PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Narkoba atau Napza bersifat mempengaruhi kerja system otak dan memiliki risiko
kecanduan. Apabila dipakai tidak sesuai dengan aturannya, narkoba atau napza dapat
menimbulkan bahaya bagi pemakainya. Efek kecanduan yang dimiliki narkoba atau napza
akan membuat penggunanya ketagihan dan terus menggunakannya. Narkoba atau napza yang
dikonsumsi dalam jangka panjang, lambat laun akan merusak organ dalam tubuh dan tubuh
akan meminta dosis yang lebih besar. Jika narkoba atau napza yang dikonsumsi telah
dengan makin banyaknya penggunaan narkoba/napza dari semua kalangan. narkoba sangat
mudah didapatkan, baik oleh kalangan dewasa, remaja, bahkan anak-anak. namun yang lebih
memprihatinkan penyalahgunaan narkoba saat ini justru banyak dilakukan oleh kalangan
remaja.
Masa remaja merupakan masa yang sangat penting, sangat kritis dan sangat rentan
karena bila manusia melewati masa remajanya dengan kegagalan akan dimungkinkan
menemukan kegagalan dalam perjalanan kehidupan pada masa berikutnya, dan sebaliknya
bila masa remaja diisi dengan penuh keberhasilan, kegiatan yang produktif dan berhasil guna
kan dimungkinkan manusia itu akan mendapatkan keberhasilan dalam perjalanan kehidupan
dimasa selanjutnya.
Menurut Word Health Organisation (WHO) batasan usia remaja adalah 12 sampai 24
tahun. Sedangkan dari segi program pelayanan, definisi remaja yang digunakan oleh
Departemen Kesehatan Indonesia adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum
kawin. Sementara itu menurut Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi
(BKKBN) batasan usia remaja adalah 10 sampai 21 tahun. Dalam rentang umur menurut
WHO, BKKBN maupun Departemen Kesehatan Indonesia tersebut, disimpulkan bahwa usia
remaja merupakan usia pelajar yang berada pada rentang pendidikan sekolah dasar sampai
pelajar dan mahasiswa yang menjadi tersangka kasus narkoba. Pada 2010 tercatat ada 531
tersangka narkotika, jumlah itu meningkat menjadi 605 pada 2011. Setahun kemudian,
terdapat 695 tersangka narkotika, dan tercatat 1.121 tersangka pada 2013. Kecenderungan
yang sama juga terlihat pada data tersangka narkoba berstatus mahasiswa. Pada 2010, terdata
ada 515 tersangka, dan terus naik menjadi 607 tersangka pada 2011. Setahun kemudian,
tercatat 709 tersangka, dan 857 tersangka di tahun 2013. Sebagian besar pelajar dan
mahasiswa yang terjerat UU Narkotika, merupakan konsumen atau pengguna. Pada 2011
BNN juga melakukan survei nasional perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba pada kelompok pelajar dan mahasiswa. Dari penelitian di 16 provinsi di tanah air,
ditemukan 2,6 persen siswa SLTP sederajat pernah menggunakan narkoba, dan 4,7 persen
siswa SMA terdata pernah memakai barang haram itu. Sementara untuk perguruan tinggi, ada
narkoba dikalangan remaja dari tahun ketahun semakin meningkat. Sebuah ungkapan
mengatakan jumlah anak-anak hanya 25% dari total penduduk, tetapi menentukan 100%
masa depan bangsa itu berarti bahwa maju tidaknya sebuah bangsa sangat tergantung pada
kualitas generasi mudanya. Oleh karena itu, apabila kasus penyalahgunaan narkoba/napza di
kalangan pelajar terus meningkat, maka kualitas generasi penerus akan rusak.
Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya terapi dan rehabilitasi sering tidak
2001). Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta tenaga
rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat. Untuk itu
dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat klien dengan menggunakan
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian napza
2. Mengetahui jenis-jenis napza
3. Mengetahui penyalahgunaan napza
4. Mengetahui tahapan pemakaian napza
5. Mengetahui pengaruh narkoba bagi pecandu
6. Mengetahui gejala yang muncul akibat penyalahgunaan narkoba
7. Mengetahui gejala dan tanda remaja pecandu narkoba
8. Mengetahui faktor resiko penyebab penyalahgunaan narkoba
9. Mengetahui akibat dari penyalahgunaan narkoba
10. Mengetahui pencegahan penyalahgunaan napza
11. Mengetahui pengertian obat
12. Mengetahui penggolongan obat
13. Mengetahui pengertian obat keras
14. Mengetahui pengertian obat keras tertentu
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 NAPZA
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya,
meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan perubahan fungsi fisik
dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN, 2004). NAPZA adalah zat yang
memengaruhi struktur atau fungsi beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya.
Manfaat maupun risiko penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa
sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang
NAPZA dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya.
1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran dan hilangnya rasa. Zat ini dapat mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika memiliki daya adiksi
(ketagihan) yang sangat berat. Narkotika juga memiliki daya toleran (penyesuaian)
dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi. Ketiga sifat narkotika inilah yang
tidak boleh digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau
ilmu pengetahuan. Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin, opium, dan lain-lain.
b) Narkotika golongan II
Narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintetis,
yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika
adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa (psyche).
sebagainya.
c) Golongan III
Psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna untuk pengobatan dan
sebagainya.
d) Golongan IV
Psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta berguna untuk pengobatan
dan lain-lain.
ketagihan.
c) Thinner dan zat-zat lain, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin,
sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga menimbulkan gangguan dalam
pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan
pengobatan, misalnya menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya
enak bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu bukan untuk
ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan kerusakan fisik ( Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah kondisi yang ditandai oleh
meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau
dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. Ketergantungan
penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia gunakan, ia akan mengalami gejala putus
zat. Selain ditandai dengan gejala putus zat, ketergantungan fisik juga dapat ditandai
tertentu, seseorang akan mengalami kerinduan yang sangat kuat untuk menggunakan
NAPZA sebagai cara mengatasi masalah. Pada tahap ini pemakai berusaha
penyalahgunaan NAPZA, terjadi perubahan pada faal tubuh dan gaya hidup. Teman
pemarah, dan sulit tidur atau berkonsentrasi, sebab narkoba mulai menjadi bagian dari
kehidupannya. Minat dan cita-citanya semula hilang. Ia sering membolos dan prestasi
memerlukan sejumlah takaran zat yang dipakai, agar ia dapat berfungsi normal.
Akan tetapi, jika pemakaiannya dikurangi atau dihentikan, timbul gejala sakit.
Hal ini disebut gejala putus zat (sakaw). Gejalanya bergantung pada jenis zat yang
digunakan. Orang pun mencoba mencampur berbagai jenis NAPZA agar dapat
mana jumlah NAPZA yang dikonsumsi tidak lagi cukup untuk menghasilkan
pengaruh yang sama seperti yang dialami sebelumnya. Oleh karena itu, jumlah yang
narkoba:
a. Ingin menghilangkan kejemuan/kebosanan, mencari perhatian orangtua dan
lingkungan.
b. Ingin melarikan diri dari kenyataan ke dunia khayal. Biasanya dialami oleh
remaja yang memiliki semangat hidup rendah, tertekan dengan dirinya yang
Dari sebab sebab umum diatas, berkembang beberapa faktor yang lebih mendorong
perilaku dikarenakan oleh zat adiktif / candu yang terkandung dalam berbagai jenis narkoba.
Mereka tidak dapat mengendalikan diri untuk berhenti begitu saja, sehingga menghilangkan
kontrol sosial mereka. Keadaan seperti ini membuat mereka siap melakukan apa saja untuk
yang negatif.
2.1.7. Gejala dan Ciri ciri remaja pecandu narkoba secara fisik
Ketergantungan fisik mencakup gejala gejala yang timbul pada fisik pasien
pengguna yang menyebabkan pasien tidak dapat melepaskan diri dari ketergantungannya
pada narkoba. Hal ini dipengaruhi oleh sifat toleransi yang dibawa oleh obat obatan itu
sendiri ; yaitu keadaan dimana pemakaian obat secara berulang ulang membentuk pola dosis
tertentu yang menimbulkan efek turunnya fungsi organ organ sehingga untuk mendapatkan
fungsi yang tetap diperlukan dosis yang semakin lama semakin besar.
1) Ciri fisik yang sering timbul pada pasien antara lain:
a. Pusing/ sakit kepala
b. Mual
c. Badan panas dingin
d. Sakit pada tulang- tulang dan persendian
e. Sakit hampir pada seluruh bagian badan
f. Kejang
g. Pembesaran pupil mata
h. Hidung berlendir
i. Serangan panik
2) Ciri ciri pecandu narkoba secara psikologis:
a. Halusinasi
Pemakai biasanya merasakan dua perasaan berbeda yang intensitasnya sama
warna dan mata pemakai akan menjadi sangat sensitife terhadap cahaya
narkotika yang bersifat organic (ganja) tetapi dapat juga ditimbulkan oleh
dapat ditimbulkan oleh pengguna narkoba dengan dosis sangat besar pada
jangka waku berdekatan. Pengguna merasa depresi, merasa diintai setiap saat
dan curiga yang berlebihan. Keadaan ini memburuk bila pengguna merasa
membutuhkan waktu sangat lama. Efek ini ditimbulkan oleh jenis shabu
shabu yang memancing keaktifan daya kerja otak sehingga melebihi porsi
cirinya adalah:
Berteriak teriak
Tertawa tawa diluar sadar
Menangis
Merusak
Efek ini dapat ditimbulkan dari berbagai macam jenis narkotika karena pada dasarnya,
efek pisikologis yang ditimbulkan narkotika juga dipengaruhi oleh pembawaan pribadi
pemakai.
antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga, pergaulan (teman sebaya), dan karakteristik
individu.
a. Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja dari orang tua
kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai peminum alkohol dibandingkan
remaja dari orang tua angkat alkoholik. Penelitian lain membuktikan remaja kembar
monozigot mempunyai risiko alkoholik lebih besar dibandingkan remaja kembar
dizigot.
b. Lingkungan Keluarga
Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap penyalahgunaan
NAPZA. Pola asuh orang tua yang demokratis dan terbuka mempunyai risiko
penyalahgunaan NAPZA lebih rendah dibandingkan dengan pola asuh orang tua
dengan disiplin yang ketat. Fakta berbicara bahwa tidak semua keluarga mampu
Banyak keluarga berantakan yang ditandai oleh relasi orangtua yang tidak harmonis
sering berakibat perceraian. Kalau pun keluarga ini tetap dipertahankan, maka yang
ada sebetulnya adalah sebuah rumah tangga yang tidak akrab dimana anggota
keluarga tidak merasa betah. Orangtua sering minggat dari rumah atau pergi pagi dan
pulang hingga larut malam. Ke mana anak harus berpaling? Kebanyakan diantara
tuanya. Mereka jarang menghabiskan waktu luang dan bercanda dengan orang tuanya
pertama dengan NAPZA justru datangnya dari teman kelompok. Pengaruh teman
bersangkutan sukar melepaskan diri. Pengaruh teman kelompok ini tidak hanya pada
dengan orangtua dan anak akan mudah jatuh dalam pengaruh teman kelompok.
Berbagai cara teman kelompok ini memengaruhi si anak, misalnya dengan cara
membujuk, ditawari bahkan sampai dijebak dan seterusnya sehingga anak turut
NAPZA yang kambuh, menyatakan bahwa mereka kembali kambuh karena ditawari
dan bergaul). Kondisi pergaulan sosial dalam lingkungan yang seperti ini merupakan
yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini secara kejiwaan masih sangat
labil, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan sedang mencari identitas diri
wawasan/pengalaman yang luas dan cara berpikir serta bertindak yang lebih baik.
yang sangat penting tentang NAPZA dan segala dampak negatif yang dapat
perubahan mental yang terjadi karena dosis berlebih yang memang diharapkan oleh
pemakaiannya. Sebaliknya bila pemakaiannya terputus akan terjadi kondisi putus zat.
Contohnya :
Ganja : pemakaian lama menurunkan daya tahan sehingga mudah terserang
kanker usus, gangguan hati, gangguan pada otot jantung dan saraf, gangguan
Pemakaian ganja yang berat dan lama menimbulkan sindroma motivasional. Putus
C. Kehidupan sosial
Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat akan mengganggu fungsinya
sebagai anggota masyarakat, bekerja atau sekolah. Pada umumnya prestasi akan
kawan dekat pada umumnya terganggu. Pemakaian yang lama akan menimbulkan
pelanggaran, baik norma sosial maupun hukumnya terjadi karena kebutuhan akan zat
yang mendesak dan pada keadaan intoksikasi yang bersangkutan bersifat agresif dan
Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang dapat
NAPZA lagi.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah menjadi
penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program terapi dan rehabilitasi untuk
NAPZA yang kambuh kembali adalah dengan melakukan pendampingan yang dapat
Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan,mineral maupun zat
kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit, memperlambat proses
Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan
menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah
pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian
proses kimiawi atau fisika tertentu serta telah di uji khasiatnya. Yang terakhir inilah yang
lazim dikenal sebagai obat.Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau khasiatnya bisa
kita dapatkan.
dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan berwarna hijau. Dalam obat disertai
brosur yang berisi nama obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi , dosis dan aturan
pakai, nomor batch, nomor registrasi, nama dan alamat pabrik serta cara
penyimpanannya.
2. Obat bebas terbatas yaitu obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang
dapat dikenali oleh penderita sendiri. Obat bebas terbatas termasuk obat keras dimana
pada setiap takaran yang digunakan diberi batas dan pada kemasan ditandai dengan
lingkaran hitam mengelilingi bulatan berwarna biru serta sesuai dengan Surat
tanda peringatan P. No.1 sampai P.No.6 dan harus ditandai dengan etiket atau brosur
yang menyebutkan nama obat yang bersangkutan, daftar bahan berkhasiat serta
jumlah yang digunakan, nomor batch, tanggal kadaluarsa, nomor registrasi, nama dan
kontraindikasi.
3. Obat keras adalah obat yang hanya boleh diserahkan dengan resep dokter, dimana
pada bungkus luarnya diberi tanda bulatan dengan lingkaran hitam dengan dasar
merah yang didalamnya terdapat huruf "K" yang menyentuh lingkaran hitam tersebut.
Termasuk juga semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang digunakan secara
parenteral baik dengan cara suntikan maupun dengan cara pemakaian lain dengan
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya) yaitu obat berkhasiat
keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter, ditandai dengan lingkaran
merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya. Obat keras merupakan
Obat keras adalah Obat yang hanya dapat diperoleh diapotek dengan resep dan atau
tanpa resep dokter yang diserahkan sendiri oleh apoteker (khusus untuk obat wajib
apotek /OWA), dengan tanda khusus lingkaran berwarna merah dan bergaris tepi hitam
1. Daftar G atau Obat Keras seperti antibiotika, anti diabetes, anti hipertensi, dan
lainnya.
2. Daftar O atau Obat Bius/Anastesi adalah golongan obat-obat narkotika.
3. Obat Keras Tertentu (OKT) atau Psikotropik, seperti obat penenang, obat sakit
diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotik tanpa resep dokter dengan
jumlah tertentu, seperti anti histamine, obat asma, pil anti hamil, beberapa obat
a. semua obat yang pada bungkusan luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa obat
parenteral,baik dengan cara suntikan maupun cara pemakaian lain dengan cara
Adrenalinum
Antibiotic
Antihistamin
apomorphinum
Obat keras adalah obat yang hanya boleh diserahkan dengan resep dokter, dimana
pada bungkus luarnya diberi tanda bulatan dengan lingkaran hitam dengan dasar merah
yang didalamnya terdapat huruf K yang menyentuh garis tepi. Obat yang masuk ke
dalam golongan obat keras ini adalah obat yang dibungkus sedemikian rupa yang
digunakan secara parenteral, baik dengan cara suntikan maupun dengan cara pemakaian
lain dengan jalan merobek jaringan, obat baru yang belum tercantum dalam
sebagai obat keras melalui keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia. diperlukan
informasi lengkap terkait penggunaan obat ini karena jika tidak digunakan secara tepat
dapat menimbulkan efek samping yang tidak baik bagi tubuh sebaiknya konsultasikan
kepada Apoteker jika anda mendapatkan obat-obat berlabel obat keras dari resep dokter,
penggunaan obat yang terpat akan meningkatkan efektivitas obat terhadap penyakit dan
Contoh :
1. Sediaan Antibiotik
(Ex : Amoxicillin, Ampicillin, Ciprofloxacin, Kloramfenicol, Tetracyclin, Sefadroksil,
Metronidazol dll)
2. Sediaan Obat Analgesik (Pereda Nyeri)
(Ex : Piroksikam, Meloksikam, Phenylbutazon dll)
3. Sediaan Obat Antihipertensi
(Ex : Captopril, Nifedipin, Amlodipin, Candesartan, HCT dll)
4. Sediaan Obat Antidiabet
(Ex : Glibenklamid, Metformin dll)
5. Sediaan Obat Kortikosteroid
(Ex : Dexamethason, Metilprednison dll)
6. Sediaan Obat Penyakit Gout/Asam Urat
(Ex : Allopurinol)
7. Sediaan Obat Penurun Kolesterol
(Ex : Simvastatin, Atorvastatin, Gemfibrozil, dll)
Sedangkan contoh beberapa obat yang masuk Obat Wajib Apotek (OWA) :
dll)
3. Sediaan Obat Mulut dan Tenggorokan
(Ex : Hexadol solution, Bactidol solutio, dll)
4. Sediaan Obat Saluran Nafas
(Ex : Salbutamol tablet/sirup, Terbutaline tablet/inhaler, Bromheksin tablet dll)
5. Sediaan Obat Analgetik, depresan
(Ex : Asam mefenamat tablet, Aspirin+caffein tablet, Alvita kaplet (Antalgin + Vitamin
OKT(Psikotropika-UU No. 5/ 1997) : Zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
1. Psikotropika gol I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan
tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan
dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat,
dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang,
terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan,
BAB III
TERAPI MODALITAS
A. Pengertian
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini diberikan
dalam upaya mengubah perilaku pasien dari maladaptif menjadi adaptif (Keliat,2005). Terapi
modalitas adalah terapi dalam keperawatan jiwa dimana perawat mendasarkan potensi yang
dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi atau penyembuhan (sarka, 2008).
sifatnya menimbulkan tekanan sosial pada individu sehingga reaksi individu tersebut
dapat diprediksi.
4. Sikap dan tekanan sosial dalam kelompok sangat penting dalam menunjang dan
a) Terapi individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan
hubungan individu antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang
terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien.
Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi,
dilakukan dengan tahapan sistematis sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan
tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.
b) Terapi lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi menata lingkungan agar terjadi perubahan
perilaku pada klien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. Perawat
menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti teraupetik. Bentuknya adalah
memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan
pada penilaian teraupetik dalam aktivitas dan interaksi. Tujuan dari terapi lingkungan
adalah memampukan klien dapat hidup di luar lembaga yang diciptakan melalui
belajar kompetensi yang diperlukan untuk beralih dari lingkungan rumah sakit ke
Terapi kognitif merupakan salah satu terapi perilaku yang menggunakan kognisi
sebaga kunci dari perubahan perilaku. Terapis membantu klien dengan cara membantu klien
dengan cara membuang pikiran dan keyakinan buruk klien untuk kemudian diganti dengan
konstruksi pola pikir yang lebih baik. Model psikologi menggunakan konsep dari teori
psikologi bahwa kecanduan adalah buah dari emosi yang tidak berfungsi selayaknya sehingga
pecandu memakai obat pilihannya untuk meringankan dan melepaskan beban psikologis,
pendekatan yang mengutamakan pada masalah psikologis dan sosial yang disandang oleh
pasien dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan pasien menghadapi setiap masalah,
model intervensi psikososial yang dapat digunakan adalah cognitive behavior therapy (CBT)
dan konseling dasar. Terapi ini berusaha untuk mengintegrasikan teknik-teknik teraupetik
yang berfokus untuk membantu individu melakukan perubahan, tidak hanya pada perilaku
nyata tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan, dan sikap yang mendasarinya. Terapi kognitif-
behavioral memiliki asumsi bahwa pola pikir dan keyakinan mempengaruhi perilaku dan
perubahan pada kognitif ini dapat menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan (Nevid,
et al, 2003).
mempertimbangkan stresor dan mengidentifikasi pola pikir dan keyakinan yang tidak akurat,
dengan fokus asuhan yaitu revluasi ide, nilai, harapan, dan memulai menyusun perubahan
kognitif.
2. Tujuan terapi kognitif:
a. Mengembangkan pola pikir yang rasional
b. Menggunakan pengetesan realita
c. Membantu perilaku dengan pesan internal
3. Intervensi:
a. Mengajar substitusi pikiran
b. Menyelesaikan masalah
c. Memodifikasi percakapan diri negatif
4. Teknik dalam terapi kognitif:
Langkah-langkah
1. Orientasi umum
otomatis.
BAB IV
PENYALAHGUNAAN NAPZA
Tn. A 19 tahun sebagai mahasiswa salah satu PTS di Jakarta sudah 6 bulan terakhir
menggunakan sabu-sabu. Klien mengatakan sudah berusaha untuk menghentikan
kebiasaan mengkonsumsi sabu-sabu, tetapi keinginan ini tidak bertahan lama karena dia
sering bertemu dan berkumpul bersamateman-teman pemakai napza. Klien sulit untuk
menolak ajakan teman-temannya. Keluarga membawa klien ke panti rehabilitasi.
1. Pengkajian
A. Fisik : Sakau, nyeri, gangguan pola tidur, gelisah
B. Emosional : Perasaan gelisah, tidak percaya diri, curiga, dan tidak berdaya.
C. Sosial : Dikucilkan dari masyarakat
D. Intelektual : Sulit berkonsentrasi dan penurunan kemampuan berpikir
E. Spiritual : Tidak melakukan ibadah yang biasa dilakukan, perilaku berbohong
2. Diagnosa
1. Koping individu tidak efektif b.d tidak mampu mengatasi keinginan menggunakan
zat.
2. Intoleransi aktivitas (kuranga ktivitas) berhubungan dengan kurangnya motivasi
untuk sembuh
3. Perubahan pemeliharaan kesehatan dan ADL.
3. RencanaTindakan
MASALAH KEPERAWATAN INTERVENSI
Koping individu tidak efektif b.d tidak Tujuan:
mampumengatasi keinginan menggunakan zat.
Data Objektif: Klien mampu untuk mengatasi
Kliensakau keinginan menggunakan zat aditif.
Klien memaksa petugas untuk pemakaian Individu :
zat Mengidentifikasi situasi yang
Data Subjektif: menyebabkan timbulnya sugesti
Mengidentifikasi perilaku ketika
Klien tampak gelisah, tidak berdaya dan sugesti datang
tidak percaya diri Mendiskusikan cara mengalihkan
Klien mengeluh nyeri pikiran dari sugesti ingin
menggunakan zat dengan
menciptakan sugesti yang lebih
positif.
Berikan Latihan menggunakan
kata-kata ingin hidup sehat,
masa depan penting, masih
ada harapan.
Membantu klien untuk
mengekspresikan perasaannya.
Kalimat Aplikatif:
Fase Orientasi
Selamatpagi Dik, perkenalkan saya suster Y. Nama adik siapa? Lebih senang
dipanggil apa? Bagaimana keadaan adik pagi ini? Apa keluhan adik saat ini?
Kalau adik A tidak keberatan, bagaimana kalau kita berdiskusi mengenai cara
mengontrol keinginan menggunakan zat? Dimana adik ingin berdiskusi? Di ruang
tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?
Fase Kerja
Apa yang biasa adik A pakai sebelum masuk kepanti rehabilitasi ini? Dari mana
adik A peroleh sabu-sabu tersebut? Sejak kapan adik A menggunakan sabu-sabu
tersebut? Apakah keinginan untuk menggunakan zat tersebut sering kali muncul?
Pada saat kapan keinginan tersebut muncul? Apakah setiap kali berkumpul dengan
mereka, mereka selalu mengajak untuk menggunakan zat tersebut? Apakah respon
mereka jika adik menolak ajakan mereka untuk menggunakan zat tersebut? Lalu
bagaimana adik menanggapi ajakan mereka untuk menggunakan zat tersebut?
Apakah ada keluhan kesehatan selama adik A menggunakan sabu-sabu tersebut?
Bagaimana interaksi sosial adik di lingkungan masyarakat? Bagaimana dengan
kuliah adik? Dari mana adik A peroleh uang untuk membeli sabu-sabu tersebut?
Apakah adik tahu konsekuensi hukum bila menggunakan sabu-sabu?
Sekarang mari kita bicarakan apa saja dampak yang akan ditimbulkan jika adik
menggunakan sabu-sabu. Dari segi kesehatan, obat terlarang termasuk alkohol dan
rokokakan menyebabkan sesak nafas, sulit berpikir dan berkonsentrasi, dapat
menurunkan daya tahan tubuh, dapat meningkatkan tekanan darah bahkan
menyebabkan stroke dan kematian. Dari segi interaksi sosial, adik akan dikucilkan
dari lingkungan.... Dengan menurunnya kemampuan berpikir dan berkonsentrasi,
prestasi adik di bangku tentu akan mengalami penurunan juga. Kasian dengan orang
tua adik yang suka bekerja keras menyekolahkan adik tapi ternyata uang yang mereka
berikan, adik pergunakan untuk membeli sabu-sabu yang tidak ada manfaatnya.
Kehidupan di dalam penjara menjadi terbatas, adik tidak bertemu dengan keluarga
setiap waktu.... Dengan pola tidur dan pola makan seperti itu akan mengganggu
kerja tubuh, sehingga daya tahan tubuh adik dapat mengalami penurunan dan adik
menjadi gampang terserang penyakit Kebersihan diri harus dijaga dengan baik agar
kuman, jamur dan bakteri tidak menempel di tubuh yang mana dapat menyebabkan
penyakit seperti panu, kadas, kurap, dll. Oleh karena itu, adik A sebaiknya mandi
sehari 2 kali, menggosok gigi saat mandi, setelah makan dan sebelum tidur...
Apakah adik ingin berhenti menggunakan sabu-sabu? Bagus sekali adik! Berapa
kali adik mencoba untuk berhenti? Bagaimana perasaan adik A ketika tidak
menggunakan sabu-sabu?
Fase Terminasi
Bagaimana perasaan adik A setelah kita bercakap-cakap? Iya, bagus sekali. Nah,
suster mau tanya lagi:Coba adik A sebutkan kembali hal-hal positif yang masih adik
A miliki Ya, bagus sekali adik A Yang mana yang mau dilatih? Katakan saya
masih muda, saya harus berhenti. (Afirmasi).
Sekarang coba sebutkan kembali cara menghindari penggunaan sabu-sabu Ya,
Benar sekali Yang mana yang mau dilatih? Nah, masukkan dalam jadwal
latihannya dan dicoba Besok pagi suster akan datang kembali, kita akan diskusikan
lagi hasil latihannya dan kita latih cara yang lain. Bagaimana adik A Baiklah
kalau begitu besok jam 11.00 kita ketemu lagi ya. Sampai jumpa
A. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari klien adalah sebagai berikut:
1. Klien mengetahui dampak NAPZA
2. Klien mampu melakukan cara meningkatkan motivasi untuk berhenti
menggunakan NAPZA
3. Klien mampu mengontrol kemampuan keinginan menggunakan NAPZA kembali
4. Klien dapat menerapkan cara hidup yang sehat
5. Klien mematuhi program pengobatan
Alatas, H., Madiyono, B., 2006. Penanggulangan Korban Narkoba Meningkatkan Peran
Harlina, L., Joewana, S., 2008. Belajar Hidup Bertanggung Jawab, Menangkal Narkoba dan
Partodiharjo, S., 2008. Kenali NARKOBA dan Musuh Penyalahgunaannya, Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Seto.