Disusun Oleh:
Alifia Yogi Rismala 22020200035
i
ii
A. ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan penyakit DHF adalah system
sirkulasi. System sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan dan
oksigen dari traktus distivus dari paru-paru ke sela-sela tubuh. Selain itu,
system sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa metabolisme
dari sel- sel ginjal, paru-paru dan kulit yang merupakan tempat ekskresi
pembuluh darah.
1. Jantung
2. Pembulu Darah
3. Darah
B. DEFINISI
Persalianan premature (prematur) adalah persalinan yang terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari
2500 gram.
Persalinan premature adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.
C. ETIOLOGI
Beberapa faktor yang menyebabkan persalinan premature, menurut(Manuaba
and Manuaba, 2012) adalah:
1. Kondisi umum, diantaranya:
1
dan kelainan kongenital Rahim (uterus arkuatus, uterus septus) atau infeksi
pada vagina asenden (naik) menjadi amniotis.
D. MANIFESTASIKLINIS
Tanda dan gejala persalinan prematur menurut (Prawirohardjo. 2016):
1. Kontraksi berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3
kali dalam waktu 10 menit
2. Adanya nyen punggung kebawah
3. Perdarahan bercak
4. Perasaan menekan daerah serviks
5. Pemeriksaan serviks menunjukan pembukaan sedikitnya 2cm
dan penipisan 50-80%
6. Perentasi terendah sampai mencapai spina istadika
7. Selaput ketuban pecah dapat merupakan awal terjadinya
persalinan prematur 8. Terjadi pada usia kehamilan 22-37
minggu
E. PATOFISIOLOGI
Mekanisme persalinan prematur (Surya and Pudyastuti, 2019) tidak
berbeda dengan persalinan aterm, yaitu kontraktilitas uterus, pematangan
serviks. dan ruptur membran. Perbedaan fundamental ialah bahwa proses
aktivasi pada persalinan aterm merupakan bagian dari aktivasi fisiologis,
sedangkan pada persalinan prematur bersifat patologis
1. Kontraktilitas Miometrium Persalinan terjadi akibat perubahan
dramatis pola kontraktilitas uterus yaitu dari kontraktur menjadi
kontraksi. Hal ini dapat terjadi secara fisiologis pada persalinan aterm
atau diinduksi oleh kejadian patologis seperti infeksi atau pembedahan
intraabdominal. Kontraksi timbul akibat peningkatan komunikasi antar
sel yaitu melalui pembentukan gap junction, koneksin-43 pada
miometrium Selain itu, hormon estrogen, progesteron, dan
prostaglandin berperan serta dalam pengaturan pembentukan gap
junction dan ekspresi koneksin-43.9
2. Remodelling Serviks Perubahan serviks meliputi pelunakan,
pematangan, dilatasi, dan perbaikan setelah melahirkan. Remodelling
serviks selama kehamilan dan persalinan sangat bergantung pada
pengaturan komponen matriks ekstraseluler Pelunakan serviks sudah
dimulai sejak awal kehamilan. Kekuatan regang dari serviks yang
lunak diatur oleh peningkatan sintesis kolagen dan pertumbuhan
serviks. Pematangan serviks ditandai dengan penurunan konsentrasi
2
kolagen dan dispersi fibril kolagen. Dilatasi serviks merupakan
fenomena inflamasi di mana terjadi influks makrofag dan neutrofil
serta degradasi matriks.
3. Aktivasi Membran/Desidua
Aktivasi membran atau desidua memiliki pengertian kejadian anatomi
dan biokimia yang menyebabkan pelepasan bagian bawah membran
amniokononik janin dari desidua segmen uterus bawah, sehingga
menyebabkan ruptur membran dan lahir plasenta. Selama hamil,
membran korioamnionik bersatu dengan desidua. Degradasi
fibronektin, apoptosis epitel, dan inflamasi lokal menyebabkan
kejadian KPD yang berujung pada persalinan.7 Aktivasi matriks
metaloproteinase dan protease lain berperan dalam proses ruptur
membran dan persalinan dengan membran utuh.
F. KLASIFIKASI
G. KOMPLIKASI
Komplikasi persalinan prematur yang dihadapi menurut (Prawirohardjo,
2016), kematian neonatal, disamping kematian, sering pula disertai
kelaninan jangka pendek seperti,Respiratory disstres syndrome,
pendarahan intra/periventrikuler, sepsis, dan paten ductus ateriosus,
sedangakan kelainan jangka panjang seperti kelainan neuologik, serebal
palsi, retinopati, retardasi mental, dan disfungsi neurobehavioral.
Menurut (Manuaba and Manuaba, 2012), komplikasi yang terjadi trauma
persalinan yang menimbulkan pendarahan intracranial, gangguan
pernafasan karena aspirasi air ketuban, aspeksia neonates, dan mudah
terjadi infeksi
3
H. PATHWAYS
4
Kalsium antagonis : Nefedifine 10 mg/oral diulang 2 – 3
kali/jam, dilakukan tiap 8 jam sampai kontaksi hilang. Obat
diberikan lagi jika timbul kontraksi berulang.
Obat B-mimetik: seperti terbutaline, ritrodin, isoksuprin,
dan salbutamol,dapat digunakan, tetapi nefedifine
mempunyai efek samping lebih kecil
Sulfas magnesius dan antiprostaglandin : jaranga dipakai
karena efek samping pada ibu dan janin
untuk menghambat persalinan, selain diberikan tokolisis
perlu dibatasi aktifitas atau tirah baring
2. Pematangan Paru dengan kortikosteroid
Pemberian terapi kotikosteroid dimaksudkan untuk pematangan
surfaktan paru janin, menutunkan insiden RDS, mencegah
terjadinya pendarahan intraventrikuler, ayng akhirnya menurunkan
kematian neonates. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia
kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan adalah dexamatasone atau berametason,
pemberian steroid ini tidak berulang karena resiko terjadinya
pertumbuhan janin terhambat.
betametason 2 x 12 mg i.m dengan jarak pemberian 24 jam
dexamatason 4 x 6 mg i.m dengan jarak pemberian 12 jam
3. Pencegahan infeksi bila perlu
Antibiotik hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung
resiko tinggi terjadinya infeksi seperti pada kasus KPD. obat yang
diberikan peroral yang dianjurkan adalah eritromisin 3 x 500 mg
Selama 3x sehari. obat pilihan lainnya ampisilin 3 x 500 mg 3 hari.
Penderita KPD dilakukan pengakhiran perslainan pada usia
kehamilan 36 minggu, akan tetapi jika ada bukti tanda infeksi,
maka persalinan dipercepat/diinduksi tanpa usia kehamilan.
Cara persalian menurut (Prawirohardjo, 2016):
Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan persalinan
pervaginam. Seksio saesarea tidak akan memberikan prognosis
yang lebih baik untuk bayi. Persalinan dengan seksio sesaria hanya
dilakukan jika ada indikasi obstetric, seperti kehamilan 30-34
minggu dengan letak sungsang.
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas data
b. Identitas penanggung jawab
5
c. Keluhan utama
d. Riwayat penyakit sekarang
e. Riwayat kehamilan
f. Riwayat kesehatan dahulu
g. Riwayat kesehatan keluarga
h. Pengkajian pola fungsional
i. Pemeriksaan fisik
j. Pemeriksaan penunjang
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasirespons
klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan
dengankesehatan. Diagnosa keperawatan yang serin muncul pada
kasus PPI yaitu:
a. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisik
b. Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan tirah baring
c. Defisit pengetahuan (D.0111) berhubungan dengan ketidaktauan
menemukan sumber informasi
d. Ansietas (D.0080) berhubungan dengan krisis situasional, ancaman
terhadap kematian
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan
6
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4) Monitor efek samping penggunaan analgentik
Terapeutik:
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis, terapi musik, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi:
1) Jelaskan strategi meredakan nyeri
2) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
3) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik,bila perlu
7
y. b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
z. c) Identifikasi makanan yang disukai
aa. d) Monitor asupan makan
bb. e) Monitor berat badan
cc. f) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
dd. Terapeutik
Tujuan:Toleransi Aktivitas dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
1) Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
2) Kecepatan berjalan meningkat
3) Kekuatan tubuh bagian atas meningkat
4) Krkuatan tubuh bagian bawah meningkat
Intervensi:
Observasi
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
3) Monitor pola dan jam tidur
4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Terapeutik
1) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis,
cahaya,suara,kunjungan)
2) Lakukan latihan gerak pasif dan aktif
3) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4) Fasilitas duduk di sisi tempat tidur,jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Ajarkan melakukan aktivitas secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
8
a. Ansietas berhubunfan dengan krisis situasional
Tujuan: Tingkat ansietas diharapkan menurun
Kriteria Hasil:
1) Vebalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
2) Perilaku gelisah menurun
3) Perilaku tegang menurun
4) Kosentrasi membaik
Intervensi:
Observasi:
1) Identifikasi saat tingakat ansietas berubah
(mis,kondisi,waktu,stresor)
2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3) Monitor tanda tanda ansietas
Terapeutik
1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
3) Pahami situasi yang membuat ansietas
4) Dengarkan dengan penuh perhatian
5) Motivasi mengidentifikasikan situasi yang memicu kecemasan
Edukasi
1) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien,jika perlu
2) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
3) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
4) Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antiansietas,jika perlu
9
DAFTAR PUSTAKA
10