Anda di halaman 1dari 13

GANGGUAN PENYALAHGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF

MAKALAH
Guna memenuhi tugas makalah:

Mata Kuliah : Psikologi Abnormal


Dosen Pengampu : Annisa Mutohharoh, S. PSI., M.PSI.

Disusun oleh :
1. Iklimatus Solihah (3318008)
2. Zulia Alfi Syahrina (3318017)

PROGRAM STUDI TASAWUF DAN PSIKOTERAPI


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gangguan penyalah gunaan zat psikoaktif nampaknya menjadi fenomena
yang gencar dan pesat sekali perkembangannya. Dari satu negara ke negara yang
lainnya masalah ini merupakan momok dan musuh terbesar dalam perkembangan
generasi bangsa. Hal tersebut mengacu pada dampak yang ditimbulkan atas zat
tersebut. Zat psikoaktif tidak hanya bereaksi pada fisik semata namun juga pada
kognitif penggunanya yang kemudian akan mempengaruhi sistem saraf dan akan
berlanjut pada gangguan psikis. Begitu hebatnya efek yang ditimbulkan dari zat
tersebut hingga penggunaan dan keberadaannya perlu diawasi.
Pada dasarnya gangguan zat psikoaktif ini terjadi pada penyalahgunaanya.
Ada beberapa jenis dari zat tersebut yang mungkin dilegalkan hanya saja perlu
pengawasan dalam penggunanya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai
beberapa gangguan yang diakibatkan atas penyalahgunaan zat psikoaktif yang
bisa mempengaruhi seseorang baik mental, perilaku atau kognitifnya.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat ditarik dalam rumusan Masalah berikut:
1. Bagaimana pengertian penyalahgunaan zat psikoaktif?
2. Apakah jenis dan macam dari gangguan yang ditimbulkan zat psikoaktif?
3. Bagaimana penanganan atau terapi yang dapat dilakukan dalam gangguan
penyalahgunaan zat psikoaktif?
C. Tujuan Masalah
diharapkan dalam makalah ini pembaca dapat memperoleh beberapa
tujuan berikut yaitu:
1. Agar mengetahui apakah penyalahgunaan zat psikoaktif
2. Agar mengetahui dan memahami penyalahgunaan zat psikoaktif
3. Agar memahami penyalahgunaan zat psikoaktif

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition,
dikenal sebagai the DSM-V atau DSM 5, merupakan petunjuk penggolongan
diagnosis Gangguan Jiwa versi the American Psychiatric Association. Edisi
manual diagnosis dipublikasi pada Mei 2013, hampir 20 tahun sesudah, DSM-IV,
pada 1994. DSM-V mengenali substance related disorders akibat dari
digunakannya sepuluh kelompok ZAT: alkohol, kafein, kanabis. Halusinogen
(phencyclidine atau yang serupa arylcyclohexylamines), halusinogen lainnya
seperti LSD, inhalan, opioid, sedatif, hipnotik, anxiolytik, stimulan (termasuk
amphetamine-type substances, kokain, dan stimualan lainnya), tembakau, dan zat
lain yang tidak diketahui. Jadi ketika ditemui zat, dan efeknya serupa dengan zat
lainnya dalam kelompok, maka ia masuk dalam gangguan terkait zat atau
gangguan adiksi.
DSM 5 menyatakan bahwa zat ini mengaktifkan sistem reward di otak,
disinilah masalah utamanya. Perasaan mendapatkan kesenangan sebagai umpan
balik penggunaan demikian dirasakan, sehingga keinginan mengulang
penggunaan menjadi besar, membesar dan kemudian sulit dikendalikan. Kesulitan
mengendalikan penggunaan, membuat penggunanya mengabdikan hampir seluruh
waktunya untuk mencari, menggunakan dan mengatasi rasa tak nyaman jika tidak
menggunakan. Dengan demikian waktu untuk bekerja/sekolah, bersosialisasi,
menikmati masa santai/liburan terabaikan, bersama dengan terabaikan hampir
semua kewajiban dalam hidupnya. Pengaktifan pusat sistem reward, membuat
penggunanya eforia, dan oleh kelompok mereka disebut “high”.
Ada dua kelompok substance-related disorders: substance use disorders
Dan substance-induced disorders. Substance use disorders merupakan pola
penggunaan zat yang menghasilkan simtom menggunakan zat yang diteruskan
oleh individu, meski individu tahu dan mengalami akibatnya. Substance-induced
disorders termasuk intoksikasi, putus zat, gangguan mental yang diinduksi oleh
penggunaan zat termasuk psikosis akibat penggunaan zat, gangguan bipolar dan

3
yang terkait penggunaan zat, gangguan cemas akibat penggunaan zat, gangguan
depresi akibat penggunaan zat, gangguan obsesif-kompulsif akibat penggunaan
zat, gangguan disfungsi seksual akibat penggunaan zat, delirium akibat
penggunaan zat, dan gangguan neurpkognitif akibat penggunaan.
Gangguan penggunaan zat mengundang berbagai masalah dan meliputi 11
kriteria:
1. Menggunaan zat dalam jumlah yang makin lama makin banyak atau
waktu penggunaan nyalebih panjang daripada yang dibayangkan.
2. Ingin menurunkan atau menghentikan penggunaan, namun tidak kuasa
Memenuhi nya.
3. Menghabiskan banyak waktu untuk mendapatkan, menggunakan, atau
mengurus diri untuk pulih dari penggunaan.
4. Menagih dan meningkat dorongan untuk menggunakan.
5. Tidak mampu mengelola diri atas kewajibannya: bekerja/sekolah,
dirumah atau di tempat kerja karena penggunaan.
6. Tetap meneruskan penggunaan, meski hubungan/relasi dengan orang
sekitar menjadi bermasalah karenanya.
7. Tidak lagi melakukan kewajiban utama social, okupasional ataub
rekreasional karena penggunaan.
8. Terus menggunakan zat, lagi dan lagi, meski tahu akan bahayanya.
9. Melanjutkan penggunaan, meski ada masalah fisik dan psikologik
yang diakibatkan atau diperburuk oleh penggunaan zat.
10. Meningkatkan jumlah pemakaian untuk mendapatkan efek yang sama
dengan sebelumnya (toleransi).
11. Simptom putus zat, yang akan dapat diatasi dengan penggunaan zat
yag makin banyak.1

1
Sumber: Modul Pelatihan Layanan Kesehatan Seksual & Reproduksi Ramah Remaja
untuk Dokter Praktik Swasta di Dearah Istimewa Yogyakarta, 28-31 Oktober 2013,
Kemitraan UNFPA dan Angsamerah Institution

4
B. Macam-Macam Gangguan Zat Psikoaktif
Penggolongan Zat Psikoaktif meliputi.
1. Narkotika
Narkotika yaitu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semin yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, dan
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri. Menurut undang-
undang nomot 22 tahun 1997, narkotika dibagi menurut potensi
yang menyebabkan ketergantungan sebagai berikut:
a. Narkotika Golongan I
Narkotika golongan ini berpotensi sangat tinggi
menyebabkan ketergantungan. Tidak digunakan untuk
terapi (pengobatan). Macan jenisnya : heroin, putaw
( heroin tidak murni bubuk) kokain, dan ganja.
b. Narkotika Golongan II
Narkotika golongan ini berpotensi menyebabkan
ketergantungan. Digunakan untuk terapi sebagai pilihan
terakhir. Macam jenisnya : Morfin, Petidin, dan Metadon.
c. Narkotika Golongan II
Narkotika golongan ini berpotensi menyebabkan
ketergantungan dan banyak digunakan dalam terapi.
Macam jenisnya : Kodein.

2. Psikotropika
Psikotropika yaitu zat atau obat, baik alami maupun sintetis
bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat dan menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Psikotropika dibagi menurut potensi yang dapat
menyebabkan ketergantungan, yaitu :

5
a. Psikotropika golongan I
Berpotensi sangat kuat menyebabkan ketergantungan
dan tidak digunakan dalam terapi. Macam jenisnya :
Ekstasi.
b. Psikotropika golongan II
Berpotensi kuat menyebabkan ketergantungan,
digunakan sangat terbatas pada terapi. Macam jenisnya :
Amfertamin, metamfetamin (sabu), Fensiklidin, dan ritlain.
c. Psikotropika golongan III
Berpotensi sedang menyebabkan ketergantungan,
banyak digunakan dalam terapi. Macam jenisnya :
Pentobarbital dan Flunitrazepam.
d. Psikotropika golongan IV
Berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan, dan
sangat luas digunakan dalam terapi. Macam jenisnya :
Deazepam, klobazam, fenobarbii barbital, kiorazepam,
kiordiazepoxide, dannitrazepam (nipam, pil KB/Koplo,
DUM, Mg.lexo, rohyp).
3. Zat Psikoaktif lain
Yang dimaksud adalah zat/bahan lain yang bukan
narkotika dan psikotropika, namun berpengaruh pada kerja otak,
dan tidak tercantum dalam peraturan perundang undangan tentang
narkotika dan psikotropika. Zat psikoaktif lain yang sering
disalahgunakan adalah :
a. Alkohol, yang terdapat pada berbagai jenis minuman keras.
b. Inhalansia/solven, yaitu gas atau zat yang mudah menguap,
yang terdapat pada berbagai keperluan pabrik, kantor, dan
rumah tangga.
c. Nikotin, yang terdapat pada tembakau.
d. Kafein, yang terdapat pada kopi, minuman penambah
energy dan obat sakit kepala tertentu.

6
Apabila diantara Zat Psikoaktif ini disalahgunakan akan
menyebabkan berbagi gangguan, antara lain :
a. Alkohol
Gangguan yang ditimbulkan:
● Bicara meracau, Inkoordinasi, gaya berjalan tidak
stabil, Nystagmus.
● Hendaya atensi/memori.
● Stupor/koma Pemeriksaan psikiatri didapatkan :
agresif, perilaku seksual yang tidak
pada tempatnya, labilitas mood, gangguan daya nilai,
gangguan fungsi social dan occupational) .
● Tanda intoksikasi : Penurunan kesadaran, stupor,
koma, Perubahan status mental Kulit dingin dan
lembab, suhu tubuh rendah.
b. Amfetamin
Perilaku maladaptive signifikan (euphoria,
penumpulan afek, hipervigilitas, sensitivitas interpersonal,
ansietas, ketegangan, perilaku sterotypi, daya nilai
terganggu, fungsi sosialdan okupasional terganggu
Pemeriksaan fisik didapatkan : takikardia, atau bradikardia,
tekanan darah naikatau turun, berkeringat/menggigil,
mual/muntah, agitasi/retardasi psikomotor, kelemahan otot,
depresi nafas, nyeri dada, atau aritmia.
c. Kafein
Paling tidak terdapat 5 tanda : gelisah, gugup,
eksitasi, insomnia, dieresis, muka merah, gangguan
gastrointestinal, alur pikir kacau, takikardia, aritmia,
periode tidak merasa lelah, agitasi psikomotor Gejala
diatas menimbulkan penderitaan, hendaya fungsi social,
ocupasional secara signifikan.

7
d. Kanabis
Perubahan perilaku maladaptive secara signifikan
(koordinasi terganggu, euphoria, ansietas, sensasi waktu
melambat, daya nilai terganggu, penarikan social. Dua atau
lebih tanda berikut dalam waktu 2 jam : injeksi
konjungtiva, peningkatan nafsu makan, mulut kering,
takikardia.
e. Kokain
Perubahan maladaptive bermakna(euphoria, afek
tumpul, perubahan sosialibilitas, hipervigilitas, ansietas,
perilaku sterotypi, kemarahan, ketegangan, gangguan
fungsi social dan okupasional Dua atau lebih gejala
dibawah ini setelah 2 jam, takikardia, bradikardia, dilatasi
pupil, peningkatan dan peningkatan tekanan darah,
berkeringatatau menggigil, penurunan berat badan,
kelemahan otot, depresi nafas, nyeri dada dan aritmia.
f. Halusinogen
Perubahan perilaku maladaptive, perubahan
psikologis, berupa ansietas, depresi, ketakutan menjadi gila,
ide paranoid, daya nilai terganggu, fungsi social dan
okupasional terganggu Perubahan persepsi, dalam
kesadaran dan kewaspadaan penuh(intensifikasi persepsi
subjektif, depersonalisasi, derealisasi, ilusi, halusinasi,
sinestesia Pada pemeriksaan fisik didapatkan, dilatasi pupil,
takikardia, berkeringat, palpitasi, pandangan kabur, tremor,
inkoordinasi.
g. Opioid
Perubahan perilaku maladaptive, psikologis :
euphoria iisial yangf diikuti apati, agitasi/ retardasi
psikomotor, daya nilai terganggu, gangguan fungsi social
dan okupasional Konstriksi pupil akibat anoksia dan satu

8
atau lebih yaitu : mengantuk, koma, hendaya atensi dan
memori
h. Hipnotik, Sedative, Ansiolitik
Perubahan perilaku maladaptive, perubahan
psikologis, berupa perilaku yang tidak pada tempatnya,
agresif, labilitas mood, daya nilai terganggu, fungsi social
dan okupasional terganggu Satu atau tanda berikut : bicara
cadel, inkoordinasi, cara berjalan tidak stabil, nistagmus,
hendaya atensi dann memori, stupor,koma.2
C. Penanganan atau Terapi dalam Gangguan Penyalahgunaan Zat
Psikoaktif
Terapi yang dapat dilakukan dalam Gangguan Penyalahgunaan Zat
Psikoaktif adalah dengan melakukan Rehabilitasi. Adapun tahapan
Tahapan Terapi Rehabilitasi yang pada umumnya dibagi menjadi beberapa
fase berikut :
1. Fase Penilaian (assesment phase)
Pada tahap ini perlu dilakukan evaluasi Psikiatri yang
komprehensif. Termasuk yang perlu dinilai adalah :
 Penilaian yang sistematis terhadap tingkat intoOpkasi,
keparahan-keparahan putus zat, dosis zat terbesar yang
digunakan terakhir, lama waktu setelah penggunaan zat
terakhir, awitan gejala, frekuensi dan lam penggunaan,
efek subyektif dari semua jenis Zat Psikoaktif yang
digunakan termasuk juga jenis-jenis NAPZA lain selain
yang menjadi pilihan utama pasien/klien.
 Riwayat medis dan psikiatri umum yang komprehensif.
 Riwayat penggunaan NAPZA dan terrapin sebelumnya.
 Riwayat keluarga dan sosial ekonomi

2
Arun Kartika Dewi, BUKU AJAR Sistem Neurobehavior (Psikiatri), (Semarang:
Unimus Press, 2017), Hlm. 18-21

9
 Pemeriksaan urin untuk jenis-jenis NAPZA yang
disalahgunakan.
2. Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi)
Detoksifikasi merupakan prses atau tindakan medis untuk
membantu klien dalam mengatasi gejala putus NAPZA
ataupun Zat Psikoaktif. Tahap detoksifikasi sering disebut
dengan fase terapi withdrawl atau fase terapi intoksikasi.
Tahap ini pecandu diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik
dan mental oleh dokter terlatih. Dokterlah yang memutuskan
apakah pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk
mengurangi gejala putus zat (sakau) yang ia derita. Pemberian
obat tergantung dari jenis narkoba dan berat ringannya gejala
putus zat. Dalam hal ini dokter butuh kepekaan, pengalaman,
dan keahlian guna mendeteksi gejala kecanduan
narkobatersebut. Fase ini memiliki beberapa variasi :
a. Rawat Inap dan Rawat Jalan
b. Cold Turkey, artinya seseorang pecandu langsung
menghentikan penggunaan narkoba/zat adiktif, dengan
mengurung pecandu dalam masa putus obat tanpa
memberikan obat obatan.
c. Terapi Simptomsis
d. Rpid Detoxification, Uktra Rapid Detoxification.
e. Detoxifikasi dengan menggunakan : Kodein dan
ibuprofen, Klontrex (klonidin dan naltrenox),
Bufrenorfin, Metadon.
Klien seringkali membutuhkan multi,odal terapi yang
beragam. Tergantung pada filosofi program yang mendasari, ada
beberapa variasi :
a. Program Terapi Substitusi, ada antagonis (naltrekson),
agonis parsial (buprenorfin) atau dengan full agonist
(metadon)

10
b. Program terapi yang berorientasi abstinesia :
Therapeutic Community, the 12 step recovery program
narcotic program narcotic anonymus.

Bila program selanjutnya adalah terapi substitusi maka


tidak perlu dilakukan program detoxifikasi, tetapi terapi withdrawl.
Namun bila program terapi selanjutnya adalah terapi yang
berorientasi abstinensia maka mutlak dilakukan detoxifikasi.

3. Tahap Rehabilitasi nonmedis (sosial)


Tahap ini pecandu ikut dalam program rehabilitasi. Di
Indonesia sudah di bangun tempat tempat rehabilitasi, sebagai
contoh di bawah BNN adalah tempat rehabilitasi di daerah
Lido, Baddoka, dan Samarinda. Di tempat rehabilitasi ini,
pecandu menjalani berbagai program diantaranya program
diantaranyaprogram Therapeutic Communities (TC), 12 steps
(dua belas langkah, pendekatan keagamaan dan lain-lain.
4. Tahap bina lanjut (after care)
Merupakan layanan pascarehab. Bisa bersifat regular
(rawat jalan), dimana pecandu dapat kembali ke sekolah atau
tempat kerja namun tetap berada dibawah pengawasan atau
bersifat intensif (rumah damping) dimana pecandu program
TC, 12 langkah dan diberikan kegiatan sesuai dengan minat
dan bakat untuk mengisi kegiatan sehari-hari.3

3
Luh Nyoman Alit Aryani, Tesis : “Metode Rehabilitasi Penggunaan NAPZA”, (Denpasar:
Universitas Udayana, 2018), hal. 10-13.

11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition,
dikenal sebagai the DSM-V atau DSM 5, merupakan petunjuk penggolongan
diagnosis Gangguan Jiwa versi the American Psychiatric Association.
DSM 5 menyatakan bahwa zat ini mengaktifkan sistem reward di otak,
disinilah masalah utamanya. Perasaan mendapatkan kesenangan sebagai umpan
balik penggunaan demikian dirasakan, sehingga keinginan mengulang
penggunaan menjadi besar, membesar dan kemudian sulit dikendalikan. Kesulitan
mengendalikan penggunaan, membuat penggunanya mengabdikan hampir seluruh
waktunya untuk mencari, menggunakan dan mengatasi rasa tak nyaman jika tidak
menggunakan. Dengan demikian waktu untuk bekerja/sekolah, bersosialisasi,
menikmati masa santai/liburan terabaikan, bersama dengan terabaikan hampir
semua kewajiban dalam hidupnya. Pengaktifan pusat sistem reward, membuat
penggunanya eforia, dan oleh kelompok mereka disebut “high.
Macam-macam gangguan psikoaktif
1. Narkotika
2. Psikotropika
3. Zat Psikoaktif lain
Terapi yang dapat dilakukan dalam Gangguan Penyalahgunaan Zat
Psikoaktif adalah dengan melakukan Rehabilitasi. Adapun tahapan tahapanya
antara lain : Fase Penilaian (assesment phase), Tahap rehabilitasi medis
(detoksifikasi), Tahap Rehabilitasi nonmedis (sosial), Tahap bina lanjut (after
care).

12
DAFTAR PUSTAKA

Modul Pelatihan Layanan Kesehatan Seksual & Reproduksi Ramah Remaja untuk
Dokter Praktik Swasta. 2013. (DIY: Kemitraan UNFPA dan Angsamerah
Institution)

Dewi, Kartika, Arum. 2017. BUKU AJAR Sistem Neurobehavior (Psikiatri),


(Semarang: Unimus Press.

Aryani, Alit, Luh, Nyoman 2018. Tesis : “Metode Rehabilitasi Penggunaan


NAPZA”, (Denpasar: Universitas Udayana).

13

Anda mungkin juga menyukai