Anda di halaman 1dari 164

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN. A DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL


DI DESA KLEDOKAN KABUPATEN SLEMAN PROVINSI
YOGYAKARTA
Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gerontik

Dosen Pembimbing : Risky Erwanto,M.Kep.,Ns., Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh :

DESY KURNIA SARI

20160039

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan dengan judul :


“Laporan Pendahuluan Dan Asuhankeperawatan Pada Tn. A Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal Di Desa Kledokan Kabupaten Sleman
Provinsi Yogyakarta

Laporan ini disusun oleh:

Nama : Desy Kurnia Sari, S.Kep

NIM : 20160039

Telah diperiksa, disetujui, dan dipertanggungjawabkan kepada Dosen


Pembimbing Program Studi Pendidikan Profesi Ners, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Respati Yogyakarta, pada:

Hari :

Tanggal :

Waktu :

Tempat/Ruangan :

Pembimbing Mahasiswa

Risky Erwanto,M.Kep.,Ns., Sp.Kep.Kom Desy Kurnia Sari, S.Kep


NIK: 450309015 NIM:20160039

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan yang berjudul,
““Laporan Pendahuluan Dan Asuhankeperawatan Pada Tn. A Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal Di Desa Kledokan Kabupaten Sleman
Provinsi Yogyakarta.
Laporan ini tersusun atas upaya maksimal penulis dengan bimbingan,
arahan, serta dukungan dari bapak/ibu pembimbing dan berbagai pihak sehingga
dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Risky Erwanto,M.Kep.,Ns., Sp.Kep.Kom selaku dosen pembimbing lahan


praktik komunitas yang telah memberikan arahan serta bimbingan selama
stase keperawatan gerontik.
2. Tn. A selaku responden yang telah berpartisipasi aktif sebagai penerima
asuhan keperawatan gerontik.
3. Semua pihak yang telah terlibat dan memberikan dukungan baik moral
maupun material yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis dan bagi
pembaca khususnya dalam ilmu keperawatan gerontik . Penulis memohon maaf
apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang tidak disengaja dalam penulisan
laporan ini.
Yogyakarta, 28 Mei 2021

Desy Kurnia Sari, S.Kep


ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................i

KATA PENGANTAR..................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1

B. Tujuan........................................................................................................4

1. Tujuan Umum........................................................................................4

2. Tujuan Khusus.......................................................................................4

BAB II TINJAUANTEORI........................................................................6

A. Anatomi Fisiologi Sistem Terkait..............................................................6

B. Proes Menua.............................................................................................18

C. Penuaan Sistem Terkait............................................................................18

D. Faktor Resiko Yang Mempengarugi Sistem Terkait...............................19

E. Konsekuensi Fungsional Sistem Terkait..................................................20

F. Macam-Macam Gangguan Sistem Terakait.............................................23

G. Pathway Penuaan Sistem Terkait.............................................................41

H. Asuhan Keperawatan (Teori)...................................................................42


iii
BAB III TINJAUAN KASUS....................................................................53

A. Pengkajian ...............................................................................................53

B. Diagnosa Keperawatan............................................................................86

C. Rencana Tindakan....................................................................................89

D. Implementasi&Evaluasi ..........................................................................89

BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................101

A. Gambaran TeknisIntervensi Pada Lansia..............................................101

B. Perubahan Kondisi Lansi Sebelum Dan Setelah Intervensi...................102

C. Dasar Teori Yang Digunakan Untuk Intervensi....................................104

D. Bukti Ilmiah Lain Yang Mendukung Intervensi....................................107

E. Hambatan Dan Kelemahan Aplikasi Intervensi.....................................112

BAB V PUNUTUP....................................................................................113

A. Kesimpulan............................................................................................113

B. Saran ......................................................................................................113

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. SLKI DAN SIKI

2. SAP Osteoartritis

3. Pre Planning Kompres Jahe Dan Terapi Musik Gamelan

4. Media (Lembar Balik Osteoartritis)

5. Dokumentasi (foto alat dan bahan Intervensi dan Foto Kegiatan

iiii
ivi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami

perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini akan

memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk

kesehatannya. Oleh karena itu, kesehatan manusia lanjut usia perlu

mendapat perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar

selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan

kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam

pembangunan (UU Kesehatan No 23 Tahun 1992 Pasal 19). Menua

merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu

tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua

merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap

kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006 dalam Kholifah

Nur Siti, 2016).

Proses penuaan pada lansia merupakan proses akumulasi

perubahan yang kompleks. Disebut kompleks karena berkaitan dengan

perubahan proses multidimensional fisik. Ditinjau dari sisi biologis,

penuaan merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh akibat

perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ

1
sehingga terjadi kemunduran fisiologis, psikologis, dan sosial seiring

meningkatnya usia (BPS, 2020).

Didunia proporsi lansia diperkirakan akan terus meningkat bahkan

penambahan lansia menjadi yang paling mendominasi apabila

dibandingkan dengan penambahan populasi penduduk pada kelompok usia

lainnya. Data World Health Organiation (WHO) didapatkan pada tahun

2015 ada 901 juta orang berusia 60 tahu atau lebih yang terdiri atas 12%

dari jumlah populasi global. Pada tahun 2015 dan tahun 2030, jumah orang

berusia 60 tahun atau lebih diproyeksi akan tumbuh sekitar 56% dari 901

juta menjadi 1,4 Milyar, dan pada tahun 2050 populasi lansia diproyeksi

lebih dari dua kali lipat yaitu mencapai 2,1 Milyar (United Nations, 2015)

Pada tahun 2010, diperkirakan terdapat 524 juta penduduk dunia

yang berusia 65 tahun keatas atau sekitar 8 % dari seluruh jumlah populasi

dunia (WHO, 2016). Menurut data BPS Susenas Maret (2020) di

Indonesia terdapat 9,92 % atau 26,82 juta penduduk lansia dari total

jumlah penduduk Indonesia. Distribusi penduduk lansia berdasarkan jenis

kelamin yaitu 52,29 % lansia perempuan dan 47,71 % laki-laki,

berdasarkan kelompok usia yaitu lansia muda (60-69 tahun) 64,29 %,

lansia madya (70-79 tahun) 27,23 % , dan lansia tua (> 80 tahun) 8,49%.

Pada tahun 2020, hampir separuh lansia Indonesia mengalami

keluhan kesehatan, baik fisik maupun psikis (48,14 persen). Sementara itu,

persentase lansia yang mengalami sakit, besarannya hampir mencapai

2
seperempat lansia yang ada di Indonesia (24,35 persen) (BPS, 2020).

Secara umum, penyakit yang dialami para lansia merupakan penyakit tidak

menular yang bersifat degeneratif atau disebabkan oleh faktor usia

misalnya penyakit jantung, diabetes mellitus, stroke, rematik dan cidera

(Kemenkes RI, 2019).

Lanjut usia atau yang sering disebut dengan akronim lansia

merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun

keatas (PERMENKES Nomor 25 tahun 2016). Penduduk lanjut usia terus

mengalami peningkatan seiring kemajuan di bidang kesehatan yang

ditandai dengan meningkatnya angka harapan hidup dan menurunnya

angka kematian. Pada lansia sistem muskuloskeletal akan mengalami

beberapa perubahan seperti perubahan pada jaringan penghubung (kolagen

dan elastin), berkurangnya kemampuan kartilago untuk beregenerasi,

kepadatan tulang berkurang, perubahan struktur otot, dan terjadi

penurunan elastisitas sendi. Hal ini yang menyebabkan sebagian besar dari

lansia mengalami gangguan sistem muskuloskeletal, yang menyebabkan

nyeri sendi (Ernawati, 2016).

Ada beberapa penyakit yang di sebabkan oleh penurunan ata

gangguan pada sistem muskuloskeletal diantaranya osteoartritis,

osteoporosis, atau gout artritis. Osteoartritis (OA) merupakan penyakit

sendi degeneratif kronis yang menyerang tulang rawan artikular. Penyakit

ini erat kaitannya dengan proses penuaan dan sebagian besar berlokasi di

3
sendi lutut, pinggul, jari, dan daerah vertebra lumbal oleh karena proses

penekanan yang terus menerus selama beberapa tahun (Direktorat

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, 2016).

Sendi lutut merupakan sendi di ekstrimitas bawah yang paling sering

mengalami osteoartritis (Soeryadi et al., 2017).

Data WHO menunjukkan distribusi pasien OA yang berusia di atas

60 tahun di seluruh dunia pada pria adalah 9,6% dan 18,0% pada wanita.

Di Indonesia, prevalensi OA lutut pada pasien yang berusia 40-60 tahun

dan telah ditegakkan dengan pemeriksaan radiologis mencapai 15,5% pada

pria sedangkan pada wanita mencapai 12,7% (Sonjaya et al., 2014). Data

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia pada tahun 2013 dari hasil

wawancara responden dengan jumlah sampel. 722.329 orang yang berusia

≥15 tahun dari tiap provinsi di Indonesia didapatkan rata-rata prevalensi

penyakit sendi sebesar 24,7%.

Dengan demikian dalam makalah kami akan membahas tentang

penuaan sistem mukuloskletal (osteoartritis) pada lansia beserta asuhan

keperawatan yang akan diberikan pada lansia jika mengalami gangguan

pada system tersebut.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

4
Mahasiswa Profesi ners mampu melakukan Asuhan Keperawatan

Gerontiksesuai dengan masalah yang di alami.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui Anatomi dan Fisiologi dari Sistem

Muskuloskeletal

b. Untuk mengetahui Proses Penuaan Pada Sistem Terkait

c. Untuk mengetahui Faktor yang Mempengaruhi Sistem Terkait

d. Untuk mengetahui Konsekuensi Fungsional Sistem Terkait

e. Untuk mengetahui Macam-macam Gangguan Sistem Terkait

f. Untuk mengetahui Proses Perjalanan Penyakit Melalui Pathway

g. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan (Pengkajian – Evaluasi)

secara Teoritis

h. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan (Pengkajian – Evaluasi)

menggunakan SDKI,SLKI,SIKI

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Terkait

1. Tulang

Tulang tersusun atas sel, matriks, protein dan deposit mineral. Sel-

selnya terdiri atas 3 jenis dasar -osteoblast, osteosit dan osteoklas.

Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mengekskresikan

matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% substansi dasar

(glukosaminoglikan dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka

dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel

dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak di

dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuklear yang

berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remodeling tulang (Smeltzer

& Bare, 2002).

Tulang-tulang rangka di kelompokkan menurut bentuk dan strukturnya:

6
a. Tulang panjang (Ossa longa), misalnya tulang-tulang berrongga

ekstremitas, seperti femur dan humerus.

b. Tulang pendek (Ossa brevia), misalnya ossa carpalia dan ossa tarsalia.

c. Tulang pipih (Ossa plana), misalnya iga (costa), sternum, scapula,

pelvis, tulang-tulang tengkorak.

d. Tulang berisi udara (Ossa pneumatica), misalnya os frontale, os

ethmoidale, maxsila, os sphenoidale.

e. Tulang tak beraturan (Ossa irregularia, tidak dapat digolongkan

kedalam tulang jenis lain), misalnya patella, os piriformis.

f. Tulang-tulang asesori (Ossa accessoria, tulang aksesori yang tidak

sering ditemukan pada semua rangka manusia), misalnya tulang-tulang

sutura pada tengkorak, costa cervicalis.

(Paulsen & Waschke, 2013)

1) Fungsi Hematopoietik

Tulang merupakan rumah bagi jaringan hematopoietik, yang

menghasilkan sel – sel darah. Pada individu dewasa sel – sel darah

dibentuk di rongga sumsum pada tengkorak, tulang belakang, rusuk,

sternum, bahu, dan pelvis (Black & Hawks, 2014)

2) Peran Tulang dalam Homeostasis

Tulang berperan penting dalam keseimbangan mineral; mereka

menyimpan kalsium, fosfor, sodium, kalium, dan mineral lainnya dan

melepaskan mereka untuk metabolisme selular dan untuk digunakan

oleh sistem tubuh lainnya (Black & Hawks, 2014).


7
2. Sendi

Sendi merupakan hubungan antara dua tulang atu lebih. Tulang-

tulang dalam tubuh di hubungkan satu sama lain dengan sendi atau

artikulasi yang memungkinkan berbagai macam gerakan. Ada tiga macam

sendi: sinartrosis, amfiartrosis, dan diartrosis. Sendi sinartrosis adalah

sendi yang tak dapat di gerakkan misalnya, sendi pada tulang tengkorak.

Amfiartrosis , seperti sendi pada vertebra dan simfisis pubus,

memungkinkan gerakan terbatas. Diartrosis adalah sendi yang mampu di

gerakkan secara bebas (Smeltzer & Bare, 2002).

Pada sendi yang dapat di gerakan, ujung persendian tulang di

tutupi oleh tulang rawan hialin yang halus. Persendian tulang tersebut di

kelilingi oleh selubung fibrus kuat kapsul sendi. Kapsul di lapisi oleh

membran sinovium, yang mensekresi pelumas dan perendam getaran ke

dalam kapsul sendi. Pada beberapa sendi sinofial terdapat diskus

fibrokartilago di antara permukaan tulang rawan sendi. Bagian merupakan

peredam getaran (Smeltzer & Bare, 2002).

Paulsen & Waschke, (2013) Jenis-jenis sendi di anataranya;

a. Jenis sendi diartrosi

1) Sendi fibrosa, Junctura fibrosan (syndesmosis).

Sendi fibrosa antar tulang ditemukan di sutura tengkorak,

syndesmosis (misalnya sambungan-sambungan fibrosa antara tibia

dan fibula atau radius dan ulna), dan ghomposis (misalnya tautan
8
fibrosa pada gigi di kantong alveolusnya pada maxilla dan

mandibula).

2) Sendi tulang, Junctura ossea (Synostosis)

Pada sendi tulang, tulang menyatu seperti yang terlihat pada sakrum

3) Sendi Kartilago, Junctura Cartilaginea (Synchondrosis)

Sendi kartilago menghubungkan tulang melalui kartilago hialin

sinkondrosis, (misalnya sambungan antara iga dan clavicula) atau

fibro kartilago simfisis, (misalnya symphysis pubical)

4) Sendi sinovial sebenarnya), junctura synovialis (Articulatio

synovialis, Diarthrosis)

Kartilago hialin pada ujung-ujung tulang membungkus tulang

subkondral. Kapsul sendi membungkus rongga sendi dan terdiri dari

membran fibrosa disebelah luar (Membrana Fibrosa) dan membran

sinovial di bagian dalam (Membrana Synovialis)

5) Sendi, Jumcturae synoviales (Articulationes, Diarthroses)

Sendi biasanya memperbesar rentang gerakan (range of motion)

secara signifikan. Sendi digolongkan menurut bentuk permukaan

masing-masing sendi atau kebebasan gerak yang diperbolehkan.

Berdasarkan sumbu utama gerakan, kita membedakan sendi

uniaksial, biaksial, dan muktiaksial

a) Sendi engsel, articulatio cylindrica (Ginglymus) : sendi uniaksial,

memungkinkan fleksi dan ekstensi

9
b) Sendi konoid, articulatio trochoidea : sendi uniaksial,

memungkinkan pergerakan rotasi

c) Sendi ungkit, artuculatio conoidea : sendi uniaksial,

memungkinkan pergerakan rotasi

d) Sendi kondilar, articulatio ovoidea, articulatio ellipsoidea ; sendi

biaksial, memungkinkan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, dan

pergerakan rotasi terbatas

e) Sendi pelana, articulatio sellaris : sendi biaksial, memungkinkan

fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, dan gerakan rotasi terbatas

f) Sendi bulat atau sendi ball and socket, articulatio spheroidea :

sendi multiaksial, memungkinkan fleksi, ekstensi,

abduksi,adduksi, dan pergerakan rotasi

g) Sendi datar,articulatio plana : sendi multiaksial, memungkinkan

gerakan menggelincir sederhana dengan arah yang berbeda-beda

10
Gambar 2.1. Tulang rangka penyusun sendi lutut dapat dilihat

a) Tampak anterior

11
b) Tampak posterior

Sumber : Netter, (2014) dalam Azizah, (2019)


3. Sistem otot

Otot rangka dibentuk oleh sejumlah serabut yang diameternya berkisar

sekitar 10-80µm masing-masing serabut membentang diseluruh panjang

otot, masing-masing serabut biasanya hanya diporsyarafi oleh satu ujung

saraf yang terletak didekat bagian tengah serabut (Guyton, 2011).

a. Otot Rangka

Secara mikroskopik, serabut-serabut otot memperlihatkan garis-garis

melintang yang khas. Berdasarkan bentuknya, otot rangka dibagi

menjadi :

1) Satu kepala, serabut-serabut otot sejajar (musculus fusiformis)

2) Dua kepala, serabut-serabut otot sejajar (musculus biceps)

3) Satu perut, serabut-serabut oto sejajar (musculus biventer)

4) Banyak kepala, otot pipih (musculus planus)

5) Otot berperut banyak dengan perpotongan-perpotongan tendo

(musculus intersectus)

6) Otot unipenatus (musculus semipennatus)

7) Otot bipenatus (musculus bipennatus)

(Paulsen & Waschke, 2013)

12
Otot rangka melekat pada tulang atau rangka tubuh. Otot rangka

dinamakan demikian karena beberapa hal yaitu: (1) pergerakan

(misalnya, fleksi, ekstensi dengan pergerakan pada tulang rangka), (2)

bentuk (misalnya kuadrileteral, memanjang), (3) letak ( yaitu perlekatan

otot pada rangka ), (4) insersi (yaitu perlekatan yang dapat bergerak

pada otot), (5) jumlah divisi, (6) lokasi, atau (7) arah serat (misalnya

transversal) (Black & Hawks, 2014).

b. Otot Polos

Otot polos tidak memiliki lurik yang terlihat. Berkontraksi secara

involunter dan terdapat pada dinding – dinding rongga organ ( misalnya

saluran pencernaan, pembuluh darah, kandung kemih ) dan area lain

(misalnya, mata ). Gap junction antara sel –sel otot polos menghasilkan

koordinasi gerak (Black & Hawks, 2014).

Otot polos yang terdiri atas serabut serabut oto kecil umumnya

berdiameter 1-5 µm dan panjang 20 – 5 µm. Otot polos setiap organ

jelas berbeda dengan kebanyakan organ dari berbagai hal :

1) Ukuran fisik.

2) Susunan untuk membentuk lembaran.

3) Respon terhadap berbagai jenis rangsangan

4) Sifat persarafan

5) Fungsi

Otot polos dibagi menjadi dua tife utama :

13
1)Otot polos multi-unit : terdiri atas serabut otot tersendiri dan terpisah.

Tiap serabut bekerja tanpa tergantung pada serabut lain dan sering

kali dipersarafi dari ujung saraf tunggal.

2)Otot polos tunggal : disebut juga otot polos sinstial. Suatu massa

yang terdiri atas beratus-ratus sampai beribu otot yang berkontraksi

bersama sebagai suatu unit-tunggal (Guyton & Hall, 2011)

c. Kontraksi otot skelet

Kontraksi otot dapat diakibatkan oleh kontraksi masing-masing

komponen sarkomer. Kontraksi sarkomer disebabkan oleh interaksi

antara miosin dalam filamen tebal dan aktin dalam filamen tipis, yang

saling mendekat dengan adanya peningkatan lokal kadar ion kalsium.

Ketika kadar sarkomer mulai menurun, filamen aktin dan miosin

berhenti dan sarkomer kembali ke panjang istirahat awalnya (relaksasi).

Aktin dan miosin tidak dapat berkontrakasi bila tak ada kalsium.

Depolarisasi sel otot normalnya terjadi sebagai respons terhadap

rangsangan yang di bawa oleh sel saraf. Komunikasi antara sel saraf

dan sel otot skelet disebut lower motor neuron. Neuron yang mengatur

aktivitas sel otot skelet dinamakan lower motor neuron. Neuron ini

bersal dari kornu anterior korda spinalis.

Sumber energi untuk sel otot adalah adenosin trifosfat (ATP) yang

dibangkitkan melaui metabolisme oksidatif seluler.Kreatinin fosfat

yang terdapat dalam sel otot, berperan sebagai cadangan kedua energi

metabolisme yang dapat di konversi menjadi ATP bila perlu. Pada


14
aktivitas rendah otot skelet mensintesis ATP dari oksidasi glukosa

menjadi air dan karbon dioksida. Selama masa aktivitas tinggi, bila

tidak tersedia oksigen yang memadai glukosa dimetabolisme menjadi

asam laktat, proses ini tidak efisien bila dibandingkan dengan jalur

oksidatif. Sehingga di perlukan lebih banyak glukosa dan harus di

sediakan oleh glikogen otot.

Selama kontraksi otot , energi yang dilepaskan dari ATP tidak

seluruhnya digunakan oleh aparatus kontraktil. Kelebihan energi ini

akan di lepaskan dalam bentuk panas dan pada saat menggigil karena

kedinginan, kebutuhan untuk menghasilkan panas adalah rangsangan

utama dari kontraksi otot (Guyton, 2011).

Timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam urutan tahap

tahap berikut :

1) Suatu potensial aksi berjalan disepanjang sebuah saraf motorik

sampai ke ujungnya pada serabut otot.

2) Disetiap ujung, saraf menyekresi zat neurotranmiter, yaitu

asetilkolin, dalam jumlah sedikit.

3) Asetikolin bekerja pada daerah setempat pada daerah setempat pada

membran serabut otot untuk membuka banyak kanal kation

“berpintu asetilkolin” melalui molekul protein yang terapung pada

membran.

15
4) Terbukanya kanal berpintu asetilkolin memungkinkan

memungkinkan sejumlah besar ion natrium untuk berdifusi ke

bagian dalam membran serabut otot.

d. Otot jantung

Otot jantung (miokardium) bersifat involunter dan hanya terdapat

pada jantung. Otot ini terdiri atas sel – sel otot yang bercabang dan

berlurik yang dihubungkan oleh tautimbas (gap junction). Gap junction

adalah hubungan antara sel – sel yang memungkinkan terjadinya

komunikasi secara listrik dan kimia (Black & Hawks, 2014).

e. Tonus otot

Tonus otot dikenal sebagai otot yang sedang relaksasi

menunjukkan keadaan yang selalu siap untuk berespon terhadap setiap

rangsangan kontraksi. Organ indera dalam otot (spindel otot) selalu

memantau tonus otot. Tonus otot menjadi paling minimal saat tidur dan

meningkat ketika seseorang dalam keadaan cemas. Pada kerusakkan

lower motor neuron misalnya polio, otot yang mengalami denervasi

akan menjadi atonik(lunak dan bergelambir) dan atropi (Guyton, 2011).

f. Kerja otot

Otot mampu melakukan gerakan hanya dengan kontraksi. Otot

yang membantu penggerak utama dinamakan sinergis.Plot yang

menyebakan gerakan berlawanan dengan penggerak utama dekenal

sebagai autagonis. Otot autagonis harus relaks untuk memberi

kesempatan penggerak utama berkontraksi, menghasilkan


16
gerakan.Misalnya, ketika kontraksi biseps menyebabkan fleksi sendi

siku, biseps merupakan penggerak utama dan triseps sebagai antagonis.

Bila otot mengalami paralisis, orang tetap dapat memperoleh kembali

fungsi otot melalui kelompok sinergis untuk berkoordinasi sedemikian

rupa untuk menghasilkan geraka yang diinginkan (Guyton, 2011).

4. Tendon, Ligamen dan Kartilago

Tendon melekatkan otot pada tulang, sedangkan ligamen ( pita

jaringan ikat fibros ) mengikat tulang dalam sendi. Ligamen dan tendon

otot, yang melintasi sendi menjaga stabilitas sendi. Pada beberapa sendi,

ligamen antara sendi ( MIS ligamen krusiatum di lutut ) terletak di dalam

kapsul sendi dan memperkuat stabilitas sendi (Smeltzer & Bare, 2002).

Kartilago adalah tipe jaringan penghubung yang padat ( kolagen tipe II )

yang terdapat di semua bagian sistem muskuloskeletal. Kartilago dapat

menahan tekanan dan komresi dengan ketahanan yang besar (Black &

Hawks, 2014).

5. Bursa

Bursa adalah suatu kantong yang berisi cairan sinovial yang terletak

di titik pergeseran. Bursa biasanya merupakan bantalan bagi pergerakan

tendon, ligamen dan tulang di siku, lutut, dan beberapa sendi lainnya

(Smeltzer & Bare, 2002).


17
6. Saraf

Saraf tersusun secara segmental, sepasang pada setiap tingkat.

Saraf sensorik masuk ke dorsal, memberi informasi sensorik dari strip

stereotipe kulit (dermatom). Akar saraf keluar di ventral, miotom adalah

ekuivalen motorik suatu dermatom, yaitu otot-otot yang dipersarafi oleh

satu akar saraf (Swales & Bulstrode, 2015).

B. Proses Menua

Berdasarkan UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, upaya

pemeliharaan kesehatan bagi lansia (lanjut usia) harus di tujukan untuk

menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonimis.

Selain itu, pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan

memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk dapat tetap hidup mandiri dan

produktif (Kemenkes RI, 2015).

Dalam periode kehidupan manusia ada rangkaian tahapan yang harus

dilalui oleh setiap manusia. Tahapan tersebut dinamakan daur hidup atau

siklus hidup manusia. Siklus hidup manusia dimulai dari masa kehamilan,

menyusui, bayi anak-anak, remaja, dewasa, lanjut usia sampai meninggal

dunia. Jadi dapat dikatakan bahwa lansia merupakan tahap akhir

perkembangan daur hidup manusia (Miller, 2012).

C. Penuaan Sistem Terkait

18
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia:

a. Pra Lansia (45 -59 tahun)

b. Lansia (60 – 69 tahun)

c. Lansia risti (> 70 tahun / 60 tahun dengan masalah kesehatan)

(Kemenkes RI, 2014)

Klasifikasi usia lanjut usia menurut WHO 2018

a. Usia lanjut dikategorikan dalam usia 60-70 tahun

b. Usia tua memiliki perkisaran usia 75-89 tahun

c. Usia sangat lanjut yaitu usia lebih dari 90 tahun

D. Faktor Resiko yang mempengaruhi fungsi system terkait

Menurut Awam & Rodriquez, (2009) dalam Miller, (2012) defisit gizi

dan kurang olahraga merupakan faktor risiko penting untuk kinerja

muskuloskeletal berkurang. Studi telah menemukan bahwa asupan protein

rendah atau konsumsi protein lowquality meningkatkan kehilangan otot pada

orang dewasa yang lebih tua dan dapat menyebabkan sarcopenia.

Menurut Annweiler, Schott, Berrut, Fantino, & Beauchet; Bischoff-

Ferrari et al; Giovannuci; Parikh, Avorn, & Solomon, 2009 (dikutip dalam

buku Miller, 2012) para peneliti juga telah berfokus pada kekurangan vitamin

D karena vitamin ini penting untuk penyerapan kalsium dan kesehatan

muskuloskeletal. Beberapa studi telah menemukan bahwa kadar serum

vitamin D berkorelasi kuat dengan fungsi ekstremitas bawah pada orang

19
dewasa berusia 60 tahun atau lebih dan ini mungkin menjelaskan mengapa

suplemen vitamin D pada dosis 700-1000 IU setiap hari mengurangi risiko

jatuh dan patah tulang nonvertebral.

Menurut Vondracek & Linnebur, (2009) dalam Miller (2012) selain

dikaitkan dengan jatuh dan patah tulang, kekurangan vitamin D dikaitkan

dengan penurunan kekuatan pegangan, mengurangi jarak berjalan kaki,

kurang aktivitas luar ruangan, ketidakmampuan untuk memanjat tangga, dan

kekuasaan ekstensi gangguan kaki.

E. Konsekuensi Fungsional Sistem Terkait

Menurut Miller, Carol A (2012), sebagian orang dewasa dapat

mengkompensasi perubahan terkait usia pada fungsi musculoskeletal melalui

intervensi prmosi kesehatan seperti: gizi yang baik dan aktivitas fisik.

Perubahan yang berkaitan dengan usia tanpa adanya faktor resiko dimulai

dari usia 40 tahun terjadi penurunan kekuatan otot secara bertahap dari 30%

menjadi 50%. Pada usia 80 tahun terjadi penurunan kekuatan otot yang lebih

besar di ekstremitas bawah dibandingkan ekstremitas atas. Berkurangnya

kekuatan otot disebabkan oleh hilangnya massa otot, dan pola aktivitas

selama hidupnya. Daya tahan otot dan koordinasi otot berkurang merupakan

akibat dari perubahan agerelated pada otot dan sistem saraf pusat. Karena

perubahan ini lansia lebih mudah kelelahan saat melakakuan latihan pendek

didanding dengan yang masih muda. Pada masa dewasa awal fungsi sendi

20
mulai menurun dan berlangsung secara bertahap sehingga menyebabkan

perubahan pada gerakan seperti:

1. Penurunan rentang gerak di lengan atas

2. Penurunan fleksi punggung bawah

3. Penurunan rotasi eksternal pinggul

4. Penurunan pinggul dan lutut fleksi

5. Penurunan dorsofleksi kaki.

Perubahan ini mengakibatkan kinerja melambat pada kegiatan sehari-

hari seperti, menulis, makan, grooming, dan menggunakan sepatu dan kaos

kaki, kesulitan memanjat tangga dan trotoar, menurunnya kemampuan

menanggapi rangsangan lingkungan, perubahan gaya berjalan pada pria dan

wanita berbeda terlihat setelah usia 75 tahun. Perempuan memiliki kontrol

otot yang kurang, mengembangkan sempit berdiri dan berjalan kiprah, dan

perubahan bowlegged yang mempengaruhi ekstremitas bawah dan mengubah

sudut pinggul. laki-laki yang lebih tua pengembangan berjalan lebih luas dan

kiprah berdiri, ditandai dengan ayunan lengan kurang dan langkahnya lebih

pendek, penurunan ketinggian steppage, dan posisi yang lebih tertekuk dari

kepala dan tubuh. Dampak keseluruhan dari perubahan ini adalah kecepatan

jalan menjadi melambat. Selain itu perubahan ini dapat disebabkan oleh

konsekuensi dari kondisi lain seperti, osteoarthritis, dan gangguan neurologis

(misalnya demensia, dan penyakit Parkinson).

21
Miller, 2012 juga menjelaskan bahwa pada lanisa yang berusia lebih

dari 65 tahun akab lebih beresiko di antara;

1. Resiko Jatuh

Menurut Lamoureux et al., (2010) dalam Miller, (2012) faktor risiko untuk

jatuh dapat dikategorikan menurut asal mereka sebagai berikut: perubahan

yang berkaitan dengan usia, kondisi patologis umum dan gangguan

fungsional, efek obat, dan faktor lingkungan. Jatuh adalah hasil dari

kombinasi faktor-faktor ini, bukan salah satu faktor risiko yang terisolasi.

Selain itu, risiko jatuh meningkat secara proporsional dengan jumlah

faktor risiko jatuh. Satu studi menemukan bahwa orang dengan

penglihatan yang rendah tiga kali lebih mungkin untuk jatuh jika mereka

tidak aktif secara fisik dibandingkan dengan mereka yang aktif.

2. Takut Jatuh

Menurut Sharaf & Ibrahim, 2008; Kempen et al, 2009 dalam Miller

(2012) studi telah menemukan bahwa rasa takut akan jatuh dikaitkan

dengan usia yang lebih tua, depresi, jatuh sebelumnya, penggunaan alat

bantu berjalan, gangguan keseimbangan, dan keterbatasan dalam ADL.

Menurut Delbaere, Sturnieks, Crombez, & Tuhan, 2009 dalam Miller

(2012) meskipun takut jatuh dapat memiliki efek perlindungan yang

menyebabkan orang dewasa yang lebih tua untuk mengambil tindakan

pencegahan, penelitian menunjukkan bahwa kekhawatiran yang berlebihan

tentang jatuh mengarah ke keterbatasan aktivitas dan perubahan gaya

22
berjalan yang benar-benar menurunkan stabilitas berjalan dan dapat

meningkatkan risiko jatuh.

Menurut Boyd & Stevens; Iglesias, Manca, & Torgerson; Schmid et

al, 2009 dalam Miller (2012) studi juga menemukan bahwa takut jatuh

mengarah ke depresi, kecemasan meningkat, keterbatasan fungsional, dan

penurunan kualitas hidup.

3. Fraktur

Menurut Adams & Hewison; Huntijens et al; Lawrence, Wenn, Boulton, &

Moran; Amerika Utara Menopause Society, 2010 dalam Miller (2012)

rendahnya tingkat aktivitas berat, merokok, konsumsi alkohol , dan

kurangnya asupan kalsium dan vitamin D merupakan faktor risiko

modifikasi gaya hidup utama yang berpotensi. Faktor risiko yang tidak

dapat diubah termasuk etnis, usia lanjut, dan riwayat keluarga

osteoporosis. Peneliti telah berfokus pada risiko untuk patah tulang

pinggul karena jenis fraktur begitu sangat terkait dengan konsekuensi

negatif yang serius dan permanen. Jatuh, jenis kelamin perempuan, BMD

rendah, usia 50 sampai 90 tahun, merokok tembakau, fraktur osteoporosis

sebelumnya, kekurangan vitamin D, asupan lebih dari dua minuman

beralkohol setiap hari, dan penggunaan jangka panjang dari glukokortikoid

adalah faktor risiko utama untuk patah tulang pinggul.

Menurut Lash, Nicholson, Velez, Van Harrison , & McCort;

Stolee, Poss, Cook, Byrne, & Hirdes, 2009 dalam Miller (2012) risiko

tambahan diidentifikasi dalam studi masyarakat yang tinggal dengan orang


23
tua miskin, gaya hidup, gangguan kognitif, kesulitan bangkit dari kursi,

asupan kafein berlebihan, dan penggunaan benzodiazepin dalam jangka

panjang atau obat anti konvulsan.

F. Macam-Macam Gangguan Pada Sistem Terkait

1. Osteoartritis

a. Definisi

Oseteoartiritis adalah ganguan pada sendi yang bergerak. Penyakit

ini bersifat kronik, berjalan progesif lambat, tidak meradang, dan ditandai

oleh adanya deteroirasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan

tulang baru pada permukaan persendiaan. Osteoartritis adalah bentuk

artritis yang paling umum, dengan jumlah pasiennya artitis. Gangguan ini

lebih banyak pada perempuan dari pada lelaki dan terutama ditemukan

pada orang- orang yang berusia lebih dari 45 tahun (Price & Wilson,

2006).

Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab

kecacatan yang menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan

meningkatnya usia, penyakit ini jarang ditemuai pada usia dibawah 46

tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia 60 tahun ke atas. (Stanley &

Bare, 2006).

24
Jadi, osteoartritis merupakan gangguan sendi yg ditandai dengan

adanya penurunan dan abrasi rawan sendi, dimana menjadi penyebab

tertinggi terjadinya kecacatan pada lansia.

b. Etiologi

Penyebab osteoartiritis yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi

kelihatannya proses penuaan ada hubungannya dengan perubahan-

perubahan dalam fungsi kondrosit (sel normal yang terdapat dalam tulang

rawan sendi dan bertanggung jawab untuk sintesis dan integritas matriks

ekstraseluler tulang rawan sendi yang menimbulkan perubahan pada

komposisi rawan sendi yang mengarah pada perkembangan osteoartritis.

Faktor-faktor genetik memainkan peranan pada beberapa bentuk

osteoartritis. Perkembangan osteoartritis sendi-sendi interfalang distal

tangan (nodus heberden) dipengaruhi oleh jenois kelamin dan lebih

dominan pada perempuan. Nodus heberdens sepuluh kali lebih sering di

temukan pada perempuan di bandingkan laki-laki. Hormon seks dan

faktor-faktor hormonal lain juga kelihatannya berkaitan dengan

perkembangan osteoartritis. Hubungan antara estrogen dan pembentukan

tulang dan prevalensi osteoartritis pada perempuan menunjukan bahwa

hormon memainkan peranan aktif dalam perkembangan dan progresivitas

penyakit ini (Price & Wilson, 2006).

c. Manifestasi Klinik

Tanda gejala osteoartritis umumnya berupa nyeri sendi terutama

saat sendi bergerak atau menanggung beban. Dapat pula terjadi kekakuan
25
sendi setelah sendi tersebut tidak di gerakan beberapa lama, tetapi

kekakuan ini akan menghilang setelah sendi di gerakkan. Spasme otot atau

tekanan pada saraf di daerah sendi yang terganggu adalah sumber nyeri.

Ada beberapa orang yang mengeluh sakit kepala sebagai akibat langsung

dari osteoartritis pada tulang belakang bagian leher (Price & Wilson,

2006).

Nyeri, kekakuan, hilang gerakan, penurunan fungsi, dan deformitas

sendi secara khas di hubungkan dengan tanda-tanda inflamasi seperti nyeri

tekan, pembengkakan, dan kehangatan. Klien mungkin positif mempunyai

riwayat trauma, penggunaan sendi berlebihan, atau penyakit sendi

sebelumnya (Stanley & Bare, 2006).

d. Patofisiologi

Osteoartritis (juga di sebut penyakit degeneratif sendi, hipertrofi

artritis, artritis senescent, dan osteoartrosis) adalah gangguan yang

berkembang secara lambat, tidak simetris dan non inflamasi yang terjadi

pada sendi-sendi yang menahan berat tubuh. Osteoartritis di tandai dengan

degenerasi kartilago sendi dan oleh pembetukan tulang baru pada bagian

pinggir sendi. Kerusakan pada sendi-sendi akibat penuaan diperkirakan

memainkan suatu peran penting dalam perkembangan osteoartritis.

Perubahan degeneratif menyebabkan kartilago yang secara normal halus,

putih, tembus cahaya menjadi buram dan kuning, dengan permukaan yang

kasar dan area malacia (pelunakan). Ketika lapisan kartilago menjadi lebih

tipis, permukaan tulang tumbuh semakin dekat satu sama lain. Inflamasi
26
sekunder dari membran sinovial mungkin mengikuti. Pada saat permukaan

sendi menipiskan kartilago, tulang subkondrial meningkat kepadatannya

dan menjadi sklearosis (Price & Wilson, 2006).

2. Rheumatoid Artritis

a. Definisi

Artritis rheumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang

berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok

penyakit jaringan ikat difus yang diperantai oleh imunitas dan tidak

diketahui penyebabnya. Pada pasien biasanya terjadi destruksi sendi

progresif, walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami massa

remisi (Price & Wilson, 2006)

Artritis rheumatoid merupakan penyakit inflamatorik kronis dan

sistemik, dan paling sering menyerang sendi periferal dan otot, tendon,

ligamen dan pembuluh darah yang mengelilingi. Remisi parsial dan

eksaserbasi yang tidak bisa diduga menandai rangkaian penyakit yang

berpotensi melumpuhkan ini (Williams & Wilkins, 2011).

b. Etiologi

Penyebab artritis rheumatoid masih belum diketahui walaupun

banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. Penyakit ini tidak

dapat ditunjukan memiliki hubungan pasti dengan genetik. Terdapat kaitan

dengan penanda genetik seperti HLA-Dw4 dan HLA-DR5 pada orang

Kaukasia. Namun pada orang Amerika Afrika, Jepang, Indian Chippewa,

hanya ditemukan kaitan dengan HLA-Dw4 (Price & Wilson, 2006).


27
Penyebab tidak diketahui. Kemungkinan pengaruh infeksi (bakteri maupun

virus) dan faktor hormonal (William & Wilkins, 2011).

c. Manifestasi Klinik

1) Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan

menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

2) Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam : dapat bersifat

generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini

berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya

berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.

3) Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan

perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi

metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah

beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai. Pada kaki terdapat

protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari

subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan

mengalami pengurangan kemampuan bergerak dalam melakukan

gerakan ekstensi.

4) Nodul-nodul rheumatoid adalah masa subkutan yang ditemukan pada

sekitar sepertiga orang dewasa pasien artritis rheumatoid. Lokasi yang

paling sering mengalami deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi

siku) atau disepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun

demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat

lainnya.
28
5) Manifestasi ekstra-artikular: artritis rheumatoid juga dapat menyerang

organ-organ lain diluar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru

(pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.

(Price & Wilson, 2006)

Tanda dan gejala Reumatoid Artritis menurut Williams & Wilkins

(2011), meliputi :

1) Tanda dan gejala (Stadium Awal)

a) Anoreksia

b) Letih

c) Tidak enak badan

d) Demam ringan dan persisten

e) Berat badan turun

2) Tanda dan gejala (Stadium Akhir)

a) Lesi kardiopulmonal

b) Fungsi sendi menurun

c) Infeksi

d) Sendi terasa perih dan nyeri, awalnya hanya jika pasien

menggerakkannya tetapi akhirnya muncul bahkan saat pasien

istirahat.

d. Patofisiologi

Pada arthritis rheumatoid, reaksi auto imun terutama terjadi dalam

jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam

sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi


29
edema, proliferasi membrane synovial dan akhirnya pembentukan pannus.

Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang.

Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan

mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan

mengalmi perubahan degenerative dengan menghilangnya elastisitas otot

dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).

Penyakit inflamasi artikular yang paling sering pada lansia, AR,

adalah suatu penyakit kronis, sistemik, yang secara khas berkembang

perlahan-lahan ditandai oleh adanya radang yang sering kambuh pada

sendi-sendi diartrodial dan struktur yang berhubungan. Arthritis

rheumatoid sering disertai dengan nodul-nodul rheumatoid, arthritis,

neuropati, skleritis, pericarditis, limfadenopati, dan splenomegali. Arthritis

rheumatoid ditandai oleh periode-periode remisi dan bertambah parahnya

penyakit (Stanley & Beare, 2006).

3. Osteoporosis

a. Definisi

Osteoporosis adalah gangguan tulang yang ditandai dengan

penurunan massa tulang dan kemerosotan mikro-arsitektur yang

menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah patah (Guyton & Hall,

2011).

Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa

total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostatis normal, kecepatan

30
meraebsorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang,

mengakibatkan penurunan massa tulang total (Smeltzer & Bare, 2002).

Osteoporosis adalah suatu kondisi penurunan masa tulang secara

keseluruhan, merupakan suatu keadaan tidak mampu berjalan / bergerak,

sering merupakan penyakit tulang yang menyakitkan yang terjadi dalam

proporsi epidemik. (Stanley & Beare, 2006).

Jadi, osteoporosis merupakan kelainan dimana terjadi penurunan

masa total tulang yang menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah

patah sehingga seseorang tidak mampu melakukan aktifitas dengan

mudah.

b. Etiologi

Faktor risiko yang dapat diubah :

1) Kurang aktivitas fisik

Malas bergerak atau olahraga akan menghambat proses osteoblasnya

(proses pembentukkan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang

akan berkrang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan

memacu tulang untuk membantu massa.

2) Asupan kalsium rendah

Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang

akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di

tulang. Adapun kebutuhan kalsium pada lansia:

a) 19-50 tahun: 1000mg/hari

b) >50 tahun: 1200mg/hari


31
3) Kekurangan protein

4) Kurang asupan vitamin D

5) Konsumsi minuman tinggi kafein dan tinggi alkohol

Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan

tulang kropos, rapuh dan rusak. Hal ini disebabkan kafein dan alkohol

menghambat proses pembentukkan tulang (osteoblas) karena kafein dan

alkohol bersifat toksin bagi tubuh. Akibatnya, kalsium untuk membentuk

tulang terbuang bersama urin.

6) Kebiasaan merokok

Perokok sangat rentan terhadapat osteoporosis, karena zat nikotin

didalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang,

nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon ekstrogen dalam tubuh

berkurang, sehingga susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi

proses pengapuran.

7) Minuman beberapa jenis obat (misal: golongan steroid)

Obat kortiko steroid yang sering di gunakan sebagai anti peradangan pada

penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit

osteoporosis. Jika sering di konsumsi dalam julah tinggi akan mengurangi

masa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain

itu, obat heparin dan anti kejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis

(Kemenkes RI, 2015)

8) Kurangnya vitamin C, yang diperlukan untuk sekresi bahan – bahan

intrasel oleh seluruh sel, termasuk osteoblas.


32
9) Kurangnya sekresi estrogen pada masa pasca menopause, sebab estrogen

menurunkan jumlah dan aktifitas osteoklas.

10) Usia tua, ketika hormon pertumbuhan dan faktor-faktor pertumbuhan

lainnya sangat berkurang, ditambah dengan kenyataan bahwa banyak

fungsi anabolik protein juga memburuk sejalan dengan penambahan usia,

sehingga matriks tulang tidak dapat ditimbun dengan baik.

11) Sindrom Cushing, karena glukokortikoid yang disekresikan pada

penyakit ini jumlahnya banyak sekali, sehingga menyebabkan

berkurangnya penimbunan protein diseluruh tubuh, dan meningkatnya

katabolisme protein, dan juga mempunyai efek khusus menekan aktifitas

osteoblastik. Selain itu banyak penyakit akibat defisiensi metabolisme

protein dapat menyebabkan osteoporosis.

c. Manifestasi Klinik

Fraktur-fraktur primer yang paling sering di temukan pada klien

dengan osteoporosis adalah fraktur vertebra, faktur tulang pinggul, dan

fraktur lengan bawah. Fraktur ini terjadi salah satunya akibat dari stres

cidera yang berulang-ulang atau akibat trauma akut, yang mungkin

memperberat mikro-fraktur ini. Sebagai konsekuensinya, tidak di ketahui

dengan pasti faktor apa yang memulai terjadinya fraktur panggul.

Fraktur osteoporosis cenderung berkelompok, dan kejadian satu

jenis fraktur pada umumnya menunjukan bahwa seorang passien berisiko

tinggi untuk mengalami fraktur berikutnya pada lokasi yang lain. Fraktur

vertebra dan lengan bagian bawah cenderung terjadi lebih awal dalam
33
hidup dibandingkan fraktur panggul. Fraktur mrmbatasi mobilitas dan

menempatkan pasien pada risiko tinggi untuk mengalami kemunduran

status fungsional dan perkembangan komplikasi selanjutnya akibat dari

keterbatasan mobilitas. (Stanley & Beare, 2006).

d. Patofisiologi

Osteoporosis adalah suatu kondisi penurunan massa tulang secara

keseluruhan, merupakan suatu keadaan tidak mampu berjalan atau

bergerak, sering merupakan penyakit tulang yang menyakitkan yang

terjadi dalam proporsi epidemik. Walaupun osteoporosis paling sering

ditemukan pada wanita, pria juga berisiko untuk mengalami osteoporosis.

Hilangnya substansi tulang menyebabkan tulang menjadi lemah secara

mekanis dan cenderung untuk mengalami fraktur, baik fraktur spontan

maupun fraktur akibat trauma minimal. Ketika kemampuan menahan berat

badan normal menurun atau tidak ada sebagai konsekuensi dari penurunan

atau gangguan mobilitas, akan terjadi osteoporosis karana tulang yang

jarang digunakan. Aktifitas osteoklastik, rearbsobsi tulang, dan pelepasan

kalsium dan fosfor kemudian dipercepat (Stanley & Beare, 2006).

4. Gout Arthritis

a. Definisi

Gout adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan penumpukan

asamurat yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering pada kaki bagian

atas, pergelangan dan kaki bagian tengah. Gout merupakan penyakit

34
metabolik yang ditandai oleh penumpukan asamurat yang menyebabkan

nyeri pada sendi (Stanley,2006).

Gouth Arthritis merupakan terjadinya penumpukan asam urat

dalam tubuh dan terjadi kelainan metabolisme purin. Gout merupakan

suatu kelompok keadaan heterogeneous yang berhubungan dengan

defek genetik pada metabolisme purin (hiperurisemia) (Brunner &

Suddarth, 2012).

Jadi, gout arthritis merupakan suatu kondisi dimana terjadi

penumpukan asam urat yang ditandai dengan nyeri pada sendi

(biasanya nyeri pada sendi yang lebih besar, misalnya pergelangan kaki,

tumit, lutut, pergelangan tangan, jari, dan siku)

b. Etiologi

Gejala arthritis akut disebabkan karena inflamasi jaringan terhadap

pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Menurut Lingga

(2012) hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena :

1) Penyakit ginjal kronis

Ginjal merupakan filter berbagai benda asing untuk diekskresi keluar

tubuh. Karena itu, gangguan yang timbul pada organ ini akan

mempengaruhi metabolisme tubuh dan menimbulkan berbagai jenis

penyakit. Salah satu penyakit yang bisa ditimbulkan adalah

hiperurisemia. Gangguan fungsi ginjal bisa mengganggu ekskresi asam

urat. Namun, kadar asam urat yang terlalu tinggi juga bisa mengganggu

kinerja dan fungsi ginjal.


35
2) Faktor usia

Gout Arthritis umumnya dialami oleh pria dan wanita dewasa yang

berusia diatas 40 tahun. Setelah memasuki masa pubertas, pria memiliki

resiko gout lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Jumlah total

penderita gout pada pria lebih banyak dibandingkan dengan kaum

wanita. Ketika memasuki usia paruh baya, jumlahnya menjadi

sebanding antara pria dan wanita. Menurut survey yang diadakan oleh

National Health and Nutrition Examinition Survey (NHANES), rasio

penderita hiperurisemia sebagai berikut :

a) Usia diatas 20 tahun : 24%

b) Usia 50-60 tahun : 30%

c) Usia lebih tua dari 60 tahun : 40%

d) Rata-rata penduduk Asia : 5-6%

Resiko serangan gout mencapai puncaknya pada saat seseorang

berusia 75 tahun, setelah berusia di atas 75 tahun, resiko gout semakin

menurun, bahkan tidak ada resiko sama sekali. Kecuali, jika penyakit

tersebut merupakan perkembangan dari penyakit gout kronis yang

sebelumnya telah dialami.

3) Dehidrasi

Kekurangan cairan di dalam tubuh akan menghambat ekskresi

asam urat. Pada dasarnya semua cairan itu adalah pelarut. Namun, daya

larut setiap cairan berbeda-beda. Air yang memiliki daya larut paling

tinggi adalah air putih. Air putih dapat melarutkan semua zat yang larut
36
dalam cairan, termasuk asam urat. Air diperlukan sebagai pelarut asam

urat yang di buang atau diekskresikan melalui ginjal bersama urin. Jika

tubuh kekurangan air, maka akan menghambat ekskresi asam urat

sehingga memicu peningkatan asam urat. Saat volume cairan tubuh

kurang, maka sampah sisa metabolisme pun akan menumpuk.

Penumpukkan asam urat dan sisa metabolisme itulah yang

menimbulkan nyeri persendian.

4) Makan berlebihan

Asupan purin dari makanan akan menambah jumlah purin yang

beredar di dalam tubuh secara teknis, penambahan purin yang beredar

di dalam darah tergantung pada jumlah purin yang berasal dari

makanan. Maksudnya, semakin banyak mengkonsumsi purin, semakin

tinggi kadar asam urat (produk akhir metabolisme purin) dalam tubuh.

Menurut Ramayulis (2013) beberapa makanan yang mengandung purin,

berdasarkan kandungan purinnya:

a) Makanan tinggi purin (100-1.000 mg purin/ 100 gram bahan)

Semua makanan yang mengandung tinggi alkohol, seperti arak, bir,

tape ketan, tuak, dan makanan yang beragi, bebek, angsa, ikan

sarden, ikan makarel, telur ikan, remis, kerang, kepiting, lobster,

makanan yang diawetkan dalam kaleng seperti kornet dan sarden,

jeroan seperti otak, lidah, jantung, hati, limpa, ginjal, dan usus baik

sapi maupun ayam, kaldu daging dalam sup kental, soto ayam, opor

ayam, buah-buahan yang dapat berubah menjadi alkohol di usus,


37
sperti durian, alpukat, kelapa kopyor, air kelapa, buah-buahan ini

dapat menjadi alkohol jika dikonsumsi dalam jumlah besar.

b) Mengandung purin sedang (50-150 mg purin/ 100 gr bahan)

Makanan yang mengandung purin sedang diantaranya, ikan, ayam,

daging (selain yang mengandung purin tinggi), kacang-kacangan

kering, tahu, tempe, sayur-sayuran berupa kembang kol, brokoli,

bayam, asparagus, jamur, buncis, kangkung, daun singkong, daun

pepaya.

c) Mengandung purin rendah

Makanan yang mengandung purin rendah diantaranya semua jenis

sayuran yang tidak mengandung makanan yang mengandung purin

sedang, nasi ubi, singkong, jagung, roti, mie, bihun, tepung beras,

kue kering, dan macaroni, margarin butter, kelapa, minyak, dan gula,

pudding, telur, susu, keju, dan es krim, kopi, sereal, rempah, bumbu,

jamu dan jahe.

5) Konsumsi alkohol

Sejumlah studi mengatakan konsumsi alkohol memiliki pengaruh

sangat besar dalam meningkatkan prevalensi gout pada penggemar

alkohol. Dampak buruk alkohol akan semakin nyata pada individu yang

mengalami obesitas. Dikatakan bahwa penderita obesitas yang gemar

mengkonsumsi alkohol dipastikan mengalami gout.

6) Pasca operasi

38
Seseorang yang telah menjalani operasi beresiko mengalami kenaikan

kadar asam urat sesaat. Karena penurunan jumlah air yang mereka

konsumsi pascaoperasi menyebabkan ekskresi asam urat terhambat

untuk sementara waktu.

c. Manifestasi Klinik

Menurut Mansjoer, dkk (2011) manifestasi klinis dari gout arthritis

diantaranya :

1) Timbulnya excruciating pain, bengkak, dan inflamasi. Serangan diawali

pada jari-jari kaki, bagian belakang kaki yang terbentuk bulat (heel),

lutut, dan siku (elbow).

2) Serangan dimulai pada malam hari dan mungkin menyebabkan pasien

terbangun dari tidurnya

3) Kemerah-merahan pada sendi, panas, dan bengkak, jika tidak diterapi

akan sembuh atau berakhir kira-kira 3-14 hari.

4) Serangan okut gout dapat terjadi walaupun tanpa adanya provokasi

sebelumnya atau dapat dipicu karena stres, trauma, minuman alkohol,

operasi, dan minum obat yang dapat meningkatkan kadar asam urat

dalam darah.

5) Nyeri pada satu atau beberapa sendi di malam hari, yang makin lama

semakin memburuk.

6) Pada sendi yang bengkak, kulit kemerahan hingga berwarna keunguan,

kencang, licin, dan hangat.

39
7) Demam, menggigil, tidak enak badan, pada beberapa penderita, terjadi

peningkatan denyut jantung.

8) Bila benjolan kristal pada sendi pecah, akan keluar massa seperti kapur.

9) Kadar asam urat dalam darah tinggi (hiperurisemia)

d. Patofisiologi

Kondisi asam urat yang meningkat dalam tubuh menyebabkan terjadi

penumpukkan asam urat pada jaringan yang kemudian akan membentuk

kristal urat yang ujungnya tajam seperti jarum. Kondisi ini memacu

terjadinya respon inflamasi dan diteruskan dengan serangan gout.

Penumpukkan asam urat dapat menimbulkan kerusakan hebat pada sendi

dan jaringan lunak dan dapat menyebabkan nefrolithiasis urat (batu ginjal)

dengan disertai penyakit ginjal kronis jika tidak mendapatkan penanganan

yang tepat dan segera (Kertia, 2009).

Ada 4 tahapan klinis Gout Arthritis, yaitu :

1) Stadium I

Kadar asam urat darah meningkat tapi tidak menunjukkan gejala atau

keluhan (hiperurisemia asimtomatik).

2) Stadium II

Terjadi pembengkakan dan nyeri pada sendi kaki, sendi jari tangan,

pergelangan tangan dan siku (acut arthritis gout).

3) Stadium III

Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang, dalam waktu

kurang dari 1 tahun jika tidak diobati (intercritical stadium).


40
4) Stadium IV

Timbunan asam urat terus meluas selama beberapa tahun jika tidak

dilakukan pengobatan, hal ini dapat menyebabkan nyeri, sakit, kaku

serta pembengkakan sendi nodular yang besar (cronic gout).

41
G. Pathway Penuaan Sistem Terkait

Sistem Penuaan Muskuloskeletal

Tulang Sendi Ligamen Tendon

Fleksi pada sendi lutut Faktor nutrisi Urat kaku pada


Perubahan faktor horrmon
& sendi pada pangkal lansia & menipis
paha

Pria Wanita Osteoartritis Kerusakan


Defsien Vit. D Konsumsi tinggi Asupan tulang rawan dan
purin rendah protein erosi tulang
Kadar testosteron Kadar estrogen Radang sendi dengan
pembengkakan Absorbsi Penumpukan Cairan
membran sinovial kalsium asam urat sinovial
terhambat kurang
Massa tulang mengalami
Rheumatoid artritis
Kekuatan Gout artritis Timbul
memegang , gesekan pada
Kerapatan tulang Osteoporosis Jarak saat lutut saat
berjalan , bergerak
Kekuatan
Terjadi Penipisan pada discus Resiko Jatuh ekstensi
intervertebalis atau pemendekan (D.0143)
kopus Nyeri Lutut
Aktivitas
Terganggu
Kehilangan tinggi badan
< 3 bulan > 3 bulan

Badan Membungkuk
Nyeri Akut Nyeri Kronis
Aktivitas menurun dan menjadi (D.0077) (D.0078)
terbatas

Masaa kekuatan otot & skeletal


tulang ,

ligamen kehilangan sebagian GangguanMobilitas Fisik


kelenturanya, Fraktur (D.0054)

42
G. Asuhan Keperawatan Teori

1. Pengkajian

a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

Subjektif :

1) Bagaimana pendapat lansia tentang kesehatan dirinya saat ini ?

2) Apakah lansia merasa dapat mengatasi hal-hal yang mempengaruhi

kesehatannya ?

3) Apa yang dilakukan secara rutin ?

4) Bagaimana cara lansia mengatasi penyakitnya ?

5) Perihal apakah di dalam agama/ kepercayaan lansia terkait dengan

pemeliharaan kesehatan ?

6) Seberapa sering lansia berkunjung ke dokter umum, dokter gigi,

atau tenaga kesehatan yang lain ?

7) Apakah lansia mengkonsumsi makanan-makanan yang

mengandung tinggi purin seperti, kacang-kacangan, daging sapi,

daging babi, ikan teri, dan jeroan ?

8) Apakah lansia mempunyai sumber yang cukup untuk memelihara

kesehatannya ?

9) Apakah lansia mempunyai pengetahuan yang cukup untuk

mengambil keputusan tentang pemeliharaan kesehatan ?

Objektif :

43
Bagaimana kebersihan diri lansia (rambut, kulit, mulut dan geligi, gigi

palsu, genitalia, dan anus)

b. Pola Nutrisi-Metabolik

Subjektif :

1) Apa jenis, jumlah dan frekuensi makanan yang dikonsumsi lansia

dalam sehari?

2) Apakah ada makanan suplemen, vitamin atau obat-obatan yang

terkait dengan nutrisi?

3) Jenis makanan yang disukai?

4) Bagaimana nafsu makan lansia?

5) Apakah ada kesulitan makan (nyeri menelan, mual, kembung, sulit

menelan, dan lainlain)?

6) Apakah ada diet?

7) Bagaimana kecukupan intake/output cairan?

8) Bagaimana berat badan: normal/over/underweight?

9) Apakah ada perubahan berat badan dalam waktu dekat?

Objektif :

1) Bagaimana kondisi: rambut, kulit, conjungtiva, palpebrae, sclera,

gigi geligi, rongga mulut, gusi, lidah, kelenjar getah bening, status

hidrasi?

2) Bagaimana hasil pemeriksaan abdomen?

3) Apakah ada edema, asites?


44
4) Bagaimana kemampuan mengunyah makanan (mastikasi)?

5) Apakah menggunakan gigi palsu?

6) Hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostic yang terkait dengan

kecukupan nutrisi lansia?

7) Berat badan, tinggi badan dan IMT?

c. Pola Eliminasi

Subjektif :

1) Bagaimana pola BAB ; frekuensi, kontinen/inkontinen, konsistensi,

warna, apakah ada nyeri ?

2) Apakah ada kesulitan BAB ?

3) Apakah menggunakan obat-obatan yang terkait dengan BAB

(laksantia, supositoria, dan lain-lain) ?

4) Bagaimana pola BAK: frekuensi, kontinen/inkotinen, warna,

oliguri, anuria, jumlah, dan apakah ada nyeri?

5) Apakah mengeluarkan urin atau BAB saat batuk, bersin atau

tertawa

Objektif :

1) Bagaimana kondisi abdomen, anus, mulut uretra, dan adanya nyeri

ketuk ginjal?

2) Apakah lansia terlihat memegang perutnya?

3) Hasil pemeriksaan/medik/laboratorium yang dilakukan terkait

dengan eliminasi
45
d. Pola Aktivitas-Latihan

Subjektif :

1) Bagaimana pola aktivitas/latihan lansia: jenis aktivitas, frekuensi,

lamanya?

2) Apakah teratur dalam melakukan latihan pergerakan sendi?

3) Adakah keluhan ketika beraktivitas (nyeri sendi, kekakuan sendi,

sakit kepala) ?

4) Apakah ada hambatan fisik dalam melakukan aktivitas dan berupa

apa hambatan tersebut?

5) Alat bantu apa yang diperlukan lansia pada saat beraktifitas, apakah

lansia merasa nyaman dengan alat tersebut?

6) Apakah lansia mengalami gangguan keseimbangan?

7) Adakah keluhan sesak, lelah, lemah?

8) Seberapa jauh dapat melalui aktivitas?

9) Adakah keluhan nyeri dada, batuk? Bagaimana dengan produksi

slym ?

Objektif :

1) Apakah lansia tampak memerlukan bantuan orang lain atau alat

bantu untuk beraktifas?

2) Apakah lansia tampak mampu melakukan perubahan posisi atau

ambulasi?

3) Apakah lingkungan aman bagi lansia untuk melakukan aktifitas?


46
4) Bagaimana dengan uji kekuatan otot, Indeks KATZ atau

ADL/IADL, tes keseimbangan?

5) Adakah tanda-tanda hipotensi orthostatik?

6) Bagaimana dengan postur dan gaya jalan lansia?

7) Apakah klien tampak mampu memenuhi kebutuhan hariannya?

8) Adakah tanda-tanda sianosis, takikardi, diaphoresis?

9) Bagaimana hasil pemeriksaan thoraks dan jantung, serta lengan dan

tungkai, Range of Motion?

10) Hasil observasi: P, N, TD, JVP, kapilary refill, edema perifer.

Laboratorium, EKG, dan pemeriksaan diagnostik lainnya.

e. Pola Istirahat dan Tidur

Subjektif

1) Apakah lansia merasa segar setelah tidur pada malam hari?

2) Kebiasaan tidur berapa jam/hari, pukul berapa memulai tidur,

siang/malam?

3) Apakah tidur dapat berlangsung lama atau sering terbangun?

4) Apakah ada laporan tentang lansia: pernapasan yang abnormal,

mendengkur terlalu keras, gerakan-gerakan abnormal pada waktu

tidur?

5) Apa yang dilakukan lansia sebagai ritual tidur atau upaya untuk

menigkatkan kualitas tidurnya?

47
6) Apa yang menyebabkan lansia sering terbangun pada waktu tidur

(rasa sakit, berisik, atau hal lain)?

7) Adakah lansia mengalami gangguan tidur?

Objektif :

1) Apakah lansia terlihat capai/lesu/tanda-tanda kurang tidur yang lain

(lingkar hitam pada kelopak)?

2) Jenis obat tidur yang digunakan dan kapan digunakan?

3) Tanda dan gejala yang timbul akibat kurang tidur?

f. Pola Kognitif –Perseptual

Subjektif

1) Apakah lansia menggunakan alat bantu dengar,penglihatan?

2) Apakah ada gangguan persepsi sensori?

3) Apakah lansia mengatakan adanya perubahan-perubahan dalam

memori?

4) Apakah ada kesulitan dalam mengingat kejadian jangka waktu

dekat atau yang sudah lama terjadi?

5) Apakah mengalami disorientasi tempat/waktu/orang?

6) Bagaimana kemampuan dalam pengambilan keputusan

(mandiri/dibantu)?

7) Apakah ada perubahan dalam konsentrasi?

8) Apakah ada perubahan perilaku (hiperaktif/hipoaktif)?

48
9) Apakah gelisah, tidak kooperatif, marah, menarik diri, depresi,

halusinasi, delusi?

10) Adakah riwayat stroke?

11) Adakah ketidaknyamanan/nyeri yang dialami lansia

Objektif

1) Hasil MMSE/SPMSQ/HVLT, pemeriksaan medik, laboratorium.

2) Apakah lansia tampak bingung dan sulit konsentrasi?

3) Bagaimana dengan fungsi penglihatan, pendengaran, pengecapan?

4) Bagaimana hasil pengkajian uji saraf kranial?

g. Pola Persepsi Diri-Konsep Diri

Subjektif

1) Apakah lansia mengatakan ketakutan atau kekhawatiran?

2) Apakah sumber ketakutan/kekhawatiran tersebut diketahui?

3) Apakah lansia mengatakan tidak dapat menguasai hidupnya?

Kegagalan/keputusasaan?

4) Apakah lansia kehilangan sesuatu yang berarti/pindah

tempat/berpisah dengan seseorang yang dicintai?

5) Bagaimana penampilan umum, postur tubuh, mau/menolak kontak

mata?

6) Apakah berkomentar negatif tentang dirinya?

7) Apakah klien tidak mau melihat pada bagian tubuh yang rusak?

Objektif
49
1) Apakah menunjukkan sikap agresif, marah, menuntut?

2) Adakah gejala stimulasi sistem saraf otonom (peningkatan denyut

nadi, jumlah pernapasan, tekanan darah, diaphoresis)?

h. Pola Peran-Hubungan

Subjektif

1) Apakah lansia mengikuti organisasi kemasyarakatan atau kegiatan

sosial lainnya?

2) Bagaimana interaksi lansia dalam keluarga dan lingkungannya?

3) Apakah ada perubahan peran akibat proses penuaan?

Objektif :

Observasi interaksi antara anggota keluarga atau dengan lingkungan

sekitar

i. Pola Seksual-Reproduksi

Subjektif :

1) Adakah perubahan fisiologis yang berdampak terhadap seksualitas

lansia?

2) Kapan lansia mengalami menopause? Keluhan apa yang dirasakan

setelah mengalami menopause?

3) Kapan lansia mengalami andropouse; keluhan yang dirasakan

setelah mengalami andropouse (laki-laki)?

50
4) Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah akibat

menopause/andropause?

5) Masihkah ada minat dalam melakukan hubungan intim dengan

pasangan? Bagaimana dengan frekuensi dan adakah kesulitan?

6) Adakah keluhan dengan prostat atau hernia?

j. Pola Koping-Toleransi Stres

Subjektif :

1) Bagaimana status emosi lansia?

2) Adakah masalah/stress psikologis akhir-akhir ini seperti: depresi,

kehilangan, pasangan hidup, minder, dan lain-lain?

3) Bagaimana upaya pengelolaan stress? Apakah upaya tersebut

membantu lansia mengatasi masalahnya?

4) Apakah lansia dapat menceritakan ketakutan terhadap kematian?

Objektif :

1) Catat perilaku atau manifestasi psikologis dari mood, afek,

kecemasan, dan stress 2.

2) Apakah lansia tampak ketakutan atau khawatir?

3) Hasil GDS; DASS

k. Pola Nilai dan Kepercayaan

Subjektif :

1) Sistem nilai, tujuan dan keyakinan apa yang dimiliki lansia?


51
2) Apakah lansia teratur melaksanakan ibadah sesuai dengan

keyakinan agamanya?

3) Apakah lansia teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan

keagamaan?

4) Apa latar belakang yang dimiliki lansia (agama, filosofi, kultur)?

5) Apakah sistem tersebut mempengaruhi semua aspek baik kesehatan

atau koping terhadap stress?

Objektif :

Observasi adanya alat-alat untuk ibadah.

2. Diagnosa Keperawatan (SDKI)

a. Nyeri Kronis (D.0078)

b. Resiko Jatuh (D.0143)


c. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)

3. Rencana Tindakan (SLKI dan SIKI)

NO Diagnosa SLKI SIKI


1 Nyeri Kronis a. Tingkat Nyeri a. Manajemen Nyeri
(D.0078) (L.08066) (I.08238)
b. Kontrol Nyeri b. Terapi Relaksasi
(L.08063) (I.09326)
c. Tingkat Ansietas c. Perawatan
(L.09093) Kenyamanan
(I.08245)

52
2 Resiko Jatuh a. Tingkat jatuh a. Pencegahan Jatuh
(D.0143) (L.14138) (I.14540)
b. Ambulasi b. Dukungan
(L.05038) Ambulasi
c. Keamanan (I.06171)
Lingkungan Rumah c. Manajemen
(L.14126) Keselamatan
Lingkungan
(I.14513)

3 Gangguan a. Mobilitas Fisik a. Dukungan


Mobilitas Fisik (L.05042) mobilisasi
(D.0054) b. Status Nutrisi (I.05173)
(L.03030) b. Manajemen energi
c. Toleransi Aktivitas (I.05178)
(L.05047) c. Terpi Aktivitas
(I.05186)

53
BAB III

TINJAUAN KASUS

Pengkajian Asuhan Keperawatan Lansia Sebagai Individu

Perawat Pengkaji : Desy Kurnia Sari

Tanggal Pengkajian : Mei 2021

A. Identitas Klien

1. Nama Klien : Tn. A

2. Umur : 65 Tahun

3. Status Perkawinan : Menikah

4. Agama/Suku/Bangsa : Islam/Jawa

5. Bahasa yang digunakan : Jawa

6. Pendidikan : SD

7. Pekerjaan : Buruh bangunan

8. Alamat : Kledokan, Sleman, Yogyakarta

B. Penanggung Jawab

1. Nama : Ny. D

2. Alamat : Kledokan, Sleman, Yogyakarta

3. Hubungan dengan Klien : Istri

C. Alasan Dikunjungi :-
54
D. Diagnosa Medik : Nyeri lutut dan bahu

(proses penuaan/osteoartritis)

E. Terapi : Kompres Jahe dan Terapi Musik

Gamelan

F. Genogram :

(Asma) (Asma)

60 64

65 5
Nyeri bahu, nyeri lutut 9

39 3
3
4
2

1 1 1
4 2 0

55
Deskripsi :

1. Tn. A tinggal bersama istri, anak pertama, menantu dan ke 3 cucunya

2. Anak kedua Tn. A tinggal di Jakarta

3. Tn. A mengatakan ayahnya dulu meninggal karena asma, kalau ibu tidak

tahu karena apa, mungkin karena sudah tua dan penyakitnya sudah campur-

campur (komplikasi)

4. Tn. A mengatakan pernah menjalani pengobatan karena bagian atas mata

terkena kawat dan harus di bawa Ke RS sekitar 9 bulan yang lalu (pada

bulan November), tetapi sudah tidak ada gejala dan tidak ada bekas. Tn. A

juga sudah tidak mengkonsumsi obat-obatan terkait sakitnya.

56
5. Tn. A mengatakan istri nya mempunyai hipertensi dan rutin minum obat

turun tensi, dikeluarga Tn A tidak ada yang mempunyai penyakit-penyakit

tertentu.

6. Tn. A mengatakan sering merasa pegel dan nyeri pada area bahu sebelah

dan kedua lutut jika selesai melakukan pekerjaan berat

7. Nyeri yang di rasakan setelah bangun tidur, sehingga harus diam atau

memijat-mijat ringan terlebih dahulu kurang lebih 5 menit kemudian

memulai aktivitas

G. Pengkajian Pola Gordon

a. Pola Persepsi Kesehatan dan pemeliharan Kesehatan

Subjektif :

1) Tn. A mengatakan nyeri pada kedua lutut dan bahu kanan saat

bangun tidur setelah seharian melakukan kegiatan berat seperti

bekerja membangun rumah di tetangga, buruh bangunan satu hari

pebuh. Tn A juga menambahkan kaki terasa ngilu-ngilu saat

digerakkan atau memulai aktivitas, dan bahunya juga pegal-

pegal/nyeri kurang lebih sudah 2 tahun belakangan ini.

2) Tn. A mengatakan jika nyerinya muncul biasanya Tn. A akan diam

atau duduk slonjor dan memijat-mijat ringan kurang lebih 5 menit

jika sudah berkurang akan mulai beraktivitas kembali.

57
3) Tn. A mengkonsumsi jamu tradisional yang dibeli di warung untuk

menghilangkan rasa nyeri. Tn A minum jamu 1x sehari dalam 1

Minggu.

4) Tn. A setiap harinya bekerja menjadi buruh bangunan jika ada

panggilan dan pergi ke kebun 2-3 kali untuk mencari rumput (pakan)

lembu atau sapi.

5) Tn. A mengatakan di sakit yang di alami sekarang mungkin karena

sudah mulai tua berbeda dengan dulu yang sehat, bugar. Dan bahu

kanan sakit juga mungkin karena yang paling sering di gunakan

untuk bekerja.

6) Tn. A mengatakan tidak pernah memeriksakan sakitnya ke layanan

kesehatan kecuali jika sakit yang di rasakan terus-menerus dan

sangat mengganggu.

7) Tn A mengatakan nyeri pada lututnya ;

P : Nyeri muncul saat bangun tidur malam dan saat mau beraktivitas

Q : Nyeri seperti tertekan beban berat

R : Nyeri di kedua lutut kiri dan kanan

S : Skala nyeri 4

T : Nyeri terasa kurang lebih 10-15 menit

8) Tn. A mengatakan tidak ada penanganan apa-apa terhadap nyeri

pada bahu kanan atau lututnya karena hanya pegal-pegal biasa dan

akan hilang dengan sendirinya

9) Tn. A mengatakan nyeri pada bahu kanannya ;


58
P : Nyeri saat akan beraktivitas dan disaat bangun tidur malam

Q : Nyeri seperti tertekan benda berat

R : Nyeri di bahu kanan

S : Skala nyeri 4

T : Nyeri terasa kurang lebih 10-15 menit

Objektif :

1) Penampilan Tn. A terlihat rapi dan bersih

2) Warna kulit sawo matang, dengan kulit mulai keriput

3) Rambut Tn. A tampak bersih, kulit kepala Tn A bersih, Tn. A sudah

memotong habis rambutnya (botak)

4) Saat sedang di kaji, Tn. A menunjukkan bagian lutut dan bahu kanan

yang terasa nyeri

5) Pemeriksaan Asam urat, Gula Darah (sewaktu), Kolesterol

No Pemeriksaan Hasil satuan Nilai Normal Interpretasi


1 Asam urat 5,6 mg/Dl Laki-laki : 3-7,2 Normal

Perempuan : 3,5-7,2
2 Gula darah 170 mg/dL ≤200 Normal
3 Kolesterol 209 mg/dL Baik : ≤200 Meningkat

Tinggi : > 240


Sumber : Kemenkes RI, (2019)

6) TD : 120/85 mmHg

7) RR : 21x/menit

8) HR : 90/menit

59
b. Pola Nutrisi-Metabolik

Subjektif :

1) Menurut Tn. A dan keluarga, Tn. A makan 1 sampai 2 kali sehari

dengan porsi 1 centong nasi, sayur, lauk. Tn A sesekali makan

singkong rebut untuk pengganti makan. Jadi makan nasi, lauk dan

sayur lalu makan singkong rebut.

2) Menurut Tn. A dan keluarga, Tn. A suka mengkonsumsi sayur hijau

(seperti daun singkong, bayam, kangkung,dll)

3) Menurut Tn. A, Tn. A sehari minum ± 4 liter (atau 3 botol aqia besar

1,5 liter)

4) Menurut Tn. A dan keluarga, Tn. A terkadang minum teh 2 kali

sehari, pagi dan sore hari menggunakan gelas belimbing.

5) Tn. A mengatakan nafsu makan nya tidak ada masalah, hanya makan

nya berkurang jika sudah minum banyak

6) Tn. A mengatakan tidak ada masalah atau keluhan saat makan dan

minum

7) Tn. A tidak melakukan diet apapun

8) Tn. A mengatakan berat badan nya stabil tidak pernah terlalu kurus

atau gemuk.

60
Objektif :

1) Rambut Tn. A terlihat bersih

2) Kulit Tn. A teraba lembab dan keriput

3) Turgor kulit Tn. A elastis

4) Konjungtiva ananemis, Sklera anikterik

5) Gigi bersih, tersisa 15 gigi geligi, tidak ada stomatitis, tidak ada luka

pada gusi dan mulut, lidah berwarna merah.

6) Bising usus 18x/menit, tidak ada luka, tidak ada pembengkakan

hepar dan lien (hepar teraba halus)

7) Tn A tidak menggunakan gigi palsu

8) CRT : 2 detik

9) BB : 55 kg, TB : 157 cm, IMT : 22,3 (normal)

Nilai normal : 18,5-25,0

Sumber : Kemenkes RI, (2019)

c. Pola Eliminasi

Subjektif :

1) Tn. A mengatakan BAK 4- 5 kali dalam sehari dan tidak tentu,

warna kuning jernih, tidak ada keluhan saat BAK.

61
2) Tn. A mengatakan BAB 1-2 kali dalam sehari, tetapi seringnya 1 kali

sehari dan tidak ada keluhan BAB saat ini

Objektif :

1) Tidak ada penumpukan urine dan tidak ada nyeri tekan pada vesika

urinaria

2) Pada abdomen tidak ada asites, tidak terdapat pembengkakan

abdomen

3) Bising usus 18x/menit

d. Pola Aktivitas-Latihan

Subjektif :

1) Tn. A dan keluarga mengatakan Tn. A bangun pagi kemudian duduk

terlebih dulu ±5 menit kemudian kekamar mandi, setelah itu duduk

di ruang tamu, makan/minum teh, jika ada pekerjaan buruh Tn A

pergi menjadi tukang, jika tidak Tn A mencari rumput (pakan) sapi

sekitar pukul 8 pagi dan sore, lalu malam setelah maghrib istirhat di

rumah sambil nonton tv sampai tidur malam pukul 20.00-05.30

WIB.

62
2) Tn. A mengatakan jika ada panggilan untuk menjadi buruh tukang,

Tn A akan pergi-sore, jika tidak ada maka pagi-pagi pergi kesawah

untuk mencari tuput (pakan) kambing, pagi, siang dan sore.

3) Tn. A mengatakan saat bangun pagi dan akan memulai aktivitas

kedua lututnya terasa sakit, bahu juga terkadang terasa sakit apalagi

jika setalah melakukan pekerjaan berat.

4) Tn. A dan keluarga mengatakan jika Tn. A tidak pernah di rawat di

rumah sakit terkait masalah nyeri lutut dan bahunya.

5) Tn.A mengatakan biasa mengangkat beban sampai yang paling berat

± 40 kg (semen dan batako)

6) Tn. A tidak ada keluhan sesak nafas, batuk, nyeri dada atau

kelemahan, hanya saja Tn. A merasa kedua lutut dan bahu kanannya

terasa pegal dan nyeri jika setelah melakukan pekerjaan berat.

7) ADL (Instrumen Activity Daily Living)

Aspek Kriteria Sebelum sakit Selama sakit

(2 Tahun yang (2 Tahun

lalu) terakhir)
Makan/minum 0 : Tidak mampu 2 2

1 :Butuh bantuan memotong,

menyuap

2 : mandiri
Mandi 0:Tergantug orang lain 1 1

1 : Mandiri
Perawatan diri 0 :Membutuhkan bantuan 1 1

63
(Grooming) orang lain

1 : Mandiri dalam perawatan

muka, rambut, gigi, dan

bercukur
Berpakaian/ber 0 :  Tergantung 2 2

dandan orang lain

1 : Sebagian dibantu (misal

mengancing baju)

2  :  Mandiri
BAK 0  : inkontinensia 2 2

atau pakai kateter

dan tidak

terkontrol

1  : Kadang Inkontinensia

(maks, 1x24 jam)

2 :   Kontinensia (teratur

untuk lebih dari 7 hari)


Buang air 0  : Inkontinensia (tidak 2 2

besar teratur atau perlu enema)

(Bladder) 1: Kadang

Inkontensia (sekali

seminggu)

2 : Kontinensia (teratur)


Penggunaan 0 : Tergantung 2 2

toilet bantuan orang


64
lain

1 : Membutuhkan bantuan,

tapi dapat melakukan

beberapa hal sendiri

2 :  Mandiri
Berpindah 0 : Tidak mampu 3 3

1 : Butuh bantuan untuk bisa

duduk (2 orang)

2 : Bantuan kecil (1orang)

3 :Mandiri
Berjalan/mobil 0 : Immobile (tidak mampu) 3 3

itas 1  :Menggunakan kursi roda

2  : Berjalan dengan bantuan

satu orang

3  : Mandiri (meskipun

menggunakan alat bantu

seperti, tongkat)
Naik turun 0 : Tidak mampu 2 2

tangga 1 :Membutuhkan bantuan

1 (alat bantu)

2 : Mandiri
TOTAL 20 20

65
Keterangan :

Interpretasi hasil Nilai


Ketergantungan total 0–4
Ketergantungan Berat 5-8
Ketergantungan Sedang 9-11
Ketergantungan ringan 12-19
Mandiri 20
Hasil interpretasi Penilaian pasien: 20 (mandiri)

Instrumental Activities Of Daily Living (IADL)


No Aktivitas Nilai Keterangan Bila ada yang

membantu siapa

yang mengerjakan
1 Menyampaikan 0 Tidak mampu menyampaikan

pesan/menggunakan pesan (termasuk tidak

telepon (besok rapat di memiliki telpon)

rumah pak RT jam 10) Sebagian tersampaikan Istri atau anak

1 (mampu menjawab telepon,

tetapi tidak dapat

mengoperasikan telepon)
2 Mampu mengoperasikan

telepon/semua pesan

tersampaikan
2 Belanja 0 Tidak mampu

66
1 Mampu bebelanja sendiri

untuk sejumlah keperluan

tebatas (3 buah/kurang),

selebihnya perlu batuan

orang lain
2 Mandiri
3 Menyiapkan makanan 0 Tidak mampu
1 Mampu menyiapkan Untuk masak yang

makanan bila telah disiapkan melakukan istrinya

bahan-bahannya atau

menghangatkan makanan

yang telah dimasak


2 Mandiri
4 Mengurus rumah 0 Tidak mampu
1 Mampu mengerjakan bagian

yang ringan (menyapu,

merapikan tempat tidur)

lainnya perlu bantuan orang

lain
2 Mandiri (mampu mengurus

rumah sendiri termasuk

mengepel dan mencuci baju)


5 Mencuci pakaian 0 Tidak mampu
1 Mampu mencuci/menyetrika

67
jenis pakaian yang ringan,

lainnya perlu bantuan orang

lain
2 Mandiri (termasuk

menggunakan mesin cuci)


6 Menggunakan alat 0 Tidak mampu berpergian

transportasi dengan suasana transportasi

apapun
1 Berpergian dengan sarana

transportasi umum/taksi atau

mobil pribadi bila

dibantu/ditemani orang lain


2 Mandiri
7 Tanggung jawab 0 Butuh pertolongan orag lain

pengobatan/menyiapkan untuk menyiapkan dan

obat sendiri mengkonsumsi obat-obatan


1 Mampu bila obat-obatan

yang sudah disiapkan

sebelumnya
2 Mandiri (mampu menyiapkan

obat sendiri sesuai dengan

dosis dan waktu yang sudah

ditentukan)
8 Mengatur keuangan 0 Tidak mampu

68
1 Mampu mengatur belanja Bekerjasama

harian, tetapi butuh dengan istri dan

pertolongan dalam urusan anak

bank/pembelian jumlah besar


2 Mampu mengatur masalah

keuangan (anggaran rumah

tangga, membayar sewa,

kualitas, urusan bank) atau

mmantau penghasilan
Total 11

Keterangan :

9-16 : Mandiri/tak perlu bantuan

1-8 : Perlu bantuan

0 : Tidak dapat melakukan apa-apa

Interpretasi hasil: 11 (Mandiri)

Objektif :

1) Tn A tidak menggunakan alat bantu untuk beraktifitas

2) Lingkungan tempat tinggal aman, terdapat undak-undakan rendah 1

tangga di pintu masuk dan tidak mengganggu akttifitas

3) Penerangan cukup
69
4) Uji kekuatan otot Tn. A

Kanan Kiri
5555 5555
5555 5555

5) Tekanan darah 120/85 mmHg

6) Respirasi Tn. A = 19 x/menit

7) Suhu = 36,0º Celcius

8) Tn A melakukan aktifitas secara mandiri tanpa bantuan

9) Tn A berjalan dengan seimbang

10) Intrumen Resiko Jatuh Penilaian Resiko Jatuh Pada Lansia Tinetti

Balance And Gate

NO INSTRUKSI PENILAIAN (TINETTI SKOR SKOR

BALANCE) PASIEN
1. Posisi duduk

Belajar atau slide di kursi 0 1

Stabil dan aman 1


2. Berdiri dari kursi

Tidak mampu, bila tanpa bantuan 0

Mampu, tapi menggunakan kekuatan lengan 1 2

Mampu berdiri spontan, tanpa menggunakan lengan 2

70
3. Usaha untuk berdiri

Tidak mampu, bila tanpa bantuan 0

Mampu, lebih dari 1 upaya 1 2

Mampu dalam 1 kali upaya 2


4. Berdiri dari kursi (segera dalam 5 detik

pertama)
0

Tidak kokoh (Goyah, terhuyun-huyun, tidak stabil)


1 2

Kokoh, tapi dengan alat bantu (walker atau tongkat,

pegangan sesuatu)
2
Berdiri tegak, jarak kaki berdekatan, tanpa alat

bantu/pegangan
5. Keseimbangan berdiri

Tidak kokoh (Goyah, tidak stabil) 0

Berdiri dengan kaki melebar (jarak antara kedua 1 2

kaki > 4 inchi) atau mengunakan alat bantu (walker

atau tongkat, pegangan sesuatu)

Berdiri tegak, jarak kak berdekatan, tanpa alat


2
bantu/pegangan
6. Subyek dalam posisi maksimum dengan kaki

sedekat mungkin, kemudian pemeriksa


71
mendorong perlahan tulang dada subyek 3x

dengan telapak tangan

Mulai terjatuh
0

Goyah/sempoyongan, tapi dapat mengendalikan diri


1 2

Kokoh berdiri (stabil)


2
7. Berdiri dengan mata tertutup (dengan posisi

seperti no.6)

Tidak kokoh (goyah, sempoyongan)


0 1

Kokoh berdiri (stabil)


1
8. 8.1 Berbalik 3600

Tidak mampu melanjutkan langkah (berputar) 0 1

Dapat melanjutkan langkah (berputar) 1


8.2 Berbalik 360 0

Tidak kokoh (Goyah, sempoyongan) 0 1

Berdiri kokoh (stabil) 1


9 Duduk ke kursi

Tidak aman (kesalahan mempersepsikan jarak , 0 2

langsung menjatuhkan diri ke kursi)

Menggunakan kekuatan lengan atas, tidak secara


1
perlahan
72
Aman, gerakan perlahan-lahan

2
TOTAL 16
NO INSTRUKSI PENILAIAN (TINETTI GAIT) SKOR SKOR

PASIEN
10 Melakukan perintah untuk berjalan

Ragu-ragu mencari objek untuk dukungan 0 1

Tidak ragu-ragu, mantap, aman 1


11 11.1 Ketinggian kaki sat melangkah

Kaki kanan :

Kenaikan tidak konstan, menyeret, atau 0

mengangkat kak terlalu tinggi>5cm

Konstan dan tinggi langkah normal


1 1

Kaki kiri

Kenaikan tidak konstan, menyeret, atau


0
mengangkat kak terlalu tinggi>5cm

Konstan dan tingi langkah normal


1 1
11.2 Panjang langkah kaki:

Kaki Kanan
0
Langkah pendek tidak melewati kaki kiri

73
Melewati kaki kiri 1 1

Kaki Kiri

Langkah pendek tidak melewati kaki kanan 0

Melewati kaki kanan 1 1


12 Kesimetrisan langkah

Panjang langkah kaki kanan dan kaki kiri tidak 0

sama
1 1

Panjang langkah kaki kanan dan kaki kiri sama


13 Kontinuitas langkah kaki

Menghentikan langkah kaki diantara langkah 0

(langkah- berhenti- langkah)

Langkah terus menerus/berkesinambungan


1 1
14 Berjalan pada jalur yang ditentukan atau

koridor
0

Penyimpangan jalur yang terlalu jauh


1 2

Penyimpangan jalur ringan/sedang/butuh alat bantu


2

Berjalan lurus sesuai jalur tanpa alat bantu


15 Sikap tubuh saat berdiri

Terhuyun-huyun, butuh alat bantu 0

Tidak terhuyun-huyuntapi lutut fleksi/kedua tangan


74
dilebarkan 1 2

Tubuh stabil, tanpa lutut fleksidan meregangkan

tangan
2
16 Sikap berjalan

Tumit tidak menempel lantai sepenuhnya 0

Tumit menyentuh lantai 1 1


TOTAL SKOR 12
Tinetti balance+ Tinetti gait = 16 +12 28

Interpetasi hasil:

≤18 = Resiko jatuh tinggi

19-23 = Resiko jatuh sedang

≥24 = Resiko jatuh rendah

Kesimpulan interpretasi skor Tn.E = 28 (Resiko jatuh rendah)

75
e. Pola Istirahat-Tidur

Subjektif :

1) Tn. A dan keluarga mengatakan tidur mulai pukul 8 atau 9 malam

dan bangun jam 4 pagi.

2) Tn. A dan keluarga mengatakan terkadang terbangun di tengah

malam karena ingin pipis dan ke kamar mandi.

3) Tn. A mengatakan setelah bangun tidur merasa lesu da pegal-pegal

apalagi di bagian lutut dan bahu.

4) Tn. A dan keluarga mengatakan Tn. A jarang dan hamper tidak

pernah tidur siang. Tidur siang apabila sangat lelah atau sedang

sakit.

5) Istri Tn. A mengatakan Tn. A terkadang mendengkur saat tidur

6) Tn. A selalu menonton Televisi terlebih dahulu sebelum tidur

7) Tn. A tidak ada keluhan atau gangguan pada saat akan tidur atau

tidur.

Objektif :

1) Tn. A tampak fokus saat saya bertanya mengenai keluhan tidur,

76
2) Saat saya berbincang dengan Tn. A dan keluarga, Tn. A pun

menjawab dengan aktif dan sesuai dengan pertanyaan,

3) Tn. A tidak menguap selama proses pengkajian

4) Mata Tn. A tidak ada berwarna kemerahan dan tidak terlihat lesu

f. Pola Kognitif-Perseptual

Subjektif :

1) Tn. A mengatakan masih bisa melihat walaupun ketika membaca

tulisan kecil tanpa bantuan kaca mata.

2) Tn. A dan keluarga mengatakan Tn. A masih bisa mendengar suara

dengan baik

3) Tn. A mengatakan masih merasakan rasa pedas, manis, asam, asin.

Hanya sekarang sudah tidak menyukai makanan yang rasanya aneh2

(terlalu pedas, asam,asin) lebih suka yang biasa asin gurih.

4) Tn A mengatakan tidak mendengar suara-suara tidak nyata atau

melihat bayangan tidak nyata.

5) Tn A mengatakan masih bisa mengingat kejadian yang berkesan,

contohnya : saat SD kurang lebih usia 9 tahun, Tn A pernah sering

mengaji bersama teman-temanya dan merasa sangat senang.

6) Tn A mengatakan sekarang tinggal dengan istri dan cucunya, Tn A

tinggal di desa Kledokan RT 03/01, Caturtunggal, Depok Sleman,

Yogyakarta

77
7) Tn A mengatakan tidak ada masalah atau perasaan gelisah atau

marah yang mengganggu.

8) Tn A mengatakan nyeri yang dirasakan membuat tidak nyaman dan

sedikit mengganggu aktivitas.

Objektif :

1) Tn. A masih ingat nama orang tuanya, saudara kandung, anak-

anaknya dan cucunya

2) Tn. A bisa menentukan orientasi tempat (Kledokan RT 03/01,

Caturtunggal, Depok Sleman, Yogyakarta, waktu (sekitar pukul

19.25), dan hari selasa.

3) Pasien tampak rileks, fokus dan memberi jawaban sesuai dengan

pertanyaan

4) Tidak ada rabun jauh, rabun dekat.

5) Instrumen MMSE (Mini Mental State Examination) Folstein

Modification

Item Tes Nilai Nilai

Maksimal
ORIENTASI

1 Sekarang tahu, musim, bulan, tangal, 5 4

hari apa?

Kita berada dimana? Negara, provinsi,


2 5 5

78
kota, desa, ruang/tempat?
3 REGISTRASI

Sebutkan 3 buah nama benda (apel, 3 1

meja, koin), tiap benda 1 detik pasien

disuruh mengulangi ketiga nama

benda tadi. Nilai untuk tiap nama

benda yang benar. Ulangi sampai

pasien dapat mengulangi dengan

benar dan catat jumlah pengulangan


4 ATENSI DAN KALKULASI

Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk 5 3

setiap jawaban yang benar. Hentian

setelah 5 jawaban. Atau suruh untuk

mengeja terbalik ‘WAHYU” (nilai

diberi pada huruf yang benar sebelum

kesalahann misalnya UYAHW=2

nilai)
5 MENGINGAT KEMBALI

(RECALL)
3 1

Pasien disuruh menyebut kembali 3

nama bendaa diatas


BAHASA

79
6 Pasen disuruh menyebutkan nama 2 2

benda yang ditunjukkan (pensil, buku)

Pasien disuruh mengulang kata-kata:


7 1 3

“namun”, “tanpa”, “bila”

Pasien disuruh melakukan perintah,


8 3 3
“ambil kertas ini dengan tangan anda,

lipatlah menjadi dua dan letakkan di

lantai”

9 Pasien disuruh membaca dan

melakukan perintah “pejamkan mata 1 1


anda”
10 1 1
Pasien disuruh menulis dengan

spontan
11 1 1
Pasien disuruh menggambar bentuk di

bawah ini

Metode Skor Interpretasi


Single < 24 Abnormal

Cutoff
Range <21 Kemungkinan demensia lebih besar

80
>25 Kemungkinan demensia lebih kecil
Pendidikan <21 Abnormal pada tingkat pendidikan rendah

(dibawah SMP)

Abnormal pada tingkat pendidikan SMA


<23

Abnormal pada tingkat pendidikan perguruan


<24
tinggi
Keparahan 24-30 Tidak ada kelainan kognitif

18-23 Kelainan kognitif ringan

0-17 Kelainan kognitif berat

Interpretasi MMSE : 25

Nilai MMSE yang diperoleh Tn.E dari hasil pemeriksaan adalah 25

yang artinya:

a. Berdasarkan Single Cutoff hasilnya normal

b. Berdasarkan pendidikan hasilnya normal pada tingkat pendidikan di

bawah SMP

c. Berdasarkan keparahan hasilnya tidak ada kelainan kognitif

g. Pola Persepsi Diri-Konsep Diri

Subjektif :

81
1) Gambaran diri : Tn. A mengatakan menyukai badannya yang

sekarang, bersyukur di beri sehat, sempurna.

2) Identitas : Tn. A mengatakan ia sebagai ayah, suami, dan

kakek di keluarganya. Pasien mengatakan tinggal bersama istri dan

cucunya di rumah.

3) Peran : Tn. A mengatakan sebagai ayah, suami, dan tulang

punggung, keluarga walaupun pekerjaanya tidak menetap tetapi Tn

A selalu berusaha mencukupi kebutuhan keluarga. Tn. A walaupun

istrinya juga bekerja tetapi tidak ada masalah atau perasaan

cemburu semua saling melengkapi. Tn. A mengatakan sudah cukup

dengan pekerjaan dan penghasilanya sekarang.

4) Ideal diri : Tn. A mengatakan sekarang dan seterusnya hanya

ingin sehat dan berkumpul dengan keluarga, jika nanti usia sudah

tua dan tidak bisa bekerja lagi, Tn. A ingin menikmati hari tua

dengan senang dan tenang, bersama anak, cucu dan cicitnya kelak.

5) Harga diri : Tn. A mengatakan tidak ada pandangan negatif

terhadap dirinya, orang-orang di sekitarnya juga tetap baik dan

memperhatikanya.

6) Tn. A mengatakan tidak khawatir dan tidak terlalu cemas terhadap

nyeri pada kedua lututnya, dan biasa-biasa saja karena masih bisa

di tangani sendiri dan masih bisa beraktifitas.

82
Objektif :

1) Tn. A kooperatif dan aktif menjawab pertanyaan saat dilakukannya

pengkajian.

2) Keluarga Tn. A memberikan respon baik saat menjawab

pertanyaan dan saat berinteraksi dengan Tn A.

h. Pola Peran- Hubungan

Subjektif :

1) Tn. A mengatakan hubungannya dengan keluarga didalam rumah

baik-baik saja.

2) Tn. A mengatakan hubungannya dengan tetangga baik-baik saja.

3) Tn. A tidak mengikuti kegiatan organisasi di desanya

Objektif :

1) Tampak Tn. A mengobrol dengan keluarga dan Tn. A

berkomunikasi dengan baik baik dengan istri dan cucunya

i. Pola Seksual-Reproduksi

Subjektif :

1) Tn. A mengatakan sudah tidak mau punya anak lagi dikarenakan

sudah tua.

2) Tn. A mengatakan tidak ada keluhan dibagian alat kelamin

83
3) Tn A tidak tahu andropause saat usia berapa, menurut Tn. A semua

masih sama saja, hanya memang karena sudah tua sehingga mulai

cepat lelah saat berhubungan.

4) Tn. A mengatakan tidak tau berapa x dalam 1 minggunya,

pokoknya kalau ingin melakukan hubungan suami-istri ya

melakukan saja, mungkin kalau di kira-kira 8x dalam sebulan.

Objektif : Tidak terkaji

j. Pola Koping- Toleransi Stres

Subjektif :

1) Menurut Tn. A saat ini dirinya tidak merasa cemas dan tidak

merasa stres terhadap penyakitnya maupun lingkungannya

2) Menurut Tn. A dirinya jarang marah, dan jika marah Tn. A hanya

diam, kemudian pergi ketetangga untuk berkumpul atau makan

bersama, lalu akan diskusi atau bicara jika suasana sudah mulai

mereda.

Objektif :

1) Tn. A tidak terlihat cemas

2) Tn. A tampak tersenyum ramah, sembarimenjawab pertanyaan saat

dikaji.

84
k. Pola Nilai-Kepercayaan

Subjektif :

1) Tn. A mengatakan yakin akan sehat selalu yang penting rajin

sholat, dan karena sekarang sudah mulai sepuh (Tua) tidak mau

neko-neko, yang penting kerja semampunya, makan ya sayur, ubi-

ubian yang penting sehat.

2) Tn A mengatakan teratur melakukan sholat 5 waktu dan shoat

jumat di masjid, tetapi selama pandemic semua kegiatan ibadah di

masjid dilakukan di rumah semua.

3) Tn. A mengatakan beragama islam dari lahir karena orangtua dan

seluruh keluarganya islam dan asli orang Jawa.

4) Tn A mengatakan apapun sakit yang di alami adalah cobaan dari

Allah SWT, dan karena kurang berhati-hati di tambah sudah tua,

sehingga harus di terima dengan ikhlas serta berobat agar bisa

sembuh

5) Tn. A mengatakan tidak mengalami kesulitan menjalankan ibadah

baik di rumah maupun di masjid. Jika sedang pergi ke daerah lain

saat menjadi buruh bangunan, Tn A akan sholat di masjid terdekat

bersama teman-temanya.

Objektif :

85
1) Terdapat sajadah dan peci di dalam kamar Tn. A

ANALIS DATA

No Tanggal Data Diagnosa keperawatan


1. 25 Mei Data Mayor : Kode: D.0078

2021
DS : Diagnosa: Nyeri Kronis

1 Tn. A mengatakan pegal-pegal Hal : 174

dan nyeri pada kedua lutut dan


Definisi:
bahu kanan jika setelah
Pengalaman sensoria tau
melakakukan pekerjaan berat
emosional yang berkaitan
2 Tn A mengatakan nyeri pada
dengan kerusakan
lututnya ;
jaringan actual atau
P : Nyeri muncul saat bangun
fungsional, dengan onset
tidur malam dan saat mau
mendadak atau labat dan
beraktivitas
berintensitas ringan
Q : Nyeri seperti tertekan beban
hingga berat dan konstan
berat
dan berlangsung lebih
R : Nyeri di kedua lutut kiri dan
dari 3 bulan
kanan

S : Skala nyeri 4 Penyebab : Kondisi

T : Nyeri terasa kurang lebih 10- musculoskeletal kronik

15 menit (sering mengangkat

86
3 Tn. A mengatakan nyeri pada beban berat dan proses

bahu kanannya ; penuaan)

P : Nyeri saat akan beraktivitas

dan disaat bangun tidur malam

Q : Nyeri seperti tertekan benda

berat

R : Nyeri di bahu kanan

S : Skala nyeri 4

T : Nyeri terasa kurang lebih 10-

15 menit

4 Tn. A mengatakan nyeri yang di

rasakan biasanya saat bangun

tidur, sehingga Tn. A harus diam

atau memijat-mijat ringan bagian

yang nyeri kemudian memulai

kembali aktivitasnya.

DO :

1. Tn. A memperlihatkan dan

menyentuh bagian lutut dan bahu

kanan yang terasa nyeri dan

seseklai memijatnya

2. Tn. A tampak meringis ketika

87
bahu kanan di sentuh dengan

seikit tekanan.
2. Data Mayor : Kode: D.0113

DS : Diagnosa: Kesiapan

Peningkatan Pengetahuan
a. Tn. A mengatakan sakit yang di

alaminya mungkin karena sudah Hal: 251

tua dan sering mengangkat


Definisi: Perkembangan
beban berat
informasi kognitif yang
b. Tn. A ingin mengetahui
berhubungan dengan
bagaimana mengurangi
topik spesifik cukup
sakit/nyeri yang dirasakan agar
untuk memenuhi tujuan
bisa lebih nyaman beraktifitas
kesehatan dan dapat
dan segar saat bangun tidur
ditingkatkan.
c. Tn. A mengatakan sakit yang

rasakan kurang lebih sudah 2

tahun terakhir ini dan belum

menemukan cara untuk

mengatasi.

d. Tn. A tidak ingin periksa karena

ini bukan penyakit atau sesuatu

yang mengganggu sekali, jadi

Tn. A hanya minum jamu 1

88
minggu sekali untuk sedikit

mengurangi atau jika nyeri nya

muncul akan di biarkan sebentar

kemudian di bawa aktivtas

kembali.

DO:

1. Tn. A tampak menjelaskan

sembari menunjukan bagian

yang nyeri dan sesekali memijat

nya.

PRIORITAS DIAGOSA

1. Nyeri Kronis (D.0078)

2. Kesiapan Meningkatkan Pengetahuan (D.01113)

RENCANA KEPERAWATAN GERONTIK

NO Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI


2. Nyeri Kronis 1. Tingkat nyeri 1. Manajemen Nyeri

(D.0078) (I.08066) (I.08238)


3. Kesiapan Meningkatkan 1. Tingkat Pengetahuan 1. Edukasi proses penyakit

Pengetahuan (I.12111) (I.12443)

(D.01113)

89
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN EVALUASI

NO Tanggal Jam Implementasi Evaluasi TTD

1. 14 Juni 19.00- “Melakukan Edukasi Proses S:

2021 19.40 Penyakit (I.12443)”


Tn. A dan istri mengatakan Desy
(Memberikan penyuluhan terkait
paham dan akan mengingat
ruang lingkup osteoartritis
penjelasan-penjelasan yang di
akibat dari proses penuaan)
berikan.

DS : Tn. A dan istri mengatakan


O:
paham mengenai penyuluhan
1. Tn. A dan istri tampak
yang di berikan, Tn. A
memperhatikan serta
mengatakan penjelasanya mudah
mendengarkan penjelasan
diingat dan sangat sesuai dengan
dengan baik, kooperatif, dan
yang di alaminya sekarang.
aktif selama penyluhan
DO : Tn. A dan istri tampak
berlangsung.
memperhatikan serta
2. Pada soal Pre post Tn. A dan
mendengarkan penjelasan
istri tidak tau mengenai apa
dengan baik, kooperatif, dan
itu osteoartritis dan
aktif selama penyluhan
menjawab 5 soal salah dari 5
berlangsung.
pertanyaan.

90
3. Pada soal Post Test Tn. A

dan istri mampu menjawab

benar 4 pertanyaan dari 5

pertanyaan yang di berikan.

A : Tujuan Tercapai

(Tingkat Pengetahuan

meningkat dari skala 2 (cukup

menurun) ke skala 4 (cukup

meningkat)

P : Hentikan intervensi

2. 15 Juni 19.30- “Melakukan Menajemen S:

2021 20.10 Nyeri ((I.08238)” (Mengajarkan


1. Tn. A mengatakan Desy
serta melakukan cara melakukan
mengatakan bagian yang di
terapi non farmakologi kompres
kompres masih terasa hangat
jahe dan terapi musik gamelan).
walaupun sudah lama, dan

DS : Tn. A mengatakan senang terasa sangat nyaman.

karena ada cara lain untuk


2. Istri Tn. A mengatakan bisa
mengatasi nyeri bahu dan
melakukanya sendiri
lututnya, dan tidak perlu
nantinya karena bahan, alat
menggunkan obat atau pergi
ada dirumah serta cara
berobat ke dokter. Tn. A

91
mengatakan setelah di lakukan melakukanya juga mudah.

kompres bagian yang nyeri


3. Tn. A mengatakan :
terasa hangat dan sangat
P : Nyeri lutut muncul saat
nyaman. Istri Tn. A mengatakan
bangun tidur malam dan saat
dapat melakukan kompres
mau beraktivitas
hangat dan terapi musik gamelan
Q : Nyeri seperti tertekan
karena bahan,alat yang di
beban berat
guanakan di rumah ada serta
R : Nyeri di kedua lutut kiri
caranya juga mudah.
dan kanan
DO :
S : Skala nyeri 4

1. Tn. A mendengarkan T : Nyeri terasa kurang lebih

penjelasan dengan baik dan 10-15 menit

aktif bertanya atau menjawab 5 Tn. A mengatakan nyeri pada

pertanyaan yang di berikan. bahu kanannya ;

P : Nyeri saat akan


2. Kompres di lakukan pada
beraktivitas dan disaat
bahu dan kedua lutut 15
bangun tidur malam
menit.
Q : Nyeri seperti tertekan
3. Tn. A tampak rileks dan
benda berat
nyaman saat di lakukan
R : Nyeri di bahu kanan
kompres dan terapi musik
S : Skala nyeri 4
gamelan.
T : Nyeri terasa kurang lebih

92
4. Tn. A masih tampak meringis 10-15 menit

ketika bahu di sentuh dengan

sedikit tekanan. O:

1. Tn. A menunjukan dan

memegang bagian yang sakit

(bahu kanan dan lutut)

2. Pasien tampak meringis

ketika bahu kanan di sentuh

dengan sedikit tekanan.

A : Tujuan belum tercapai

P : Lanjutkan intervensi

1. Kompres jahe dan terapi

musik gamelan.

3. 16 Juni 20.00- “Melakukan Menajemen S:

2021 20.35 Nyeri ((I.08238)” (Melakukan


1. Tn. A mengatakan
terapi non farmakologi kompres
mengatakan bagian yang di
Desy
jahe dan terapi musik gamelan).
kompres masih terasa hangat

DS : Tn. A mengatakan setelah walaupun sudah lama, dan

di lakukan kompres bagian yang terasa sangat nyaman sampai

nyeri terasa hangat dan sangat mengantuk.

93
nyaman sampai mengantuk. Istri 2. Istri Tn. A mengatakan bisa

Tn. A mengatakan dapat melakukanya sendiri setelah

melakukan kompres hangat dan memperhatikan dan di

terapi musik gamelan sendiri ajarkan.

setelah 2 kali memperhatikan


3. Tn. A mengatakan :
dan di ajarkan.
P : Nyeri lutut muncul saat
DO :
bangun tidur malam dan saat

1. Kompres di lakukan pada mau beraktivitas

bahu dan kedua lutut 15 Q : Nyeri seperti tertekan

menit. beban berat

R : Nyeri di kedua lutut kiri


2. Pada bagian lutut Istri Tn. A
dan kanan
melakukan kompres jahe
S : Skala nyeri 4
sendiri dengan tetap sesekali
T : Nyeri terasa kurang lebih
di arahakan.
10 menit
5. Tn. A tampak rileks dan
6 Tn. A mengatakan nyeri pada
nyaman saat di lakukan
bahu kanannya ;
kompres dan terapi musik
P : Nyeri saat akan
gamelan, dan setelah terapi
beraktivitas dan disaat
selesai Tn. A tampak sedikit
bangun tidur malam
mengantuk.
Q : Nyeri seperti tertekan

6. Tn. A masih tampak meringis benda berat

94
ketika bahu di sentuh dengan R : Nyeri di bahu kanan

sedikit tekanan. S : Skala nyeri 4

T : Nyeri terasa kurang lebih

10 menit

O:

1. Tn. A tampak rileks dan

nyaman saat dilakukan

intervensi dan terlihat

mengantuk setelah selesai

dilakukakan intervensi.

2. Pasien tampak meringis

ketika bahu kanan di sentuh

dengan sedikit tekanan.

3. Istri Tn.A dapat melakukan

sendiri kompres jahe tetapi

tetap sesekali di arahakan.

A : Tujuan belum tercapai

P : Lanjutkan intervensi

1. Kompres jahe dan terapi

musik gamelan.

95
4. 17 Juni 20.00- “Melakukan Menajemen S:

2021 20.35 Nyeri ((I.08238)” (Melakukan


1. Tn. A mengatakan
terapi non farmakologi kompres
mengatakan bagian yang di
Desy
jahe dan terapi musik gamelan).
kompres masih terasa hangat

DS : Tn. A mengatakan setelah walaupun sudah lama, dan

di lakukan kompres bagian yang terasa sangat nyaman sampai

nyeri terasa hangat dan sangat mengantuk.

nyaman sampai mengantuk


2. Istri Tn. A mengatakan dapat

DO : melakukan kompres jahe dan

terapi musik gamelan secara


1. Kompres di lakukan pada
mandiri
bahu dan kedua lutut 15

menit. 3. Tn. A mengatakan :

2. Istri Tn. A dapat melakukan P : Nyeri lutut muncul saat

kompres jahe dan terapi bangun tidur malam dan saat

musik gamelan secara mau beraktivitas

mandiri Q : Nyeri seperti tertekan

beban berat
3. Tn. A tampak rileks dan
R : Nyeri di kedua lutut kiri
nyaman saat di lakukan
dan kanan
kompres dan terapi musik
S : Skala nyeri 3
gamelan, dan setelah terapi
T : Nyeri terasa kurang lebih
selesai Tn. A tampak sedikit

96
mengantuk. 10 menit

7 Tn. A mengatakan nyeri pada


7. Tn. A masih tampak meringis
bahu kanannya ;
ketika bahu di sentuh dengan
P : Nyeri saat akan
sedikit tekanan.
beraktivitas dan disaat

bangun tidur malam

Q : Nyeri seperti tertekan

benda berat

R : Nyeri di bahu kanan

S : Skala nyeri 2

T : Nyeri terasa kurang lebih

10 menit

O:

1. Tn. A tampak rileks dan

nyaman saat dilakukan

intervensi dan terlihat

mengantuk setelah selesai

dilakukakan intervensi.

2. Pasien tampak meringis

ketika bahu kanan di sentuh

dengan sedikit tekanan.

97
3. Istri Tn.A dapat melakukan

kompres jahe dan terapi

musik gamelan secara

mandiri

A : Tujuan belum tercapai

P : Lanjutkan intervensi

1. Kompres jahe dan terapi

musik gamelan.

5. 18 Juni 13.00- “Melakukan Menajemen S:

2021 13.50 Nyeri ((I.08238)” (Melakukan


1. Tn. A mengatakan
terapi non farmakologi kompres
mengatakan bagian yang di
jahe dan terapi musik gamelan).
kompres masih terasa hangat

DS : Tn. A mengatakan setelah walaupun sudah lama, dan

di lakukan kompres bagian yang terasa sangat nyaman sampai

nyeri terasa hangat dan sangat mengantuk.

nyaman sampai mengantuk, Tn.


2. Istri Tn. A mengatakan dapat
A mengatakan bahu nya sudah
melakukan kompres jahe dan
tidak terlalu sakit saat di tekan.
terapi musik gamelan secara
Mungkin karena kegiatan
mandiri
mengangkat beban berat sudah
3. Tn. A mengatakan :
berkurang dan di kompres

98
dengan jahe. P : Nyeri lutut muncul saat

bangun tidur malam dan saat


DO :
mau beraktivitas
1. Kompres di lakukan pada
Q : Nyeri seperti tertekan
bahu dan kedua lutut 15
beban berat
menit.
R : Nyeri di kedua lutut kiri

2. Istri Tn. A dapat melakukan dan kanan

kompres jahe dan terapi S : Skala nyeri 2

musik gamelan secara T : Nyeri terasa kurang lebih

mandiri 5 menit

3. Tn. A tampak rileks dan 8 Tn. A mengatakan nyeri pada

nyaman saat di lakukan bahu kanannya ;

kompres dan terapi musik P : Nyeri saat akan

gamelan, dan setelah terapi beraktivitas dan disaat

selesai Tn. A tampak bangun tidur malam

mengantuk. Q : Nyeri seperti tertekan

benda berat
8. Tn. A masih tampak meringis
R : Nyeri di bahu kanan
ketika bahu di sentuh dengan
S : Skala nyeri 2
tekanan.
T : Nyeri terasa kurang lebih

5 menit

O:

99
1. Tn. A tampak rileks dan

nyaman saat dilakukan

intervensi dan terlihat

mengantuk setelah selesai

dilakukakan intervensi.

2. Pasien tampak meringis

ketika bahu kanan di sentuh

dengan tekanan.

3. Istri Tn.A dapat melakukan

kompres jahe dan terapi

musik gamelan secara

mandiri

A : Tujuan tercapai

(Tingkat Nyeri menurun dari

skala 3 (sedang) ke skala 4

(cukup menurun).

P : Lanjutkan intervensi

1. Kompres jahe dan terapi

musik gamelan.

100
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Gambaran Teknis Pemberian Intervensi-Intervensi Kepada Lansia

Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan pada Tn. A

ditemukan 2 masalah atau diagnosa keperawatan yaitu; Nyeri Kronis dan

Kesiapan Peningkatan Pengetahuan. Kedua masalah keperawatan tersebut

telah diselesaikan dengan intervensi keperawatan kurang lebih selama 4

minggu. Berikut merupakan teknis pemberian intervensi dari masing-

masing diagnosa keperawatan :

1. Kesiapan Peningkatan Pengetahuan

Berdasarkan data dari diagnosa Kesiapan Peningkatan

Pengetahuan, dimana Tn. A mengetahui nyeri yang muncul karena

dirinya sudah tua dan bekerja berat dari masih muda, Tn. A juga

mengatakan ingin lebih mengetahui mengapa lutut dan bahunya sakit

dan apakah ada cara laian yang aman dan mudah untuk menangani hal

tersebut, sehingga lebih nyaman pada saat beraktivitas. Tn. A

mengeluh Nyeri yang di rasakan pada skala 4 (sedang). Intervensi

pertama di lakukan adalah pengajaran proses penyakit terkait dengan

osteoarthritis, dan pengajaran prosedur penangan nyeri dengan


101
kompres jahe merah dan terapi musik gamelan. Pengajaran proses

penyakit diberikan selama 1 kali dengan waktu kurang lebih selama 30

menit begitu pula pada pengajaran prosedur penanganan.

2. Nyeri Kronis

Setelah mahasiswa melakukan manajemen nyeri secara

komprehensif, Tn. A diberikan intervensi terapi kombinasi kompres

jahe dan terapi musik gamelan untuk menangani keluhan nyeri pada

lutut dan bahu kanan. Terapi kombinasi tersebut diberikan selama 5

hari dengan estimasi waktu pemberian selama 15 menit di bagian lutut

dan bahu kanan. Pemberian terapi diberikan oleh mahasiswa pada hari

pertama kemudian pada hari kedua hingga ke lima terapi dilakukan

oleh istri lansia sendiri, mahasiswa melakukan evaluasi setiap selesai

melakukan intervensi dan evaluasi hasill pada hari ke lima.

B. Perubahan Data Subjektif dan Objektif atau Kondisi Lansia Antara

Sebelum dan Setelah Diberikan Asuhan Keperawatan

Masalah keperawatan yang dialami oleh Tn. A telah diatasi dengan

intervensi keperawatan sesuai dengan keluhan yang dirasakan oleh Tn. A.

Berikut merupakan masing-masing perubahan data subjektif dan objektif

dari Ny. N antara sebelum dan sesudah diberikan asuhan keperawatan :

1. Kesiapan Peningkatan Pengetahuan

Intervensi yang diberikan pada Tn. A untuk mengatasi masalah

keperawatan Kesiapan Peningkatan Pengetahuan yang pertama adalah


102
dengan memberikan pengajaran proses penyakit terkait osteoarthritis,

sebelum diberikan pengajaran proses penyakit Ny. N tidak mengetahui

pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahan

osteoartriti, sedangkan setelah diberikan pengajaran proses penyakit

Ny. N sudah lebih paham terkait dengan pengertian, penyebab, tanda

dan gejala, pengobatan dan pencegahan osteoartriti. Dilihat dari hal

tersebut Tn. A mengalami peningkatan antara sebelum dan sesudah

diberikan pengajaran proses penyakit pada status pengetahuan proses

penyakitnya meningkat dari skala 2 (cukup menurun) ke skala 4

(cukup meningkat).

Pada Pengajaran Proses Penyakt Terkait Osteoartriris, mahasiswa

juga mengajarkan prosedur atau perawatan terapi kombinasi kompres

jahe dan terapi musik gamelan. Sebelum diberikan pengajaran

prosedur atau perawatan terapi kombinasi kompres jahe dan terapi

musik gamelan Tn.A belum paham terkait dengan manfaat, alat dan

bahan, prosedur serta waktu terapi. Setelah diberikan pengajaran

prosedur atau perawatan Ny. N sudah lebih paham terkait dengan

manfaat, alat dan bahan, prosedur serta waktu terapi. Dilihat dari hal

tersebut Tn. A mengalami peningkatan pada status pengetahuan

rejimen penanganan dari skala 2 (cukup menurun) ke skala 4 (cukup

meningkat).

2. Nyeri Kronis
103
Intervensi pada diagnosa Nyeri Kronis, mahasiswa menangani

terkait dengan keluhan nyeri yang dirasakan oleh Tn. A adalah

manajemen nyeri berupa pemberian terapi kombinasi kompres jahe

dan terapi musik gamelan. Dimana sebelum diberikan terapi Tn. A

mengalami keluhan nyeri pada skala 4 (sedang), sedangkan setelah

diberikan terapi selama 5 hari Tn.A mengalami penurunan skala nyeri

yaitu berada di skala nyeri 3 (ringan). Dilihat dari hal tersebut setelah

diberikan manajemen nyeri Ny. N mengalami penurunan tingkat

nyerinya, yaitu dari skala 3 (sedang) ke level 4 (cukup menurun).

C. Dasar Teori yang Digunakan dalam Menentukan Intervensi Asuhan

Keperawatan

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43

Tahun 2004 dalam Kemenkes RI (2017), lanjut usia adalah seseorang yang

telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Berdasarkan data proyeksi

penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa penduduk

lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia tahun

2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan

tahun 2035 (48,19 juta). Proses penuaan akan berdampak pada berbagai

aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, maupun kesehatan. Ditinjau dari

aspek kesehatan dengan semakin bertambahnya usia maka lansia lebih

rentan terhadap berbagai keluhan fisik, baik karena faktor alamiah maupun

karena penyakit.
104
Osteoarthritis (OA) merupakan kondisi kronis yang dapat dapat

memengaruhi sendi manapun, yang paling sering adalah terjadi pada sendi

lutut, pinggul, punggung bawah dan leher, sendi kecil jari, dan pangkal ibu

jari dan jari kaki yang besar. Ada beberapa hal yang mempengaruhi OA

diantaranya adalah usia lanjut, obesitas, genetika, jenis kelamin, kepadatan

tulang, trauma dan tingkat aktivitas fisik yang buruk bisa menyebabkan

timbulnya dan berkembangnya OA (Arthritis Foundation, 2020).

Pada mulanya sebagian besar arthritis menyebabkan timbulnya

keluhan nyeri pada sendi yang dapat mengganggu lansia dalam melakukan

aktivitas sehari-hari. Hal tersebut tentunya harus mendapatkan perhatian

khusus dalam penanganannya. Penatalaksanaan nyeri sendi pada arthritis

ada dua yaitu dengan cara farmakologi dan non farmakologi. Cara

farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian OAINS (Obat Anti

Inflamasi Non Steroid), DMARD (Desease Modifying Antirheumatoid

Drugs), dan juga dengan pembedahan. Cara non-farmakologi dapat

dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan, terapi relaksasi,

hipnosis, distraksi, bimbingan antisipasi dan kompres (Yuli, 2014; Stanley,

2006).

Menurut Stanley (2006) kompres merupakan metode pemeliharaan

suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat

menimbulkan rasa hangat atau dingin pada bagian tubuh yang

memerlukan. Pada umunya panas cukup berguna untuk pengobatan. Air

hangat dapat memvasodilatasi pembuluh darah sehingga otot menjadi


105
elastis atau tidak kaku sehingga otot tidak akan menekan pada sendi yang

terkena dampak erosi, sehingga akan menurunkan persepsi nyeri. Terapi

hangat merupakan teknik yang sangat sederhana untuk menurunkan rasa

nyeri dan teknik ini bisa dilakukan secara mandiri di rumah tanpa

menimbulkan efek samping sehingga keluarga dan klien bisa mengontrol

rasa nyeri secara mandiri (Potter& Perry, 2006; Stanley, 2006).

Selain dengan kompres hangat, jahe juga bermanfaat dalam

menurunkan nyeri, dimana Jahe (Zingiber officinale) mempunyai

kegunaan yang cukup beragam, antara lain sebagai rempah, minyak atsiri,

pemberi aroma, ataupun sebagai obat (Bartley & Jacobs, 2000). Jahe

merah, memiliki kandungan minyak atsiri lebih besar yaitu sekitar 2,58-

2,72% jika dilihat dari ukuran rimpang yang agak kecil, ruas rata dan

sedikit mengembung. Pemberian kompres jahe merah hangat bertujuan

untuk menurunkan skala nyeri dimana jahe merah sendiri memiliki efek

farmakologis dan fisiologi seperti memberikan efek rasa panas, anti

inflamasi, analgesik, antioksidan antitumor, antimikroba, antidiabetik,

antiobesitas, antiemetik. Selain jahe tanaman serai juga memiliki khasiat

yang tidak jauh berbeda dengan jahe merah.

Kompres jahe dapat menurunkan nyeri sendi, karena jahe dapat

meningkatkan kemampuan kontrol terhadap nyeri. Jahe memiliki rasa

pedas dan bersifat hangat. Beberapa kandungan dalam jahe diantaranya

gingerol, limonene, a-linolenic acid, aspartic, β-sitosterol, tepung kanji,

caprylic acid, capsaicin, chlorogenic acid dan farnesol. Efek farmakologis


106
yang dimiliki jahe diantaranya, merangsang ereksi penghambat keluarnya

enzim 5- lipooksigenase serta meningkatkan aktivitas kelenjar endokrin

(Padila, 2013 dalam Noviyanti & Azwar, 2021)

Untuk memaksimalkan penanganan nyeri yang di alami lansia bisa

juga di kombinasi dengan distraksi atau relaksasi, salah satunya terapi

musik. Campbell, (2006) dalam Widyastuti, (2016) menjelaskan bahwa

musik bisa menyentuh individu secara fisik, psikososial, emosional dan

spiritual. Mekanisme musik adalah dengan menyesuaikan pola getar dasar

tubuh manusia. Vibrasi musik yang terkait erat dengan frekuensi dasar

tubuh atau pola getar dasar dapat memiliki efek penyembuhan yang sangat

hebat bagi tubuh, pikiran dan jiwa manusia (Andrzej, 2009). Salah satu

jenis musik yang dapat digunakan untuk terapi adalah musik gamelan

dengan nada gamelan laras slendro yang memiliki tempo kurang lebih 60

ketukan/ menit. Terapi musik sebagai terapi non farmakologi diharapkan

dapat menurunkan nyeri, mengurangi penggunaan analgesia dan efek

sampingnya, kepuasan pasien meningkat serta dapat menurunkan biaya

(Widyastuti, 2016).

D. Bukti Ilmiah Lain yang Mendukung Keputusan Penggunaan

Intervensi

Intervensi yang diberikan kepada Ny. N selain di dukung dengan dasar

teori juga didukung oleh hasil-hasil penelitian yang telah ada, berikut

beberapa hasil-hasil penelitian yang digunakan dalam mendukung


107
pemberian intervensi kepada Ny. N berdasarkan masing-masing masalah

keperawatan :

1. Kesiapan Peningkatan Pengetahuan

Dalam mengatasi keterbatasan pengetahuan Tn. A terkait

dengan osteoarthritis mahasiswa memberikan pengajaran proses

penyakit osteoarthritis pada Tn. A meliputi pengertian, penyebab,

tanda dan gejala serta pengobatan dan pencegahan. Dimana Tn. A

mengalami peningkatan antara sebelum dan sesudah diberikan

pengajaran proses penyakit (pendidikan kesehatan) pada status

pengetahuan proses penyakitnya dari pengetahuan terbatas menjadi

pengetahuan banyak. Selain itu Tn.A juga diberikan pengajaran

prosedur atau perawatan terkait dengan terapi kombinasi kompres

jahe dan terapi musik gamelan yang diberikan kepada Tn.A, dimana

Tn. A mengalami peningkatan pada status pengetahuan

penanganan/pengobatan non farmakologi dari pengetahuan terbatas

menjadi pengetahuan banyak. Hal diatas sejalan dengan penelitian

Endang Yuswatiningsih, (2017) tentang “Pengaruh Penyuluhan

Kesehatan Terhadap Sikap Lansia Tentang Perawatan Osteoarthritis”

menunjukan bahwa adanya peningkatan pengetahuan lansia, dimana

dari yang sebelumnya hanya 11 lansia (34%) memiliki sikap positif

dan 21 (66%) memiliki sikap negatif menjadi 22 (69%) orang

108
mempunyai tentang perawatan osteoarthritis dan 16 lansia

mempunyai sikap negatif (31%) dari 31 responden.

Simamora & Saragih, (2019) tentang Penyuluhan Kesehatan

Masyarakat : Penatalaksanaan Perawatan Penderita Asam Urat

Menggunakan Media Audiovisual yang menunjukkan terjadinya

peningkatan pengetahuan masyarakat, dimana pada data pre test dari

60 responden sebanyak 34 orang kategori kurang, 23 orang kategori

cukup dan 3 orang kategori baik, sedangkan pada data post test

sebanyak 0 orang kategori kurang, 7 orang ketgori cukup dan 53 orang

kategori baik. Penelitian lainnya yang juga sejalan oleh Livana,

Yulianto & Hermanto (2018) tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan

Personal Hygiene Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap

Masyarakat menunjukkan terjadinya peningkatan tingkat pengetahuan

masyarakat, dimana dengan data pre test dari 34 responden sebanyak

61,8% kategoti baik dan 38,2% cukup, sedangkan data post test

sebanyak 85,7% kategori baik dan 14,7% cukup.

Keluhan nyeri Tn. A diberikan intervensi terapi kombinasi

kompres jahe merah dan serai hangat, dimana sebelum diberikan terapi

Ny. N mengalami keluhan nyeri pada skala 4 (sedang), sedangkan

setelah diberikan terapi selama 5 hari Tn. A mengalami penurunan

skala nyeri yaitu berada di skala nyeri 2 (ringan). Dilihat dari hal

109
tersebut Tn. A mengalami penurunan pada tingkat nyerinya dari level

3 (sedang) ke level 4 (cukup menurun).

Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian Penelitian lainnya

juga dilakukan dalam penelitian Siwi, Tri. (2016) tentang Pemberian

Kompres Jahe Dalam Mengurangi Nyeri Sendi Pada Lansia Di Upt

Pstw Khusnul Khotimah Pekanbaru yang menunjukan hasil bahwa

mayoritas responden sebelum diberikan kompres jahe berada pada

kategori skala nyeri sedang sebanyak 56,3% atau sebanayk 9 orang

dari 16 responden, sedangkan setelah di berikan intervensi/kompres

jahe mayoritas berada pada kategori nyeri ringan sebanyak 56,3%

orang dari 16. Selawati, dkk. (2016) tentang “Kompres Hangat Jahe

Atau Tanpa Jahe Menurunkan Nyeri Sendi Lutut Lansia di desa

Bulugede Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal” menunjukan hasil

bahwa sebelum diberikan intervensi kompres hangat rebusan jahe

didapatkan bahwa mayoritas responden berada pada tingkat nyeri 4

hingga 6 dengan jumlah 15 responden (75 %). Setelah diberikan

intervensi didapatkan bahwa mayoritas responden berada pada

tingkat nyeri 3 dengan jumlah 7 responden (35 %). Pada penelitian H.

W. Lem* and A. C. Lee, (2017) tentang “Theeffectiveness Of Ginger

Compress On Non-Specific Low Back Pain” dan menunjukan hasil

bahwa penelitian tentang jahe yang di oleskan/di kompreskan secara

eksternal terutama pada daerah punggung bawah masih terbatas.

110
Temuan penelitian ini menyimpulkan bahwa kompres jahe efektif

dalam meredakan nyeri pinggang non-spesifik dan mengurangi

kecacatan fungsional akibat nyeri punggung bawah. Oleh karena itu,

ini mungkin sebagai pilihan perawatan untuk praktik profesional

kesehatan untuk pasien dengan nyeri punggung bawah non-spesifik.

Pasien nyeri punggung bawah non spesifik disarankan untuk

menggunakan kompres jahe sebagai metode pengobatan sendiri karena

persiapan dan aplikasi kompres jahe mudah, sederhana dan biaya

paling murah.

Pada penelitian Marlina & Veronica, (2021) tentang “The Effect Od

Knee Exercise and Param Jahe Gingger to Reduce Knee Pain In Elderly”

menjelaskan hasil bahwa tingkat nyeri partisipan sebelum diberikan

jahe param adalah 3,9 ± 2,025, sedangkan setelah menerima intervensi

menurun menjadi rata-rata 2,5 ± 2,273. Hasil ini menunjukkan

perbedaan yang signifikan p<0,05 (p=0,006). Evaluasi tingkat nyeri

pada lansia dilakukan melalui pengukuran skala nyeri numerik.

Penurunan tingkat nyeri yang signifikan dipengaruhi oleh penggunaan

jahe param (Zingiber officinale Rs). Jahe param dikompres pada lutut

yang sakit. Jahe ini mengandung zingerone, gingerol, dan shagaol yang

berguna untuk meredakan nyeri.

Windyastuti, Erlina & Setiyawan. (2016) tentang “Pengaruh Terapi

Musik Gamelan Untuk Menurunkan Skala Nyeri Pada Lansia Dengan

111
Osteoartritis Di Panti Wredha Aisyiyah Surakarta” menunjukan hasil

bahwa Sebelum diberikan terapi musik, responden yang mengalami

nyeri berat sebanyak 62,5% dan nyeri sedang 37,5%. Sesudah

diberikan terapi musik, responden dengan nyeri sedang 87,5% dan

nyeri ringan 12,5%.

E. Hambatan dan Kelemahan Aplikasi Intervensi Berdasarkan Kondisi

dan Situasi yang Dihadapi

Dilihat dari kondisi dan situasi saat ini atau pada pandemi Covid-

19 ini tidak ada hambatan yang terlalu berarti dalam pengaplikasian

intervensi yang diberikan pada Tn. A. Terapi atau intervensi yang

diberikan kepada Tn. A sudah bisa dilakukan oleh Tn. A secara mandiri

atau di bantu oleh istri, alat dan bahan yang digunakan mudah didapatkan

serta cara melakukanya yang sangat mudah, sehingga tidak ada hambatan

atau kelemahan dalam pengaplikasian intervensi yang diberikan kepada

Tn. A.

112
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Setelah diberikan terapi kompres jahe dab terapi musik gamelan status

tingkat nyeri lansia menurun dari level 3 (sedang) ke level 4 (cukup

menurun).

2. Setelah diberikan terapi selama 2 kali Lanisa dan Istri lansia dapat

melakukan dapat membantu Tn. A melakukan kompres jahe dan terapi

usik secara mandiri.

3. Setelah diberikan terapi kompres jahe merah dan serai hangat selama 5

hari Tn. A merasa nyeri nya mulai berkrang dan lebih ringan saat

beraktivitas.

4. Setelah di berikan pendidikan kesehatan dan terpai kompres hangat

dengan terapi musik Tn. A merasa lebih mengerti dengan kondisinya dan

lebih mengurangi aktivitas berat

B. Saran
1. Universitas Respati Yogyakarta
Mahasiswa menyarankan agar pihak kampus agar kompres jahe dan terapi

musik dapat di bahan kebijakan yang dapat diaplikasikan ke masyarakat

saat melakukan pengabdian masyarakat pada lansia yang mengalami

keluhan nyeri.

113
4. Lansia

a. Menjadikan terapi kompres jahe dan terapi musik gamelan sebagai

salah satu terapi yang dapat diterapkan dalam secara rutin saat

mengalami keluhan nyeri, dan juga dapat diterapkan pada

keluarganya.

114
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2020). Statistika Penduduk Lanjut Usia. Jakarta : Badan
Pusat Statistik. https://www.bps.go.id
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Elsevier.
Ernawati. (2016). Pengaruh Pemberian Kompres Jahe Hangat Terhadap
Penurunan Nyeri Arthritis Gout pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Tanjungpinang.Jurnal Kesehatan., Vol 6(2) 2020.
Fadlilah Dan Sucipto. (2016).Judul: Pengaruh Kompres Jahe Dan Kompres Air
Hangat Terhadap Tingkat Nyeri Sendi Pada Lansia Di Dusun Banjeng
Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta.
Guyton, & Hall. (2011). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Elsevier.
H. W. Lem* and A. C. Lee, (2017) tentang “Theeffectiveness Of Ginger
Compress On Non-Specific Low Back Pain”. Journal Fundamental
Applied Scencei. 2017, 9(6S), 1173-1186.
http://dx.doi.org/10.4314/jfas.v9i6s.87
Kemenkes RI. (2015). Data & Kondisi Penyakit Osteoporosis di Indonesia. Pusat
Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Retrieved from
www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
osteoporosis.pd
Kemenkes RI. (2019). Proyeksi Penduduk Lansia. Berita Dan Informasi
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam
https://www.kemenkes.go.id
Kemenkes RI. (2014). Situasi dan Analisi Lanjut Usia. Pusat dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI. Retrieved from
www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
lansia.pdf
Kholifah Nur Siti. (2016). Keperawatan Gerontik. Jakarta: Kemenkes RI
Layman, DK. & NR. Rodriguez. 2009. Egg as a Source of Power, Strength, and
Energy. Nutrition Today . 44: 43-48.
Mansjoer, Arif, dkk. (2011). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta : Media Aesculapius
Marlina & Veronica, (2021) tentang. The Effect Od Knee Exercise and Param Jahe
Gingger to Reduce Knee Pain In Elderly. The Malaysian jurnal Of Nursing. Vol 12
(04)
Miller, A. Carol. (2012). Nursing for Wellness in Older Adults Sixth
Edition.China: Library of Congress Cataloging-in-Publication Data
Noviyanti. (2015). Hidup Sehat Tanpa Asam Urat(1st ed.). Yogyakarta:
Perpustakaan Nasional RI.
Paulsen, F., & Waschke, J. (2013). Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jakarta: EGC
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Ragab, G., Elshahaly, M., & Bardin, T. (2017). Gout: An old disease in new
perspective –A review. Journal of Advanced Research, 8(5), 495–511.
https://doi.org/10.1016/j.jare.2017.04.008
Ramayulis, Rita. (2013). Buku Makanan Sehat Atasi Berbagai Penyakit. Jakarta :
Transmedia Pustaka
Siwi, Tri. (2016). Pemberian Kompres Jahe Dalam Mengurangi Nyeri Sendi Pada
Lansia Di Upt Pstw Khusnul Khotimah Pekanbaru. Vol 06 (2).
Https://Jurnal.Photon.Com
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawata Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.
Stanley, Mickey dan Patricia Gauntlett Beare. (2006). Buku Ajar keperawatan
Gerontik Edisi 2.Jakarta: EGC
Swales, C., & Bulstrode, C. (2015). At a Glance Reumatologi, Ortopedi, dan
Trauma. Jakarta: Erlangga.
The Health of The Peaople: What Works. Bulleting of The World Health
Organization. www.who.int
Widiyastuti & Setyawan. (2016). Pengaruh Terapi Musik Gamelan Untuk
Menurunkan Skala Nyeri Pada Lansia Dengan Osteoartritis Di Panti
Wredha Aisyiyah Surakarta. http://Jurnal.KesMaSka.co.id
William, & Wilkins. (2011). NURSING Memahami Berbagai Macam Penyakit.
Jakarta: Lipincott, Jurnal Nursing .
Yuswatiningsih, Endang. (2017). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Sikap
Lansia Tentang Perawatan Osteoarthritis. Vol 06 (01).
Http://Jurnal.insan.cendkia.co.id
LAMPIRAN
Lampiran SLKI Tingkat Pengetahuan

INSTRUMENT EVALUASI KRITERIA HASIL


(Tingkat Pengetahuan/L12111)
Definisi:
Kecukupan informasi kognitif yang berkaitan dengan topic tertentu

Ekspektasi: Meningkat dari skala 2 (cukup menurun) ke skala 4 (cukup meningkat)

Indikator/ Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


menurun Meningkat
Kriteria Hasil

Perilaku sesuai 1 2 3 4 5
anjuran

Verbalisasi minat 1 2 3 4 5
dalam belajar

Kemampuan 1 2 3 4 5
menjelaskan
pengetahuan tentang
suatu topik

Kemampuan 1 2 3 4 5
menggambarkan
pengalaman
sebelumnya yang
sesuai dengan topik

Perilaku sesuai 1 2 3 4 5
dengan pengetahuan
Alat ukur dan kunci jawaban penkes osteoartritis

No Pernyataan Benar Salah


1 Osteoartritis adalah gangguan pada
sendi baik biasanya akan beraktivitas
atau saat bergerak.
2 Osteoarthritis adalah penyakit
degenerative yang penyebab
umumnya adalah usia >60 tahun,
aktifitas berat atau terlalu sering
mengangkat beban berat.
3 Tanda gejala osteoarthritis
diantaranya; nyeri sendi, hamatan
gerakan sendi, kaku pagi,
pembekakan, gangguan gaya
berjalan.
4 Pengobatan non farmakologi
osteoartritis diantaranya;
1. Edukasi pada pasien dan keluarga
mengenai penyakit
2. Memberi informasi mengenai
3. berat badan
4. Fisioterapi dan rehabilitasi
5. Mengurangi aktivitas yang
membebani sendi
6. Kompres bagian sendi OA
dengan air hangat
7. Kompres jahe dan relaksasi
music
5 Cara Pencegahan Osteoarthritis
Mengurangi mengangkat beban berat,
mengurangi aktifitas fisik yang
terlalu berat dan melelahkan,
elakukan olahraga ringan yang
teratur.

Nilai % = skor yang di dapatkan/skor tertinggi x 100 = ….%


Penjelasan / penjabaran Level SDKI

1 2 3 4 5
Nilai yang di Nilai yang di Nilai yang di Nilai yang di Nilai yang di
dapatkan oleh dapatkan oleh dapatkan oleh dapatkan oleh dapatkan oleh
klien 0 % klien 1-30 % klien 31-60 % klien 61-90 % klien >90 %

Lampiran SIKI
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

PENGAJARAN : PROSES PENYAKIT OSTEOARTHRITIS

Definisi : Membantu pasien untuk memahami informasi yang berhubungan


dengan proses penyakit secara spesifik.
NO TINDAKAN
TAHAP PRAINTERAKSI
1 Siapkan diri
2 Menyiapkan materi yang akan di presentasikan, dan media yang akan
digunakan (Lembar Balik dan Leaflet)
TAHAP ORIENTASI
3 Memberikan salam
4 Bina hubungan saling percaya
5 Menjelaskan tujuan serta materi yang akan disampaikan
6 Melakukan kontrak waktu kegiatan
7 Beri kesempatan klien untuk bertanya
TAHAP KERJA
8 Mengkaji tingkat pengetahuan klien terkait dengan proses penyakit
9 Mereview pengetahuan klien mengenai kondisinya
10 Mengenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
11 Memberikan informasi pada pasien mengenai kondisinya, sesuai kebutuhan
12 Memberikan ketenangan terkait kondisi klien
13 Menjelaskan mengenai proses penyakit sesuai kebutuhan :
a. Menjelaskan definisi penyakit
b. Menjelaskan penyebab penyakit
c. Menjelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit, sesuai
kebutuhan
d. Menginstruksikan klien mengenai tindakan untuk mencegah/
meminimalkan efek samping penanganan dari penyakit, sesuai
kebutuhan
e. Mendiskusikan pilihan terapi/ penanganan/ pengobatan
f. Menjelaskan alasan dibalik manajemen/terapi/penanganan yang
direkomendasikan
14 Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau mengontrol
proses penyakit
15 Mengeksplorasi sumber-sumber dukungan yang ada, sesuai kebutuhan
TAHAP TERMINASI
19 Mengevaluasi pengetahuan klien
20 Kontrak untuk kegiatan selanjutnya
TAHAP DOKUMENTASI
22 Mendokumentasikan kegiatan yang telah dilakuan
Lampiran SLKI

INSTRUMENT EVALUASI KRITERIA HASIL


(TINGKAT NYERI/L.08066)
Definisi:
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual
atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat dan konstan

Ekspektasi: Menurun dari skala 3 (sedang) ke skala 4 (cukup meningkat)

Indikator/ Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Menurun Menurun
Kriteria Hasil

Keluhan Nyeri 1 2 3 4 5

Meringis 1 2 3 4 5

Ketegangan otot 1 2 3 4 5

Alat ukur Instrumen Tingkat Nyeri Skala Numerik :

No Skala Nyeri Numerik Keterangan


1 0 Tidak ada nyeri
2 1-3 Nyeri ringan
3 4-6 Nyeri sedang
4 7-9 Nyeri berat terkontrol
5 10 Nyeri berat tidak terkontrol
Penjelasan / penjabaran Level SLKI
1 2 3 4 5
Skala nyeri yang Skala nyeri yang Skala nyeri yang Skala nyeri yang Skala nyeri yang
dirasakan klien 10 dirasakan klien dirasakan klien dirasakan klien 1-3 dirasakan klien 0
(Nyeri berat 7-9 (Nyeri 4-6 (Nyeri (Nyeri ringan) (Tidak ada
tidak terkontrol) berat sedang) nyeri)
terkontrol)

Lampiran SIKI

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


PENGAJARAN : PROSES PENYAKIT OSTEOARTHRITIS

Definisi : Membantu pasien untuk memahami informasi yang berhubungan


dengan proses penyakit secara spesifik.
NO TINDAKAN
TAHAP PRAINTERAKSI
1 Siapkan diri
2 Menyiapkan materi yang akan di presentasikan, dan media yang akan
digunakan (Lembar Balik dan Leaflet)
TAHAP ORIENTASI
3 Memberikan salam
4 Bina hubungan saling percaya
5 Menjelaskan tujuan serta materi yang akan disampaikan
6 Melakukan kontrak waktu kegiatan
7 Beri kesempatan klien untuk bertanya
TAHAP KERJA
8 Mengkaji tingkat pengetahuan klien terkait dengan proses penyakit
9 Mereview pengetahuan klien mengenai kondisinya
10 Mengenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
11 Memberikan informasi pada pasien mengenai kondisinya, sesuai kebutuhan
12 Memberikan ketenangan terkait kondisi klien
13 Menjelaskan mengenai proses penyakit sesuai kebutuhan :
a. Menjelaskan definisi penyakit
b. Menjelaskan penyebab penyakit
c. Menjelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit, sesuai
kebutuhan
d. Menginstruksikan klien mengenai tindakan untuk mencegah/
meminimalkan efek samping penanganan dari penyakit, sesuai
kebutuhan
e. Mendiskusikan pilihan terapi/ penanganan/ pengobatan
f. Menjelaskan alasan dibalik manajemen/terapi/penanganan yang
direkomendasikan
14 Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau mengontrol
proses penyakit
15 Mengeksplorasi sumber-sumber dukungan yang ada, sesuai kebutuhan
TAHAP TERMINASI
19 Mengevaluasi pengetahuan klien
20 Kontrak untuk kegiatan selanjutnya
TAHAP DOKUMENTASI
22 Mendokumentasikan kegiatan yang telah dilakuan

Lampiran SIKI

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


MANAJEMEN NYERI

Definisi : Pengurangan atau reduksi nyeri sampai pada tingkat kenyanan yang dapat
diterima oleh pasien
NO TINDAKAN
TAHAP PRAINTERAKSI
1 Siapkan diri
2 Menyiapkan alat dan bahan
TAHAP ORIENTASI
3 Memberikan salam
4 Bina hubungan saling percaya
5 Menjelaskan tujuan serta materi yang akan disampaikan
6 Melakukan kontrak waktu kegiatan
7 Beri kesempatan klien untuk bertanya
TAHAP KERJA
8 Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus
9 Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan
terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif
10
Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam (misalnya.,
farmakologis, nonfarmakologis, interpersonal) untuk memfasilitasi
penurunan nyeri, sesuai dengan kebutuhan
11
Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
12
Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih strategi penurunan
nyeri
13
Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri dengan
tepat
14 Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis (terapi kompres jahe
merah dan serai hangat)
15 Gali penggunaan metode farmakologi yang dipakai pasien saat ini untuk
menurunkan nyeri
16 Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya
untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan penurun nyeri
nonfarmakologi, sesuai kebutuhan
17 Evaluasi ke efektifan dari tindakan pengontrol nyeri yang dipakai
selama pengkajian nyeri dilakukan
18 Mulai dan modifikasi tindaakan pengontrol nyeri berdasarkan respon
pasien
19 Dorong pasien untuk mendiskusikan pengalaman nyeri, sesuai
kebutuhan
20 Berikan informasi yang akurat untuk meningkatkan pengetahuan dan
respon keluarga terhadap pengalaman nyeri
21 Libatkan keluarga dalam modilitas penurunan nyeri, jika memungkinkan
22 Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri dalam interval yang
spesifik
TAHAP TERMINASI
23 Mengevaluasi kondisi klien
24 Kontrak untuk kegiatan selanjutnya
TAHAP DOKUMENTASI
25 Mendokumentasikan kegiatan yang telah dilakuan

Lampiran SIKI

STANDAR OPERATING PROCUDURE


KOMPRES JAHE DAN TERAPI MUSIK GAMELAN

No Aspek yang Dilakukan

Tahap pra interaksi


1 Cuci tangan
2 Siapkan alat dan bahan
1. Alat
a. Parutan
b. Baskom atau plastik
c. Handuk kecil
d. Speaker
e. Handphone (music)
f. Kasur atau tikar
2. Bahan
a Jahe
3 Siapkan tempat yang nyaman
Tahap orientasi
4 Berikan salam, panggil pasien dengan nama yang disukainya
5 Memperkenalkan diri
5 Jelaskan prosedur tujuan dan lamanya tindakan yang akan diberikan
6 Lakukan kontrak waktu
7 Berikan waktu untuk klien bertanya
8 Jaga privasi klien
Tahap kerja
9 Memposisikan klien sesuai dengan keinginan klien
10 Menanyakan keluhan nyeri yang dirasakan klien
11 Jaga privasi klien
12 Menggunakan sarung tangan
13 Menginspeksi dan palpasi kedua lutut dan bahu kanan klien yang terasa sakit
14 Mengukur dan mencatat intensitas nyeri dengan skala numerik
15 Menyiapkan alat untuk terapi musik, music dipilih sesuai kesukaan klien
16 Menempelkan jahe yang sudah di blender atau diparut secara halus lalu di
tempelkan di tempat yang nyeri (kedua lutut kemudian di bahu kanan) lalu ditutup
handuk kecil tunggu selama 15 menit
17 Memainkan music gamelan
18 Mengukur dan mencatat intensitas nyeri dangan skala numerik setelah dilakukan
perlakuan kompres jahe
19 Merapikan alat dan bahan
20 Melepas sarung tangan
21 Cuci tangan
Tahap terminasi
22 Evaluasi kegiatan
23 Beri reinforcement postif
24 Kontrak pertemuan selanjutnya
25 Mengakhiri pertemuan dengan baik
26 Dokumentasi

Sumber: (Adopsi dari Fadlilah dan Sucipto, (2018) dan Widyastuti, (2016)
PRE PLANNING

PEMBERIAN TERAPI KOMBINASI KOMPRES JAHE DAN TERAPI


MUSIK GAMELAN

Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Profesi Ners Stase Keperawatan
Gerontik

Dosen Pembimbing: Rizky Erwanto, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh :

Desy Kurnia Sari, S. Kep

20160039

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2021

A. Latar Belakang

Proses penuaan pada lansia merupakan proses akumulasi perubahan yang

kompleks. Disebut kompleks karena berkaitan dengan perubahan proses

multidimensional fisik. Ditinjau dari sisi biologis, penuaan merupakan proses

menurunnya daya tahan tubuh akibat perubahan dalam struktur dan fungsi sel,

jaringan, serta sistem organ sehingga terjadi kemunduran fisiologis, psikologis,

dan sosial seiring meningkatnya usia (BPS, 2020).

Didunia proporsi lansia diperkirakan akan terus meningkat bahkan

penambahan lansia menjadi yang paling mendominasi apabila dibandingkan

dengan penambahan populasi penduduk pada kelompok usia lainnya. Data

World Health Organiation (WHO) didapatkan pada tahun 2015 ada 901 juta

orang berusia 60 tahu atau lebih yang terdiri atas 12% dari jumlah populasi

global. Pada tahun 2015 dan tahun 2030, jumah orang berusia 60 tahun atau

lebih diproyeksi akan tumbuh sekitar 56% dari 901 juta menjadi 1,4 Milyar,

dan pada tahun 2050 populasi lansia diproyeksi lebih dari dua kali lipat yaitu

mencapai 2,1 Milyar (United Nations, 2015)


Menurut data BPS Susenas Maret (2020) di Indonesia terdapat 9,92 % atau

26,82 juta penduduk lansia dari total jumlah penduduk Indonesia. Distribusi

penduduk lansia berdasarkan jenis kelamin yaitu 52,29 % lansia perempuan

dan 47,71 % laki-laki, berdasarkan kelompok usia yaitu lansia muda (60-69

tahun) 64,29 %, lansia madya (70-79 tahun) 27,23 % , dan lansia tua (> 80

tahun) 8,49%. Pada tahun 2020, hampir separuh lansia Indonesia mengalami

keluhan kesehatan, baik fisik maupun psikis (48,14 persen). Sementara itu,

persentase lansia yang mengalami sakit, besarannya hampir mencapai

seperempat lansia yang ada di Indonesia (24,35 persen) (BPS, 2020). Secara

umum, penyakit yang dialami para lansia merupakan penyakit tidak menular

yang bersifat degeneratif atau disebabkan oleh faktor usia misalnya penyakit

jantung, diabetes mellitus, stroke, rematik dan cidera (Kemenkes RI, 2019).

Lanjut usia atau yang sering disebut dengan akronim lansia merupakan

seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas

(PERMENKES Nomor 25 tahun 2016). Penduduk lanjut usia terus mengalami

peningkatan seiring kemajuan di bidang kesehatan yang ditandai dengan

meningkatnya angka harapan hidup dan menurunnya angka kematian. Pada

lansia sistem muskuloskeletal akan mengalami beberapa perubahan seperti

perubahan pada jaringan penghubung (kolagen dan elastin), berkurangnya

kemampuan kartilago untuk beregenerasi, kepadatan tulang berkurang,

perubahan struktur otot, dan terjadi penurunan elastisitas sendi. Hal ini yang

menyebabkan sebagian besar dari lansia mengalami gangguan sistem

muskuloskeletal, yang menyebabkan nyeri sendi (Ernawati, 2016).


Ada beberapa penyakit yang di sebabkan oleh penurunan ata gangguan

pada sistem muskuloskeletal diantaranya osteoartritis, osteoporosis, atau gout

artritis. Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronis yang

menyerang tulang rawan artikular. Penyakit ini erat kaitannya dengan proses

penuaan dan sebagian besar berlokasi di sendi lutut, pinggul, jari, dan daerah

vertebra lumbal oleh karena proses penekanan yang terus menerus selama

beberapa tahun (Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak

Menular Kemenkes, 2016). Sendi lutut merupakan sendi di ekstrimitas bawah

yang paling sering mengalami osteoartritis (Soeryadi et al., 2017).

Guna mencegah terjadinya komplikasi dan gangguan rasa nyaman yang

di alami oleh lansia makan peran perawat sanngat penting dalam multimodal

terapi farmakologi dengan kombinasi terapi nonfarmakologi. Beber- apa

teknik nonfarmakologis direkomendasikan sebegai modalitas seperti

stimulasi dan massasse, terapi es dan panas, stimulasi syaraf elektris, dis-

traksi, relaksasi, teknik distraksi seperti musik, guided imaginary, dan

hipnotis ( Strong, Unruh, Wright & Baxter, 2002 dalam Widyastuti, 2016).

Kompres jahe dapat menurunkan nyeri sendi, karena jahe dapat

meningkatkan kemampuan kontrol terhadap nyeri. Jahe memiliki rasa pedas

dan bersifat hangat. Beberapa kandungan dalam jahe diantaranya gingerol,

limonene, a-linolenic acid, aspartic, β-sitosterol, tepung kanji, caprylic acid,

capsaicin, chlorogenic acid dan farnesol. Efek farmakologis yang dimiliki

jahe diantaranya, merangsang ereksi penghambat keluarnya enzim 5-


lipooksigenase serta meningkatkan aktivitas kelenjar endokrin (Padila, 2013

dalam Noviyanti & Azwar, 2021)

Untuk memaksimalkan penanganan nyeri yang di alami lansia bisa juga

di kombinasi dengan distraksi atau relaksasi, salah satunya terapi musik.

Campbell, (2006) dalam Widyastuti, (2016) menjelaskan bahwa musik bisa

menyentuh individu secara fisik, psikososial, emosional dan spiritual.

Mekanisme musik adalah dengan menyesuaikan pola getar dasar tubuh

manusia. Vibrasi musik yang terkait erat dengan frekuensi dasar tubuh atau

pola getar dasar dapat memiliki efek penyembuhan yang sangat hebat bagi

tubuh, pikiran dan jiwa manusia (Andrzej, 2009). Salah satu jenis musik

yang dapat digunakan untuk terapi adalah musik gamelan dengan nada

gamelan laras slendro yang memiliki tempo kurang lebih 60 ketukan/ menit.

Terapi musik sebagai terapi non farmakologi diharapkan dapat menurunkan

nyeri, mengurangi penggunaan analgesia dan efek sampingnya, kepuasan

pasien meningkat serta dapat menurunkan biaya (Widyastuti, 2016).

B. Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan intervensi kompres jahe dan Terapi musik
gamelan di harapkan lansia dapat melakukan secara mandiri dan nyeri yang di
rasakan dapat berkurang.

C. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti kegiatan intervensi kompres jahe dan Terapi musik
gamelan di harapkan lansia dapat :
4. Mengetahui manfaat kompres jahe dan terapi musik gamelan bagi
pengurangan nyeri
5. Menjelaskan alat dan bahan yang di gunakan untuk terapi
6. Menjelaskan kembali cara atau langkah-langkah melakukan terapi
7. Melakukan secara mandiri terapi yang telah di berikan dan nyeri yang di
rasakan dapat berkurang.

D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang di ambil adalah Nyeri Kronis (D.0078)

E. Sasaran
Sasaran pemberian intervensi adalah Tn. A dan istri

F. Hari/tanggal
Hari dan tanggal pelaksaanaan pada 16 Juni 2021

G. Waktu dan Tempat


Waktu dan tempat pelasanaan pada pukul 19.30-20.00 WIB, di rumah Tn. A di
Dusun Kledokan, Caturtunggal, Depok Sleman, Yogyakarta.

H. Metode
Metode yang di gunakan adalah ceramah, diskusi dan demonstrasi

I. Alat Dan Bahan


1. Parutan
2. Jahe
3. Baskom/piring
4. Handuk
5. Speaker
6. Handphone/Musik
J. Setting Tempat

Keterangan :
: Perawat
: Tn. A
: Perawat berada di samping pasien
1. jika kompres di bahu kanan, pasien tengkurap
2. jika kompres di lutut, pasien duduk selonjor/baring
terlentang

K. Kegiatan Pembelajaran

KEGIATAN Metode, Alat


NO WAKTU KEGIATAN PENYULUHAN
PESERTA dan Bahan

Pembukaan:
1 3 menit
1. Memberi Salam 1. Menjawab Ceramah
2. Menyebutkan intervensi yang salam
akan disampaikan 2. Mendengarkan
dan
memperhatikan

2. 30 menit Pelaksanaan: Parutan jahe,


baskom,
a. Memberikan intervensi kompres Mengikuti instruksi handuk, musik
jahe dan terapi musik gemelan pada selama tindakan dan speaker
kedua lutut dan bahu kanan gamelan
dengan waktu 15 menit.
b. Mengevaluasi respon Ny. A setelah Menjawab
dilakukan tindakan. pertanyaan
c. Mengevaluasi nyeri yang dirasakan
Tn. A setelah dilakukan tindakan
kompres jahe dan terapi musik Menjawab
gemelan pada kedua lutut dan bahu pertanyaan
kanan gamelan dengan waktu 15
menit.

Evaluasi:
Meminta Tn. A menjelaskan kembali Menjawab Diskusi
mengenai manfaat, alat dan bahan untuk Pertanyaan
melakukan terapi, serta cara melakukan
Kompres jahe dan terapi musik gamelan.
3 10 menit

Memberikan pujian atas keberhasilan


dalam menjelaskan pertanyaan dan
memperbaiki kesalahan, serta
menyimpulkan.
Penutup :
Mengucapkan terimakasih atas Memperhatiakan
kerjasamanya dan menjawab
4 2 menit pertanyaan
Kontrak waktu selanjutnya
Menjawab salam
Salam Penutup
Mengakhiri pertemuan dengan pasien

L. EVALUASI (STRUKTUR,PROSES,HASIL)
1. Evaluasi Struktural :
a) Mempersiapkan laporan pendahuluan, pre planning dan melakukan
konsul dengan pembimbing.
b) Perawat menyiapkan berbagai sarana dan prasarana yang mendukung
proses pelaksanaan tindakan keperawatan.
c) Perawat melakukan kontrak dengan klien atau keluarga untuk
pertemuan atau kunjungan
2. Evaluasi Proses :
a) Tn. A dan istri mengikuti kegiatan terapi dengan kooperatif dan sesuai
instruksi
b) Tindakan yang di lakukan atau di ajarkan sesuai dengan SOP
c) Tn. A dan istri mengikuti kegiatan terapi sampai selesai sesuai kontrak
waktu yang telah ditentukan.
d) Tn. A dan istri dapat melakukan kembali tindakan kompres jahe dan
terapi musik sesuai yang diajarkan

3. Evaluasi Hasil :
a) Setelah dilakukan tindakan kompres jahe dan terapi musik gamelan
nyeri yang dirasakan Tn. A berkurang dari skala 5 (sedang) ke skala 3
(ringan)

M. Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. (2020). Statistika Penduduk Lanjut Usia. Jakarta :


Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id
Ernawati. (2016). Pengaruh Pemberian Kompres Jahe Hangat Terhadap
Penurunan Nyeri Arthritis Gout pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Tanjungpinang.Jurnal Kesehatan., Vol 6(2) 2020.
Kemenkes RI. (2019). Proyeksi Penduduk Lansia. Berita Dan Informasi
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam
https://www.kemenkes.go.id
Kholifah Nur Siti. (2016). Keperawatan Gerontik. Jakarta: Kemenkes RI
The Health of The Peaople: What Works. Bulleting of The World Health
Organization. www.who.int
Noviyanti & Yessi Azwar. (2021). Efektifitas Kompres Jahe Terhadap
Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia Dengan Arthritis Remathoid.
Jurnal Stikes Kendal Vol 11 (1).
Widyastuti & Setiyawan. (2016). Pengaruh Terapi Musik Gamelan Untuk
Menurunkan Skala Nyeri Pada Lansia Osteoartritis Do Panti Wredha
Aisyiyah Surakarta. Jurnal KesMaDaKa juli 2016
Lampiran SOP

STANDAR OPERATING PROCUDURE


KOMPRES JAHE DAN TERAPI MUSIK GAMELAN

No Aspek yang Dilakukan


Tahap pra interaksi
1 Cuci tangan
2 Siapkan alat dan bahan
3. Alat
a. Parutan
b. Baskom atau plastik
c. Handuk kecil
d. Speaker
e. Handphone (music)
f. Kasur atau tikar
4. Bahan
a. Jahe

3 Siapkan tempat yang nyaman


Tahap orientasi
4 Berikan salam, panggil pasien dengan nama yang disukainya
5 Memperkenalkan diri
5 Jelaskan prosedur tujuan dan lamanya tindakan yang akan diberikan
6 Lakukan kontrak waktu
7 Berikan waktu untuk klien bertanya
8 Jaga privasi klien
Tahap kerja
9 Memposisikan klien sesuai dengan keinginan klien
10 Menanyakan keluhan nyeri yang dirasakan klien
11 Jaga privasi klien
12 Menggunakan sarung tangan
13 Menginspeksi dan palpasi kedua lutut dan bahu kanan klien yang terasa sakit
14 Mengukur dan mencatat intensitas nyeri dengan skala numerik
15 Menyiapkan alat untuk terapi musik, music dipilih sesuai kesukaan klien
16 Menempelkan jahe yang sudah di blender atau diparut secara halus lalu di
tempelkan di tempat yang nyeri (kedua lutut kemudian di bahu kanan) lalu ditutup
handuk kecil tunggu selama 15 menit
17 Memainkan music gamelan
18 Mengukur dan mencatat intensitas nyeri dangan skala numerik setelah dilakukan
perlakuan kompres jahe
19 Merapikan alat dan bahan
20 Melepas sarung tangan
21 Cuci tangan
Tahap terminasi
22 Evaluasi kegiatan
23 Beri reinforcement postif
24 Kontrak pertemuan selanjutnya
25 Mengakhiri pertemuan dengan baik
26 Dokumentasi

Sumber: (Adopsi dari Fadlilah dan Sucipto, (2018) dan Widyastuti, (2016)
SATUAN ACARA PENYULUHAN

PADA TN. A DENGAN MASALAH MUSKULOSKELETAL

Topik : Gangguan Sistem Muskuloskeletal


Sub Pokok Bahasan : Osteoartritis

a. Pengertian Osteoartritis
b. Penyeban Osteoartritis
c. Tanda dan Gejala Osteoartritis
d. Pengobatan Osteoartritis
e. Pencegahan Osteoartritis
Sasaran : Pasien dan Istri

Hari/tanggal : 15 Juni 2021

Waktu : 30 menit

Tempat : Rumah Tn. A

A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum

Setelah di berikan penyuluhan selama 30 menit di harapkan Pasien dan

istri mengetahui dan memahami apa itu osteoartritis.


B. Pokok Materi

1. Pengertia Osteoartritis

2. Penyebab Osteoartritis

3. Tanda dan Gejala Osteoartritis

4. Pengobatan Osteoartritis

5. Pencegahan Osteoartritis

C. Metode
a. Ceramah
b. Diskusi / Tanya jawab

D. Media
a. Lembar Balik
b. Leaflat

E. Setting Tempat

Keterangan :
: Perawat
: Tn. A
: Istri Tn. A
: Saling berhadapan

F. Kegiatan Penyuluhan

Tahapan Waktu Kegiatan Pendidik Respon Peserta Didik Metode dan Alat
Pengajaran
Pembuka 5 menit 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam.
an 2. Memperkenalkan diri 2. Berkenalan.
Ceramah
3. Kontrak waktu 3. Menyetujui kontrak
4. Menjelaskan tujuan waktu
pembelajaran 4. Memperhatikan dan
5. Menyebutkan materi mendengarkan.
yang akan di 5. Memperhatikan dan
sampaikan mendengarkan.
6. Melakukan apersepsi 6. Menjawab
(menanyakan sampai pertanyaan
di mana tingkat
pengetahuan pasien
dan keluarganya)
tentang materi yang
akan di sampaikan
Pelaksanaan20 menit 1. Menjelaskan 1. Memperhatikan dan Ceramah dan
pengertian mendengarkan. Lembar balik
Osteoartritis 2. Memperhatikan dan
2. Menjelaskan penyebab mendengarkan.
Osteoartritis 3. Memperhatikan dan
3. Menjelaskan tanda mendengarkan.
dan gejala 4. Memperhatikan dan
Osteoartritis mendengarkan.
4. Menjelaskan 5. Memperhatikan dan
pengobatan mendengarkan
Osteoartritis 6. Memperhatikan dan
5. Menjelaskan mendengarkan
pencegahan 7. Mengajukan
Osteoartritis pertanyaan
6. Memberikan
kesempatan pada
peserta untuk bertanya

Evaluasi 5 Menit 1. Memberikan per- 1. Menjawab


/ penutup tanyaan berkaitan pertanyaan Ceramah dan
dengan materi yang 2. Bertanya pada leaflat

sudah dijelaskan dan penyuluh


mengevaluasi 3. Bertanya pada
bersama dengan penyuluh
meminta pasien dan 4. Mendengarkan dan
keluarganya untuk memperhatikan
menjelaskan kembali 5. Mendengarkan dan
materi yang sudah memperhatikan
disampaikan. 6. Mengucapkan salam
Diantaranya : penutup
Meminta audience
menjelaskan
pengertian
osteoartritis,
penyebab
osteoartritis,pengobat
an osteoarthritis,
tanda dan gejala
osteoarthritis,
pencegahan
osteoartritis.
2. Menanyakan Perasaan
audience
3. Memberikan
kesempatan audience
bertanya
4. Menyimpulan dari
pembelajaran
5. Memberikan lefleat
6. Mengucapkan salam
penutup

G. Kriteria Evaluasi

1. Kriteria Struktur :

a) Tn. A dan istri hadir dalam pendidikan kesehatan.

b) Penyelenggara penyuluhan dilakukan Di rumah Tn. A.

c) Persiapan dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan kesehatan dengan


sesuai pada saat sebelum dan saat pendidikan kesehatan

2. Kriteria Proses :

a) Audience antusias terhadap materi pendidikan kesehatan.

b) Audience konsentrasi mendengarkan pendidikan kesehatan.

c) Audience mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara


benar.

3. Kriteria Hasil :
Audience mampu menjawab kurang lebih 4 dari 6 pertanyaan diantaranya ;

a) Menyebutkan pengertian osteoartritis

b) Menyebutkan tanda dan gejala osteoartritis

c) Menyebutkan penyebab osteoartritis

d) Menyebutkan cara pencegahan terhadap osteoarthritis

e) Menyebutkan cara pengobatan osteoartritis


Lampiran Materi

MATERI OSTEOARTRITIS

e. Definisi

Oseteoartiritis adalah ganguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini

bersifat kronik, berjalan progesif lambat, tidak meradang, dan ditandai oleh

adanya deteroirasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru

pada permukaan persendiaan. Osteoartritis adalah bentuk artritis yang paling

umum, dengan jumlah pasiennya artitis. Gangguan ini lebih banyak pada

perempuan dari pada lelaki dan terutama ditemukan pada orang- orang yang

berusia lebih dari 45 tahun (Price & Wilson, 2006).

Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan

yang menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya

usia, penyakit ini jarang ditemuai pada usia dibawah 46 tahun tetapi lebih

sering dijumpai pada usia 60 tahun ke atas. (Stanley & Bare, 2006).

Jadi, osteoartritis merupakan gangguan sendi yg ditandai dengan adanya

penurunan dan abrasi rawan sendi, dimana menjadi penyebab tertinggi

terjadinya kecacatan pada lansia.

f. Etiologi

Osteoartritis adalah penyakit ini jarang ditemuai pada usia dibawah 46

tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia 60 tahun ke atas. (Stanley & Bare,

2006). Penyebab primer atau yang paling umum pada osteoartritis adalah

denegeratif (Soeroso et all, 2014).


Price & Wilson, (2006) menjelaskan bahwa penyebab osteoartiritis yang

sebenarnya tidak diketahui, tetapi kelihatannya proses penuaan ada

hubungannya dengan perubahan-perubahan dalam fungsi kondrosit (sel normal

yang terdapat dalam tulang rawan sendi dan bertanggung jawab untuk sintesis

dan integritas matriks ekstraseluler tulang rawan sendi yang menimbulkan

perubahan pada komposisi rawan sendi yang mengarah pada perkembangan

osteoartritis. Faktor-faktor genetik memainkan peranan pada beberapa bentuk

osteoartritis. Perkembangan osteoartritis sendi-sendi interfalang distal tangan

(nodus heberden) dipengaruhi oleh jenois kelamin dan lebih dominan pada

perempuan. Nodus heberdens sepuluh kali lebih sering di temukan pada

perempuan di bandingkan laki-laki. Hormon seks dan faktor-faktor hormonal

lain juga kelihatannya berkaitan dengan perkembangan osteoartritis. Hubungan

antara estrogen dan pembentukan tulang dan prevalensi osteoartritis pada

perempuan menunjukan bahwa hormon memainkan peranan aktif dalam

perkembangan dan progresivitas penyakit ini.

g. Manifestasi Klinik

Tanda gejala osteoartritis umumnya berupa nyeri sendi terutama saat sendi

bergerak atau menanggung beban. Dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah

sendi tersebut tidak di gerakan beberapa lama, tetapi kekakuan ini akan

menghilang setelah sendi di gerakkan. Spasme otot atau tekanan pada saraf di

daerah sendi yang terganggu adalah sumber nyeri. Ada beberapa orang yang

mengeluh sakit kepala sebagai akibat langsung dari osteoartritis pada tulang

belakang bagian leher (Price & Wilson, 2006).


Nyeri, kekakuan, hilang gerakan, penurunan fungsi, dan deformitas sendi

secara khas di hubungkan dengan tanda-tanda inflamasi seperti nyeri tekan,

pembengkakan, dan kehangatan. Klien mungkin positif mempunyai riwayat

trauma, penggunaan sendi berlebihan, atau penyakit sendi sebelumnya (Stanley

& Bare, 2006).

Tanda Gejala osteoarthritis diantaranya adalah ;

a. Nyeri Sendi

Gejala ini merupakan gejala utama yang seringkali membawa pasien ke

dokter (meskipun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah

bentuknya). Nyeri sendi bertambah saat beraktivitas dan berkurang dengan

istirahat (Soeroso et al., 2014). Carter, (2002) Sumber nyeri berasal dari

spasme otot atau tekanan pada saraf di daerah sendi yang terganggu. Nyeri

pada OA juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati, misalnya

pada OA servikal dan lumbal. Pada OA lumbal yang menimbulkan

stenosis spinal mungkin menimbulkan keluhan nyeri di betis, yang biasa

disebut dengan klaudikasio intermitten (Soeroso et al., 2014)

b. Hambatan Gerakan Sendi

Gangguan ini disebabkan oleh adanya fibrosis pada kapsul, osteofit atau

iregularitas permukaan sendi. Saat sendi digerakkan dapat ditemukan atau

didengar adanya krepitasi (Rasjad, 2007). Akibat nyeri yang dirasakan,

penderita OA akan takut bergerak dan terjadi gangguan range of motion

(ROM) (Rosani dan Isbagio, 2014)


c. Kaku Pagi

Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah sendi

tersebut tidak digerakkan beberapa lama, seperti duduk di kursi atau mobil

dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur (Soeroso

et al., 2014). Kekakuan yang terjadi pada pagi hari berlangsung dalam

waktu kurang dari 30 menit (Setiyohadi, 2003 dalam azizah,2019).

d. Pembengkakan

Pada inspeksi didapatakan pembengkakan sendi yang asimetris akibat

adanya efusi (cairan dalam sendi pada stadium akut) dan osteofit

(pembengkakan pada tulang) (Rosani dan Isbagio, 2014). Pembengkakan

sendi tampak lebih menonjol karena atrofi otot-otot sekelilingnya (Hilmy,

2002). Pembengkakan tulang (osteofit) dapat berkembang dan

mengganggu pergerakan normal sendi lutut (Adnan, 2009 dalam azizah,

2019).

e. Perubahan Gaya Berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua

pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang

menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain

merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA yang

umumnya tua (Soeroso et al., 2014).

h. Cara Pengobatan Osteoarthritis


Terapi non-farmakologis yang dapat dilakukan untuk kasus osteoartritid

diantaranya;

1) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai penyakit

Memberi informasi mengenai penyakit osteoartritis dan bagaimana

caranya agar penyakit OA yang dialami tidak bertambah parah serta

persendiannya tetap dapat dipakai.

2) Mengurangi berat badan

Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan,

minimal penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25

(IRA, 2014).

3) Fisioterapi dan rehabilitasi

Terapi ini ditujukan untuk menghilangkan nyeri dan mempertahankan

kekuatan otot serta ROM (Carter, 2002). Latihan yang dianjurkan

adalah latihan ROM pada sendi yang terlibat dan latihan isometrik

untuk membantu membentuk otot-otot yang mendukung sendi tersebut.

Pada latihan-latihan isotonik sebaiknya tidak dilakukan dengan tahanan

karena dapat memberatkan sendi (Carter, 2002).

4) Mengurangi aktivitas yang membebani sendi

Penderita OA dianjurkan untuk istirahat yang teratur untuk mengurangi

penggunaan beban pada sendi (Rasjad, 2007).

5) Kompres bagian sendi OA dengan air hangat


Pemakaian terapi panas berguna untuk mengurangi nyeri, mengurangi

spasme otot, mengurangi kekakuan sendi, menambah ekstensibilitas

tendon (Pertiwi et al., 2006).

6) Kompres jahe dan relaksasi music

Terapi ini berguna untuk relaksasi otot sendi yang kaku, mengurangi

nyeri, spasme otot, dan meningkatkan rasa nyaman pada pasien.

i. Cara Pencegahan Osteoarthritis

1. Mengurangi mengangkat beban berat

2. Mengurangi aktifitas fisik yang terlalu berat dan melelahkan

3. Melakukan olahraga ringan yang teratur (Azizah, 2019)


Lampiran SOP

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

PENGAJARAN : PROSES PENYAKIT OSTEOARTHRITIS

Definisi : Membantu pasien untuk memahami informasi yang berhubungan


dengan proses penyakit secara spesifik.
NO TINDAKAN
TAHAP PRAINTERAKSI
1 Siapkan diri
2 Menyiapkan materi yang akan di presentasikan, dan media yang akan
digunakan (Lembar Balik dan Leaflet)
TAHAP ORIENTASI
3 Memberikan salam
4 Bina hubungan saling percaya
5 Menjelaskan tujuan serta materi yang akan disampaikan
6 Melakukan kontrak waktu kegiatan
7 Beri kesempatan klien untuk bertanya
TAHAP KERJA
8 Mengkaji tingkat pengetahuan klien terkait dengan proses penyakit
9 Mereview pengetahuan klien mengenai kondisinya
10 Mengenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
11 Memberikan informasi pada pasien mengenai kondisinya, sesuai kebutuhan
12 Memberikan ketenangan terkait kondisi klien
13 Menjelaskan mengenai proses penyakit sesuai kebutuhan :
g. Menjelaskan definisi penyakit
h. Menjelaskan penyebab penyakit
i. Menjelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit, sesuai
kebutuhan
j. Menginstruksikan klien mengenai tindakan untuk mencegah/
meminimalkan efek samping penanganan dari penyakit, sesuai
kebutuhan
k. Mendiskusikan pilihan terapi/ penanganan/ pengobatan
l. Menjelaskan alasan dibalik manajemen/terapi/penanganan yang
direkomendasikan
14 Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau mengontrol
proses penyakit
15 Mengeksplorasi sumber-sumber dukungan yang ada, sesuai kebutuhan
TAHAP TERMINASI
19 Mengevaluasi pengetahuan klien
20 Kontrak untuk kegiatan selanjutnya
TAHAP DOKUMENTASI
22 Mendokumentasikan kegiatan yang telah dilakuan

MEDIA
LEMBAR BALIK
DOKUMENTASI

A. Alat Dan Bahan Yang Di Gunakan Untuk Intervensi


Jahe 2 Handuk Kecil
Parutan baskom/piring plastik untuk parutan
jahe

B. Kegiatan Keperawatan Gerontik


1. Melakukan Pengkajian Keperawatan Pada Lansia

2. Melakukan Pendidikan Kesehatan Pada Lansia


3. Melakukan Implementasi Terapi Kombinasi Kompres Jahe Dan Terapi Musik
4. Mengajarkan dan mengarahkan Istri Tn. A (Simbah) dalam melakukan terapi
kompres jahe dan musik gamelan secara mandiri

Anda mungkin juga menyukai