Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTEK KLINIK

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


Tn.D YANG MENDERITA PENYAKIT HIPERTENSI DENGAN DIAGNOSA
KEPERAWATAN GANGGUAN POLA TIDUR DENGAN HAMBATAN LINGKUNGAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERAK TIMUR KOTA SURABAYA

DI SUSUN OLEH :
MIFTAQUL HUDHA
P27820722158

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

PROGRAM SARJANA TERAPAN ALIH JENJANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dilaksanakan Praktek Asuhan Gerontik di wilayah kerja Puskesmas Perak


Timur Kota Surabaya oleh kelompok 3 Alih Jenjang Sarjana Terapan Keperawatan
pada tanggal 20 Maret 2023 s/d 25 Maret 2023 dan disahkan sebagai Laporan
Asuhan Keperawatan Gerontik di Puskesmas.

Surabaya, 01 April 2023


Pembimbing Pendidikan Pembimbing Puskesmas

Dr. Siti Nur Kholifah, M.Kep.,Sp.Kom Medyasa Anggraini, S.Kep.,Ns


NIP. 19730310 199703 2 002 NIP.

Mengetahui
Kepala Puskesmas Perak Timur Surabaya,

dr. Anggraini Dian Prameswari


NIP. 19840403 200902 2 012

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar Lansia
1. Definisi Lansia atau menua (menjadi tua)
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang menyebabkan penyakit degenerative misal, hipertensi,
arterioklerosis, diabetes mellitus dan kanker (Nurrahmani, 2012).
2. Batasan Lansia
Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut usia meliputi :
1) Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly), kelompok 60-74 tahun.
3) Lanjut usia (old), kelompok usia 74-90 tahun
4) Lansia sangat tua (very old), kelompok usia >90 tahun

3. Klasifikasi Lansia

Depkes RI (2003) mengklasifikasi lansia dalam kategori berikut :

1) Pralansia (prasenilis), seseorang yang berada pada usia antara 45-59 tahun

2) Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun lebih

3) Lansia yang beresiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang
lansia yang berusia 60 tahun atau lebih yang memiliki masalah kesehatan

4) Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau melakukan
kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa

5) Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya atau tidak bisa mencari nafkah
sehingga dalam kehidupannya bergantung pada orang lain

4. Kebutuhan sekunder, yaitu :

1) Kebutuhan dalam melakukan aktivitas

2) Kebutuhan dalam mengisi waktu luang/rekreasi


3) Kebutuhan yang bersifat kebudayaan, seperti informai dan pengetahuan

4) Kebutuhan yang bersifat politis, yaitu meliputi status, perlindungan hukum, partisipasi
dan keterlibatan dalam kegiatan di masyarakat dan Negara atau pemerintah

5) Kebutuhan yang bersifat keagamaan/spiritual, seperti memahami makna akan


keberadaan diri sendiri di dunia dan memahami hal-hal yang tidak diketahui/ diluar
kehidupan termasuk kematian.

5. Hipertensi pada lansia Pada usia lanjut,

hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan sistolik. Sedangkan


mnurut WHO memakai tekanan diastolik tekanan yang lebih tepat dipakai dalam
menentukan ada tidaknya hipertensi. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya
umur yang disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar sehingga
lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah kaku, sebagai peningkatan
pembuluh darah sistolik.

B. Konsep dasar Teori Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu keadaan dimana
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka
bagian atas (systolic) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah
menggunakan alat pengukur tekanan darah baik berupa cuff air raksa (Spygmomanometer)
ataupun alat digital lainnya (Herlambang, 2013).

Menurut Lany Sustrani, dkk (2010) hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh
darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat
sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkanya. Tubuh akan bereaksi lapar, yang
mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Apabila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap akan menimbulkan gejala yang
disebut sebagai penyakit darah tinggi. Hipertensi mencakup tekanan darah 140/90 mmHg
(milimeter Hydragyrum atau milimeter air raksa) dan di atasnya (Lany Sustrani, dkk, 2010).
2. Etiologi Hipertensi

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan
pada (Ritu Jain, 2011) :
1. Elastisitas dinding aorta menurun.
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20
tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

3. Klasifikasi hipertensi

Menurut Herlambang (2013) penyakit darah tinggi atau hipertensi dikenal dengan 2 jenis
klasifikasi, diantaranya hipertensi primary dan hipetensi secondary.
1) Hipertensi primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi sebagai
akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang yang pola
makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan
obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu
pula seseorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat
mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang
olahraga pun mengalami tekanan darah tinggi.
2) Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan darah
tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal
jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan pada ibu hamil
tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada
wanita yang berat badannya diatas normal atau gemuk (obesitas). Hipertensi sistolik
terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik
kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini
sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap
orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia
80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian
berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII


Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg
Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg

4. Manifestasi klinis Hipertensi

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun


secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan
tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja
terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
normal. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut
(Kristanti, 2013):
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. Tanda dan gejala pada hipertensi
dibedakan menjadi (Edward K Chung, 2013).
a. Tidak Ada Gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala Yang Lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala
dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

5. Patofisiologi Hipertensi
Banyak faktor yang turut berinteraksi dalam menentukan tingginya natrium tekanan
darah. Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan tahanan perifer, tekanan darah
akan meninggi bila salah satu faktor yang menentukan tekanan darah mengalami
kenaikan, atau oleh kenaikan faktor tersebut (Kaplan N.M, 2010).

6. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi

a. Pemeriksaan Laboratorium
 Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas) dan
dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
 BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
 Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin.
 Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
 CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
 EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
 IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan ginjal.
 Foto Thorax : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.
7. Penatalaksanaan Medis Hipertensi
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
a. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar
adosteron dalam plasma.
b. Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan batasan
medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda atau
berenang.
2. Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau
pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
c. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d. Tidak menimbulkan intoleransi.
e. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f. Memungkinkan penggunaan jangka panjang. Golongan obat - obatan yang diberikan
pada klien dengan hipertensi seperti golongan diuretik, golongan betabloker,
golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi rennin angitensin.
8. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi tidak dapat secara langsung membunuh penderitanya, melainkan


hipertensi memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong kelas berat alias mematikan.
Laporan Komite Nasional Pencegahan, Deteksi, Evaluasi dan Penanganan Hipertensi
menyatakan bahwa tekanan darah yang tinggi dapat meningkatkan resiko serangan jantung,
gagal jantung, stroke dan gagal ginjal (Wahdah, 2011)
Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya komplikasi kardiovaskular dan
merupakan masalah utama kesehatan masyarakat yang tengah mengalami transisi sosial
ekonomi. Dibandingkan dengan individu yang memiliki tekanan darah normal, penderita
hipertensi memiliki risiko terserang penyakit jantung koroner 2 kali lebih besar dan risiko
yang lebih tinggi untuk terserang stroke. Apabila tidak diobati, kurang lebih setengah dari
penderita hipertensi akan meninggal akibat penyakit jantung dan sekitar 33% akan
meninggal akibat stroke sementara 10 sampai 15 % akan meninggal akibat gagal ginjal.
Oleh sebab itu pengontrolan tekanan darah merupakan hal yang sangat penting (Junaidi,
2010)
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi : Nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, alamat sebelum tinggal di
panti, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan sebelumnya, pendidikan terakhir,
tanggal masuk panti, kamar dan penanggung jawab.
b. Riwayat Masuk Panti
Menjelaskan mengapa memilih tinggal di panti dan bagaimana proses nya sehingga
dapat bertempat tinggal di panti.
c. Riwayat Keluarga
Menggambarkan silsilah (kakek, nenek, orang tua, saudara kandung, pasangan, dan
anak-anak)
d. Riwayat Lingkup Hidup
Meliputi : tipe tempat tinggal, jumlah kamar, jumlah orang yang tinggal di rumah,
derajat privasi, alamat, dan nomor telpon.
e. Riwayat Rekreasi
Meliputi : hoby/minat, keanggotaan organisasi, dan liburan
f. Sumber/ Sistem Pendukung Sumber pendukung adalah anggota atau staf pelayanan
kesehatan seperti dokter, perawat atau klinik
g. Deksripsi Harian Khusus Kebiasaan Ritual Tidur
Menjelaskan kegiatan yang dilakukan sebelum tidur. Pada pasien lansia dengan
hipertensi mengalami susah tidur sehingga dilakukan ritual ataupun aktivitas sebelum
tidur
h. Status Kesehatan Saat Ini
Meliputi : status kesehatan umum selama stahun yang lalu, status kesehatan umum
selama 5 tahun yang lalu, keluhan-keluhan kesehatan utama, serta pengetahuan
tentang penatalaksanaan masalah kesehatan.
i. Obat-Obatan
Menjelaskan obat yang telah dikonsumsi, bagaimana mengonsumsinya, atas nama
dokter siapa yang menginstruksikan dan tanggal resep
j. Nutrisi Menilai apakah ada perubahan nutrisi dalam makan dan minum, pola
konsumsi makanan dan riwayat peningkatan berat badan. Biasanya pasien dengan
hipertensi perlu memenuhi kandungan nutrisi seperti karbohidrat, protein, mineral,
air, lemak, dan serat. Tetapi diet rendah garam juga berfungsi untuk mengontrol
tekanan darah pada klien.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu proses memeriksa tubuh pasien dari ujung
kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menemukan tanda klinis dari suatu penyakit
dengan teknik inpeksi, aukultasi, palpasi dan perkusi.
a. Pada pemeriksaan kepala dan leher
meliputi pemeriksaan bentuk kepala, penyebaran rambut, warna rambut, struktur
wajah, warna kulit, kelengkapan dan kesimetrisan mata, kelopak mata, kornea mata,
konjungtiva dan sclera, pupil dan iris, ketajaman penglihatan, tekanan bola mata,
cuping hidung, lubang hidung, tulang hidung, dan septum nasi, menilai ukuran
telinga, ketegangan telinga, kebersihan lubang telinga, ketajaman pendengaran,
keadaan bibir, gusi dan gigi, keadaan lidah, palatum dan orofaring, posisi trakea,
tiroid, kelenjar limfe, vena jugularis serta denyut nadi karotis.
b. Pada pemeriksaan payudara
meliputi inpeksi terdapat atau tidak kelainan berupa (warna kemerahan pada
mammae, oedema, papilla mammae menonjol atau tidak, hiperpigmentasi aerola
mammae, apakah ada pengeluaran cairan pada putting susu), palpasi (menilai apakah
ada benjolan, pembesaran kelenjar getah bening, kemudian disertai dengan
pengkajian nyeri tekan).
c. Pada pemeriksaan thoraks
meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa (bentuk dada, penggunaan otot
bantu pernafasan, pola nafas), palpasi (penilaian vocal premitus), perkusi (menilai
bunyi perkusi apakah terdapat kelainan), dan auskultasi (peniaian suara nafas dan
adanya suara nafas tambahan).
d. Pada pemeriksaan jantung meliputi inspeksi dan palpasi (mengamati ada tidaknya
pulsasi serta ictus kordis), perkusi (menentukan batas-batas jantung untuk mengetahui
ukuran jantung), auskultasi (mendengar bunyi jantung, bunyi jantung tambahan, ada
atau tidak bising/murmur)
e. Pada pemeriksaan abdomen
meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa (bentuk abdomen,
benjolan/massa, bayangan pembuluh darah, warna kulit abdomen, lesi pada
abdomen), auskultasi(bising usus atau peristalik usus dengan nilai normal 5-35
kali/menit), palpasi (terdapat nyeri tekan, benjolan/masa, benjolan/massa, pembesaran
hepar dan lien) dan perkusi (penilaian suara abdomen serta pemeriksaan asites).
f. Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya
meliputi area pubis, meatus uretra, anus serta perineum terdapat kelainan atau tidak.
g. Pada pemeriksaan muskuloskletal
meliputi pemeriksaan kekuatan dan kelemahan eksremitas, kesimetrisan cara berjalan.
Pada pemeriksaan integument meliputi kebersihan, kehangatan, warna, turgor kulit,
tekstur kulit, kelembaban serta kelainan pada kulit serta terdapat lesi atau tidak.
h. Pada pemeriksaan neurologis
meliputi pemeriksaan tingkatan kesadaran (GCS),
3. Diagnosa Keperawatan
1) (D.0082) Distress spiritual berhubungan dengan ketidakmampuan dalam beribadah
2) (D.0058) Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan (pusing)
3) (D.0080) Ansietas berhubungan dengan disfungsi system keluarga
4. Intervensi Keperawatan

Diagnose Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


Hasil
(D.0082) Distress Setelah dilakukan tindakan Dukungan Spiritual
spiritual berhubungan keperawatan 3 x 24 jam (1.09276)
dengan ketidakmampuan status spiritual membaik Observasi :
dalam beribadah dengan kriteria : 1. identifikasi
Status Spriritual pandangan tentang
(L.09091) hubungan antara
1. Kemampuan spiritual dan
beribadah membaik Kesehatan
2. Verbalisasi makna 2. identifikasi harapan
dan tujuan hidup dan kekuatan pasien
membaik 3. identifikasi ketaatan
3. Verbalisasi perasaan dalam beragama
keberdayaan hidup Terapeutik :
membaik 1. diskusikan tentang
keyakinan dan tujuan
makna hidup
2. fasilitasi melakukan
ibadah
3. sediakan privasi dan
waktu tenang untuk
melakukan aktivitas
spiritual
Edukasi :
1. anjurkan
berpartisipasi dalam
kelompok pendukung
2. anjurkan metode
relaksasi dalam
beribadah.

(D.0058) Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan Observasi


tidur berhubungan dengan keperawatan 3 x 24 jam 1. Ciptakan suasana
hambatan lingkungan tidak terjadi gangguan pola lingkungan yang
(kecemasan) tidur dengan kriteria : tenang dan nyaman
1. Jumlah jam tidur dalam 2. Monitor keluhan
batas normal 6-8 nyeri kepala
jam/hariTidak
2. tidak menunjukkan Terapeutik
perilaku gelisah 1. Beri kesempatan
klien untuk
istirahat/tidur
2. Evaluasi tingkat
stress
3. Lengkapi jadwal
tidur secara teratur
(D.0080) Ansietas Setelah dilakukan tindakan Terapi Relaksasi (1.0
berhubungan dengan keperawatan 3 x 24 jam Observasi :
disfungsi system keluarga tingkat Ansietas membaik 1. Identifikasi kesidaan
dengan kriteria : melakukan Teknik
Tingkat Ansietas relaksasi
(L.09093) 2. Monitor respon
1. Verbalisasi Teknik relaksasi
khawatir akibat Terapeutik :
kondisi yang 1. Gunakan relaksasi
dihadapi membaik sebagai strategi
2. Perilaku gelisah penunjang
menurun 2. Ciptakan lingkungan
3. Pola tidur membaik yang tenang dan
tanpa ada nya
gangguan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan terapi
relaksasi
2. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relakssi
3. latih terapi relaksasi
(Teknik napas dalam)

5. Implementasi keperawatan
Implementasi Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan
keperawatan yang telah dibuat oleh untuk mencapai hasil yang efektif dalam pelaksanaan
implementasi keperawatan, penguasaan dan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki
oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian
rencana yang telah ditentukan tercapai.
6. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan poses mulai dari pengkajian,
diagnose , perencanaan, tindakan dan evaluasi itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta: Diva Press


Endrawati, Aminingsih S, dan Ariasti D. 2014. Pengaruh Pemberian Fisioterapi Dada Terhadap
Kebersihan Jalan Napas pada Pasien ISPA di Desa Pucung Eromoko Wonogiri.
Kosala. Volume 2 Nomor 2 September 2014. Hal: 28
Herdman, T. Heather. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : defenisi dan klasifikasi 2018-
2020. Jakarta : EGC
Kemenkes, RI. (2018) Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta. Kemenkes
RI
Nugroho, Yosef Agung. (2011). Batuk efektif dalam pengeluaran pada pasien dengan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas di instalasi rehabilitasi medik Rumah Sakit
Baptis Kediri. Jurnal STIKES RS. Baptis Kediri. Vol. 4 No. 2:141
Profil Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2017. (2018) Retrieved
https://drive.google.com/file/d/0BwaTO2QdUm2UXpVZFdFc01HZDN
WS0NRMkw2TDVpRjNKZm5J/view
Smeltzer, S.C. (2013). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. (Ed.12). Jakarta: EGC
World Health Organization (WHO). 2018. Tuberculosis. Diakses dari
https://www/who.int/news-room/fact-sheets/detail/tuberculosis, pada 2 september
2022.
WHO. Global Report Tuberculosis 2018. Geneva: World Health Organization 2018.
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai