Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

PENYALAHGUNAAN NAFZA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh:
Soaidah C.0105.21.189
Sofwan Fauzy C.0105.21.1
Irfan C.0105.21.162
Yenti C.0105.21.185
Siti Jaetun C.0105.21.168
Yayah Hudariah C.0105.21.183
Syahfa Siti C.0105.21.169
Vina Nandika C.0105.21.1
Lena Novianti Tambunan
Rima Fatimah Zahra

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


KELAS TRANSFER SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUDI LUHUR CIMAHI 2021-2022
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dari tahun ke tahun angka penyalahgunaan zat terus meningkat.
Pelaku penyalahgunaan zat telah menjangkiti seluruh lapisan masyarakat
tidak memAndang kelompok umur, golongan maupun tingkat pendidikan.
Pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat telah berusaha memberantas
peredaran zat terlarang tetapi hingga kini peredaran zat tersebut masih
cukup tinggi dimasyarakat. Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang
dampak pemakaian zat serta kemudahan mendapatkannya merupakan
faktor yang mempengaruhi tingginya penggunaan zat dimasyarakat.
Rendahnya pengetahuan masyarakat bukan dikarenakan tingkat
pendidikan yang rendah tetapi dikarenakan kepribadian individu, selain itu
kurangnya perhatian keluarga terhadap anggota keluarga serta
ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan.
Dampak penyalahgunaan zat adalah timbulnya perilaku maladaptif
dan gangguan kepribadian seperti menarik diri, halusinasi serta perilaku
kekerasan. Karena dampak yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan zat
sangat kompleks, maka dibutuhkan seorang perawat yang mampu
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyalahgunaan zat.

B. Tujuan
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien penyalahgunaan nafza.

C. Manfaat
Dapat memberikan asuhan keperawatan klien penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA yang dilakukan rehablitasi dengan penuh percaya
diri. peningkatan otonomi, tersedia pola pikir atau kerja yang logis, ilmiah,
dan terorganisasi, sehingga asuhan keperawatan yang diterima oleh klien
berrnutu dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Napza
NAPZA merupakan akronim dari Narkoba, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya yang merupakan jenis obat-obatan yang dapat
mempengaruhi gangguan kesehatan dan kejiwaan. NAPZA secara umum
adalah zat-zat kimiawi yang apabila dimasukkan kedalam tubuh baik
secara oral (diminum, dihisap, dihirup dan disedot) maupun disuntik, dapat
mempengaruhi pikiran, suasana hati, perasaan dan perilaku seseorang. Hal
ini dapat menimbulkan gangguan keadaan sosial yang ditandai dengan
indikasi negatif, waktu pemakaian yang panjang dan pemakaian yang
berlebihan (Lumbantobing, 2007).
Menurut UU RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika
menyebutkan bahwa:
1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,mengurangi
sampai menghilangkanrasanyeri,dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
2. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak
atau melawan hukum. Psikotropika adalah setiap bahan baik alami
ataupun buatan bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
mempunyai pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
3. Zat Adiktif yaitu bahan lain yang bukan Narkotika atau Psikotropika
yang merupakan inhalasi yang penggunaannya dapat menimbulkan
ketergantungan, misalnya lem, aceton, eter, premix, thiner dan lain-
lain.

B. Definisi Penyalahgunaan Napza


Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang
bersifat patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya
sehingga menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial.
Sebetulnya NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan,
misalnya menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena
efeknya “enak” bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara
salah, yaitu bukan utnuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa 5
nikmat. Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna
merasa ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan
kerusakan fisik (Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah
kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara
terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek
yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan
secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Penyalahgunaan narkoba dapat dikategorikan sebagai kejahatan
tanpa korban (crime without victim). Pengertian kejahatan tanpa korban
berarti kejahatan ini tidak menimbulkan korban sama sekali, akan tetapi si
pelaku sebagai korban. Kejahatan yang secara kriminologi diartikan
sebagai crime without victim ini sangat sulit diketahui keberadaannya,
karena mereka dapat melakukan aksinya dengan sangat tertutup dan hanya
diketahui orang-orang tertentu, oleh karena itu sangat sulit memberantas
kejahatan ini (Jimmy, 2015).

C. Golongan Napza
1. Narkotika
Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan:
a. Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai
potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan (contoh:
heroin/putauw, kokain, ganja)
b. Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatan ketergantungan (contoh: morfin, petidin).
c. Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan (contoh: kodein)

2. Psikotropika
Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut:
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi
amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan (contoh: ekstasi, shabu, LSD)
b. Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindrom ketergantungan. (Contoh:
Amfetamin, Metilfenidat atau Ritalin)
c. Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom
ketergantungan (Contoh: Pentobarbital, Flunitrazepam)
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom
ketergantungan (Contoh: Diazepam, Nitrazepam, Seperti Pil KB,
Pil Koplo, Rohip, Dum, MG)

3. Zat Adiktif
Zat adiktif adalah suatu bahan atau zat yang apabila digunakan
dapat menimbulkan kecanduan atau ketergantungan. Contohnya :
rokok, kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan
menimbulkan ketagihan, thinner dan zat-zat lain (lem kayu, penghapus
cair, aseton, cat, bensin, yang bisa dihisap, dihirup, dan dicium, dapat
memabukkan)

4. Zat Psikoaktif
Golongan zat yang bekerja secara selektif, terutama pada otak
sehingga dapat menimbulkan perubahan pada: perilaku, emosi,
kognitif, persepsi.

D. Rentang Respon
Rentang respon ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai
dengan yang berat. Indikator dari rentang respon berdasarkan peilaku yang
ditampakkan oleh remaja dengan gangguan penggunaan zat adiktif. (AH
Yusuf dkk, 2015)
Respon adaptif
Maladaptif Respon

Perimental Eks- Rekreasional - Situasional


Penyalahgunaan - Ketergantungan -
Ada beberapa tahapan pemakaian NAPZA yaitu sebagai berikut:
1. Tahap pemakaian coba-coba (eksperimental use)
Karena pengaruh kelompok sebaya sangat besar, remaja ingin tahu
atau coba-coba. Biasanya mencoba mengisap rokok, ganja, atau
minumminuman beralkohol. Jarang yang langsung mencoba memakai
putaw atau minum pil ekstasi.
2. Tahap pemakaian sosial (social/recreational use)
3. Tahap pemakaian NAPZA untuk pergaulan (saat berkumpul atau pada
acara tertentu), ingin diakui/diterima kelompoknya. Mula-mula
NAPZA diperoleh secara gratis atau dibeli dengan murah. Ia belum
secara aktif mencari NAPZA.
4. Tahap pemakaian situasional (sitiational use)
Tahap pemakaian karena situasi tertentu, misalnya kesepian atau
stres. Pemakaian NAPZA sebagai cara mengatasi masalah. Pada tahap
ini pemakai berusaha memperoleh NAPZA secara aktif
5. Tahap habituasi/kebiasaan (abuse)
Ia berusaha agar selalu memperoleh NAPZA dengan berbagai cara.
Berbohong, menipu, atau mencuri menjadi kebiasaannya. Ia sudah
tidak dapat mengendalikan penggunaannya. NAPZA telah menjadi
pusat kehidupannya. Hubungan dengan keluarga dan teman-teman
rusak.

E. Zat Adiktif yang disalahgunakan


Table 2.1 zat adiktif yang disalahgunaakan

Golongan Jenis
Opioida Morfin, heroin (puthao), candu, kodein, petidin
Kanabis Ganja (Mariyuana), minyak hasish
Kokain Serbuk kokain, daun koka
Alkohol Semua minuman yang mengandung ethyl alkohol,
Sedative-hipnotik Sedatin (BK), rohipnol, mogadon, dulomid, nipam,
mandrax
MDA (Methyl Diox Ekstasi
Amphetamine) y
Halusinogen LSD, meskalin, jamur, kecubung
Solven & Inhalasi Glue (aica aibon), aceton, thinner, N2O
Nikotin Terdapat dalam tembakau
Kafein Terdapat dalam kopi
F. Efek Dan Cara Penggunaan
Table 2.2 efek dan cara
penggunaan

No. Jenis Cara penggunaan Efek pada tubuh

1. Opium, heroin, Dihirup melalui hidung, Merasa bebas dari rasa


morfin disuntikan melalui otot atau sakit, tegang, euphoria
pembuluh darah vena
2 Kokain Ditelan bersama minuman, Merasa gembira,
diisap seperti rook atau bertenaga,
disuntikan lebih percaya diri
3 Kanabis,mariyuana Dicampur dengan tembakau Rasa gembira, lebih
, ganja percaya
diri, relaks
4 Alkohol Diminum Bergantung kandungan
alkoholnya
5 Amfetamin Diisap,ditelan Merasa lebih percaya diri,
mengurangi rasa lelah,
meningkatkan konsentrasi
6 Sedative Ditelan Merasa lebih santai,
menyebabkan kantuk
7 Shabu-shabu Diisap Badan serasa lebih segara,
gembira, nafsu makan
menurun, lebih percaya
diri
8 XTC Ditelan Meningkatkan
kegembiraan, stamina
meningkat
9 LSD Diisap atau ditelan Perasaan melayang (fly),
muncul halusinasi yang
bentuknya berbeda pada
tiap individu

G. Faktor penyalahgunaan NAPZA


Menurut Soetjiningsih (2004), faktor risiko yang menyebabkan
penyalahgunaan NAPZA antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga,
pergaulan (teman sebaya), dan karakteristik individu.
1. Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja
dari orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai
peminum alkohol dibandingkan remaja dari orang tua angkat
alkoholik. Penelitian lain membuktikan remaja kembar monozigot
mempunyai risiko alkoholik lebih besar dibandingkan remaja kembar
dizigot.
2. Lingkungan Keluarga
Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap
penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh orang tua yang demokratis dan
terbuka mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA lebih rendah
dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang ketat.
Kebanyakan diantara penyalahguna NAPZA mempunyai hubungan
yang biasa-biasa saja dengan orang tuanya. Mereka jarang
menghabiskan waktu luang dan bercanda dengan orang tuanya (Jehani,
dkk, 2006).
3. Pergaulan (teman sebaya)
Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA, teman
kelompok sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang dapat
mendorong atau mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada diri
seseorang. Menurut Hawari (2006) perkenalanpertama dengan NAPZA
justru datangnya dari teman kelompok. Pengaruh teman kelompok ini
dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan, sehingga yang
bersangkutan sukar melepaskan diri. Pengaruh teman kelompok ini
tidak hanya pada saat perkenalan pertama dengan NAPZA, melainkan
juga menyebabkan seseorang tetap menyalahgunakan NAPZA, dan
yang menyebabkan kekambuhan (relapse).
Bila hubungan orangtua dan anak tidak baik, maka anak akan
terlepas ikatan psikologisnya dengan orangtua dan anak akan mudah
jatuh dalam pengaruh teman kelompok. Berbagai cara teman kelompok
ini memengaruhi si anak, misalnya dengan cara membujuk, ditawari
bahkan sampai dijebak dan seterusnya sehingga anak turut
menyalahgunakan NAPZA dan sukar melepaskan diri dari teman
kelompoknya.
4. Karakteristik Individu
a. Umur
Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna NAPZA
adalah mereka yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini
secara kejiwaan masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh
lingkungan, dan sedang mencari identitas diri serta
senangmemasuki kehidupan kelompok. Hasil temuan Tim
Kelompok Kerja Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba
Departemen Pendidikan Nasional menyatakan sebanyak 70%
penyalahguna NAPZA di Indonesia adalah anak usia sekolah
(Jehani, dkk, 2006).
b. Pendidikan
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang
menyatakan apakah pendidikan mempunyai risiko penyalahgunaan
NAPZA. Akan tetapi, pendidikan ada kaitannya dengan cara
berfikir, kepemimpinan, pola asuh, komunikasi, serta pengambilan
keputusan dalam keluarga.
c. Pekerjaan
Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan
Universitas Indonesia tahun 2009 di kalangan pekerja di Indonesia
diperoleh data bahwa penyalahguna NAPZA tertinggi pada
karyawan swasta dengan prevalensi 68%, PNS/TNI/POLRI dengan
prevalensi 13%, dan karyawan BUMN dengan prevalensi 11%
(BNN, 2010).
H. Dampak Penyalahgunaan NAPZA
1. Terhadap kondisi fisik
a. Akibat zat itu sendiri
Termasuk di sini gangguan mental organik akibat zat, misalnya
intoksikasi yaitu suatu perubahan mental yang terjadi karena dosis
berlebih yang memang diharapkan oleh pemakaiannya. Sebaliknya
bila pemakaiannya terputus akan terjadi kondisi putus zat.
Contohnya :
1) Ganja : pemakaian lama menurunkan daya tahan sehingga
mudah terserang infeksi. Ganja juga memperburuk aliran darah
koroner.
2) Kokain : bisa terjadi aritmia jantung, ulkus atau perforasi sekat
hidung, jangka panjang terjadi anemia dan turunnya berat
badan.
3) Alkohol : menimbulkan banyak komplikasi, misalnya :
gangguan lambung, kanker usus, gangguan hati, gangguan pada
otot jantung dan saraf, gangguan metabolisme, cacat janin dan
gangguan seksual.
b. Akibat bahan campuran/pelarut : bahaya yang mungkin timbul :
infeksi, emboli.
c. Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril
Akan terjadi infeksi, berjangkitnya AIDS atau hepatitis.
d. Akibat pertolongan yang keliru
Misalnya dalam keadaan tidak sadar diberi minum.
e. Akibat tidak langsung
Misalnya terjadi stroke pada pemakaian alkohol atau malnutrisi
karena gangguan absorbsi pada pemakaian alkohol.
f. Akibat cara hidup pasien
Terjadi kurang gizi, penyakit kulit, kerusakan gigi dan penyakit
kelamin.
2. Terhadap kehidupan mental emosional
Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik menimbulkan perubahan
pada kehidupan mental emosional yang bermanifestasi pada gangguan
perilaku tidak wajar. Pemakaian ganja yang berat dan lama
menimbulkan sindrom amotivasional. Putus obat golongan amfetamin
dapat menimbulkan depresi sampai bunuh diri.
3. Terhadap kehidupan social
Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat akan
mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja atau
sekolah. Pada umumnya prestasi akan menurun, lalu
dipecat/dikeluarkan yang berakibat makin kuatnya dorongan untuk
menyalahgunakan obat.
Dalam posisi demikian hubungan anggota keluarga dan kawan
dekat pada umumnya terganggu. Pemakaian yang lama akan
menimbulkan toleransi, kebutuhan akan zat bertambah. Akibat
selanjutnya akan memungkinkan terjadinya tindak kriminal, keretakan
rumah tangga sampai perceraian. Semua pelanggaran, baik norma
sosial maupun hukumnya terjadi karena kebutuhan akan zat yang
mendesak dan pada keadaan intoksikasi yang bersangkutan bersifat
agresif dan impulsif (Alatas, dkk, 2006).
4. Terhadap Tingkah Laku
Menurut Prabowo, Eko 2014 menyatakan dampak narkoba sebagai
berikut :
a. Tingkah Laku Klien Pengguna Zat Sedatif Hipnotik
1) Menurunnya sifat menahan diri
2) Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
3) Bicara cadel, bertele-tele
4) Sering datang ke dokter untuk minta resep
5) Kurang perhatian
6) Sangat gembira, berdiam, (depresi), dan kadang bersikap
bermusuhan
7) Gangguan dalam daya pertimbangan
8) Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun, koma dan
dapat menimbulkan kematian.
9) Meningkatkan rasa percaya diri
b. Tingkah Laku Klien Pengguna Ganja
1) Kontrol didi menurun bahkan hilang
2) Menurunnya motivasi perubahan diri
3) Ephoria ringan
c. Tingkah Laku Klien Pengguna Alcohol
1) Sikap bermusuhan
2) Kadang bersikap murung, berdiam
3) Kontrol diri menurun
4) Suara keras, bicara cadel,dan kacau
5) Agresi
6) Minum alcohol pagi hari atau tidak kenal waktu
7) Partisipasi di lingkungan social kurang
8) Daya pertimbangan menurun
9) Koordinasi motorik terganggu, akibat cenerung mendapat
kecelakaan
10) Dalam keadaan over dosis, kesadaran menurun bahkan sampai
koma.
d. Tingkah Laku Klien Pengguna Opioda
1) Terkantuk-kantuk
2) Bicara cadel
3) Koordinasi motorik terganggu
4) Acuh terhadap lingkungan, kurang perhatian
5) Perilaku manipulatif, untuk mendapatkan zat adiktif
6) Kontrol diri kurang
e. Tingkah Laku Klien Pengguna Kokain
1) Hiperaktif
2) Euphoria, agitasi, dan sampai agitasi
3) Iritabilitas
4) Halusinasi dan waham
5) Kewaspadaan yang berlebihan
6) Sangat tegang
7) Gelisah, insomnia
8) Tampak membesar –besarkan sesuatu
9) Dalam keadaan over dosis: kejang, delirium, dan paranoid
f. Tingkah Laku Klien Pengguna Halusinogen
1) tingkah laku tidak dapat diramalkan
2) Tingkah laku merusak diri sendiri
3) Halusinasi, ilusi
4) Distorsi (gangguan dalam penilaian, waktu dan jarak)
5) Sikap merasa diri benar
6) Kewaspadaan meningkat
7) Depersonalisasi
8) Pengalaman yang gaib/ ajaib

H. Penanggulangan NAPZA
1. Pencegahan
Pencegahan penyalahgunaan NAPZA, meliputi (BNN, 2004) :
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan
kepada mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang
memiliki risiko tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA, untuk
melakukan intervensi agar individu, kelompok, dan masyarakat
waspada serta memiliki ketahanan agar tidak menggunakan
NAPZA. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini,
agar faktor yang dapat menghabat proses tumbuh kembang anak
dapat diatasi dengan baik.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau
komunitas yang sudah menyalahgunakan NAPZA. Dilakukan
pengobatan agar mereka tidak menggunakan NAPZA lagi.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah
pernah menjadi penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti
program terapi dan rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh
lagi. Sedangkan pencegahan terhadap penyalahgunaan NAPZA
yang kambuh kembali adalah dengan melakukan pendampingan
yang dapat membantunya untuk mengatasi masalah perilaku
adiksinya, detoksifikasi, maupun dengan melakukan rehabilitasi
kembali.
2. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan
detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau
menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti
menggunakan zat yang mengalami gajala putus zat tidak diberi
obat untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya
dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan
jenis opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi
bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti
ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan
cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali.
Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang
menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa
nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang
ditimbulkan akibat putus zat tersebut (Purba, 2008).
3. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi
para mantan penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam arti sehat
fisik, psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat tersebut
diharapkan mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam
kehidupannya sehari-hari. Menurut Hawari (2006) jenis-jenis
rehabilitasi antara lain:
a. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan
penyalahgunaan NAPZA benar-benar sehat secara fisik. Termasuk
dalam program rehabilitasi medik ini ialah memulihkan kondisi
fisik yang lemah, tidak cukup diberikan gizi makanan yang bernilai
tinggi, tetapi juga kegiatan olahraga yang teratur disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing yang bersangkutan.
b. Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta
rehabilitasi yang semula bersikap dan bertindak antisosial dapat
dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik
dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing atau
mengasuhnya. Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini adalah
psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai
“rehabilitasi” keluarga terutama bagi keluarga-keluarga broken
home. Konsultasi keluarga ini penting dilakukan agar keluarga
dapatmemahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang terlibat
penyalahgunaan NAPZA, bagaimana cara menyikapinya bila kelak
ia telah kembali ke rumah dan upaya pencegahan agar tidak
kambuh
c. Rehabilitasi Psikososial
Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar
peserta rehabilitasi dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam
lingkungan sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/kampus dan di
tempat kerja. Program ini merupakan persiapan untuk kembali ke
masyarakat. Oleh karena itu, mereka perlu dibekali dengan
pendidikan dan keterampilan misalnya berbagai kursus ataupun
balai latihan kerja yang dapat diadakan di pusat rehabilitasi.
Dengan demikian diharapkan bila mereka telah selesai menjalani
program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali ke sekolah/kuliah
atau bekerja.
d. Rehabilitasi Psikoreligius
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting.
Unsur agama dalam rehabilitasi bagi para pasien penyalahguna
NAPZA mempunyai arti penting dalam mencapai penyembuhan.
Unsur agama yang mereka terima akan memulihkan dam
memperkuat rasa percaya diri, harapan dan keimanan. Pendalaman,
penghayatan dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini akan
menumbuhkan kekuatan kerohanian pada diri seseorang sehingga
mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam
penyalahgunaan NAPZA.
e. Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi merupakan program lanjutan (pasca
rehabilitasi) yaitu program atau kegiatan yang dapat diikuti oleh
mantan penyalahguna NAPZA (yang telah selesai menjalani
tahapan rehabilitasi) dan keluarganya. Tujuan yang hendak dicapai
dalam forum silaturahmi ini adalah untuk memantapkan
terwujudnya rumah tangga/keluarga sakinah yaitu keluarga yang
harmonis dan religius, sehingga dapat memperkecil kekambuhan
penyalahgunaan NAPZA
f. Program Terminal
Pengalaman menunjukkan bahwa banyak dari mereka
sesudah menjalani program rehabilitasi dan kemudian mengikuti
forum silaturahmi, mengalami kebingungan untuk program
selanjutnya. Khususnya bagi pelajar dan mahasiswa yang karena
keterlibatannya pada penyalahgunaan NAPZA di masa lalu
terpaksa putus sekolah menjadi pengangguran; perlu menjalani
program khusus yang dinamakan program terminal (re-entry
program), yaitu program persiapan untuk kembali melanjutkan
sekolah/kuliah atau bekerja

I. Peran dan Fungsi Perawat


Masalah penyaLahgunaan NAPZA merupakan masalah global dan
memerlukan partisipasi aktif seluruh komponen bangsa dalam
penanganannya, termasuk tenaga kesehatan. Perawat sebagai bagian dari
tenaga kesehatan mutlak wajib melaksanakan fungsi dan perannya untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat termasuk penanganan
penyalahgunaan NAPZA.
1. Fungsi Perawat
a. Independent
Fungsi independent perawat adalah ”those activities that
are considered to be within nursing’s scope of diagnosis and
treatment”. Dalam fungsi ini tindakan perawat dalam penanganan
klien pengguna NAPZA tidak memerlukan perintah dokter.
Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan. Dalam kaitan dengan penanggulangan penggunaan
NAPZA tindakan perawat diantaranya :
1) Pengkajian klien pengguna NAPZA.
2) Membantu klien pengguna NAPZA memenuhi kegiatan sehari-
hari.
3) Mendorong klien berperilaku secara wajar.
b. Interdependent
Fungsi interdependent perawat adalah ”carried out in
conjunction with other health team members”. Tindakan perawat
berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan
lain. Fungsi ini dilaksanakan dengan pembentukan tim yang
dipimpin oleh seorang dokter. Dan anggota tim kesehatan lain
bekerja sesuai kompetensinya masing-masing. Contoh tindakannya
adalah melakukan kolaborasi rehabilitasi klien pengguna NAPZA,
dimana perawat bekerja dengan psikiater, social worker, ahli gizi
juga rohaniwan
c. Dependent
Fungsi dependent perawat adalah “the activities perfomed
based on the physician’s order”. Dalam fungsi ini perawat
bertindak membantu dokter dalam meberikan pelayanan medik.
Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan atau
pemberian psikofarmaka dan tindakan khusus yang menjadi
kewenangan dokter dan seharusnya dilakukan oleh dokter. Contoh
pada tindakan detoksifikasi NAPZA.
2. Peran Perawat
Peran perawat ini diterjemahkan dalam perannya sebagai provider,
edukator, advokator, dan role model.
a. Provider/Pelaksana
Peran ini menekankan kemampuan perawat sebagai
penyedia layanan keperawatan (praktisi). Perawat baik secara
langsung maupun tidak langsung memberikan asuhan keperawatan
kepada klien dengan ketergantungan obat-obatan terlarang baik
secara individu, keluarga, atau pun masyarakat. Peran ini biasanya
dilaksanakan oleh perawat di tatanan pelayanan seperti rumah sakit
khusus ketergantungan obat, unit pelayanan psikiatri, puskesmas
atau di masyarakat. Untuk mencapai peran ini seorang perawat
harus mempunyai kemampuan bekerja secara mandiri dan
kolaborasi, memiliki pengetahuan tentang ilmu dan kiat
keperawatan, mempunyai pengetahuan tentang NAPZA,
keterampilan, sikap empati dalam memberikan asuhan
keperawatan. Dalam menjalankan peran sebagai care giver,
perawat menggunakan metode pemecahan masalah dalam bentuk
asuhan proses keperawatan untuk membantu klien mengatasi
masalah kesehatannya.
b. Edukator/Pendidik
Peran ini menekankan kepada tindakan promotif. Perawat
melakukan pendidikan kesehatan tentang NAPZA dan dampaknya
bagi kesehatan kepada klien baik individu, keluarga atau kelompok
yang berada di bawah tanggungjawabnya. Untuk melaksanakan
peran ini, perawat harus mempunyai keterampilan dalam hubungan
interpersonal yang efektif, mengetahui prinsip yang dianut oleh
klien, mempunyai kemampuan proses belajar dan mengajar dan
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang NAPZA.
c. Advokat.
Hal yang tidak pernah disadari adalah pengguna NAPZA
sebenarnya ”korban”. Langkah saat ini dimana menempatkan
pengguna napza sebagai kriminal sebenarnya sangat tidak tepat,
karena sebenarnya yang dibutuhkan oleh pengguna NAPZA adalah
akses terhadap layanan-layanan yang dapat membantu mereka
pulih dari kecanduannya. Di Indonesia saat ini sudah ada peraturan
yang menyebutkan bahwa pengguna napza dapat dikirim ke panti
rehabilitasi untuk menjalani perawatan sebagai ganti hukuman
kurungan. Namun sayangnya, semenjak peraturan tersebut berlaku
tahun 1997 (UU no.22 tahun 1997 tentang narkotika & UU no.5
tahun 1997 tentang psikotropika). Belum banyak yang dikirim ke
panti rehabilitasi atas perintah hakim di pengadilan. Hal ini terjadi
terutama karena masih kurangnya batasan antara pengguna dan
pengedar di dalam UU Narkotika yang sekarang berlaku. Disinilah
perawat harus mengambil peranan sebagai protector dan advocat.
Peran ini dilaksanakan dengan berupaya melindungi klien,
mengupayakan terlaksananya hak dan kewajiban klien, selalu
“berbicara untuk pasien” dan menjadi penengah antara pasien
dengan orang lain, membantu dan mendukung klien dalam
membuat keputusan serta berpartisipasi dalam menyusun kebijakan
kesehatan terutama program rehabilitasi pengguna NAPZA.
d. Role model
Keperawatan merupakan sebuah profesi dimana masyarakat
memandang perawat sebagai seorang tokoh yang dihargai, diangga
orang yang paling banyak tahu tentang kesehatan. Hal ini
menjadikan seorang perawat terikat oleh kode etik profesi dalam
menjalankanperannya baik di tatanan pelayanan maupun di
kehidupan sosial masyarakat. Adalah suatu keharusan sebagai
seorang perawat memberikan contoh hidup yang sehat. Namun
tanpa disadari perawat merupakan salah satu profesi yang
berpotensi tinggi mendorong seorang perawat menjadi pengguna
NAPZA. Hal ini karena pengetahuan yang dimilikinya tentang
obat-obatan dan kesempatan terbuka terhadap akses layanan obat-
obatan di tatanan pelayanan. Untuk itu diperlukan jiwa yang kuat
agar perawat terhindar dari mapraktik yang menjurus kepada
penyalahgunaan NAPZA. Hal ini mengingat masayarakat akan
memandang perawat adalah orang yang seharusnya bersih dari
segala kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan
J. Pohon Masalah

Risiko Bunuh Diri

Risiko perilaku kekerasan

Halusinasi Efek

Intoksikasi Core

Penyalahgunaan Zat Cause

HargaDiri Rendah

Gangguan Konsep

Koping individu
tidak efektif
K. Masalah Yang Sering Timbul
1. Ancaman kehidupan (kondisi overdosis)
a. Tidak efektifnya jalan napas (depresi system pernapasan)
berhubungan dengan intoksikasi opioida, sedative hipnotik,
alkohol.
b. Gangguan kesadaran berhubungan dengan intoksikasi sedative
hipnotik, alkohol
c. Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan
delirium tremens (putus zat alkohol)
d. Amuk berhubungan dengan intoksikasi sedative hipnotik
e. Potensial melukai diri/lingkungan berhubugan dengan intoksikasi
alkohol, sedative hipnotik
f. Potensial merusak diri/bunuh diri berhubungan dengan putus zat
MDMA (ekstasi).
2. Kondisi intoksikasi
a. Cemas berhubungan dengan intoksikasi ganja
b. Perilaku agresif berhubungan dengan intoksikasi sedative hipnotik,
alkohol
c. Gangguan komunikasi verbal berhubugan dengan intoksikasi
sedative hipnotik, alkohol, opionida
d. Gangguan kognitif berhubungan dengan intoksikasi sedative
hipnotik, alkohol, kanabis, opioida
e. Gangguan rasa nyaman, seperti mual/muntah berhubungan dengan
intoksikasi MDMA (ekstasi)
3. Sindroma putus zat (withdrawal)
a. Kejang berhubungan dengan putus zat alkohol, sedative hipnotik
b. Gangguan persepsi (halusinansi) berhubungan dengan putus zat
alkohol, sedative hipnotik
c. Gangguan proses berpikir (waham) berhubungan dengan putus zat
alkohol, sedative hipnotik
d. Gangguan tidur (insomnia, hypersomnia) berhubungan dengan
putus zat alkohol, sedative hipnotik opioida, MDMA (ekstasi)
e. Gangguan rasa nyaman (mual, muntah) berhubugan dengan putus
zat alkohol, sedative hipnotik, opioida
f. Gangguan rasa nyaman (nyeri sendi, otot, tulang) berhubungan
dengan putus zat opioida.
g. Gangguan afektif (depresi) berhubungan dengan putus zat MDMA
(ekstesi)
h. Perilaku manipulative berhubungan dengan putus zat opioida
i. Terputusnya program perawatan (melarikan diri, pulang paksa)
berhubungan dengan kurangnya system dukungan keluarga
j. Cemas (keluarga) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
dalam merawat pasien ketergantungan zat adiktif
k. Potensial gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan
dengan putus zat opioida.
4. Pascadetoksikasi (Rehabilitasi)
a. Gangguan pemusata perhatian berhubungan dengan dampak
penggunaan zat adiktif
b. Gangguan kegiatan hidup sehari-hari (activity daily life-ADL)
berhubungan dengan dampak penggunaan zat adiktif
c. Pemecahan masalah yang tidak efektif berhubungan dengan kurang
pengetahuan, pola asuh yang salah, dan tidak mampu asertif
d. Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan
pemecahan masalah yang tidak adekuat sehingga melakukan
pengguanaan zat adiktif
e. Potensial melarikan diri berhubungan dengan ketergantungan
psikologis ganja dan alcohol
f. Potensial kambuh (relaps) berhubungan dengan kurang/tidak
adanya system dukungan keluarga
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Setiap melakukan pengkajian, tulis tanggal pengkajian, tanggal dan
tempat klien dirawat.
1. Identitas Klien
Identitas klien yang perlu di tulis adalah nama klien, jenis kelamin,
umur (biasanya pada usia produktif), pendidikan (segala jenis/ tingkat
pendidikan beresiko menggunakan NAPZA), pekerjaan (tingkat
keseriusan/ tuntutan dalam pekerjaannya dapat menimbulkan masalah),
status (belum menikah, menikah atau bercerai), alamat, kemudian
nama perawat
2. Data Demografi
Buatlah genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan
hubungan klien dan keluarga.
Jelaskan: Seseorang yang berada dalam disfungsi keluarga akan
tertekan dan ketertekanan itu dapat merupakan faktor penyerta bagi
dirinya terlibat dalampenyalahgunaan/ketergantungan NAPZA, kondisi
keluarga yang tidak baik itu adalah: 1) Keluarga yang tidak utuh: orang
tua meningal, orang tua cerai, dll, 2) kesibukan orang tua, 3) hubungan
interpersonal dalam keluarga tidak baik
3. Keluhan Utama
Biasanya karena timbul gejala-gejala penyalahgunaan NAPZA.
Alasan masuk tanyakan pada keluarga klien.
4. Riwayat Penggunaan Zat Sebelumnya
Tanyakan pada klien apakah pernah menggunakan narkotika,
psikotropika atau zat adiktif lainnya sebelumnya.
5. Riwayat Pengobatan
Tanyakan pada klien dan keluarga apakah klien sudah mendapatkan
terapi dan rehabilitasi. Biasanya klien yang telah mendapatkan terapi
sebagian besar akan mengulangi kebiasaannya menggunakan NAPZA.
6. Faktor Predisposisi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi
pecandu/ pengguna NAPZA, baik dari pasien maupun keluarga seperti:
Factor biologis, factor psikologis dan faktor sosial kultural
7. Faktor Presipitasi
Kaji faktor yang membuat klien menggunakan napza:
a. Pernyataan untuk mandiri dan membutuhkan teman sebaya sebagai
pengakuan (resiko relatif untuk terlibat NAPZA 81,3%)
b. Sebagai prinsip kesenangan, menghindari sakit/stress
c. Kehilangan seseorang atau sesuatu yang berarti
d. Diasingkan oleh lingkungan: rumah, teman-teman
e. Kompleksitas dari kehidupan modern
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: klien dengan pengguna napza biasanya akan
dijumpai kondisi yang disebut intoksikasi (teler)
yangmenyebabkan perubahan memori, perilaku, kognitif, alam
perasaan dan kesadaran.
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : hipotensi/normal
Nadi : takikardi
Suhu : meningkat, berhubungan dengan gangguan keseimbangan
cairan elektrolit
Pernafasan : sesak nafas, nyeri dada
Berat badan : mengalami penurunan akibat nafsu makan menurun
Keluhan fisik : nyeri sendi, otot dan tulang
9. Psikososial
Klien dengan pengguna napza akan mengalami perubahan dalam
kehidupan individualnya baik yang bersifat psikologik maupun
kehidupan social seperti:
a. Prestasi sekolah menurun secara drastis/anjlok
b. Pola tidur berubah, misalnya pagi susah dibangunkan dan malam
suka begadang
c. Selera makan berkurang
d. Banyak mengurangi diri dalam kamar, menghindari bertemu
anggota keluarga lainnya karena takut ketahuan, dan menolak
makan bersama
e. Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga lainnya,
dan mulai suka berbohong
f. Mabuk, bicara pelo (cadel), dan jalan sempoyongan
10. Konsep Diri
a. Citra tubuh : Klien mungkin merasa tubuhnya baik-baik saja
b. Identitas : Klien mungkin kurang puas terhadap dirinya sendiri
c. Peran : klien meruapakan anak keberapa dari berapa saudara
d. Ideal diri : Klien menginginkan keluarga dan orang
lain menghargainya
e. Harga diri : Kurangnya penghargaan keluarga terhadap perannya
11. Hubungan Sosial
Banyak mengurung diri dalam kamar, menghindari bertemu
anggota keluarga lainnya karena takut ketahuan, dan menolak makan
bersama. Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga
lainnya, dan mulai suka berbohong
12. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Menurut masyarakat, NAPZA tidak baik
untuk kesehatan.
b. Kegiatan ibadah : Tidak menjalankan ibadah selama menggunakan
NAPZA
13. Status Mental
a. Penampilan
Tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak seperti biasanya
b. Pembicaraan
Kaji cara bicara klien apakah cepat, keras, gagap, apatis, lambat
atau membisu. Biasanya klien menghindari kontak mata langsung,
berbohong atau memanipulasi keadaa, bengong/linglung
c. Aktivitas Motorik
1) Kelambatan : hipoaktifitas (lesu), katalepsi (gangguan
kesadaran)
2) Peningkatan : gelisah, TIK, grimasen (gerakan otot muka yang
berubah-ubah, tidak dapat dikontrol), tremor, kompulsif
(kegiatan yang dilakukan berulang)
d. Afek Dan Emosi
1) Afek : tumpul (datar) dikarenakan terjadi penurunan kesadaran
2) Emosi : klien dengan penyalahgunaan NAPZA biasanya
memiliki emosi yang berubah-ubah (cepat marah, depresi,
cema, eforia)
e. Interaksi Selama Wawancara
Kontak mata kurang dan cepat tersinggung. Biasanya klien akan
menunjukkan rasa curiga
f. Persepsi
Biasanya klien mengalami halusinasi
g. Proses Piker
Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan tertawa
sehingga menunjukkan tangensial. Beberapa NAPZA
menimbulkan penurunan kesadaran, sehingga klien
mungkin kehilangan asosiasi dalam
berkomunikasi dan berpikir.
h. Isi Piker
Pecandu ganja mudah percaya mistik, sedangkan amfetamin
menyebabkan paranoid sehingga menunjukkan perilaku
phobia.Pecandu amfetamin dapat mengalami waham curiga akibat
paranoidnya
i. Tingkat Kesadaran
Menunjukkan perilaku bingung, disorientasi dan sedasi akibat
pengaruh NAPZA.
j. Memori
Golongan NAPZA yang menimbulkan penurunan kesadaran
mungkin akan menunjukkan gangguan daya ingat jangka pendek.
k. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Secara umum klien NAPZA mengalami penurunan konsentrasi.
Pecandu ganja mengalami penurunan berhitung.
l. Kemampuan Penilaian
Penurunan kemampuan menilai terutama dialami oleh klien
alkoholik. Gangguan kemampuan penilaian dapat ringan maupun
bermakna.
m. Daya Tilik Diri
Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau menyalahkan hal-
hal diluar dirinya

B. Diagnosa
1. Risiko Bunuh Diri berhubungan dengan perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi sensori persepsi
3. Halusinasi persepsi sensori berhubungan dengan intoksikasi akibat
penyalahgunaan zat
4. Isolasi sosial
5. Harga diri rendah
C. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Perencanaan Intervensi
. Tujuan Kriteria Hasil
1. Resiko bunuh diri TUM: 1.1 Ekspresi wajah 1.2.1 Perkenalkan diri dengan klien
Klien tidak melakukan bersahabat, menunjukkan 1.1.2 Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar
percobaan bunuh diri rasa senang, ada kontak dan tidak menyangkal.
TUK: mata, mau berjabat tangan, 1.1.3 Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
1. Klien dapat membina mau menyebutkan nama, 1.1.4 Bersifat hangat dan bersahabat.
hubungan saling percaya mau menjawab salam, klien 1.1.5 Temani klien saat keinginan mencederai
mau duduk berdampingan diri meningkat.
dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang
dihadapinya
2. Klien dapat terlindung 1.2.2 Jauhkan klien dari benda benda yang
dari perilaku bunuh diri dapat membahayakan (pisau, silet,
gunting, tali, kaca, dan lain lain).
1.2.3 Tempatkan klien di ruangan yang tenang
dan selalu terlihat oleh perawat.
1.2.4 Awasi klien secara ketat setiap saat
3. Klien dapat 1.3 Klien dapat 1.3.1 Dengarkan keluhan yang dirasakan.
mengidentifikasi mengekspresikan 1.3.2 Bersikap empati untuk meningkatkan
penyebab keinginan bunuh perasaannya ungkapan keraguan, ketakutan dan
diri keputusasaan.
1.3.3 Beri dorongan untuk mengungkapkan
mengapa dan bagaimana harapannya.
1.3.4 Beri waktu dan kesempatan untuk
menceritakan arti penderitaan, kematian
dan lain-lain
4. Klien dapat 4.1 Klien dapat mengatasi 1.4.1 Bantu untuk memahami bahwa klien
meningkatkan harga diri keputusasaannya dapat mengatasi keputusasaannya.
1.4.2 Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal
individu.
1.4.3 Bantu mengidentifikasi sumber sumber
harapan (misal: hubungan antar sesama,
keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
5. Klien dapat 5.1. Klien dapat melakukan 5.2.1 Ajarkan untuk mengidentifikasi
menggunakan koping kegiatan yang pengalaman-pengalaman yang
yang adaptif menyenangkan menyenangkan setiap hari (misal :
berjalanjalan, membaca buku favorit,
5.2. Klien dapat menahan menulis surat dll.)
untuk bunuh diri 5.3.1 Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia
dengan memikirkan cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya
orang-orang yang ia terhadap kehidupan orang lain,
sayangi mengesampingkan tentang kegagalan
dalam kesehatan.
5.3. Klien dapat berbagi
pengalaman mengenai 5.3.1 Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan
masalah atau penyakit pada orang lain yang mempunyai suatu
yang sama pada orang masalah dan atau penyakit yang sama dan
lain dengan koping telah mempunyai pengalaman positif
yang efektif dalam mengatasi masalah tersebut dengan
koping yang efektif

2. Risiko Perilaku TUM: 1.1. Klien mau membalas 1.2.1 Beri salam/panggil nama
Mencederai diri Klien tidak mencederai salam
berhubungan dengan diri sendiri,orang lain 1.2. Klien mau menjabat 1.3.1 Sebut nama perawat sambil jabat tangan
perilaku kekerasan dan lingkungan tangan
TUK: 1.3. Klien mau 1.4.1 Jelaskan maksud hubungan interaksi
1. Klien dapat membina menyebutkan nama
hubungan saling percaya 1.5.1 Jelaskan tentang kontak yang akan dibuat
1.4. Klien mau tersenyum
1.5. Klien mau kontak mata 1.6.1 Beri rasa aman dan sikap empati
1.6. Klien mau mengetahui 1.6.1 Lakukan kontak singkat tetapi sering
nama perawat
2. Klien dapat 2.1. Klien mengungkapkan 2.2.1 Beri kesempatan untuk mengungkapkan
mengidentifikasi penyebab perasaannya perasaannya
perilaku kekerasan 2.2. Klien dapat 2.2.2 Bantu klien untuk mengungkapkan
mengungkapkan penyebab
penyebab perasaan perasaan jengkel/kesal
jengkel/kesal (dari diri
sendiri, lingkungan
atau orang lain)
3. Klien dapat 3.1. Klien dapat 3.2.1 Anjurkan klien mengungkapkan apa yang
mengidentifikasi tanda dan mengungkapkan dialami dan dirasakannya saat
gejala perilaku kekerasan perasaan saat jengkel/marah
marah/jengkel 3.2.2 Observasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan pada klien
3.2. Klien dapat
menyimulkan tanda 3.2.1 Simpulkan bersama klien tanda dan gejala
dan gejala jengkel /kesal yang dialami klien
jengkel/kesal yang
dialaminya
4. Klien dapat 4.1. Klien dapat 4.2.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan
mengidentifikasi mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
perilaku kekerasan yang perilaku kekerasan klien (verbal, pada orang lain, lingkungan
bias dilakukan yang biasa dilakukan dan pada diri sendiri)

4.2. Klien dapat bermain 4.3.1 Bantu klien bermain peran sesuai dengan
peran sesuai perilaku perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
kekerasan yang biasa
dilakukan

4.3. Klien dapat mengetahui 4.3.1 Bicarakan dengan klien, apakah dengan
cara yang biasa cara yang klien lakukan masalahnya selesai
dilakukan untuk
menyelesaikan masalah
5, Klien dapat 5.1. Klien dapat 5.1.1 Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang
mengidentifikasi akibat menjelaskan akibat dari dilakukan klien
perilaku kekerasan cara yang digunakan 5.1.2 Bersama klien menyimpulkan akibat dari
klien: 5.1.3 cara yang dilakukan oleh klien
- Akibat pada klien 5.1.4 Tanyakan kepada klien “apakah ia ingin
sendiri mempelajari cara baru yang sehat?”
- Akibat pada orang
lain
- Akibat pada
lingkungan
6. Klien dapat 6.1. Klien dapat 6.1.1 Diskusikan kegiatan fisik yang biasa
mendemonstrasikan cara menyebutkan contoh dilakukan klien
fisik untuk mencegah pencegahan perilaku 6.1.2 Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa
perilaku kekerasan kekerasan secara fiik dilakukan klien
- Tarik napas dalam 6.1.3 Diskusikan dua cara fisik yang paling
- Pukul kasur dan bantal mudah dilakukan untuk mencegah
- Dll: kegiatan fisik perilaku kekerasan, yaitu: tarik nafas
dalam dan pukul kasur serta bantal

6.2. Klien dapat 6.2.1 Diskusikan cara melakukan tarik nafas


mendemonstrasikan dalam dengan klien
cara fisik untuk 6.2.2 Beri contoh kepada klien tentang cara
mencegah perilaku menarik nafas dalam
kekerasan
6.2.3 Minta klien mengikuti contoh yang
diberikan sebanyak 5 kali
6.2.4 Beri pujian positif atas kemampuan klien
mendemonstrasikan cara menarik napas
dalam
6.2.5 Tanyakan perasaan klien setelah selesai
6.2.6 Anjurkan klien untuk menggunakan cara
yang telah dipelajari saat marah/jengkel
6.2.7 Lakukan hal yang sama dengan 6.2.1
sampai 6.2.6 untuk cara fisik lain di
pertemuan yang lain diskusikan dengan klien
mengenai frekuensi latihan yang akan
dilakukan sendiri oleh klien susun jadwal
kegiatan untuk melatih cara yang telah
dipeajari klien mengevaluasi pelaksanaan
latihan, cara pencegahan perilaku kekerasan
yang telah dilakukan denngan mengisi jadwal
6.3. Klien mempunyai kegiatan harian (self-evaluation)
jadwal untuk melatih
cara penegahan fisik
yang telah dipelajari 6.3.1 validasi kemampuan klien dalam
sebelumnya melaksanakan latihan
6.3.2 berikan pujian atas keberhasilan klien

6.4. Klien mengevaluasi


kemampuannya dalam
melakukan cara fisik
sesuai jadwal yang 6.4.1 tanyakan kepada klien: “apakah kegiatan
telah disusun
cara pencegahan perilaku kekerasan dapat
mengurangi perasaan marah”
7. klien dapat 7.1. klien dapat 1.7.1 diskusikan cara bicara yang baik dengan
mendemonstrasikan cara menyebutkan cara klien
social untuk mencegah bicara (verbal) yang 1.7.2 berikan contoh cara bicara yang baik:
perilaku kekerasaan baik dalam mencegah - meminta dengan baik
perilaku kekerasan - menolak dengan baik
- meminta dengan baik - mengungkapkan perasaan dengan baik
- menolak dengan baik
- mengungkapkan
perasaan dengan baik

7.2.1 minta klien mengikuti contoh cara bicara


7.2. klien dapat yang baik:
mendemonstrasikan
cara verbal yang baik - meminta dengan baik: “saya minta uang
untuk beli makan”
- menolak dengan baik: “maaf, saya tidak
dapat melakukannya karena ada kegiatan
lain”
- mengungkapkan perasaan dengan baik:
“saya kesal karena permintaan saya tidak
dikabulkan”
7.2.2 minta klien mengulang sendiri
7.2.3 beri pujian atas keberhasilan klien
7.3. klien mempunyai
jadwal untuk melatih
cara bicara yang baik 7.3.1 diskusikan dengan klien tentanng waktu
dan kondisi cara bicara yang dapat diatih
di ruangan, misalnya: meminta obat, baju,
dll.; menolak ajakan merokok, tidur tidak
pada waktunya; menceritakan kekesalan
7.4. klien melakukan kepada perawat.
evaluasi terhadap
kemampuan cara bicara 7.4.1 klien mengevaluasi pelaksanaan latihan
yang sesuai dengan cara bicara yang baik dengan mengisi
jadwal yang telah jadwal kegiatan (self-evaluation)
disusun 7.4.2 validasi kemampuan klien dalam
melaksanakan latihan
7.4.3 berikanpujian atas keberhasilan klien.
7.4.4 tanyakan kepada klien: “bagaimana
perasaan klien setelah latihan bicara yang
baik? Apakah keinginan marah
berkurang?”
8. klien dapat 8.1. klien dapat 8.2.1 diskusikan dengan klien kegiatan ibadah
mendemonstrasikan cara menyebutkan kegiatan yang pernah dilakukan
spiritual untuk mencegah ibadah yang biasa
perilaku kekerasan dilakukan
8.2.1 bantu klien menilai kegiatan ibadah yang
8.2. klien dapat dapat dilakukan di ruang rawat
mendemonstrasikan 8.2.2 Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang
cara ibadah yang akan dilakukan
dipilih 8.2.3 Minta klien mendemonstrasikan kegiatan
ibadah yang dipilih
8.2.4 beri pujian atas keberhasilan klien

8.3.1 diskusikan dengan klien tentang waktu


pelaksanaan kegiatan ibadah
8.3. klien mempunyai 8.3.2 susun jadwal kegiatan untuk melatih
jadwal untuk melatih kegiatan ibadah
kegiatan ibadah
8.4.1 klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan
ibadah dengan mengisi jadwal kegiatan
harian (self-evaluation)
8.4. klien melakukan
8.4.2 validasi kemampuan klien dalam
evaluasi terhadap
melaksanakan latihan
kemampuan melakukan
8.4.3 berikan pujian atas keberhasilan klien.
kegiatan ibadah
8.4.4 tanyakan kepada klien: “bagaimana
perasaan klien setelah latihan bicara yang
baik? Apakah keinginan marah
berkurang?”
3. Gangguan persepsi TUM: 1.1. Ekspresi wajah 1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan
sensori Klien tidak mengalami bersahabat, mengungkapkan prinsip komunikasi
halusinasi menunjukkan rasa terapeutik:
TUK: senang, ada kontak mata, - Sapa klien dengan ramah baik verbal
1. Klien dapat membina mau berjabat tangan, maupun non verbal
mau menyebutkan nama, - Perkenalkan diri dengan sopan
hubungan saling percaya
mau menjawab salam, - Tanyakan nama lengkap dan nama
klien mau duduk panggilan yang disukai klien.
berdampingan dengan - Jelaskan tujuan pertemuan
perawat, mau - Tunjukkan sifat empati dan menerima
mengutarakan masalah klien apa adanya.
yang dihadapinya. - Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat mengenal 2.1. Klien dapat 2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat secara
halusinasinya menyebutkan waktu, isi, bertahap.
dan frekuensi timbulnya 2.1.2 Observasi tingkah laku klien yang terkait
halusinasi. dengan halusinasinya : bicara dan tertawa
tanpa stimulus dan memandang kekiri/
kekanan/kedepan seolah-olah ada teman
bicara
2.1.3 Bantu klien mengenal halusinasinya
- Jika menemukan klien sedang
berhalusinasi : tanyakan apakah ada suara
yang didengarnya.
- Jika klien menjawab ada, lanjutkan : apa
yang dikatakan suara itu
- Katakan bahwa perawat percaya klien
mendengar suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya (dengan nada
bersahabat tanpa menuduh atau
mmenghakimi )
- Katakana bahwa klien lain juga ada yang
menseperti klien.
- Katakan perawat akan membantu klien.
2.1.4 Diskusikan dengan klien : Situasi yang
menimbulkan / tidak menimbulkan
halusinasi ( jika sendiri, jengkel,atau
sedih)

2.2. Klien dapat


mengungkapkan
bagaimana perasaannya 2.2.1 Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi
terhadap halusinasi (pagi, siang, sore, dan malam ; terus
tersebut. menerus atau sewaktu – waktu)
2.2.2 Diskusikan dengan klien tentang apa yang
dirasakannya jika terjadi halusinasi
(Marah/takut. Sedih, dan senang) , beri
kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaannya.
3. Klien dapat mengontrol 3.1. Klien dapat 3.1.1 Identifikasi bersama klien tindakan yang
halusinasinya menyebutkan tindakan dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
yang biasanya dilakukan marah, menyibukkan diri, dan lain-lain.)
untuk mengendalikan 3.1.2 Diskusikan manfaaat dan cara yang
halusinasi digunakan klien, jika bermanfaat, beri
pujian pada klien

3.2. Klien dapat 3.2.1 Diskusikan dengan klien tentang cara baru
meneyebutkan cara baru mengontrol halusinasi :
mengontrol halusinasi - Menghardik/ mengsuir/ tidak
memperdulikan halusinasinya
- Bercakap-cakap dengan orang lain jika
halusinasi itu muncul
- Melakukan kegiatan sehari-hari

3.3. Klien dapat


mendemonstrasikan cara 3.3.1 Beri contoh cara menghardik halusinasi
menghardik halusinasi “pergi, saya tidak mau mendengar kamu”
3.3.2 Minta klien mengikuti contoh yang
diberikan dan minta klien untuk
mengulanginya
3.3.3 Beri pujian atas keberhasilan klien
3.3.4 Susun jadwal latihan klien dan minta klien
untuk mengisi jadwal kegiatan Tanyakan
kepada klien : “bagaimana perasaannya
setelah menghardik? Apakah
halusinasinya berkurang?”
3.4. Klien dapat 3.3.5 Berikan pujian.
mendemonstrasikan
bercakap-cakap dengan 3.4.1 Beri contoh percakapan dengan orang lain
orang lain : “Suster saya dengar suara-suara, temani
saya bercakap-cakap “
3.4.2 Minta klien mengikuti contoh percakapan
dan mengulanginya
3.4.3 Beri pujian atas keberhasilan klien Susun
jadwal klien untuk melatih diri, mengisi
kegiatan dengan bercakap-cakap, dan
mengisi jadwal kegiatan ( selfevaluation )
3.4.4 Tanyakan kepada klien : “ bagaiamana
perasaan Tini setelah latihan
bercakapcakap ? Apakah halusinasinya
berkurang ? “ Berikan pujian “
3.4.5 Diskusikan dengan klien tentang kegiatan
harian yang dapat dilakukan dirumah dan
dirumah sakit ( untuk klien halusinasi
dengan perilaku kekerasan, sesuai kan
3.5. Klien dapat dengan control perilaku kekerasan )
mendemostrasikan
pelaksanaan kegiatan 3.5.1 Latih klien untuk melakukan kegiatan
seharihari yang disepakati dan masukkan kedalam
jadwal kegiatan. Minta klien mengisi
jadwal
3.5.2 Latih klien untuk melakukan kegiatan
yang disepakati dan masukkan kedalam
jadwal kegiatan. Minta klien mengisi
jadwal kegiatan (self-evolution)
3.5.3 Tanyakan kepada klien : “ Bagaiman
perasaan Tini setelah melakukan kegiatan
3.6 Klien dapat harian ? Apakah halusinasinya
mendemonstrasikan berkurang ? Berikan pujian.
kepatuhan minum obat
untuk mencegah halusinasi.
3.6.1 Klien dapat menyebutkan jenis, dosis dan
waktu minum obat serta manfaat obat
tersebut
3.6.2 Diskusikan dengan klien tentang jenis
obat yang diminum
3.6.3 Diskusikan dengan klien tentang manfaat
minum obat secara teratur :
- beda perasaan sebelum dan sesudah
minum obat
- Jelaskan bahwa dosis hanya boleh di ubah
oleh dokter
- jelaskan tentang akibat minum obat
tidak teratur : penyakit kambuh
3.6.4 Klien dapat mendemonstrasikan
kepatuhan minum obat sesuai jadwal yang
ditetapkan
3.6.5 Diskusikan proses minum obat :
- Klien meminta obat kepada perawat
- Klien memeriksa obat sesuai dengan
dosisnya
- Klien meminum obat pada waktu yang
tepat
3.6.6 Susun jadwal minum obat bersama klien
3.6.7 mengevaluasi kemampuan dalam
mematuhi minum obat
3.6.8 mengevaluasi pelaksanaan minum obat
dengan mengisi jadwal kegiatan harian
3.6.9 validasi pelaksanaan minum obat klien
3.6.10 beri pujian atas keberhasilan klien
3.6.11 tanyakan pada klien : “bagaimana
perasaan tini setelah melakukan kegiatan
harian? Apakah halusinasinya
berkurang?” berikan pujian.
4. Harga Diri Rendah TUM 4.1 Setelah 1x interaksi, 4.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan
Klien memiliki konsep diri klien menunjukkan menggunakan prinsip komunikasi
yang positif ekspresi wajah terapeutik:
bersahabat, - Beri salam setiap berinteraksi.
TUK: menunjukkan rasa - Perkenalkan nama, nama panggilan
senang, ada kontak mata, perawat dan tujuan perawat
1. Klien dapat membina
mau berjabat tangan, berkenalan
hubungan saling percaya
mau menyebutkan nama, - Tanyakan dan panggil nama kesukaan
mau menjawab salam, klien
klien mau duduk - Jelaskan tujuan pertemuan
berdampingan dengan - Jujur dan menepati janji
perawat, mau - Tunjukkan sikap empati dan
mengutarakan masalah menerima klien apa adanya
yang dihadapi - Beri perhatian dan perhatikan
2. klien dapat kebutuhan dasar klien
mengidentifikasi aspek
positif dan kemampuan 4.2 Klien menyebutkan : 4.2.1 Diskusikan dengan klien tentang :
yang dimiliki a. Aspek positif dan a. Aspek positif yang dimiliki klien,
kemampuan yang keluarga, lingkungan
dimiliki b. Kemampuan yang dimiliki klien
Bersama klien buat daftar tentang a. aspek
positif klien, keluarga, lingkungan
c. Kemampuan yang dimiliki klien
4.2.2 Beri pujian yang realistis, dan hidarkan
memberi penilain negatif
3. Klien dapat menilai
4.2.3 Beri pujian yang realistis, dan hidarkan
kemampuan yang
memberi penilain negatif
dimiliki untuk
dilaksanakan
3.1 klien menyebutkan 3.1.1 Diskusikan dengan klien kemampuan
yang dapat dilaksanakan dan digunakan
kemampuan yang dapat
selama sakit
dilaksanakan 3.1.2 Diskusikan kemampuan yang masih dapat
4. Klien dapat merencakan dilajutkan pelaksanaanya setelah klien
kegiatan sesuai dengan pulang dengan kondisinya saat ini
kemampuan yang dimiliki
4.1 klien membuat rencana 4.1.2 Rencanakan bersama klien aktivitas yang
kegiatan harian dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan klien
a. kegiatan mandiri
b. kegiatan dengan bantuan
4.1.3 Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien
5. Klien dapat melakukan
4.1.4 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan
kegiatan sesuai rencana
yang dibuat yang dapat klien lakukan
5.1 klien membuat kegiatan 5.1.1 Anjurkan klien untuk melaksanakan
sesuai jadwal harian kegiatan yang telah direncanakan Pantau
kegiatan yang dilaksanakan klien
5.1.2 Beri pujian atas usaha yang dilakukan
klien
6. Klien dapat
5.1.3 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan
memanfaatkan sistem
pendukung yang ada kegiatan setelah pulang.
6.1 klien memanfaatkan
sistem pendukung yang 6.1.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga
ada dikeluarga tentang cara merawat klien dengan harga
diri rendah
6.1.2 Bantu keluarga memberikan dukungan
selama klien di rawat
6.1.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di
rumah
BAB IV

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai