Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PENGGUNAAN NAPZA

DI SUSUN OLEH :
NAHDAH DYAH NADILLA
11212108

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES PERTAMEDIKA JAKARTA
TAHUN 2022/2023

1
TINJAUAN
TEORI
1. Definisi
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lain (NAPZA) adalah bahan atau zat atau
obat yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama
otak atau susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik,
psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta
ketergantungan (dependdensi) terhadap NAPZA.
Istilah NAPZA umumnya digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan yang
menitikberatkan pada upaya penanggulangan dari sudut kesehatan fisik, psikis, dan
sosial. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada
otak sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran.
Ada kata lain yang sering berhubungan dengan NAPZA, yaitu NARKOBA, yang
merupakan singkatan dari Narkotika dan Obat / Berbahaya. Istilah ini sangat populer
di masyarakat termasuk media massa dan aparat penegak hukum yang sebenarnya
mempunyai makna yang sama dengan NAPZA. Ada juga yang menggunakan istilah
“Madat” untuk NAPZA, namun istilah ini tidak disarankan karena istilah tersebut
hanya berkaitan dengan penggunaan jenis narkotika turunan opium saja.

2. Rentang Respon Gangguan Penyalahgunaan NAPZA


Rentang respon gangguan penyalahgunaan NAPZA berfluktuasi dari kondisi yang
ringan sampai dengan yang berat. Indikator rentang respon ini berdasarkan perilaku
yang ditampakkan oleh pengguna penyalahgunaan NAPZA, sebagai berikut :
a. Respon adaptif
b. Respon maladaptif
c. Eksperimental, rekreasional, situasional, penyalahgunaan dan ketergantungan
 Eksperimental : kondisi pengguna taraf awal yang disebabkan rasa ingin
tahu dari pengguna, dimana hal ini timbul karena adanya keinginan untuk
mencari pengalaman yang baru dan biasa juga dikenal dengan taraf coba-
coba.
 Rekreasional : penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan yang
lain untuk bersosialisasi. Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi
bersama dengan pengguna zat adiktif lainnya.

2
 Situasional : penggunaan zat adiktif mempunyai tujuan secara individual
yang sudah menjadi kebutuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali
penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi
masalah yang sedang dihadapinya. Misalnya, individu menggunakan
zattersebut pada saat sedang ada konflik, sedang dalam keadaan stres dan
frustasi.
 Penyalahgunaan : penggunaan zat yang sudah cukup patologis dan sudah
mulai digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan serta sudah terjadi
penyimpangan perilaku yang menganggu fungsi dan peran di lingkungan
sosial seperti dalam pendidikan dan pekerjaan.
 Ketergantungan : penggunaan zat yang sudah berat dan telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan
adanya toleransi dan sindroma putus obat. Toleransi merupakan suatu
kondisi dari individu yang mengalami peningkatan dosis (jumlah zat)
untuk dapat mencapai tujuan yang biasa diinginkannya. Sedangkan
sindroma putus zat merupakan suatu kondisi dimana individu yang biasa
menggunakan zat adiktif secara rutin, pada dosis tertentu menurunkan
jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga menimbulkan
kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan.

3. Jenis NAPZA
a. Heroin
Heroin berupa serbuk putih seperti tepung yang bersifat opioid yang dapat
menekan rasa nyeri dan memiliki sifat depresan (menekan) sistem saraf pusat.
b. Kokain
Kokain diolah dari pohon Coca yang mempunyai sifat halusinogenik.
c. IIKOw
Putauw merupakan salah satu golongan heroin yang berbentuk bubuk.
d. Ganja
Ganja berisi zat kimia delta-9-tetra hidrokanbiol yang berasal dari daun
Cannabis yang dikeringkan. Ganja dikonsumsi dengan cara dihisap seperti
rokok tetapi ganja dihisap melalui hidung.
e. Shabu-shabu

3
Shabu-shabu merupakan kristal yang berisi methamphetamine, yang
dikonsumsi dengan menggunakan alat khusus yang disebut dengan Bong yang
kemudian dibakar.
f. Ekstasi
Ekstasi merupakan suatu zat dengan komponen kimiawi methylendioxy
methamphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul, yang mampu
meningkatkan ketahanan seseorang yang biasa disalahgunakan untuk aktivitas
seksual dan aktivitas hiburan di malam hari.
g. Diazepam, Nipam, Megadon
Merupakan jenis obat-obatan yang jika dikonsumsi secara berlebihan dapat
menimbulkan efek halusinogenik.
h. Alkohol
Alkohol merupakan minuman yang berisi produk fermentasi yang
menghasilkan etanol dengan kadar diatas 40% yang mampu menyebabkan
depresi susunan saraf pusat. Penggunaan alkohol dalam dosis tinggi dapat
memicu sirosis hepatik, hepatitis alkoholik maupun gangguan sistem
persarafan

4. Golongan NAPZA
Berdasarkan Undang-Undang RI, NAPZA terbagi menjadi beberapa golongan
yang dibagi menjadi :
a. Narkotika (menurut UU RI nomor 22 tahun 1997 tentang narkotika)
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibedakan ke dalam
golongan-golongan sebagai berikut :
Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan
tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi untuk
menimbulkan ketergantungan. Contoh : heroin, putauw, kokain, ganja.
Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan. Digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu

4
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi menimbulkan ketergantungan.
Contoh : morfin, petidine.
Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : kodein.
b. Psikotropika (menurut UU RI no.5 tahun 1997 tentang psikotropika)
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang dapat menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku. Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai
berikut :
Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat
kuat untuk menimbulkan sindroma ketergantungan. Contoh : ekstasi, shabu-
shabu, Lysergic Acid Dyethylamide (LSD).
Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat untuk
menimbulkan sindroma ketergantungan. Contoh : amfetamin, metilfenidat
atau ritalin).
Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi obat-obatan dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi sedang untuk menimbulkan sindroma ketergantungan. Contoh :
pentobarbital, flunitrazepam.
Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan sangat luas digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan untuk menimbulkan sindroma ketergantungan. Contoh : diazepam,
bromazepam, fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam (seperti
pil BK, pil Koplo, rohip, dum, MG).

5
c. Zat Adiktif
Zat adiktif adalah suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat
menimbulkan kecanduan atau ketergantungan.
d. Zat Psikoaktif
Zat psikoaktif adalah golongan zat yang bekerja secara selektif terutama pada
otak, sehingga dapat menimbulkan perubahan pada perilaku, emosi, kognitif,
persepsi dan kesadaran seseorang. Ada 2 jenis psikoaktif, yaitu :
Psikoaktif Bersifat Adiksi
 Golongan Opioida : morfin, heroin (putauw), candu, kodein, petidine.
 Golongan Cannabis : ganja (mariyuana), minyak hassish.
 Golongan Kokain : serbuk kokain dan daun koka.
 Golongan Alkohol : semua minuman yang mengandung ethyl alcohol
seperti brandy, bir, wine, cognac, brem, tuak, anggur orangtua (AO), dan
sebagainya.
 Golongan Sedatif Hipnotik : BK, rohypnol, magadon, dumolid, nipam,
madrax.
 Golongan Methylene Dioxy Ampethamine (MDA) : amphetamine
benzedrine, dexedrine.
 Golongan Methylene Dioxy Meth Ampetahamine (MDMA) : ekstasi.
 Golongan Halusinogen : LSD, meskaloin, mushroom, kecubung.
 Golongan Solven dan inhalansia : aica aibon (glue), aceton, thiner, N2O.
 Nikotin : tembakau.
 Kafein : kopi dan teh.
 Golongan lainnya.
Psikoaktif Bersifat Non Adiksi
 Obat neuroleptika untuk kasus gangguan jiwa psikotik, obat anti depresi.

Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan, NAPZA dapat


digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu :
Golongan Depressan (Downer)
Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis
ini membuat pemakainya merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya

6
tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk opioida (morfin,
heroin/putauw, kodein), sedatif (penenang), hipnotik (obat tidur), tranquilizer (anti
cemas) dan lain-lain.
Golongan Stimulan (Upper)
Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan
kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan
bersemangat. Zat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah amphetamine
(shabu-shabu, ekstasi), kafein, kokain.
Golongan Halusinogen
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat
merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang
berbeda, sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak
digunakan dalam terapi medis.

5. Penyebab Penyalahgunaan NAPZA


Penyebab penyalahgunaan NAPZA sngat kompleks akibat interaksi berbagai faktor,
yaitu :
a. Faktor Individual
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai pada saat remaja, sebab masa
remaja merupakan masa transisi dimana seseorang mengalami perubahan
biologi, psikologi maupun sosial yang pesat.
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan, baik
sekitar rumah, sekolah, teman sebaya, maupun lingkungan sosial atau
masyarakat.
c. Lingkungan Keluarga
Terdiri dari berbagai kondisi seperti komunikasi antar anggota keluarga yang
kurang baik, hubungan antar anggota keluarga yang kurang harmonis,
kurangnya sosok di keluarga yang menjadi teladan dalam hidupnya,
kurangnya kehidupan beragama, kegiatan masing-masing anggota keluarga
yang terlampau sibuk dan kurangnya perhatian antar sesama anggota keluarga.
d. Lingkungan Sekitar
Faktor lingkungan sekitar yaitu keluarga / sekolah / tempat kerja yang kurang
disiplin, tempat tinggal / sekolah / tempat kerja yang terletak dekat dengan

7
tempat hiburan, keluarga / sekolah / tempat kerja yang kurang memberi
kesempatan pada masing-masing individu untuk mengembangkan diri secara
kreatif dan positif, dan adanya anggota keluarga / teman sekolah / teman
sebaya / teman kerjanya yang juga pengguna NAPZA.
e. Lingkungan Pergaulan
berteman dengan penyalahguna atau adanya tekanan atau ancaman dari orang
lain.
f. Lingkungan Masyarakat / Sosial : lemahnya penegak hukum, situasi politik,
sosial dan ekonomi yang kurang mendukung.

6. Akibat Penyalahgunaan NAPZA


Beberapa aspek yang timbul sebagai akibat langsung penyalahgunaan NAPZA
antara lain :
a. Secara Fisik
Penggunaan NAPZA akan mengubah metabolisme tubuh seseorang. Hal ini
terlihat dari peningkatan dosis yang semakin lama semakin besar dan gejala
putus obat. Keduanya menyebabkan seseorang untuk berusaha terus menerus
mengkonsumsi NAPZA.
b. Secara Psikis
Berkaitan dengan berubahnya beberapa fungsi mental, seperti rasa bersalah,
malu dan perasaan nyaman yang timbul dari mengkonsumsi NAPZA. Cara
yang kemudian ditempuh untuk beradaptasi dengan perubahan mental itu
adalah dengan mengkonsumsi NAPZA lagi.
c. Secara Sosial
Dampak sosial yang memperkuat pemakaian NAPZA. Proses ini biasanya
diawali dengan perpecahan di dalam kelompok sosial terdekat seperti
keluarga, sehingga muncul konflik dengan orangtua, teman-teman, pihak
sekolah atau pekerjaan. Perasaan dikucilkan oleh pihak-pihak ini kemudian
menyebabkan si penyalahguna bergabung dengan kelompok orang-orang
serupa, yaitu para penyalahguna NAPZA juga.

7. Gejala Klinis Penyalahgunaan NAPZA


a. Perubahan Fisik

8
Gejala fisik yang terjadi tergantung dari jenis zat yang digunakan, tapi secara
umum dapat digolongkan sebagai berikut :
 Pada saat menggunakan NAPZA ; jalan sempoyongan, bicara pelo
(cadel), apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif, curiga.
 Bila kelebihan dosis (overdosis) : napas sesak, denyut jantung dan nadi
lambat, kulit teraba dingin, napas lambat atau berhenti, meninggal.
 Bila sedang ketagihan (putus zat / sakau) : mata dan hidung berair,
menguap terus menerus, diare, rasa sakit di seluruh tubuh, takut air
sehingga malas mandi, kejang, kesadaran menurun.
 Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak peduli
terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan keropos,
terdapat bekas suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain (pada para
pengguna jarum suntik).
b. Perubahan Sikap Dan Perilaku
 Prestasi sekolah ataupun kerja menurun, sering tidak mengerjakan
tugas-tugas yang diberikan, membolos, pemalas, kurang bertanggung
jawab.
 Pola tidur berubah, begadang, sulit bangun di pagi hari, mengantuk di
siang hari.
 Sering bepergian sampai larut malam, kadang tidak pulang tanpa
memberi tahu terlebih dahulu.
 Sering mengurung diri, berlama-lama di kamar mandi, menghindar
bertemu dengan anggota keluarga lain di rumah.
 Sering mendapat telepon dan didatangi oleh orang yang tidak dikenal
oleh keluarga, kemudian menghilang.
 Sering berbohong dan meminta banyak uang dengan berbagai alasan
yang tidak jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang
berharga milik sendiri atau milik keluarga, mencuri, terlibat tindak
kekerasan atau berurusan dengan polisi.
 Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar, sikap
bermusuhan, tertutup dan penuh rahasia.

9
8. Komplikasi Dari Penyalahgunaan NAPZA
Komplikasi yang bisa terjadi pada pengguna NAPZA antara lain : infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV), hepatitis B dan hepatitis C, gastritis, penyakit kulit
dan kelamin, bronchitis dan chirosis hepatis. Masalah kesehatan yang muncul yaitu
depresi sistem pernapasan, depresi pusat pengatur kesadaran, kecemasan yang sangat
berat sampai panik, perilaku agresif, gangguan daya ingat, gangguan dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan kebersihan diri, gangguan sistem
muskuloskeletal misalny nyeri sendi dan otot, serta perilaku mencederai diri.

9. Tujuan Terapi Dan Rehabilitasi


a. Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA.
Tujuan ini tergolong sangat ideal, namun banyak orang tidak mampu atau
mempunyai motivasi untuk mencapai tujuan ini. Terutama kalau ia baru
menggunakan NAPZA pada fase-fase awal. Pasien tersebut dapat ditolong dengan
meminimasi efek-efek yang langsung atau tidak langsung dari NAPZA. Sebagian
pasien memang telah abstinesia terhadap salah satu NAPZA tetapi kemudian
beralih untuk menggunakan jenis NAPZA yang lain.
b. Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps.
Sasaran utamanya adalah pencegahan relaps. Bila pasien pernah menggunakan
satu kali saja setelah “clean” maka ia disebut “slip”. Bila ia menyadari
kekeliruannya, dan ia memang telah dibekali ketrampilan untuk mencegah
pengulangan penggunaan kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan untuk
selalu abstinensia. Pelatihan relapse prevention programe, program terapi kognitif,
opiate antagonist maintenance therapy dengan naltreson merupakan beberapa
alternatif untuk mencegah relaps.
c. Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial.
Dalam kelompok ini, abstinensia bukan merupakan sasaran utama. Terapi rumatan
(maintence) metadon merupakan pilihan untuk mencapai sasaran terapi golongan
ini.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Fisik
Data fisik yang mungkin ditemukan pada klien dengan penggunaaan NAPZA

10
pada saat pengkajian adalah sebagai berikut : nyeri, gangguan pola tidur,
menurunnya selera makan, konstipasi, diare, perilaku seks melanggar norma,
kemunduran dalam kebersihan diri, potensial komplikasi jantung, hati, infeksi
pada paru-paru, dan sebagainya.
b. Emosional
Perasaan gelisah (takut kalau diketahui), tidak percaya diri, curiga dan tidak
berdaya.
c. Sosial
Lingkungan sosial yang biasa akrab dengan klien biasanya adalah teman
pengguna zat, anggota keluarga lain pengguna zat, lingkungan sekolah atau
kampus yang digunakan oleh para pengedar.
d. Intelektual
Pikiran yang selalu ingin menggunakan zat adikitif, perasaan ragu untuk berhenti,
aktivitas sekolah atau kuliah menurun sampai berhenti, pekerjaan terhenti.
e. Spiritual
Kegiatan keagamaan tidak ada, nilai-nilai kebaikan ditinggalkan karena perubahan
perilaku (tidak jujur, mencuri, mengancam dan lain-lain).
f. Keluarga
Ketakutan akan perilaku klien, malu pada masyarakat, penghamburan dan
pengurasan secara ekonomi oleh klien, komunikasi dan pola asuh tidak efektif,
dukungan moril terhadap klien tidak terpenuhi.

2. Diagnosa Keperawatan
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin dapat timbul pada klien dengan
penyalahgunaan obat, antara lain :
a. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak mampu mengatasi
keinginan menggunakan zat adiktif.
b. Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
c. Perubahan pemeliharaan kesehatan dan ADL berhubungan dengan efek
penggunaan zat adiktif.
d. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan pola asuh yang salah.
e. Gangguan kesadaran somnolent berhubungan dengan intoksikasi obat sedative
hipnotik.

11
3. Intervensi Keperawatan
Dx.1. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak mampu mengatasi
keinginan menggunakan zat adiktif.
Tujuan : klien mampu untuk mengatasi keinginan menggunakan zat adiktif
Intervensi :
Individu :
- Identifikasi situasi yang menyebabkan timbulnya sugesti
- Identifikasi perilaku ketika sugesti datang
- Diskusikan cara mengalihkan pikiran dari sugesti yang lebih positif
- Bantu klien mengekspresikan perasaannya
Kelompok :
- Diskusikan pengalaman mengucapkan kata-kata yang mengandung semangat
menghindari zat adiktif
Keluarga :
- Motivasi keluarga untuk membantu klien mampu jujur bila sugestinya dating
- Diskusikan upaya keluarga membantu klien mengurangi sugesti
- Bantu suasana mendukung keakraban di rumah

Dx.2. Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.


Tujuan : klien meningkatkan kegiatan spiritual
Intervensi :
Individu :
- Bantu mengidentifikasi kebutuhan spiritual
- Identifikasi arti keyakinan keagamaan
- Motivasi menjalankan keagamaan
Kelompok :
- Diskusikan nilai-nilai kebaikan
- Lakukan kegiatan ibadah bersama
Keluarga :
- Diskusikan pentingnya kegiatan keagamaan
- Bantu menyiapkan kegiatan keagamaan di rumah
- Motivasi orang tua sebagai contoh untuk kegiatan keagamaan

12
Dx.3. Perubahan pemeliharaan kesehatan dan ADL berhubungan dengan efek
penggunaan zat adiktif.
Tujuan : klien mampu mengambil keputusan merubah dan memperbaiki gaya
hidupnya
Intervensi :
Individu :
- Identifikasi gaya hidup selama menggunakan zat adiktif
- Diskusikan kerugian gaya hidup pengguna zat adiktif
- Bantu kebiasaan mengontrol penggunaan zat/merokok
- Bantu latihan gaya hidup sehat : makan, mandi dan tidur teratur
Kelompok :
- Diskusikan gaya hidup sehat dan manfaatnya
Keluarga :
- Identifikasi gaya hidup keluarga
- Diskusikan keluarga sebagai model dan tempat berlatih untuk hidup sehat

Dx.4. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan pola asuh yang salah.
Tujuan : keluarga mampu memberikan kenyamanan pada klien sehingga mampu
berhenti menggunakan zat adiktif
Intervensi :
Kelompok :
- Beri kesempatan untuk mengekspresikan perasaan
- Diskusikan cara menghadapi perilaku klien dan rencana sebelum pulang
- Bantu mencapai kesepakatan tndak lanjut perawatan rehabilitasi mental
Keluarga :
- Identifikasi penerimaan keluarga terhadap masalah
- Bantu menerima masalah
- Identifikasi harapan untuk sembuh total
- Bantu respon keluarga bila klien menggunakan zat adiktif
- Bantu keluarga latihan mengucapkan kata-kata yang menghargai dan
mendukung klien untuk berhenti

Dx.5. Gangguan kesadaran somnolent berhubungan dengan intoksikasi obat sedative


hipnotik.

13
Tujuan : klien mampu melakukan interaksi dan memberikan respon terhadap stimulus
secara optimal.
Intervensi :
Individu :
- Observasi tanda-tanda vital terutama kesadaran
- Bekerja sama dengan dokter dalam pemberian terapi medis
- Memberikan rasa nyaman dan aman dengan pengaturan posisi
- Menjaga keselamatan diri klien selama kesadaran terganggu
- Observasi keseimbangan cairan
Keluarga :
- Berikan penjelasan tentang pengaruh zat adiktif terhadap kondisi fisik, social dan
emosional klien

14
DAFTAR PUSTAKA

Allen K.M. (1996). Nursing care of the addicted client. Philadelphia : Lippincott.
Morgan. (1991). Segi praktis psikiatri. Jakarta : Bina Rupa Aksara.

Smith, C.M. (1995). Community health nursing : theory and practice. Philadelphia : W.B.
Saunders Company.

Stuart Sundeen (1998). Principles and practice of psychiatric nursing. St Louis :


Mosby Year Book.

The Indonesian Florence Nightingale Foundation. (1999). Kiat penanggulangan dan


penyalahgunaan ketergantungan NAPZA. Jakarta : EGC.

Tom, Kus, Tedi. (1999). Bahaya NAPZA bagi pelajar. Bandung :Yayasan Al-Ghifari.

15

Anda mungkin juga menyukai