Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN VK NIFAS

PADA NY. A DENGAN Pre-eklamsia, di RUANGAN VK NIFAS

RSUD SK LERIK

TANGGAL 29 NOVEMBER 2021 S/D 05 DESEMBER 2021

OLEH

MIRNI SUAN

192111046

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

UNIVERSITAS CITRA BANGSA KUPANG

2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN NY. A DENGAN PRE-EKLAMSIA BERAT

di RUANGAN VK NIFAS

Laporan Asuhan Kebidanan Patologi di RSUD SK LERIK Telah Memenuhi Persyaratan dan disahkan pada
Tanggal :

Mahasiswi

MIRNI SUAN

192111046

Menyutujui

CI LAHAN

Irawati harum Amd, keb

Mengesahkan

CI INSTITUSI

Pembimbing I PembimbingII

Rosina K.K Hurek, S.Tr.,M.KM Odilia Esem, S.ST., M.H

Mengetahui

Ketua Prodi DIII Kebidanan UIVERSITAS CITRA BANGSA

Meri Flora Ernestin, S.ST.,M.Kes


LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEBIDANAN NY.A DENGAN PRE-EKLAMSIA BERAT

DIRUANGAN VK NIFAS

LAPORAN ASUHAN KEBIDANAN VK NIFAS di RSUD SK LERIK Telah Memenuhi


persyaratan dan disahkan pada

Tanggal :

Mahasiswa

MIRNI SUAN

192111046

Menyetujui

CI LAHAN

IRAWATI HARUM Amd, keb

Mengesahkan

CI INSTITUSI

Pembimbing I pembimbing II

Rosina K.K Hurek, S.Tr.,M.KM Odilia Esem,S.ST.,M.H

Mengatahui

Ketua Prodi DIII Kebidanan UNIVERSITAS CITRA BANGSA

Meri Flora Ernestin, S.ST.,M.Ke


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karna oleh rahmat dan
karuniaNya laporan ini dapat disusun penulisan laporan ini adalah merupakan salah satu tugas dan
persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Praktek Klinik Kebidanan II Universitas Citra Bangsa

Laporan ini berisi tentang asuhan yang dilakukan pada wanita dengan penyakit Pre-eklamsi berat
diVK NIFAS kebidanan RSUD S.K LERIK.

Langkah awal penulisan melakukan pendataan kepada pasien dan keluarga dan melakukan
pengkajian pada pasien . setelah mendapatkan masalah, penulis kemudian melakukan asuhan kebidanan
kepada pasien di VK NIFAS kebidanan RSUD S.K LERIK.

Pembuat laporan ini, Penulis tidak berjalan sendiri dengan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karna itu penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Irawani Harum Amd,Keb selaku pembimbing
lahan praktek, ibu Rosina K.K Hurek, s.Tr.,M.K selaku pembimbing I Institusi dan ibu Odilia Esem,
S.ST.,M.H selaku pembimbing II Institusi yang telah bersedia membimbing dan mendampingi penulis
dalam melaksanakan praktek kebidanan di RSUD S.K LERIK

Tidak lupa penulis ingin berterimakasih juga kepada :

1. Ir. Abraham Paul Liyanto Selaku pembina Yayasan Citra Bina Insan Mandiri yang telah
memperkenankan kami untuk menimba ilmu di Universitas Citra Bangsa.

2. PROF DR. FRANS SALESMAN, SE.,M.KES selaku Rektor Universitas Citra Bangsa yang telah
mengijinkan mahasiswa melaksanakan Praktek Kebidanan Klinik di RSUP S.K LERIK

3. Meri Flora Ernestin, S.ST.M.Kes selaku ketua program studi D-III Kebidanan yang telah mengijinkan
mahasiswa melaksanakan Praktek Kebidanan Klinis Di RSUD S.K LERIK.

4. Teman- teman angkatan XII (Dua Belas) yang selalu bersama- sama dalam suka dan duka sehingga
dapat menyelesaikan Praktek Kebidanan Klinis dengan baik

5. Bapak dan Mama tersayang yang telah memberikan dukungan kepada penulis, baik berupa materi dan
doa sehingga penyusunan Laporan Praktek Kebidanan Klinik ini.

6. Semua pihak yang langsung maupun tidak langsung yang tidak kami sebutkan satu- persatu yang telah
memberikan kami bantuan dan dukungan.
Penulis menyadari bahwa penulis laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karna itu demi
menyempurnakan penulis laporan ini, penulis mengharapkan saran dan tanggapan yang membanggun dari
berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih.

Kupang, Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Cover Depan

Lembar Pengesahan……………………………………………………………………………………………..i

Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………………..ii

Daftar isi…………………………..……………………………………………………………………………..iv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................1

1.2 Rumus Masalah……………………………………………………………………………………..2

1.3 Tujuan……………………………………………………………………………………………….3

1.4 Manfaat…………………………………………………………………………..………………….3

BAB 2 TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep teori……………………………………………...………………………………………….5

2.2 Konsep Asuhan Manajemen…………………………………………………………………………8

2.3 Manajemen Kebidanan………………………………………………………………………………9

BAB 3 TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian……………………………………………….…………………………………………15

3.2 Analisa Masalah dan Diagnosa…………………………………………………………………….21

3.3 Antisipasi Masalah Potensial………………………………………………………………………22

3.4 TindakanSegera…………………………………………………………………………………….22

3.5 Perencanaan………………………………………………………………………………………..22

3.6 Pelaksanaan……………………….……………………………………………………………….23

3.7 Evaluasi……………………………………………………………………………………………24
BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian………………………………………………………………………………………25

4.2 Analisa Masalah Dan Diagnosa…………………………………………………………………25

4.3 Antisipasi Masalah Potensial…………….……………………………………………………..25

4.4 Tindakan Segera………………………...………………………………………………………25

4.5 Perencanaan…………….……………………………………………………………………….26

4.6 Pelaksanaan…………………..…………………………………………………………………26

4.7
Evaluasiv……………………………………………………………………………………………………
……………..27

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpul………………………………………………………………………………………..28

5.2 Saran……………………………………………………………………………………………..29

Daftar Pustaka
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Preeklampsia merupakan kelainan yang ditemukan pada waktu kehamilan yang ditandai
dengan berbagai gejala klinis seperti hipertensi, proteinuria, dan edema yang biasanya terjadi
setelah umur kehamilan 20 minggu sampai 48 jam setelah persalinan. Sedangkan eklampsia
adalah kelanjutan dari preeklampsia berat dengan tambahan gejala kejang-kejang atau koma.
Menurut World Health Organization (WHO, 2001), angka kejadian preeklampsia berkisar antara
0,51% - 38,4%. Preeklampsia dan eklampsia di seluruh dunia diperkirakan menjadi penyebab
kira-kira 14% (50.000-75.000) kematian maternal setiap tahunnya (Hak lim, 2009). Angka
kejadian preeklampsia di Amerika Serikat sendiri kira-kira 5% dari semua kehamilan, dengan
gambaran insidensinya 23 kasus preeklampsia ditemukan per 1.000 kehamilan setiap tahunnya
(Joseph et al, 2008). Sementara itu di tiap-tiap negara angka kejadian preeklampsia berbedabeda,
tapi pada umumnya insidensi preeklampsia pada suatu negara dilaporkan antara 3-10 % dari
semua kehamilan (Prawirohardjo, 2006).

Salah satu penyebab kematian maternal di Indonesia adalah preeklampsia-eklampsia.


Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Angsar (1993), insiden preeklampsia-eklampsia di
Indonesia berkisar 10- 13% dari keseluruhan ibu hamil. Sementara itu di dua rumah sakit
pendidikan di Makasar insidensi preeklampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84% dan angka
kematian akibatnya 22,2% (Lukas dan Rambulangi, 1995). Sedangkan selama periode 1 Januari-
31 Desember 2000 di RSU Tarakan mencatat dari 1431 persalinan terdapat 74 kasus
preeklampsiaeklampsia (5,1%), preeklampsia 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%).
Kasus preeklampsia terutama dijumpai pada primigravida dan usia 20-24 tahun (Sudiyana,
2003).

Tahun 2006, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah mencatat angka kematian ibu akibat
preeklampsia/eklampsia sebesar 31,57%. Sedangkan berdasarkan penelitian pada persalinan
dengan komplikasi tahun 2006 di Dinas Kesehatan Kota (DKK) Surakarta, mencatat insidensi
preeklampsia sebesar 13,42% dan eklampsia sebesar 0,48%, (Ryadi, 2008).
Faktor predisposisi preeklampsia/eklampsia antara lain adalah paritas, umur ibu hamil
kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, diabetes melitus, hipertensi kronik, riwayat
keluarga dengan preeklampsia, dan penyakit vaskuler ginjal (Offord,2002). Catatan statistik
seluruh dunia menunjukkan dari insidensi 5%-8% preeklampsia dari semua kehamilan, terdapat
12% lebih diantaranya dikarenakan oleh primigravida. Menurut data The New England Journal
of Medicine pada kehamilan pertama risiko terjadi preeklampsia sebanyak 3,9%, kehamilan
kedua 1,7%, dan kehamilan ketiga 1,8% (Rozikhan, 2006). Angka kejadian
preeklampsia/eklampsia akan menurun pada ibu dengan paritas 1-3 kali, namun pada paritas
tinggi akan terjadi lagi peningkatan angka kejadian preeklampsia/eklampsia (Offord, 2002).

Angka kejadian preeklampsia Angka kejadian preeklampsia berat ditemukan pada


kelompok paritas 0 sebanyak (5,8%) dan pada kelompok paritas lebih dari atau sama dengan 5
sebanyak (4,5%) (Roeshadi, 2006). Menurut Offord (2002) pengaruh paritas sangat besar karena
(20%) nullipara pernah menderita hipertensi atau eklampsia dibanding multipara yang hanya
(7%). Preeklampsia lebih tinggi terjadi pada primigravida dibandingkan dengan multipara.
Resiko preeklampsia/eklampsia pada primigravida dapat terjadi 6 sampai 8 kali dibanding
multipara (Chapman, 2006). Sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema dan
proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan.
Sehingga tanpa disadari preeklampsia ringan akan berlanjut menjadi preeklampsia berat, bahkan
eklampsia pada ibu hamil (PraBerdasarkan latar belakang tersebut diatas peneliti berkeinginan
untuk mengetahui apakah ada hubungan paritas dengan angka kejadian preeklampsia di RS
RSUD SK. LERIK KUPANG. wirohardjo, 2006).
2.Perumusan Masalah

Adakah hubungan paritas dengan angka kejadian preeklampsia di RS RSUD SK. LERIK
KUPANG

3. Tujuan

Mengetahui hubungan paritas dengan angka kejadian preeklampsia di RS RSUD SK. LERIK
KUPANG

4. Manfaat

1. Manfaat teoritik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai


hubungan paritas dengan angka kejadian preeklampsia pada ibu hamil.

2. Manfaat praktis

a. Sebagai bahan masukan dan informasi tentang pentingnya pelayanan antenatal, intranatal, dan
postnatal sebagai deteksi dini preeklampsia.

b. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak pengampu
kesehatan dalam penanggulangan masalah preeklampsia pada ibu hamil.
BAB 2

TINJAUAN TEORI

1.1Pengertian

Pre eklamsia merupakan penyakit khas akibat kehamilan yang memperlihatkangejala


trias (hipertensi, edema, dan proteinuria), kadang-kadang hanya hipertensi danedema atau
hipertensi dan proteinuria (dua gejala dari trias dan satu gejala yang harusada yaitu hipertensi).

Menurut Mansjoer (2000), pre eklamsia merupakan timbulnya hipertensi disertai


proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segerasetelah
persalinan.

Pre eklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensiterjadi


setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darahnormal dan diartikan
juga sebagai penyakit vasospastik yang melibatkan banyak sistemdan ditandai oleh
hemokonsentrasi, hipertensi dan proteinuria (Bobak, Lowdermilk, &Jensen, 2005)

Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:

a. Pre eklamsia ringan

Pre eklamsia ringan ditandai dengan:

1).Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaringterlentang;
kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari tensi baseline (tensisebelum kehamilan 20 minggu);
dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali
pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, atau berada dalam interval 4-6 jam.

2).Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1 kg atau lebihdalam
seminggu.

3).Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 + pada urinkateter atau
midstream (aliran tengah).
b.Pre eklamsia beratPre eklamsia berat ditandai dengan:

1).Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

2).Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.

3).Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .

4).Adanya gangguan serebral atau kesadaran, gangguan visus atau penglihatan, danrasa nyeri
pada epigastrium.

5).Terdapat edema paru dan sianosis

6).Kadar enzim hati (SGOT, SGPT) meningkat disertai ikterik.

7).Perdarahan pada retina.

8).Trombosit kurang dari 100.000/mm.

1.2 Etiologi

Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggapsebagai


"maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh darah secara umumyang
mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari) sehingga berakibat kurangnya pasokandarah yang
membawa nutrisi ke janin. Namun ada beberapa faktor predisposisiterjadinya pre eklamsia,
diantaranya yaitu:

a. Primigravida atau primipara mudab (85%).

b.Grand multigravida

c.Sosial ekonomi rendah.

d.Gizi buruk.

e.Faktor usia (remaja; < 20 tahun dan usia diatas 35 tahu

f.Pernah pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.

g.Hipertensi kronik.
h.Diabetes mellitus.

i.Mola hidatidosa.

j.Pemuaian uterus yang berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan ganda atau polihidramnion
(14-20%)

k.Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan eklamsia (ibu dan saudara perempuan)

i.Hidrofetalis.

m.Penyakit ginjal kronik.

n.Hiperplasentosis: mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi besar, dandiabetes
mellitus.

o.Obesitas.

p.Interval antar kehamilan yang jauh

1.3 Patofisiologi

Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan inimenyebabkan


prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus.Keadaan iskemia pada
uterus, merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akiba hiperokdase lemak dan
pelemapasan remin uterus. Bahan tropoblastik berperan dalam proses terjadinya endatheliosit
yang menyebabkan pelepasan tromboplastin, tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan
pelepasan tomboksan dan aktivas/agregasi trombosit deposisi fibrin pelepasan tromboksan akan
menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan
menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif
koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah
menurun dan menyebabkan ganggual faal hemostatis. Renni uterus yang dikeluarkan akan
mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama angiotensinogen menjadi
agiotensin I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiontensin II bersama tromboksan akan
menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasopasme menyebabkan lumen arteriol menyempit.
Lumen arterior yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh salah satu sel
merah. Tekanan perifer akan meningkatkan agar oksigen mencukupi kebutuhan sehingga
menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensi II akan
merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldesteron. Vasospasme bersama dengan
koagulasi intrvaskular akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.

Gangguan multi organ terjadi pada organ- organ tubuh diantaranya otak, darah, paru-
paru hati /Liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya edema serebri
dan selanjutnya terjadinya peningkatan tekanan intraranial. Tekanan intrakranial yang
meningkatkan menyebab terjadinya gangguan perfusi serebal, nyeri dan terjadinya kejang
sehingga meninbulkan diagnosa keperawatan resiko cedera. Pada darah akan terjadi
endotheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh
darah akan menyebabkan terjadinya perdarahan. Sedangkan sel darah merah yang pecah akan
menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru LADEP akan meningkat
menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan
meningkatkan terjadinya edema paru. Edema paru akan menyebabkan terjadinya gangguan
pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah akan menyebabkan gangguan
kontraktilitas miokard, sehingga menyebabkan payah jantung, dan memunculkan diagnosa
keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadinya
peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan rentensin cairan dan dapat penyebabnya
terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan.
Selintu vasospasme arterior pada ginjal akan menyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas
terdapat protein akan meningkatkan. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan
reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan
terjadinya oligoun dengan anuri. Oligourin atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan
gangguan eliminasi urin. permeabilitas terdapat protein yang meningkatkan akan menyebabkan
banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyebabkan proteinuria. Pada mata akan
terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan edema diskus optikus dan retina. Keadaan ini
dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan dimunculkan diagnosa keperawatan resiko cedera.
Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya
gangguan pertumbuhan plasenta sehingga dapat berakibat terjadinya intrauterin Growth
Retardation serta memunculkan diganosa keperawatan resiko gawat janin.
Hipertensi dan merangsang medula oblogata dan sistem saraf parasimpatis dan
meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan ekstremitas
pada traktus gastroin testinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan
ion H menyebabkan HCI meningkatkan sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik.
Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya
muntah sehingga muncul diganosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Pada ekstremitas dapat terjadi metebolisme anaerob yang menyebabkan ATP
diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentuk asam laktat. Terbentuknya
asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi dan meninbulkan keadaan cepat lelah, lemah
sehingga muncul diganosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan
mengakibatkan seseorang kurang terpanjang informasi dan munculnya diagnosa keperawatan
kurang pengatahuan.

1.4 Manifentasi klinis

Biasanya tanda- tanda pre-eklamsi timbul dengan urutan pertambahan berat badan yang
berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre-eklamsi ringan tidak
ditimbul gejala- gejala subyektif berupa sakit kepala didaerah frontal, diplopia, penglihatan
kabur, nyeri didaerah epigastrium, dan mual atau muntah. Gejala- gejalah ini sering ditemukan
pada preeklamsi yang meningkat dan berupa petunjuk bawah eklamsia akan timbul. Pengakkan
diagnosa preeklmasi yaitu ada 2 gejalah diantara trias tanda utama, dimana tanda utamanya yaitu
hipertensi dan 2 tanda yang lain yaitu edema atau proteinuria. Tetapi dalam praktis medis hanya
hipertensi dan proteinuria saja yang dijadikan sebagai 2 tanda dalam penegakkan diganosa pre-
eklamsi.

1.5 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan pre-eklamsi yaitu
sebagai berikut :

a). Pemeriksaan Laboratorium

1). Pemeriksaan darah lengkap dan apusan darah


a). Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita
hamil adalah 12-14 gram%)

b). Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)

c). Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450.000/mm3)

2). Urinalisis

Ditemukan protein dalam urine

3). Pemeriksaan fungsi hati

a). Bilirubin meningkat (N= < 1mg/dl)

b). LDH ( laktat dehidrogenase) meningkat

c). Aspartat aminomtransferase (AST)>60 ul

d). Serum Glutamat pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N=15-45 u/ml)

e). Serum Glutamat oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N= <13u/ml)

f). Total protein serum menurun (N=6,7-8,7 g/dl)

4). Tes kemia darah

Asam urat meningkat >2,7 mg/dl, dimana nilai normalnya yaitu 2,4-2,7 mg/dl

b). Pemeriksaan Radiologi

1). Ultrasonografi (USG)

Hasil USG menunjukan bawah ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus.
Pernapasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volumen cairan ketuban sedikit

2). Kardiotografi

Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardiotografi menunjukan bawah denyut


jantung janin lemah
1.6 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre-eklamsi yang dialami. Namun
yang termasuk komplikasi pre- eklamsi antara lain :

a). Komplikasi pada ibu

1). Eklamsia

2). Tekanan darah meningkat dan dapat menyebabkan perdarahan otak dan gagal jantung
mendadak yang berakibat pada kematian ibu

3). Gangguan fungsi hati = sindrom HELLP (Hemolisis,Elevated, liver enzymes and low
plateleted) dan hemolisis yang dapat menyebabkan ikterik. Sindrom HELLP merupakan
singkatan dari (pecahnya sel darah merah), meningkatkan enzim hati, serta rendahnya
jumlah platelet/trombosit darah. HELLP syndrome dapat secara cepat mengancam
kehamilan yang ditandai dengan terjadinya hemolisis, peningkatan kadar enzim hati, dan
hitung trombosit rendah. Gejalahnya yaitu mual, muntah, nyeri kepala, dan nyeri perut
bagian kanan atas

4). Solition plasenta

5). Hipofebrinoogemia yang berakibat perdarahan

6). Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria

7). Peradarahan atau ablasio retina yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan
untuk sementara

8). Aspirasi dan edema paru- paru yang dapat menganggu pernafasan

9). Cedera fisisk karna lidah tergigit, terbentur atau terjatuh dari tempat tidur saat
serangan kejang

10). Dic ( disseminated intravascular coogulation) atau kelainan pembekuan darah

b). Komplikasi pada janin


1). Hipoksia karena solustio plasenta

2). Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus sehingga terjadi peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas perintal

3). Asfiksia mendadak neonatorum karena spasme pembuluh darah dan dapat
menyebabkan kematian janin (IUFD)

4). Lahir pramatur dengan resiko HMD (Hyalin membran diseases)

1.7 Penatalaksanaan

a). Pencegahan atau tindakan preventif

1). Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti, mengenali tanda- tanda
sedini mungkin ( pre-eklamsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup sepaya
penyakit tidak menjadi lebih berat

2). Harus selalu waspada terdapat kemungkinan terjadinya pre-eklamsi kalau ada faktor-
faktor predisposis

3). Berikan peneranan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya
mengatur diet rendah garam, lemak serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga
kenaikan berat badan yang berlebihan

b). Penatalaksanaan atau tindakan kuratif

Tujuan utama penatalaksanaan atau penanganan adalah untuk mencegah terjadinya pre-
eklamsi berlanjutdan eklamsia, sehingga janin bisa lahir hidup dan sehat serta mencegah
trauma pada janin seminimal mungkin

1). Penanganan pre-eklamsia ringan

Pengobatan hanya bersifat sinitomatis dan selain rawat inap, maka penderitaan dapat
dirawat jalan dengan sekma periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 kali seminggu.
Penanganan pada penderitaan rawat jalan atau rawat inap. Adalah dengan istirahat
ditempat, diit rendah gram, dan berikan obat-obat seperti volume tablet 5 mg dosis 3 kali
sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 kali, sehari. Diuretika dan obat
antihipertensi tidak dianjurkan, karna obat itu tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa
menutupi tanda dan gejala pre-eklamsia berat. Bila gejalah masih menetap, penderitaan
tetap dirawat inap. Monitoring keadaan janin kadar estriol urin, lakukan aminos kopi,
dan ultrasografi, dan sebagainya. Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi
partus pada usia kehamilan minggu 37 keatas

2). Penanganan pre- eklamsia berat

a). Pre-eklamsia beratpada kehamilan kurang dari 37 minggu. Jika janin belum
menunjukan tanda- tanda maturitas paru- paru dengan usi kocak dan rasio c15, maka
penanganannya adalah sebagai berikut :

1). Berikan suntikan sulfas magneskas dengan dosis 8 gram intramaskular kemudian
disusul dengan injeksi tambahan 4 gram traaskular selama tidak ada kontraindikasi

2). Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan
lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-eklamsia ringan kecuali ada kontradikasi

3). Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta berat badan
ditimbang seperti pada pre-eklamsia ringan, sambil mengawasi timbulnya lagi gejala

4). Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan dilakukan terminasi kehamilan dengan
induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan. Jika pada periksaan telah dijumpai
tanda- tanda kematangan paru janin, maka penantalksanaan kasus sama seperti pada
kehamilan diatas dari 37 minggu

b). Pre-eklamsia berat pada kehamilan lebih dari 37 minggu

1). Penderita dirawat inap

a). Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi

b). Berikan diet rendah garam dari tinggi protein

c). Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gram intramuskular, 4 gram digluteus kanan
dan 4 gram diglutues kiri
d). Suntikan dapat diulang dengan dosisi 4 gram setiap 4 jam

e). Syarat pemberian M9504 adalah refleks patella positif; diuresis 100cc dalam 4 jam
terakhir, respirasi 16 kali permenit, dan harus bersedia antidotumnya yaitu kalsium
glukonas 10%dalam amplu 10cc

f). Infus dekstrasa 5% dan ringer laktat

2). Berikan obat anti hipertensif : injeksi katapres 1 amplu IM dan selanjutnya dapat
diberikan tablet katapres 3 kali 1/2 tablet atau 2 kali ½ tablet sehari

3). Diuretikan tidak diberikan kecuali bila terdapat edema umum, edema paru dan
kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat disuntikan 1 amplu iv lasix

4). Segera setelah pemberian sulfas mangnesikus kedua, dilakukan induksi partus dengan
atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan
degan infuksi tetes

5). Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau porceps, jadi ibu dilarang
mengedan

6). Jangan diberikan methargin pospartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang
disebabkan atonia uteri

7). Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak kontraindikasi, kemiduan diteruskan


dengan dosis 4 gram setiap 4 jam dalam 24 jam pospartum

8). Bila ada indikasi obstetrik dilakuakn resiko sesarea

c). Perawatan mandiri untuk kasud pre-eklamsia

1). Aromatherapy : penilitian pembuktikan bawah minyak terbentuk dapat menimbulkan


efek pada penurunan tekanan darah dan membantu relaksasi seperti : levender, kamonile
kenangan, neroli, dan cedana. Tetapi ada juga aromatehrapy yang dapat meningkatkan
tekanan darah diantaranya rosemany, fenel, hyssop dan sage
2). Pijat : pijat bagian punggung, leher, bahu, kaki, bisa memberikan ketenangan dan
kenyamanan

3). Shiatsu, taichi, yoga, dan latihan relaksasi

4).Terapi nutrisi : spesialis nutrisi menganjurkan penggunaan vitamin dan suplemen


mineral, khususnya zinc dan vitamin B6

1.8 Pengkajian

a). Data subyektif

1). Umur biasanya sering terjadi pada primigravida,<20 tahun atau >35 tahun

2). Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah, adanya edema,
pusing, nyeri epigastrium, mual, muntah, penglihatan kabur, pertambahan berat badan
yang berlebihan yaitu naik >1kg/minggu, pembenkakan ditungkai, muka dan bagian
lainnya, dan urin keruh dan atau sedikit (pada pre-eklamsia berat <400ml /24 jam)

3). Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,
hipertensi kronik, DM

4). Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta
riwayat kehamilan dengan pre-eklamsia atau eklamsia sebelumnya

5). Pola nutrisis : jenis makanan yang dikomsumsi baik makanan pokok maupun selingan

6). Psikososial spritual : emasi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh
karnanya perlu persiapan moril untuk menghadapi resikonya

b). Data objektif

1). Pemeriksaan fisik

a). Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurang waktu 24 jam

b). Palpasi : untuk mengatahui TFU, latak janin, dan lokasi edema
c). Perkusi : untuk mengatahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM jika refleks
positif

d). Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengatahui adanya fetal distress. Selain itu,
untuk pre- eklamsia ringan tekanan darah pasien >140/90 mmHg atau peningkatan
stitolik>30 mmHg dan diastolik >15 mmHg dari tekanan biasa (base line level/tekanan
darah sistolik>160 mmHg, dan atau tekanan darah diastolik >110 mmHg

 Pemeriksaan penunjang

a). Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan
interval 4-6 jam

b). Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat


hingga 0,3 gram/it atau lebih dan + 1 hingga +2 pada skala kualitatif), kadar hematokkrit
menurun, Bj urine meningkat, serum kreatini meningkat uric acid biasanya>7 mg/100
ml

c). Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu

d). Tindakan kesadaraan : penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak

e). USG untuk mengatahui keadaan janin

f). NST : untuk mengatahui kesejahteraan janin

1.9 Diagnosa

Menurut herman (2012), digagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu sebagai
berikut :

a). Resiko ketidakseimbangan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pre-eklamsia


berat

b). Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi akibat penimbauan
cairan paru; adanya edema paru

c). Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preloade dan afterload
d). kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi

e). intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

f). gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penyebab multipel

g). ketidaksimbangan nutrisis : kurang dari ketubuhan tubuh b.d fatar psikologis dan
ketidak mampu untuk mencerna, menelan dan mengabsorpis makanan

h). resiko cendera berhubungan dengan diplopia, dan peningkatan intrakranial : kejang

1.10 Intervensi

Neurologic monitoring

1). Monitorning ukuran pupil, bentuk, simetris dan reaktifitas pupil

2). Monitor keadaan klien dengan GCS

3). Monitor TTV

4). Monitor status respirasi : ABClevels, pola napas, keadaan napas RR

5). Monitor reflex muntah

6). Monitor pergerakan otak

7). Monitor tremor

8). Monitor reflex babinsky

9). Indentifikasi kondisi gawat darurat pada pasien

10). Monitor tanda peningkatan tekanan intrakranial

11). Kolaborasi dengan dokter jika terjadi perubahan kondisi pada klien

Nic: Airway management

a). posisikan klien untuk memaksimalkan potensi ventilasinya


b). indetifikasi kebutuhan klien akan insersi jalan napas baik aktual maupun potensial \

c). lakuka terapi fisik dada

d). auskultasi suara napas tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan adanya
bunyi tambahan

e). monitor status pernafasan dan oksigenasi, sesuai kebutuhan

1). Evaluasi adanya nyeri dada

2). Catat adanya disritmia jantung

3). Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput

4). Monitor status pernafasan yang menandakan gagal janjung

5). Monitor balance cairan

6). Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan

7). Monitor adanya dyspneu, fatigue, dan ortopnae

8). Anjurkan untuk menurunkan stres

9). Monitor TD, Nadi, Suhu, dan RR

10). Monitor irama jantung

11). Monitor frekuensi dan irama pernapasan

12). Monitor pola pernapasan abnormal

13). Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit

14). Monitor sianotis perifer

15). Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksitosin

16). Kelola pemberian obat anti aritimia dan vasodilator


1). Monitor pengeluaran urin, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadinya

2). Monitor dan hitung intaken dan output cairan selama 24 jam

3). Pertahankan dudk atau tirah baring dengan posis semifowler atau posis yang nayamn
bagi pasien selama fase akut

4). Monitor TTV terutama TD dan CVP ( bila ada)

5). Monitor rehidrasi cairan dan batasi asupan cairan

6). Timbangan berat badan setiap hari jika memungkinkan dan amati turgor kulit serta
adanya edema

7). Kolaborasi pemberian medikasi seperti pemberian diuretik : furosemid, spironolactan,


dan hidronolacton

1). Kasi aktivitas dan priode istirahat pasien, rencanakan dan jadwalkan priode istirahat
dan tirah baring yang cukup dan adekuat

2). Berikan latihan aktifitas fisile secara bertahap (Rom, ambulasi dini, secara berpindah
dan pemenuhan kebutuhan dasar)

3). Beritau pasien dalam memenuhi kebutuhan dasar

4). Lakukan terapi komponen darah sesuai resep bila pasien menderita anemia berat

5). Kasi aktivitas dan respon pasien setelah latihan aktifitas ( Monitor TTV)

1). Kasi, pola makan kebiasan makan, dan makanan yang disukai pasien

2). Kasi TTV pasien secara rutin, status mual, muntah, dan bising usus

3). Berikan makanan sesuai diet dan berikan selagi hangat

4). Jelaskan pentingnya makanan untuk kesembuhan

5). Anjurkan pasien makanan sedikit tetapi sering


6). Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat terutama makanan
yang banyak mengandung karbohidrat atau glukosa, protein, dan makanan berserat

7). Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet sesuia indikasi
BAB 3

TINJAUAN KASUS

1. PENGKAJIAN DATA

Tanggal pengkajian : 07-12-2021 Nim : 192111046

Oleh mahasiswa : MIRNI SUAN Jam :09.00 wita

A.Identitas

Nama ibu : Ny.A nama suami : Tn. Y

Umur : 32 tahun Umur : 35 tahun

Suku/bangsa : Timor/indonesia Suku/bangsa : Timor/indonesia

Agama : Kristen Protestan Agama : Kristen Protestan

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMK

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta

Alamat : Pasir panjang Alamat : Pasir panjang

B. Anamnese (Data Subjektif)

1. Keluhan : Tidak

2. Tanda- tanda bersalin

Kontraksi : Tidak ada

Frekuensi : Tidak ada

Lamanya : Tidak ada

3. Pengeluaran pervaginam

Darah lendir : Tidak ada


Air Ketuban : Belum pecah

Darah : Tidak ada

4. Masalah- masalah khusus

Tidak ada

5. HPHT :10-06-2021

TTP :17-03-2022

Riwayat menstruasi

Menarche : 14 tahun

Warnah : Merah

Sifat darah : cair

Siklus : 28 hari

Lamanya : 3-4 hari

Banyaknya : 3×ganti/hari

ANC : 4×teratur

Keluhan lain : tidak ada

6. Riwayat Imunisasi

TT1 : -

TT2 :-
7. Riwayat Kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Tgl lahir umur Usia Jenis Tempat Penolon Pb/BB/jk Ket


kehamilan persalinan bersalin g
KEHAMILAN SEKARAN G1P0A0AH0
G

8. Makanan : Nasi, lauk pauk

Minum : air putih

Pola istirahat

Siang : 1=2 jam

Malam : 7-8 jam

Psikologi : ibu merasa cemas dengan kehamilan

Keluhan lain : tidak ada

C. Pemeriksaan Fisik

1. keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

2. Tanda- tanda vital

TD : 160/90 mmHg HR : 98×/menit RR : 20×/menit S : 37⁰c

TB : 160 cm BB sebelum hamil : 57 kg BB 68 kg

3. Muka

Kelopak mata : normal

Konjungtiva : merah muda

Sklera : putih
Mulu dan lidah : bersih

Gigi : lengkap

Kelenjer thyroid dan limfe : tidak ada pembesaran dan pembendungan

4. Dada

Payudara : simestris kiri/kanan

Mamae membesar : ya

Areola mamae : Hyperpigmentasi kanan (+)/ kiri(+)

Putting susu : menonjol

Colostrum : ada

Tanda- tanda infeksi :tidak ada

5. Abdomen

Striae : ada

Dinding perut : kendur

Involusi : baik

Kontraksi uterus : baik

Vesika urinaria : kosong

Lainnya : tidak ada

6. palpasi uterus

Leopold I : TFU 31 cm, bagian fundus teraba bulat, keras dan melintang

Leopold II : bagian kanan perut ibu teraba keras, panjang, memapan dan bagian kiri ibu teraba
bagian terkecil janin (PUKA)
Leopold III : bagian bawah teraba bulat (kepala),lunak, tidak melintang (bokong)

Leopold IV : bagian terbawah janin belum masuk PAP

TBJ : (31- 13)×155=2795 gram

Auskultasu

DJJ : 156×/menit

Frekuensi : teratur

7. Ekstremitas atas dan bawah

Refleks patella : Hyperpigmentasi kanan(+)/kiri (+)

Oedema : tidak ada

Varises : tidak ada

Lainnya : tidak ada

8. Pemeriksaan penunjang

HB : 14gr%

Gol.Darah : O

Protein urine : +3
II. ANALISA MASALAH DAN DIGNOSA

DIAGNOSA DATA DASR


Ibu Ny. A, UK 35 minggu, janin belum masuk DS: GI PO AO AHO
PAP, PUKA presentase kepala, janin hidup HPHT : 10-06-2021 TTP :17-03-2022
tunggal, penurunan 5/5, ibu dengan pre- UK : 35 minggu
eklamsia berat. DO : Tanda- tanda vital
TD :160/90mmHg RR : 20×/menit
HR : 98×/menit S : 37⁰c
Palpasi : TFU 31 cm
Posisi : Punggung kanan
His : tidak ada
Letak : membujur
Presentasi : kepala
Penurunan : 5/5
TBJ : 2795 gram
DJJ : 156×/menit

III. ANTISIPASI MASALAH POTENSIAL

Tidak ada

IV. TINDAKAN SEGRA

Tidak ada
V. PERENCANAAN

Tanggal:07-12-2021

Jam:09.30 wita

Diagnosa: Ibu Ny.A,UK 35 minggu, janin belum masuk PAP, PUKA presentasi kepala, janin
hidup tunggal, penurunan 5/5, ibu dengan pre-eklamsia berar

1. informasikan keadaan umum ibu dan janin pada ibu dan keluarga

2. beri support mental kepada ibu

3. pasang O2 dan pantau indus RL

4. beri antisedativa atas instruksi dokter SpOG

5. observasi ibu dan janin pre SC

6. anjurkan ibu tidur baring kiri dan lakukan klisma untuk persiapan SC

7. lakukan inform consent pada keluarga untuk melakukan SC

8. lakukan SC oleh dokter SpOG

9. observasi keadaan ibu post SC


VI. PELAKSANAAN

Tanggal : 07-12-2021

Jam : 09.45

Diagnosa : Ibu Ny. A UK 35 minggu, janin belum masuk PAP, PUKA presentasi kepala, janin
hidup tunggal, penurunan 5/5, ibu pre-eklamsia berat

1. Menginformasikan pada ibu dan keluarga bawah kehamilan ibu harus diterminasi jika
diterminasi segera mungkin ditakutkan akan mengakibatkan elmasi yang dapat menimbulkan
kejang pada ibu akan mengakibatkan kesalahan yang fatal yaitu dapat mengakibatkan kematian
ibu dan janin, tanda vital

TD : 160/90 mmHg

RR : 20x/menit

HR : 98x/menit

S : 37⁰c

2. Memberikan ibu dan keluarga support mental agar proses persalinan ibu lancar ibu dan janin
selamat dan banyak berdoa kepada Tuhan

3. Memasang O2 21/I dan memantau infus pasien yang di tambah terapi

4. Memberikan ibu terapi anti sedativa atas instruksi dr.

 MgSO4 40% 12 gr 30ml 14 tetes/menit


 Nipedipine 10 mg
 Dexametason 15 mg
 Lasix lamp/12 jam
 Ventolin thirotid

5. Memantau keadaan umum ibu dan janin pre SC


6. Menganjurkan ibu tidur baring kiri yang berguna agar vena cava inferior tidak tertekan dan
melakukan klisma untuk pngosongan lambung karna akan segra dilakukan SC

7. Melakuakn inform consent pada keluarga untuk melakukan SC pada ibu dengan menjelaskan
bahaya- bahaya jika tidak dilakukan SC secepat mungkin bawah akan mengalami keselaha fatal
seperti kejang dan kematian perinatal

8. Melakukan SC oleh dr.

9. Mengobservasi selama ibu berada keadaan umum ibu post SC selama ibu berada d ICU

VII. EVALUSAI

Tanggal : 07-12-2021

Jam : 09.55 wita

Diagnosa : Ibu Ny.A, UK 35 minggu, janin belum masuk PAP, PUKA presentasi kepala, janin
hidup tunggal, penurunan 5/5, ibu dengan pre-eklamsia berat

1. Ibu dan keluarga telah mengatahui KU nya dengan tanda vital :

TD : 160/90mm HgRR : 20x/menit HR : 98x/menit S :37⁰c

Dan keluarga sudah mengatahui ibu mengalami pre-eklamsi berat

2. Support mental telah diberikan, ibu dan keluarga tampak lebih tenang

3. O2 telah dipasang sesak mulai berkurang dari infus telah dipantau

4. Antisedativa telah diberikan pada ibu

5. Ibu telah melakukan tidur baring kiri dan kisma telah dilakukan

6. Keadaan umum ibu dan janin telah dipantau pre SC

7. Inform consent telah dilakukan dan kelaurag setuju dilakukan SC pada ibu

8. SC telah dilakukan oleh dr.


9. Observasi telah dilakukan pada ibu

BAB 4

PEMBAHASAN

Keberadaan bidan menjadi tolak ukur kesehatan di masyarakat. Hal inilah yang
menjadikan bidan sebagai ujung tombak dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam hal ini pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan oleh tenaga bidan. Dalam penanganan Asuhan Kebidanan tenaga kesehatan RSUD
Kota Semarang mulai dari pengkajian data, interpretasi data, diagnosa potensial, antisipasi,
perencanaan,pelaksanaan dan evaluasi dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Menurut Hellen, Varney (2007), Langkah pertama adalah mengumpulkan data dasar yang
menyeluruh untuk mengevaluasi ibu dan dan bayi baru lahir. Data dasar ini meliputi pengkajian
riwayat, pemeriksaan fisik, meninjau kembali proses perkembangan keperawatan saat ini atau
catatan rumah sakit terdahulu, dan meninjau kembali data hasil laboratorium dan laporan terkait
dengan data dasar yang diperlukan adalah semua data yang berasal dari sumber informasi yang
berkaitan dengan ibu dan bayi. Dalam teori menurut Benson dan Martin 2009 tanda dan gejala
preeklamsia ditandai oleh hipertensi atau > 140/90 mmhg, terjadi edema, dan protein urin > +1.
Hal ini dapat dilihat dari hasil pemeriksaan di lahan Ny. A didapatkan pemeriksaan objektif yaitu
tekanan darah 160/90 mmHg, terdapatoedema pada kaki dan proteinuria + 1. Sehingga dapat di
simpulkan bahwa antara teori dan lahan tidak ada kesenjangan karena Dilahan Ny. S tekanan
darahnya 160/90 mmHg, sedangkan menurut teori Martin dan Benson tekanan darahnya juga
140/90mmHg, diteori ada oedema sedangkan Ny. S terdapat oedema pada kaki. Serta proteinuria
+ 1 sama halnya dengan teori.

2. Interpretasi Data

Menurut Soepardan (2008) pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis
atau masalah berdasarkan interpretasi data yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.
Data dasar tersebut kemudian diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan
masalah yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun masalah, keduanya harus ditangani.
Meskipun masalah tidak diartikan sebagai diagnosis, tetapi tetap membutuhkan penaganan.

Dalam teori menurut Prawirorahardjo, 2009 diagnosis preeklamsia ringan ditegakkan


berdasarkan atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau odema setelah kehamilan 20
minggu. Interpretasi data yang dibuat di lahan pada Ny. A tidak hanya berdasarkan pengkajian
data subyektif dan data obyektif saja melainkan ditegakkan dengan hasil Ny. S terjadi hipertensi,
oedema disertai protein Dilihat dari hasil yang didapatkan antara teori terdapat hipertensi,
dilahan terdapat hipertensi, diteori dan lahan ada oedema, serta dilahan danuria . teori terdapat
proteinuria, maka penulis menyimpulkan bahwa antara teori dan lahan tidak ada kesenjangan
maka diagnosa Ny. S umur 32 tahun hamil 40 minggu janin tunggal hidup intra uteri adalah
preeklamsia ringan.

3. Diagnosa Potensial

Menurut Asrinah (2010) Pada langkah ini, kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan dignosis yang sudah teridentifikasi. Langkah
ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. sambil mengamati klien
bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosis atau masalah potensial ini benarbenar terjadi.
Dalam teori menurut Martin dan Benson, 2009 jika keadaan preeklamsia ringan tidak tertangani
dengan baik, keadaannya akan memburuk dan dapat menimbulkan preeklamsia berat. Sehingga
pada kasus Ny. A tidak terdapat diagnosa potensial yang langsung karena mendapatkan
perawatan yang intensif, sehingga pada langkah ini tidak terdapat kesenjangan yang signifikan
karena diagnosa potensialnya telah diatasi dengan benar

4. Antisipasi / Tindakan Segera

Menurut Soepardan (2008) dalam kondisi tertentu, seorang bidan mungkin juga perlu
melakukan tindakan yang harus disesuaikan dengan prioritas masalah atau kondisi keseluruhan
yang dihadapi klien. Setelah bidan merumuskan hal-hal yang perlu dilakukan untuk
mengantisipasi diagnosis/ masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus
merumuskan tindakan emergensi darurat yang harus dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu
dan bayi. Rumusan ini mencakup tindakan segera yang bisa dilakukan secara mandiri, kolabirasi,
atau bersifat rujukan. Dalam teori menurut Anonimous, 2005 tindakan segera yang dilakukan
yaitu pengukuran tekanan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur. Sedangkan dilahan tindakan
segera pada kasus ibu hamil Ny. S dengan preeklamsia ringan antisipasi atau tindakan segera
yang dilakukan adalah memantau keadaan umum terutama tekanan darah. Dilihat dari hasil
kedua antara teori dengan lahan dapat disimpulkan bahwa penanganan awal atau tindakan segera
yang dilakukan adalah memantau tekanan darah. Jadi antara lahan dan teori tidak ada
kesenjangan yang signifikan.

5. Perencanaan

Menurut Mufdillah, 2009. Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap
diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau antisipasi, pada langkah ini informasi atau
data dasar yang tidak lengkap dilengkapi. Suatu rencana asuhan harus sama-sama disetujui oleh
bidan maupun wanita itu agar efektif, karena pada akhirnya wanita itulah yang akan
melaksanakan rencana itu termasuk membuat dan mendiskusikan rencana. Dalam teori menurut
Rukiyah dan yulianti, 2013 perencanaan pada preeklamsia ringan yaitu pengukuran tekanan
darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit
serta

penimbangan dilakukan setiap hari dan pemberian medikamentosa: sedativa (diazepam), anti
hipertensi seperti alfa metil DOPA (R: dopamet) diberikan menurut indikasi. dan pada persalinan
dapat dilakukan secara spontan bila memperpendek kala II. Sedangkan dilahan perencanaan Ny.
S yang dilakukan yaitu memantautekanan darah setiap jam, diberikan obat penurun tensi
(dopamet) methyldopa tujuanya untuk penurun tensi dan pemberian infus 500 cc 20 tetes/menit+
MgSO4 20 %, dengan tujuan agar tidak terjadi preeklamsia berat yang mengakibatkan kejang,
hal ini sudah sesuai dengan protap RSUD dan mempercepat pembukaan serviks dengan cara
induksi persalinan, hal ini sudah sesuai dengan protap RSUD. Sehingga penulis menyipulkan
antara teori dan lahan tidak terdapat kesenjangan pada pemantauan tekanan darah di teori
dilakukan setiap 4 jam, sedangkan di lahan tekanan darah dipantau setiap jam karena pemantaun
tekanan darah sebaiknya dilakukan setiap sejam sekali karena kondisi pasien yang emergency.
dan penimbangan berat badan dilahan tidak dilakukan sedangkan diteori Menurut Almatsier,
2004 Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit dan penimbangan dilakukan
setiap hari karena mendekteksi dini terhadap tiga gejala preeklamsia, sehingga antara teori tidak
ada kesenjangan yang signifikan.

6. Pelaksanaan

Menurut Varney, (2007) langkah keenam adalah melaksanakan rencana perawatan secara
menyeluruh. Langka ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan, atau dilakukan
sebagaian oleh ibu atau orang tua, bidan, atau anggota tim kesehatan lain. Suatu komponen
implementasi yang sangat penting adalah pendokumentasian secara berkala, akuarat, dan
menyeluruh. Dalam teori menurut Rukiyah dan yulianti, 2013 perencanaan pada preeklamsia
ringan yaitu pengukuran tekanan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur, Penimbangan berat badan
pada waktu ibu masuk rumah sakit serta penimbangan dilakukan setiap hari,dan pemberian
medikamentosa: sedativa (diazepam), anti hipertensi seperti alfa metil DOPA (R: dopamet)
diberikan menurut indikasi. dan pada persalinan dapat dilakukan secara spontan bila
memperpendek kala II. Sedangkan dilahan pelaksanaan Ny. S yang dilakukan yaitu memantau
tekanan darah setiap jam seperti tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, diberikan obat penurun
tensi (dopamet) methyldopa dan pemberian infus 500 cc 20 tetes/menit+ MgSO4 20 %,
pemasangan O2 dan pemberian misoprostol 1/8 tablet guna untuk pematangan serviks serta
memperpendek kala II dengan cara induksi persalinan dengan pemberian infus 500 cc + 5 IU 20
tpm. Sehingga penulis menyipulkan antara teori dan lahan tidak terdapat kesenjangan pada
pemantauan tekanan darah di teori dilakukan setiap 4 jam, sedangkan di lahan tekanan darah
dipantau setiap jam karena pemantaun tekanan darah sebaiknya dilakukan setiap sejam sekali
karena kondisi pasien yang emergency. dan penimbangan berat badan dilahan tidak dilakukan
sedangkan diteori Menurut Almatsier, 2004 Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk
rumah sakit dan penimbangan dilakukan setiap hari karena mendekteksi dini terhadap tiga gejala
preeklamsia, sehingga antara teori tidak ada kesenjangan yang signifikan.

7. Evaluasi

Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benarbenar telah terpenuhi sesuai dengan
sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat
dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksananya. Ada kemungkinan bahwa
sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif Estiwidani, (2008).
Pelakasanaan evaluasi pada Ny. A dilakukan dari mulai pengkajian sampai perencanaan
dilakukan dengan tepat hasilnya bahwa pasien tidak cemas dengan kondisinya saat ini dan bayi
lahir secara spontan. Secara umum penanganan kasus preeklamsia ringan ini sudah sesuai
dengan teori yang diberikan yang telah dikemukakan diatas, sehingga pasien telah tertangani
dengan baik.
BAB 5

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pada preeklamsia berat early onset didapatkan rata-rata kadar albumin dan total protein serum
adalah lebih rendah dari normal.

2. Pada preeklamsia berat late onset didapatkan rata-rata kadar albumin dan total protein serum
adalah lebih rendah dari normal.

3. Rerata kadar albumin dan total protein serum lebih rendah pada preeklamsia berat early onset
dibandingkan dengan preeklamsia berat late onset.

4. Terdapat perbedaan yang bermakna rerata kadar albumin serum pada preeklamsia berat early
onset dan late onset.

5. Terdapat perbedaan yang bermakna rerata kadar total protein serum pada preeklamsia berat
early onset dan late onset.

B. Saran

Preeklamsia berat masih menjadi salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan
kematian ibu. Hasil penelitian ini menunjukkan kadar albumin dan total protein serum dibawah
batas normal pada preeklamsia berat early onset dan late onset. Kadar albumin dan total protein
serum lebih rendah pada preeklamsia berat early onset. Oleh karena itu, kejadian preeklamsia
berat baik early onset ataupun late onset harus dicegah. Peneliti menyarankan untuk terus
meningkatkan pelayanan kesehatan dibidang promotif dan preventif. Dokter dan bidan
disarankan untuk selalu memberikan edukasi kepada ibu hamil tentang pentingnya melaksanakan
ante natal care (ANC). Program saat ini adalah melakukan ANC minimal 4 kali selama
kehamilan. Sejak kunjungan pertama dari trimester I dokter atau bidan disarankan sudah mencari
faktor-faktor risiko preeklamsia pada ibu hamil. Bagi ibu hamil yang mempunyai faktor risiko
preeklamsia berat disarankan untuk melakukan pengukuran tekanan darah setiap bulannya
kepada dokter atau bidan. Jika terdapat keluhan tambahan seperti nyeri kepala, nyeri abdomen
atas, gangguan penglihatan, dan kejang, dokter atau bidan dapat menyarankan ibu hamil untuk
segera ke puskesmas agar dapat dirujuk ke rumah sakit karena icurigai terjadi perburukan dari
preeklamsia berat. Kegiatan edukasi yang dilakukan diharapkan dapat mencegah terjadinya
preeklamsia berat dan mencegah onset yang lebih dini dari preeklamsia berat

DAFTAR PUSTAKA

Aminoto, L.N., Karyono, S.S., Dewi, D. (2013). Faktor risiko pre eklamsia berat di
ruang bersalin di RSUD Dr. Moh. Suwandi. http://akper-akbidkediri.com/resources/1/Jurnal
%20Ilmu%20Kesehatan%20Vol%202%20No%20 1.pdf. Diunduh 01 Maret 2016. Bastaman,
H.D. (2007). Logoterapi : Psikologi untuk menemukan makna hidup dan meraih hidup
bermakna. Jakarta : PT. Raja Grafindo Cunningham, F.G. (2006). Obstetri Williams. Jakarta :
EGC Depkes. (2014) .Jadilah Kartini Indonesia yang tidak mati muda (Pencanangan kampanye
peduli kesehatan ibu. (2014).. http//www.depkes.go.id/article/print/201404300001/jadilah-
kartini-indonesiayang-tidak-mati-muda-pencanangan-kampanye-peduli-kesehatan-ibu2014.html.
Diunduh 09 Oktober 2015. Depkes. (2014) .Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.2014:http//www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/
infodatin-ibu.pdf. Diunduh 09 Oktober 2015. Depkes. (2012) .Profil Kesehatan Povinsi Jawa
Tengah. http//www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_
2012/13_Profil_Kes.Prov.JawaTengah_2012.pdf. Diunduh 09 Oktober 2015 Depkes. (2010).
Pedoman pelayanan antenatal terpadu.
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wpcontent/uploads/downloads/2013/12/P edoman-ANC-
Terpaadu.pdf. Diunduh 11 Nopember 2015 Dinkes Kabupaten Brebes. (2013) . Upaya
penurunan angka kematian ibu dan bayi di Kabupaten Brebes.
http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/2013/YANKES/UKR/PONE Dinkes Provinsi Jawa
Tengah. (2014). Kebijakan dan strategi dalam akselerasi penurunan AKI dan AKB di Jawa
Tengah. http:36.81.2.115:82/wp/ftp/tmp/chace/fmCont1/110d9a076954551ef87754fd61
500127.pptx. Diunduh 10 Desember 2015.K_Ev Friedman, M. Marilyn. (1998). Keperawatan
keluarga : teori dan praktek (edisi 3). Jakarta : EGC Gold, R.A., Gold, K.R., Schilling, M.F.,
Modilevsky, T.( 2014). Effect of age,parity, and race on the incidence of pregnancy assosiciated
hypertension and eclampsia in the United States. http:dx.doi.org/10.1016/j.preghy.2013.10.001.
Diunduh 09 Oktober 2015. Hardiani, R.S. (2010). Pengalaman ibu eklamsia di RSUD Fatmawati
Jakarta. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/137137-T%20Ratna%Sari%20Hardiani.pdf. Diunduh
01 Maret 2016 Isworo, A., Hakimi, M., Wibowo, T. (2012). Hubungan antara kecemasan dengan
pre eklamsia di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah.
http://jurnal.ugm.ac.id/index.php/bkm/article/download/3385/2935. Diunduh 01 Maret 2016.
Jhonson, J.Y. (2014) . Keperawatan Maternitas.. Yogyakarta : Rapha Publishing. Lusiana, N.,
Andriyani, R., Megasari, M. (2015) . Buku ajar metodologi penelitian kebidanan. Jakarta :
Deepublish. Manjoer, Arif. (2007). Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Medika Aeseulupius
Manuaba, I.B.G. (2010). Ilmu kebidanan penyakit kandungan dan KB. Jakarta : EGC Manurung,
S., Tutiyani, Suryati. (2011). Buku ajar maternitas asuhan keperawatan antenatal. Jakarta : TIM.
Maryunani, A., Yulianingsih. (2009). Asuhan Kegawatdaruratan dalam kebidanan Jakarta :
Trans Info Media Jannah, N. (2012). Buku ajar asuhan kebidanan kehamilan. Yogyakarta :
ANDI

Offset. Pudiastuti, R.D. (2011) . Buku ajar kebidanan maternitas. Yogyakarta : NuhMedika.
Profil kesehatan Kota Semarang .(2014). Diaskes tanggal 06 Desember 2015
:https:drive.google.com/file/d/0B-yoD-_DDyqgRWpLUINrWm*tRXc/View. Reeder, Martin,,
Koniak-Griffin. (2014). Keperawatan maternitas volume 1. Jakarta : EGC Retnani. (2014). Umur
dan Paritas Ibu Bersalin dengan Kejadian PreEklamsia.
http://jurnalgriyahusada.com/awal/images/files/PROFIL%20IBU%20HAMIL% 20RISIKO
%20TINGGI%20BERDASARKAN%20UMUR%20DAN%20PARI TAS.pdf. Diunduh 05
Oktober 2015. Rukiyah, A.Y. Yulianti, L. (2010).Asuhan kebidanan 4 (patologi). Jakarta : TIM
Saifuddin. (2010). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta :
PT. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Sijangga, W.N. (2010). Hubungan antara strategi coping
dengan kecemasan menghadapi persalinan pada ibu hamil hipertensi.
Eprints.ums.ac.id/9289/1/F100050062.pdf. Diunduh 05 Maret 2016. Sastroasmoro, Sudigdo dan
Ismael, S. (2011). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Sagung Seto.Sudiarto.
(2013). Konsep dan Praktik penulisan riset keperawatan .Jakarta : Graha Ilmu. WHO. (2014).
Maternal mortality. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs348/en/. Diunduh 10 Oktober
2015. WHO. (2013). EDUKIA materi pembelajaran kesehatan ibu dan anak.
http://www.edukia.org/web/kbibu/6-4-8-hipertensi-dalam-kehamilanpreeklampsia-dan-
eklampsia/. Diunduh 02 Januari 2016

Anda mungkin juga menyukai