meningkatnya kadar
prolaktin menstimulasi produksi susu. (Hacker, 2009).
f. Sistem Kardiovaskuler
1) Tanda-tanda Vital: Jumlah denyut nadi normal antara 50 – 70 x/menit.
Takikardi mengidentifikasi perdarahan penyakit jantung infeksi dan kecemasan.
Tekanan darah terus selalu konsisten dengan keadaan sebelum melahirkan.
Penurunan tekanan darah secara drastis dicurigai adanya peradarahan. Kenaikan
tekanan darah sistole 30 mmHg dan distol 15 mmHg atau keduanya dicuriagi
kehamilan dengan hipertensi atau eklamsi. Kenaikan suhu tubuh hingga 38o C
pada 24 jam pertama atau lebih diduga terjadi infeksi atau karena dehidrasi.
Perawat perlu mengkaji tanda-tanda vital, karena sebagai petunjuk adanya
peradarahan, infeksi atau komplikasi postpartum lainnya.
2) Volume darah: Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal
3-4 minggu, Persalinan normal: 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
3) Perubahan hematologic: Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil
meningkat.
4) Jantung: Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3
minggu.
5) Sistem Pernafasan: Diafragma turun dan paru kembali ke tingkat
sebelum melahirkan dalam 6 – 8 minggu postpartum. Respiratory rate 16 – 24 kali
per menit. Keseimbangan asam basa akan kembali normal dalam 3 minggu
postpartum. Dan metabolisme basal akan meningkat selama 14 hari postpartum.
(Hacker, 2009).
6) Sistem Muskuloskeletal: Pada kedua ekstremitas atas dan bawah dikaji
apakah ada oedema atau perubahan vaskular. Ekstermitas bawah harus
diobservasi akan adanya udema dan varises. Jika ada udema observasi apakah ada
pitting udema, kanaikan suhu, pelebaran pembuluh vena, kemerahan yang diduga
sebagai tanda dari tromboplebitis (Hacker, 2009).
7) Sistem Persyarafan: Ibu postpartum hiper refleksi mungkin terpapar
kehamilan dengan hipertensi. Jika terdapat tanda-tanda tersebut perawat harus
mengkaji adanya peningkatan tekanan darah, proteinuria, udema, nyeri
epigastritik dan sakit kepala. (Hacker, 2009).
8) Sistem Perkemihan: Pada umumnya dalam 4 – 8 jam setelah
melahirkan ibu postpartum, mempunyai dorongan untuk mengosongkan kandung
kemih. Dalam waktu 48 jam kemudian ibu postpartum akan sering berkemih tiap
3 – 4 jam sekali untuk menghidari distensi kandung kemih. (Hacker, 2009).
9) Sistem Pencernaan: Karakteristik dari fungsi normal usus adalah
adanya bising usu 5 – 35 /menit. Kurangnya pergerakan usus pada hari pertama
postpartum adalah hal yang biasa terjadi. Sebagai akibat terjadinya udema saat
kelahiran, kurang asupan makan (puasa) sesaat sebelum melahirkan selanjutnya
pada beberapa hari pertama postpartum. (Hacker, 2009).
2. Perubahan Psikologis
a. Taking in Phase: Timbul pada jam pertama kelahiran 1 – 2 hari selama
masa ini ibu cenderung pasif, ibu cenderung dilayani dalam memenuhi cenderung
sendiri. Hal ini disebabkan rasa tidak nyaman pada perineal, nyeri setelah
melahirkan.
b. Taking Hold Phase: Ibu postpartum mulai berinisiatif untuk melakukan
tindakan sendiri, telah suka membuat keputusan sendiri. Ibu mulai mempunyai
ketertarikan yang kuat pada bayinya pada hari 4 – 7 hari postpartum.
c. Letting Go Phase: Ibu postpartum dapat menerima keadaan dirinya apa
adanya. Proses ini perlu menyesuaikan diri terjadi pada hari terakhir minggu
pertama.

D. Tanda-Tanda Bahaya Postpartum


Tanda-tanda Bahaya Postpartum dianataranya yaitu: (1) Perdarahan vagina
yang hebat atau tiba-tiba bertambah banyak; (2) Pengeluaran vagina yang baunya
menusuk; (3) Rasa sakit di bagian bawah abdomen atau punggung; (4) Sakit
kepala terus-menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan; (5) Pembengkakan
di wajah/tangan; (6) Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK, merasa tidak enak
badan; (7) Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit; (8)
Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang sama; (9) Rasa sakit, merah, lunak,
dan pembengkakan di kaki; dan (10) Merasa sedih, merasa tidak mampu
mengasuh sendiri bayinya/diri sendirinafas terengah-engah

E. Pengertian Kpd ( Ketuban Pecah Dini)


Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion
sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion
sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu dengan atau tanpa kontraksi.
(Mitayani, 2011.buku keperawatan maternitas,hal:74)
Ketuban pecah ini atau ketuban pecah sebelum waktunya adalah keluarnya
cairan dari jalan lahir / vagina sebelum proses persalinan. (Marmi, 2011)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan
atau sebelum inpartu, pada pembukaan < 4cm (fase laten) . Nugroho,(2010)

F. Etiologi
Etiologi: (1) Ketuban yang abnormal; (2) Infeksi vagina / serviks; (3)
Kehamilan ganda; (4) Polihidramnion; (5) Trauma; (6) Distensi urine; (7) Serviks
yang pendek; dan (8) Prosedur medis. (Fadlun,dkk.2011.Asuhan Kebidanan
Patologis)

G. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala: (1) Kencang-kencang (nyeri ringan dibagian bawah); (2)
Keluarnya cairan ketuban dari vagina; (3) Dapat disertai demam bila sudah ada
infeksi; (4) Tampak air ketuban mengalir / selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering; (5) Berbau anyir; dan (6) Warna cairan putih agak keruh
seperti santan encer. (Fadlun,dkk.dkk.2011.asuhan kebidanan patologis)

H. Penatalaksanaan
Konservatif: (1) Rawat di rumah sakit; (2) Berikan antibiotik (ampisilin 4 x
500 mg atau eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x
500 mg selama 7 hari); (3) Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat
selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.; (4)
Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif: beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada kehamilan 37 minggu; (5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu,
sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan
induksi sesudah 24 jam; (6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri
antibiotik dan lakukan induksi; (7) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit,
tanda-tanda infeksi intrauterin).; dan (8) Pada usia kehamilan 32-34 minggu,
berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin dan kalau memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg
sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak
4 kali.9
Aktif: (1) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal
pikirkan seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali; (2) Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis
tinggi dan persalinan diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.9
I. PATHWAYS

Post Partum

Perub. Fisiologis Perub. Psikologis

Involusi uterus
episiotomi Kurang Proses
Kontraksi pengetahuan Parenting
Kontraksi Laserasi jalan
dalam menyusui
uterus lambat uterus lahir Terputsnya
Mekanisme Tak
(perineum, kontinuitas
Atonia uteri Pelepasan jaringan Terpenuhi
vagina) jaringan Menyusui
endometrium
tidak efektif Kelemahan
perdarahan
Fisik
Lokhea
Vol. Cairan turun keluar Nyeri Akut
Defisit
Kurang Port of the perawatan diri
Perub. Perfusi
perawatan entri
jaringan
Invasi Resiko
bakteri infeksi
Resiko syok
hipovolemik
Perubahan. Psikologis

Fase Taking In Fase Taking Hold Fase Letting Go

Kondisi ibu lemah belajar tentang hal baru mampu menyesuaikan diri dengan keluarga

Tentang perawatan bayi mandiri


Deficit
perawatan diri
Menerima tanggung jawab
Kurangnya
pengetahuan
Penambahan anggota keluarga baru

Resiko perubahan
menjadi orang tua
baru
J. Pemeriksaanlaboratorium
Pemeriksaan leboratorium yang dilaksanakan antara lain: (1) Preparat saline basah
untuk memeriksa adanya tricomona; (2) Preparat basah potasium peroxide
digunakan untuk memeriksa adanya jamur candidia dan adanya gardnerela.; (3)
Urinalisis; (4) Kultur gonorrhoe dan herpes servik; (5) Kultur cerviks; (6)
Pemeriksaan darah lengkap; (7) Pemerilsaan virus herpes simplek tipe 1 dan 2; (8)
Westrern blood untuk pemeriksaan virus HIV; dan (8) Chlamidia yaitu tes kultur
atau tes untuk mendeteksi antigen

K. Penatalaksanaan Post Partum


1. Early Ambulation: Ibu postpartum diharapkan sedini mungkin
melakukan early ambulation, dimana ibu 8 jam pertama istirahat tidur terlentang,
setelah 8 jam diperbolehkan miring ke kiri atau ke kanan untuk mencegah
trombosis dan boleh bangun dari tempat tidur setelah 24 jam sampai 48 jam post
partum.
2. Perawatan Payudara: Perhatikan kebersihan mammae, putting bila ada
luka segera obati, dan pada ibu yang belum mampu mengeluarkan ASI dilakukan
perawatan payudara post partum.
3. Pemberian Nutrisi: Nutrisi ibu diberikan harus memenuhi gizi seimbang
porsinya lebih banyak daripada waktu hamil, disamping untuk mempercepat
pulihnya kesehatan setelah kelahiran juga untuk meningkatkan produksi ASI.
4. Aktivitas Seksual: Pasangan dianjurkan untuk menunggu sampai
terdapat pengeluaran lochea akhir minggu ke 4. Perhatikan posisi, sebaiknya
wanita pada posisi atas untuk menghindari adanya penetrasi yang telalu dalam.

L. Perawatan Post Partum


Perawatan postpartum dimulai sejak kala uri dengan menghindarkan
adanya kemungkinan perdarahan postpartum dan infeksi. Bila ada laserasi
jalan lahir atau luka episiotomi, lakukan penjahitan dan perawatan luka
dengan baik. Penolong harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam
postpartum, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan
postpartum. Delapan jam postpartum harus tidur telentang untuk
mencegah perdarahan postpartum. Sesudah 8 jam, pasien boleh miring ke
kanan atau ke kiri untuk mencegah trombhosis. Ibu dan bayi dapat
ditempatkan dalam satu kamar. Pada hari seterusnya dapat duduk dan
berjalan. Diet yang diberikan harus cukup kalori, protein, cairan serta
banyak buah-buahan. Miksi atau berkemih harus secepatnya dapat
dilakukan sendiri, bila pasien belum dapat berkemih sendiri sebaiknya
dilakukan kateterisasi. Defekasi harus ada dalam 3 hari postpartum. Bila
ada obstipasi dan timbul komprestase hingga vekal tertimbun di rektum,
mungkin akan terjadi febris. Bila hal ini terjadi dapat dilakukan klisma
atau diberi laksan per os. Bila pasien mengeluh adanya mules, dapat diberi
analgetika atau sedatif agar dapat istirahat. Perawatan mamae harus sudah
dirawat selama kehamilan, areola dicuci secara teratur agar tetap bersih
dan lemas, setelah bersih barulah bayi disusui.

M. Konsep Asuhan Keperawatan PostPartum


1. Pengkajian
a. Pemeriksaan Fisik
1) Monitor Keadaan Umum Ibu
a) Jam I : tiap 15 menit, jam II tiap 30 menit
b) 24 jam I : tiap 4 jam
c) Setelah 24 jam : tiap 8 jam
2) Monitor Tanda-tanda Vital
3) Payudara : Produksi kolustrum 48 jam pertama.
4) Uterus : Konsistensi dan tonus, posisi tinggi dan ukuran.
5) Kandung Kemih dan Output Urine : Pola berkemih, jumlah distensi,
dan nyeri.
6) Bowel : Pergerakan usus, hemoroid dan bising usus.
7) Lochea : Tipe, jumlah, bau dan adanya gumpalan.
8) Perineum : Episiotomi, laserasi dan hemoroid, memar, hematoma,
edema, discharge dan approximation. Kemerahan menandakan infeksi.
9) Ekstremitas : Tanda Homan, periksa redness, tenderness, warna.

b. Perubahan Psikologis
1) Peran Ibu meliputi:Kondisi Ibu, kondisi bayi, faktor sosial-ekonomi,
faktor keluarga, usia ibu, konflik peran.
2) Baby Blues:Mulai terjadinya, adakah anxietas, marah, respon depresi
dan psikosis.
3) Perubahan Psikologis: (a) Perubahan peran, sebagai orang tua; (b)
Attachment yang mempengaruhi dari faktor ibu, ayah dan bayi; dan (c) Baby
Blues merupakan gangguan perasaan yang menetap, biasanya pada hari III
dimungkinkan karena turunnya hormon estrogen dan pergeseran yang
mempengaruhi emosi ibu.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan sekunder
terhadap atonia uteri.
b. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
perineum dan kontraksi uterus berlebih.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan masuknya kuman pada luka
episiotomi
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan setelah
melahirkan.
e. Potensial terhadap perubahan peran orang tua yang berhubungan
dengan transisi pada masa menjadi orang tua dan perubahan peran.
3. Intervensi Keperawatan
a. Resiko syok hipovolemik b.d. perdarahan sekunder terhadapatonia
uteri.
Tujuan : Syok hipovolemi tidak terjadi.
Kriteria hasil: (1) Tekanan darah siastole 110-120 mmHg, diastole
80-85 mmHg; (2) Nadi 60-80 kali permenit; (3) Akral hangat, tidak keluar
keringat dingin; (4) Perdarahan postpartum kurang dari 100 cc
Intervensi: (1) Monitor vital sign; (2) Kaji adanya tanda-tanda syok
hipovelomik; (3) Monitor pengeluaran pervagina; (4) Lakukan massage
segera mungkin pada fundus uteri; dan (5) Susukan bayi sesegera
mungkin.

b. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d trauma jaringan perineum, kontraksi


uterus berlebih.
Tujuan :Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil: (1) Ekspresi wajah klien tenang; (2) Klien mengatakan
nyeri berkurang atau hilang; (3) Skala nyeri kurang dari 4; (4) Nadi antara
60-80 kali permenit.
Intervensi: (1) Kaji sebab-sebab nyeri pada klien; (2) Ajarkan pada
klien tentang metode distraksi dan relaksasi; (3) Anjurkan pada klien
untuk melakukan kompres dingin pada daerah perineum; dan (4)
Kolaborasi pemberian analgesic sesuai advis dokter.
c. Resiko tinggi infeksi b.d. masuknya kuman pada luka episiotomi.
Tujuan :Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil: (1) Tidak ada tanda-tanda infeksi pada daerah sekitar
luka episiotomi; dan (2) Jumlah sel darah putih normal.
Intervensi: (1) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien; (2) Monitor tanda-tanda vital; (3) Monitor tanda-tanda infeksi pada
daerah luka episiotomi; (4) Beri perawatan pada luka episiotomi dengan
menggunakan teknik septic dan antiseptic; dan (5) Anjurkan pada klien
agar menjaga kebersihan perineum.
d. Defisit perawatan diri b.d. kelelahan setelah melahirkan.
Tujuan : Kebersihan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil: Klien dapat melakukan perawatan diri secara
bertahap.
Intervensi: (1) Kaji factor-faktor penyebab yang berperan; (2)
Tingkatan partisipasi klien secara bertahap dan optimal; dan (3) Beri
dorongan untuk mengungkapkan persaan tentang perawatan diri.
e. Potensial terhadap perubahan peran orang tua yang b.d. transisi pada
masa menjadi orang tua dan perubahan peran.
Tujuan : Keluarga dapat memahami adanya perubahan proses dalam
keluarga.
Kriteria hasil: Orang tua menunjukkan tingkah laku kasih saying
terhadap bayinya
Intervensi: (1) Observasi interaksi antara keluarga dengan bayinya.;
(2) Anjukan ibu untuk menyentuh, merawat dan segera memberikan ASI;
(2) Berikan penjelasan semua tentang kebutuhan informasi yang
diperlukan pasien tentang kondisinya dan perawatan bayi; dan (3)
Fasilitasi keluarga dan sibling untuk menjenguk / menyentuh bayi.
DAFTAR PUSTAKA

Gulardi Hanifa Wiknjosastro. 2012. Ilmu Kebidanan. Edisi 6. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo

Hacker, Moore (2009), Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

Mochtar, Rostam. 2008. Sinopsis Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.

Persis Mary Hamilton, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, 2005, EGC, Jakarta.

Iscemi K.2013. Buku Ajar Keperawatan. Yogyakarta : Salemba Medika

Fadlun,dkk.2011. Asuhan Kebidanan Patologis . Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai