Pembimbing Akademik
Ns. Mareta Akhriansyah S.Kep, M. Kep
Pembimbing Klinik
Ns. Yasmin, S.Kep
Disusum Oleh
KELOMPOK 2
15 Februari 2024
Disetujui
Mengetahui
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga laporan ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Kami sangat berharap
semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar laporan ini bisa bermanfaat bagi
pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan laporan ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini. Maka dari itu, Penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Hj. Yumidiansi. F., M.Kes Selaku Direktur Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Provinsi Sumatera Selatan.
2. Ns. Ersita, S.Kep., M.Kes Selaku Ketua STIK Bina Husada Palembang.
3. Ns. Kardewi, S.Kep., M.Kes Selaku Ketua Program Studi Profesi Ners
STIK Bina Husada Palembang.
4. Zuhro Haris, S.Kep., M.KM Selaku Ketua Instalasi Diklat dan Litbang
Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan.
5. H. Thonel Zoon, S.Kep., Ners., M.Si selaku kepala Kidang Keperawatan
Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan
6. Fitriana, S.Kep. Selaku Kepala Ruangan Bangau Rumah Sakit Ernaldi
Bahar Provinsi Sumatera Selatan
7. Ns. Yasmin S.Kep sebagai sebagai pembimbing klinik yang telah banyak
meluangkan waktu, untuk memberikan bimbingan, arahan, masukan dan
saran dalam menyelesaikan laporan ini.
8. Ns. Mareta Akhriansyah S.Kep, M. Kep, sebagai pembimbing akademi
yang telah banyak meluangkan waktu, untuk memberikan bimbingan,
arahan, masukan dan saran dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang....................................................................................................1
Tujuan..................................................................................................................3
Ruang Lingkup....................................................................................................3
Sistematika Penulisan.........................................................................................4
iv
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan ...................................................................29
2.3.1 Pengkajian Keperawatan...........................................................................29
2.3.2 Diagnosa Keperawatan .............................................................................30
BAB IV PEMBAHASAN
Hasil Terapi..........................................................................................................40
Pembahasan.........................................................................................................56
v
BAB I
PENDAHULUAN
6
gangguan jiwa berat, 14,3% diantaranya mengalami pasung. Tercatat sebanyak
6% penduduk berusia 15-24 tahun mengalami gangguan jiwa.
Halusinasi Pendengaran merupakan salah satu geiala yang sering ditemukan
pada pasien gangguan jiwa. Halusinasi pendengaran merupakan gangguan persepsi
yang membuat pasien mepersepsikan sesuatu yang sebenemya tidak terjadi (Muhith,
2015b, p. 212). Hal-hal yang dapat menimbulkan halusinasi adalah Skizofrenia,
epilepsi, neurosis, histeris, intoksikasi atropine atau kecubung dan zat
halusinogen(Candra et al., 2017, p. 113). Halusinasi pendengaran adalah bentuk dari
gejala positif yang dapat terjadi pada semua modalitas sensori, yaitu auditorik, visual,
olfaktori, gustatori dan taktil. Isi halusinasi seringkali merupakan hinaan dan
cemoohan yang kemudian menyebabkan pasien seringkali menjadi takut, marah,
sedih, merasa berasa bersalah karena hal ini (Yudhantara & Istigomah, 2018, p. 41).
Halusinasi pendengaran dapat terjadi dikarenakan adanya gangguan
organik atau gangguan non-organik. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengkajian riwayat
trauma atau riwayat penyakit dari pasien yang berisiko terjadi gangguan fungsi othk.
Adapun faktor predisposisi yang menyebabkan halusinasi yaitu faktor biologis, faktor
psikologis dan faktor sosial budaya (Wuryaningsih et al., 2018).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (2018), proporsi gangguan jiwa pada
tahun 2013 di Sumatera Selatan meningkat dari 1,1 mil per 1.000 penduduk menjadi 8
mil per 1000 penduduk pada tahun 2018. Diketahui jumlah kunjungan gangguan jiwa
sekitar 53.655 orang dan tahun 2018 meningkat menjadi 56.389 orang. Jumlah
kunjungan gangguan jiwa pada puskesmas. Kota palembang tahun 2017 sebanyaki 8.506
jiwa dan pada tahun 2018 menjadi 10.623 jiwa. Hal ini di perkuat dengan data Dinas
Sosial kota Palembang, terdapat peningkatan penjangkauan ODGJ dari tahun 2017 yaitu
81 orang dan pada tahun 2018 meningkat sebesar 212 orang (Putri, 2020).
Berdasarkan fenomena saat ini kejadian gangguan jiwa jenis halusinasi semakin
meningkat. Bentuk persepsi atau pengalaman indra yang tidak di stimulasi terhadap
reseptornya dikenal sebagai gangguan jiwa halusinasi, yang bisa menimbulkan dampak
seperti histeria, kelemahan, ketidakmampuan mencapai tujuan, rasa takut berlebihan,
pikiran yang buruk serta resiko tindak kekerasan jika tidak ditangani dengan segera.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan persepsi sensori yang dialami oleh
7
penderita gangguan jiwa (Keliat, Akemat). Diperkirakan > 90% penderita gangguan jiwa
jenis halusinasi, dengan bentuk yang bervariasi tetapi sebagian besarnya mengalami
halusinasi pendengaran yang dapat berasal dari dalam diri individu atau dari luar
individu tersebut, suara yang didengar bisa dikenalnya, jenis suara tunggal atau multiple
yang dianggapnya dapat memerintahkan tentang perilaku individu itu sendiri (Yanti,
2020).
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh klien yang mengalami halusinasi adalah
kehilangan kontrol dirinya. Dimana klien mengalami panik dan perilakunya
dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri
(Suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan (Afifah, 2015).
Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan penanganan halusinasi
dengan penanganan yang tepat, dengan banyaknya kejadian halusinasi, semakin jelas
bahwa peran perawat untuk membantu pasien agar dapat mengontrol halusinasi
(Maulana, Hermawati & Shalahuddin, 2021). Langkah pertama adalah dengan membina
hubungan saling percaya melalui komunikasi dengan klien halusinasi (Afifah, 2015).
Dalam penanganan halusinasi sudah ditangani beberapa terapi keperawatan seperti
terapi strategi pelaksanaan adalah penerapan standar asuhan keperawatan terjadwal yang
diterapkan pada pasien bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang
ditangani. Strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi mencakup kegiatan mengenal
halusinasi, mengajarkan pasien menghardik, minum obat dengan tertaur, bercakap-cakap
dengan orang lain, saat halusinasi muncul, serta melakukan aktivitas terjadwal untuk
mencegah halusinasi (Livana et al., 2020). Kekambuhan halusinasi merupakan peristiwa
timbulnya kembali gejala-gejala gangguan psikis atau jiwa yang sebelumnya susah
memperoleh kemajuan. Pada gangguan jiwa kronis, diperkirakan 50% penderita
gangguan jiwa kronis akan mengalami kekambuhan pada tahun pertama, dan 70% pada
tahun kedua. Kekambuhan biasanya terjadi karena hal-hal buruk yang menimpa
penderita gangguan jiwa, seperti diasingkan oleh keluarganya sendiri (Utami, 2018)
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
8
Diketahuinya pengaruh pemberian terapi Progressive Muscle Relaxation
Relaxation (PMR)
Relaxation (PMR)
9
psikodinamika, tingkah laku, mekanisme koping, sumber koping,
penatalaksanaan, diagnose keperawatan, fokus intervensi asuhan
keperawatan jiwa masalah utama Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran pada Nn. .. dengan Diagnosa Medis
Skizofrenia di Ruang Cempaka Rumah sakit Ernaldi Bahar.
BAB 3 : Tinjauan Kasus berisi tentang diskripsi identitas klien, alasan
masuk rumah sakit dan faktor pencetus, fisik, psikososial, status mental,
mekanisme koping, maasalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan
kurang, apek medik, analisa data, daftar diagnose keperawatan, pohon
masalah, rencana keperawatan.
BAB 4 : Pembahasan pengkajian, pembahasan diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi
keperawatan, yang berisi tentang perbandingan antara teori dengan
kenyataan yang ada di lapangan.
BAB 5 : Penutup
3. Bagian akhir, terdiri dari daftar pustaka dan lampiran.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
Rentang respon yang paling adaptif yaitu adanya pikiran logis, persepsi
akurat, emosi yang konsisten Emosi konsisten dengan pengalaman, perilaku
cocok, dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Sedangkan,respon
maladaptive yang meliputi waham, halusinasi, kesukaran proses emosi, perilaku
tidak teroganisasi, dan isolasi sosial.
2.1.3 Etiologi
Gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran sering disebabkan karena
panik, stress berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik
diri. Isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami
atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan dengan orang lain
tetapi tidak mampu untuk membuat kontak.
1. Data Subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan kesepian atau penolakan
b. Melaporkan dengan ketidaknyamanan kontan dengan situasi sosial
c. Mengungkapkan perasaan tak berguna
2. Data Objektif :
a. Tidak tahan terhadap kontak yang lama
b. Tidak komunikatif
c. Kontak mata buruk
d. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
e. Kurang aktivitas
f. Wajah tampak murung dan sedih
g. Kegagalan berinteraksi dengan orang lain
(Kosmita, 2017)
12
2.1.4 Tanda dan Gejala
Menurut Sutejo (2019) tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil
observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala klien
halusinasi adalah :
1. Data Subjektif :
a. Mendengar suara atau bunyi gaduh
b. Mendengar suara yang menyuruh untuk melakukan sesuatu yang
berbahaya
c. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
d. Mendengar suara orang yang sudah meninggal
2. Data Objektif :
a. Mengarahkan telinga ke sumber suara
b. Marah-marah tanpa sebab jelas
c. Bicara atau tertawa sendiri
d. Menutup telinga
13
c. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi
realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal,
perubahan besar, serta bentuk sei kortikal dan limbik.
d. Faktor genetic
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan
pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga
yang salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan lebih
tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi, yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai
tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk
koping.
Adanya rangsangan lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi dan suasana sepi/isolasi
sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik. Disamping itu juga oleh karena proses
penghambat dalam proses tranduksi dari suatu impuls yang menyebabkan
terjadinya penyimpangan dalam proses interpretasi dan interkoneksi
sehingga dengan demikian faktor-faktor pencetus respon neurubiologis
dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Berlebihnya proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan
memprose informasi di thalamus dan frontal otak
b. Mekanisme penghantar listrik di syaraf terganggu (mekanisme
gattinng
abnormal)
14
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap, dan
perilaku seperti yang tercantum di tabel berikut ini : Gejala-gejala
pencetus respon neurobiologis ( Stuart, 2016).
Kesehatan :
1. Nutrisi kurang
2. Kurang tidur
3. Ketidakseimbangan irama sirkadian
4. Kelelahan
5. Infeksi
6. Obat-obat sistem syaraf pusat
7. Kurang latihan
8. Hambatan untuk menjangkau pelayanan
Kesehatan Lingkungan
1. Lingkungan yang memusihi, krisis
2. Masalah di rumah tangga
3. Kehilangan kebebasan hidup
4. Perubahan kebiasaan hidup, pola aktifitas sehari-hari
5. Kesukaran dalam hubungan dengan oranglagi
6. Isolasi social
7. Kurangnya dukungan social
8. Tekanan kerja (ketrampilan dalam bekerja)
9. Kurangnya alat trnasportasi
10. Ketidakmampuan dalam mendapatkan pekerjaan
Sikap/Perilaku
1. Merasa tidak mampu (harga diri rendah)
2. Putus asa (tidak percaya diri)
3. Merasa gagal (kehilangan motivasi dalam menggunakan
keteramplan diri)
4. Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
5. Merasa punya kekuatan berlebihan dengan tersebut
6. Merasa malang (tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritual)
15
7. Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudyaan
8. Rendahnya kemampuan sosialisasi
9. Ketidakadekuatan pengobatan
10. Perilaku agresif
11. Perilaku kekerasan
12. Ketidakadekuatan penanganan gejala
1) Nature
Enam bulan terakhir terjadi hal-hal berikut ini :
a) Faktor biologis : kurang nutrisi, adanya ganguan kesehatan
secara umum (menderita penyakit jantung, kanker, mengalami
truma kepala atau sakit panas hingga kejang-kejang ),
sensitivitas biologi (terpapar obat halusinogen atau racun,
asbestosis ,CO)
b) Faktor psikologis : mengalami hambatan atau ganguan dalam
keterampilan komunikasi verbal, ada kepribadian menutup diri,
ada pengalamn masa lalu tidak menyenangkan (misalnya :
menjadi korban aniaya fisik, saksi aniaya fisik maupun sebagai
pelaku, kosep diri yang negatif ( harga diri rendah, gambaran
citra tubuh, keracunan identitas, ideal diri tidak realistis, dan
gangguan peran), kurangnya penghargaanpertahanan psikologis
rendah (ambang toleransi terhadap stres rendah ). Self control
( adanya riwayat terpapar stimulus suara,rabaan, penglihatan,
penciuman dan pengecapan ,gerakan yang berlebih dan klien
tidak bisa mengontrolnya.
c) Faktor social budaya : usia, gander, pendidikan rendah/putus
atau gagal sekolah, pendapatan rendah, pekerjaan tidak punya,
status social jelek (tidak terlibat dalam kegiatan di masyarakat,
latar belakang budaya,tidak dapat menjalankan agama dan
keyakinan, keikutsertaan dalam politik tidak bisa dilakukan ,
pengalaman sosial buruk, dan tidak dapat menjalankan peran
sosial.
16
2) Origin
a) Internal: persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya, orang
lain dan lingkunganya.
b) Eksternal : kurangnya dukungan keluarga, masyarakat, dan
kurang dukungan kelompok/ teman sebaya
3) Timing : stres terjadi dalam waktu dekat, stress terajdi secara
berulang ulang ? terus-menerus.
4) Number : sumber stres lebih dari satu dan stress dirasakan sbg
masalah
yg sangat ber Faktor presipitasi adalah faktor yang mencetuskan
terjadinya gangguan jiwa pada seseorang. Faktor presipitasi yang terjadi
pada gangguan jiwa menurut Yusuf, Dkk (2015) adalah :
a) Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan
dari kelompok dapat menimbulkan halausinasi.
b) Faktor psikologis
Intensitas kecernasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kernampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya
gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping
untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
c) Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi
realitas berkaitan dengan perubahan proses piker, afektif, persepsi,
motoric, dan social.
2.1.6 Psikodinamika
Proses terjadinya halusinasi dapat disebabkan oleh fungsi biologi, antara
lain dopamine dan neurotransmiter yang berlebihan, fungsi psikologis seperti
keturunan. Respon metabolic terhadap stress yang mengakibatkan pelepasan zat
17
halusinogen pada system limbik otak, atau terganggunya keseimbangan
neurotransmitter di otak.
Proses terjadinya halusinasi secara teori psikodinamika berfaktor atau
mengarah pada faktor predisposisi yaitu dimana proses gangguan persepsi sensori
disebabkan oleh masa perkembangan yang terganggu, misalnya control dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi hilangnya percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress. Seseorang yang
tidak diterima di lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian
dan tidak percaya pada lingkungannya yang dimana hal ini mempunyai pengaruh
terhadap terjadinya gangguan jiwa. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
traktivitasnya neurotransmitter otak, sehingga tipe kepribadian yang lemah bisa
menyebabkan terjadinya gangguan persepsi sensori (Sutejo, 2019).
18
2.1.8 Sumber Koping
1. Personal ablity
Ketidakmampuan memecahkan masalah, ada gangguan diri kesehatan
fisiknya, ketidakmampuan berhubungan dengan orang lain, pengetahuan
tentang penyakit dan intelegensi yang rendah, integritas ego yang tidak
adekuat.
2. Social support
Hubungan antara individu, keluarga, kelompok, masyarakat tidak
adekuat, komitmen dengan jaringan sosial tidak adekuat.
3. Material asset
Ketidakmampuan mengelola kekayaan, misalnya boros tidak punya uang
untuk berobat, tidak ada tabungan , tidak memiliki kekayaan dalam
bentuk barang, tidak ada pelayanan kesehatan dekat tempat tinggal.
4. Positif belief
Distress spiritual tidak memiliki motivasi, penilaian negatif terhadap
pelayanan kesehatan, tidak menganggap itu suatu gangguan.
2.1.9 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Terapi individu
1) Tindakan keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan SP
1-4 Pasien
19
2) Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pendekatan strategi
pelaksanaan SP 1-4 Pasien
b. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
1) TAK orientasi realitas
2) TAK stimulus persepsi
c. Terapi modalitas
1) Terapi aktivitas
a) Terapi musik
b) Terapi seni
c) Terapi menari
d) Terapi relaksasi
2) Terapi sosial
Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain.
3) Terapi Lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga.
2. Penatalaksanaan Medis
a. Haloperidol
b. Klorpromazine
c. Resperidone
d. Lorazepam
e. Asam valproate
f. Terapi kejang listrik atau electro compulsive therapy
(Muhith, 2015)
20
2.1.11 Fokus Intervensi
Menurut Sutejo, (2019) rencana tindakan keperawatan gangguan sensori persepsi: halusinasi yaitu sebagai berikut:
Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
(Tuk/Tum)
Gangguan TUM: Klien 1. Ekspresi wajah bersahabat 1. Bina hubungan saling percaya dengan Hubungan saling percaya
perubahan sensori mampu mengetahui menunjukkan rasa senang, ada mengemukakan prinsip komunikasi merupakan dasar untuk
persepsi: penyebab, akibat kontak mata, mau berjabat terapeutik: memperlancar interaksi
halusinasi dengar halusinasinya tangan mau menyrbutkan a. Sapa klien dengan ramah baik yang selanjutnya akan
(auditori) muncul nama, mau menjawab salam, verbal maupun nonverbal dilakukan
klien mau duduk b. Perkenalkan diri dengan sopan
berdampingan dengan c. Tanyakan nama lengkap dan nama
TUK 1: Klien dapat perawat mau mengutarakan panggilan yang disukai klien
membina hubungan maslah yang dihadapinya d. Jelaskan tujuan pertemuan
saling percaya e. Tunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
f. Beri perhatian kepada klien dan
perhatian kebutuhan dasar
TUK 2: Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan 1. Adakan kontak sering dan singkat 1. Selain untuk membina
mengenali waktu, isi, dan frekuensi secara bertahap hubungan saling
halusinasinya timbulnya halusinasi 2. Observasi tingkah laku klien yang percaya, kontak sering
terkait dengan halusinasinya: bicara dan singkat akan
21
dan tertawa tanpa stimulus dan memutus halusinasi.
memandang ke kiri /kanan/ke depan 2. Mengenal perilaku klien
seolah-olah ada teman bicara pada saat terjadi
3. Bantu klien mengenal halisinasinya halusinasi dapat
dengan cara: memudahkan perawat
a. Jika menemukan klien sedang dalam melakukan
berhalusinasi: tanyakan apakah ada intervensi
suara yang didengarnya. 3. Mengenal halusinasi
b. Jika klien menjawab ada, lanjutkan: memungkinkan klien
apa yang dikatakan suara itu. menghjindari faktor
Katakan bahwa perawat percaya timbulnya halusinasi.
klien mendengar suara itu, namun 4. Pengetahuan tentang
perawat sendiri tidak waktu isi, dan frekuensi
mendengarnya (dengan nada munculnya halusinasi
bersahabat tanpa menuduh/ dapat mempermudah
menghakimi) perawat
c. Katakan bahwa klien lain juga ada 5. Mengidentifikasi
yang seperti klien pengaruh halusinasi
d. Katakan bahwa perawat akan pada klien
membantu klien.
4. Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan atau
tidak menimbulkan halusinasi (jika
22
sendiri, jengkel, atau sedih)
b. Waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi,siang,sore) dan
malam, terus menerus sewaktu –
waktu
5. Diskusikan dengan klien tentang apa
yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut,sedih dan senang), beri
kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaannya
TUK 3: Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan 1. Bersama klien, identifikasi tindakan 1. Usaha untuk memutus
mengontrol tindakan yang biasanya yang dilakukan jika terjadi halusinasi halusinasi, sehingga
halusinasinya dilakukan untuk mengendalikan (tidur,marah,menyibukkan diri,dll) halusinasi tidak muncul
halusinasinya 2. Diskusikan manfaat dan cara yang kembali.
2. Klien dapat menyebutkan cara digunakan klien. Jika bermanfaat 2. Penguatan
baru mengontrol halusinasi. beri oujian kepada klien. (reinforcement) dapat
3. Klien dapat mendemonstrasikan 3. Diskusikan dengan klien tentang cara meningkatkan harga diri
cara
23
menghardik/mengusir/tidak baru mengontrol halusinasinya: klien.
memedulikan halusinasinya. a. Menghardik/mengusir tidak 3. Memberikan alternative
4. Klien dapat mengikuti aktuvitas memedulikan halusinasinya pilihan untuk
kelompok b. Bercakap-cakap dengan oran lain mengontrol halusinasi.
5. Klien dapat mendemonstrasikan jika halusinasinya muncul 4. Meningkatkan
kepatuhan minum obat untuk c. Melakukan kegiatan sehari-hari pengetahuan klien dalam
mencegah halusinasi. 4. Beri contoh cara menghardik memutus halusinasi.
halusinasi: “pergi! Saya tidak mau 5. Harga diri klien
mendengar kamu, saya mau mencuci meningkat memberi
piring/bercakap-cakap dengan suster klien kesempatan untuk
5. Beri pujian atas keberhasilan klien. mencoba cara yang telah
6. Minta klien mengikuti contoh yang dipilih.
diberikan dan minta klien 6. Memudahkan klien
mengulanginya. dalam mengendalikan
7. Sususn jadwal latihan klien dan minta halusinasi.
klien untuk mrngisi jadwal kegiatan 7. Stimulasi persepsi dapat
(self-evalcation) mengurangi perubahan
8. Anjurkan klien untuk mengikuti interpretasi realitas
terapi aktivitas kelompok, orientasi akibat halusinasi.
realita, stimulasi persepsi 8. Dengan mengetahui
9. Klien dapat menyebutkan jenis,dosis, prinsip penggunaan obat,
dan waktu minum obat, serta maka kemandirian klien
manfaat obat tersebut (prinsip 5 dalam hal pengobatan
24
benar . benar orang, benar obat dapat ditingkatkan
benar dosis, benar waktu dan benar 9. Dengan menyebutkan
cara pemberian). dosis, frekuensi,dan
10. Diskusikan dengan klien tentang jenis caranya, klien
obat yang diminum ( nama, warna, melaksanakan program
dan besarnya): waktu minum obat pengobatan.
(3x: pukul 07.00, 13.00 dan 19.00) 10.Menilai kemampuan
11. Diskusikan proses minum obat: klien dalam
a. Klien meminta obat kepada pengobatannya sendiri.
perawat (jika dirumah sakit), 11.Dengan mengetahui efek
kepada keluarga (jika dirumah) samping, klien akan tahu
b. Klien memeriksa obat sesuai apa yang harus
dosisnya dilakukan setelah minum
c. Klien meminum obat pada waktu obat.
yang tepat
12. Anjurkan klien untuk bicara dengan
dokter mengenai manfaat dan efek
samping obat yang disarankan.
TUK 4: Keluarga 1. Keluarga dapat menyebutkan 1. Diskusikan dengan keluarga (pada saat 1. Untuk meningkatkan
dapat merawat klien pengertian, tanda, dan tindakan berkunjung)/ pada saat kunjungan pengetahuan seputar
dirumah dan menjadi untuk mengendalikan rumah): halusinasi dan
sistem pendukung halusinasi. 2. Gejala halusinasi yang dialami klien perawatannya pada
yang fektif untuk 3. Cara yang dapat dilakukan klien dan
25
klien 2. Keluarga dapat menyebutkan keluarga untuk memutuskan halusinasi pihak keluaraga
jenis, dosis. waktu pemberian, 4. Cara merawat anggota keluarga dengan 2. Dengan menyebutkan
manfaat, serta efek samping gangguann halusinasi dirumah: beri dosis, frekuensi, dan
obat kegiatan, jangan biarkan sendiri, caranya, keluarga
makan bersama, pergian bersama jika melaksanakan program
klien sedang sendiri dirumah, lakukan pengobatan.
kontak dengan dalam telepon. 3. Dengan mengetahui efek
5. Beri informasi tentang tindak lanjut samping, keluarga akan
(follow up) atau kapan perlu tahu apa yang harus
mendapatkan bantuan: halusinasi tidak dilakukan setelah minum
terkontrol dan risiko mencederai orang obat.
lain
6. Diskusikan dengan keluarga tentang
jenis, dosis, waktu pemberian, manfaat
dan efek samping obat
26
2.2 Konsep Progressive Muscle Relaxation (PMR)
2.2.1 Definisi
Progressive Muscle Relaxation merupakan teknik relaksasi yang
digunakan untuk mengurangi stres fisik dan psikologi. Teknik ini pertama kali
diperkenalkan oleh Jacobson tahun 1920-an. Gerakan ini dilakukan dengan
meregangkan dan merilekskan otot-otot besar secara teratur. Latihan ini
menurunkan ketegangan fisik dan efek sistem saraf simpatis dengan
meningkatkan kerja sistem saraf parasimpatis sehingga menurunkan denyut nadi,
tekanan darah, konsumsi oksigen dan kerja kelenjar keringat (Bahtiar, 2023).
Progressive Muscle Relaxation (PMR) adalah teknik sistematis untuk
mencapai keadaan relaksasi dimana metode yang ditetapkan melalui metode
progresif dengan tahap latihan berkesinambungan. Progressive Muscle Relaxation
(PMR) dapat dilakukan dengan cara menegangkan dan melemaskan otot skletal
sehingga otot menjadi lebih relaks (Ekasari dkk., 2019). Progressive Muscle
Relaxation yaitu program relaksasi yang ditujukan untuk pengurangan stres dan
penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. Prinsip tindakan dari relaksasi
ini adalah dengan melakukan penahanan pada otot kemudian merileksasikan otot
(Ratnawati, 2021).
2.2.2 Patofisiologi
27
(Adrenocorticotropic Hormone) di hipotalamus. Penurunan pelepasan kedua
hormon tersebut dapat mengurangi aktivitas saraf simpatis, mengurangi
pengeluaran adrenalin dan non-adrenalin. Hal tersebut menyebabkan penurunan
pompa jantung dan penurunan tekanan arteri di jantung sehingga terjadi
penurunan tekanan darah (Basri dkk., 2022).
2.2.3 Tujuan
2.2.4 Manfaat
28
2.2.5 Indikasi dan Kontraindikasi
1. Tahap Persiapan
Menurut (Rosdiana & Cahyati, 2021) tahap persiapan terapi Progressive
Muscle Relaxation (PMR) adalah :
a. Bina hubungan saling percaya, jelaskan prosedur, tujuan terapi kepada
pasien.
b. Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal serta lingkungan yang tenang
dan sunyi.
c. Posisikan pasien berbaring atau duduk di kursi dengan kepala di topang.
d. Persiapan klien :
1) Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur tujuan terapi pada pasien.
2) Posisikan tubuh klien secara nyaman yaitu berbaring dengan mata
tertutup menggunakan bantal dibawah kepala dan lutut atau duduk di
kursi dengan kepala di topang.
3) Lepaskan aksesoris digunakan seperti kacamata, jam dan sepatu.
4) Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain yang sifatnya
mengikat ketat.
2. Prosedur Kerja
Pelaksanaan terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) dilakukan sesuai
prosedur di bawah ini (Akhriansyah, 2019).
29
Gambar 2.1
Prosedur Pelaksanaan Terapi PMR
Sesi Satu :
1) Gerakan pertama : Gerakan pertama ditujukan
untuk otot dahi dan mata yang dilakukan dengan
cara mengerutkan dahi dan alis sekeras-kerasnya,
memenjangkan mata sekuat-kuatnya hingga kulit
terasa mengerut dan dirasakan ketegangan
disekitar dahi, alis dan mata. Lemaskan dahi,
alis, dan mata secara perlahan hingga 10 detik.
30
4) Gerakan keempat : Gerakan keempat ini
dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar
mulut. Moncongkan bibir ke depan sekeras-
kerasnya hingga terasa tegang di mulut.
Lemaskan mulut dan bibir secara perlahan
hingga 10 detik.
31
7) Gerakan ketujuh : Gerakan ketujuh ditujukan
untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk
mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat
dilakukan dengan cara mengangkat kedua bahu
ke arah telinga setinggi. Lemaskan atau turunkan
kedua bahu secara perlahan hingga 10 detik.
Sesi dua :
8) Gerakan ke delapan : Gerakan kedelapan
ditujukan untuk melatih otot tangan yang
dilakukan dengan cara menggenggam tangan kiri
sambil membuat suatu kepalan, buat kepalan ini
semakin kuat sambil merasakan sensasi
ketegangan yang terjadi. Pada saat kepalan
dilepaskan, Bapak/Ibu/Saudara rasakan rileks
selama 10 detik. Gerakan pada tangan kiri
dilakukan dua kali. Prosedur serupa juga
dilatihkan pada tangan kanan.
32
10) Gerakan kesepuluh : Gerakan kesepuluh adalah
melatih otot-otot lengan atau biseps. Otot biseps
adalah otot besar yang terdapat di bagian atas
pangkal lengan. Gerakan ini diawali dengan
menggenggam kedua tangan sehingga menjadi
kepalan kemudian membawa kedua kepalan ke
pundak sehingga otot-otot lengan bagian dalam
menegang. Lemaskan atau turunkan kedua
tangan secara perlahan hingga 10 detik.
33
13) Gerakan ketiga belas : Gerakan ketigabelas
bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Gerakan
ini dilakukan dengan cara menarik perut kearah
dalam atau mengempiskan sekuat-kuatnya.
Tahan selama 10 detik hingga perut terasa
kencang dan tegang. Lemaskan perut secara
perlahan hingga 10 detik
Sesi 3 :
Mengulangi gerakan 1-14
34
2.2.7 Penelitian Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2023), tentang penerapan terapi
Progresive Muscle Relaxation (PMR) pada penurunan gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran dan penglihatan, didapatkan hasil setelah dilakukan
intervensi pemberian terapi Relaksasi Otot Progresif (ROP) 5 hari didapatkan
Tn.W mengalami peenurunan frekuensi halusinasi Kesimpulan : dimana pasien
dapat melakukan terapi nonfarmakologis yaitu terapi Relaksasi Otot Progresif
(ROP) untuk menurunkan tanda-gejala pada halusinasi yang dideritanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurkayatun (2023), tentang pengaruh terapi
progressive muscle relaxation (PMR) terhadaptingkat kecemasanpasien kanker di
Rumah Singgah Kanker Samarinda, didapatkan hasil analisa yang didapatkan nilai
rata-rata mean kecemasan sebelum diberikan terapi progressive muscle relaxasion
(PMR) adalah 23.27 dan setelah diberikan terapi Progressive Muscle Relaxation
(PMR) responden mendapatkan perlakuan intervensiProgressive muscle
relaxatiom (pmr) sebanyak 3 kali dalam 3 hari berturut-turut didapatkan mean
20.05 dengan nilai P value = 0.000 (P<0.05).
Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2023), tentang mengontrol
marah secara fisik dengan relaksasi otot progresif pada pasien skizofrenia dengan
fokus studi risiko perilaku kekerasan di RSJ Prof. DR. Soerojo Magelang,
didapatkan hasil pada An. L terdapat penurunan skor Agression Questionaire dari
115 turun menjadi 72.
35
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah sebagai dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan perumusan masalah klien. Data
yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial dan spiritual (Saputri
& Mar’atus, 2021). Isi dari pengkajian, meliputi :
1. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, No MR, tanggal masuk RS dan tangal pengkajian.
2. Alasan masuk
Biasanya klien masuk dengan alasan sering mengamuk tanpa sebab, memukul,
membanting, mengancam, menyerang orang lain, melukai diri sendiri,
mengganggu lingkungan, bersifat kasar dan pernah mengalami gangguan jiwa
dimasa lalu kambuh karena tidak mau minum obat secara teratur (Keliat, 2016).
3. Faktor Predisposisi
a. Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu dan
pernah dirawat atau baru pertama kali mengalami gangguan jiwa.
b. Biasanya klien berobat untuk pertama kalinya kedukun sebagai alternative
serta memasung dan bila tidak berhasil baru di bawa kerumah sakit jiwa.
c. Trauma : Biasnya klien pernah mengalami atau menyaksikan
penganiayaan fisik, seksual, penolakan, dari lingkungan.
d. Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, kalau ada
hubungan dengan keluarga, gejala, pengobatan dan perawatan.
e. Biasanya klien pernah mengalami pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan misalnya, perasaan ditolak, dihina, dianiaya, penolakan
dari lingkungan (Parwati, Dewi & Saputra 2018).
36
4. Fisik Pengkajian fisik :
c. Yang kita temukan pada klien dengan prilaku kekerasan pada saat
pemeriksaan fisik (mata melotot, pandangan tajam, tangan mengepal,
rahang mengatup, wajah memerah).
5. Psikososial
a. Genogram
b. Konsep diri
Biasanya ada anggota tubuh klien yang tidak disukai klien yang
mempengaruhi keadaan klien saat berhubungan dengan orang lain sehingga
klien merasa terhina, diejek dengan kondisinya tersebut.
c. Identitas
d. Harga diri
37
tidak berharga, dihina, diejek dalam lingkungan keluarga maupun diluar
lingkungan keluarga.
6. Hubungan sosial
Menurut (Nadek, 2019), diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien
risiko perilaku kekerasan adalah :
38
BAB III
METODE PENELITIAN
39
3.3 Sampel
Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi. Sampel penelitian adalah Sebagian pasien dengan halusinasi yang ada di
ruang Cempaka dan ruang Bangau Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera
Selatan yang berjumlah 8 pasien. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini
sebagai berikut :
Kriteria inklusi :
a. Pasien bersedia diajak kontrak
b. Pasien merupakan pasien dengan halusinasi pendengaran baik laki-laki
maupun perempuan
c. Pasien kooperatif saat diajak berbicara
d. Pasien merupakan pasien ruang cempaka dan bangau RS Ernaldi Bahar
Kriteria eksklusi :
a. Pasien sudah mau pulang
b. Pasien tidak kooperatif
40
3.4 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat
dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar
variable (Setiadi, 2019). Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Independen
Terapi Progressive Muscle Relaxation
41
3.5 Kerangka Kerja
Bagan 3.2
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (Pmr) Terhadap Penurunan
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Di Rumah Sakit
Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2024
( Pre
HariTest
1) ( Hari Ke IIIntervensi
sampel hari ke X) i) Post Test
Sesi 1
P P
R O
E S
Kelompok Intervensi
T Sesi 2 T
Terapi Progressive Muscle
E Relaxation E
S S
T Sesi 3 T
42
Tabel 3.1
Definisi Operasional
43
3.7 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara suatu penelitian, patokan duga
atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut
(Notoatmodjo, 2020). Hipotesis dalam penelitian ini yaitu :
Ha : Ada pengaruh terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) terhadap
penurunan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran di Rumah Sakit
Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2024.
Ho : Tidak ada pengaruh terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) terhadap
penurunan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran di Rumah Sakit
Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2024.
44
3.9 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
3.9.1 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap persiapan dan
tahap pelaksanaan.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini peneliti mengurus surat perizinan tempat penelitian
dengan mengajukan surat permohonan izin penelitian dari pimpinan program
studi Ilmu Keperawatan STIK Bina Husada Palembang yang diajuakan ke
tempat penelitian.
2. Tahap Penelitian
Pada tahap ini, peneliti akan melakukan pengumpulan data dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mengumpulkan responden terlebih dahulu dengan mengambil responden
sesuai dengan kriteria.
b. Melakukan perkenalan identitas dengan responden.
c. Memberikan informasi penelitian dengan sejelas-jelasnya kepada responden
penelitian.
d. Melakukan kesepakatan atau informed concent kepada responden dan
melakukan kesepakatan yang akan dilakukan, dengan menjelaskan maksud
dan tujuan dari penelitian.
e. Membagikan kuesioner untuk mengukur gangguan persepsi sensori
halusinasi pendengaran.
f. Kuesioner dikumpulkan kembali.
g. Memberikan intervensi berupa terapi Progressive Muscle Relaxation
(PMR).
h. Membagikan kembali kuesioner untuk mengukur gangguan persepsi sensori
halusinasi pendengaran.
i. Ucapan terima kasih atas kerjasama antara responden dan peneliti.
45
3.9.2 Instrumen Pengumpulan Data
Instrument penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri dari beberapa
pertanyaan dalam bentuk objektif tentang gangguan persepsi sensori halusinasi
pendengaran, sebagai alat ukur melalui metode kuesioner.
46
JURNAL
Judul PENERAPAN TERAPI PROGRESSIVE MUSCLE
RELAXATION ( PMR ) PADA KLIEN ODGJ DENGAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
Jurnal Jurnal Ilmu Kesehatan
Volume & Volume 2 No. 8 & Halaman 273-276 ISSN 2964-2434
Halaman
Tahun 2023
Penulis Ayu Pratiwi¹, Titi Widiyanti², Tati Suryati³
Tanggal 15 Agustus
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1
Skor Halusinasi Sebelum Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) pada
pasien Halusinasi
Tabel 4.2
Skor Halusinasi Sesudah Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) pada
pasien Halusinasi
48
4.1.3 Pengaruh Halusinasi Sebelum dan Sesudah Terapi Progressive Muscle
Relaxation (PMR)
Tabel 4.2
Skor Halusinasi Sesudah Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) pada
pasien Halusinasi
49
Pada bab ini akan diuraikan hasil pembahasan penelitian mengenai “ Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR) terhadap penurunan Halusinasi pada
pasien di ruang bangau dan cempaka”. Penelitian ini dilakukan mulai
tanggal 8 februari sampai dengan 12 februari 2024, di Rumah Sakit Ernaldi
Bahar Palembang. Pada 8 responden, responden 1 atas nama Ny.D yang
berusia 34 tahun, responden 2 Nn.S yang berusia 25, responden 3 Ny.J yang
berusia 38 tahun, responden 4 Ny.N yang berusia 40 tahun, responden 5
Nn.B yang berusia 26 tahun, responden 6 Tn.A yang berusia 30 tahun,
responden 7 Tn.R yang berusia 35 tahun, responden 8 Tn.L yang berusia 38
tahun.
1. Gambaran Umum Lingkup Studi Kasus
Lokasi penelitan terletak di ruangan Cempaka dan Bangau. Responden
terdiri dari 8 responden yang berbeda ruangan. Ruang Campaka dan
Bangau termasuk salah satu ruangan rawat inap kesehatan jiwa yang ada
dirumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang.
2. Fokus Studi Kasus
Studi kasus ini upaya untuk menurunkan Halusinasi pada pasien jiwa di
ruangan Cempaka dan Bangau dengan memberikan Terapi Progressive
Muscle Relaxation (PMR), sehingga tidak terjadi halusinasi yang
berulang.
a. Kondisi Sebelum diberikan Intervensi
1) Responden 1
Dari hasil observasi yang dilakukan pada responden 1, responden
sering berbicara sendiri ketika ditegur mengatakan ada orang
yang mengajak berbicara.
2) Responden 2
Dari hasil observasi yang dilakukan pada responden 2.
Responden tampak berbicara sendiri seperti menelpon.
3) Responden 3
50
Dari hasil observasi yang dilakukan pada responden 3.
Responden tampak bingung ketika diajak berbicara dan sering
tertawa sendiri.
4) Responden 4
Dari hasil observasi yang dilakukan pada responden 4.
Responden sering berbicara sendiri ketika ditegur pasien tampak
kebingungan.
5) Responden 5
Dari hasil observasi yang dilakukan pada responden 5.
Responden sering melakukan kegiatan mengelilingi ruangan saat
ditanya pasien sedang berhalusinasi berolahraga bersama teman
– temanya.
6) Responden 6
Dari hasil observasi yang dilakukan pada responden 6.
Responden sering mendengar suatu bisikan dan sering berbicara
sendiri.
7) Responden 7
Dari hasil observasi yang dilakukan pada responden 7.
Responden sering berbicara sendiri dan sering membuka paksa
pintu saat ditanya pasien mengatakan sedang bekerja menjadi
kuli bangunan.
8) Responden 8
Dari hasil obserbvasi yang dilakukan pada responden 8.
Responden sering berbicara sendiri dan tampak bingung saat
ditanya.
51
Proses intervensi Responden 1
52
menenangkan pikiran (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. tampak lebih rileks dan
nyaman serta
mengikuti arahan
perawat dengan baik.
Pertemuan ke – 5 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang saat Muscle Relaxation
menenangkan pikiran melakukan Terapi (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. Progressive Muscle lebih rileks dan nyaman
Relaxation (PMR). serta mengiktui arahan
perawat.
53
Proses intervensi Responden 2
54
dan tubuh agar rileks. tampak lebih rileks dan
nyaman serta
mengikuti arahan
perawat dengan baik.
Pertemuan ke – 5 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang saat Muscle Relaxation
menenangkan pikiran melakukan Terapi (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. Progressive Muscle lebih rileks dan nyaman
Relaxation (PMR). serta mengiktui arahan
perawat.
55
pada klien berkurang nyaman
saat melakukan
terapi.
Pertemuan ke – 3 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sedikit Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang. Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien
dan tubuh agar rileks. mengatakan lebih rileks
dan nyaman.
Pertemuan ke – 4 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sudah Terapi Progressive
pegerakan untuk agak mendingan Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. tampak lebih rileks dan
nyaman serta
mengikuti arahan
perawat dengan baik.
Pertemuan ke – 5 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang saat Muscle Relaxation
menenangkan pikiran melakukan Terapi (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. Progressive Muscle lebih rileks dan nyaman
Relaxation (PMR). serta mengiktui arahan
perawat.
56
Proses intervensi Responden 4
57
Pertemuan ke Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan Terapi
–5 dan memberikan halusinasinya Progressive Muscle Relaxation
pegerakan untuk berkurang saat (PMR) klien sudah lebih rileks
menenangkan pikiran melakukan Terapi dan nyaman serta mengiktui
dan tubuh agar rileks. Progressive Muscle arahan perawat.
Relaxation (PMR).
58
pegerakan untuk berkurang. Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien
dan tubuh agar rileks. mengatakan lebih rileks
dan nyaman.
Pertemuan ke – 4 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sudah Terapi Progressive
pegerakan untuk agak mendingan Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. tampak lebih rileks dan
nyaman serta
mengikuti arahan
perawat dengan baik.
Pertemuan ke – 5 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang saat Muscle Relaxation
menenangkan pikiran melakukan Terapi (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. Progressive Muscle lebih rileks dan nyaman
Relaxation (PMR). serta mengiktui arahan
perawat.
59
yang diberikan peneliti.
Pertemuan ke – 2 Menurunkan halusinasi Klien mengikuti Klien mampu
dan memberikan Terapi Progressive mengikuti gerakan
pegerakan untuk Muscle Relaxation Terapi Progressive
menenangkan pikiran (PMR), klien Muscle Relaxation
dan tubuh agar rileks. mengatakan sedikit (PMR) namun belum
rileks dan nyaman hapal semua gerakan,
tampak halusinasi klien merasa rileks dan
pada klien berkurang nyaman
saat melakukan
terapi.
Pertemuan ke – 3 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sedikit Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang. Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien
dan tubuh agar rileks. mengatakan lebih rileks
dan nyaman.
Pertemuan ke – 4 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sudah Terapi Progressive
pegerakan untuk agak mendingan Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. tampak lebih rileks dan
nyaman serta
mengikuti arahan
perawat dengan baik.
Pertemuan ke – 5 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang saat Muscle Relaxation
menenangkan pikiran melakukan Terapi (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. Progressive Muscle lebih rileks dan nyaman
Relaxation (PMR). serta mengiktui arahan
60
perawat.
61
dan memberikan halusinasinya sudah Terapi Progressive
pegerakan untuk agak mendingan Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. tampak lebih rileks dan
nyaman serta
mengikuti arahan
perawat dengan baik.
Pertemuan ke – 5 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang saat Muscle Relaxation
menenangkan pikiran melakukan Terapi (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. Progressive Muscle lebih rileks dan nyaman
Relaxation (PMR). serta mengiktui arahan
perawat.
62
rileks dan nyaman hapal semua gerakan,
tampak halusinasi klien merasa rileks dan
pada klien berkurang nyaman
saat melakukan
terapi.
Pertemuan ke – 3 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sedikit Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang. Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien
dan tubuh agar rileks. mengatakan lebih rileks
dan nyaman.
Pertemuan ke – 4 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya sudah Terapi Progressive
pegerakan untuk agak mendingan Muscle Relaxation
menenangkan pikiran (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. tampak lebih rileks dan
nyaman serta
mengikuti arahan
perawat dengan baik.
Pertemuan ke – 5 Menurunkan halusinasi Klien mengatakan Setelah dilakukan
dan memberikan halusinasinya Terapi Progressive
pegerakan untuk berkurang saat Muscle Relaxation
menenangkan pikiran melakukan Terapi (PMR) klien sudah
dan tubuh agar rileks. Progressive Muscle lebih rileks dan nyaman
Relaxation (PMR). serta mengiktui arahan
perawat.
63
Progressive Muscle Relaxation (PMR), sebelum tindakan
intervensi responden sering berbicara sendiri ketika ditegur
mengatakan ada orang yang mengajak berbicara. Setelah
dilakukan Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
Responden 1 mengatakan lebih rileks dan nyaman serta
mengikuti arahan perawat.
2) Responden 2
Dalam studi selama 5 hari penelitian dan dilakukan 5 kali
pertemuan, peneliti dapat mengevaluasi hasil dari Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR), sebelum tindakan
intervensi responden . Responden tampak berbicara sendiri
seperti menelpon. Setelah dilakukan Terapi Progressive
Muscle Relaxation (PMR) Responden 2 mengatakan lebih
rileks dan nyaman serta mengikuti arahan perawat.
3) Responden 3
Dalam studi selama 5 hari penelitian dan dilakukan 5 kali
pertemuan, peneliti dapat mengevaluasi hasil dari Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR), sebelum tindakan
intervensi responden . Responden tampak berbicara sendiri
seperti menelpon. Setelah dilakukan Terapi Progressive
Muscle Relaxation (PMR) Responden mengatakan lebih
rileks dan nyaman serta mengikuti arahan perawat.
4) Responden 4
Dalam studi selama 5 hari penelitian dan dilakukan 5 kali
pertemuan, peneliti dapat mengevaluasi hasil dari Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR), sebelum tindakan
intervensi responden . Responden sering berbicara sendiri
ketika ditegur pasien tampak kebingungan Setelah dilakukan
Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) Responden
mengatakan lebih rileks dan nyaman serta mengikuti arahan
perawat.
64
5) Responden 5
Dalam studi selama 5 hari penelitian dan dilakukan 5 kali
pertemuan, peneliti dapat mengevaluasi hasil dari Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR), sebelum tindakan
intervensi responden . Responden sering melakukan kegiatan
mengelilingi ruangan saat ditanya pasien sedang
berhalusinasi berolahraga bersama teman – temanya Setelah
dilakukan Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
Responden mengatakan lebih rileks dan nyaman serta
mengikuti arahan perawat.
6) Responden 6
Dalam studi selama 5 hari penelitian dan dilakukan 5 kali
pertemuan, peneliti dapat mengevaluasi hasil dari Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR), sebelum tindakan
intervensi responden . Responden sering mendengar suatu
bisikan dan sering berbicara sendiri Setelah dilakukan Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR) Responden
mengatakan lebih rileks dan nyaman serta mengikuti arahan
perawat.
7) Responden 7
Dalam studi selama 5 hari penelitian dan dilakukan 5 kali
pertemuan, peneliti dapat mengevaluasi hasil dari Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR), sebelum tindakan
intervensi responden . Responden sering berbicara sendiri
dan sering membuka paksa pintu saat ditanya pasien
mengatakan sedang bekerja menjadi kuli bangunan. Setelah
dilakukan Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
Responden mengatakan lebih rileks dan nyaman serta
mengikuti arahan perawat.
8) Responden 8
65
Dalam studi selama 5 hari penelitian dan dilakukan 5 kali
pertemuan, peneliti dapat mengevaluasi hasil dari Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR), sebelum tindakan
intervensi responden . Responden sering berbicara sendiri
dan tampak bingung saat ditanya Setelah dilakukan Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR) Responden
mengatakan lebih rileks dan nyaman serta mengikuti arahan
perawat.
c. Perbandingan Kondisi Klien Sebelum dan Sesudah
Diberikan Intervensi
Sebelum melakukan Terapi Progressive Muscle Relaxation
(PMR) kepada 8 responden didapatkan pasien tampak
berhalusinasi dan tampak tidak kooperatif.
Setelah dilakukan Terapi Progressive Muscle Relaxation
(PMR) kepada 8 responden selama 5 hari dengan masing -
masing responden melakukan 5 kali latihan Terapi Progressive
Muscle Relaxation (PMR). Hal ini menunjukkan bahwa Terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR) dapat mempengaruhi
penurunan halusinasi pada pasien.
4.2 Pembahasan
Sebelum melakukan teknik otot progresif atau terapi PMR yang
digunakan untuk pasien halusinasi di ruang cempaka dan bangau Rs
Ernaldi Bahar Palembang. Jumlah responden dalam melakukan terapi
PMR berjumalah 8 orang. Terapi ini dilakukan pada tanggal 8 – 12
februari selama 5 hari.
Halusinasi pada klien setelah penerapan terapi PMR menunjukkan
pasien rata-rata mengalami penurunan halusinasi dan menjadi rileks serta
tenang dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dermawan (2017)
perkembangan 8 responden mengatakan halusinasi berkurang setelah
dilakukan terapi pmr.
66
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka disarakan bagi pasien
yang ada diruang cempaka maupun bangau rutin menerapkan serta
melakukan terapi PMR agar halusinasinya bukan hanya berkurang tetapi
tidak lagi mnegalami halusinasi yang berulang.
67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan mengenai pengaruh terapi Progressive Muscle
Relaxation (PMR) terhadap pasien Halusinasi :
1. Sebelum dilakukan terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) pada klien
Halusinasi di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang, klien tidak mampu
mengontrol Halusinasi , tidak mengetahui manfaat terapi Progressive Muscle
Relaxation (PMR) , tampak sering berhalusinasi.
2. Setelah diberikan terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR), klien dapat
mengontrol halusinasi dapat mempraktikan terapi yang diajarkan, klien
mengatakan merasa tenang, rileks setelah melakukan terapi.
5.2 Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Dengan laporan ini agar kepada pihak Rumah Sakit dapat menerapkan terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR) ke dalam aktivitas terjadwal pasien
Halusinasi guna untuk mengurangi Halusinasi pada pasien .
2. Bagi Institusi
Agar laporan Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)ini dapat
dijadikan sebagai bahan ajar, khususnya dalam bidang Keperawatan dan
dapat digunakan sebagai Referensi dalam membuat laporan tentang terapi
Progressive Muscle Relaxation (PMR) pada pasien Halusinasi.
3. Bagi Masyarakat
Agar dapat menjadi bahan bacaan yang bermanfaat untuk masyarakat jika ada
orang terdekat yang mengalami Halusinasi, kegiatan Terapi Progressive
Muscle Relaxation (PMR) dapat dijadikan aktivitas terjadwal untuk orang
yang mengalami Halusinasi untuk mengurangi yang dialami orang tersebut.
68
DAFTAR PUSTAKA
Dalami. (2019). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Trans Info
Media.
Sunaryo. (2019). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika.
Wulandari. (2023). Mengontrol marah secara fisik dengan relaksasi otot progresif
pada pasien skizofrenia dengan fokus studi risiko perilaku kekerasan di RSJ
Prof. DR. Soerojo Magelang. Poltekkes Kemenkes Semarang, Vol 11
Yosep dan Sutini. (2021). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Refika Aditama.
LAMPIRAN
Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN
A. DATA DEMOGRAFI
Petunjuk: Isilah data yang sesuai dengan pertanyaan, dan berikan tanda
1. Nama Responden :
3. Jenis kelamin :
Perempuan
Laki-laki
B. PENILAIAN SKALA RUFA GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
(HALUSINASI PENDENGARAN)
Penilaian
No Indikator Gangguan Persepsi Sensori Ya Tidak
(0) (1)
1. Pikiran Tak berdaya
Dikuasai halusinasi
Masih tidak berdaya
Masih mengalami halusinasi
Mulai bisa mengontrol diri
Bisa mengontrol perilakunya
2. Afek Terjadi terus menerus
Kadang masih labil
Labil hanya jika halusinasinya muncul
3. Tindakan Perilaku terteror semacam panic
Risiko tinggi bunuh diri atau membunuh orang
lain
Aktivitas fisik merefleksikan halusinasi
(kekerasan, agitasi, menarik diri)
Tak mampu berespon terhadap perintah yang
komfleks
Tidak mampu merespon terhadap satu orang
lebih
Tidak mampu membedakan yang nyata dan tidak
nyata
Perilaku dikendalikan oleh halusinasinya
Kesulitan berhubungan dengan orang lain
Rentang perhatian hanya beberapa detik/menit
Gejala fisik seperti ansietas berat, keringat
dingin, tremor, tidak mampu mengikuti perintah
Meningkatnya gejala saraf
Tanda-tanda vital meningkat
Perhatian sedikit menyempit
Asyik dengan pengalaman sensori
Belum mampu membedakan halusinasi dengan
kenyataan
Skor Rufa :
Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) ini menggunakan pretest dan
postest pada pasien dengan halusinasi pendengaran. Instrumen yang digunakan
dalam pengumpulan data pada intervensi ini yaitu lembar observasi. Lembar
observasi dapat berupa kuesioner (Siyoto & Sodik, 2015).Lembar observasi terdiri
dari 23 pertanyaan mengenai kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi.
Pengisian lembar observasi dilakukan dengan memberikan tanda checklist ().
Lampiran 2
DOKUMENTASI