Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

INTERAKSI PADA HALUSINASI

DISUSUN OLEH :
NAHDAH DYAH NADILLA
NIM 11212108

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
STIKES PERTAMEDIKA JAKARTA
TAHUN AKADEMIK
2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun tugas ini tepat pada waktunya
dengan judul “Laporan Pendahuluan, Strategi Pelaksanaan, dan Analisa Proses Interaksi Pada
Halusinasi”.
Dalam penyusunan tugas ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan tugas ini. Semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan
Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Bogor, September 2022

Penulis

2
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan sensori Persepsi : Halusinasi

II. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Halusinasi adalah terjadinya penglihatan, suara, sentuhan, bau, maupun rasa
tanpa stimulus eksternal terhadap organ-organ indera (Fontaine, 2009).
Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera dimana
tidak terdapat stimulasi terhadap reseptor-reseptornya, halusinasi merupakan
persepsi sensori yang salah yang mungkin meluputi salah satu dari kelima panca
indera (Towsend, 2009).
Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respo neurobiologis
yang maladaptif, klien mengalami distorsi sensori yang nyata dan meresponnya,
namun dalam halusinasi stimulus internal dan eksternal tidak dapat diidentifikasi
(Stuart, 2009).
Halusinasi merupakan perubahan dalam jumlah dan pola stimulus yang
diterima disertai dengan penurunan berlebih distorsi atau kerusakan respon
beberapa stimulus (NANDA-I 2009-2011).
Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa dimana klien merasakan
suatu stimulus yang sebenarnya tidak ada. Klien mengalami perubahan sendiri
persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara, pengelihatan, pengecapan,
perasaan, atau penciuman. Salah satu manifestasi yang timbul adalah halusinasi
tidak dapat memenuhi kehidupannya sehari-hari. Halusinasi merupakan salah satu
dari sekian banyak bentuk pisikopatologi yang paling parah dan membingungkan.

2. Jenis Halusinasi
a. Halusinasi pendengaran
Menurut Stuart (2009), pada klien halusinasi dengar tanda dan gejala dapat
di karakteristik mendengar bunyi atau suara, paling sering dalam bentuk suara,
rentang suara dari suara sederhana atau suara yang jelas, suara tersebut
membicarakan tentang pasien, sampai percakapan yang komplet antara dua
3
orang atau lebih seperti orang yang berhalusinasi. Suara yang didengar dapat
berupa perintah yang memberitahu pasien untuk melakukan sesuatu, kadang-
kadang dapat membahayakan atau mencedera.
Halusinasi dengar merupakan gejala mayoritas yang sering dijumpai pada
pasien skizofrenia. Hasil penelitian Nayani dan David (1996, dalam Birchwood
2009) menunjukkan bahwa isi halusinasi pendengaran 84% berupa perintah
untuk melakukan sesuatu, 77% mengkritik individu, 70% menghina klien, 66%
mengancam, 61% membicarakan tentang orang lain, 53% mendebat klien,
48% menyenagkan klien, 41% menanyakan sesuatu dan 40% menertawakan
klien. Halusinasi dengar harus menjadi fokus perhatian kita bersama karena
halusinasi dengar apabila tidak ditangani secara baik dapat menimbulkan
resiko terhadap keamanan diri klien sendiri, orang lain dan juga lingkungan
sekitaran.
b. Halusinasi penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien mencium aroma
atau bau tertentu seperti urine atau feces atau bau yang bersifat lebih umum
atau bau busuk atau bau yang tidak sedap (Cancro & Lehman, 2000 dalam
Videbeck 2008).
c. Halusinasi penglihatan
Pada klien yang mengalami halusinasi penglihatan, isi dari halusinasi
berupa melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali, misalnya
cahaya atau orang yang telah meninggal atau mungkin sesuatu yang bentuknya
menakutkan (Cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck 2008).
d. Halusinasi pengecapan
Pada halusinasi pengecapan, isi halusinasi berupa klien mengecap rasa yang
tetap ada dalam mulut atau perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu
yang lain. Rasa tersebut dapat berupa rasa logam atau pahit, dapat berupa rasa
busuk, tak sedap dan anyir seperti darah, urine dan feces (Stuart & Laraia,
2005; Stuart, 2009).
e. Halusinasi perabaan
Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti aliran listrik
yang menjalar ke seluruh tubuh atau binatang kecil yang merayap di kulit
(Cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck, 2008).
f. Halusinasi Chenesthetik

4
Halusinasi chenesthetik klien akan merasa fungsi tubuh seperti darah
berdenyut melalui vena dan arteri, mencerna makanan atau bentuk urin
(Videbeck, 2008; Stuart, 2009)
g. Halusinasi Kinesteteik
Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi gerakan tubuh,
gerakan tubuh yang tidak lazim seperti melayang di atas tanah. Sensasi
gerakan sambil berdiri tak bergerak (Videbeck 2008; Stuart, 2009).

 Jenis Halusinasi serta Ciri Objektif dan Subjektif Klien yang Mengalami
Halusinasi
Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi  Bicara atau tertawa  Mendengar suara–
Dengar sendiri. suara atau kegaduhan.
(klien mendengar  Marah–marah tanpa  Mendengar suara
suara/bunyi yang sebab. yang mengajak bercakap-
tidak ada  Mendekatkan cakap.
hubungannya telinga ke arah tertentu.  Mendengar suara
dengan stimulus  Menutup telinga. menyuruh melakukan sesuatu
yang yang berbahaya.
nyata/lingkungan)

Halusinasi a. Menunjuk-nunjuk Melihat bayangan, sinar,


Penglihatan ke arah tertentu. bentuk geometris, kartun,
(klien melihat b. Ketakutan pada melihat hantu, atau monster.
gambaran yang sesuatu yang tidak jelas.
jelas/samar
terhadap adanya
stimulus yang
nyata dari
lingkungan dan
orang lain tidak
melihatnya).
Halusinasi  Mengendus-endus Membaui bau-bauan seperti
Penciuman seperti sedang membaui bau darah, urine, feses, dan
(klien mencium bau-bauan tertentu. terkadang bau-bau tersebut
5
suatu bau yang  Menutup hidung. menyenangkan bagi klien.
muncul dari
sumber tertentu
tanpa stimulus
yang nyata).
Halusinasi  Sering meludah. Merasakan rasa seperti darah,
pengecapan  Muntah. urine, atau feses.
(klien merasakan
sesuatu yang tidak
nyata, biasanya
merasakan rasa
makanan yang
tidak enak).
Halusinasi Menggaruk-garuk  Mengatakan ada
Perabaan permukaan kulit serangga di permukan kulit.
(klien merasakan  Merasa seperti
sesuatu pada tersengat listrik.
kulitnya tanpa ada
stimulus yang
nyata).
Halusinasi Memegang kakinya yang Mengatakan badannya
Kinestetik dianggapnya bergerak melayang di udara.
(klien merasa sendiri.
badan nya
bergerak dalam
suatu ruangan atau
anggota badan nya
bergerak).
Halusinasi Memegang badannya yang Mengatakan perutnya menjadi
Viseral di anggapnya berubah mengecil setelah minum soft
(perasaan tertentu bentuk dan tidak normal drink.
timbul dalam seperti biasanya.
tubuhnya).
Sumber: Stuart dan Sundeen (1998)

6
3. Fase Halusinasi
1. Comforting (halusinasi menyenangkan, cemas ringan)
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang intense seperti cemas,
kesepian, rasa bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran
yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1) Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tampak tidak tepat
2) Menggerakkan bibir tanpa membuat suarapengerakan mata yang cepat
3) Respon verbal yang lambat seperti asyik
4) Diam dan tampak asyik
2. Comdemning (halusinasi menjijikan, cemas sedang)
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang berhalusinasi
mulai merasa kehilangan control dan mungkin berusaha menjauhkan diri serta
merasa malu dengan adanya pengalaman sensori tersebut dan menarik diri dari
orang lain.
Perilau yang dapat diobservasi:
1) Ditandai dengan peningkatan kerja system saraf autonomic yang
menunjukan kecemasan misalnya terdapat peningkatan nadi, pernafasan
dan tekanan darah
2) Rentang perhatian menjadi sempit
3) Asyik dengan pengalaman sendori dan mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan realitas
3. Controlling (pengalam sensori berkuasa, cemas berat)
Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan pengalaman
halusinasinya. Isi halusinasi bisa menjadi menarik/ memikat.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1) Arahan yang diberikan halusinasi tidak hanya dijadikan objek saja oleh
klien tetapi mungkin akan diikuti/dituruti
2) Klien mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Rentang perhatian hanya dalam beberapa detik atau menit
4) Tampak tanda kecemasan berat seperti berkeringan, tremor, tidak mampu
mengikuti peritah
4. Conquering (melebur dalam pengaruh halusinasi, panik)

7
Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti perintah dari
halusinasi. Halusinasi mungkin berakhir dalam waktu empat jam atau sehari
bila tidak ada intervensi terapeutik.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1) Perilaku klien tampak seperti dihantui teror dan panik
2) Potensi kuat untuk bunuh diri dan membunuh orang lain
3) Aktifitas fisik yang digambarkan klien menunjukkan isi dari halusinasi
misalnya klien melakukan kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia
4) Klien tidak dapat berespon pada arahan kompleks
5) Klien tidak dapat berespon pada lebih dari satu orang

4. Rentang respon neurobiologi

Rentang Respon Neurobiologis


Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Kadang
1. Pikiran Logis 1. Gangguan
proses pikir
2. Persepsi proses pikir
terganggu
Akurat (waham)
2. Ilusi
3. Emosi 2. Halusinasi
3. Emosi
konsisten 3. RPK
4. Perilaku tidak
dengan 4. Perilaku tidak
biasa
pengalaman terorganisir
5. Menarik diri
4. Perilaku 5. Isolasi sosial
sesuai

5. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
 Faktor Biologis
Menurut Videbeck (2008), faktor biologi yang dapat menyebabkan
terjadinya skizofrenia yaitu:

1) Genetik
Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang
mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia (Copel, 2007).
Sedangkan Buchanan dan Carpenter (2000, dalam Stuart &Laraia,
2005; Stuart, 2009) menyebutkan bahwa kromosom yang berperan
8
dalam menurunkan skizofrenia adalah kromosom 6. Sedangkan
kromosom lain yang juga berpean adalah kromosom 4, 8, 15, dan 22,
Craddock et al (2006 dalam Stuart, 2009). Penelitian juga menemukan
gen GAD 1 yang bertanggungjawab memproduksi GABA, dimana
pada klien skizofrenia tidakdapat meningkat secara normal sesuai
perkembangan pada daerah frontal, dimana bagian ini berfungsi dalam
proses berfikir dan pengambilan keputusan Hung et al, (2007 dalam
Stuart, 2009).
Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian anak
kembar yang menunjukkan anak kembar identik berisiko mengalami
skizofrenia sebesar 50%, sedangkan pada kembar non identik/ fraternal
berisiko 15% mengalami skizofrenia, angka ini meningkat sampai 35%
jika kedua orangtua biologis menderita skizofrenia (Cancro & Lehman,
2000; Videbeck, 2008; Stuart, 2009). Semua penelitian ini
menunjukkan bahwa faktor genetik hanya sebagian kecil penyebab
terjadinya skizofrenia dan ternyata masih ada faktor lain yang juga
berperan sebagai faktor penyebab terjadinya skizofrenia.
2) Neuroanatomi
Penelitian menunjukkan kelainan anatomi, fungsional dan
neurokimia di otak klien skizofrenia hidup dan postmortem, penelitian
menunjukkan bahwa kortek prefrontal dan sistem limbik tidak
sepenuhnya berkembang pada di otak klien dengan skizofrenia.
Penurunan volume otak mencerminkan penurunan baik materi putih
dan materi abu-abu pada neuron akson (Kuroki et al, 2006; Higgins,
2007 dalam Stuart, 2009). Hasil pemeriksaan Computed Tomography
(CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI), memperlihatkan
penurunan volume otak pada individu dengan skizofrenia, temuan ini
memperlihatkan adanya keterlambatan perkembangan jaringan otak
dan atropi. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)
menunjukkan penurunan aliran darah ke otak pada lobus frontal selama
tugas perkembangan kognitif pada individu dengan skizofrenia.
Penelitian lain juga menunjukkan terjadinya penurunan volume otak
dan fungsi otak yang abnormal pada area temporalis dan frontal
(Videbeck, 2008). Perubahan pada kedua lobus tersebut belum
diketahui secara pasti penyebabnya.
9
Keadaan patologis yang terjadi pada lobus temporalis dan frontalis
berkolerasi dengan terjadinya tanda-tanda positif dan negatif dari
skizofrenia. Copel (2007) menyebutkan bahwa tanda-tanda positif
skizofrenia seperti psikosi disebabkan karena fungsi otak yang
abnormal pada lobus temporalis. Sedangkan tanda-anda negatif seperti
tidak memiliki kemauan untuk motivasi dan anhedonia disebabkan oleh
fungsi otak yang abnormal pada lobus frontalis.
Hal ini sesuai dengan Sadock dan Sadock (2007 dalam Towsend,
2009) yang menyatakan bahwa fungsi utama lobus frontalis adalah
aktivasi motorik, intelektual, perencanaan konseptual, aspek
kepribadian, aspek produksi bahasa. Sehingga apabila terjadi gangguan
pada lobus frontalis, maka akan terjadi perubahan pada aktivitas
motorik, gangguan intelektual, perubahan kepribadian dan juga emosi
yang tidak stabil. Sedangkan fungsiutam adari lobus temporalis adalah
pengaturan bahasa, ingatan dan juga emosi. Sehingga gangguan yang
terjadi pada korteks temporalis dan nukleus-nukleus limbik yang
berhubungan pada lobus temporalis akan menyebabkan timbulnya
gejala halusinasi.
3) Neurokimia
Penelitian di bidang neurotransmisi telah memperjelas hipotetsi
disregulasi pada skizofrenia, gangguan terus menerus dalam satu atau
lebih neurotransmiter atau neuromodulator mekanisme pengaturan
homeostatic menyebabkan neurotransmisi tidak stabil atau tidak
menentu. Teori ini menyatakan bahwa area mesolimbik overaktif
terhadap dopamine, sedangkan area prefrontal mengalami hipoaktif
sehingga terjadi ketidakseimbangan antara sistem neurotransmiter
dopamine dan serotonin serta yang lain (Stuart, 2009). Pernyataan ini
memberi arti bahwa neurotransmitter mempunyai peranan yang penting
menyebabkan terjadinya skizofrenia.
Beberapa referensi menunjukkan bahwa neurotransmiter yang
bereperan menyebabkan skizofrenia adalah dopamin dan serotonin.
Satu teori yang terkenal memperlihatkan dopamin sebagai faktor
penyebab, ini dibuktikan dengan obat-obatan yang menyekat reseptor
dopamin pascasinaptik mengurangi gejala gejala psikotik dan pada
kenyataan nya semakin efektif obat tersebut dalam mengurangigejala
10
skizofrenia. Sedangkan serotonin berfungsi sebagai modulasi
dopamine, yang membantu mengontrol kelebihan dopamine, beberapa
peneliti yakin bahwa kelebihan serotonin itu sendiri bereperan dalam
perkembangan skizofrenia, ini dibuktikan dengan penggunaan obat
antipsikotik atipikal seperti klozapin (clorazil) yang merupakan
antagonis dopamine dan serotonin. Penelitian menunjukkan bahwa
klozapin dapat menghasilkan penurunan gejala psikotik secara dramatis
dan mengurangi tanda-tanda negatif skizofrenia (O’Connor, 1998;
Marder, 2000 dalam Videbeck, 2008).
Adanya overload reuptake neurotransmiter dopamin dan serotonin
mengakibatkan kerusakan komunikasi antar sel otak, sehingga jalur
penerima dan pengiriman informasi di otak terganggu. Keadaan inilah
yang mengakibatkan informasi tidak dapat diproses sehingga terjadi
kerusakan dalam persepsi yang berkembang menjadi halusinasi dan
kesalahan dalam membuat kesimpulan yang berkembang menjadi
delusi.
4) Imunovirologi
Sebuah penelitian untuk menemukan “virus Skizofrenia” telah
berlangsung (Torrey et al, 2007; alman et al, 2008). Bukti campuran
menunjukkan bahwa paparan prenatal terhadap virus influenza,
terutama selama trimester pertama, mungkin menjadi salah satu faktor
penyebab skizofrenia pada beberapa orang tetapi tidak pada orang lain
(Brown et al, 2004). Teori ini didukung oleh temuan riset yang
memperlihatkan lebih banyak orang dengan skiofrenia lahir di musim
dingin atau awal musim semi dan di daerah perkotaan (Van Os et al,
2004). Temuan ini menunjukkan musim potensial dan tempat lahir
dampak terhadap resiko untuk skizofrenia. Infeksi virus lebih sering
terjadi pada tempat-tempat keramaian dan musim dingin dan awal
musing semi dan dapat terjadi in utero atau pada anak usia dini pada
beberapa orang yang rentan (Gallagher et al, 2007; Velling et al, 2008
dalam Stuart, 2009)
5) Psikologis
Awal terjadinya skizofrenia difokuskan pada hubungan dalam
keluarga yang mempengaruhi perkembangan gangguan ini, teori awal
menunjukkan kurangnya hubungan antara orangtua dan anak, serta
11
disfungsi sistem keluarga sebagai penyebab skizofrenia. Dalam
penelitian lain, beberapa anak dengan skizofrenia menunjukkan
kelainan halus yang meliputi perhatian, koordinasi, kemampuan sosaial,
fungsi neuromotordan respon emosional jauh sebelum mereka
menunjukkan gejala yang jelas dari skizofrenia (Schiffman et al, 2004
dalam Stuart, 2009). Hal di atas dukung oleh Sinaga (2007), yang
menyebutkan bahwa lingkungan emosional yang tidak stabil
mempunyai resiko yang besar terhadap perkembangan skizofrenia, pada
masa kanak disfungsi situasi sosial seperti trauma masa kecil,
kekerasan, hostilitas dan huungan interpersonal yang kurang hangat
diterima oleh anak sangat mempengaruhi perkembangan neurologikal
anak sehingga lebih rentan mengalami skizofrenia dikemudian hari.
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005), faktor psikologis yang dapat
mempengaruhi adalah tingkat intelegensi, kemampuan verbal, moral,
kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri dan motivasi. Selain itu
faktor penyebab terjadinya skizofrenia berdasarkan teori interpersonal
berpendapat bahwa s skizofrenia muncul akibat hubungan disfungsional
pada masa kehidupan awal dan masa remaja, skizofrenia terjadi akibat
ibu yang cemas atau ayah yang jauh dan suka mengonbtrol (Torrey,
1995 dalam Videbeck, 2008). Halini memberiarti bahwa anak akan
belajar pada orangtua nya yang mengalami skizofrenia dan akan
mempraktekkan apa yang dilihatnya setelah ia besar dalam setiap ia
mengalami masalah.
6) Sosial Budaya
Faktor sosial budaya yang dapat menyebabkan terjadinya
skizofrenia adalah adanya double bind didalam keluarga dan konflik
dalam keluarga. Torrey (1995 dalam Videbeck, 2008) menyebutkan
bahwa salah satu faktor sosial yang dapat menyebabkan terjadinya
skizofrenia adalah asnya disfungsi dalam pengasuhan anak maupun
dinamika keluarga.
Seaward (1997, dalam Videbeck 2008) menyebutkan bahwa fakor
budaya dan sosial dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah
karena tidak adanya penghasilan, adanya kekerasan, tidak memiliki
tempat tinggal, kemiskinan dan diskriminasi ras, golongan, usia
maupun jenis kelamin.
12
b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balik di otak
yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses informasi. Stimulasi
pemglihatan dan pendengaran pada awalnya di saring oleh hipotalamus dan
dikirim untuk diproses oleh lobus frontal dan bila informasi yang disampaikan
terlalu banyak pada suatu waktu atau jika informasi tersebut salah, lobus
frontal mengirimkan pesan overload ke ganglia basal dan di ingatkan lagi
hipotalamus untuk mmeperlambat transmisi ke lobus frontal. Penurunan fungsi
dari lobus frontal menyebabkan gangguan pada proses umpan balik dalam
penyampaian informasi yang menghasilkan proses informasi overload (Stuart
& Laraia 2005; Stuart 2009). Selain itu, penurunan pintu mekanisme/gatting
proses ini ditunjukkan dengan ketidakmampuan individu dalam memilih
stimuli secara selektif (Hong et al, 20027 dalam Stuart 2009).

c. Penilaian Terhadap Stressor


Penilaian terhadap stressor merupakan penilaian individeu ketika
mengalami stressor yang datang. Menurut Sinaga (2007), faktor biologis,
psikososial dan lingkungan saling berintegrasi datu sama lain pada saat
individu mengalami stress sedangkan individu sendiri memilki kerentanan
(diatesis), yang jika diaktifkan oleh pengaruh stress maka akan menimbulkan
gejala skizofrenia. Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005), penilaian terhadap
stressor terdiri dari respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Hal
ini memberikan arti bahwa apabila individu mengalami suatu stressor maka ia
akan merespon stressor maka ia akan merespon stressor tersebut dan akan
tampak melalui tanda dan gejala yang muncul.

d. Sumber Koping
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005), sumber koping merupakan hal
yang penting dalam membantu klien dalam mengatasi stressor yang
dihadapinya. Sumber koping tersebut meliputi aset ekonomi, sosial support,
nilai dan kemampuan individu mengatasi masalah. Apabila individu
mempunyai sumber koping yang adekuat maka ia akan mampu beradaptasi dan
mengatasi stressor yang ada.
13
Keluarga merupakan salah satu sumber koping yang dibutuhkan
individu ketika mengalami stress. Hal tersebut sesuai dengan Videbeck (2008)
yang menyatakan bahwa keluarga memang merupakan salah satu sumber
pendukung yang utama dalam penyembuhan klien skizofrenia. Psikosis atau
skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat menjengkelkan yang
memerlukan penyesuaian baik bagi klien dan keluarga. Proses penyesuaian
psikotik terdiri dari empat fase: (1)disonansi kognitif (psikosis aktif),
(2)pencapaian wawasan, (3)stabilitas dalam semua aspek kehidupan (ketetapan
kognitif), dan (4)bergerak terhadap prestasi kerja atau tujuan pendidikan.
Proses multifase penyesuaian dapat berlangsung 3 sampai 6 tahun (Moller,
2006 dalam Stuart, 2009) :
a) Efikasi/Kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi gejala
dan menstabilkan disonansi kognitif setelah episode pertama memakan
waktu 6 sampai 12 bulan.
b) Awal penegenalan diri/insight sebagai proses mandiri melakukan
pemeriksaan realitas yang dapat diandalkan. Pencapaian keterampilan ini
memakan waktu 6 sampai 18 bulan dan tergantung pada keberhasilan
pengobatan dan dukungan yang berkelanjutan.
c) Setelah mencapai pengenalan diri/insight, proses pencapaian kognitif
meliputi keteguhan melanjutkan hubungan interpersoanl normal dan
reengaging dalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan dengan
sekolah dan bekerja. Fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun.
d) Ordinariness/kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan
kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat
dalam kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari-
hari mencerminkan tujuan prepsychosis. Fase ini berlangsung minimal 2
tahun. Sumber daya keluarga, seperti pemahaman orang tua terhadap
penyakit, keuangan, ketersediaan waktu dan energi, dan kemampuan untuk
menyediakan dukungan yang berkelanjutan, mempengaruhi jalannya
penyesuaian pospsychotic.

e. Mekanisme Koping
Menurut Stuart & Laraia, 2005 dalam Stuart, 2009, pada klien
skizofrenia, klien berusaha untuk melindungi dirinya dan pengalaman yang
disebabkan oleh penyakitnya. Klien akan melakukan regresi untuk mengatasi
14
kecemasan yang dialaminya, melakukan proyeksi sebagai usaha untuk
menjelaskan persepsinya dan menarik diri yang berhubungan dengan masalah
membangun kepercayaan dan keasyikan terhadap pengalaman internal.

A. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji

NO DATA YANG PERLU DIKAJI MASALAH


1  Data subjektif : Halusinasi
Pasien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk
kartun, melihat hantu atau monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses,
kadang-kadang bau itu menyenangkan
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya

 Data objektif :
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
7) Mencium sesuatu seperti membaui bau-bauan
tertentu
8) Menutup hidung
9) Sering meludah
10) Muntah
11) Mengaruk-garuk permukaan kulit

B. Pohon Masalah
15
Resiko perilaku Kekerasan

Gangguan Sensori Persepsi:


Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

III. Diagnosa Keperawatan


1. Resiko perilaku kekerasan
2. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah

16
IV. Rencana Tindakan Keperawatan (Tulis Sesuai Dengan Masalah Utama)
Dengan Diagnosa Keperawatan: Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

Perencanaan
No Rasional
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1 Pasien Mampu : Setelah 4x pertemuan, SP 1
1) Mengontrol pasien dapat menjelaskan 1) Membantu pasien mengenal 1) Mencari tahu apa yan g terjadi ketika
halusinasi dengan tentang: halusinasi ( isi, frekuensi, waktu pasien halusinasi.

cara menghardik. 1) Cara Menghardik terjadinya, situasi pencetus, perasaan


2) Mengontrol 2) Cara minum obat (6 saat terjadi halusinasi)
2) Memberi pengetahuan
halusinasi dengan Benar) 2) Menjelaskan cara mengontrol
cara minum obat 3) Bercakap-cakap halusinasi : hardik, obat, bercakap-
(6 Benar) dengan orang lain. cakap, melakukan kegiatan harian 3) Memberikan latihan praktik langsung untuk
3) Mengontrol 4) Melakukan Kegiatan 3) Mengajarkan pasien mengontrol mencegah datangnya halusinasi
halusinasi dengan Harian. halusinasi dengan cara menghardik
cara bercakap- halusinasi 4) Mengontrol/evaluasi apa saja yang sudah
cakap dengan 4) Masukan oada jadwal kegiatan untuk pasien lakukan.
orang lain. latihan menghardik
4) Mengontrol SP 2
halusinasi dengan 1) Evaluasi kegiatan menghardik, beri 1) Membandingkan hasil dan harapan.
cara melakukan pujian
2) Memberikan latihan praktik langsung untuk
kegiatan harian. 2) Latih cara mengontrol halusinasi'
mencegah datangnya halusinasi.

17
3) Latih cara mengontrol halusinasi 3) Memberikan latihan praktik langsung untuk
dengan obat ( jelaskan 5 benar : jenis, mencegah datangnya halusinasi.
guna, dosis, frekuensi,
cara,kontinuitas minum obat)
4) Mengontrol/evaluasi apa saja yang sudah
4) Masukan pada jadwal kegiatan untuk
pasien lakukan.
latihan menghardik dan minum obat
SP 3
1) Evaluasi kegiatan harian menghardik 1) Membandingkan hasil dan harapan.
dan obat, beri pujian
2) Memberikan latihan praktik langsung
2) Latih cara mengontrol halusinasi
untukmencegah datangnya halusinasi.
bercakap-cakap saat terjadi halusinasi
3) Mengontrol/evaluasi apa saja yang sudah
3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk
pasien lakukan.
latihan menghardik, minum obat dan
bercakap-cakap.
SP 4
1) Evaluasi kegiatan harian menghardik, 1) Membandingkan hasil dan harapan.
minum obat dan bercakap-cakap, beri
pujian
2) Memberikan latihan praktik langsung
2) Latih cara mengontrol halusinasi
untukmencegah datangnya halusinasi.
dengan melakukan kegiatan harian
(mulai 2 kegiatan)
3) Mengontrol/evaluasi apa saja yang sudah
3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk
pasien lakukan.
latihan menghardik, minum obat,
18
bercakap-cakap dan kegiatan harian.
2 Keluarga mampu Setelah 4x pertemuan SP 1
merawat anggota keluarga mampu 1) Diskusikan masalah yang dirasakan 1) Mengetahui masalah yang dirasakan dalam
keluarga yang meneruskan melatih dalam merawat klien merawat klien.

mengalami pasien dan mendukung 2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala 2) Memberi pengetahuan.
masalah gangguan agar kemampuan dan proses terjadinya halusinasi
3) Memberi pengetahuan.
persepsi sensori : mengontrol halusinasinya 3) Jelaskan cara merawat halusinasi
4) Memberi latihan praktik langusng dalam
halusinasi meningkat. 4) Latih cara merawat halusinasi : hardik
mengontrol halusinasi.

5) Anjurkan membantu klien sesuai 5) Mengontrol apa-apa saja yang pasien

jadwal dan memberi pujian lakukan untuk latihannya

SP 2
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam 1) Membandingkan hasil dan harapan.
merawat/melatih klien menghardik,
beri pujian
2) Memberi pengetahuan.
2) Jelaskan 6 benar cara memberikan
obat
3) Memberi latihan praktik langusng dalam
3) Latih cara memberikan/ membimbing
mengontrol halusinasi.
minum obat.
4) Mengontrol apa-apa saja yang pasien
4) Anjurkan membantu klien sesuai
lakukan untuk latihannya
jadwal dan memberi pujian
SP 3
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam 1) Membandingkan hasil dan harapan.
19
merawat/melatih klien menghardik
dan memberikan obat, beri pujian
2) Memberi pengetahuan.
2) Jelaskan cara bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan untuk mengontrol
halusinasi
3) Memberi latihan praktik langusng dalam
3) Latih dan sediakan waktu bercakap-
mengontrol halusinasi.
cakap dengan klien terutama pada saat
halusinasi 4) Mengontrol apa-apa saja yang pasien
4) Anjurkan membantu klien sesuai lakukan untuk latihannya
jadwal dan memberikan pujian
SP 4
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam 1) Membandingkan hasil dan harapan.
merawat/ melatih klien menghardik,
memberikan obat, dan bercakap-
cakap, beri pujian
2) Memberi pengetahuan.
2) Jelaskan follow up ke RSJ/PKM,
tanda kambuh, rujukan 3) Mengontrol apa-apa saja yang pasien
3) Anjurkan membantu klien sesuai lakukan untuk latihannya
jadwal dan memberikan pujian

Terapi Tindakan Keperawatan Spesialis


1. Terapi individu: Terapi perilaku
2. Terapi kelompok: Psikoedukasi kelompok
20
3. Terapi keluarga: Terapi Triangel.
4. Terapi komunitas: Assertive community therapy (ACT)

Rencana Tindakan Medis/Psikofarmadinamika :


a. Anti Psikotik:
1. Chlorpromazine ( Promactile, Largactile)
2. Haloperidol (Haldol, srenace, Lodomer)
3. Stelazine
4. Clozapine (Clozaril)
5. Risperidone (Risperidal)
b. Anti parkinson :
1. Trihexyphenidile
2. Arthan

21
STRATEGI PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI

Nama Mahasiswa : Nahdah Dyah Nadilla


Hari / Tanggal : Senin, 19 September 2022
Pertemuan Ke : 1 (Satu)
SP. 1 : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan
cara-cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien
mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik
halusinasi

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien tampak gelisah saat tidur , tatapan kosong saat sendirian , sesekali terlihat
cemas saat sendiri.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran
3. Tujuan Keperawatan
Klien mampu untuk mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol
halusinasi dengan cara pertama menghardik.
4. Rencana Keperawatan
a. Mengidentifikasi jenis halusinasi
b. Mengidentifikasi isi halusinasi
c. Mengidentifikasi waktu halusinasi
d. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
e. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
f. Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
g. Mengajarkan klien menghardik halusinasi
h. Menganjurkan klien memasukkan dalam kegiatan harian
i. Memberi dorongan klien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan
yang realistis.

22
B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. Fase Perkenalan/Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamu'alaikum warohmatulloh, selamat sore ibu, boleh saya duduk disini?
Perkenalkan nama saya Nadilla dari STIKES Pertamedika Jakarta Nama Ibu
siapa? Ibu senang dipanggil siapa? Asalnya darimana, Bu? Ibu bersedia kita
berbicara sebentar saja, Bu?
b. Kontrak saat ini
 Topik
“Baiklah, sekarang kita akan bercakap-cakap tentang suara-suara yang selama ini
ibu dengar”.
 Waktu
“Berapa lama kita akan berbincang-bincang bu? Bagaimana kalau 15 menit saja
bu? Apakah ibu setuju?”
 Tempat
“Dimana ya bu enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana jika disini saja?”

2. Fase Kerja
“Ibu, kalau boleh tau kenapa ibu diam saja, dan tidak berbicara dengan teman yang
lain? Kalau boleh tau juga kenapa Ibu bisa dirawat disini? Apakah ibu mendengar
suara tanpa dengan wujud? Apa yang dikatakan suara itu? Apakah terus menerus
terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan suara itu paling sering ibu dengar? Berapa kali
sehari ibu alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?
Apa yang ibu rasakan pada saat mendengar suara-suara itu? Apa yang ibu lakukan
pada saat mendengar suara-suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang?
Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?”
Bu, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal. Dan yang ke empat, minum obat
dengan teratur. Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan cara
menghardik. Caranya adalah sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung
ibu bilang pergi, saya tidak mau dengar, saya tidak mau dengar kamu suara palsu.

23
Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah,
begitu. Bagus sekali bu! Coba lagi! Ya, bagus ibu bisa”.

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Perasaan Klien
“Bagaimana perasaan ibu setelah peragaan tadi?”
b. Tindakan Lanjut
“Jika suara-suara itu muncul lagi, silahkan coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita
buat jadwal latihannya ?”
c. Kontrak untuk pertemuan yang akan datang
 Topik
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan
suara-suara dengan cara yang kedua?”
 Waktu
“Jam berapa bu? Bagaimana kalau besok jam 15.00 WIB seperti hari ini ya bu ,
bagaimana?”
 Tempat
“Dimana bu kita bisa berbincang-bincang lagi? Bagaimana kalau di ruangan ini
saja ?”
Baik...Makasih pak untuk waktu yang Ibu luangkan untuk saya...permisi Buu

24
STRATEGI PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI

Nama Mahasiswa : Nahdah Dyah Nadilla


Hari / Tanggal : Selasa , 20 September 2022
Pertemuan Ke : 2 (Dua)
SP. 2 : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
kedua: bercakap-cakap dengan orang lain

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien bicara sendiri, tatapan kosong , tampak melamun dan tersenyum sendiri
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
3. Tujuan Keperawatan
Klien mampu untuk mengenal halusinasi, cara-cara mengontrol halusinasi dengan
cara kedua, bercakap-cakap dengan orang lain.
4. Rencana Keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain.
c. Menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.

B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK


1. Fase Perkenalan/Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum bu, bagaimana perasaan ibu hari ini?”
b. Evaluasi/Validasi
“Apakah suara-suara yang biasa ibu dengar masih muncul? Apakah sudah dipakai
cara yang kita latih kemarin? Apakah berkurang suara-suaranya?”
c. Kontrak saat ini

25
 Topik
“Baik ibu, hari ini, sesaui janji saya kemarin, sekarang kita akan mengobrol
tentang cara kedua yaitu mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain”
 Waktu
“Berapa lama kita dapat berbincang-bincang bu ? Ibu memiliki waktu luang
sekitar 15 menit bu? baik kita akan berbincang sekitar 15 menit.”
 Tempat
“Ibu suka kita ngobrolnya disini saja ya bu?”

2. Fase kerja
“Jadi cara kedua untuk mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Jadi kalau ibu mendengar suara-suara, langsung saja cari
teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk berbicara dengan ibu. Contohnya
begini, “Tolong, saya mulai dengar suara-suara, bisa ngobrol dengan saya?” coba ibu
lakukan seperti itu! Ya, begitu. Bagus. Coba sekali lagi bu! Bagus! ibu harus latihan
terus ya!!”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Perasaan klien setelah interaksi
“Ibu, hari ini kita sudah belajar tentang bagaimana berbincang dengan orang lain.
Setelah kita ngobrol tadi apa yang ibu rasakan sekarang ya bu?”
b. Tindakan Lanjut
“Jadi sudah ada berapa cara yang ibu pelajari untuk mencegah suara-suara itu?
Bagus, cobalah kedua cara ini ibu lakukan jika mengalami halusinasi lagi.
Bagaimana kalau kita masukan dalam kegiatan sehari-hari ibu? Nah, nanti lakukan
secara teratur dan gunakan sewaktu-waktu bila suara itu muncul”.
c. Kontrak untuk pertemuan yang akan datang
 Topik
“Ibu , Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas
terjadwal?”

26
 Waktu
“Jam berapa ibu mau? Bagaimana kalau besok di jam yang sama, jam 15.00
WIB ya bu?”
 Tempat
“Mau dimana kita berbincang-bincang? Bagaiman kalau disini saja bu? sampai
ketemu besok ya bu!! Wassalamualaikum”

STRATEGI PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

27
PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI

Nama Mahasiswa : Nahdah Dyah Nadilla


Hari / Tanggal : Rabu, 21 September 2022
Pertemuan Ke : 3 (Tiga)
SP. 3 : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
ketiga:  melaksanakan aktivitas terjadwal

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien tampak bicara sendiri saat tidur dan gelisah tatapan kosong dan melamun
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran
3. Tujuan Keperawatan
Klien mampu untuk mengontrol halusinasi dengan cara ketiga yaitu melaksanakan
aktifitas yang terjadwal.
4. Rencana Keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan yang
biasa dilakukan dirumah.
c. Menganjurkan klien memasukkan dalam kegiatan harian.

B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK


1. Fase Perkenalan/Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum, selamat sore ibu. Masih ingat dengan saya kan bu ? iya benar
bu”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaaan ibu hari ini? Apa ibu sudah mandi dan sarapan pagi?
Apakah suara-suara yang ibu dengar masih muncul? Apakah sudah dipakai dua
cara yang telah kita latih? Bagaimana hasilnya? Bagus
c. Kontrak saat ini

 Topik

28
“Sesuai janji kita kemarin, kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah
halusinasi dengan melakukan kegiatan yang terjadwal”.
 Waktu
“Berapa lama kita berbincang-bincang bu? Bagaimana kalau 10 menit saja bu?
Atau 15 menit ya? Baik bu”
 Tempat
“Dimana kita bisa berbincang-bincang? Bagaimana kalau disini saja?”

2. Fase kerja
“Kegiatan apa saja yang biasa ibu lakukan pagi-pagi? Terus jam berapa kegiatan
berikutnya? Wah, ternyata banyak sekali kegiatannya. Apa ibu sudah melakukan
kedua cara yang telah kita pelajari kemarin saat mendengar suara-suara? Bagus,
sekarang kita akan melatih cara ketiga yaitu melakukan kegiatan pada saat suara-
suara itu terdengar, jadi ibu bisa melakukan kegiatan-kegiatan tadi untuk mencegah
halusinasi. Coba ibu ulangi. “Bagus sekali, ibu bisa lakukan kegiatan ini? Kegiatan
ini dapat ibu lakukan untuk mencegah suara-suara yang muncul. Kegiatan yang lain
akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan yang ibu lakukan.

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Perasaan klien setelah interaksi
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga
untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali”
b. Tindakan Lanjut
“Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian ibu. Coba ibu lakukan sesuai
jadwal ya!”
c. Kontrak untuk pertemuan yang akan datang
 Topik
“Ibu , besok akan ngobrol-ngobrol lagi ya bu tentang cara minum obat yang baik
serta kegunaan obat”
 Waktu
“Bagaimana kalau kita bertemu jam 10 pagi bu? Baik bu”

 Tempat

29
“Untuk tempatnya ibu mau dimana ? Dikamar saja? baiklah bu”

STRATEGI PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

30
PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI

Nama Mahasiswa : Nahdah Dyah Nadilla


Hari / Tanggal : Kamis, 22 September 2022
Pertemuan Ke : 4 (Empat)
SP. 4 :Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien bicara sendiri, marah-marah dan tertawa sendiri.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran
3. Tujuan Keperawatan
Klien mampu untuk mengenal halusinasi, cara-cara mengontrol halusinasi dengan
cara keempat yaitu menggunakan obat secara teratur
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara minum obat secara teratur
c. Menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.

B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK


1. Fase Perkenalan/Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamu'alaikum, selamat sore ibu”.
b. Evaluasi/Validasi
“Ibu bagaimana perasaannya ibu saat ini, sudah dijalankan jadwal kegiatannya bu?
Apakah suara-suaranya masih muncul? Apakah ibu sudah pakai tiga cara yang
telah kita latih?”
c. Kontrak saat ini
 Topik
“Ibu, kemarin kita sudah janji bahwa sore ini akan ngobrol lagi tentang cara
keempat yaitu mengontrol halusinasi dengan minum obat secara teratur”
 Waktu
“Kita ngobrol sekitar 15 menit, Ibu setuju? baik kalau begitu”

31
 Tempat
“Kita ngobrol dikamar ibu saja ya bu? Baik bu”

2. Fase kerja
“Ibu adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang ibu dengar
dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang ibu
minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien)
 Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam
gunanya untuk menghilangkan suara-suara.
Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku.
Sedangkan yang merah jambu (HP)  3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran
biar tenang. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti
konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, ibu akan kambuh dan sulit
untuk mengembalikan ke keadaan semula.
Kalau obat habis ibu bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. Ibu juga
harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya ibu
harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya ibu. Jangan keliru dengan
obat milik orang lain. Baca nama  kemasannya. Pastikan obat diminum pada
waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat
jamnya  ibu juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus cukup
minum 10 gelas per hari”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Perasaan klien setelah interaksi
“Ibu bagaimana? apa yang ibu rasakan setelah kita ngobrol ngobrol tentang obat?”
b. Tindakan Lanjut
"Nah ibu , sekarang ibu sudah bisa meminum obat secara teratur ya. Ibu lakukan
setiap setiap hari ya bu? mari kita masukan jadwal minum obatnya pada jadwal
kegiatan ya bu. Nah, nanti lakukan secara teratur. Jangan lupa pada waktunya
minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah”.
c. Kontrak untuk pertemuan yang akan datang

 Topik

32
"Ibu , besok kita bertemu kembali ya bu, saya ingi melihat jadwal kegiatan ibu,"
 Waktu
"Pukul berapa ibu mau ? pukul 16.00 WIB? Baiklah kalo begitu”
 Tempat
"Saya akan menemui ibu dikamar ini lagi ya bu? Sampai bertemu besok ya bu,
assalamualaikum”

33
ANALISA PROSES INTERAKSI

Nama mahasiswa : Nahdah Dyah Nadilla


Tanggal : 19 September 2022
Jam : 15.00 – 15.15 WIB (15menit)
Tempat : Ruang Srikandi RSJ dr. H Marzoeki Mahdi Bogor
Initial klien : Ny. A
Pertemuan ke : 1 (Pertama)
Status interaksi : Fase Perkenalan
Lingkungan : Tempat makan, klien dan perawat duduk berhadapan, suasana tenang
Deskripsi klien : Saat didekati klien sedang duduk berdiam diri dengan wajah tampak
melamun , klien menerima kedatangan perawat dan langsung
menyambutnya dengan baik.
Tujuan : Membantu klien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara
pertama: menghardik halusinasi

KOMUNIKASI KOMUNIKAS ANALISA ANALISA RASIONAL


VERBAL I NON BERFOKUS BERFOKUS
VERBAL PADA PADA
PERAWAT KLIEN
P : Selamat Sore P: Memandang P : Ingin K masih ragu Salam
Bu, boleh saya K dan membuka terhadap merupakan
duduk di sini? tersenyum, percakapan orang baru kalimat
mengangguk dengan klien dan yang masuk pembuka untuk
K: Ekpresi datar berharap dengan ke memulai suatu
sapaan sederhana lingkunganny percakapan
P bisa diterima a sehingga dapat
K : Boleh... oleh K. terjalin rasa
K: Ekspresi percaya.
datar P merasa senang
P: Memandang ada tanggapan K : ragu
K atas salam terhadap
walaupun belum orang baru
diekpresikan
secara tulus
P : Selamat sore P : Perawat Perawat memulai Klien tampak Berjabat tangan
ibu, berucap percakapan bersedia adalah
perkenalkan salam dengan sikap berinteraksi perangkat yang
nama saya sambil terbuka dan dapat untuk
Ikhsan, ulurkan membutuhkan meningkatkan
mahasiswa tangan bantuan dari hubungan saling
dari untuk perawat percaya antara
Poltekkes berjabat perawat-klien.
Tanjungkaran tangan Nama panggilan
g. Nama Ibu dengan merupakan
siapa? Ibu wajah nama akrab
senang berseri dan klien sehingga
dipanggil tersenyum menciptakan
siapa? rasa senang

34
K : Klien serta akan adanya
merta pengakuan atas
mengulurka namanya.
n tangannya
untuk
menyambut
jabat tangan
perawat
dengan
posisi
kepala
melihat ke
arah
mahasiswa.
K : Selamat P : Perawat Perawat Klien Sikap condong,
sore, saya menerima merasakan menunjukkan dan tersenyum
Sutejo, uluran kehadirannya sikap merupakan
senang tangan klien diterima dan menerima sikap-sikap
dipanggil dengan dibutuhkan oleh kehadiran yang harus
dengan Bu penuh klien perawat dilakukan dalam
Tejo hangat dan melakukan
senyum dan hubungan
badan agak terapeutik
condong ke sehingga klien
depan dapat berespon
positif terhadap
interaksi yang
dilakukan.
P : Bagaimana P: Perawat Perawat berusaha Klien antusias Eksplorasi
perasaan ibu berucap mengeksplorasi menjawab adalah salah
saat ini ? dengan klien dengan pertanyaan satu tekhnik
tenang dan mengklarifikasi perawat. komunikasi
suara yang responnya terapeutik yang
pelan dan bertujuan untuk
jelas mengetahui
lebih dalam
aspek kognitif
K : Perasaan Ibu K : Klien dan afektif klien
ya begini- tampak
begini saja.. biasa saja
menanggapi
pembicaraa
n perawat
P : Ibu asalanya P : Memandang P masih berusaha Klien antusias Topik sederhana
darimana, Bu? K membangun menjawab membantu
keakraban dengan pertanyaan menjalin
K : Menunduk topik sederhana perawat. kedekatan
dan berpikir dengan klien
K : Lampung K : Menoleh ke P senang karena
Selatan P dan K memberi

35
mengalihkan respon
pandangan lagi

P:
Memperhatikan
K

P : Bu, Ibu P : Berbicara P memulai K menyetujui Kontrak waktu


bersedia kan dengan jelas kontrak waktu kontrak waktu perlu dilakukan
ngobrol sama K: dengan K yang diajukan agar waktu lebih
saya sekitar 15 Memperhatikan efisien dan tidak
menit saja? dengan seksama K menyetujui mengganggu
Disini saja kontrak waktu istirahat klien
ngobrolnya K: P memulai
Mengangguk kontrak waktu
K : Iyaaa.. sambil dengan K
menjawab
P : tersenyum

36
ANALISA PROSES INTERAKSI

Nama mahasiswa : Nahdah Dyah Nadilla


Tanggal : 19 September 2022
Jam : 15.00 – 15.15 WIB (15menit)
Tempat : Ruang Srikandi RSJ dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Initial klien : Ny. A
Pertemuan ke : 1 (Pertama)
Status interaksi : Fase Kerja
Lingkungan : Tempat makan, klien dan perawat duduk berhadapan, suasana tenang.
Deskripsi klien : Saat didekati klien sedang duduk berdiam diri dengan wajah tampak
murung. Pakaian klien tampak lusuh, klien menerima kedatangan perawat
dan langsung menyambutnya dengan baik.
Tujuan : Membantu klien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara
pertama: menghardik halusinasi

KOMUNIKASI KOMUNIKASI ANALISA ANALISA RASIONAL


VERBAL NON VERBAL BERFOKUS BERFOKUS
PADA PADA
PERAWAT KLIEN
P : Kalau boleh saya P : Bertanya P mengkaji K mengingat- Pengkajian
tahu kenapa Ibu bisa perlahan lebih jauh ingat lebih dalam
dirawat disini? K : Melihat ke P alasan pasien diperlukan
dirawat untuk
mengetahui
alasan masuk

K : Saya sering K : Klien Perawat Klien Sikap


terganggu menjelaskan berusaha menunjukkan mendukung
dengan suara- apa yang mendukung sikap akan
suara yang saya klien apa yang pasrahnya memberikan
dengar rasakan diutarakan sebagai tanda rasa aman
P : Perawat klien ketakutannya. bagi klien.
menganggu
k
P : Apa yang P : Perawat Perawat Usaha yang Pertanyaan
dikatakan oleh berucap bertanya dilakukan yang jelas
suara-suara itu dengan kembali pada klien sebagian akan membuat
dan pada saat tenang dan saat apa suara telah tepat percakapan
apa suara-suara suara yang itu muncul berjalan
itu Ibu dengar? pelan dan dengan baik
jelas dan
berusaha
agar klien
mampu
mengerti
apa yg

37
ditanyakan
perawat

K:
Klien diam
sambil
memandang
ke arah
perawat
K : Biasa suara itu K : Klien Perawat Klien Respon klien
muncul pada ungkapkan berasumsi berupaya menunjukkan
siang atau malam apa yang dia bahwa klien menjelaskan ia
hari saat saya alami memang semua yang ia membutuhkan
sendiri.... suara membutuhkan dengar bantuan dari
itu mengatakan P : Perawat bantuan perawat
atau mengajak menganggu
saya untuk k sambil
mengamuk atau tersenyum
marah-marah memandang
klien

P : Baik... sekarang P : Dengan Perawat Klien berusaha Tekhnik


saya akan sabar dan berharap memperagakan menghardik
mengajarkan Ibu sambil respon klien apa yang suara
satu cara untuk tersenyum selanjutnya diajarkan merupakan
melawan suara- memilih dan salah satu cara
suara itu... kalau menerima apa untuk
suara-suara itu yang akan melawan
mucul, Ibu diajarkan halusinasi
menghardik perawat pendengaran
dengan cara K: Klien diam yang klien
menutup kedua sejenak... alami
telinga Ibu dan
mengatakan
tidak...tidak...ka
mu tidak
nyata....pergi...pe
rgi..
P : Baik... sekarang P : Sambil Peragakan Klien berusaha Menghardik
coba pergakan menjelaskan yang diajarkan memperagakan merupakan
kembali apa perawat perawat kembali apa salah satu cara
yang saya meyakinkan berguna untuk yang perawat untuk
ajarkan tadi klien agar klien melawan ajarkan melawan
klien dengar suara – suara suara – suara
percaya diri yang di dengar. yang muncul
dapat
melakukan
apa yang
perawat
ajarkan tadi

38
K: Klien
menerima
dan
melakukan
kembali apa
yang
perawat
ajarkan
K : Iyaaaa.... K : Klien Perawat Peragakan
memperaga merasa senang klien sesuai
kan kembali karena dengan apa
apa yang peragakan yang perawat
diajarkan klien sesuai ajarkan
perawat dengan yang
diharpkan
P : Perawat
mendengark
an sambil
menganggu
k

39
ANALISA PROSES INTERAKSI

Nama mahasiswa : Nahdah Dyah Nadilla


Tanggal : 19 September 2022
Jam : 15.00 – 15.15 WIB (15menit)
Tempat : Ruang Srikandi RSJ dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Initial klien : Ny. A
Pertemuan ke : 1 (Pertama)
Status interaksi : Fase Evaluasi
Lingkungan : Tempat makan, klien dan perawat duduk berhadapan, suasana tenang.
Deskripsi klien : Saat didekati klien sedang duduk berdiam diri dengan wajah tampak
murung. Pakaian klien tampak lusuh, klien menerima kedatangan perawat
dan langsung menyambutnya dengan baik.
Tujuan : Membantu klien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara
pertama: menghardik halusinasi

KOMUNIKASI KOMUNIKASI ANALISA ANALISA RASIONAL


VERBAL NON VERBAL BERFOKUS BERFOKUS
PADA PADA
PERAWAT KLIEN
P : Bagaimana P : Dengan Perawat ingin Klien Ungkapan
perasaan Ibu sabar dan mengetahui menunjukkan perasaan untuk
sekarang? sambil perasaan klien perilaku yang mengevaluasi
Setelah tersenyum setelah memberi keadaan/
memperagak berharap menghardik kesan masalah klien
an cara respon klien suara-suara yang memahami terkait dengan
menghardik selanjutnya klien dengar dan pikiran negatif
suara-suara menerima apa yang ia rasakan
yang Ibu yang telah
dengar K : Klien diutarakanny
tersenyum a
K : Ya... saya K : Klien Perawat yakin Klien Express feeling
sedikit ungkapkan atas apa yang menunjukkan sebagai wahana
tenang dengan diutarakan klien secara verbal evaluasi
setelah apa antusias dan bahwa ia terhadap
yang ajarkan penuh rasa memahami jalannya terapi
tadi suka dan yang telah
merasakan diberikan pada
manfaat klien
P : Tersenyum kegiatan
menghardik
P : Baik bu, P : Perawat Perawat yakin Perawat Proses
bagaimana menyakinka klien akan ungkapkan mengatasi
kalau besok n klien agar menerima dengan halusinasi bukan
kita besok tawaran perawat antusias dan hanya dilakukan
mempelajari harinya penuh rasa dengan
cara kedua dapat suka menghardik,
untuk mempelajari maka perawat

40
melawan cara yang mengajak klien
suara-suara lainnya untuk latihan
yang Ibu K : Tersenyum cara kedua
dengar
K : Okeeee.... K : Klien yakin Klien dengan
dan antusias
menerima menerima
tawaran tawaran perawat
perawat

P : Tersenyum
P: P : Perawat Terminasi Klien Berjabat tangan
Baik...Maka berucap merupakan tahap menerima dan sebutkan
sih pak salam akhir dari sesi tiap terminasi dari salam adalah
untuk waktu sambil terapi pertemuan perangkat
yang bapak ulurkan pertama terminasi yang
luangkan tangan dapat untuk
untuk untuk meningkatkan
saya...permis berjabat hubungan saling
i pak tangan percaya dan
dengan menunjukkan
wajah kesan perawat
berseri dan siap membantu
tersenyum klien kapan saja
klien butuhkan

K : Tersenyum
sambil
ulurkan
tangan
untuk
berjabat
tangan
K : Iyaaaa sama- K : Klien serta Perawat Klien dapat
sama.... merta meninggalkan mengambil
mengulurka klien dengan manfaat dari
n tangannya perasaan lega terapi yang
untuk bahwa terapinya diberikan
menyambut efektif perawat
jabat tangan
perawat
sambil
tersenyum

P : Tersenyum

41
DAFTAR PUSTAKA

Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Keliat BA. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : FIK UI. 1999

Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino

Gonohutomo, 2003

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP

Bandung, 2000

42

Anda mungkin juga menyukai