PENYALAHGUNAAN NAFZA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Jiwa
Disusun Oleh:
Soaidah C.0105.21.189
Sofwan Fauzy C.0105.21.1
Irfan C.0105.21.162
Yenti C.0105.21.185
Siti Jaetun C.0105.21.168
Yayah Hudariah C.0105.21.183
Syahfa Siti C.0105.21.169
Vina Nandika C.0105.21.1
Lena Novianti Tambunan
Rima Fatimah Zahra
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari tahun ke tahun angka penyalahgunaan zat terus meningkat.
Pelaku penyalahgunaan zat telah menjangkiti seluruh lapisan masyarakat
tidak memAndang kelompok umur, golongan maupun tingkat pendidikan.
Pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat telah berusaha memberantas
peredaran zat terlarang tetapi hingga kini peredaran zat tersebut masih
cukup tinggi dimasyarakat. Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang
dampak pemakaian zat serta kemudahan mendapatkannya merupakan
faktor yang mempengaruhi tingginya penggunaan zat dimasyarakat.
Rendahnya pengetahuan masyarakat bukan dikarenakan tingkat
pendidikan yang rendah tetapi dikarenakan kepribadian individu, selain itu
kurangnya perhatian keluarga terhadap anggota keluarga serta
ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan.
Dampak penyalahgunaan zat adalah timbulnya perilaku maladaptif
dan gangguan kepribadian seperti menarik diri, halusinasi serta perilaku
kekerasan. Karena dampak yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan zat
sangat kompleks, maka dibutuhkan seorang perawat yang mampu
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyalahgunaan zat.
B. Tujuan
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien penyalahgunaan nafza.
C. Manfaat
Dapat memberikan asuhan keperawatan klien penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA yang dilakukan rehablitasi dengan penuh percaya
diri. peningkatan otonomi, tersedia pola pikir atau kerja yang logis, ilmiah,
dan terorganisasi, sehingga asuhan keperawatan yang diterima oleh klien
berrnutu dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Napza
NAPZA merupakan akronim dari Narkoba, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya yang merupakan jenis obat-obatan yang dapat
mempengaruhi gangguan kesehatan dan kejiwaan. NAPZA secara umum
adalah zat-zat kimiawi yang apabila dimasukkan kedalam tubuh baik
secara oral (diminum, dihisap, dihirup dan disedot) maupun disuntik, dapat
mempengaruhi pikiran, suasana hati, perasaan dan perilaku seseorang. Hal
ini dapat menimbulkan gangguan keadaan sosial yang ditandai dengan
indikasi negatif, waktu pemakaian yang panjang dan pemakaian yang
berlebihan (Lumbantobing, 2007).
Menurut UU RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika
menyebutkan bahwa:
1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,mengurangi
sampai menghilangkanrasanyeri,dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
2. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak
atau melawan hukum. Psikotropika adalah setiap bahan baik alami
ataupun buatan bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
mempunyai pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
3. Zat Adiktif yaitu bahan lain yang bukan Narkotika atau Psikotropika
yang merupakan inhalasi yang penggunaannya dapat menimbulkan
ketergantungan, misalnya lem, aceton, eter, premix, thiner dan lain-
lain.
C. Golongan Napza
1. Narkotika
Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan:
a. Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai
potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan (contoh:
heroin/putauw, kokain, ganja)
b. Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatan ketergantungan (contoh: morfin, petidin).
c. Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan (contoh: kodein)
2. Psikotropika
Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut:
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi
amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan (contoh: ekstasi, shabu, LSD)
b. Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindrom ketergantungan. (Contoh:
Amfetamin, Metilfenidat atau Ritalin)
c. Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom
ketergantungan (Contoh: Pentobarbital, Flunitrazepam)
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom
ketergantungan (Contoh: Diazepam, Nitrazepam, Seperti Pil KB,
Pil Koplo, Rohip, Dum, MG)
3. Zat Adiktif
Zat adiktif adalah suatu bahan atau zat yang apabila digunakan
dapat menimbulkan kecanduan atau ketergantungan. Contohnya :
rokok, kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan
menimbulkan ketagihan, thinner dan zat-zat lain (lem kayu, penghapus
cair, aseton, cat, bensin, yang bisa dihisap, dihirup, dan dicium, dapat
memabukkan)
4. Zat Psikoaktif
Golongan zat yang bekerja secara selektif, terutama pada otak
sehingga dapat menimbulkan perubahan pada: perilaku, emosi,
kognitif, persepsi.
D. Rentang Respon
Rentang respon ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai
dengan yang berat. Indikator dari rentang respon berdasarkan peilaku yang
ditampakkan oleh remaja dengan gangguan penggunaan zat adiktif. (AH
Yusuf dkk, 2015)
Respon adaptif
Maladaptif Respon
Golongan Jenis
Opioida Morfin, heroin (puthao), candu, kodein, petidin
Kanabis Ganja (Mariyuana), minyak hasish
Kokain Serbuk kokain, daun koka
Alkohol Semua minuman yang mengandung ethyl alkohol,
Sedative-hipnotik Sedatin (BK), rohipnol, mogadon, dulomid, nipam,
mandrax
MDA (Methyl Diox Ekstasi
Amphetamine) y
Halusinogen LSD, meskalin, jamur, kecubung
Solven & Inhalasi Glue (aica aibon), aceton, thinner, N2O
Nikotin Terdapat dalam tembakau
Kafein Terdapat dalam kopi
F. Efek Dan Cara Penggunaan
Table 2.2 efek dan cara
penggunaan
H. Penanggulangan NAPZA
1. Pencegahan
Pencegahan penyalahgunaan NAPZA, meliputi (BNN, 2004) :
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan
kepada mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang
memiliki risiko tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA, untuk
melakukan intervensi agar individu, kelompok, dan masyarakat
waspada serta memiliki ketahanan agar tidak menggunakan
NAPZA. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini,
agar faktor yang dapat menghabat proses tumbuh kembang anak
dapat diatasi dengan baik.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau
komunitas yang sudah menyalahgunakan NAPZA. Dilakukan
pengobatan agar mereka tidak menggunakan NAPZA lagi.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah
pernah menjadi penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti
program terapi dan rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh
lagi. Sedangkan pencegahan terhadap penyalahgunaan NAPZA
yang kambuh kembali adalah dengan melakukan pendampingan
yang dapat membantunya untuk mengatasi masalah perilaku
adiksinya, detoksifikasi, maupun dengan melakukan rehabilitasi
kembali.
2. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan
detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau
menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti
menggunakan zat yang mengalami gajala putus zat tidak diberi
obat untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya
dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan
jenis opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi
bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti
ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan
cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali.
Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang
menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa
nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang
ditimbulkan akibat putus zat tersebut (Purba, 2008).
3. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi
para mantan penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam arti sehat
fisik, psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat tersebut
diharapkan mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam
kehidupannya sehari-hari. Menurut Hawari (2006) jenis-jenis
rehabilitasi antara lain:
a. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan
penyalahgunaan NAPZA benar-benar sehat secara fisik. Termasuk
dalam program rehabilitasi medik ini ialah memulihkan kondisi
fisik yang lemah, tidak cukup diberikan gizi makanan yang bernilai
tinggi, tetapi juga kegiatan olahraga yang teratur disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing yang bersangkutan.
b. Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta
rehabilitasi yang semula bersikap dan bertindak antisosial dapat
dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik
dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing atau
mengasuhnya. Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini adalah
psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai
“rehabilitasi” keluarga terutama bagi keluarga-keluarga broken
home. Konsultasi keluarga ini penting dilakukan agar keluarga
dapatmemahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang terlibat
penyalahgunaan NAPZA, bagaimana cara menyikapinya bila kelak
ia telah kembali ke rumah dan upaya pencegahan agar tidak
kambuh
c. Rehabilitasi Psikososial
Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar
peserta rehabilitasi dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam
lingkungan sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/kampus dan di
tempat kerja. Program ini merupakan persiapan untuk kembali ke
masyarakat. Oleh karena itu, mereka perlu dibekali dengan
pendidikan dan keterampilan misalnya berbagai kursus ataupun
balai latihan kerja yang dapat diadakan di pusat rehabilitasi.
Dengan demikian diharapkan bila mereka telah selesai menjalani
program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali ke sekolah/kuliah
atau bekerja.
d. Rehabilitasi Psikoreligius
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting.
Unsur agama dalam rehabilitasi bagi para pasien penyalahguna
NAPZA mempunyai arti penting dalam mencapai penyembuhan.
Unsur agama yang mereka terima akan memulihkan dam
memperkuat rasa percaya diri, harapan dan keimanan. Pendalaman,
penghayatan dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini akan
menumbuhkan kekuatan kerohanian pada diri seseorang sehingga
mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam
penyalahgunaan NAPZA.
e. Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi merupakan program lanjutan (pasca
rehabilitasi) yaitu program atau kegiatan yang dapat diikuti oleh
mantan penyalahguna NAPZA (yang telah selesai menjalani
tahapan rehabilitasi) dan keluarganya. Tujuan yang hendak dicapai
dalam forum silaturahmi ini adalah untuk memantapkan
terwujudnya rumah tangga/keluarga sakinah yaitu keluarga yang
harmonis dan religius, sehingga dapat memperkecil kekambuhan
penyalahgunaan NAPZA
f. Program Terminal
Pengalaman menunjukkan bahwa banyak dari mereka
sesudah menjalani program rehabilitasi dan kemudian mengikuti
forum silaturahmi, mengalami kebingungan untuk program
selanjutnya. Khususnya bagi pelajar dan mahasiswa yang karena
keterlibatannya pada penyalahgunaan NAPZA di masa lalu
terpaksa putus sekolah menjadi pengangguran; perlu menjalani
program khusus yang dinamakan program terminal (re-entry
program), yaitu program persiapan untuk kembali melanjutkan
sekolah/kuliah atau bekerja
Halusinasi Efek
Intoksikasi Core
HargaDiri Rendah
Gangguan Konsep
Koping individu
tidak efektif
K. Masalah Yang Sering Timbul
1. Ancaman kehidupan (kondisi overdosis)
a. Tidak efektifnya jalan napas (depresi system pernapasan)
berhubungan dengan intoksikasi opioida, sedative hipnotik,
alkohol.
b. Gangguan kesadaran berhubungan dengan intoksikasi sedative
hipnotik, alkohol
c. Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan
delirium tremens (putus zat alkohol)
d. Amuk berhubungan dengan intoksikasi sedative hipnotik
e. Potensial melukai diri/lingkungan berhubugan dengan intoksikasi
alkohol, sedative hipnotik
f. Potensial merusak diri/bunuh diri berhubungan dengan putus zat
MDMA (ekstasi).
2. Kondisi intoksikasi
a. Cemas berhubungan dengan intoksikasi ganja
b. Perilaku agresif berhubungan dengan intoksikasi sedative hipnotik,
alkohol
c. Gangguan komunikasi verbal berhubugan dengan intoksikasi
sedative hipnotik, alkohol, opionida
d. Gangguan kognitif berhubungan dengan intoksikasi sedative
hipnotik, alkohol, kanabis, opioida
e. Gangguan rasa nyaman, seperti mual/muntah berhubungan dengan
intoksikasi MDMA (ekstasi)
3. Sindroma putus zat (withdrawal)
a. Kejang berhubungan dengan putus zat alkohol, sedative hipnotik
b. Gangguan persepsi (halusinansi) berhubungan dengan putus zat
alkohol, sedative hipnotik
c. Gangguan proses berpikir (waham) berhubungan dengan putus zat
alkohol, sedative hipnotik
d. Gangguan tidur (insomnia, hypersomnia) berhubungan dengan
putus zat alkohol, sedative hipnotik opioida, MDMA (ekstasi)
e. Gangguan rasa nyaman (mual, muntah) berhubugan dengan putus
zat alkohol, sedative hipnotik, opioida
f. Gangguan rasa nyaman (nyeri sendi, otot, tulang) berhubungan
dengan putus zat opioida.
g. Gangguan afektif (depresi) berhubungan dengan putus zat MDMA
(ekstesi)
h. Perilaku manipulative berhubungan dengan putus zat opioida
i. Terputusnya program perawatan (melarikan diri, pulang paksa)
berhubungan dengan kurangnya system dukungan keluarga
j. Cemas (keluarga) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
dalam merawat pasien ketergantungan zat adiktif
k. Potensial gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan
dengan putus zat opioida.
4. Pascadetoksikasi (Rehabilitasi)
a. Gangguan pemusata perhatian berhubungan dengan dampak
penggunaan zat adiktif
b. Gangguan kegiatan hidup sehari-hari (activity daily life-ADL)
berhubungan dengan dampak penggunaan zat adiktif
c. Pemecahan masalah yang tidak efektif berhubungan dengan kurang
pengetahuan, pola asuh yang salah, dan tidak mampu asertif
d. Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan
pemecahan masalah yang tidak adekuat sehingga melakukan
pengguanaan zat adiktif
e. Potensial melarikan diri berhubungan dengan ketergantungan
psikologis ganja dan alcohol
f. Potensial kambuh (relaps) berhubungan dengan kurang/tidak
adanya system dukungan keluarga
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Setiap melakukan pengkajian, tulis tanggal pengkajian, tanggal dan
tempat klien dirawat.
1. Identitas Klien
Identitas klien yang perlu di tulis adalah nama klien, jenis kelamin,
umur (biasanya pada usia produktif), pendidikan (segala jenis/ tingkat
pendidikan beresiko menggunakan NAPZA), pekerjaan (tingkat
keseriusan/ tuntutan dalam pekerjaannya dapat menimbulkan masalah),
status (belum menikah, menikah atau bercerai), alamat, kemudian
nama perawat
2. Data Demografi
Buatlah genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan
hubungan klien dan keluarga.
Jelaskan: Seseorang yang berada dalam disfungsi keluarga akan
tertekan dan ketertekanan itu dapat merupakan faktor penyerta bagi
dirinya terlibat dalampenyalahgunaan/ketergantungan NAPZA, kondisi
keluarga yang tidak baik itu adalah: 1) Keluarga yang tidak utuh: orang
tua meningal, orang tua cerai, dll, 2) kesibukan orang tua, 3) hubungan
interpersonal dalam keluarga tidak baik
3. Keluhan Utama
Biasanya karena timbul gejala-gejala penyalahgunaan NAPZA.
Alasan masuk tanyakan pada keluarga klien.
4. Riwayat Penggunaan Zat Sebelumnya
Tanyakan pada klien apakah pernah menggunakan narkotika,
psikotropika atau zat adiktif lainnya sebelumnya.
5. Riwayat Pengobatan
Tanyakan pada klien dan keluarga apakah klien sudah mendapatkan
terapi dan rehabilitasi. Biasanya klien yang telah mendapatkan terapi
sebagian besar akan mengulangi kebiasaannya menggunakan NAPZA.
6. Faktor Predisposisi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi
pecandu/ pengguna NAPZA, baik dari pasien maupun keluarga seperti:
Factor biologis, factor psikologis dan faktor sosial kultural
7. Faktor Presipitasi
Kaji faktor yang membuat klien menggunakan napza:
a. Pernyataan untuk mandiri dan membutuhkan teman sebaya sebagai
pengakuan (resiko relatif untuk terlibat NAPZA 81,3%)
b. Sebagai prinsip kesenangan, menghindari sakit/stress
c. Kehilangan seseorang atau sesuatu yang berarti
d. Diasingkan oleh lingkungan: rumah, teman-teman
e. Kompleksitas dari kehidupan modern
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: klien dengan pengguna napza biasanya akan
dijumpai kondisi yang disebut intoksikasi (teler)
yangmenyebabkan perubahan memori, perilaku, kognitif, alam
perasaan dan kesadaran.
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : hipotensi/normal
Nadi : takikardi
Suhu : meningkat, berhubungan dengan gangguan keseimbangan
cairan elektrolit
Pernafasan : sesak nafas, nyeri dada
Berat badan : mengalami penurunan akibat nafsu makan menurun
Keluhan fisik : nyeri sendi, otot dan tulang
9. Psikososial
Klien dengan pengguna napza akan mengalami perubahan dalam
kehidupan individualnya baik yang bersifat psikologik maupun
kehidupan social seperti:
a. Prestasi sekolah menurun secara drastis/anjlok
b. Pola tidur berubah, misalnya pagi susah dibangunkan dan malam
suka begadang
c. Selera makan berkurang
d. Banyak mengurangi diri dalam kamar, menghindari bertemu
anggota keluarga lainnya karena takut ketahuan, dan menolak
makan bersama
e. Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga lainnya,
dan mulai suka berbohong
f. Mabuk, bicara pelo (cadel), dan jalan sempoyongan
10. Konsep Diri
a. Citra tubuh : Klien mungkin merasa tubuhnya baik-baik saja
b. Identitas : Klien mungkin kurang puas terhadap dirinya sendiri
c. Peran : klien meruapakan anak keberapa dari berapa saudara
d. Ideal diri : Klien menginginkan keluarga dan orang
lain menghargainya
e. Harga diri : Kurangnya penghargaan keluarga terhadap perannya
11. Hubungan Sosial
Banyak mengurung diri dalam kamar, menghindari bertemu
anggota keluarga lainnya karena takut ketahuan, dan menolak makan
bersama. Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga
lainnya, dan mulai suka berbohong
12. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Menurut masyarakat, NAPZA tidak baik
untuk kesehatan.
b. Kegiatan ibadah : Tidak menjalankan ibadah selama menggunakan
NAPZA
13. Status Mental
a. Penampilan
Tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak seperti biasanya
b. Pembicaraan
Kaji cara bicara klien apakah cepat, keras, gagap, apatis, lambat
atau membisu. Biasanya klien menghindari kontak mata langsung,
berbohong atau memanipulasi keadaa, bengong/linglung
c. Aktivitas Motorik
1) Kelambatan : hipoaktifitas (lesu), katalepsi (gangguan
kesadaran)
2) Peningkatan : gelisah, TIK, grimasen (gerakan otot muka yang
berubah-ubah, tidak dapat dikontrol), tremor, kompulsif
(kegiatan yang dilakukan berulang)
d. Afek Dan Emosi
1) Afek : tumpul (datar) dikarenakan terjadi penurunan kesadaran
2) Emosi : klien dengan penyalahgunaan NAPZA biasanya
memiliki emosi yang berubah-ubah (cepat marah, depresi,
cema, eforia)
e. Interaksi Selama Wawancara
Kontak mata kurang dan cepat tersinggung. Biasanya klien akan
menunjukkan rasa curiga
f. Persepsi
Biasanya klien mengalami halusinasi
g. Proses Piker
Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan tertawa
sehingga menunjukkan tangensial. Beberapa NAPZA
menimbulkan penurunan kesadaran, sehingga klien
mungkin kehilangan asosiasi dalam
berkomunikasi dan berpikir.
h. Isi Piker
Pecandu ganja mudah percaya mistik, sedangkan amfetamin
menyebabkan paranoid sehingga menunjukkan perilaku
phobia.Pecandu amfetamin dapat mengalami waham curiga akibat
paranoidnya
i. Tingkat Kesadaran
Menunjukkan perilaku bingung, disorientasi dan sedasi akibat
pengaruh NAPZA.
j. Memori
Golongan NAPZA yang menimbulkan penurunan kesadaran
mungkin akan menunjukkan gangguan daya ingat jangka pendek.
k. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Secara umum klien NAPZA mengalami penurunan konsentrasi.
Pecandu ganja mengalami penurunan berhitung.
l. Kemampuan Penilaian
Penurunan kemampuan menilai terutama dialami oleh klien
alkoholik. Gangguan kemampuan penilaian dapat ringan maupun
bermakna.
m. Daya Tilik Diri
Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau menyalahkan hal-
hal diluar dirinya
B. Diagnosa
1. Risiko Bunuh Diri berhubungan dengan perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi sensori persepsi
3. Halusinasi persepsi sensori berhubungan dengan intoksikasi akibat
penyalahgunaan zat
4. Isolasi sosial
5. Harga diri rendah
C. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Perencanaan Intervensi
. Tujuan Kriteria Hasil
1. Resiko bunuh diri TUM: 1.1 Ekspresi wajah 1.2.1 Perkenalkan diri dengan klien
Klien tidak melakukan bersahabat, menunjukkan 1.1.2 Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar
percobaan bunuh diri rasa senang, ada kontak dan tidak menyangkal.
TUK: mata, mau berjabat tangan, 1.1.3 Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
1. Klien dapat membina mau menyebutkan nama, 1.1.4 Bersifat hangat dan bersahabat.
hubungan saling percaya mau menjawab salam, klien 1.1.5 Temani klien saat keinginan mencederai
mau duduk berdampingan diri meningkat.
dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang
dihadapinya
2. Klien dapat terlindung 1.2.2 Jauhkan klien dari benda benda yang
dari perilaku bunuh diri dapat membahayakan (pisau, silet,
gunting, tali, kaca, dan lain lain).
1.2.3 Tempatkan klien di ruangan yang tenang
dan selalu terlihat oleh perawat.
1.2.4 Awasi klien secara ketat setiap saat
3. Klien dapat 1.3 Klien dapat 1.3.1 Dengarkan keluhan yang dirasakan.
mengidentifikasi mengekspresikan 1.3.2 Bersikap empati untuk meningkatkan
penyebab keinginan bunuh perasaannya ungkapan keraguan, ketakutan dan
diri keputusasaan.
1.3.3 Beri dorongan untuk mengungkapkan
mengapa dan bagaimana harapannya.
1.3.4 Beri waktu dan kesempatan untuk
menceritakan arti penderitaan, kematian
dan lain-lain
4. Klien dapat 4.1 Klien dapat mengatasi 1.4.1 Bantu untuk memahami bahwa klien
meningkatkan harga diri keputusasaannya dapat mengatasi keputusasaannya.
1.4.2 Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal
individu.
1.4.3 Bantu mengidentifikasi sumber sumber
harapan (misal: hubungan antar sesama,
keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
5. Klien dapat 5.1. Klien dapat melakukan 5.2.1 Ajarkan untuk mengidentifikasi
menggunakan koping kegiatan yang pengalaman-pengalaman yang
yang adaptif menyenangkan menyenangkan setiap hari (misal :
berjalanjalan, membaca buku favorit,
5.2. Klien dapat menahan menulis surat dll.)
untuk bunuh diri 5.3.1 Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia
dengan memikirkan cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya
orang-orang yang ia terhadap kehidupan orang lain,
sayangi mengesampingkan tentang kegagalan
dalam kesehatan.
5.3. Klien dapat berbagi
pengalaman mengenai 5.3.1 Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan
masalah atau penyakit pada orang lain yang mempunyai suatu
yang sama pada orang masalah dan atau penyakit yang sama dan
lain dengan koping telah mempunyai pengalaman positif
yang efektif dalam mengatasi masalah tersebut dengan
koping yang efektif
2. Risiko Perilaku TUM: 1.1. Klien mau membalas 1.2.1 Beri salam/panggil nama
Mencederai diri Klien tidak mencederai salam
berhubungan dengan diri sendiri,orang lain 1.2. Klien mau menjabat 1.3.1 Sebut nama perawat sambil jabat tangan
perilaku kekerasan dan lingkungan tangan
TUK: 1.3. Klien mau 1.4.1 Jelaskan maksud hubungan interaksi
1. Klien dapat membina menyebutkan nama
hubungan saling percaya 1.5.1 Jelaskan tentang kontak yang akan dibuat
1.4. Klien mau tersenyum
1.5. Klien mau kontak mata 1.6.1 Beri rasa aman dan sikap empati
1.6. Klien mau mengetahui 1.6.1 Lakukan kontak singkat tetapi sering
nama perawat
2. Klien dapat 2.1. Klien mengungkapkan 2.2.1 Beri kesempatan untuk mengungkapkan
mengidentifikasi penyebab perasaannya perasaannya
perilaku kekerasan 2.2. Klien dapat 2.2.2 Bantu klien untuk mengungkapkan
mengungkapkan penyebab
penyebab perasaan perasaan jengkel/kesal
jengkel/kesal (dari diri
sendiri, lingkungan
atau orang lain)
3. Klien dapat 3.1. Klien dapat 3.2.1 Anjurkan klien mengungkapkan apa yang
mengidentifikasi tanda dan mengungkapkan dialami dan dirasakannya saat
gejala perilaku kekerasan perasaan saat jengkel/marah
marah/jengkel 3.2.2 Observasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan pada klien
3.2. Klien dapat
menyimulkan tanda 3.2.1 Simpulkan bersama klien tanda dan gejala
dan gejala jengkel /kesal yang dialami klien
jengkel/kesal yang
dialaminya
4. Klien dapat 4.1. Klien dapat 4.2.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan
mengidentifikasi mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
perilaku kekerasan yang perilaku kekerasan klien (verbal, pada orang lain, lingkungan
bias dilakukan yang biasa dilakukan dan pada diri sendiri)
4.2. Klien dapat bermain 4.3.1 Bantu klien bermain peran sesuai dengan
peran sesuai perilaku perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
kekerasan yang biasa
dilakukan
4.3. Klien dapat mengetahui 4.3.1 Bicarakan dengan klien, apakah dengan
cara yang biasa cara yang klien lakukan masalahnya selesai
dilakukan untuk
menyelesaikan masalah
5, Klien dapat 5.1. Klien dapat 5.1.1 Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang
mengidentifikasi akibat menjelaskan akibat dari dilakukan klien
perilaku kekerasan cara yang digunakan 5.1.2 Bersama klien menyimpulkan akibat dari
klien: 5.1.3 cara yang dilakukan oleh klien
- Akibat pada klien 5.1.4 Tanyakan kepada klien “apakah ia ingin
sendiri mempelajari cara baru yang sehat?”
- Akibat pada orang
lain
- Akibat pada
lingkungan
6. Klien dapat 6.1. Klien dapat 6.1.1 Diskusikan kegiatan fisik yang biasa
mendemonstrasikan cara menyebutkan contoh dilakukan klien
fisik untuk mencegah pencegahan perilaku 6.1.2 Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa
perilaku kekerasan kekerasan secara fiik dilakukan klien
- Tarik napas dalam 6.1.3 Diskusikan dua cara fisik yang paling
- Pukul kasur dan bantal mudah dilakukan untuk mencegah
- Dll: kegiatan fisik perilaku kekerasan, yaitu: tarik nafas
dalam dan pukul kasur serta bantal
2. Klien dapat mengenal 2.1. Klien dapat 2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat secara
halusinasinya menyebutkan waktu, isi, bertahap.
dan frekuensi timbulnya 2.1.2 Observasi tingkah laku klien yang terkait
halusinasi. dengan halusinasinya : bicara dan tertawa
tanpa stimulus dan memandang kekiri/
kekanan/kedepan seolah-olah ada teman
bicara
2.1.3 Bantu klien mengenal halusinasinya
- Jika menemukan klien sedang
berhalusinasi : tanyakan apakah ada suara
yang didengarnya.
- Jika klien menjawab ada, lanjutkan : apa
yang dikatakan suara itu
- Katakan bahwa perawat percaya klien
mendengar suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya (dengan nada
bersahabat tanpa menuduh atau
mmenghakimi )
- Katakana bahwa klien lain juga ada yang
menseperti klien.
- Katakan perawat akan membantu klien.
2.1.4 Diskusikan dengan klien : Situasi yang
menimbulkan / tidak menimbulkan
halusinasi ( jika sendiri, jengkel,atau
sedih)
3.2. Klien dapat 3.2.1 Diskusikan dengan klien tentang cara baru
meneyebutkan cara baru mengontrol halusinasi :
mengontrol halusinasi - Menghardik/ mengsuir/ tidak
memperdulikan halusinasinya
- Bercakap-cakap dengan orang lain jika
halusinasi itu muncul
- Melakukan kegiatan sehari-hari
PENUTUP