Anda di halaman 1dari 74

PENERAPAN TERAPI PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION ( PMR )

PADA PENURUNAN PASEIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI


SENSORI : HALUSINASI DI RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR
PALEMBANG PROVINSI SUMATERA SELATAN

Pembimbing Akademik
Ns. Mareta Akhriansyah S.Kep, M. Kep

Pembimbing Klinik
Ns. Yasmin, S.Kep

Disusum Oleh
KELOMPOK 2

Nur Wahyuni 23.14901.10.03


Tria Wahyuni 23.14901.10.05
Yunita Liskawati 23.14901.10.06
Larasati 23.14901.10.11
Ayu Lestari 23.14901.10.29
Fasha Rizki Utami 23.14901.10.31
Eisnaini Sawalila 23.14901.10.32
Agung Tri Yanto 23.14901.10.41

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
2024
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : PENERAPAN TERAPI PROGRESSIVE MUSCLE


RELAXATION ( PMR ) PADA PENURUNAN PASIEN DENGAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

15 Februari 2024

Disetujui

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Ns. Mareta Akhriansyah, S.Kep., M.Kep Ns. Yasmin, S.Kep

Mengetahui

Ka. Instalasi Diklat & Litbang

Rumah Sakit Ernaldi Bahar

Zuhro Haris S.Kep, M.KM

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga laporan ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Kami sangat berharap
semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar laporan ini bisa bermanfaat bagi
pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan laporan ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini. Maka dari itu, Penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Hj. Yumidiansi. F., M.Kes Selaku Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Provinsi Sumatera Selatan.
2. Ns. Ersita, S.Kep., M.Kes Selaku Ketua STIK Bina Husada Palembang.
3. Ns. Kardewi, S.Kep., M.Kes Selaku Ketua Program Studi Profesi Ners
STIK Bina Husada Palembang.
4. Zuhro Haris, S.Kep., M.KM Selaku Ketua Instalasi Diklat dan Litbang
Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan.
5. H. Thonel Zoon, S.Kep., Ners., M.Si selaku kepala Kidang Keperawatan
Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan
6. Fitriana, S.Kep. Selaku Kepala Ruangan Bangau Rumah Sakit Ernaldi
Bahar Provinsi Sumatera Selatan
7. Ns. Yasmin S.Kep sebagai sebagai pembimbing klinik yang telah banyak
meluangkan waktu, untuk memberikan bimbingan, arahan, masukan dan
saran dalam menyelesaikan laporan ini.
8. Ns. Mareta Akhriansyah S.Kep, M. Kep, sebagai pembimbing akademi
yang telah banyak meluangkan waktu, untuk memberikan bimbingan,
arahan, masukan dan saran dalam menyelesaikan laporan ini.

Palembang, 15 Februari 2024

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang....................................................................................................1
Tujuan..................................................................................................................3
Ruang Lingkup....................................................................................................3
Sistematika Penulisan.........................................................................................4

BAB II KONSEP TEORI


Konsep Dasar Perilaku Kekerasan....................................................................5
2.1.1 Definisi ........................................................................................................5
2.1.2 Rentang Respon..........................................................................................5
2.1.3 Etiologi.........................................................................................................6
2.1.4 Tanda Dan Gejala ......................................................................................6
2.1.5 Faktor Predisposisi Dan Presipitasi .........................................................7
2.1.6 Psikodinamika ............................................................................................11
2.1.7 Mekanisme Koping.....................................................................................12
2.1.8 Sumber Koping...........................................................................................12
2.1.9 Penatalaksanaan Umum ...........................................................................13
2.2 Konsep Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)...........................21
2.2.1 Definisi.........................................................................................................21
2.2.2 Patofisiologi.................................................................................................21
2.2.3 Tujuan.........................................................................................................22
2.2.4 Manfaat.......................................................................................................22
2.2.5 Indikasi dan Kontraindikasi......................................................................22
2.2.6 Cara Kerja..................................................................................................23
2.2.7 Penelitian Terkait.......................................................................................28

iv
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan ...................................................................29
2.3.1 Pengkajian Keperawatan...........................................................................29
2.3.2 Diagnosa Keperawatan .............................................................................30

BAB III MEETODELOGI PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian ........................................................................................32
3.2 Lokasi dan Waktu ......................................................................................32
3.3 Populasi dan Sampel...................................................................................33

BAB IV PEMBAHASAN
Hasil Terapi..........................................................................................................40
Pembahasan.........................................................................................................56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan..........................................................................................................57
Saran.....................................................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan adalah kondisi seseorang yang sejahtera baik fisik, mental, sosial dan
spiritual tidak hanya sekedar terbebas dari penyakit maupun kecacatan. Menurut
Undang-Undang RI No.18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa yang dimaksud adalah
kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, metal, spiritual dan
sosial sehingga individu tersebut menyadri kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan,
dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya Wuryaningsih et al., (2018), selama ini masyarakat menganggap
bahwa masalah kesehatan jiwa hanya terjadi pada orang-orang yang memiliki
gangguan jiwa saja atau yang kerap disebut orang awam sebagai orang gila. Padahal,
kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan, yang mempunyai
cakupan yang lebih luas dan merupakan kebutuhan dari setiap orang, baik orang yang
sehat jiwa, seseorang dengan resiko psikososial maupun orang dengan gangguan jiwa
berat atau yang sering disebut gangguan jiwa (Mawaddah & Muhith, 2018).
Masalah kesehatan jiwa di masyaralat sangatlah kompleks. Kondisi rumah sakit
jiwa di Indoensia terdapat 34 RS Jiwa Pemerintahan, 9 RS Jiwa milik
swastalorganisasi islamiorganisasi sosial dan lainna dan 1 RSKO di 28 provinsi dari 34
prrovinsi di Indonesia. 6 provinsi yang tidak memiliki rumah sakit jiwa yaitu Kepulauan
Riau, Kalimantan Utara, Sulwesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat dan Papua Barat
(lndrayani & Wahyudi, 2019, p. 6). Masalah kesehatan jiwa ini diperkirakan oleh WHO akan
menduduki peringkat pertama penyebab kematian di tahun 2030 setelah penyakit
jantung koroner (Wuryaningsih et al., 2018).
Berdasarkan data WHO (2016) terdapat sekitar 35 juta orang terkena
depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta
47,5 juta terkena dimensia. Jumlah penderita gangguan jiwa di indonesia saat ini
adalah 236 juta orang, dengan kategori ringan 6% dar populasi 0,17% menderita

6
gangguan jiwa berat, 14,3% diantaranya mengalami pasung. Tercatat sebanyak
6% penduduk berusia 15-24 tahun mengalami gangguan jiwa.
Halusinasi Pendengaran merupakan salah satu geiala yang sering ditemukan
pada pasien gangguan jiwa. Halusinasi pendengaran merupakan gangguan persepsi
yang membuat pasien mepersepsikan sesuatu yang sebenemya tidak terjadi (Muhith,
2015b, p. 212). Hal-hal yang dapat menimbulkan halusinasi adalah Skizofrenia,
epilepsi, neurosis, histeris, intoksikasi atropine atau kecubung dan zat
halusinogen(Candra et al., 2017, p. 113). Halusinasi pendengaran adalah bentuk dari
gejala positif yang dapat terjadi pada semua modalitas sensori, yaitu auditorik, visual,
olfaktori, gustatori dan taktil. Isi halusinasi seringkali merupakan hinaan dan
cemoohan yang kemudian menyebabkan pasien seringkali menjadi takut, marah,
sedih, merasa berasa bersalah karena hal ini (Yudhantara & Istigomah, 2018, p. 41).
Halusinasi pendengaran dapat terjadi dikarenakan adanya gangguan
organik atau gangguan non-organik. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengkajian riwayat
trauma atau riwayat penyakit dari pasien yang berisiko terjadi gangguan fungsi othk.
Adapun faktor predisposisi yang menyebabkan halusinasi yaitu faktor biologis, faktor
psikologis dan faktor sosial budaya (Wuryaningsih et al., 2018).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (2018), proporsi gangguan jiwa pada
tahun 2013 di Sumatera Selatan meningkat dari 1,1 mil per 1.000 penduduk menjadi 8
mil per 1000 penduduk pada tahun 2018. Diketahui jumlah kunjungan gangguan jiwa
sekitar 53.655 orang dan tahun 2018 meningkat menjadi 56.389 orang. Jumlah
kunjungan gangguan jiwa pada puskesmas. Kota palembang tahun 2017 sebanyaki 8.506
jiwa dan pada tahun 2018 menjadi 10.623 jiwa. Hal ini di perkuat dengan data Dinas
Sosial kota Palembang, terdapat peningkatan penjangkauan ODGJ dari tahun 2017 yaitu
81 orang dan pada tahun 2018 meningkat sebesar 212 orang (Putri, 2020).
Berdasarkan fenomena saat ini kejadian gangguan jiwa jenis halusinasi semakin
meningkat. Bentuk persepsi atau pengalaman indra yang tidak di stimulasi terhadap
reseptornya dikenal sebagai gangguan jiwa halusinasi, yang bisa menimbulkan dampak
seperti histeria, kelemahan, ketidakmampuan mencapai tujuan, rasa takut berlebihan,
pikiran yang buruk serta resiko tindak kekerasan jika tidak ditangani dengan segera.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan persepsi sensori yang dialami oleh

7
penderita gangguan jiwa (Keliat, Akemat). Diperkirakan > 90% penderita gangguan jiwa
jenis halusinasi, dengan bentuk yang bervariasi tetapi sebagian besarnya mengalami
halusinasi pendengaran yang dapat berasal dari dalam diri individu atau dari luar
individu tersebut, suara yang didengar bisa dikenalnya, jenis suara tunggal atau multiple
yang dianggapnya dapat memerintahkan tentang perilaku individu itu sendiri (Yanti,
2020).
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh klien yang mengalami halusinasi adalah
kehilangan kontrol dirinya. Dimana klien mengalami panik dan perilakunya
dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri
(Suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan (Afifah, 2015).
Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan penanganan halusinasi
dengan penanganan yang tepat, dengan banyaknya kejadian halusinasi, semakin jelas
bahwa peran perawat untuk membantu pasien agar dapat mengontrol halusinasi
(Maulana, Hermawati & Shalahuddin, 2021). Langkah pertama adalah dengan membina
hubungan saling percaya melalui komunikasi dengan klien halusinasi (Afifah, 2015).
Dalam penanganan halusinasi sudah ditangani beberapa terapi keperawatan seperti
terapi strategi pelaksanaan adalah penerapan standar asuhan keperawatan terjadwal yang
diterapkan pada pasien bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang
ditangani. Strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi mencakup kegiatan mengenal
halusinasi, mengajarkan pasien menghardik, minum obat dengan tertaur, bercakap-cakap
dengan orang lain, saat halusinasi muncul, serta melakukan aktivitas terjadwal untuk
mencegah halusinasi (Livana et al., 2020). Kekambuhan halusinasi merupakan peristiwa
timbulnya kembali gejala-gejala gangguan psikis atau jiwa yang sebelumnya susah
memperoleh kemajuan. Pada gangguan jiwa kronis, diperkirakan 50% penderita
gangguan jiwa kronis akan mengalami kekambuhan pada tahun pertama, dan 70% pada
tahun kedua. Kekambuhan biasanya terjadi karena hal-hal buruk yang menimpa
penderita gangguan jiwa, seperti diasingkan oleh keluarganya sendiri (Utami, 2018)

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum

8
Diketahuinya pengaruh pemberian terapi Progressive Muscle Relaxation

(PMR) terhadap penurunan gangguan persepsi sensori : halusinasi

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Diketahuinya Skor halusinasi sebelum diberi terapi Progressive Muscle

Relaxation (PMR)

2. Diketahuinya Skor halusinasi sesudah diberi terapi Progressive Muscle

Relaxation (PMR)

3. Diketahuinya pengaruh pemberian terapi Progressive Muscle Relaxation

(PMR) terhadap penurunan gangguan persepsi sensori : halusinasi

1.3 Ruang Lingkup


Kajian ini termasuk dalam lingkup ilmu keperawatan jiwa, yang menjadi
subjek dalam pengkajian ini adalah klien jiwa di Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Provinsi Sumatera Selatan. Masalah yang di angkat yaitu tentang sensori
persepsi Halusinasi pendengaran. Pengkajian ini dilakukan mulai dari tanggal 08
Februari 2024 - 12 Februari 2024

1.4 Sistematika Penulisan


Supaya lebih jelas dan lebih mudah dalam mempelajari dan memahami
studi kasus ini, secara keseluruhan di bagi menjadi tiga bagian,yaitu :
1. Bagian awal, memuat halaman judul, lembar pengesahan, kata
pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.
2. Bagian inti, terdiri dari lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari
sub bab sebagai berikut ini :
BAB 1 : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan, manfaat penelitian, ruang lingkup dan sistematika penulisan.
BAB 2 : Tinjauan Pustaka, berisi tentang pengertian, rentang respon,
etiologi, tanda dan gejala, faktor predisposisi dan faktor presipitasi,

9
psikodinamika, tingkah laku, mekanisme koping, sumber koping,
penatalaksanaan, diagnose keperawatan, fokus intervensi asuhan
keperawatan jiwa masalah utama Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran pada Nn. .. dengan Diagnosa Medis
Skizofrenia di Ruang Cempaka Rumah sakit Ernaldi Bahar.
BAB 3 : Tinjauan Kasus berisi tentang diskripsi identitas klien, alasan
masuk rumah sakit dan faktor pencetus, fisik, psikososial, status mental,
mekanisme koping, maasalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan
kurang, apek medik, analisa data, daftar diagnose keperawatan, pohon
masalah, rencana keperawatan.
BAB 4 : Pembahasan pengkajian, pembahasan diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi
keperawatan, yang berisi tentang perbandingan antara teori dengan
kenyataan yang ada di lapangan.
BAB 5 : Penutup
3. Bagian akhir, terdiri dari daftar pustaka dan lampiran.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Halusinasi


2.1.1 Definisi
Halusinasi pendengaran adalah kesalahan dalam mempersepsikan suara yang di
dengar klien. Suara bisa menyenangkan, ancaman, membunuh dan merusak (Yosep,
2014).
Halusinasi pendengaran merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan
pada klien dengan gangguan jiwa (Muhith, 2015). Menurut Wijayaningsih, (2015)
halusinasi pendengaran adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak
sesuai dengan realita atau kenyataan seperti melihat bayangan dan suara-suara yang tidak
ada. Halusinasi pendengaran merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang
pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman (Yusuf et al.,
2015).
Halusinasi pendengaran adalah salah satu distorsi persepsi palsu yang terjadi
pada respon neurobiologis maladaptif. Klien sebenarnya mengalami distorsi sensori
sebagai hal yang nyata dan meresponnya (Stuart, 2016).

2.1.2 Rentang Respon


Menurut sutejo (2019) rentang respon sebagai berikut:
Adaptif Maladaptif

Pikiran distori pikiran ilusi gangguan pikir


Persepsi akurat reaksi emosi berlebih halusinasi
Emosi konsisten perilaku aneh/ berlebih sulit merespon
Pelaku sesuai menarik diri perilaku
Hubungan social organisasi
isolasi sosial

11
Rentang respon yang paling adaptif yaitu adanya pikiran logis, persepsi
akurat, emosi yang konsisten Emosi konsisten dengan pengalaman, perilaku
cocok, dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Sedangkan,respon
maladaptive yang meliputi waham, halusinasi, kesukaran proses emosi, perilaku
tidak teroganisasi, dan isolasi sosial.

2.1.3 Etiologi
Gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran sering disebabkan karena
panik, stress berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik
diri. Isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami
atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan dengan orang lain
tetapi tidak mampu untuk membuat kontak.
1. Data Subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan kesepian atau penolakan
b. Melaporkan dengan ketidaknyamanan kontan dengan situasi sosial
c. Mengungkapkan perasaan tak berguna
2. Data Objektif :
a. Tidak tahan terhadap kontak yang lama
b. Tidak komunikatif
c. Kontak mata buruk
d. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
e. Kurang aktivitas
f. Wajah tampak murung dan sedih
g. Kegagalan berinteraksi dengan orang lain
(Kosmita, 2017)

12
2.1.4 Tanda dan Gejala
Menurut Sutejo (2019) tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil
observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala klien
halusinasi adalah :
1. Data Subjektif :
a. Mendengar suara atau bunyi gaduh
b. Mendengar suara yang menyuruh untuk melakukan sesuatu yang
berbahaya
c. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
d. Mendengar suara orang yang sudah meninggal
2. Data Objektif :
a. Mengarahkan telinga ke sumber suara
b. Marah-marah tanpa sebab jelas
c. Bicara atau tertawa sendiri
d. Menutup telinga

2.1.5 Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi


1. Faktor Predisposisi
Menurut Yusuf, DKK (2015) faktor predisposisi halusinasi sebagai berikut :
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal
yang dapat meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan
gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor psikologis
Hubungan yang interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau
peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat
terakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi
halusinasi

13
c. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi
realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal,
perubahan besar, serta bentuk sei kortikal dan limbik.
d. Faktor genetic
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan
pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga
yang salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan lebih
tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi, yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai
tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk
koping.
Adanya rangsangan lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi dan suasana sepi/isolasi
sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik. Disamping itu juga oleh karena proses
penghambat dalam proses tranduksi dari suatu impuls yang menyebabkan
terjadinya penyimpangan dalam proses interpretasi dan interkoneksi
sehingga dengan demikian faktor-faktor pencetus respon neurubiologis
dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Berlebihnya proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan
memprose informasi di thalamus dan frontal otak
b. Mekanisme penghantar listrik di syaraf terganggu (mekanisme
gattinng
abnormal)

14
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap, dan
perilaku seperti yang tercantum di tabel berikut ini : Gejala-gejala
pencetus respon neurobiologis ( Stuart, 2016).
Kesehatan :
1. Nutrisi kurang
2. Kurang tidur
3. Ketidakseimbangan irama sirkadian
4. Kelelahan
5. Infeksi
6. Obat-obat sistem syaraf pusat
7. Kurang latihan
8. Hambatan untuk menjangkau pelayanan
Kesehatan Lingkungan
1. Lingkungan yang memusihi, krisis
2. Masalah di rumah tangga
3. Kehilangan kebebasan hidup
4. Perubahan kebiasaan hidup, pola aktifitas sehari-hari
5. Kesukaran dalam hubungan dengan oranglagi
6. Isolasi social
7. Kurangnya dukungan social
8. Tekanan kerja (ketrampilan dalam bekerja)
9. Kurangnya alat trnasportasi
10. Ketidakmampuan dalam mendapatkan pekerjaan
Sikap/Perilaku
1. Merasa tidak mampu (harga diri rendah)
2. Putus asa (tidak percaya diri)
3. Merasa gagal (kehilangan motivasi dalam menggunakan
keteramplan diri)
4. Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
5. Merasa punya kekuatan berlebihan dengan tersebut
6. Merasa malang (tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritual)

15
7. Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudyaan
8. Rendahnya kemampuan sosialisasi
9. Ketidakadekuatan pengobatan
10. Perilaku agresif
11. Perilaku kekerasan
12. Ketidakadekuatan penanganan gejala
1) Nature
Enam bulan terakhir terjadi hal-hal berikut ini :
a) Faktor biologis : kurang nutrisi, adanya ganguan kesehatan
secara umum (menderita penyakit jantung, kanker, mengalami
truma kepala atau sakit panas hingga kejang-kejang ),
sensitivitas biologi (terpapar obat halusinogen atau racun,
asbestosis ,CO)
b) Faktor psikologis : mengalami hambatan atau ganguan dalam
keterampilan komunikasi verbal, ada kepribadian menutup diri,
ada pengalamn masa lalu tidak menyenangkan (misalnya :
menjadi korban aniaya fisik, saksi aniaya fisik maupun sebagai
pelaku, kosep diri yang negatif ( harga diri rendah, gambaran
citra tubuh, keracunan identitas, ideal diri tidak realistis, dan
gangguan peran), kurangnya penghargaanpertahanan psikologis
rendah (ambang toleransi terhadap stres rendah ). Self control
( adanya riwayat terpapar stimulus suara,rabaan, penglihatan,
penciuman dan pengecapan ,gerakan yang berlebih dan klien
tidak bisa mengontrolnya.
c) Faktor social budaya : usia, gander, pendidikan rendah/putus
atau gagal sekolah, pendapatan rendah, pekerjaan tidak punya,
status social jelek (tidak terlibat dalam kegiatan di masyarakat,
latar belakang budaya,tidak dapat menjalankan agama dan
keyakinan, keikutsertaan dalam politik tidak bisa dilakukan ,
pengalaman sosial buruk, dan tidak dapat menjalankan peran
sosial.

16
2) Origin
a) Internal: persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya, orang
lain dan lingkunganya.
b) Eksternal : kurangnya dukungan keluarga, masyarakat, dan
kurang dukungan kelompok/ teman sebaya
3) Timing : stres terjadi dalam waktu dekat, stress terajdi secara
berulang ulang ? terus-menerus.
4) Number : sumber stres lebih dari satu dan stress dirasakan sbg
masalah
yg sangat ber Faktor presipitasi adalah faktor yang mencetuskan
terjadinya gangguan jiwa pada seseorang. Faktor presipitasi yang terjadi
pada gangguan jiwa menurut Yusuf, Dkk (2015) adalah :
a) Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan
dari kelompok dapat menimbulkan halausinasi.
b) Faktor psikologis
Intensitas kecernasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kernampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya
gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping
untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
c) Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi
realitas berkaitan dengan perubahan proses piker, afektif, persepsi,
motoric, dan social.

2.1.6 Psikodinamika
Proses terjadinya halusinasi dapat disebabkan oleh fungsi biologi, antara
lain dopamine dan neurotransmiter yang berlebihan, fungsi psikologis seperti
keturunan. Respon metabolic terhadap stress yang mengakibatkan pelepasan zat

17
halusinogen pada system limbik otak, atau terganggunya keseimbangan
neurotransmitter di otak.
Proses terjadinya halusinasi secara teori psikodinamika berfaktor atau
mengarah pada faktor predisposisi yaitu dimana proses gangguan persepsi sensori
disebabkan oleh masa perkembangan yang terganggu, misalnya control dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi hilangnya percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress. Seseorang yang
tidak diterima di lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian
dan tidak percaya pada lingkungannya yang dimana hal ini mempunyai pengaruh
terhadap terjadinya gangguan jiwa. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
traktivitasnya neurotransmitter otak, sehingga tipe kepribadian yang lemah bisa
menyebabkan terjadinya gangguan persepsi sensori (Sutejo, 2019).

2.1.7 Mekanisme Koping


Mekanisme koping merupakan perilaku yang mewakili upaya untuk
melindungi diri sendiri, mekanisme koping halusinasi menurut Yosep (2016),
diantaranya :
1. Regresi
Proses untuk menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan
masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.
2. Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang
lain karrena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk
menjelaskan kerancuan identitas).
3. Menarik Diri
Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis.
Reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor,
sedangkan reaksi psikologis yaitu menunjukkan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

18
2.1.8 Sumber Koping
1. Personal ablity
Ketidakmampuan memecahkan masalah, ada gangguan diri kesehatan
fisiknya, ketidakmampuan berhubungan dengan orang lain, pengetahuan
tentang penyakit dan intelegensi yang rendah, integritas ego yang tidak
adekuat.
2. Social support
Hubungan antara individu, keluarga, kelompok, masyarakat tidak
adekuat, komitmen dengan jaringan sosial tidak adekuat.
3. Material asset
Ketidakmampuan mengelola kekayaan, misalnya boros tidak punya uang
untuk berobat, tidak ada tabungan , tidak memiliki kekayaan dalam
bentuk barang, tidak ada pelayanan kesehatan dekat tempat tinggal.
4. Positif belief
Distress spiritual tidak memiliki motivasi, penilaian negatif terhadap
pelayanan kesehatan, tidak menganggap itu suatu gangguan.

2.1.9 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Terapi individu
1) Tindakan keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan SP
1-4 Pasien

19
2) Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pendekatan strategi
pelaksanaan SP 1-4 Pasien
b. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
1) TAK orientasi realitas
2) TAK stimulus persepsi
c. Terapi modalitas
1) Terapi aktivitas
a) Terapi musik
b) Terapi seni
c) Terapi menari
d) Terapi relaksasi
2) Terapi sosial
Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain.
3) Terapi Lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga.
2. Penatalaksanaan Medis
a. Haloperidol
b. Klorpromazine
c. Resperidone
d. Lorazepam
e. Asam valproate
f. Terapi kejang listrik atau electro compulsive therapy
(Muhith, 2015)

2.1.10 Diagnosa Keperawatan


Gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran.

20
2.1.11 Fokus Intervensi
Menurut Sutejo, (2019) rencana tindakan keperawatan gangguan sensori persepsi: halusinasi yaitu sebagai berikut:

Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
(Tuk/Tum)
Gangguan TUM: Klien 1. Ekspresi wajah bersahabat 1. Bina hubungan saling percaya dengan Hubungan saling percaya
perubahan sensori mampu mengetahui menunjukkan rasa senang, ada mengemukakan prinsip komunikasi merupakan dasar untuk
persepsi: penyebab, akibat kontak mata, mau berjabat terapeutik: memperlancar interaksi
halusinasi dengar halusinasinya tangan mau menyrbutkan a. Sapa klien dengan ramah baik yang selanjutnya akan
(auditori) muncul nama, mau menjawab salam, verbal maupun nonverbal dilakukan
klien mau duduk b. Perkenalkan diri dengan sopan
berdampingan dengan c. Tanyakan nama lengkap dan nama
TUK 1: Klien dapat perawat mau mengutarakan panggilan yang disukai klien
membina hubungan maslah yang dihadapinya d. Jelaskan tujuan pertemuan
saling percaya e. Tunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
f. Beri perhatian kepada klien dan
perhatian kebutuhan dasar
TUK 2: Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan 1. Adakan kontak sering dan singkat 1. Selain untuk membina
mengenali waktu, isi, dan frekuensi secara bertahap hubungan saling
halusinasinya timbulnya halusinasi 2. Observasi tingkah laku klien yang percaya, kontak sering
terkait dengan halusinasinya: bicara dan singkat akan

21
dan tertawa tanpa stimulus dan memutus halusinasi.
memandang ke kiri /kanan/ke depan 2. Mengenal perilaku klien
seolah-olah ada teman bicara pada saat terjadi
3. Bantu klien mengenal halisinasinya halusinasi dapat
dengan cara: memudahkan perawat
a. Jika menemukan klien sedang dalam melakukan
berhalusinasi: tanyakan apakah ada intervensi
suara yang didengarnya. 3. Mengenal halusinasi
b. Jika klien menjawab ada, lanjutkan: memungkinkan klien
apa yang dikatakan suara itu. menghjindari faktor
Katakan bahwa perawat percaya timbulnya halusinasi.
klien mendengar suara itu, namun 4. Pengetahuan tentang
perawat sendiri tidak waktu isi, dan frekuensi
mendengarnya (dengan nada munculnya halusinasi
bersahabat tanpa menuduh/ dapat mempermudah
menghakimi) perawat
c. Katakan bahwa klien lain juga ada 5. Mengidentifikasi
yang seperti klien pengaruh halusinasi
d. Katakan bahwa perawat akan pada klien
membantu klien.
4. Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan atau
tidak menimbulkan halusinasi (jika

22
sendiri, jengkel, atau sedih)
b. Waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi,siang,sore) dan
malam, terus menerus sewaktu –
waktu
5. Diskusikan dengan klien tentang apa
yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut,sedih dan senang), beri
kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaannya

TUK 3: Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan 1. Bersama klien, identifikasi tindakan 1. Usaha untuk memutus
mengontrol tindakan yang biasanya yang dilakukan jika terjadi halusinasi halusinasi, sehingga
halusinasinya dilakukan untuk mengendalikan (tidur,marah,menyibukkan diri,dll) halusinasi tidak muncul
halusinasinya 2. Diskusikan manfaat dan cara yang kembali.
2. Klien dapat menyebutkan cara digunakan klien. Jika bermanfaat 2. Penguatan
baru mengontrol halusinasi. beri oujian kepada klien. (reinforcement) dapat
3. Klien dapat mendemonstrasikan 3. Diskusikan dengan klien tentang cara meningkatkan harga diri
cara

23
menghardik/mengusir/tidak baru mengontrol halusinasinya: klien.
memedulikan halusinasinya. a. Menghardik/mengusir tidak 3. Memberikan alternative
4. Klien dapat mengikuti aktuvitas memedulikan halusinasinya pilihan untuk
kelompok b. Bercakap-cakap dengan oran lain mengontrol halusinasi.
5. Klien dapat mendemonstrasikan jika halusinasinya muncul 4. Meningkatkan
kepatuhan minum obat untuk c. Melakukan kegiatan sehari-hari pengetahuan klien dalam
mencegah halusinasi. 4. Beri contoh cara menghardik memutus halusinasi.
halusinasi: “pergi! Saya tidak mau 5. Harga diri klien
mendengar kamu, saya mau mencuci meningkat memberi
piring/bercakap-cakap dengan suster klien kesempatan untuk
5. Beri pujian atas keberhasilan klien. mencoba cara yang telah
6. Minta klien mengikuti contoh yang dipilih.
diberikan dan minta klien 6. Memudahkan klien
mengulanginya. dalam mengendalikan
7. Sususn jadwal latihan klien dan minta halusinasi.
klien untuk mrngisi jadwal kegiatan 7. Stimulasi persepsi dapat
(self-evalcation) mengurangi perubahan
8. Anjurkan klien untuk mengikuti interpretasi realitas
terapi aktivitas kelompok, orientasi akibat halusinasi.
realita, stimulasi persepsi 8. Dengan mengetahui
9. Klien dapat menyebutkan jenis,dosis, prinsip penggunaan obat,
dan waktu minum obat, serta maka kemandirian klien
manfaat obat tersebut (prinsip 5 dalam hal pengobatan

24
benar . benar orang, benar obat dapat ditingkatkan
benar dosis, benar waktu dan benar 9. Dengan menyebutkan
cara pemberian). dosis, frekuensi,dan
10. Diskusikan dengan klien tentang jenis caranya, klien
obat yang diminum ( nama, warna, melaksanakan program
dan besarnya): waktu minum obat pengobatan.
(3x: pukul 07.00, 13.00 dan 19.00) 10.Menilai kemampuan
11. Diskusikan proses minum obat: klien dalam
a. Klien meminta obat kepada pengobatannya sendiri.
perawat (jika dirumah sakit), 11.Dengan mengetahui efek
kepada keluarga (jika dirumah) samping, klien akan tahu
b. Klien memeriksa obat sesuai apa yang harus
dosisnya dilakukan setelah minum
c. Klien meminum obat pada waktu obat.
yang tepat
12. Anjurkan klien untuk bicara dengan
dokter mengenai manfaat dan efek
samping obat yang disarankan.
TUK 4: Keluarga 1. Keluarga dapat menyebutkan 1. Diskusikan dengan keluarga (pada saat 1. Untuk meningkatkan
dapat merawat klien pengertian, tanda, dan tindakan berkunjung)/ pada saat kunjungan pengetahuan seputar
dirumah dan menjadi untuk mengendalikan rumah): halusinasi dan
sistem pendukung halusinasi. 2. Gejala halusinasi yang dialami klien perawatannya pada
yang fektif untuk 3. Cara yang dapat dilakukan klien dan

25
klien 2. Keluarga dapat menyebutkan keluarga untuk memutuskan halusinasi pihak keluaraga
jenis, dosis. waktu pemberian, 4. Cara merawat anggota keluarga dengan 2. Dengan menyebutkan
manfaat, serta efek samping gangguann halusinasi dirumah: beri dosis, frekuensi, dan
obat kegiatan, jangan biarkan sendiri, caranya, keluarga
makan bersama, pergian bersama jika melaksanakan program
klien sedang sendiri dirumah, lakukan pengobatan.
kontak dengan dalam telepon. 3. Dengan mengetahui efek
5. Beri informasi tentang tindak lanjut samping, keluarga akan
(follow up) atau kapan perlu tahu apa yang harus
mendapatkan bantuan: halusinasi tidak dilakukan setelah minum
terkontrol dan risiko mencederai orang obat.
lain
6. Diskusikan dengan keluarga tentang
jenis, dosis, waktu pemberian, manfaat
dan efek samping obat

26
2.2 Konsep Progressive Muscle Relaxation (PMR)
2.2.1 Definisi
Progressive Muscle Relaxation merupakan teknik relaksasi yang
digunakan untuk mengurangi stres fisik dan psikologi. Teknik ini pertama kali
diperkenalkan oleh Jacobson tahun 1920-an. Gerakan ini dilakukan dengan
meregangkan dan merilekskan otot-otot besar secara teratur. Latihan ini
menurunkan ketegangan fisik dan efek sistem saraf simpatis dengan
meningkatkan kerja sistem saraf parasimpatis sehingga menurunkan denyut nadi,
tekanan darah, konsumsi oksigen dan kerja kelenjar keringat (Bahtiar, 2023).
Progressive Muscle Relaxation (PMR) adalah teknik sistematis untuk
mencapai keadaan relaksasi dimana metode yang ditetapkan melalui metode
progresif dengan tahap latihan berkesinambungan. Progressive Muscle Relaxation
(PMR) dapat dilakukan dengan cara menegangkan dan melemaskan otot skletal
sehingga otot menjadi lebih relaks (Ekasari dkk., 2019). Progressive Muscle
Relaxation yaitu program relaksasi yang ditujukan untuk pengurangan stres dan
penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. Prinsip tindakan dari relaksasi
ini adalah dengan melakukan penahanan pada otot kemudian merileksasikan otot
(Ratnawati, 2021).

2.2.2 Patofisiologi

Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dengan cara


menghambat respon stres saraf simpatis dan membuat otot-otot pembuluh darah
arteri dan vena bersamaan dengan otot-otot lain dalam tubuh menjadi rileks dan
nyaman. Terjadinya relaksasi otot-otot dalam tubuh ini berpengaruh terhadap
penurunan kadar norepinefrin dalam tubuh. Dalam keadaan otot-otot yang rileks
juga menyebarkan stimulus ke hipotalamus atau sistem saraf pusat sehingga jiwa
dan organ dalam tubuh benar-benar merasakan ketenangan dan kenyamanan yang
kemudian akan menekan sistem saraf simpatis sehingga terjadi penurunan
produksi hormon epinefrin dan norefinerin (Sartika dkk., 2018).
Pada saat melakukan Progressive Muscle Relaxation (PMR), terjadi
penurunan pengeluaran CRH (Corticotropin Releasing Hormone) dan ACTH

27
(Adrenocorticotropic Hormone) di hipotalamus. Penurunan pelepasan kedua
hormon tersebut dapat mengurangi aktivitas saraf simpatis, mengurangi
pengeluaran adrenalin dan non-adrenalin. Hal tersebut menyebabkan penurunan
pompa jantung dan penurunan tekanan arteri di jantung sehingga terjadi
penurunan tekanan darah (Basri dkk., 2022).

2.2.3 Tujuan

Progressive Muscle Relaxation (PMR) mempunyai tujuan untuk mencapai


keadaan rileks menyeluruh, mencakup keadaan rileks secara fisiologis keadaan
rileks yang diberikan akan merangsang hipotalamus untuk mengeluarkan pituitary
untuk merilekskan pikiran (Karang & Rizal, 2017). PMR bertujuan untuk
mengurangi ketegangan otot dengan proses yang simpel dan sistematis dalam
menegangkan sekelompok otot kemudian merilekskannya kembali (Rusnoto dkk.,
2022).

2.2.4 Manfaat

Manfaat Progressive Muscle Relaxation (PMR) antara lain dapat


menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher, sakit kepala, sakit
punggung, frekuensi jantung, frekuensi pernapasan laju metabolic, menurunkan
denyut nadi, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik serta mengurangi
stres pada lansia, menurunkan kecemasan dan depresi dengan meningkatkan
control diri (Akhriansyah, 2019).
Progressive Muscle Relaxation (PMR) dapat menurunkan kecemasan,
konsumsi oksigen tubuh, kecepatan metabolisme, frekuensi napas, ketegangan
otot, tekanan darah sistol dan diastol, kontraksi ventrikel prematur dan
peningkatan gelombang alfa otak (Murhan dkk., 2022).

28
2.2.5 Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi terapi relaksasi yaitu pasien yang mengalami insomnia, stres,


ansietas, depresi dan ketegangan fisik/otot-otot (Akhriansyah, 2019).
Kontraindikasi terapi ini yaitu pasien yang mengalami keterbatasan gerak atau
sedang menjalani perawatan tirah baring (Murhan dkk., 2022).

2.2.6 Cara Kerja

1. Tahap Persiapan
Menurut (Rosdiana & Cahyati, 2021) tahap persiapan terapi Progressive
Muscle Relaxation (PMR) adalah :
a. Bina hubungan saling percaya, jelaskan prosedur, tujuan terapi kepada
pasien.
b. Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal serta lingkungan yang tenang
dan sunyi.
c. Posisikan pasien berbaring atau duduk di kursi dengan kepala di topang.
d. Persiapan klien :
1) Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur tujuan terapi pada pasien.
2) Posisikan tubuh klien secara nyaman yaitu berbaring dengan mata
tertutup menggunakan bantal dibawah kepala dan lutut atau duduk di
kursi dengan kepala di topang.
3) Lepaskan aksesoris digunakan seperti kacamata, jam dan sepatu.
4) Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain yang sifatnya
mengikat ketat.

2. Prosedur Kerja
Pelaksanaan terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) dilakukan sesuai
prosedur di bawah ini (Akhriansyah, 2019).

29
Gambar 2.1
Prosedur Pelaksanaan Terapi PMR
Sesi Satu :
1) Gerakan pertama : Gerakan pertama ditujukan
untuk otot dahi dan mata yang dilakukan dengan
cara mengerutkan dahi dan alis sekeras-kerasnya,
memenjangkan mata sekuat-kuatnya hingga kulit
terasa mengerut dan dirasakan ketegangan
disekitar dahi, alis dan mata. Lemaskan dahi,
alis, dan mata secara perlahan hingga 10 detik.

2) Gerakan kedua: Gerakan kedua bertujuan untuk


mengendurkan ketegangan yang dialami oleh
otot pipi sehingga terasa ketegangan disekitar
otot-otot pipi. Lemaskan dengan cara meniup
secara perlahan hingga 10 detik.

3) Gerakan ketiga : Gerakan ketiga bertujuan untuk


mengendurkan ketegangan yang dialami oleh
otot-otot rahang dan mulut dengan cara
mengatupkan mulut sambil menggigit gigi
sekuat-kuatnya sambil tarik lidah ke belakang
sehingga terasa ketegangan di sekitar otot-otot
rahang. Lemaskan mulut secara perlahan hingga
10 detik.

30
4) Gerakan keempat : Gerakan keempat ini
dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar
mulut. Moncongkan bibir ke depan sekeras-
kerasnya hingga terasa tegang di mulut.
Lemaskan mulut dan bibir secara perlahan
hingga 10 detik.

5) Gerakan kelima : Gerakan kelima ditujukan


untuk otot-otot leher belakang. Pasien dipandu
untuk menekan kepala ke arah punggung
sedemikian rupa sehingga terasa tegang pada otot
leher bagian belakang. Lemaskan leher secara
perlahan hingga 10 detik.

6) Gerakan keenam : Gerakan keenam bertujuan


untuk melatih otot leher bagian depan. Gerakan
ini dilakukan dengan cara tekuk atau turunkan
dagu hingga menyentuh dada, kemudian pasien
diminta untuk membenamka dagu ke dadanya
sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah
leher bagian depan
Lemaskan dan angkat dagu secara perlahan
hingga 10 detik.

31
7) Gerakan ketujuh : Gerakan ketujuh ditujukan
untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk
mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat
dilakukan dengan cara mengangkat kedua bahu
ke arah telinga setinggi. Lemaskan atau turunkan
kedua bahu secara perlahan hingga 10 detik.

Sesi dua :
8) Gerakan ke delapan : Gerakan kedelapan
ditujukan untuk melatih otot tangan yang
dilakukan dengan cara menggenggam tangan kiri
sambil membuat suatu kepalan, buat kepalan ini
semakin kuat sambil merasakan sensasi
ketegangan yang terjadi. Pada saat kepalan
dilepaskan, Bapak/Ibu/Saudara rasakan rileks
selama 10 detik. Gerakan pada tangan kiri
dilakukan dua kali. Prosedur serupa juga
dilatihkan pada tangan kanan.

9) Gerakan ke sembilan : Gerakan kesembilan


adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian
belakang. Gerakan ini dilakukan dengan cara
menekuk kedua pergelangan tangan ke belakang
secara perlahan hingga otot-otot tangan bagian
belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari
menghadap ke langit-langit. Lemaskan atau
turunkan kedua tangan secara perlahan hingga 10
detik.

32
10) Gerakan kesepuluh : Gerakan kesepuluh adalah
melatih otot-otot lengan atau biseps. Otot biseps
adalah otot besar yang terdapat di bagian atas
pangkal lengan. Gerakan ini diawali dengan
menggenggam kedua tangan sehingga menjadi
kepalan kemudian membawa kedua kepalan ke
pundak sehingga otot-otot lengan bagian dalam
menegang. Lemaskan atau turunkan kedua
tangan secara perlahan hingga 10 detik.

11) Gerakan kesebelas : Gerakan kesebelas bertujuan


untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini
dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh
dari sandaran kursi, lalu busungkan dada dan
lengkungkan punggung ke belakang dan
dipertahankan selama 10 detik. Lemaskan
punggung hingga 10 detik lakukan kembali
sekali lagi. Pada saat rileks, letakkan tubuh
kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-otot
menjadi lemas.

12) Gerakan kedua belas : Gerakan keduabelas


bertujuan untuk melatih otot-otot dada. Gerakan
ini dilakukan dengan cara menarik nafas dalam
sekuat-kuatnya dan tahan beberapa saat sambil
merasakan ketegangan di bagian dada. Kemudian
hembuskan perlahan-lahan melalui mulut.

33
13) Gerakan ketiga belas : Gerakan ketigabelas
bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Gerakan
ini dilakukan dengan cara menarik perut kearah
dalam atau mengempiskan sekuat-kuatnya.
Tahan selama 10 detik hingga perut terasa
kencang dan tegang. Lemaskan perut secara
perlahan hingga 10 detik

14) Gerakan keempat belas : Gerakan keempat belas


ditujukan untuk melatih otot-otot betis. Gerakan
ini dilakukan dengan cara menarik kedua telapak
kaki ke arah dalam sekuat-kuatnya dan kedua
tangan berusaha menggapai ibu jari hingga terasa
tegang di kedua betis selama 10 detik. Lemaskan
kedua kaki secara perlahan hingga 10 detik.

Sesi 3 :
Mengulangi gerakan 1-14

34
2.2.7 Penelitian Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2023), tentang penerapan terapi
Progresive Muscle Relaxation (PMR) pada penurunan gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran dan penglihatan, didapatkan hasil setelah dilakukan
intervensi pemberian terapi Relaksasi Otot Progresif (ROP) 5 hari didapatkan
Tn.W mengalami peenurunan frekuensi halusinasi Kesimpulan : dimana pasien
dapat melakukan terapi nonfarmakologis yaitu terapi Relaksasi Otot Progresif
(ROP) untuk menurunkan tanda-gejala pada halusinasi yang dideritanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurkayatun (2023), tentang pengaruh terapi
progressive muscle relaxation (PMR) terhadaptingkat kecemasanpasien kanker di
Rumah Singgah Kanker Samarinda, didapatkan hasil analisa yang didapatkan nilai
rata-rata mean kecemasan sebelum diberikan terapi progressive muscle relaxasion
(PMR) adalah 23.27 dan setelah diberikan terapi Progressive Muscle Relaxation
(PMR) responden mendapatkan perlakuan intervensiProgressive muscle
relaxatiom (pmr) sebanyak 3 kali dalam 3 hari berturut-turut didapatkan mean
20.05 dengan nilai P value = 0.000 (P<0.05).
Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2023), tentang mengontrol
marah secara fisik dengan relaksasi otot progresif pada pasien skizofrenia dengan
fokus studi risiko perilaku kekerasan di RSJ Prof. DR. Soerojo Magelang,
didapatkan hasil pada An. L terdapat penurunan skor Agression Questionaire dari
115 turun menjadi 72.

35
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah sebagai dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan perumusan masalah klien. Data
yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial dan spiritual (Saputri
& Mar’atus, 2021). Isi dari pengkajian, meliputi :

1. Identitas

Nama, umur, jenis kelamin, No MR, tanggal masuk RS dan tangal pengkajian.

2. Alasan masuk

Biasanya klien masuk dengan alasan sering mengamuk tanpa sebab, memukul,
membanting, mengancam, menyerang orang lain, melukai diri sendiri,
mengganggu lingkungan, bersifat kasar dan pernah mengalami gangguan jiwa
dimasa lalu kambuh karena tidak mau minum obat secara teratur (Keliat, 2016).

3. Faktor Predisposisi

a. Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu dan
pernah dirawat atau baru pertama kali mengalami gangguan jiwa.
b. Biasanya klien berobat untuk pertama kalinya kedukun sebagai alternative
serta memasung dan bila tidak berhasil baru di bawa kerumah sakit jiwa.
c. Trauma : Biasnya klien pernah mengalami atau menyaksikan
penganiayaan fisik, seksual, penolakan, dari lingkungan.
d. Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, kalau ada
hubungan dengan keluarga, gejala, pengobatan dan perawatan.
e. Biasanya klien pernah mengalami pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan misalnya, perasaan ditolak, dihina, dianiaya, penolakan
dari lingkungan (Parwati, Dewi & Saputra 2018).

36
4. Fisik Pengkajian fisik :

a. Ukur dan observasi tanda-tanda vital seperti tekanan darah akan


bertambah naik, nadi cepat, suhu, pernapasan terlihat cepat.

b. Ukur tinggi badan dan berat badan.

c. Yang kita temukan pada klien dengan prilaku kekerasan pada saat
pemeriksaan fisik (mata melotot, pandangan tajam, tangan mengepal,
rahang mengatup, wajah memerah).

d. Verbal (mengancam, mengupat kata-kata kotor, berbicara kasar dan


ketus).

5. Psikososial

a. Genogram

Genogram dibuat 3 generasi keatas yang dapat menggambarkan hubungan


klien dengan keluarga. Tiga generasi ini dimaksud jangkauan yang mudah
diingat oleh klien maupu keluarg apa dasaat pengkajian.

b. Konsep diri

Biasanya ada anggota tubuh klien yang tidak disukai klien yang
mempengaruhi keadaan klien saat berhubungan dengan orang lain sehingga
klien merasa terhina, diejek dengan kondisinya tersebut.

c. Identitas

Biasanya pada klien dengan prilaku kekerasan tidak puas dengan


pekerjaannya, tidak puas dengan statusnya, baik disekolah, tempat kerja dan
dalam lingkungan tempat tinggal.

d. Harga diri

Biasanya klien dengan risiko perilaku kekerasan hubungan dengan orang


lain akan terlihat baik, harmoni saat terdapat penolakan atau klien merasa

37
tidak berharga, dihina, diejek dalam lingkungan keluarga maupun diluar
lingkungan keluarga.

6. Hubungan sosial

a. Orang yang berarti tempat mengadu dan berbicara.


b. Kegiatan yang diikuti klien dalam masyarakat dan apakah klien
berperan aktif dalam kelompok tersebut.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain/tingkat keterlibatan
klien dalam hubungan masyarakat.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut (Nadek, 2019), diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien
risiko perilaku kekerasan adalah :

1. Risiko perilaku kekerasan.


2. Harga diri rendah.
3. Perubahan Persepsi sensori : Halusinasi.
4. Isolasi sosial.
5. Berduka disfungsional.
6. Koping keluarga inefektif.

38
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif pre-eksperimental
dengan menggunakan desain one group pre and post design, dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh yang timbul sebagai akibat dari adanya suatu perlakuan.
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terlebih dahulu, baik sebelum dan
sesudah diberikan terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) agar dapat
mengetahui bagaimana pengaruh terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
terhadap penurunan tingkat halusinasi pasien. Menggunakan jenis penelitian pre
eksperimental karena syarat-syarat sebagai penelitian eksperimen tidak cukup
memadai, yaitu tidak ada randomisasi (Notoatmodjo, 2020).
Peneliti menggunakan kuisioner Respon Umum Fungsi Adaptif (RUFA)
gangguan persepsi sensori (halusinasi pendengaran) untuk mengukur gangguan
persepsi sensori halusinasi pendengaran sebelum dan sesudah perlakuan.

3.2 Lokasi dan Waktu


Pemberian intervensi terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) ini
dilakukan di Rumah Sakit Dr. Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan ruang
Cempaka dan Bangau. Waktu pelaksanaan pemberian terapi ini tanggal 8-12
februari 2024.

39
3.3 Sampel
Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi. Sampel penelitian adalah Sebagian pasien dengan halusinasi yang ada di
ruang Cempaka dan ruang Bangau Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera
Selatan yang berjumlah 8 pasien. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini
sebagai berikut :
Kriteria inklusi :
a. Pasien bersedia diajak kontrak
b. Pasien merupakan pasien dengan halusinasi pendengaran baik laki-laki
maupun perempuan
c. Pasien kooperatif saat diajak berbicara
d. Pasien merupakan pasien ruang cempaka dan bangau RS Ernaldi Bahar
Kriteria eksklusi :
a. Pasien sudah mau pulang
b. Pasien tidak kooperatif

40
3.4 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat
dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar
variable (Setiadi, 2019). Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

Bagan 3.1
Kerangka Konsep

Independen
Terapi Progressive Muscle Relaxation

Variabel Dependen Variabel Dependen


Gangguan persepsi Gangguan persepsi
sensori halusinasi sensori halusinasi
pendengaran pendengaran sesudah
sebelum dilakukan dilakukan Terapi
Terapi Progressive Variable pengacu Progressive Muscle
Muscle Relaxation Usia, Jenis Kelamin Relaxation

41
3.5 Kerangka Kerja
Bagan 3.2
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (Pmr) Terhadap Penurunan
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Di Rumah Sakit
Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2024

( Pre
HariTest
1) ( Hari Ke IIIntervensi
sampel hari ke X) i) Post Test

Sesi 1
P P
R O
E S
Kelompok Intervensi
T Sesi 2 T
Terapi Progressive Muscle
E Relaxation E
S S
T Sesi 3 T

3.6 Definisi Operasional


Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel diamati/
diteliti, perlu sekali variabel-variabel tersebut diberi batasan atau “definisi
operasional”. Definisi operasional ini juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada
pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta
pengembangan instrument (alat ukur) (Notoatmodjo, 2020). Adapun definisi
operasional dari penelitian adalah sebagai berikut.

42
Tabel 3.1
Definisi Operasional

No Definisi Operasional Alat Hasil Skala


Variabel Cara Ukur
Ukur Ukur Ukur
Variabel Independen
1. Terapi Relaksasi sederhana yang Observasi Modul - -
Progressive melalui dua proses yaitu
Muscle meneganggakan dan
Relaxation merelaksasikan otot tubuh
dan menjadi rileks

2. Gangguan Persepsi atau pengalaman Wawancar Kuesioner Rerata Rasio


persepsi indera dimana tidak a skor

sensori terdapat stimulus terhadap


halusinasi reseptor-reseptornya atau
pendengaran halusinasi merupakan
sebelum dan persepsi sensor yang salah
sesudah pada sistem pendengaran
dilakukan sebelum dan sesudah
intervensi dilakukan intervensi terapi
terapi Progressive Muscle
Progressive Relaxation (PMR)
Muscle
Relaxation
(PMR)

43
3.7 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara suatu penelitian, patokan duga
atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut
(Notoatmodjo, 2020). Hipotesis dalam penelitian ini yaitu :
Ha : Ada pengaruh terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) terhadap
penurunan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran di Rumah Sakit
Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2024.
Ho : Tidak ada pengaruh terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) terhadap
penurunan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran di Rumah Sakit
Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2024.

3.8 Metode Pengumpulan Data


3.8.1 Data Primer
Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi gangguan
persepsi sensori halusinasi pendengaran yang di peroleh melalui wawancara
lansung dengan responden dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada
responden.
3.8.2 Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera
Selatan yaitu data jumlah pasien gangguan persepsi sensori halusinasi
pendengaran yang tercatat pada rekam medic dari Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Provinsi Sumatera Selatan.

44
3.9 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
3.9.1 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap persiapan dan
tahap pelaksanaan.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini peneliti mengurus surat perizinan tempat penelitian
dengan mengajukan surat permohonan izin penelitian dari pimpinan program
studi Ilmu Keperawatan STIK Bina Husada Palembang yang diajuakan ke
tempat penelitian.

2. Tahap Penelitian
Pada tahap ini, peneliti akan melakukan pengumpulan data dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mengumpulkan responden terlebih dahulu dengan mengambil responden
sesuai dengan kriteria.
b. Melakukan perkenalan identitas dengan responden.
c. Memberikan informasi penelitian dengan sejelas-jelasnya kepada responden
penelitian.
d. Melakukan kesepakatan atau informed concent kepada responden dan
melakukan kesepakatan yang akan dilakukan, dengan menjelaskan maksud
dan tujuan dari penelitian.
e. Membagikan kuesioner untuk mengukur gangguan persepsi sensori
halusinasi pendengaran.
f. Kuesioner dikumpulkan kembali.
g. Memberikan intervensi berupa terapi Progressive Muscle Relaxation
(PMR).
h. Membagikan kembali kuesioner untuk mengukur gangguan persepsi sensori
halusinasi pendengaran.
i. Ucapan terima kasih atas kerjasama antara responden dan peneliti.

45
3.9.2 Instrumen Pengumpulan Data
Instrument penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri dari beberapa
pertanyaan dalam bentuk objektif tentang gangguan persepsi sensori halusinasi
pendengaran, sebagai alat ukur melalui metode kuesioner.

3.10 Teknik Pengolahan Data


Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk memperoleh
data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan
menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang di perlukan.
Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam pengolahan data dibagi
menjadi 5 tahap, yaitu.
1. Editing (Memeriksa)
Adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para
pengumpul data.
2. Skoring (Pemrosesan Data)
Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar, serta sudah melewati
pengkodean, maka Iangkah selanjutnya adalah memproses data agar data yang
sudah di-entry dapat dianailisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-
entry data dan kuesioner ke paket program komputer. Ada bermacam-macam
paket program yang dapat digunakan untuk pemrosesan data dengan masing-
masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Salah satu paket program yang
sudah umum digunakan untuk entry data adaah paket program SPSS for
Window.
3. Cleaning (Pembersihan Data)
Pembersihan data, lihat variabel apakah data sudah benar atau belum.
Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data
yang sudah di-enty apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut
dimungkinkan terjadi pada saat kita meng-entry data ke computer.
4. Mengeluarkan informasi
Disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan.

46
JURNAL
Judul PENERAPAN TERAPI PROGRESSIVE MUSCLE
RELAXATION ( PMR ) PADA KLIEN ODGJ DENGAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
Jurnal Jurnal Ilmu Kesehatan
Volume & Volume 2 No. 8 & Halaman 273-276 ISSN 2964-2434
Halaman
Tahun 2023
Penulis Ayu Pratiwi¹, Titi Widiyanti², Tati Suryati³
Tanggal 15 Agustus

Tujuan Penelitian Penelitian Ini bertujuan untuk a. Mengetahui aplikasi


terapi Progresive Muscle Relaxation untuk menurunkan
halusinasi pendengaran
Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian quasi
eksperimental dengan desain penelitian pre-test-post-test
control group design. Quasi eksperimental merupakan
penelitian eksperimen semu.
Hasil Penelitian Halusinasi pada klien setelah penerapan terapi PMR
menunjukkan pasien rata-rata mengalami penurunan
halusinasi dan menjadi rileks serta tenang dalam
melakukan kegiatan sehari-hari.

47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Skor Halusinasi Sebelum Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)

Tabel 4.1
Skor Halusinasi Sebelum Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) pada
pasien Halusinasi

Variabel dependen N Median Mean SD Min-Maks


Skor Halusinasi 8 16.00 15.75 0.463 15-16
Sebelum Terapi PMR

4.1.2 Skor Halusinasi Sesudah Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)

Tabel 4.2
Skor Halusinasi Sesudah Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) pada
pasien Halusinasi

Variabel dependen N Median Mean SD Min-Maks


Skor Halusinasi 8 5.50 6.38 1.768 5-9
Sesudah Terapi PMR

48
4.1.3 Pengaruh Halusinasi Sebelum dan Sesudah Terapi Progressive Muscle
Relaxation (PMR)

Tabel 4.2
Skor Halusinasi Sesudah Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) pada
pasien Halusinasi

Tekanan Darah Pada Lansia N Median SD p value

Skor Sebelum 16.00 0.463


8 0.000
Halusinasi Sesudah 5.50 1.768

49
Pada bab ini akan diuraikan hasil pembahasan penelitian mengenai “ Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR) terhadap penurunan Halusinasi pada
pasien di ruang bangau dan cempaka”. Penelitian ini dilakukan mulai
tanggal 8 februari sampai dengan 12 februari 2024, di Rumah Sakit Ernaldi
Bahar Palembang. Pada 8 responden, responden 1 atas nama Ny.D yang
berusia 34 tahun, responden 2 Nn.S yang berusia 25, responden 3 Ny.J yang
berusia 38 tahun, responden 4 Ny.N yang berusia 40 tahun, responden 5
Nn.B yang berusia 26 tahun, responden 6 Tn.A yang berusia 30 tahun,
responden 7 Tn.R yang berusia 35 tahun, responden 8 Tn.L yang berusia 38
tahun.
1. Gambaran Umum Lingkup Studi Kasus
Lokasi penelitan terletak di ruangan Cempaka dan Bangau. Responden
terdiri dari 8 responden yang berbeda ruangan. Ruang Campaka dan
Bangau termasuk salah satu ruangan rawat inap kesehatan jiwa yang ada
dirumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang.
2. Fokus Studi Kasus
Studi kasus ini upaya untuk menurunkan Halusinasi pada pasien jiwa di
ruangan Cempaka dan Bangau dengan memberikan Terapi Progressive
Muscle Relaxation (PMR), sehingga tidak terjadi halusinasi yang
berulang.
a. Kondisi Sebelum diberikan Intervensi
1) Responden 1
Dari hasil observasi yang dilakukan pada responden 1, responden
sering berbicara sendiri ketika ditegur mengatakan ada orang
yang mengajak berbicara.
2) Responden 2
Dari hasil observasi yang dilakukan pada responden 2.
Responden tampak berbicara sendiri seperti menelpon.
3) Responden 3

50
Dari hasil observasi yang dilakukan pada responden 3.
Responden tampak bingung ketika diajak berbicara dan sering
tertawa sendiri.
4) Responden 4
Dari hasil observasi yang dilakukan pada responden 4.
Responden sering berbicara sendiri ketika ditegur pasien tampak
kebingungan.
5) Responden 5
Dari hasil observasi yang dilakukan pada responden 5.
Responden sering melakukan kegiatan mengelilingi ruangan saat
ditanya pasien sedang berhalusinasi berolahraga bersama teman
– temanya.
6) Responden 6
Dari hasil observasi yang dilakukan pada responden 6.
Responden sering mendengar suatu bisikan dan sering berbicara
sendiri.
7) Responden 7
Dari hasil observasi yang dilakukan pada responden 7.
Responden sering berbicara sendiri dan sering membuka paksa
pintu saat ditanya pasien mengatakan sedang bekerja menjadi
kuli bangunan.
8) Responden 8
Dari hasil obserbvasi yang dilakukan pada responden 8.
Responden sering berbicara sendiri dan tampak bingung saat
ditanya.

b. Pelaksanaan Intervensi dan Implementasi Keperawatan


a. Proses Intervensi
Kegiatan ini dilakukan selama 5 kali pertemuan dengan catatan
kegiatan pada per harinya, kemajuan dan respon masing –
masing responden di ringkas dalam bentuk tabel.

51
Proses intervensi Responden 1

Pertemuan Tujuan Respon Hasil

Pertemuan ke – 1 Mendapatkan Responden sering Klien 1 kooperatif dan


persetujuan penelitian berbicara sendiri setuju untuk dijadikan
dari klien serta ketika ditegur responden penelitian
mendapatkan informasi mengatakan ada dan menjawab
terhadap klien. orang yang pertanyaan kuesioner
mengajak berbicara. sesuai dengan arahan
yang diberikan peneliti.
Pertemuan ke – 2 Menurunkan halusinasi Klien mengikuti Klien mampu
dan memberikan Terapi Progressive mengikuti gerakan
pegerakan untuk Muscle Relaxation Terapi Progressive
menenangkan pikiran (PMR), klien Muscle Relaxation
dan tubuh agar rileks. mengatakan sedikit (PMR) namun belum
rileks dan nyaman hapal semua gerakan,
tampak halusinasi klien merasa rileks dan
pada klien berkurang nyaman
saat melakukan
terapi.
Pertemuan ke – 3 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sedikit Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang. Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien
dan tubuh agar rileks. mengatakan lebih rileks
dan nyaman.
Pertemuan ke – 4 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sudah Terapi Progressive
pegerakan untuk agak mendingan Muscle Relaxation

52
menenangkan pikiran (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. tampak lebih rileks dan
nyaman serta
mengikuti arahan
perawat dengan baik.
Pertemuan ke – 5 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang saat Muscle Relaxation
menenangkan pikiran melakukan Terapi (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. Progressive Muscle lebih rileks dan nyaman
Relaxation (PMR). serta mengiktui arahan
perawat.

53
Proses intervensi Responden 2

Pertemuan Tujuan Respon Hasil

Pertemuan ke – 1 Mendapatkan Responden tampak Klien 2 kooperatif dan


persetujuan penelitian berbicara sendiri setuju untuk dijadikan
dari klien serta seperti menelpon. responden penelitian
mendapatkan informasi dan menjawab
terhadap klien. pertanyaan kuesioner
sesuai dengan arahan
yang diberikan peneliti.
Pertemuan ke – 2 Menurunkan halusinasi Klien mengikuti Klien mampu
dan memberikan Terapi Progressive mengikuti gerakan
pegerakan untuk Muscle Relaxation Terapi Progressive
menenangkan pikiran (PMR), klien Muscle Relaxation
dan tubuh agar rileks. mengatakan sedikit (PMR) namun belum
rileks dan nyaman hapal semua gerakan,
tampak halusinasi klien merasa rileks dan
pada klien berkurang nyaman
saat melakukan
terapi.
Pertemuan ke – 3 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sedikit Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang. Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien
dan tubuh agar rileks. mengatakan lebih rileks
dan nyaman.
Pertemuan ke – 4 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sudah Terapi Progressive
pegerakan untuk agak mendingan Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien sudah

54
dan tubuh agar rileks. tampak lebih rileks dan
nyaman serta
mengikuti arahan
perawat dengan baik.
Pertemuan ke – 5 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang saat Muscle Relaxation
menenangkan pikiran melakukan Terapi (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. Progressive Muscle lebih rileks dan nyaman
Relaxation (PMR). serta mengiktui arahan
perawat.

Proses intervensi Responden 3

Pertemuan Tujuan Respon Hasil

Pertemuan ke – 1 Mendapatkan Responden tampak Klien 3 kooperatif dan


persetujuan penelitian bingung ketika setuju untuk dijadikan
dari klien serta diajak berbicara dan responden penelitian
mendapatkan informasi sering tertawa dan menjawab
terhadap klien. sendiri. pertanyaan kuesioner
sesuai dengan arahan
yang diberikan peneliti.
Pertemuan ke – 2 Menurunkan halusinasi Klien mengikuti Klien mampu
dan memberikan Terapi Progressive mengikuti gerakan
pegerakan untuk Muscle Relaxation Terapi Progressive
menenangkan pikiran (PMR), klien Muscle Relaxation
dan tubuh agar rileks. mengatakan sedikit (PMR) namun belum
rileks dan nyaman hapal semua gerakan,
tampak halusinasi klien merasa rileks dan

55
pada klien berkurang nyaman
saat melakukan
terapi.
Pertemuan ke – 3 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sedikit Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang. Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien
dan tubuh agar rileks. mengatakan lebih rileks
dan nyaman.
Pertemuan ke – 4 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sudah Terapi Progressive
pegerakan untuk agak mendingan Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. tampak lebih rileks dan
nyaman serta
mengikuti arahan
perawat dengan baik.
Pertemuan ke – 5 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang saat Muscle Relaxation
menenangkan pikiran melakukan Terapi (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. Progressive Muscle lebih rileks dan nyaman
Relaxation (PMR). serta mengiktui arahan
perawat.

56
Proses intervensi Responden 4

Pertemuan Tujuan Respon Hasil

Pertemuan ke Mendapatkan Responden sering Klien 4 kooperatif dan setuju


–1 persetujuan penelitian berbicara sendiri untuk dijadikan responden
dari klien serta ketika ditegur penelitian dan menjawab
mendapatkan informasi pasien tampak pertanyaan kuesioner sesuai
terhadap klien. kebingungan. dengan arahan yang diberikan
peneliti.
Pertemuan ke Menurunkan halusinasi Klien mengikuti Klien mampu mengikuti
–2 dan memberikan Terapi Progressive gerakan Terapi Progressive
pegerakan untuk Muscle Relaxation Muscle Relaxation (PMR)
menenangkan pikiran (PMR), klien namun belum hapal semua
dan tubuh agar rileks. mengatakan sedikit gerakan, klien merasa rileks
rileks dan nyaman dan nyaman
tampak halusinasi
pada klien
berkurang saat
melakukan terapi.
Pertemuan ke Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan Terapi
–3 dan memberikan halusinasinya Progressive Muscle Relaxation
pegerakan untuk sedikit berkurang. (PMR) klien mengatakan lebih
menenangkan pikiran rileks dan nyaman.
dan tubuh agar rileks.
Pertemuan ke Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan Terapi
–4 dan memberikan halusinasinya Progressive Muscle Relaxation
pegerakan untuk sudah agak (PMR) klien sudah tampak
menenangkan pikiran mendingan lebih rileks dan nyaman serta
dan tubuh agar rileks. mengikuti arahan perawat
dengan baik.

57
Pertemuan ke Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan Terapi
–5 dan memberikan halusinasinya Progressive Muscle Relaxation
pegerakan untuk berkurang saat (PMR) klien sudah lebih rileks
menenangkan pikiran melakukan Terapi dan nyaman serta mengiktui
dan tubuh agar rileks. Progressive Muscle arahan perawat.
Relaxation (PMR).

Proses intervensi Responden 5

Pertemuan Tujuan Respon Hasil

Pertemuan ke – 1 Mendapatkan Responden sering Klien 5 kooperatif dan


persetujuan penelitian melakukan kegiatan setuju untuk dijadikan
dari klien serta mengelilingi ruangan responden penelitian
mendapatkan informasi saat ditanya pasien dan menjawab
terhadap klien. sedang berhalusinasi pertanyaan kuesioner
berolahraga bersama sesuai dengan arahan
teman – temanya. yang diberikan peneliti.

Pertemuan ke – 2 Menurunkan halusinasi Klien mengikuti Klien mampu


dan memberikan Terapi Progressive mengikuti gerakan
pegerakan untuk Muscle Relaxation Terapi Progressive
menenangkan pikiran (PMR), klien Muscle Relaxation
dan tubuh agar rileks. mengatakan sedikit (PMR) namun belum
rileks dan nyaman hapal semua gerakan,
tampak halusinasi klien merasa rileks dan
pada klien berkurang nyaman
saat melakukan
terapi.
Pertemuan ke – 3 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sedikit Terapi Progressive

58
pegerakan untuk berkurang. Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien
dan tubuh agar rileks. mengatakan lebih rileks
dan nyaman.
Pertemuan ke – 4 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sudah Terapi Progressive
pegerakan untuk agak mendingan Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. tampak lebih rileks dan
nyaman serta
mengikuti arahan
perawat dengan baik.
Pertemuan ke – 5 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang saat Muscle Relaxation
menenangkan pikiran melakukan Terapi (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. Progressive Muscle lebih rileks dan nyaman
Relaxation (PMR). serta mengiktui arahan
perawat.

Proses intervensi Responden 6

Pertemuan Tujuan Respon Hasil

Pertemuan ke – 1 Mendapatkan Responden sering Klien 6 kooperatif dan


persetujuan penelitian mendengar suatu setuju untuk dijadikan
dari klien serta bisikan dan sering responden penelitian
mendapatkan informasi berbicara sendiri. dan menjawab
terhadap klien. pertanyaan kuesioner
sesuai dengan arahan

59
yang diberikan peneliti.
Pertemuan ke – 2 Menurunkan halusinasi Klien mengikuti Klien mampu
dan memberikan Terapi Progressive mengikuti gerakan
pegerakan untuk Muscle Relaxation Terapi Progressive
menenangkan pikiran (PMR), klien Muscle Relaxation
dan tubuh agar rileks. mengatakan sedikit (PMR) namun belum
rileks dan nyaman hapal semua gerakan,
tampak halusinasi klien merasa rileks dan
pada klien berkurang nyaman
saat melakukan
terapi.
Pertemuan ke – 3 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sedikit Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang. Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien
dan tubuh agar rileks. mengatakan lebih rileks
dan nyaman.
Pertemuan ke – 4 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sudah Terapi Progressive
pegerakan untuk agak mendingan Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. tampak lebih rileks dan
nyaman serta
mengikuti arahan
perawat dengan baik.
Pertemuan ke – 5 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang saat Muscle Relaxation
menenangkan pikiran melakukan Terapi (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. Progressive Muscle lebih rileks dan nyaman
Relaxation (PMR). serta mengiktui arahan

60
perawat.

Proses intervensi Responden 7

Pertemuan Tujuan Respon Hasil

Pertemuan ke – 1 Mendapatkan Responden sering Klien 7 kooperatif dan


persetujuan penelitian berbicara sendiri dan setuju untuk dijadikan
dari klien serta sering membuka responden penelitian
mendapatkan informasi paksa pintu saat dan menjawab
terhadap klien. ditanya pasien pertanyaan kuesioner
mengatakan sedang sesuai dengan arahan
bekerja menjadi kuli yang diberikan peneliti.
bangunan.
Pertemuan ke – 2 Menurunkan halusinasi Klien mengikuti Klien mampu
dan memberikan Terapi Progressive mengikuti gerakan
pegerakan untuk Muscle Relaxation Terapi Progressive
menenangkan pikiran (PMR), klien Muscle Relaxation
dan tubuh agar rileks. mengatakan sedikit (PMR) namun belum
rileks dan nyaman hapal semua gerakan,
tampak halusinasi klien merasa rileks dan
pada klien berkurang nyaman
saat melakukan
terapi.
Pertemuan ke – 3 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sedikit Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang. Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien
dan tubuh agar rileks. mengatakan lebih rileks
dan nyaman.
Pertemuan ke – 4 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan

61
dan memberikan halusinasinya sudah Terapi Progressive
pegerakan untuk agak mendingan Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. tampak lebih rileks dan
nyaman serta
mengikuti arahan
perawat dengan baik.
Pertemuan ke – 5 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang saat Muscle Relaxation
menenangkan pikiran melakukan Terapi (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. Progressive Muscle lebih rileks dan nyaman
Relaxation (PMR). serta mengiktui arahan
perawat.

Proses intervensi Responden 8

Pertemuan Tujuan Respon Hasil

Pertemuan ke – 1 Mendapatkan Responden sering Klien 8 kooperatif dan


persetujuan penelitian berbicara sendiri dan setuju untuk dijadikan
dari klien serta tampak bingung saat responden penelitian
mendapatkan informasi ditanya. dan menjawab
terhadap klien. pertanyaan kuesioner
sesuai dengan arahan
yang diberikan peneliti.
Pertemuan ke – 2 Menurunkan halusinasi Klien mengikuti Klien mampu
dan memberikan Terapi Progressive mengikuti gerakan
pegerakan untuk Muscle Relaxation Terapi Progressive
menenangkan pikiran (PMR), klien Muscle Relaxation
dan tubuh agar rileks. mengatakan sedikit (PMR) namun belum

62
rileks dan nyaman hapal semua gerakan,
tampak halusinasi klien merasa rileks dan
pada klien berkurang nyaman
saat melakukan
terapi.
Pertemuan ke – 3 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sedikit Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang. Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien
dan tubuh agar rileks. mengatakan lebih rileks
dan nyaman.
Pertemuan ke – 4 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sudah Terapi Progressive
pegerakan untuk agak mendingan Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. tampak lebih rileks dan
nyaman serta
mengikuti arahan
perawat dengan baik.
Pertemuan ke – 5 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang saat Muscle Relaxation
menenangkan pikiran melakukan Terapi (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. Progressive Muscle lebih rileks dan nyaman
Relaxation (PMR). serta mengiktui arahan
perawat.

b. Kondisi Setalah Diberikan Intervensi


1) Responden 1
Dalam studi selama 5 hari penelitian dan dilakukan 5 kali
pertemuan, peneliti dapat mengevaluasi hasil dari Terapi

63
Progressive Muscle Relaxation (PMR), sebelum tindakan
intervensi responden sering berbicara sendiri ketika ditegur
mengatakan ada orang yang mengajak berbicara. Setelah
dilakukan Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
Responden 1 mengatakan lebih rileks dan nyaman serta
mengikuti arahan perawat.
2) Responden 2
Dalam studi selama 5 hari penelitian dan dilakukan 5 kali
pertemuan, peneliti dapat mengevaluasi hasil dari Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR), sebelum tindakan
intervensi responden . Responden tampak berbicara sendiri
seperti menelpon. Setelah dilakukan Terapi Progressive
Muscle Relaxation (PMR) Responden 2 mengatakan lebih
rileks dan nyaman serta mengikuti arahan perawat.
3) Responden 3
Dalam studi selama 5 hari penelitian dan dilakukan 5 kali
pertemuan, peneliti dapat mengevaluasi hasil dari Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR), sebelum tindakan
intervensi responden . Responden tampak berbicara sendiri
seperti menelpon. Setelah dilakukan Terapi Progressive
Muscle Relaxation (PMR) Responden mengatakan lebih
rileks dan nyaman serta mengikuti arahan perawat.
4) Responden 4
Dalam studi selama 5 hari penelitian dan dilakukan 5 kali
pertemuan, peneliti dapat mengevaluasi hasil dari Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR), sebelum tindakan
intervensi responden . Responden sering berbicara sendiri
ketika ditegur pasien tampak kebingungan Setelah dilakukan
Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) Responden
mengatakan lebih rileks dan nyaman serta mengikuti arahan
perawat.

64
5) Responden 5
Dalam studi selama 5 hari penelitian dan dilakukan 5 kali
pertemuan, peneliti dapat mengevaluasi hasil dari Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR), sebelum tindakan
intervensi responden . Responden sering melakukan kegiatan
mengelilingi ruangan saat ditanya pasien sedang
berhalusinasi berolahraga bersama teman – temanya Setelah
dilakukan Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
Responden mengatakan lebih rileks dan nyaman serta
mengikuti arahan perawat.
6) Responden 6
Dalam studi selama 5 hari penelitian dan dilakukan 5 kali
pertemuan, peneliti dapat mengevaluasi hasil dari Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR), sebelum tindakan
intervensi responden . Responden sering mendengar suatu
bisikan dan sering berbicara sendiri Setelah dilakukan Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR) Responden
mengatakan lebih rileks dan nyaman serta mengikuti arahan
perawat.
7) Responden 7
Dalam studi selama 5 hari penelitian dan dilakukan 5 kali
pertemuan, peneliti dapat mengevaluasi hasil dari Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR), sebelum tindakan
intervensi responden . Responden sering berbicara sendiri
dan sering membuka paksa pintu saat ditanya pasien
mengatakan sedang bekerja menjadi kuli bangunan. Setelah
dilakukan Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
Responden mengatakan lebih rileks dan nyaman serta
mengikuti arahan perawat.
8) Responden 8

65
Dalam studi selama 5 hari penelitian dan dilakukan 5 kali
pertemuan, peneliti dapat mengevaluasi hasil dari Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR), sebelum tindakan
intervensi responden . Responden sering berbicara sendiri
dan tampak bingung saat ditanya Setelah dilakukan Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR) Responden
mengatakan lebih rileks dan nyaman serta mengikuti arahan
perawat.
c. Perbandingan Kondisi Klien Sebelum dan Sesudah
Diberikan Intervensi
Sebelum melakukan Terapi Progressive Muscle Relaxation
(PMR) kepada 8 responden didapatkan pasien tampak
berhalusinasi dan tampak tidak kooperatif.
Setelah dilakukan Terapi Progressive Muscle Relaxation
(PMR) kepada 8 responden selama 5 hari dengan masing -
masing responden melakukan 5 kali latihan Terapi Progressive
Muscle Relaxation (PMR). Hal ini menunjukkan bahwa Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR) dapat mempengaruhi
penurunan halusinasi pada pasien.
4.2 Pembahasan
Sebelum melakukan teknik otot progresif atau terapi PMR yang
digunakan untuk pasien halusinasi di ruang cempaka dan bangau Rs
Ernaldi Bahar Palembang. Jumlah responden dalam melakukan terapi
PMR berjumalah 8 orang. Terapi ini dilakukan pada tanggal 8 – 12
februari selama 5 hari.
Halusinasi pada klien setelah penerapan terapi PMR menunjukkan
pasien rata-rata mengalami penurunan halusinasi dan menjadi rileks serta
tenang dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dermawan (2017)
perkembangan 8 responden mengatakan halusinasi berkurang setelah
dilakukan terapi pmr.

66
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka disarakan bagi pasien
yang ada diruang cempaka maupun bangau rutin menerapkan serta
melakukan terapi PMR agar halusinasinya bukan hanya berkurang tetapi
tidak lagi mnegalami halusinasi yang berulang.

67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan mengenai pengaruh terapi Progressive Muscle
Relaxation (PMR) terhadap pasien Halusinasi :
1. Sebelum dilakukan terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) pada klien
Halusinasi di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang, klien tidak mampu
mengontrol Halusinasi , tidak mengetahui manfaat terapi Progressive Muscle
Relaxation (PMR) , tampak sering berhalusinasi.
2. Setelah diberikan terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR), klien dapat
mengontrol halusinasi dapat mempraktikan terapi yang diajarkan, klien
mengatakan merasa tenang, rileks setelah melakukan terapi.

5.2 Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Dengan laporan ini agar kepada pihak Rumah Sakit dapat menerapkan terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR) ke dalam aktivitas terjadwal pasien
Halusinasi guna untuk mengurangi Halusinasi pada pasien .
2. Bagi Institusi
Agar laporan Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)ini dapat
dijadikan sebagai bahan ajar, khususnya dalam bidang Keperawatan dan
dapat digunakan sebagai Referensi dalam membuat laporan tentang terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR) pada pasien Halusinasi.
3. Bagi Masyarakat
Agar dapat menjadi bahan bacaan yang bermanfaat untuk masyarakat jika ada
orang terdekat yang mengalami Halusinasi, kegiatan Terapi Progressive
Muscle Relaxation (PMR) dapat dijadikan aktivitas terjadwal untuk orang
yang mengalami Halusinasi untuk mengurangi yang dialami orang tersebut.

68
DAFTAR PUSTAKA

Charlson et al. (2023). Global epidemiology and burden of schizophrenia:


Findings from the global burden of disease study 2023. Schizophrenia
Bulletin, 44(6): 119.

Dalami. (2019). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Trans Info
Media.

Damaiyanti & Iskandar. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Refika Aditama.

Damayanti, M. & I. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa. Refika Aditama.

Dermawan. (2021). Pelaksanaan Teknik Mengontrol Halusinasi: Kemampuan


Klien Skizofrenia Mengontrol Halusinasi. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surabaya, 2 (1).

Direja. (2020). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika.

Kemenkes RI. (2022). Infodatin Kesehatan Jiwa. Kemenkes RI.

Kusumawati dan Hartono. (2020). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba


Medika.

Made. (2023). Manfaat Terapi Relaksasi Otot Progresif. E-medik.

Maramis. (2019). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press.

Notoatmodjo. (2020). Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Rineka


Cipta.

Nurkayatun. (2023). Pengaruh terapi progressive muscle relaxation (PMR)


terhadaptingkat kecemasan pasien kanker di Rumah Singgah Kanker
Samarinda. Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur, Vol 3 No 1.

Pratiwi. (2023). Penerapan terapi Progresive Muscle Relaxation (PMR) pada


penurunan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dan
penglihatan. Universitas Yatsi Madani, Vol. 2 No.

Putri & Trimusarofah. (2020). Pengelolaan Aktivitas Terjadwal Pada Ny.M


Dengan Gangguan Persepsi : Halusinasi Penglihatan Dan Pendengaran Di
Ruang Citro Anggodo RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Politeknik
Kesehatan Semarang Jurusan Keperawatan.

Semiun. (2019). Kesehatan Mental. EGC.


Setiadi. (2019). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan Edisi 2. Graha
Ilmu.

Setyoadi & Kushariyadi. (2021). Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien


Psikogeriatrik. Salemba Medika.

Sigalingging. (2021). The Effect of Progressive Muscle Relaxation (PMR) on


Level of Anxiety in Patients of Cervical Cancer Undergoing Chemotherapy
in RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta,
3(2).

Simanjuntak. (2021). Konseling Gangguan Jiwa & Okultisme. Gramedia Pustaka


Utama.

Stuart. (2019). Buku Saku Keperawatan Jiwa. EGC.

Sugiyono. (2020). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.

Sunaryo. (2019). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika.

Videbeck. (2018). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC.

Waters. (2020). Navigating between Compassion and Uncertainty–Psychiatric


Nurses’ Lived Experiences of Communication with Patients Who Rarely
Speak. Issues in Mental Health Nursing, 42(4).

Wulandari. (2023). Mengontrol marah secara fisik dengan relaksasi otot progresif
pada pasien skizofrenia dengan fokus studi risiko perilaku kekerasan di RSJ
Prof. DR. Soerojo Magelang. Poltekkes Kemenkes Semarang, Vol 11

Yosep dan Sutini. (2021). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Refika Aditama.
LAMPIRAN
Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN

PENGARUH TERAPI PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION


(PMR) TERHADAP PENURUNAN GANGGUAN PERSEPSI
SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUMAH
SAKIT ERNALDI BAHAR PROVINSI SUMATERA
SELATAN TAHUN 2024

Tanggal Wawancara :................2023

No. Responden : ...............................

A. DATA DEMOGRAFI

Petunjuk: Isilah data yang sesuai dengan pertanyaan, dan berikan tanda

checklist (√) pada tempat yang telah disediakan dibawah ini.

1. Nama Responden :

2. Umur : ……………. Tahun

3. Jenis kelamin :

Perempuan

Laki-laki
B. PENILAIAN SKALA RUFA GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
(HALUSINASI PENDENGARAN)
Penilaian
No Indikator Gangguan Persepsi Sensori Ya Tidak
(0) (1)
1. Pikiran Tak berdaya
Dikuasai halusinasi
Masih tidak berdaya
Masih mengalami halusinasi
Mulai bisa mengontrol diri
Bisa mengontrol perilakunya
2. Afek Terjadi terus menerus
Kadang masih labil
Labil hanya jika halusinasinya muncul
3. Tindakan Perilaku terteror semacam panic
Risiko tinggi bunuh diri atau membunuh orang
lain
Aktivitas fisik merefleksikan halusinasi
(kekerasan, agitasi, menarik diri)
Tak mampu berespon terhadap perintah yang
komfleks
Tidak mampu merespon terhadap satu orang
lebih
Tidak mampu membedakan yang nyata dan tidak
nyata
Perilaku dikendalikan oleh halusinasinya
Kesulitan berhubungan dengan orang lain
Rentang perhatian hanya beberapa detik/menit
Gejala fisik seperti ansietas berat, keringat
dingin, tremor, tidak mampu mengikuti perintah
Meningkatnya gejala saraf
Tanda-tanda vital meningkat
Perhatian sedikit menyempit
Asyik dengan pengalaman sensori
Belum mampu membedakan halusinasi dengan
kenyataan
Skor Rufa :
Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) ini menggunakan pretest dan
postest pada pasien dengan halusinasi pendengaran. Instrumen yang digunakan
dalam pengumpulan data pada intervensi ini yaitu lembar observasi. Lembar
observasi dapat berupa kuesioner (Siyoto & Sodik, 2015).Lembar observasi terdiri
dari 23 pertanyaan mengenai kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi.
Pengisian lembar observasi dilakukan dengan memberikan tanda checklist ().

Lampiran 2
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai