NAPZA)
Kasus 4 Seorang Pria, 20 th. Mengalami gangguan perilaku mental dan social. Orang tua
mengatakan hal ini diperhatikan sejak 5 bulan terakhir. Keluarga resah karena anak sering pergi
tidak pulang, pandangan mata layu, bengong, berbohong, bersikap kasar, acuh tak acuh dengan
urusan keluarga. Orang tua malu memiliki anak pecandu heroin dan merasa bersalah.
Diskusi :
A. DEFINISI
1. Definisi NAPZA
Napza adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya,
meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan perubahan fungsi
fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN, 2004)
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa bagian tubuh
orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko penggunaan NAPZA bergantung
pada seberapa banyak, seberapa sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan
obat atau NAPZA lain yang di konsumsi (Kemenkes RI, 2010).
Narkoba berasal dari bahasa Yunani, dari kata Narke, yang berarti beku, lumpuh,
dan dungu. Menurut Farmakologi medis yaitu “Narkotika adalah obat yang dapat
menghilangkan (terutama) rasa nyeri yang berasal dari Visceral dan dapat menibulkan
efek stupor (bengong masih sadar namum masih harus digertak) serta adiksi (Derman
Flavianus, 2006 : I)
2. Definisi Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat patologis,
paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga menimbulkan gangguan
dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya NAPZA banyak dipakai untuk
kepentingan pengobatan, misalnya menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit.
Tetapi karena efeknya “enak” bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara
salah, yaitu bukan utnuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat.
Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna merasa
ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan kerusakan fisik (Sumiati,
2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah kondisi yang
ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan
takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya
dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang
khas.
Penyalahgunaan narkoba dapat dikategorikan sebagai kejahatan tanpa korban
(crime without victim). Pengertian kejahatan tanpa korban berarti kejahatan ini tidak
menimbulkan korban sama sekali, akan tetapi si pelaku sebagai korban. Kejahatan yang
secara kriminologi diartikan sebagai crime without victim ini sangat sulit diketahui
keberadaannya, karena mereka dapat melakukan aksinya dengan sangat tertutup dan
hanya diketahui orang-orang tertentu, oleh karena itu sangat sulit memberantas kejahatan
ini (Jimmy, 2015).
B. GOLONGAN NAPZA
1. Narkotika
Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan:
a. Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak
ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan
ketergantungan (contoh: heroin/putauw, kokain, ganja)
b. Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat
digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatan ketergantungan (contoh: morfin, petidin).
c. Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan (contoh: kodein)
2. Psikotropika
Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut:
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan
tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan (contoh: ekstasi, shabu, LSD)
b. Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi,
dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindrom ketergantungan. (Contoh: Amfetamin, Metilfenidat atau Ritalin)
c. Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sidnrom ketergantungan (Contoh: Pentobarbital, Flunitrazepam)
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh: Diazepam, Nitrazepam,
Seperti Pil KB, Pil Koplo, Rohip, Dum, MG)
3. Zat Adiktif
Zat adiktif adalah suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat menimbulkan
kecanduan atau ketergantungan. Contohnya : rokok, kelompok alkohol dan minuman
lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan, thinner dan zat-zat lain (lem
kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang bisa dihisap, dihirup, dan dicium, dapat
memabukkan)
4. Zat Psikoaktif
Golongan zat yang bekerja secara selektif, terutama pada otak sehingga dapat
menimbulkan perubahan pada: perilaku, emosi, kognitif, persepsi.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
I. FOKUS INTERVENSI
BAB 2
LAPORAN HASIL TEMUAN
BAB 3
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA