Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN POST DATE/ SEROTINUS

A. Konsep dasar kehamilan


1. Pengertian Kehamilan
Kehamilan merupakan masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai
lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7
hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan juga dibagi menjadi 3
triwulan yaitu triwulan pertama dimulai konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua
dari bulan keempat sampai 6 bulan, tiwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9
bulan (Prawiroharjo,2008 : 89).
2. Konsep Kehamilan
Menurut Manuaba (2009 : 81), konsep kehamilan normal yaitu
peningkatan tekanan terjadi setelah folikel de graaf matang dengan mengeluarkan
estrogen dan atas pengaruh FSH yang menurun dan merangsang LH sehingga
terjadi pula ruptur dengan melemparkan ovum yang dibungkus oleh cumulus
ooforus dan korona radiate. Semakin meningkatnya estrogen akan mengakibatkan
terjadinya gerakan putar balik ovarium pada sumbunya dan fimbria tuba makin
mendekati ovarium yang kedua. Gerakan tersebut selalu dapat mengelilingi
ovarium. Dengan demikian, seluruh permukaan ovarium seolah-olah tertutup oleh
fimbria sehingga saat terjadi ovulasi, ovum selalu dapat ditangkap oleh fimbria.
Estrogen yang dikeluarkan oleh vilinya sehingga menimbulkan aliran cairannya
menuju uterus.
Karena pengaruh LH, komolus ooforus dan sel korona radiate ikut
mengeluarkan progesteron yang dapat meningkatkan gerak sepertiga dari tuba
sampai ismus, untuk mempercepat jalannya ovum. Ovum akan berada pada tuba
fallopi selama 80 jam, khususnya di ampula tuba, sebagai tempat terluas dan
kemungkinan akan terjadinya konsepsi.
Saat puncak masa subur, lendir serviks sangat jernih sehingga mudah
ditembus oleh spermatozoa. Dalam perjalanan menuju tuba, spermatozoa
mengalami kapasitasi dengan melepaskan sebagian pembungkus kepala yang
terdiri glikoprotein dan mampu melakukan tugas menembus ovum melalui
stomata yang telah siap. Hasil konsepsi meneruskan perjalanannya dan masuk
kavum uteri dalam bentuk blastostista serta masih memerlukan kesiapan
endometrium sekitar 90-150 jam.
3. Tanda-tanda kehamilan
Tanda-tanda kehamilan menurut Hidayati (2009 : 33-37), sebagai berikut :
1) Tanda mungkin hamil
a) Amenorrhea (berhentinya haid).
b) Mual dan muntah.
c) Mastodinia yaitu rasa kencang dan sakit pada payudara disebabkan
payudara mambesar.
d) Quickening adalah presepsi gerakan janin pertama, biasanya disadari
oleh wanita pada kehamilan 18-20 minggu.
e) Keluhan kencing.
2) Tanda kemungkinan hamil
a) Tanda Hegar yaitu perlunakan pada daerah isthmus uteri.
b) Tanda Goodell’s yaitu serviks terasa lebih lunak.
c) Tanda Chadwick yaitu dinding vagina mengalami warna kebiru-biruan.
d) Tanda Mc Donald yaitu fundus uteri dan serviks bisa dengan mudah
difleksikan satu sama lain dan tergantung pada lunak atau tidaknya
jaringan isthmus.
e) Terjadi pembesaran perut.
f) Teraba ballottement.
g) Kontraksi uterus.
3) Tanda pasti hamil
a) Teraba bagian-bagian janin .
b) Teraba gerakan janin.
c) Denyut jantung janin (DJJ) sudah dapat didengar.
d) Pemeriksaan dengan USG terlihat kerangka janin.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan
Menurut Pantikawati (2010: 79-88), faktor yang mempengaruhi kehamilan
berikut adalah :
1) Faktor fisik
a) Status kesehatan
Dua klasifikasi dasar yang berkaitan dengan status kesehatan, yaitu
- Penyakit atau komplikasi akibat langsung kehamilan, yaitu hiperemesis
gravidarum, preeklasia/eklamsia, kehamilan lewat bulan, kehamilan
ektopik, kelainan plasenta atau selaput janin, perdarahan antepartum dan
gemelli.
- Penyakit atau komplikasi yang tidak berhubungan langsung dengan
kehamilan, yaitu varises, oedem, hematoma vulva, anemia, jantung,
hipertensi, asma, hepatitis, dan penyakit IMS (Infeksi Menular Seksual).
b) Status gizi
Kebutuhan status gizi yang penting untuk ibu hamil yaitu asam folat,
protein, zat besi (Fe), kalsium, energi, pemberian yodium, pemberian zinc,
magnesium, dan minyak ikan.
c) Faktor psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi ibu hamil ada dua macam yaitu :
- Internal, meliputi kecemasan, ketegangan, ketakutan, penyakit, cacat,
tidak percaya diri, perubahan penampilan, perubahan sebagai orang tua,
sikap ibu terhadap kehamilannya, takut terhadap persalinan.
- Eksternal, meliputi support mental, broken home, kasih sayang.

B. Pengertian Kehamilan Serotinus


Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang berlangsung lebih lama yaitu 42
minggu. Dihitung berdasarkan rumus Neagle dengan siklus haid rata-rata 28 hari
(Mochtar, R. 2009).
Masa post kehamilan adalah kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu
dan masa kehamilan 249 hari dari kehamilan normal (May A. K. & Mahl Meister.
R. M. 2009).
Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang umur kehamilannya lebih dari 42
minggu (Hanifa, 2002).
Kehamilan lewat waktu (serotinus) adalah kehamilan melewati waktu 294 hari
atau 42 minggu. Kehamilan lewat dari 42 minggu ini didasarkan pada hitungan
usia kehamilan (dengan rumus Neagle), menurut Anggarani (2007 : 83).
Rumus Neagle ini adalah untuk menghitung tanggal kelahiran bayi yaitu
(tanggal +7, bulan -3, tahun +1) atau (tanggal +7, bulan +9, tahun +0), menurut C
Trihendradi (2010 : 11).
Jadi dapat disimpulkan bahwa kehamilan serotinus adalah kehamilan yang
lewat waktu lebih dari 42 minggu belum terjadi persalinan yang bisa berpengaruh
pada janin dapat meninggal dalam kandungan karena kekurangan zat makanan
dan oksigen.

C. Etiologi
Penyebab terjadinya serotinus belum diketahui secara pasti, namun ada faktor
yang bisa menyebabkan serotinus seperti halnya teori bagaimana terjadinya
persalinan, sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat
gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori yang menjadi pendukung
terjadinya kehamilan serotinus antara lain sebagai berikut:
1. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya
merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap
oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan
postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesterone.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan
postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis
memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan
oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan
lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan postterm.
3. Teori Kortisol/ACTH Janin
Dalam teori ini diajukan bahwa “pemberi tanda” untuk dimulainya
persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol
plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi
progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya
berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat
bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya
kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak
diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan
(Sarwono Prawirohardjo, 2009: 687).
4. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan
pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian
bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya
kehamilan postterm.
5. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami
kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat
bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip
Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan
postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak
perempuannya akan mengalami kehamilan postterm (Sarwono Prawirohardjo,
2009: 687).
6. Kurangnya air ketuban.
7. Insufisiensi plasenta (Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III, 2008).

D. Klasifikasi Kehamilan Serotinus


Menurut Prawiroharjo (2009 : 691), klasifikasi pada bayi lewat bulan adalah :
1. Stadium I yaitu kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan terjadi
maserasi seperti kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
2. Stadium II seperti stadium I dan disertai pewarnaan mekonium (kehijauan)
di kulit.
3. Stadium III seperti stadium I dan disertai dengan pewarnaan kekuningan
pada kuku, kulit, dan tali pusat.
E. Manifestasi Klinis
1. Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu
secara subyektif
2. kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif dengan KTG kurang dari
10 kali/20 menit.
3. TFU tidak sesuai umur kehamilan.
4. Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi) plasenta
diketahui dengan pemeriksaan USG.
Pengaruh dari seronitus adalah :
1. Terhadap Ibu :
Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi uterus tidak
terkoordinir, maka akan sering dijumpai partus lama, inersia uteri, dan
pendarahan postpartum.
2. Terhadap Bayi
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari
kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya pada
janin. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi seperti berat badan janin
dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang sesudah kehamilan 42
minggu. Ada pula yang terjadi kematian janin dalam kandungan, kesalahan
letak, distosai bahu, janin besar, moulage.

Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gede, 1998) adalah :


1. Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram).
2. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur.
3. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang.
4. Verniks kaseosa di bidan kurang.
5. Kuku-kuku panjang.
6. Rambut kepala agak tebal.
7. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel.
F. Patofisiologi
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggu dan kemudian
mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan
penurunan estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan
dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan resiko 3 kali.
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup
memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 akibat tidak timbul his sehingga
pemasakan nutrisi dan O2 menurun menuju janin di samping adanya spasme
arteri spiralis menyebabkan janin resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim.
Makin menurun sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat
mengakibatkan pertumbuhan janin makin lambat dan penurunan berat disebut
dismatur, sebagian janin bertambah besar sehingga memerlukan tindakan operasi
persalinan, terjadi perubahan metabolisme janin, jumlah air ketuban berkurang
dan makin kental menyebabkan perubahan abnormal jantung janin (Wiknjosastro,
H. 2009, Manuaba, G.B.I, 2011 & Mochtar R, 2009).

G. Komplikasi
Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus
yaitu :
1. Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan partus lama, inersia
uteri, atonia uteri dan perdarahan postpartum.
2. Komplikasi pada Janin
Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat badan janin bertambah besar,
tetap atau berkurang, serta dapat terjadi kematian janin dalam kandungan.
Menurut Prawirohardjo (2006), komplikasi yang terjadi pada kehamilan
serotinus yaitu komplikasi pada Janin. Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti :
a) gawat janin.
b) gerakan janin berkurang.
c) kematian janin.
d) asfiksia neonaturum dan kelainan letak.
Menurut Achdiat (2004), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus
yaitu komplikasi pada janin. Komplikasi yang terjadi seperti :
a) kelainan kongenital.
b) sindroma aspirasi meconium.
c) gawat janin dalam persalinan.
d) bayi besar (makrosomia).
e) pertumbuhan janin terlambat.
f) kelainan jangka panjang pada bayi.
H. Pathway
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Bila HPHT dicatat dengan baik, diketahui wanita hamil, diagnosis tidak
sukar.
2. Bila wanita tidak tahu atau lupa haid terakhirnya, maka hanyalah dengan
pemeriksaan antenatal care yang teratur dapat diikuti dengan naik nya
fundus uteri, mulainya gerakan janin maka sangat membantu diagnosis.
3. Pemeriksaan berat badan ibu, apakah berkurang? Dan juga lingkar perut
dan jumlah air ketuban.
4. Pemeriksaan Rontgenology dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada
bagian distal femur, bagian proksimal tibia dan tulang kuboid.
5. Ultrasonografi untuk menentukan ukuran bipariental, gerakan janin dan
jumlah air ketuban.
6. Pemeriksaan sitology air ketuban : air ketuban diambil dengan amnion
sintesis baik transvaginal mau pun trans abdominal.
7. Amnioskopy untuk melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut
warnanya karena kekeruhan oleh mekonium.
8. Kardiotokografy untuk mengawasi dan membaca denyut jantung janin
karena insufisiensi plasenta.
9. Uji oksitoxin : dengan infuse tetes oksitoxin dan diawasi reaksi terhadap
kontraksi uterus.
10. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin.
11. Pemeriksaan pH darah kepala janin.
12. Pemeriksaan sitology vagina. (Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid I).

J. Penatalaksanaan
1. Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring
janin sebaik-baiknya.
2. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat. (Taufan, 2012).
3. Lakukan pemeriksaan dengan cara Bishop skore.
Bishop skore adalah suatu cara untuk menilai kematangan serviks dan
responsnya terhadap suatu induksi persalinan, karena telah diketahui bahwa
serviks bishop skore rendah artinya serviks belum matang dan memberikan
angka kegagalan yang lebih tinggi dibanding serviks yang matang. Lima
kondisi yang dinilai dari serviks adalah :
a) Pembukaan (Dilatation) yaitu ukuran diameter leher rahim yang
terenggang. Ini melengkapi pendataran, dan biasanya merupakan
indikator yang paling penting dari kemajuan melalui tahap pertama kerja.
b) Pendataran/penipisan (Effacement) yaitu ukuran regangan sudah ada di
leher rahim.
c) Penurunan kepala janin (Station) yaitu mengambarkan posisi janin
kepala dalam hubungannya dengan jarak dari iskiadika punggung, yang
dapat teraba jauh di dalam vagina posterior (sekitar 8-10 cm) sebagai
tonjolan tulang.
d) Konsistensi (Consistency) yaitu dalam primigravida leher rahim
perempuan biasanya lebih keras dan tahan terhadap peregangan, seperti
sebuah balon sebelumnya belum meningkat. Lebih jauh lagi, pada wanita
muda serviks lebih tangguh dari pada wanita yang lebih tua.
e) Posisi ostinum uteri (Position) yaitu posisi leher rahim perempuan
bervariasi antara individu. Sebagai anatomi vagina sebenarnya
menghadap ke bawah, anterior dan posterior lokasi relatif
menggambarkan batas atas dan bawah dari vagina. Posisi anterior lebih
baik sejajar dengan rahim, dan karena itu memungkinkan peningkatan
kelahiran spontan.

Tabel 2.1 Bishop Skore


Achadiat (2004 : 17-18)
Skore 0 1 2 3
Pembukaan 0 1 3-4 5-6
Pendataran 0-30% 40-50% 60-70% 80%
Station -3 -2 -1 +1+2
Konsistensi Keras Sedang Lunak Sangat lunak
Posisi Os Posterior Tengah Anterior Anterior
Untuk menilai Bishop Skore yaitu :
a) Bishop Skore > 5 yaitu induksi persalinan
Cara induksi persalinan adalah
1) Menggunakan tablet Misoprostol/Cytotec yaitu 25-50 mg yang diletakkan di
forniks posterior setiap 6-8 jam hingga munculnya his / kontraksi.
2) Menggunakan oksitoksin intravena yaitu infus oksitoksin biasanya
mengandung 10-20 unit ekuivalen dengan 10.000-20.000 mU dicampur
dengan 1000 ml larutan Ringer Laktat, masing-masing menghasilkan
konsistensi oksitoksin 10-20 mU/ml.

Tabel 2.2 Regimen Oksitoksin pada Induksi Persalinan


Kenneth J. Laveno
Skore 0 1 2 3
Pembukaan 0 1 3-4 5-6
Pendataran 0-30% 40-50% 60-70% 80%
Station -3 -2 -1 +1+2
Konsistensi Keras Sedang Lunak Sangat lunak
Posisi Os Posterior Tengah Anterior Anterior

b) Bishop Skore < 5


1) Pemantauan janin dengan prafil biofisik, Nonstress test (NST), Contraction
Stess Test (CST).
2) Volume ketuban normal, NST reaktif yaitu diulangi 2x / minggu.
3) Volume ketuban normal, NST non reaktif, CST positif yaitu dilakukan SC.
4) Volume ketuban normal, NST non reaktif dan CST negatif yaitu dilakukan
pengulangan CST dalam 3 hari.
5) Oligohidramnion (kantong amnion < 2 cm) yaitu dilakukan SC.
6) Deselerasi variable yaitu matangkan serviks dan induksi persalinan.
7) Pematangan serviks dapat dilakukan dengan kateter voley, oksitoksin,
prostaglandin (Misoprostol), relaksin (melunakkan serviks), pemecahan
selaput ketuban.
8) Persalinan per vaginam yaitu Ibu miring ke kiri, berikan oksigen, monitor
DJJ, induksi persalinan dengan tetes Pitosin (jika tidak ada kontraindikasi dan
belum ada tanda hipoksia intrauterine), tetes Pitoksin di naikkan jangan
melebihi 2 m U/ menit atau di naikkan dengan interval < 30 menit, amniotomi
pada fase aktif, infus intraamniotik dengan 300 - 500 mL NaCl hangat selama
30 menit yaitu untuk mengatasi.
9) Oligohidramnion dan mekoneum, konfirmasi kesejahteraan janin.
10) Dilakukan Sectio Caesaria, jika gawat janin (deselerasi lambat, pewarnaan
mekoneum), gerakan janin abnormal (< 5 kali / 20 menit), contraction stress
test (CST), berat Badan > 4000 gr, malposisi, malpresentasi, partus > 18 jam,
bayi belum lahir, menurut Kurniawati (2009 : IX 41-42).
11) Dilakukan vakum ekstraksi, syarat vakum, menurut Manuaba (2003 : 159)
yaitu :
a) Pembukaan minimal 5.
b) Ketuban negatif atau dipecahkan.
c) Anak hidup, letak kepala atau bokong.
d) Penurunan minimal H II.
e) His dan reflek mengejan baik.

K. Pengelolaaan Selama Persalinan Hamil Serotinus


Menurut Kurniawati (2009) yaitu pengolalaan selama persalinan tentang serotinus
sebagai berikut :
1) Pemantauan yang baik terhadap ibu (aktivitas uterus) dan kesejahteraan
janin.
2) Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.
3) Awasi jalannya persalinan.
4) Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan
janin.
5) Cegah terjadinya aspirasi mekoneum dengan segera mengusap neonatus
dan dilanjutkan resusitasi sesuai dengan prosedur pada janin dengan cairan
ketuban bercampur mekoneum.
6) Segera setelah lahir, bayi harus segera di periksa terhadap kemungkinan
hipoglikemia, hipovolemi, hipotermi, dan polisitemi.
7) Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda serotinus.
8) Hati-hati kemungkinan terjadinya distosia bahu.
9) Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin
serotinus sehingga setiap persalinan kehamilan serotinus harus dilakukan
pengamatan ketat dan sebaiknya dilaksanakan di Rumah Sakit.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data Subyektif
Informasi yang dicatat mencakup identitas, keluhan yang diperoleh dari hasil
wawancara langsung kepada pasien / klien (anamnesis) atau dari keluarga dan
tenaga kesehatan, menurut Wildan (2009 : 34) adalah :
a) Identitas / Biodata Pasien suami dan istri adalah nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
b) Alasan datang : Untuk mengetahui alasan pasien datang ke tempat
pelayanan kesehatan.
c) Keluhan utama : Alasan wanita datang mengunjungi klinik / RB / RS /
dan diungkapkan dengan kata-kata sendiri.
d) Riwayat kesehatan antara lain riwayat kesehatan dahulu, sekarang, dan
riwayat kesehatan keluarga, juga riwayat alergi dan pengobatan.
e) Riwayat perkawinan
Dikaji untuk mengetahui berapa kali menikah, berapa usia pasien saat
menikah, usia pasangan pasien saat menikah, berapa lama pasien
menikah dan berapa jumlah anaknya.
f) Riwayat obstetric
- Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang pertama kali pasien mendapatkan menstruasi
(menarce), siklus, lama menstruasi, banyak menstruasi, bentuk darah
apakah cair atau menggumpal, warna darah, dismenorea, flour albus dan
untuk mengetahui hari pertama menstruasi terakhir serta tanggal
kelahiran dari persalinan.
g) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Untuk mengetahui pada tanggal, bulan, tahun berapa anaknya lahir,
tempat persalinan, umur kehamilan, jenis persalinan, penolong
persalinan, penyulit dalam bersalinan, jenis kelahiran berat badan lahir,
panjang badan lahir, riwayat nifas yang lalu, keadaan anak sekarang,
untuk mengetahui riwayat yang lalu sehingga bisa menjadi acuan dalam
pemberian asuhan, menurut Prawiroharjo (2008 : 414).
h) Riwayat kehamilan sekarang
Untuk mengetahui ibu hamil yang ke berapa, HPHT, HPL, berat badan
sebelum dan sekarang, periksa ANC sebelumnya dimana, berapa kali dan
keluhannya apa, suntik TT berapa kali, obat-obatan yang pernah
dikonsumsi apa saja, gerakan janin yang pertama pada usia kehamilan
berapa bulan dan gerakan sekarang kuat atau lemah, kebiasaan ibu dan
keluarga yang berpengaruh negatif terhadap kehamilannya.
i) Riwayat KB
Untuk mengetahui sebelum ibu hamil pernah menggunakan alat
kontrasepsi atau tidak, berapa lama menggunakannya, alas an mengapa
ibu menggunakan alat kontrasesi tersebut, dan mengapa ibu
menghentikan pemakaian alat kontrasepsi tersebut, menurut Huliana
(2007 :76-77).
j) Pola kebutuhan sehari-hari meliputi pola nutrisi, pola eliminsi, pola
aktivitas pekerjaan, pola istirahat, personal hygiene, pola seksual,
menurut Muslihatun (2009 : 137).
k) Psikososial spiritual meliputi tanggapan dan dukungan keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, ketaatan beribadah, lingkungan
yang bepengaruh.
2. Data Obyektif
Menurut Wildan (2009 : 34), pencatatan dilakukan dari hasil
pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus kebidanan, data penunjang, hasil
laboratorium seperti VDRL, HIV, pemeriksaan radiodiagnostik, ataupun USG
yang dilakukan sesuai dengan beratnya masalah. Data yang telah
dikumpulkan diolah, disesuaikan dengan kebutuhan pasien kemudian
dilakukan pengolahan data yaitu menggabungkan dan menghubungkan data
satu dengan yang lainnya sehingga menunjukkan fakta. Tujuan dari
pengolahan data adalah untuk menunjukkan fakta berdasarkan kumpulan
data. Data yang telah diolah dianalisis dan hasilnya didokumentasikan.
1) Pemeriksaan Umun
a) Keadaan Umum (KU)
Untuk menilai keadaan pasien pada saat itu secara umum.
b) Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu apakah composmentis
(Kesadaran penuh dengan memberikan respon yang cukup terhadap
stimulus yang diberikan), somnolen (kesadaran yang mau tidur saja,
dapat dibangunkan dengan rasa nyeri tetapi tidur lagi), koma (tidak
dapat bereaksi terhadap stimulus yang diberikan atau rangsangan
apapun, reflek pupil terhadap cahaya tidak ada).
c) Tanda-tanda Vital (TTV)
Pada pengukuran tanda-tanda vital yang diukur adalah tekanan darah,
nadi, respirasi, dan suhu.
d) Berat Badan (BB)
Untuk mengetahui berat badan pasien dalam satuan kilogram (Buku
Panduan Praktik Klinik Kebidanan).
e) Tinggi Badan (TB)
Dikaji untuk mengetahui tinggi badan ibu dalam satuan sentimeter,
menurut Saminem (2009 : 23).
f) LILA (Lingkar Lengan Atas)
Untuk mengetahui status gizi pasien.
2) Pemeriksaan fisik / Status Present adalah pemeriksaan kepala, muka,
mata, hidung, telinga, mulut, leher, ketiak, dada, abdomen, punggung,
genetalia, ektermitas atas dan bawah, anus.
3) Pemeriksaan khusus obstetric, menurut Hidayat (2008 : 142-145)
a) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk mengetahui
apakah ada pembengkakan pada wajah dan ekstermitas, pada perut
apakah ada bekas operasi atau tidak.
b) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indra peraba yaitu tangan, yang
berguna untuk memeriksa payudara apakah ada benjolan atau tidak,
pemeriksaan abdomen yaitu memeriksa Leopold I, II, III, dan IV.
c) Auskultasi
Denyut Jantung Janin (DJJ) yaitu salah satu tanda pasti hamil dan
kehidupan janin. DJJ mulai terdengar pada usia kehamilan 16 minggu.
Dengan dopler DJJ mulai terdengar usia kehamilan 12 minggu.
Normalnya denyut jantung janin (DJJ) yaitu 120-160x/menit.
3. Pemeriksaan penunjang, menurut Muslihatun (2009 : 141) :
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, dan penyakit
yang menyertai kehamilan, besalin dan nifas. Pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang lainnya : memeriksa hemoglobin, golongan darah,
rubella, VDRL / RPR dan HIV. Pemeriksaan HIV harus dilakukan
persetujuan ibu hamil.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan partus lama (serotinus) yang ditandai dengan
merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi.
2. Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi pasca partum (mis.atonia
uteri).
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik (eksisi post operasi SC)
ditandai dengan bersikap protektif (mis. posisi menghindari nyeri).
4. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (luka terbuka post
operasi), post persalinan.

C. Intervensi Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan partus lama (serotinus) yang ditandai dengan
merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi. (SDKI: D.0080).
Tingkat ansietas : (SLKI: L.09093)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 X 24 Jam, ansietas
menurun.
Kriteria Hasil :
1) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun (5)
2) Perilaku gelisah menurun (5)
3) Perilaku tegang menurun (5)
4) Frekuensi pernafasan menurun (5)
5) Tekanan darah menurun (5)
6) Frekuensi nadi menurun (5)
7) Pola tidur membaik (5)
Intervensi
Reduksi ansietas : (SIKI: 1.09314).
Observasi :
1) Identifikasi tingkat ansietas (mis. Kondisi, waktu, stresor)
2) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)
Terapeutik :
1) Ciptakan susasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
3) Motivasi mengidentifikasi yang memicu kecemasan
4) Diskusikan perencanaan realitis tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi :
1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang dialami
2) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
3) Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian obat antlansietas, jika perlu

2. Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi pasca partum


(mis.atonia uteri) (SDKI : D.0012).
Tingkat perdarahan : (SLKI: L.02017)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 Jam, perdarahan
menurun.
Kriteria hasil :
1) Distensi abdomen menurun (5)
2) Perdarahan vagina menurun (5)
3) Perdarahan pasca operasi menurun (5)
4) Tekanan darah membaik (5)
5) Suhu tubuh membaik (5)
Intervensi :
Pencegahan perdarahan : SIKI : 1.02067
Observasi :
1) Monitor tanda dan gejala perdarahan
2) Monitor nilai hematokrit atau hemoglobin sebelum dan sesudah
kehilangan darah
3) Monitor tanda-tanda vital
Terapeutik :
1) Pertahankan bed rest selama perdarahan
2) Batasi tindakan invasif, jika perlu
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
2) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
3) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian obat pengkontrol perdarahan

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik (eksisi post operasi SC)
ditandai dengan bersikap protektif (mis. posisi menghindari nyeri)
(SDKI : D. 0077).
Tingkat nyeri : SLKI : L.08066
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 X 24 Jam nyeri menurun.
Kriteria hasil :
1) Keluhan nyeri menurun (5)
2) Meringis menurun (5)
3) Gelisah menurun (5)
4) Perasaan takut mengalami cidera berulang menurun (5)
Intervensi :
Management nyeri : SIKI : 1.08238
Observasi :
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri.
2) Identifikasi skala nyeri.
3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
Terapeutik :
1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).
3) Fasilitasi istirahat tidur.
Edukasi :
1) Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri.
2) Jelaskan strategi meredahkan nyeri.
3) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri.
4) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu

4. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (luka terbuka post
operasi), post persalinan. (SDKI : 0142)
Tingkat infeksi : SLKI : L.14137
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 Jam, tingkat infeksi
menurun.

Kriteria hasil :
1) Demam menurun (5)
2) Kemerahan menurun (5)
3) Nyeri menurun (5)
4) Bengkak menurun (5)
Intervensi :
Pencegahan infeksi : SIKI (1.14539)
Observasi :
1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik :
1) Berikan perawatan kulit pada area edema
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
3) Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
4) Batasi jumlah pengunjung
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian imunisasi
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, Dr. Chrisdiono M. 2004. Prosedur Tetap Obstetrik dan Ginekologi. Jakarta :
EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profile Dinas Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2010. Semarang
Freddy Panjaitan. 2012. Kehamilan serotinus. (https:// freddypanjaitan. wordpress.
com/2012/01/10kehamilan-lewat-waktu-serotinus/) (Online), diakses pada tanggal
10 januari 2015.
Hidayati, Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologis dan Patologis.
Jakarta: Salemba Medika
Huliana, Mellyna. 2007. Panduan Menjalani Kehamilan Sehat. Jakarta : Puspa Swara
Kurniawati, D (dkk). 2009. Obgynacea (Obgyndan Ginekologi). Yogyakarta: TOSCA
Manuaba, I.B.G. 2009. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Mochtar, Rustam. 2009. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
Muslihatun. WN dkk. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogjakarta : Fitramaya
Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.
Saminem, HJ. 2009. Kehamilan Normal : Seri Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC
Trihendradi dkk. 2010. Wonderpa Indahnya Pendampingan. Yogyakarta : ANDI
Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wildan, M. 2008. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai